KEUANGAN DAERAH KABUPATEN ACEH JAYA

  .

  Di Dalam Bab Ini Akan Dijabarkan Mengenai Kondisi Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Jaya.

  IX

KEUANGAN DAERAH KABUPATEN ACEH JAYA

9.1. TINJAUAN UMUM

  Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, maka Pemerintah Kabupaten mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan dan melaksanakan urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangannya. Urusan pemerintahan daerah dimaksud meliputi : Urusan Wajib dan Urusan Pilihan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

  Birokrasi dalam melaksanakan urusan pemerintahan daerah tersebut secara umum berperan menjalankan 3 (tiga) fungsi utama, yaitu: fungsi pelayanan, fungsi pembangunan dan fungsi pemerintahan umum. Fungsi pelayanan berhubungan dengan unit organisasi pemerintahan yang pada hakikatnya merupakan bagian atau berhubungan dengan masyarakat. Fungsi utamanya adalah pelayanan publik (public service) langsung kepada masyarakat. Fungsi pembangunan berhubungan dengan organisasi pemerintah yang menjalankan salah satu urusan pemerintahan daerah guna mencapai tujuan pembangunan. Fungsi pokoknya adalah Development function atau adaptive function. Fungsi ketiga adalah pemerintah umum yang berhubungan dengan rangkaian organisasi pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum termasuk memelihara ketertiban dan keamanan. Fungsinya lebih kepada fungsi pengaturan (regulative function).

  Guna melaksanakan ketiga fungsi utama tersebut secara optimal diperlukan dukungan anggaran yang memadai yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja kabupten (APBK) untuk melaksanakan semua urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Jaya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang menggambarkan semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Daerah dalam kurun waktu satu tahun. APBK selain itu juga merupakan instrumen dalam rangka mewujudkan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut maka pengalokasian anggaran belanja yang secara rutin merupakan kebutuhan dalam rangka pelaksanaan setiap urusan pemerintahan daerah menjadi tolok ukur bagi tercapainya kesinambungan serta konsistensi pembangunan daerah secara keseluruhan menuju tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama.

  Bertitik tolak dari target kinerja pembangunan daerah yang akan dicapai dan dengan memperhatikan keterbatasan sumber daya yang ada, maka dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan daerah perlu mengarahkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara berdaya guna dan berhasil guna dengan disertai pengawasan dan pengendalian yang ketat sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar target kinerja pembangunan daerah yang telah ditetapkan dapat tercapai.

  Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) pada hakikatnya merupakan perwujudan amanat rakyat kepada eksekutif dan legislatif untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat dalam batas otonomi daerah yang dimiliki. Bertitik tolak pada hal tersebut, hendaknya maka setiap penyusunan APBK disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip:

  1. Partisipasi Masyarakat Hal ini mengandung makna bahwa pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBK sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBK.

  2. Transparansi Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat yang meliputi: tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/ obyek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu, setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Transparansi dan akuntabilitas anggaran, baik dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan, maupun akuntansinya merupakan wujud pertanggungjawaban Pemerintah Daerah dan DPRD kepada rakyat.

  3. Disiplin Anggaran Anggaran daerah disusun berdasarkan kebutuhan riil dan prioritas masyarakat di daerah sesuai dengan target dan sasaran pembangunan daerah. Dengan demikian, dapat dihindari adanya kebiasaan alokasi anggaran pembangunan ke seluruh sektor yang kurang efisien dan efektif. Anggaran yang tersedia pada setiap pos/ rekening merupakan batas tertinggi belanja/ pengeluaran. Oleh karena itu, tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan melampaui batas kredit anggaran yang ditetapkan.

  4. Keadilan Anggaran Pajak daerah, retribusi daerah dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus mempertimbangkan kemampuan untuk membayar, masyarakat yang memiliki kemampuan pendapatan rendah secara proporsional diberi beban yang sama, sedangkan masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban yang tinggi pula. Untuk menyeimbangkan kedua kebijakan tersebut pemerintah daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara rasional guna menghilangkan rasa ketidakadilan. Selain daripada itu dalam mengalokasikan belanja daerah, harus mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan. Pemerintah Daerah di dalam menetapkan besaran pajak dan retribusi harus mampu menggambarkan nilai-nilai rasional dan transparan terkait dengan penentuan hak-hak dan tingkat pelayanan yang diterima oleh masyarakat di daerah. Mengingat, adanya beban pembiayaan yang dipikul langsung maupun tidak langsung oleh kelompok masyarakat melalui mekanisme pajak/ retribusi, serta adanya keharusan untuk merasionalkan anggaran yang lebih menguntungkan bagi kepentingan masyarakat dan mampu merangsang pertumbuhan ekonomi daerah sesuai mekanisme pasar.

  5. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat.

  Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan: a. Penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; b. Penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja serta penetapan harga satuan yang rasional.

  6. Taat Azas Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) sebagai kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah di dalam penyusunannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya.

9.2. PROFIL KEUANGAN KABUPATEN ACEH JAYA

9.2.1. Pertumbuhan Ekonomi

  Selama periode tahun 2010-2013, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya menunjukan kecenderungan peningkatan setiap tahunnya, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi atas dasar harga konstan mencapai 4,38%. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada (Gambar 9.1).

Gambar 9.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Aceh Jaya (2010-2013)

  Sumber: BPS Aceh Jaya 2014

9.2.2. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

  Terkait dengan isu kesejahteraan, jumlah penduduk miskin pada tahun 2013 mencapai 14.600 jiwa, yang berarti sekitar 17.53% dari jumlah penduduk keseluruhan di Kabupaten Aceh Jaya . Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya tahun 2013 sebesar 4,29% yang ditunjukkan oleh PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000. Pertumbuhan PDRB tersebut tanpa memasukkan unsur minyak dan gas. Pertumbuhan tertinggi secara berturut-turut dialami oleh sektor listrik dan air bersih sebesar 10,82%.

  Pada tahun 2013, PDRB perkapita di Kabupaten Aceh Jaya mencapai Rp.1,175,000, atau bertumbuh sebesar 5.3% dari tahun 2012 sebelumnya yang mencapai Rp. 1,126,000. Terjadinya peningkatan pendapatan perkapita penduduk di Kabupaten Aceh Jaya ini dikarenakan pertumbuhan PDRB Kabupaten Aceh Jaya lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk.

Gambar 9.2 PDRB Perkapita Kabupaten Aceh Jaya

  Sumber: BPS Aceh Jaya 2014 Namun apabila pertumbuhan pendapatan perkapita ini hendak dijadikan acuan bagi kemakmuran penduduk kabupaten Aceh Jaya, maka hal tersebut belum dapat memberikan dasar yang kuat. Sangat mungkin terjadi, jumlah PDRB yang meningkat disebabkan oleh industri yang padat modal, investasi portofolio, sampai dengan kinerja sektor jasa yang cenderung melibatkan sedikit tenaga kerja. Di satu sisi, banyak penduduk yang memiliki pendapatan di bawah pendapatan perkapita kabupaten, namun sebagian kecil lainnya dapat memiliki pendapatan yang lebih besar dari pendapatan perkapita kabupaten.

9.2.3. FUNGSI EKONOMI

  A. Urusan Penanaman Modal dan Investasi

  Pembahasan dalam bagian ini bertujuan untuk memberikan gambaran kondisi iklim berinvestasi di Kabupaten Aceh Jaya termasuk capital inflow investment dan capital outflow

  investment serta kinerja administrasi pemerintah Kabupaten Aceh Jaya dalam rangka menanggapi setiap arus investasi yang masuk ke Kabupaten Aceh Jaya.

  B. Perkembangan Investasi

  Perkembangan investasi di Kabupaten Aceh Jaya menurut strukturnya belum ada investasi asing (Penanaman Modal Asing/PMA), pada tahun 2013 perkembangan roda perekonomian kabupaten Aceh Jaya masih bertumpu pada sektor pertanian yang mencapai kontribusi 31,21 persen . yang di ikuti oleh sektor pertenakan 9,612 persen diikuti sektor tanaman perkebunan sebesar 8,01 persen sub sektor tanaman bahan makanan 6,31 persen dan sub sektor kehutanan sebesar 0,4 persen dan sub sektor perikanan 3,25 persen, sedangkan sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang terkecil sumbangan terhadap perekonomian Aceh Jaya yang hanya 0.49 persen pada tahun 2013, sektor pengolahan dari sektor industry tanpa minyak dan gas 1,23 persen, sektor listrik dan air minum 10,82 persen, sedangkan sektor bangunan/kontruksi 7,41 persen, sektor perdagangan, Hotel dan restoran 7,95 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 10,56 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 5.45 persen, sedangkan sektor jasa-jasa 34,04 persen.

  Kondisi di atas memberikan gambaran bahwa tingkat investasi di Kabupaten Aceh Jaya masih perlu mendapatkan perhatian, mengingat investasi menjadi salah satu faktor utama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Terkait dengan peningkatan investasi, maka kondusivitas iklim berinvestasi di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti keamanan dan ketertiban; kemudahan perijinan; peraturan daerah yang mendukung iklim usaha; serta pengenaan pajak daerah.

  Langkah-langkah yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya dalam meningkatkan investasi diantaranya melalui pelaksanaan Program Pengembangan Kebijakan Investasi Daerah melalui Kegiatan Sosialisasi Perijinan dan Program Pengembangan pembangunan secara terpadu. Dalam kaitan ini, diterapkan pelayanan one stop service atau pelayanan satu atap. Artinya Pemerintah Kabupaten dapat memberikan pelayanan perijinan usaha dan penanaman modal secara cepat dalam satu tempat terpadu.

9.2.4. Perkiraan Indikator Ekonomi Makro Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2014-2018

  Kondisi makro ekonomi dapat digambarkan dari indikator-indikator makro ekonomi yang paling mendasar yakni laju pertumbuhan ekonomi (output perekonomian), laju inflasi dan tingkat pengangguran terbuka. Kondisi makroekonomi di Kabupaten Aceh Jaya dalam konteks perkembangannya seperti dijelaskan pada uraian diatas, untuk itu dalam rangka memberikan gambaran kondisi perekonomian di masa lima tahun ke depan, sekaligus sebagai acuan bagi penentuan perkiraan kondisi keuangan daerah di masa lima tahun ke depan, berikut ini merupakan perkiraan-perkiraan kondisinya.

  Laju pertumbuhan ekonomi secara umum di Kabupaten Aceh Jaya relatif stabil, meskipun terjadi beberapa gejala perlambatan ekonomi, misalnya bencana alam Tsunami, kenaikan harga BBM yang menyebabkan shock pada industri manufaktur, krisis ekonomi global pada tahun 2009, yang menyebabkan banyak industri dan perbankan mengalami kerugian besar, sehingga diperkirakan kondisi pertumbuhan ekonomi akan menurun hingga 4% sampai dengan 5% pada tahun 2009 sampai dengan pertengahan 2010. Sementara pada tahun 2011 sampai dengan 2013 pertumbuhan ekonomi kembali stabil pada kisaran 5% sampai dengan 7%. Seiring dengan memulihnya perekonomian nasional. Pada tahun 2014 sampai dengan 2018, diperkirakan perekonomian akan semakin stabil, sehingga pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan naik pada kisaran 6% sampai dengan 8%, seiring dengan memulihnya perekonomian nasional dan meningkatnya pembangunan di Kabupaten Aceh Jaya khususnya pada sektor industri, perdagangan dan jasa.

9.3. SUMBER PENDAPATAN DAERAH

9.3.1. Pengelolaan Pendapatan Daerah

  Bila dilihat berdasarkan strukturnya dalam dua tahun terakhir (2013-2014), pendapatan daerah Kabupaten Aceh Jaya menunjukkan peningkatan, dalam jumlah yang cukup signifikan, Pendapatan daerah tahun 2014 mengalami peningkatan dari tahun 2013 yakni Rp. 471.040.617.146,83 menjadi Rp 676.852.821.938,02, atau meningkat sebesar 43.69%. Adapun sumber pendapatan daerah yang paling dominan adalah berasal dari Dana Perimbangan.

Tabel 9.1 Pendapatan Daerah Kabupaten Aceh Jaya Jumlah Uraian 2013 2014 PENDAPATAN

  Pendapatan Asli Daerah 19.972.429.649,24 33.430.234.854,89 Dana Perimbangan 424.640.651.451,00 457.767.335.220,00 Lain-lain Pendapatan yang Sah 26.427.536.046,59 185.655.251.863,13

JUMLAH PENDAPATAN 471.040.617.146,83 676.852.821.938,02

  Sumber: DPKKD kab. Aceh Jaya

  A. Pendapatan Asli Daerah

  Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Aceh Jaya memiliki sumber utama yang berasal dari Pajak Daerah. Sebagai contoh, tahun 2014 Pendapatan Asli Daerah nilainya mencapai Rp. 33.430.234.854,89, atau meningkat 67.38% dari tahun sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan tinggi atau rendahnya penerimaan PAD Kabupaten Aceh Jaya adalah sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya kemampuan pemerintah daerah dalam mengoptimalkan sumber-sumber wajib pajaknya.

Tabel 9.2 Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Jaya 2014

  

Uraian 2014

  Pendapatan Pajak Daerah 3.102.500.000,00

  Hasil Retribusi Daerah 10.902.273.500,00

  Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 4.085.242.163,00 Zakat

  2.835.000.000,00 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 12.505.219.191,89

  JUMLAH Rp. 33.430.234.854,89

  Sumber: DPKKD Kabupaten Aceh Jaya

  B. Tingkat Kemandirian Daerah

  Kemandirian daerah sangat ditentukan oleh jumlah Pendapatan Asli Daerah. Rasio kemandirian keuangan daerah (selanjutnya disebut “Rasio KKD”) adalah nilai yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. pemerintah Kabupaten Aceh Jaya masih sangat tergantung pada sumber pembiayaan yang berasal dari dana perimbangan. Sementara pendapatan asli daerahnya sendiri cenderung kurang memadai untuk pembiayaan pembangunan daerah.

  C. Dana Perimbangan

  Di Indonesia, pada dasarnya hampir semua kota menunjukkan kecenderungan mengandalkan dana perimbangan sebagai sumber pendapatan daerah yang paling signifikan kontribusinya,demikian pula, di Kabupaten Aceh Jaya. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir kontribusi dana perimbangan merupakan yang terbesar dengan rata-rata mencapai 80% terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Aceh Jaya. Jumlah dana perimbangan meningkat setiap tahun. Pada tahun 2014, jumlah dana perimbangan yang diterima oleh pemerintah Kabupaten Aceh Jaya adalah sebesar Rp. 457.767.335.220,00.

Tabel 9.3 Struktur Dana Perimbangan Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2013 - 2014 Jumlah Uraian 2013 2014 Dana Perimbangan 424.640.651.451,00 457.767.335.220,00

  Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 29.399.082.451,00 20.653.107.220,00 Dana Alokasi Umum 341.773.459.000,00 382.101.138.000,00 Dana Alokasi Khusus 53.468.110.000,00 55.013.090.000,00 Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemda 10.421.143.181,59 13.641.379.341,13 Bantuan Keuangan dari Provinsi/ Pemda lainnya

  1.020.000.000,00 152.744.420.522,00 Sumber: DPKKD

  Pada dasarnya dana perimbangan merupakan komponen pendapatan daerah yang nilainya sangat tergantung pada Kebijakan Pemerintah Pusat. Hal ini karena variabel terbesar dari Dana Perimbangan adalah dana alokasi umum (DAU). Kondisi yang terjadi saat ini adalah pemerintah pusat mengalokasikan dana alokasi umum kepada daerah maksimal sebesar 26% dari penerimaan pendapatan nasional netto sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005. Hal ini menjadikan perkiraan pendapatan dari dana perimbangan tidak dapat diprediksikan, melainkan harus melihat dari perkembangan pendapatan nasional serta perubahan kebijakan keuangan nasional dan daerah.

9.3.2. Arah Pengelolaan Belanja Daerah

  Berdasarkan sudut pandang penganggaran yang sudah diterapkan di berbagai daerah, arah pengelolaan belanja daerah terutama adalah untuk peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya daerah, peningkatan akuntabilitas, transparansi dan partisipasi masyarakat, pengurangan kesenjangan fiskal antara pusat dengan daerah serta antardaerah, serta peningkatan efisiensi melalui anggaran yang berbasis kinerja.

  Akan tetapi, pada kenyataannya, sejalan dengan perkembangan otonomi daerah dan adanya pembagian otoritas kepala daerah yang disahkan oleh Negara, maka penyusunan anggaran selain mengacu pada dasar-dasar alokasi yang sudah berlaku umum di atas juga dipengaruhi oleh skenario kepala daerah. Skenario kepala daerah dituangkan dalam bentuk rencana pembangunan jangka menengah daerah yang memuat visi, misi dan program operasional yang dijabarkan secara rinci dengan mencantumkan sasaran dan target pembangunannya dengan mengandalkan APBK. Atas dasar itu, pengelolaan belanja daerah khususnya belanja langsung disesuaikan dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang menjadi landasan kinerja dan strategi pembangunan kepala daerah.

  A. Belanja Tidak Langsung

  Sesuai dengan kebijakan pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja daerah mencakup belanja langsung dan tidak langsung. Belanja tidak langsung terdiri atas belanja pegawai (gaji pegawai negeri), belanja bunga, bantuan sosial dan belanja lain-lain (tidak terduga). Sementara belanja langsung adalah jenis belanja proyek yang sifatnya langsung seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal.

  B. Belanja Langsung

  Belanja langsung merupakan alokasi pembiayaan strategis yang sifatnya direct fund atau terarah secara spesifik pada target-target pembangunan yang sudah diprioritaskan. Dalam RPJMK 2012-2017, beberapa target pembangunan prioritas tersebut antara lain adalah mengupayakan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil, menurunkan angka kemiskinan, meningkatkan kualitas SDM (melalui indikator HDI), mengurangi tingkat pengangguran terbuka, menaikkan angka partisipasi murni untuk tingkat menengah dan atas, serta meningkatkan produksi sektor- sektor unggulan.

  Sementara itu, data lima tahun terakhir menunjukkan bahwa alokasi anggaran belanja langsung di Kabupaten Aceh Jaya cenderung fluktuatif. Komposisi belanja langsung di Kabupaten Aceh Jaya ini sangat terkait dengan kondisi makroekonomi nasional dan provinsi, terutama dengan tingkat inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam iklim perekonomian yang sehat, stimulatif pembangunan ekonomi daerah akan berkembang sehingga akan banyak pembiayaan proyek-proyek pembangunan di daerah. Sebaliknya jika kondisi makroekonomi dalam keadaan stagnasi ekonomi atau bahkan resesi, maka biasanya pembiyaan proyek-proyek pembangunan menjadi berkurang karena adanya kecenderungan dari stakeholder untuk mempertahankan uang dan tidak membelanjakannya. Hal inilah antara lain yang menyebabkan fluktuatifnya pembiayaan pembangunan (belanja langsung proyek) di Kabupaten Aceh Jaya.

9.4. KERANGKA PENDANAAN

  Asumsi Umum Perkiraan Kerangka Pendanaan Lima Tahun ke Depan

  Dalam menyusun kerangka pendanaan Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Jaya maka digunakan beberapa asumsi utama yang berasal dari indicator makroekonomi nasional, provinsi dan kota. Beberapa asumsi dasar yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya diperkirakan stabil dalam kisaran 6% sampai dengan 7% (sesuai dengan kondisi pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada kisaran

  5%-6% dan pertumbuhan ekonomi provinsi yang juga berada pada kisaran 6%). 2) Selama periode proyeksi diperkirakan tingkat inflasi stabil berada pada kisaran 10%-11% pertahunnya, sehingga dalam proyeksi yang dilakukan, besaran nilai prosentase pertumbuhan sebagai variabel pengganda relatif tidak banyak perubahan yang signifikan (deviasi nilainya) dengan tren lima tahun sebelumnya. Rata-rata pertambahan setiap dua tahun adalah sebesar 1%. 3) Pertumbuhan PAD Kabupaten Aceh Jaya selama 2013-2014 adalah sebesar 67,38%. 4) Besaran proyeksi untuk variabel lainnya seperti belanja daerah baik langsung maupun tidak langsung dilakukan dengan menggunakan prosentase yang diperoleh dari hasil analisis tren ekstrapolasi, yang besaran prosentase pertumbuhannya merupakan rata-rata pertumbuhan dari lima tahun sebelumnya (tanpa memasukan unsur prosentase pertumbuhan yang bernilai negatif). Untuk belanja tidak langsung, diperkirakan kenaikan gaji PNS akan turut mempengaruhi laju pertumbuhannya.

  5) Beberapa retribusi yang diasumsikan mengalami penurunan antara lain adalah retribusi izin trayek, hal ini dikarenakan, kebijakan pemerintah Kabupaten Aceh Jaya yang akan menertibkan trayek angkutan yang sudah tidak beraturan pada saat ini. Sehingga asumsinya adalah setiap tahun akan berkurang sebesar 9%. 6) Beberapa retribusi diasumsikan akan mengalami peningkatan seperti retribusi sampah, retribusi pengujian kendaraan bermotor, hal ini diperkirakan menyesuaikan dengan jumlah penduduk dan aktivitasnya yang akan terus mengalami peningkatan. Sedangkan retribusi siup dan izin usaha pariwisata diasumsikan meningkat mulai tahun 2015 dengan kisaran 5-10% karena diasumsikan sistem pelayanan perizinan terpadu sudah berjalan optimal, dan di samping itu, jumlah usaha kepariwisataan akan meningkat seiring dengan kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan beberapa objek wisata di Kabupaten Aceh Jaya.

  Poyeksi dasar keuangan daerah Kabupaten Aceh Jaya di atas dilakukan dengan menggunakan metode tren ekstrapolasi yang besaran prosentase pertumbuhannya adalah menyesuaikan dengan asumsi kondisi makro ekonomi daerah yang bersangkutan, yang mana untuk variabel pendapatan daerah lain-lain menggunakan pertimbangan besaran pertumbuhan rata-rata di periode 5 tahun sebelumnya. Khusus untuk prosentase pertumbuhan dana perimbangan, oleh karena variabel ini merupakan variabel yang statis, di mana dana perimbangan yang terdiri dari DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) merupakan komponen yang disalurkan dari pusat, maka nilai besarannya sangat tergantung dari kebijakan pemerintah pusat.

Tabel 9.4. Kondisi Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Jaya 2010-2014 Tahun Dasar Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 PENDAPATAN

  

Pendapatan Asli Daerah 360,001,926,366.00 15,259,500,000.00 15.454.000.000,00 20.647.000.000,00 33.430.234.854,89

Hasil Pajak Daerah 17,759,068,582.00 3,994,500,000.00 2.651.000.000,00 3.238.000.000,00 3.102.500.000,00

   1,569,000,000.00 2,150,000.000.00 2.588.000.000,00 3.736.000.000,00 10.902.273.500,00  Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayan  3,123,068,582.00 3,500,000,000.00 2.917.000.000,00 3.890.000.000,00 4.085.242.163,00 Daerah Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli  10,400,000,000.00 5,615,000,000.00 7.297.000.000,00 9.782.000.000,00 12.505.219.191,89 Daerah yang Sah

  260,108,709,920.00 329,886,874,292.00 367.613.000.000,00 426.815.000.000,00 457.767.335.220,00 Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/Bukan  33,113,216,920.00 35,576,114,292.00 33.965.000.000,00 20.674.000.000,00 20.653.107.220,00 Pajak 202,847,293,000.00 255,517,560,000.00 303.438.000.000,00 341.773.000.000,00 382.101.138.000,00 Dana Alokasi Umum

   Dana Alokasi Khusus 24,148,200,000.00 38,793,200,000.00 30.214.000.000,00 53.468.000.000,00 55.013.090.000,00  Bagi Hasil Pajak dan

   10.155.000.000,00 10.468.000.000,00 13.641.379.341,13 7,337,569,532.00 2,000,000,000.00 Bantuan Keuangan dari 21.585.000.000,00 10.468.000.000,00 152.744.420.522,00 Provinsi

   Dana Penyesuaian dan 59,692,959,132.00 44.135.766.000.00 17.354.000.000,00 18.416.000.000,00 19.269.452.00,00 otonomi Khusus Dana bagi hasil pajak dari

   propinsi dan pemerintah 10,000,000,000.00 6,370.474,225,00 10.155.000.000,00 10.468.000.000,00 13.641.379.341,13 daerah lainnya

  DOKUMEN RPIJM KABUPATEN ACEH JAYA TAHUN 2014 - 2018

  IX - 14

Lain-lain Pendapatan yang Sah 82,134,147,864.00 52,506,240,225.00 49.093.000.000,00 1.299.000.000,00 185.655.251.863,13

Uraian

  Tahun Dasar 2010 2011 2012 2013 2014 BELANJA

   Belanja Tidak Langsung 193,384,365,727.00 226,529,066,679.00 220.846.000.000,00 253.706.094.474,00 304.954.850.134,00

   Belanja Langsung 240,573,085,819.00 201,132,894,964.00 188.102.000.000,00 284.191.23.462,00 442.769.721.083,00

JUMLAH BELANJA 433,957,451,546.00

  537.897.117.936,00 747.724.571.217,00

Surplus / (Defisit) 73,955,525,280.00 30,009,347,129.00 - 1.856.500.789,17 70.871.749.278,98

PEMBIAYAAN

   Jumlah Penerimaan Pembiayaan Daerah 74,955,525,280.00 30,009,347,126.00 43.646.000.000,00 66.856.500.789,127 72.371.749.278,98

   Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Daerah 1,000,000,000.00 30,009,347,126.00 - - 1.500.000.000,00

PEMBIAYAAN NETTO 73,955,525,280.00 30,009,347,126.00 - 1.856.500.789,17 70.871.749.278,98

  Sumber: DPKKD Kab. Aceh Jaya

Dokumen yang terkait

PERAMALAN LAPORAN KEUANGAN KUD MINA JAYA DESA SENDANGBIRU KABUPATEN MALANG

1 17 18

EFEKTIVITAS MANAJEMEN KEUANGAN PADA SMA NEGERI 1 INDRA JAYA ACEH JAYA

0 7 1

PENGARUH PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI, KOMPETENSI APARATUR DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PENGELOLAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA PERANGKAT KABUPATEN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ACEH JAYA

0 5 1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESUKSESAN SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH BERBASIS AKRUAL DI KABUPATEN ACEH BESAR

0 0 34

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL DAN BELANJA DAERAH TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH PADA KABUPATENKOTA DI PROVINSI ACEH

0 0 10

ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DALAM RANGKA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DI KOTA BANDA ACEH

0 0 11

PENGARUH PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DAN PENERAPAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ACEH BARAT (Studi pada SKPD Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Barat)

0 0 8

PENGARUH PEMAHAMAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH, PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH, DAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH TERHADAP KINERJA SKPD PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN ACEH TENGGARA

0 0 13

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN, SISTEM INFORMASI AKUNTANSI DAN PERAN MANAJERIAL PENGELOLA KEUANGAN DAERAH TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ACEH TENGAH.

1 2 12

ANALISIS POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH BAGIAN ACEH TIMUR (KOTA LANGSA, KABUPATEN ACEH TIMUR DAN KABUPATEN ACEH TAMIANG) TESIS

0 0 15