BAB IV ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN - DOCRPIJM 1501146045BAB IV ANALISA SOSEK DAN LINGKUNGAN

BAB IV ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN

  4.1. Analisis Sosial Secara geografis Baubau merupakan wilayah terbuka, penghubung dan daerah transit baik bagi masyarakat Kawasan Barat Indonesia maupun dari Kawasan Timur Indonesia serta daerah hinterland di wilayah Kepulauan Buton dan Muna. Posisi yang strategis ini, menyebabkan kondisi sosial budaya masyarakat Baubau sangat beraneka ragam baik suku, ras, golongan, bahasa dan agama. Keberagaman dan posisi yang strategis tersebut sangat rawan terhadap konflik dan sering dimanfaatkan oleh pihak yang mempunyai kepentingan tertentu. Namun secara umum keberagaman adat istiadat, suku, bahasa dan agama menjadi kekuatan untuk maju bersama membangun Kota Baubau.

  Kota Baubau juga merupakan Kota yang memiliki sejarah masa lampau yang panjang. Kota Baubau kaya akan nuansa-nuansa kearifan lokal yang hingga kini masih tetap dipertahankan dan berlaku ditengah masyarakatnya. Fal safah “Binci-binciki kuli “ telah dikenal sejak masa pemerintahan Sultan Buton I, Murhum Qaimuddin, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut pada empat pilar bermasyarakat (Sara Pataanguna), yaitu : 1.

   Pomae-maeka (saling segan-menyegani) 2.

   Popia-piara (saling memelihara) 3. Poangka-angkataka (saling menghargai) 4. Pomaa-maasiaka (saling sayang menyayangi)

  Dalam perkembangan Kota Baubau, nilai-nilai budaya lokal mengalami benturan terhadap pengaruh globalisasi yang mengandung nilai-nilai universal. Hal ini perlu upaya untuk mengadaptasikan nilai-nilai budaya lokal dengan perkembangan masyarakat. Ada dua dimensi transformasi budaya masyarakat Kota Baubau yang saling berkaitan. Dimensi Pertama, menyangkut mengembalikan citra Masyarakat Kota Baubau sebagai Orang Buton yang mulai kehilangan identitas. Hal ini menyangkut soal penghayatan diri masing-masing sebagai satu bangsa. Dimensi Kedua, menyangkut soal-soal praktis yang berkaitan dengan nilai-nilai apa yang diperlukan agar mereka terdorong mereka mampu berpartisipasi secara aktif dan bermanfaat. Dalam kehidupan masyarakat Baubau, kelembagaan yang memainkan peranan penting adalah aturan pemerintahan (pemerintah Kota Baubau), sarana masigi (agama), dan peranan keluarga. Terakhir dan tidak kurang pentingnya, adalah peranan mancuanana lipu (orang yang dituakan) dan kelompok-kelompok kerabat yang terintegrasi masih didengarkan nasehat-nasehatnya, sehingga perilaku masyarakat Kota Baubau masih berpedoman kepada nilai-nilai budaya masa kerajaan/kesultanan. Dalam kaitannya dengan kondisi sosial budaya, pengembangan kota Baubau harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial dan pada saat yang sama juga dapat memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang bersifat kondusif terhadap kemampuan masyarakat untuk merespon kehidupan di sekitarnya.

  Potensi Kota Pusaka Baubau Kota Baubau sebagai kota yang memiliki sejarah panjang yang tumbuh dan berkembang sebagai pusat dari Kerajaan/Kesultanan Wolio/Buton sejak berabad-abad yang lalu, merupakan kota yang sangat kaya akan pusaka alam dan pusaka budaya. Dalam menyusun rencana pembangunan ke depan, salah satu hal yang harus dicegah adalah hilangnya karakter, catatan sejarah, dan collective memory masyarakat. Banyak kota/kabupaten tumbuh tanpa sadar, tanpa kepribadian, sekedar mengikuti “kebetulan” tanpa sengaja, mengabaikan alur sejarah yang telah dijalaninya. Globalisasi mendorong banyak kota hanyut dalam keseragaman, sekedar tumbuh seperti yang lain, tanpa identitas yang akrab dan melekat pada masyarakatnya. padahal Kota/kabupaten seharusnya selalu dekat ke hati masyarakatnya, dekat dalam rajutan collective memory yang terekam dalam lapis- lapis sejarahnya.

  Pusaka alam dan budaya selalu terancam oleh unsur atau pengembangan yang membawa keuntungan ekonomi jangka pendek. Pada masa dimana perhatian sangat difokuskan pada pembangunan prasarana fisik dan pembangunan ekonomi, sisi pembangunan manusia dan nilai-nilai budaya kurang berkembang. Kecenderungan ini perlu segera diubah, dan dikembalikan kepada konsep pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang mencakup keseimbangan dan keserasian pembangunan fisik, ekonomi, dan sosial-budaya.

  Kota Pusaka adalah kota yang memiliki kekentalan sejarah yang bernilai dan memiliki pusaka alam, budaya baik ragawi dan tak-ragawi serta rajutan berbagai pusaka tersebut secara utuh sebagai aset pusaka dalam wilayah/kota atau bagian dari wilayah/kota, yang hidup, berkembang, dan dikelola secara efektif. Untuk kepentingan tersebutlah maka Kota Baubau termasuk salah stau Kota di Indonesia yang berperan aktif dalam Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) yang dikembangkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Tujuan Kota Pusaka Baubau adalah penataan dan pelestarian kota pusaka Baubau yang berkarakter, berbasis pada alam, sejarah, dan budaya masyarakatnya. Berikut ini diuraikan pusaka yang ada di Kota Baubau, yang dibagi menjadi 3 kelompok, yakni: Pusaka alam (Natural heritage), Pusaka Budaya dan Pusaka Saujana.

  A.

   Pusaka Alam (Natural Heritage)

  Bentukan alam yang istimewa.Bentukan bentukan alami tersebut mempunyai karakter yang khas, saling berhubungan dan terus berkembang. Pusaka alam secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kehidupan manusia, sehingga sudah selayaknya apabila pelestarian alam terus dilakukan, yang termasuk dalam Pusaka Alam di Kota Baubau, diantaranya: 1.

  Obyek Wisata Bahari Pantai Nirwana, Pantai Lakeba, Pantai Lakorapu dan Pantai kokalukuna

2. Air Terjun Tirta Rimba dan Air terjun Samparona

  3. Goa Lakasa dan Goa Moko 4.

  Hutan Tirta Rimba dan Persawahan Ngkaring-karing 5.

  Batu Puaro Merupakan batu yang menjadi pertanda hilangnya penyiar agama islam di Buton yang bernama Syech Abdul Wahid di pesisir pantai Buton Obyek Wisata ini terletak di Kawasan Kotamara, Kelurahan Wameo Kecamatan Murhum 2 Km dari Pusat Kota Baubau.

  6. Kawasan Benteng Keraton Buton Kawasan Benteng Keraton Buton adalah jenis kawasan Intra Muros yakni kota dalam benteng, Kawasan tersebut saat ini merupakan sebuah kelurahan yakni Melai yang dihuni masyarakat asli suku Buton. Kawasan Benteng Keraton Buton menyuguhkan pemandangan ( view) yang sangat menarik berupa pemandangan alam (laut, matahari terbenam, gunung dan pulau) serta pemandangan kota Baubau yang tampak dari atas.

  B.

   Pusaka Budaya (Cultural Heritage) i.

  Pusaka Budaya Ragawi Pusaka Budaya Ragawi adalah semua pusaka yang berupa benda buatan manusia bergerak dan tidak bergerak yang berumur sekurang-urangnya 50 (lima puluh) Tahun serta dianggap memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, terdiri atas:

  1. Pusaka Budaya Ragawi bergerak, yang meliputi Naskah Kuno, Foto-Foto peninggalan pada masa kerajaan dan kesultanan dan potret Baubau di masa silam dan Pusaka Artefak 2.

  Pusaka Budaya Ragawi tak bergerak, meliputi bangunan, monumen, situs arkeologi, karya arsitektur dan lansekep budaya, diantaranya: A.

  Benteng Keraton Wolio yang pembangunannya diawali pada masa pemerintahan Sultan Buton III La Sangaji (1591-1598) memiliki ukuran keliling benteng mencapai 2.740 meter, tinggi 2-8 meter dan ketebalan dinding 1,5 - 2 meter. dengan luas 22 ha dan 12 pintu gerbang (lawa) serta 16 buah bastion (baluara). Kemudian pada Tahun 2009 ditetapkan sebagai benteng terluas di dunia.

  B.

  Gambar 4.1

  

Peta Benteng Keraton Buton

   Mesjid Agung Keraton Buton dan Tiang Bendera/Kasulana Tombi yang didirikan Tahun 1712, Jangkar/Samparaja dan Baruga/Galampa Syara, serta Mesjid Quba Baadia yang didirikan Tahun 1826

  Batu Popaua yang merupakan batu pelantikan Raja/Sultan dan Batu  Wolio (Yi Gandangi)

   Simbol Naga dan Nenas Rumah Adat Buton; dibagi menurut fungsi dan status pemakainya,  meliputi: Malige (Istana Sultan), Kamali (Rumah pribadi Sultan),Bhanua tada (rumah adat bagi kalangan pejabat Kesultanan Buton maupun kalangan rakyat) Makam Raja/Sultan dan Makam-Makam kuno lainnya, diantaranya: 

  Makam Sultan Murhum, Makam Sangia Lampenamo, Sangia La Kambau, dll

   Pelabuhan Baubau (sekarang pelabuhan Murhum), yang dipergunakan

  sejak abad XVI Kawasan Sulaa, yang merupakan lokasi tempat pendaratan Sipajonga  salah satu dari Mia patamiana yang merupakan 4 orang penduduk awal di Kerajaan Buton

   Merupakan suatu kekayaan masa lalu yang sifatnya abstrak, mengandung nilai, manfaat dan makna yang sangat tinggi serta berharga untuk kehidupan. Di Kota baubau dari aspek budaya tak ragawi dapat kita menikmati tradisi- tradisi unik peninggalan nenek moyang yang terus dilestarikan sampai sekarang, meliputi: 1.

  Pusaka Budaya Tak Ragawi

  Pusaka Upacara pesta adat / Ritual, diantaranya: Prosesi Kakande-kandea, Prosesi Sesaji bagi laut Tuturangiana Andala atau Pakandeana, Pesta Adat

  Mata’a, Posuo, Qunua, Ritual Gorana Oputa, Haroa Maludu, Dole-Dole, Alanaa Bulua, 2.

  Pusaka Tarian, diantaranya: Tari Mangaru, Tari kalegoa, Tari galangi, tari Linda, tari Mencei 3.

  Pusaka Seni Musik, diantaranya: Latotou, Gambusu, Gandana maludu 4.

  Sastra Kabanti 5. Permainan Rakyat, meliputi : Pebudo, Pekaleko, Lengko-Lengko, Pekasedesede, dan Pekatende

6. Cerita Rakyat, seperti cerita kehidupan nelayan Wandiu-diu 7.

  Kerajinan Rakyat, diantaranya: Pengrajin tenunan sarung buton, Kuningan, Gerabah, Panamba, kerajinan Besi, Penghias Pakaian Adat 8.

  Pusaka Kuliner, diantaranya: Lapa-lapa, Kasoami, Parende, Kapusunosu, Kahuleo, Nasuopa, Onde-onde, cucur, Kalo-Kalo, Baruasa, Tuli-Tuli, bagea dan palu

  C.

   Pusaka Saujana Pusaka saujana diartikan sebagai produk kreativitas manusia dalam merubah bentang

alam dalam waktu yang lama sehingga didapatkan keseimbangan harmoni kehidupan antara

  

alam dan manusiaAda beberapa kawasan di Kota Baubau yang dianggap termasuk Pusaka

Saujana adalah:

1. Kawasan Palagimata, Palagimata dalam catatan sejarah adalah sebuah lokasi

  Pemukiman pertama yang oleh masyarakat dikenal dengan Lipu Morikana, lama terbengkalai sebagai semak belukar, pada Tahun 2007 kawasan ini dikembangkan secara terpadu menjadi kawasan pusat perkantoran, permukiman, dan wisata.

  2. Kawasan Wantiro, Ruang Publik yang semula merupakan perbukitan curam, dibangun secara bertahap pada Tahun 2008-2015 menjadi salah satu kawasan wisata unggulan Kota Baubau.

  3. Kawasan Pantai Kamali, diawal abad ke 20 merupakan pusat aktifitas ekonomi dan pendidikan, kemudian berkembang menjadi kawasan yang kumuh dan tak teratur, pada Tahun 2005 direvitalisasi dan direklamasi menjadi Ruang publik utama Kota Baubau, di kawasan ini, monumen Naga berdiri Kokoh menghadap arah laut menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi masyarakat Bumi Semerbak Kota Baubau.

  4. Kawasan Kotamara, ruang publik pusat aktifitas budaya dan perekonomian, semula adalah daerah endapan sedimentasi yang kumuh, pada Tahun 2010 direklamasi menjadi satu kawasan terpadu yang multifungsi.

4.1.1. Pengarasutamaan Gender

  Perhitungan Sex Ratio menggunakan asumsi jumlah penduduk perempuan per 100 penduduk laki – laki, dengan jumlah penduduk perempuan berbanding dengan jumlah penduduk laki-laki. Hal ini dikarenakan dalam perhitungan mengasumsikan jumlah laki-laki sebagai pembanding yang berdasarkan pada ketentuan islam yaitu laki-laki sebagai imam, sehingga diasumsikan setiap 100 jiwa laki-laki terdapat beberapa jiwa perempuan.

  Sex ratio merupakan analisis dari jumlah penduduk menurut jenis kelamin memiliki peran penting dalam pembangunan suatu wilayah karena analisis ini berhubungan dengan demografi dan sosial ekonomi suatu masyarakat. Perkembangan penduduk di Kota Baubau dari Tahun 2011-2015 mengambarkan bahwa jumlah penduduk perempuan di Kota Baubau lebih banyak jika dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Hal ini dapat ditunjukkan oleh sex ratio bahwa setiap 100 penduduk perempuan selama kurun 5 tahun terdapat rata-rata terdapat 97 penduduk laki-laki, dapat dilihat pada tabel berikut:

  Tabel 4.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

  Rasio

Tahun Jumlah Penduduk Laki-Laki Perempuan Jenis

Kelamin 2011 139.717 68.997

  70.720 97,56 2012 143.363 70.630 72.537 97,37 2013 145.427 71.817 73.610 97,56 2014 151.485 74.780 76.705 97,49 2015 156.877 76.395 78.482 97,34

  Sumber : BPS Kota Baubau, 2016 (diolah) 4.1.1.

   Identifikasi Kebutuhan Penanganan Sosial Pasca Pembangunan Infrastruktur

  Bidang Cipta Karya

  a. Aspek Sosial Pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak lanjuti adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya, seperti tertuang pada. b.

   Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi, berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.

  1. Konsultasi masyarakat Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.

  2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun.

  Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

  3. Permukiman kembali penduduk (resettlement) Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek.

  Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.

  c.

   Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut. Identifikasi kebutuhan penanganan aspek sosial pasca pelaksanaan pembangunan bidang cipta karya.

4.2. Analisis Ekonomi 4.2.1.

   Analisis Tingkat Kemiskinan

  Analisis ekonomi pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak- lanjuti adalah isu kemiskinan. Kajian analisis ekonomi lebih menekankan pada manusianya sehingga yang disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya. Jumlah penduduk miskin di Kota Baubau dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan penurunan, hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk semakin membaik setiap tahunnya. Jumlah penduduk miskin jika dibandingkan dengan laju pertambahan penduduk mengalami penurunan. Tahun 2010 persentase jumlah penduduk miskin sebesar 12,06% dari jumlah total penduduk, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi hanya 11.24% dari jumlah total penduduk 142.576, pada tahun 2014 dari total jumlah penduduk 141.485 mengalami penurunan sebesar 9,25% dan 2015 penurunannya hanya 1% dari total jumlah penduduk 154.877 jiwa. Membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat dan penurunan persentase kemiskinan dalam hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah yang signifikan menciptakan peluang-peluang ekonomi bagi masyarakat, selain itu upaya penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak dalam beberapa tahun terakhir turut memberi andil menciptakan kondisi ini. Penjelasan garis kemiskinan dan angka kemiskinan diuraikan pada tabel berikut:

  Tabel 4.2 Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Kota Baubau 2010-2015

  Garis Penduduk Miskin Tahun

  Kemiskinan Jumlah Presentase 2010 232.103 16,60 12,06 2011 245.326 15,79 11,24 2012 259.302 14,40 10,03

  2014 258.075 14,10 9,25 2015 274.066 14,27 9,24 Sumber : BPS Kota Baubau, 2016

  Penurunan angka kemiskinan Kota Baubau tercermin pula dari peningkatan kualitas SDM yang ditandai oleh semakin meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia yang dengan tiga indikator utama, yaitu kesehatan, pendidikan dan daya beli. Pendidikan membuka peluang individu maupun masyarakat untuk memperoleh pengetahuan. Kondisi capaian beberapa indikator pembentuk indeks Pembangunan Manusia Kota Baubau dan Perbandingan angka IPM Propinsi Sulawesi Tenggara dan Nasional diuraikan pada tabel 2.76. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kota Baubau juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 70,60 pada tahun 2010, 72,55 pada tahun 2013 menjadi 73,13 pada tahun 2014. Capaian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan IPM Sultra (71,55) dan IPM Nasional (73,89). Pada tahun 2015 IPM Kota Baubau ditargetkan akan meningkat menjadi 74,9.

  Grafik 4.2 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Kota Baubau

  Realisasi IPM Kota Baubau Target RPJMD

  77 76,18 76,01

  76 75,8 75,6

  75,4 75,25 75 74,9 74 73,13 73 72,55

  72

  71

  70

2013 2014 2015 2016 2017 Kondisi Akhir

RPJMD

  Sumber : RKPD Kota Baubau tahun 2016 (diolah)

Secara rinci realisasi Pencapaian target RPJMD pada indikator-indikator makro

pembangunan daerah tercantum pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Realisasi Pencapaian target RPJMD pada Indikator-Indikator Makro Pembangunan

  Kota Baubau Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Indikator

  No Satuan Target Target Target Makro Realisasi Realisasi Proyeksi RPJMD RPJMD RPJMD

  

1 PDRB (Harga Juta 3.610.569.1 4.721.040,9 4.314.630.0 5.324.301,3 5.155.982.9 6.007.409

Berlaku) Rp

  

2 PDRB (Harga Juta 993.173.8 4.267.642,2 1.078.189.5 4.635.876,8 1.170.482.5 5.052.642

Konstan) Rp

  

3 Tingkat % - - - 11,48 12,78 12,83

Pertumbuhan Ekonomi / PDRB Harga Berlaku

  

4 Tingkat % 7,00 7,99 8,00 8,63 8,00 8,99

Pertumbuhan Ekonomi / PDRB Harga Konstan

  

5 Tingkat Inflasi % 2,50 2,99 2,50 3,30 2,50 0,19

(PDRB Deflator)

  

6 Angka % 11,10 10,11 10,9 10,57 10,75 10,89

Kemiskinan

  

7 Tingkat % 8,43 10,21 7,99 8,66 7,70 6,79

Pengangguran Terbuka

  

8 Pendapatan Rupiah 20.606.954 30.602.877 22.684.135 35.147.383 24.970.696 39.305.318

Perkapita

  

9 Besaran IPM 72,55 73,13 73,13 74,50 74,9 74,90

(Indeks

  

No Indikator Satuan Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015

Makro Pembangunan Manusia)

  Sumber : RKPD Kota Baubau tahun 2016 (diolah) 4.2.2.

   Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Terhadap

  Ekonomi Lokal Masyarakat Meningkatnya kegiatan pembangunan di Kota Baubau dan dalam upaya memenuhi tuntutan pertumbuhan investasi, Pemerintah Kota Baubau terus melakukan penyediaan dan pengembangan infrastruktur pada segala bidang, penyediaan infrastruktur juga berperan sebagai pendukung kelancaran kegiatan sektor pertanian, kelautan dan perikanan serta kegiatan perdagangan dan jasa sebagai leading sektor pembangunan ekonomi di Kota Baubau.

  Perwujudan pembangunan infrastruktur tersebut dapat terlihat melalui pembangunan maupun rehabilitasi jalan dan jembatan, pembangunan jalan di Kota Baubau sampai saat ini telah mencapai panjang 442,7 kilometer, baik yang bertipe aspal hotmik, Ready Mixer Asphal (RMA), jalan rabat semen, maupun timbunan tanah, dari total panjang jalan tersebut 299,8 kilometer (67,72%) berada dalam kondisi baik, sehingga dapat memerankan fungsinya sebagai urat nadi perekonomian di seluruh wilayah Kota Baubau. Selanjutnya untuk meningkatkan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat Pemerintah Kota Baubau juga terus berupaya meningkatkan sarana prasarana infrastruktur penataan kawasan permukiman untuk mendukung sasaran RPJMN 2015-2019 yaitu program 100-0-100 (100 persen layanan sanitasi, 0 persen kawasan kumuh dan 100 persen layanan air minum) di Kota Baubau.

4.3. Analisis Lingkungan

  RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.

  Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

  Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

  “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemanta uan Lingkungan Hidup (SPPLH)”

  250 2.

   UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

  “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang” 3.

   Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

  Nasional Tahun 2010-2014: “Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim” 4.

   Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup

  Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.

  5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

  Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL. Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:

  1. Pemerintah Pusat a.

  Menetapkan kebijakan nasional.

  b.

  Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

  c.

  1 Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

  d.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  e.

  Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

  f.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

  g.

  Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

  h.

  Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. i.

  Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j.

  Menetapkan standar pelayanan minimal.

  2. Pemerintah Provinsi a.

  Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

  b.

  Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

  c.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  d.

  Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

  e.

  Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  f.

  Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan. g.

  Melaksanakan standar pelayanan minimal.

  4.3 Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

  4) Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam,

  3) Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,

  2) Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati,

  1) Perubahan iklim,

  Berdasarkan usulan rencana/program dalam RPIJM yang telah disusun oleh Pemerintah Kota Baubau, maka dilakukan penapisan untuk masing-masing sektor dengan mempertimbangkan isu pokok:

  2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2- JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup

  KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena: 1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

  Melaksanakan standar pelayanan minimal.

  3. Pemerintah Kabupaten/Kota a.

  e.

  Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  d.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  c.

  Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

  b.

  Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

  5) Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,

  6) Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau,

  7) Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.

  Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut. Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 4.4.

  Tabel 4.4. Kriteria Penapisan Usulan Program /Kegiatan Bidang Cipta Karya

  Penilaian Kesimpulan No Kriteria Uraian Pertimbangan *)

  (signifikan/Tidak Siginifikan) Tidak terdapat jenis 1.

  • Perubahan Iklim

  kegiatan Yang dapat mempengaruhi perubahan iklim secara signifikan

2. Kerusakan, kemerosotan, Pengaruh yang ditimbulkan - dan/kepunahan keanekaragaman Tidak signifikan.

  hayati

  

3. Peningkatan intensitas dan - Tidak terdapat jenis

cakupan wilayah bencana banjir, kegiatan Yang dapat longsor, kekeringan, dan/atau mempengaruhi Peningkatan intensitas dan cakupan kebakaran hutan dan lahan. wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan.

  

4. Penurunan mutu dan kelimpahan - Tidak terdapat jenis

sumber daya alam kegiatan yang dapat menyebabkan Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam.

  Pembangunan dan Pening- katan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah dan Infrastruktur Di TPA Wakonti akan merubah 1/3 bagian kawasan alami yang dimanfaatkan sebagai sabuk hijau dan perlindungan flora fauna di kawasan TPA. Catatan: Luas areal kawasan

TPA Wakonti ± 8

ha.

  Pengaruh yang ditimbulkan bersifat sementara dan Tidak signifikan.

5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan.

  6. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat

  • Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat menyebabkan Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat.

  7. Peningkatan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia

  • Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat menyebabkan Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

4.4. Analisis Studi Lanjutan Dampak Pembangunan di Kota Baubau

  Penjabaran regulasi dan peraturan pemerintah secara detail tentang segala bentuk rencana kegiatan pembangunan yang diprediksi akan memberikan dampak penting dan besar terhadap lingkungan, mengikuti Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

  27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan dan selanjutnya diikuti oleh Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Mengacu pada kriteria rencana program dan kegiatan yang tertuang dalam RPIJM Kota Baubau maka secara mendasar kajian lingkungan yang dibutuhkan berupa penyusunan dokumen dan kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) serta Surat pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka pengelompokan atau kategori program bidang Cipta Karya di Kota Baubau yang memerlukan dokumen kajian dan perlindungan lingkungan adalah seperti pada Tabel-4.5.

  Tabel. 4.5: Kebutuhan Analisis Perlindungan Sosial pada Program Bidang Cipta Karya di Kota

  Baubau

  Sub Infrastruktur kawasan pemukiman Perlindungan Lingkungan URAIAN

NO LOKASI

  VOL. SATUAN KEGIATAN

AMDAL UKL/UPL SPPLH

  Infrastruktur Kawasan Permukiman

  1 Perkotaan Infrastruktur Kawasan Permukiman

  1.1 Kumuh Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kawasan Pesisir Kws. Pesisir Kec. Kec. Batupoaro

  1 Kawasan √

  Batupoaro Kota Kota Bau-Bau Bau Bau Pembangunan PSD Kawasan Kawasan Permukiman Permukiman Tradisional

  1 Kawasan √ Tradisional Kec. Kec.

  Betoambari Kota Betoambari Bau Bau Kota Bau-Bau Pembangunan PSD Kawasan Kawasan Kumuh Bantaran Kws. Bantaran Sungai Kali

  1 Kawasan √ Sungai Bau Bau Baubau Kota Kota Bau Bau Bau-Bau Pembangunan PSD Kawasan Kawasan Pusaka Benteng

  1 Kawasan Benteng Keraton Keraton Rusunawa Beserta Infrastruktur

  2 Pendukungnya Rusunawa Beserta Infrastruktur

  2.1 Pendukungnya Pembangunan Kota Baubau

  2 TB √ Rusunawa Sub Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL)

  PERLINDUNGAN LINGKUNGAN NO URAIAN KEGIATAN LOKASI

  VOL. SATUAN AMDAL UKL/UPL SPPLH PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (PBL) Peraturan Penataan Bangunan

  2 Dan Lingkungan Draft NSPK Daerah Bidang 2,2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Penyusunan Naskah Akademis

  1 Dokumen - - - Kota Baubau Bangunan Gedung Dan

  5 Fasilitasnya Aksesibilitas Bangunan Gedung 5,1 dan Lingkungan

  Pembangunan Optimalisasi Gedung Prestasi Kotamara

1 Kegiatan

  √ Pengawasan Teknik dan Supervisi 5,5 Rehabiitasi Bangunan Bersejarah Pembangunan Baruga

  √ Rehabilitasi/Pemeliharaan Keraton

  1 Kegiatan Berkala Buton Fisik Penunjang

  Peningkatan Pembangunan Lainnya Baruga Perencanaan Teknik Keraton

  1 Kegiatan Buton Baruga Pengawasan Teknik dan Supervisi Keraton

  1 Kegiatan Buton Sarana Dan Prasarana

  √

  6 Lingkungan Permukiman Sarana dan prasarana 6,1 Penanggulangan Bahaya Kebakaran

  Pembangunan Lainnya Perencanaan Teknik Pembangunan Pembangunan PSD Kebakaran Kota

1 Kawasan

  √ Kawasan Kota Bau-bau (lanj.) Baubau Pembangunan PSD Kebakaran Kota

  1 Kawasan √ Kawasan Kota Bau-bau (lanj.) Baubau Pembangunan PSD Kebakaran Kota

  1 Kawasan √ Kawasan Kota Bau-bau (lanj.) Baubau Pengawasan Teknik dan Supervisi Sarana dan prasarana Revitalisasi

  6,2 Kawasan Pembangunan Lainnya Perencanaan Teknik Pembangunan Sarana dan prasarana Revitalisasi Kotamara- Kawasan Kotamara-Kamali-Pulau Kamali-P.

  1 Kws. √ Makassar (Lanj.) Makasar Sarana dan prasarana Revitalisasi Kotamara- Kawasan Kotamara-Kamali-Pulau Kamali-P.

  1 Kws. √ Makassar (Lanj.) Makasar Sarana dan prasarana Revitalisasi Kotamara- Kawasan Kotamara-Kamali-Pulau Kamali-P.

  1 Kws. √ Makassar (Lanj.) Makasar Pengawasan Teknik dan Supervisi Sarana dan prasarana Penataan

  6,3 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pembangunan Lainnya Perencanaan Teknik Pembangunan Kawasan

  √ Sarana dan Prasarana RTH Kota Bau-

  1 Kawasan Kawasan Kota Bau-bau (Lanj.) Bau Kawasan

  √ Sarana dan Prasarana RTH Kota Bau-

  1 Kawasan Kawasan Kota Bau-bau (Lanj.) Bau Pengawasan Teknik dan Supervisi

  Sarana dan prasarana Penataan 6,4 Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah Pembangunan Lainnya Perencanaan Teknik Pembangunan PSD Tradisional/Bersejarah Kota Bau-

  √ 1 Kws.

  Kawasan Kota Bau-bau (lanj.) bau PSD Tradisional/Bersejarah Kota Bau- √ 1 Kws.

  Kawasan Kota Bau-bau (lanj.) bau

  PSD Tradisional/Bersejarah Kota Bau- √ 1 Kws.

  Kawasan Kota Bau-bau (lanj.) bau Pengawasan Teknik dan Supervisi

  7 Keswadayaan Masyarakat Kota Bau- Keswadayaan Masyarakat

  

43

bau BLM Fisik

  Sub Pengembangan Air Minum PERLINDUNGAN LINGKUNGAN NO URAIAN KEGIATAN LOKASI

  VOL. SATUAN AMDAL UKL/UPL SPPLH PENGEMBANGAN AIR MINUM Pembangunan prasarana dan

  √ Baubau sarana air minum perkotaan