BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sectio Caesrea 1. Pengertian Sectio Caesarea - RATNA RIANTI NINGSIH BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sectio Caesrea 1. Pengertian Sectio Caesarea Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Saefuddin, 2005). Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin

  dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Prawirohardjo, 2006).

  Section Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Derek, 2001).

2. Jenis Sectio Caesarea

  Menurut (Prawirohardjo, 1989) ada berbagai macam jenis sectio

  caesarea, diantara sebagai berikut : a.

  Bedah Caesar klasik /corporal b. Bedah Caesar transperitoneal profunda c. Bedah Caesar ekstraperitoneal d. Histerektomi Caersarian (Caesarian hysterectomy) e. Sectio caesaria vaginal

3. Indikasi Sectio Caesarea a.

  Kelainan Letak :

  Infeksi intrauterine b. Janin Mati c. Syok/anemia berat yang belum diatasi d. Kelainan kongenital berat

   Kontra Indikasi Sectio Caesarea a.

  Gawat Janin 4.

  e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama c.

  d) Presentasi ganda

  c) Latak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang

  b) Letak sungsang (janin besar,kepala defleksi)

  a) Letak lintang

  Indikasi Ibu : 1)

  Panggul sempit 2)

  b.

  8) Incordinate uterine action

  Partus tak maju

  Rupture uteri membakat 7)

  Disproporsi janin panggul 6)

  Plassenta praevia 5)

  Stenosis serviks uteri atau vagina 4)

  Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi 3)

  Indikasi Janin 1)

5. Tehnik Pelaksanaan Sectio Caesarea

  Menurut (Prawirohardjo, 1989) teknik pelaksaan sectio caesarea adalah sebagai berikut :

a. Bedah Caesar klasik /corporal

  1) Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri diatas segmen bawah rahim.

  Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator. 2)

  Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut. 3)

  Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong diantara kedua klem tersebut.

  4) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam miometrium dan intravena.

  5) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :

  a) : Miometrium tepat diatas endometrium Lapisan I dijahit secara silang dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2. b) : lapisan miometrium diatasnya dijahit Lapisan II secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang sama.

  c) : Dilakukan reperitonealisasi dengan Lapisan III cara peritoneum dijahit secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2.

  6) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban.

7) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

b. Bedah Caesar transperitoneal profunda

  1) Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang, kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.

  2) Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina.

  Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator. 3)

  Setetlah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.

4) Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.

  5) Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong diantara kedua klem tersebut.

  6) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam miometrium dan intravena.

  7) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :

  a) Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2.

  b) Lapisan II : lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang sama.

  c) Lapisan III : Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2.

  8) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban.

9) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

c. Bedah Caesar ekstraperitoneal

1) Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum.

  Peritoneum kemudia digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.

  2) Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah

  Caesar transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.

d. Histerektomi Caersarian (Caesarian hysterectomy)

  1) Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara melahirkan janinnya.

  2) Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem secukupnya.

  3) Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.

  4) Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.

5) Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama.

  Perdarahan pada tunggul serviks uteri diatasi. 6)

  Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.

  7) Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan (menggunakan chromic catgut (no.1 atau 2) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.

  8) Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.

  9) Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.

  10) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis 6.

   Komplikasi Sectio Caesarea a.

  Ibu : 1)

  Infeksi puerperal 2)

  Perdarahan 3)

  Luka pada kandung kencing 4)

  Embolisme paru-paru 5)

  Rupture uteri b. Bayi : Kematian perinatal

7. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

  Menurut Nanda (2007), diagnosa keperawatan yang muncul pada klien

  post sectio caesaria antara lain : 1.

  Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (trauma jalan lahir, episiotomi).

  Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan .2..x 24 jam, diharapkan nyeri dapat teratasi.

  Kriteria hasil : NOC : a.

  Skala nyeri berkurang b. Wajah tampak rileks c.

  Tidak menunjukan nyeri baik verbal dan non verbal d. TTV dalam batas normal

  NIC :

  Pain Management : a.

  Lakukan pengkajia nyeri secara komprensif b. Observasi reaksi no verbal c. Kurangi faktor presipitasi nyeri d. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam e. Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri 2. Risiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko: Episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan.

  Tujuan : Setelah dilakukan pengkajian keperawatan 2x24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi.

  Kriteria Hasil : NOC :

  Risk Control :

  1) Tidak terdapat adanya tanda- tanda resiko infeksi

  2) Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh pasien

  NIC :

  Infection control : a.

  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain b.

  Pertahankan teknik isolasi c. Batasi pengunjung bila perlu d.

  Instruksikan pada pengunjung untuk cuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung.

  e.

  Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan f. Pertahankan lingkungan aseptik selama tindakan keperawatan.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Kelemahan.

  Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24, diharapkan diharapkan tidur klien terpenuhi.

  Kriteria Hasil : NOC : a.

  Kualitas tidur baik b.

  Terjaga pada saat tidur c. Perasaan segar setelah tidur d.

  TTV dalam batas normal NIC : Peningkatan tidur : a.

  Pantau pola tidur pasien b.

  Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit c. Hindari suara keras d.

  Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor yang menyebabkan gangguan tidur e.

  Anjurkan untuk tidur siang jika diperlukan

4. Defisit perawatan diri: Mandi/Kebersihan diri, makan, toileting berhubungan dengan kelelahan postpartum.

  Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, diharapkan klien dapat melakukan perawatan diri.

  Kriteria hasil : NOC : Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri meliputi makan, berpakaian, ambulasi, toileting, dsb.

  NIC : Self care Asisstance : ADL a.

  Pantau kemampuan klien untuk melakukan perawatan diri secara mandiri b.

  Pantau kebutuhan klien untuk penggunaan penyesuaian alat untuk personal hygine c.

  Sediakan barang-barang yang diperlukan klien d.

  Bantu klien untuk mandiri dan berikan bantuan seminimal mungkin e.

  Menentukan aktivitas perawatan diri yang sesuai 5. Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d Kurangnya pegetahuan tentang kebutuhan nutrisi postpartum.

  Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, diharapak pasien dapat terpenuhi kebutuhan nutrisinya.

  Kriteria Hasil : NOC : a.

  Berat badan sesuai yang diharapkan b.

  Tidak ditemukan adanya tanda-tanda mal nutrisi NIC : Nutritional Mangement : a.

  Kaji adanya alergi makanan b. Kolaborasi dengan ahli gizi c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan zat besi d. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat e. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

6. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan ibu, terhentinya proses menyusui.

  Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatn 2x24 jam, diharapkan klien dapat menyusui secara efektif.

  Kriteria Hsil : NOC : a.

  Kolostrum sudah keluar b. Asi lancar c. Tidak terjadi pembengkakn payudara

  NIC : a.

  Berikan breast care post natal b. Motivasi ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi c.

  Beriakan dukungan ibu untuk segera menyusui d. Motivasi keluarga untuk memberikan dukungan pada klien 7. Kurang pengetahuan: Perawatan post partum berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penanganan postpartum.

  Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan pengetahuan meningkat.

  Kriteria Hasil : NOC : a.

  Familiar dengan nama penyakit b.

  Mendeskripsikan proses penyakit c. Mendeskripsikan faktor penyeban dan sebagainya

  NIC : Teaching : Disease Process a.

  Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit c. Gambarkan tanda dan gejala yang bisa muncul pada penyakit d. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat e.

  Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan.

8. Anatomi Fisiologi Alat Reproduksi Pada Wanita

a. Anatomi

Gambar 2.1. Reproduksi Internal Pada Wanita (Wiknjosastro, 2002).Gambar 2.2. Reproduksi Eksternal Pada Wanita (Wiknjosastro, 2002).

  Menurut Hamilton (1995), Wiknjosastro (2002), Manuaba (1998), Fasser (1998). Anatomi dan fisiologi sistem reproduksi adalah : 1) Alat Genitalia Eksternal

  a) Mens veneris Adalah bagian yang menonjol diatas simfisis dan pada wanita dewasa ditutup oleh rambut kemaluan. Apada wanita umumnya batas atas melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah sampai ke anus dan paha. b) Labia mayora Terdiri dari jaringan lemak yang serupa pada mens veneris.

  Kebawah dan belakang kedua labia bertemu dan membentuk komisura posterior.

  c) Labiya minora Merupakan lipatan tipis dari kulit sebelah dalam labiya mayora.

  Kedepan kedua bibir kecil bertemu dan membentuk diatas klitoris preputium klitoridis dan dibawah klitoris frenulum klitoridis.

  Kebelakang kedua labiya minor juga bersatu dan membentuk fossa navikulare.

  d) Vulva Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka kebelakang dandibatasi dimuka oleh klitoris, kanan dan kiri dibatasi oleh labiya minora serta dibelakang oleh perineum. Pada vulva 1-1,5 dibawah klitoris ditemukan orivisium uretra eksternum berbentuk membujur 4-5 mm dan tidak jarang sukar ditemukan oleh karena tertutup oleh lipatan selaput vagina.

  e) Bulbus vestibule sinistra et dextra dibawah selaput lender vulva, dekat ramus ossis pubis dengan panjang 3-4 cm, lebar 1-2 cm serta tebal 0,5-1 cm dimana banyak mengandung pembuluh darah. Sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor vagina. f) Introitus vagina.

  Bentuk dan ukuran berbeda.

  g) Perineum. terletak antara vulva dan anus. Panjangnya rata-rata 4 cm. 2) Alat Genitalia interna

  a) Vagina Marupakan saluran fibromuskuler elastis yang menghubungkan uterus dan vulva. Terletak antara saluran kemih dan anus. Dibagian ujung atas terletak serviks. Ukuran panjang dinding depan 3 cm, dinding belakang 10 cm. Bentuk dalam berlipat-lipat disebut rugae, sedangkan dinding tengah ada yang lebih keras disebut kolumna rugarum. Lipatan ini memungkinkan vagina melebar pada persalinan sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak jalan lahir pada waktu bersalin. Vagina mengeluarkan secret asam dimana merupakan barier yang menghalangi perjalanan infeksi secara menyeluruh.

  b) Uterus Merupakan strukutr otot yang kuat. Bagian luar ditutupi oleh peritoneum dan bagian dalam ditutupi mukosa uterus. Uterus berbentuk seperti buah alpukat yang sedikit gepeng kea rah muka belakang. Berukuran sebesar telur ayam dan mempunyai rongga serta dinding dari otot polos. Bagian uterus antara lain : (1) Fundus uteri (2) Korpus uteri

  (3) Serviks uteri

  c) Tuba Fallopi Saluran yang keluar dari uterus dekstra dan sinistra dengan panjang 12-13 cm. berfungsi sebagai saluran telur, menangkap dan membawa ovum yang dilepaskan saat ovulasi.

  d) Ovarium Merupakan tempat keluarnya ovum. Terdapat disebelah kanan dan kiri uterus dengan panjang ± 4 cm dan tebal ± 1,5 cm dengan fungsi sebagai penghasil sel telur.

B. Plasenta

1. Fisiologi Plasenta

  Selama minggu ketigasetelah konsepsi, sel troboblast dari villi chorionic berlanjut untuk meninvasi deciduas basalis. Saat kapiler uteri terbentuk, keadaan ini berlanjut dengan arteri endometrial yang membentuk posisi seperti spiral, ruang yang terbentuk diisi dengan darah maternal. Villi chorionik tumbuh didalam rongga dengan dua lapisan sel; yang terluar adalah syncitium dan yang bagian dalam adalah cytotropoblas. Lapisan yang ketiga berkembang didalam septa yang menambat, membagi decidua kedalam area yang terpisah yang disebut cotyledons. Pada setiap 15 sampai 20 cotiledon, villi chorionic bercabang keluar dengan system pembuluh darah fetal yang begitu kompleks. Setiap cotyledon merupakan satu unit fungsional. Struktur secara keseluruhan disebut dengan plasenta. Sirkulasi maternal-plasenta-embryonik berada pada tempatnya pada hari ke 17 saat jantung embryo mulai berdenyut. Pada akhir minggu ke tiga, darah embrio bersirkulai diantara embryo dan villi chorion. Pada rongga intervill (antara villi), darah maternal mensuplai oksigen dan nutrient ke kapiler embrio didalam villi. Produk-produk sisa dan karbondioksida didifusikan kedalam darah maternal. Plasenta berfungsi sebagai pertukaran metabolik. Pertukaran minimal terjadi pada saat ini disebabkan oleh dua lapisan sel pada membran villi terlalu tebal. Permeabilitas meningkat saat cytotropoblat menjadi tipis dan menghilang pada bulan kelima, meninggalkan hanya lapisan tunggal syncytium diantara darah maternal dan kapiler fetal. Syncytium merupakan selaput fungsional dari plasenta. Pada minggu kedelapan, test genetik dapat dilakukan dengan memperoleh sampel villi chorion melaui aspirasi biopsi.

  Struktur placenta akan lengkap pada minggu ke duabelas. Placenta terus tumbuh meluas sampai minggu ke 20 saat plasenta menutupi sekitar setengah permukaan uterin. Plasenta kemudian tumbuh menebal. Percabangan villi terus berkembang kedalam tubuh plasenta, meningkatkan area permukaan fungsional (Bobak, 2000).

2. Plasenta Previa

a. Pengertian

  Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (FKUI, 2000).

  Menurut Prawiroharjo (1992) Plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir ( implantasinya tidak normal, rendah sekali sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum). Menurut Cunningham (2006) Plasenta previa merupakan implantasi plasenta dibawah sehingga menutupi ostium uteri internum serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim. Jadi, plasenta previa adalah suatu keadaan dimana plasenta yang implantasinya pada segmen bawah uterus, sehingga dapat menutupi sebagian atau keseluruhan ostium internum.

b. Etiologi

  Menurut Manuaba (2003) penyebab terejadinya plasenta previa diantaranya adalah : 1) Perdarahan 2) Usia lebih dar 35 tahun 3) Multiparietas 4) Pengobatan infertilitas 5) Riwayat operasi 6) Erytroblastosis 7) Keguguran 8) Jarak antar kehamilan yang pendek 9) Merokok

c. Klasifikasi Plasenta Previa

  Menurut Hanifah (2004), klasifikasi plasenta previa dibagi menjadi 4 yaitu ; 1) Total , bila plasenta menutupi seluruh serviks 2) Partial , bila plasenta menutupi sebagian serviks 3) Lateral, bila plasenta menutupi 75% (bila hanya sebagian dari pembukaan jalan lahir yg tertutupi oleh plasenta) 4) Marginal, bila plasenta menutupi 35% ( bilka pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan lahir).

Gambar 2.3. Plasenta Previa

  ( Widjanarko, 2009 )

d. Patofisiologi Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus.

  Kadang-kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uiterus dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan dan persalinan. Dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahirann anak, pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi perdarahan.

e. Pathway

  Etiologi, kehamilan lanjut dan persalianan Segmen bawah melebar dan menipis Pembukaan Serviks Plasenta menempel di segmen bawah/ plasenta lepas dari dinding uterus Sinus Uterus Robek Perdarahan

   Sectio caesarea Post Sectio Caesarea Efek anestesi insisi abdomen

  Mual kelemahan penurunan terputusnya Muntah otot abdomen kekuatan otot kontinuitas jaringan

  Trauma insisi

  Ketidak- Intoleransi Konstipasi seimbangan aktifitas nutrisi kurang dari kebutuhan Nyeri Resiko tubuh. infeksi Gangguan rasa nyaman

   Gelisah Menyusui tidak efektif

  (NANDA, 2010)

Gambar 2.3. Pathway Plassenta Previa

  f. Tanda dan Gejala

  Menurut FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah: 1) Perdarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang 2) Darah biasanya berwarna merah segar 3) Terjadi pada saat tidur ataupun pada saat melakukan aktifitas 4) Bagian terdepan janin tinggi , sering terjadi kelainan letak janin 5) Perdarahan pertama biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan pemeriksaan sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya lebih banyak dari biasanya.

  g. Komplikasi

  Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yng terjadi adalah : 1) Pada Ibu

  a) Perdarahan hingga syok

  b) Anemia karena perdarahan

  c) Plasentitis

  d) Endometritir pasca melahirkan 2) Pada Janin

  a) Persalinan Premature

  b) Asfiksia berat

h. Data Sistem Pengkajian

  1) Pemeriksaan Fisik Meliputi rambut, kulit, wajah, leher, payudara, jantung dan paru, abdomen, vagina, musculoskeletal. Pemeriksaam khusus meliputi tinggi fundus uteri, posisi dan presentasi janin, panggul dan jalan lahir, dan DJJ.

  2) Pemeriksaan Diagnostik a) USG untuk diagnosis pasti, untuk menentukan letak plasenta.

  b) Pemeriksaaan Darah meliputi Hb, HE, (Roeshadi, 2004).

i. Diagnosa Keperawatan

  1) Perfusi jaringan tidak efektif (plasenta) berhubungan dengan kehilangan darah 2) Cemas berhubungan dengan perubahan yang menyertai kehamilan.

  j. Intervensi

  1) Perfusi jaringan tidak efektif (plasenta) berhubungan dengan kehilangan darah Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien diharapkan dapat menunjukan perfusi jaringan yang adekuat dengan criteria hasil :

  a) Tanda-tanda vital dalam batas normal

  b) Membran mukosa berwarna merah muda

  c) Pernafasan adekuat

  d) Saluran urine adekuat Intervensi :

  a) Kaji penyebab perdarahan

  b) Inspeksi keadaan perineum, jumlah dan karakteristik perdarahan

  c) Monitot tanda-tanda vital d)Monitor intake dan output cairan e) Elevasikan ekstremitas bawah untuk meningkatkan perfusi ke organ vital dan fetus.

  2) Cemas berhubungan dengan perubahan yang menyertai kehamilan.

  Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien dapat : a) Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan

  b) Mempertahankan tindakan yang mengontrol cemas

  c) Mengidentifikasi tindakan yang harus dilakukan ketika terjadi cemas d) Monitor faktor resiko lingkungan

  Intervensi :

  a) Membantu klien mengidentifikasi cemas yang dialami

  b) Mengajari klien teknik relaksasi

  c) Klien dapat menyebutkan penyebab cemas yang sedang dialami d) Menjelaskan kepada klien tentang kondisi yang sedang dialami klien.

3. Nyeri

  a. Pengertian Nyeri

  Pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, di gambarkan dalam istilah seperti kerusakan (international Assosiation

  for the study of Pain ), awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas

  ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat di ramalkan dan durasinya kurang ( Wilkson, 2007). Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Burnner, 2002). Nyeri adalah alasan seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan (Burnner, 2002).

  Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Terdapat empat atribut untuk pengalaman nyeri, antara lain: nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi, dan bersifat tidak berkesesudahan (Mohan, 1994).

  b. Manajemen Nyeri

  Menurut NANDA (2008), Manajemen nyeri merupakan suatu tindakan yang dapat mengurangi rasa nyeri pada klien. Adapun manajemen nyeri terdiri dari:

  1) Manajemen nyeri nonfarmakologik

  Pendekatan nonfarmakologik biasanya menggunakan terapi perilaku (hipnotis, biofeedback), pelemas otot/relaksasi, akupuntur, terapi kognitif (distraksi), restrukturisasi kognisi, imajinasi dan terapi fisik.

  2) Manajemen nyeri dengan pendekatan farmakologik

  Ada tiga kelompok utama obat yang digunakan untuk menangani rasa nyeri : a) Analgetika golongan non narkotika;

  b) Analgetika golongan narkotika;

  c) Adjuvan

  3) Prosedur invasive

  Prosedur invasif yang biasanya dilakukan adalah dengan memasukan opioid ke dalam ruang epidural atau subarakhnoid melalui intraspinal, cara ini dapat memberikan efek analgesik yang kuat tetapi dosisnya lebih sedikit. Prosedur invasif yang lain adalah blok saraf, stimulasi spinal, pembedahan (rhizotomy,cordotomy) teknik stimulasi, stimulasi columna dorsalis.

c. Kebutuhan Dasar yang Terganggu

  Teori keperawatan yang membahas tentang kebutuhan dasar manusia yaitu teori keperawatan Virginia Henderson. Virginia Henderson mengidentifikasi 14 kebutuhan dasar manusia (klien), antara lain: 1) Bernapas secara normal 2) Makan dan minum dengan cukup

  3) Membuang kotoran tubuh 4) Bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan 5) Tidur dan istirahat 6) Memilih pakaian yang sesuai 7) Menjaga suhu badan tetap dalam batas normal dengan menyesuaikan pakaian dan mengubah lingkungan 8) Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat dengan baik dan melindungi integumen 9) Menghindar dari bahaya dalam lingkungan dan yang bisa melukai 10) Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengungkapkan emosi, kenutuhan, rasa takut, atau pendapat-pendapat 11) Beribadah sesuai keyakinan seseorang 12) Bekerja dengan suatu cara yang mengandung unsur prestasi 13) Bermain atau terlibat dalam beragan bentuk rekreasi 14) Belajar, mengetahui, atau memuaskan rasa penasaran yang menuntun pada perkembangan normal dan kesehatan serta menggunakan fasilitas-fasilitas ksehatan yang tersedia. Dari ke-14 kebutuhan dasar diatas, kebutuhan dasar yang terganggu ketika orang mengalami nyeri yaitu: 1) Bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan 2) Tidur dan istirahat 3) Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat dengan baik dan melindungi integumen

  4) Bekerja dengan suatu cara yang mengandung unsur prestasi 5) Bermain atau terlibat dalam beragan bentuk rekreasi 6) Belajar, mengetahui, atau memuaskan rasa penasaran yang menuntun pada perkembangan normal dan kesehatan serta menggunakan fasilitas-fasilitas ksehatan yang tersedia. Hal-hal yang terganggu diatas dikarenakan keterbatasan gerak klien akibat nyeri.

  Kebutuhan dasar manusia menurut maslow yang terganggu akibat nyeri, yaitu: kebutuhan fisiologis (tidur, istirahat, latihan kegiatan, rasa nyaman, kebersihan), kebutuhan keselamatan dan keamanan (bebas dari rasa sakit).

d. Diagnosa Keperawatan

  Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis) a.

  Batasan karakteristik pada nyeri 1)

  Gerakan menghindari nyeri 2)

  Posisi menhindari nyeri 3)

  Perubahan autonomik dari tonus otot (dapat dalam rentang tidak berenergi sampai kuku) 4)

  Respon-respon autonomik (misalnya, diaforesis; tekanan darah, pernafasan,atau perubahan nadi; dilatasi pupil) 5)

  Perubahan nafsu makan dan makan 6)

  Perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir, mencari orang dan aktivitas lain, aktivitas berulang)

  7) Perilaku ekspresif (misalnya, kegelisahan, merintih, menangis, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menarik nafas panjang)

  8) Wajah topeng (nyeri)

  9) Perilaku menjaga atau melindungi

  10) Fokus menyempit (misalnya, perubahan pada persepsi waktu, perubahan proses pikir, pengurangan interaksi dengan orang lain atau lingkungan)

  11) Bukti yang dapat diamati (nyeri)

  12) Berfokus pada diri sendiri

  13) Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu, dan menyeringai) (Wilkinson, 2007).

  b.

  NOC Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam di harapkan nyeri teratasi dengan kriteria hasil: Melaporkan adanya nyeri, frekuensi nyeri, panjangnya episode nyeri, ekspresi pada wajah, posisi tubuh protektif, kurangnya istirahat, perubahan tekanan darah, perubahan nadi.

  c.

  NIC

PAIN MANAGEMENT

  1) Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif, termasuklokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, klualitas, dan factor presipitasi.

2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.

  3) Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.

  4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri. 5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau. 6)

  Bantu klien dan kluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.

  7) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri, seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan.

  8) Kurangi faktor presipitasi nyeri. 9)

  Pilih dan lakukan penanganan nyeri ( farmakologi dan non farmakologi).

  10) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi. 11) Ajarkan tentang tekhnik nonfarmakologi. 12) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri (NANDA, 2010).