BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Nur Andika Prabowo BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan tempat bertemunya tiga

  lempeng besar dunia bertemu, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Interaksi antar lempeng-lempeng tersebut lebih lanjut menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang memiliki aktivitas kegunungapian dan kegempabumian yang cukup tinggi. Lebih dari itu, proses dinamika lempeng yang cukup intensif juga telah membentuk relief permukaan bumi yang khas dan sangat bervariasi, dari wilayah pegunungan dengan lereng- lerengnya yang curam dan seakan menyiratkan potensi longsoryang tinggi hingga wilayah yang landai sepanjang pantai dengan potensi ancaman banjir, penurunan tanah, dan tsunaminya. Permasalahannya adalah sudahkah kita mengenal dengan baik berbagai jenis dan karakter bahaya alam tersebut dan siapkah kita dalam mengantisipasinya (Pembriati, dkk. 2013).

  Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak dipengaruhi oleh faktor geologi. Peristiwa tanah longsor atau dikenal dengan gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng alami atau lereng non alami. Tanah longsor sebenarnya merupakan fenomena alam, yaitu alam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang menyebabkan terjadinya pengurangan kuat

  1 geser serta peningkatan tegangan geser tanah (Suryolelono, 2002 dalam Kuswaji, 2008).

  Menurut Goenadi et al. (2003) dalam Alhasanah (2006), faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor secara alamiah meliputi morfologi permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, dan kegempaan. Selain faktor alamiah, juga disebabkan oleh faktor aktivitas manusia yang mempengaruhi suatu bentang alam, seperti kegiatan pertanian, pembebanan lereng, pemotongan lereng, dan penambangan. Dampak yang ditimbuklan dari bencana tanah longsor dapat bersifat lokal (dibandingkan dengan gempa bumi dan letusan gunung api), sering terjadi dan dapat mematikan manusia karena kejadiannya yang tiba-tiba.

  Sejumlah peristiwa bencana tanah longsor yang terjadi di wilayah indonesia selama tahun 2009 terjadi bencana longsor sebanyak 225 dari jumlah tersebut yang paling banyak memakan korban jiwa adalah tanah longsor yang terjadi di Jawa Tengah dengan 23 meninggal dan hilang 13 jiwa terluka kerusakan 1770 unit rumah dan 11 unit fasilitas umum.Di Propinsi Sulawesi Selatan menelan korban meninggal dan hilang 14 jiwa sedang propinsi jawa barat menelan korban 13 jiwa (BNPB data bencana Indonesia Tahun 2009).

  Beberapa faktor penyebab utama timbulnya banyak korban akibat bencana adalah karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bencana dan kurangnya kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana tersebut. Dalam manajemen resiko bencana dikenal tindakan pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction measure). Manajemen risiko bencana merupakan ilmu pengetahuan yang terkait dengan upaya untuk mengurangi risiko, yang meliputi tindakan persiapan sebelum bencana terjadi, dukungan, dan membangun kembali masyarakat saat bencana terjadi.

  Secara geografis Kabupaten Purbalingga terletak di bagian Barat Daya wilayah Provinsi Jawa Tengah pada posisi 101º11´-109 º35´ Bujur Timur dan 7º10´ - 7º29´ Lintang Selatan. Di Purbalingga wilayah yang masuk kawasan rawan Tanah longsor terdapat di sebagian kecil Kecamatan Kemangkon, sebagian kecil Kecamatan Kaligondang, sebagian Kecamatan Karangjambu, sebagian kecil Kecamatan Karanganyar, sebagian kecil Kecamatan Kertanegara, sebagian kecil Kecamatan Bojongsari, sebagian kecil Kecamatan Bobotsari, sebagian kecil Kecamatan Mrebet, sebagian Kecamatan Rembang, dan sebagian kecamatan Karangmoncol. Didapatkan data dari tahun 2013-2015 untuk daerah ancaman bencana tanah longsor di Kabupaten Purbalingga sebagai berikut, untuk Kecamatan Kemangkon ada 45 terancam tanah longsor, Kecamatan Kaligondang ada 1975 terancam tanah longsor, Kecamatan Karangjambu ada 1077 terancam tanah longsor, Kecamatan Karanganyar ada 1381 terancam tanah longsor, Kecamatan Kertanegara ada 167 terancam tanah longsor, Kecamatan Bojongsari ada 96 terancam tanah longsor, Kecamatan Bobotsari ada 461 terancam tanah longsor, Kecamatan Mrebet ada 69 terancam tanah longsor, Kecamatan Rembang 2075 teranam tanah longsor, dan Kecamatan Karangmoncol ada 845 terancam tanah longsor (BPBD Kabupaten Purbalingga, 2013-2015).

  Berdasarkan Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan pada tahun 2015, longsor di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar pada tahun 2007 mengakibatkan puluhan rumah rusak dan puluhan nyawa melayang. Analisis tingkat kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana longsor merupakan elemen penting untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana longsor yang akan terjadi di masa mendatang dan untuk meminimalkan dampak negatif yang timbul akibat bencana longsor.

  Penelitian ini dilakukan di Desa Tengklik dan Desa Tawangmangu Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi strategi coping yang dilakukan masyarakat lokal dan menilai tingkat kapasitas masyarakat lokal dalam menghadapi bencana longsor. Masyarakat lokal menerapkan empat tipe strategi coping, yaitu ekonomi, struktural, sosial dan kultural. Terdapat 51,6% responden mempunyai tingkat kapasitas yang tinggi, 33,3% berada pada tingkat sedang dan hanya 15,1% yang berada pada tingkat rendah. Faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kapasitas masyarakat adalah tingkat pendidikan, penghasilan dan tipe rumah.

  Tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor sangat penting. Dimana Pengetahuan atau knowledge atau hal tahu atau pemahaman akan sesuatu yang bersifat spontan tanpa mengetahui seluk beluknya secara mendalam. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah ilmu pengetahuan yang bersifat metodis, sistematis, dan logis. Metode maksudnya pengetahuan tersebut diperoleh dengan menggunakan cara kerja yang terperinci, dan telah ditentukan sebelumnya, metode itu dapat dedukatif atau induktif. Sistematis maksudnya pengetahuan tersebut merupakan sesuatu keseluruhan yang mandiri dari hal-hal yang saling berhubungan sehingga dapat dipertanggung jawabkan. Logis maksudnya proposisi-proposisi (pertanyaan) yang satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan nasional sehingga dapat ditarik keputusan yang rasional pula (Notoatmojo, 2010).

  Pengetahuan mempengaruhi munculnya dampak-dampak diantaranya dampak ekonomi seperti hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan, hilangnya harta benda, ternak, dan terganggunya perekonomian masyarakat. Dampak lingkungan antara lain ekosistem, lahan pertanian, sumber air bersih. Dampak sarana dan prasarana antara lain kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik.

  Secara realita memang tidak mudah dilakukan karena penanggulangan bencana melibatkan semua pihak baik pemerintah setempat maupun warga masyarakatnya. Hal ini sesuai pendapat Susanto (2006), yang menyatakan bahwa tak gampang untuk menerapkan berbagai kebijakan dalam suasana bencana. Karenanya dalam masa-masa normal perlu terus dilakukan kesiapan yang meliputi pencegahan. Juga harus terus dilakukan penyuluhan dan sosialisasi secara luas agar masyarakat memiliki kemampuan dan mau berperan aktif mencegah dan menyiapkan langkah-langkah antisipasi meskipun dengan skala kecil.

  Pada tanggal 3 November 2012 terjadi musibah bencana tanah longsor di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga. Akibat dari bencana tersebut ada 9 korban jiwa, 2 rumah rusak dan kerugian mencapai 15 juta. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPBD Kabupaten Purbalingga dimana angka ancaman bencana tanah longsor paling tinggi yaitu di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang sebanyak 954 daerah yang terancam tanah longsor. Sehingga Peneliti bermaksud mengambil lokasi di Desa Panusupan Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga.

  Berdasarkan hasil uraian diatas serta guna meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan masyarakat dalam upaya mengatasi bencana tanah longsor, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh pendidikan kesiapsiagaan bencana terhadap pengetahuan tanah longsor di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian diatas, maka penulis memuat rumusan masalah yaitu “Adakah pengaruh kesiapsiagaan bencana kesehatan terhadap pengetahuan tanah longsor di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga”.

C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Pengaruh Pendidikan Kesiapsiagaan Bencana

  Terhadap Pengetahuan Tanah Longsor di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga.

  2. Tujuan Khusus

  a. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang kesiapsiagaan bencana tanah longsor di Desa Panusupan sebelum diberi pendidikan kesehatan.

  b. Untuk mengetahui kesiapsiagaan masyarakat tentang bencana tanah longsor di Desa Panusupan sesudah diberi pendidikan kesehatan.

  c. Mingidentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan kesiapsiagaan bencana tanah longsor di Desa Panusupan.

D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan peneliti serta untuk menambah wawasan bagi mahasiswa sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

  2. Bagi Peneliti Lain Sebagai penelitian lebih lanjut agar bisa untuk disempurnakan lagi.

  3. Bagi Institusi Sebagai sumber informasi kepustakaan dalam pengembangan ilmu kesehatan khususnya di bidang keperawatan gawat darurat.

  4. Bagi Responden Untuk menambah pengetahuan tentang bencana tanah longsor.

  E. Penelitian Terkait

  Penelitian yang terkait dengan judul penelitian diatas adalah :

  1.

  ‘’ Peningkatan Kesadaran Masyarakat Dalam Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor Di Desa Gudangkahuripan Kecamatan Lembang ”. (Joko Priono, 5, 2005).

  Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi kerentanan bencana tanah longsor di desa Gudangkahuripan di mana wilayahnya sebagian besar merupakan perbukitan dan banyak cekungan, serta pola penggunaan lahan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pengurangan risiko bencana. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pengetahuan dan pemahaman terhadap fenomena bencana alam, sampai pada sikap dan perilaku masyarakat terhadap bencana alam itu sendiri sangat diperlukan dalam upaya pengurangan risiko bencana tanah longsor berbasis masyarakat.

  Hasil rencana tindak lanjut pengembangan model peningkatan kesadaran masyarakat menetapkan kegiatan berupa peningkatan motivasi masyarakat dan pemutaran film kebencanaan. Hasil implementasi dan observasi menunjukkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat antara lain adanya peningkatan pengetahuan dan pemahaman warga tentang mitigasi bencana tanah longsor, komitmen warga untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pengurangan risiko bencana dan semakin peduli dengan kondisi lingkungannya.

  Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada fokus, subyek, waktu dan tempat penelitian. Penelitian ini mengangkat tentang “Pengaruh pendidikan kesiapsiagaan terhadap pengetahuan bencana tanah longsor di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga”.

  2.

  “Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat Lokal Terhadap Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo

  ”. (Wonge, MYS, 2010).

  Tujuan penelitian ini adalah (1). Menentukan dan menganalisis pola spasial tingkat kerawanan tanah longsor di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo, w(2). Menentukan dan mengidentifikasi elemen risiko (penduduk, pemukiman, jalan) berdasarkan zona kerawanan bencana tanah longsor, (3). Menentukan tingkat kerentanan dari elemen risiko (penduduk, pemukiman, jalan) berdasarkan zona kerawanan terhadap bencana tanah longsor dan (4). Menilai kapasitas masyarakat dalam hal ini menilai persepsi (pengetahuan) dan respon masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor.

  Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode survei dengan metode pengambilan sampel acak berstrata (stratified random sampling).

  Metode pengambilan sampel responden dilakukan berdasarkan zona kerawanan tanah longsor (rendah, sedang, tinggi) di lokasi penelitian. Jumlah responden dalam penelitian ini 90, yang dibagi menjadi 30 responden setiap zona kerawanan tanah longsor. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pola spasial tingkat kerawanan tanah longsor tersebar pada lima desa di Kecamatan Kokap. Tingkat kerawanan tanah longsor tinggi di Desa Hargowilis (50,06%) dan Hargotirto (59,48%), tingkat kerawanan tanah longsor sedang tersebar di Desa Kalirejo (97,22%), Hargorejo (76,34%), Hargomulyo (74,37%), Hargotirto (40,52%) dan Hargowilis (36,91). Tingkat kerawanan tanah longsor rendah di Desa Hargorejo (16,85%) dan Hargomulyo (25,63%). Tingkat kerentanan elemen risiko (penduduk, pemukiman dan jalan) terhadap tanah longsor di Kecamatan Kokap terbagi menjadi tingkat kerentanan rendah, sedang dan tinggi. Tingkat persepsi masyarakat tiap desa di Kecamatan Kokap terbagi menjadi tingkat persepsi sedang dan tingkat persepsi tinggi terhadap tanah longsor. Tingkat persepsi penduduk yang tergolong sedang di Desa Hargomulyo (56,35%), tingkat persepsi penduduk yang tergolong tinggi meliputi 4 (empat) desa yaitu Desa Hargorejo (67,86%), Desa Hargowilis (60 %), Desa Kalirejo (66,67 %) dan Desa Hargotirto (57,5 %). Tingkat kapasitas penduduk yang tergolong tinggi meliputi 3 (tiga) desa yaitu Desa Hargowilis (73,34 %), Desa Kalirejo (55,56 %) dan Desa Hargotirto (57,5 %), tingkat kapasitas penduduk yang tergolong sedang meliputi 2 (dua) desa yaitu Desa Hargomulyo (78,57 %) dan Desa Hargorejo (71,43 %).

  Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat persepsi dan kapasitas masyarakat di Kecamatan Kokap mempunyai hubungan dengan tingkat kerawanan tanah longsor. Secara umum tingkat persepsi masyarakat terhadap tanah longsor tergolong tinggi. Tingkat kapasitas masyarakat di Kecamatan Kokap dikategorikan sedang dan tinggi dalam menghadapi bencana tanah longsor. Masyarakat pada zona kerawanan sedang mempunyai kapasitas sedang dan masyarakat pada zona kerawanan tinggi mempunyai kapasitas tinggi menghadapi tanah longsor.

  Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada fokus, subyek, waktu dan tempat penelitian. Penelitian ini mengangkat tentang “Pengaruh pendidikan kesiapsiagaan terhadap pengetahuan bencana tanah longsor di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga”, menggunakan teknik total sampling dan menggunakan uji paired t-test.

  3.

  “Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana Banjir dan Longsor pada Remaja Usia 15-18 tahun di SMA Al- Hasan Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember”. (Firmansyah, 2014).

  Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan crossectioanal. Populasi pada penelitian ini adalah 183 siswa SMA Al-Hasan dengan 125 siswa sebagai sampel. Teknik sampel yang digunakan yaitu simple random sampling. Analisis data menggunakan uji korelasi pearson product moment dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan pengetahuan dengan perilaku kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir dan longsor pada remaja usia 15-18 tahun di SMA Al-Hasan Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten

Jember. (P value = 0,000, α = 0,05). Pengetahuan dan perilaku kesiapsiagaan memiliki arah hubungan yang positif (r=0,531), artinya semakin tinggi

  pengetahuan maka perilaku kesiapsiagaannya juga akan meningkat. Perawat diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui promosi kesehatan seperti pendidikan kesehatan dan simulasi bencana.

  Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada fokus, subyek, waktu dan tempat penelitian. Penelitian ini mengangkat tentang “Pengaruh pendidikan kesiapsiagaan terhadap pengetahuan bencana tanah longsor di Desa Panusupan,

  Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga”, menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji paired t test.

  4.

  “Tingkat kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana alam tanah longsor di kelurahan Battang Barat, Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo tahun 2012”. (Anshar Rante, 2012)

  Potensi bencana alam yang tinggi yang dimiliki wilayah-wilayah di Indonesia pada dasarnya merupakan refleksi dari kondisi geografis yang sangat khas untuk wilayah tanah air kita.Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor pengetahuan, sikap dan pendidikan pengalaman keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalammenghadapi di Kelurahan Battang barat Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo.Jenis penelitian Metode survei yang dibatasi pada survei sampel.

  Populasi dalam penelitian seluruh keluarga di di Kelurahan Battang barat sebanyak 247 KK. Sampel penelitian sebanyak 71 KK yang diambil dengan menggunakan teknik proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi tentang tempat tinggal responden, dianalisis dengan regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel pendidikan pengetahuan, sikap dan pengalaman anggota keluarga berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi longsor. Variabel pengetahuan dan sikap merupakan aspek paling dominan memengaruhi kesiapsiagaan rumah tangga.

  Perbedaan dengan penelitian ini adalah fokus pada fokus, waktu dan tempat. Penelitian ini mengangkat “Pengaruh pendidikan kesiapsiagaan terhadap pengetahuan bencana tanah longsor di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga”, menggunakan teknik total sampling dan menggunakan uji paired t-test.