MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA UNTUK MEMPERTAHANKAN PERTUNANGAN DI DESA KADUARA BARAT KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN PAMEKASAN.

(1)

MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA UNTUK MEMPERTAHANKAN PERTUNANGAN DI DESA KADUARA BARAT

KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN PAMEKASAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos)

Oleh:

SYAIFATUL JANNAH NIM. B03213028

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Syaifatul Jannah (B03213028), Model Bimbingan dan Konseling Keluarga untuk Mempertahankan Pertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan.

Penelitian ini dilakukan karena keingintahuan peneliti tentang model upaya bimbingan dan konseling keluarga untuk mempertahankan pertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan. Keingintahuan ini kemudian dikemas dengan rumusan masalah ”bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling keluarga dan hasil akhir dari pelaksanaan bimbingan dan konseling keluarga untuk mempertahankan pertunangan?”. Permasalahan ini tentu membutuhkan jawaban agar lebih jelas dan mudah dipahami.

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif kulitatif karena peneliti ingin menggali secara mendalam tentang model upaya bimbingan dan konseling keluarga untuk mempertahankan pertunangan baik dari segi pelaksanaannya dan hasil akhir dari pelaksanaan bimbingan dan konseling keluarga tersebut. Temuan dalam penelitian ini adalah upaya bimbingan dan konseling keluarga untuk mempertahankan pertunangan di Desa Kaduara Barat dilaksanakan dengan mengadakan pertemuan keluarga ke dua belah pihak pada hari-hari besar Islam seperti hari raya Idul fitri dan Idul Adha dan pada saat pasangan yang bertunangan tersebut sedang dihadapkan pada suatu permasalahan atau pada kesempatan baik lainnya. Pelaksanaannya menggunakan metode eklektik dengan langkah-langkah yang peneliti kaitkan dengan langkah-langkah bimbingan dan konseling keluarga pada umumnya, yakni pengembangan rapport, pengembangan apresiasi emotional, pengembangan alternative modus perilaku, fase membina hubungan konseling,

dan feed back. Pelaksanaan bimbingan dan konseling keluarga untuk

mempertahankan pertunangan di Desa Kaduara Barat lebih ditekankan pada tahap pengembangan alternative modus perilaku dan fase membina hubungan konseling.

Hasil akhir dari pelaksanaan bimbingan dan konseling keluarga yang dilakukan oleh anggota keluarga ke dua belah pihak ini dikategorikan berhasil, karena telah ada rencana bagi pasangan-pasangan yang bertunangan untuk menikah setelah menyelesaikan studi S-1 nya dan kini bagi pasangan suami istri itu menikah setelah melalui masa pertunangan yang lama. Sehingga dapat dikatakan pula bahwa peran keluarga dalam memberikan bimbingan kepada anak-anak mereka yang bertunangan untuk mempertahankan hubungan pertunangan hingga menikah ini sangat kuat dan memberikan pengaruh besar


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

PENGESAHAN... ... iii

MOTTO... iv

PERSEMBAHAN... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI... vi

ABSTRAK... ... vii

KATA PENGANTAR... ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... ... xii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Definisi Konsep... 8

F. Metode Penelitian... 17

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 17

2. Subjek Penelitian... 19

3. Tahap-Tahap Penelitian... 20

4. Jenis dan Sumber Data... 21

5. Tehnik Pengumpulan Data... 23

6. Tehnik Analisis Data...25

7. Tehnik Keabsahan Data... 29

G. Sistematika Pembahasan... 30

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA... 33

A. Bimbingan dan Konseling Keluarga... 33

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Keluarga... 33

2. Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling Keluarga... 37

3. Tujuan Bimbingan dan Konseling Keluarga... 42

4. Tehnik-Tehnik Bimbingan dan Konseling Keluarga... 43

5. Tahap-Tahap Bimbingan dan Konseling Keluarga...46

B. Pertunangan...52

1. Pengertian Pertunangan... 52

2. Dasar Hukum Pertunangan... 57

3. Syarat-Syarat Pertunangan... 59

4. Mempertimbangkan Pinangan... 62

5. Melihat Pinangan... 64

6. Khalwah (Bersepi-sepi Berdua) Tidak di Bolehkan... 66

7. Dampak Positif Pertunangan... 68


(8)

BAB III: LAPORAN HASIL PENELITIAN MODEL BIMBINGAN DAN

KONSELING KELUARGA UNTUK MEPERTAHANKAN

PERTUNANGAN DI DESA KADUARA BARAT KECAMATAN

LARANGAN KABUPATEN PAMEKASAN... 75

A. Deskripsi Umum Objek Penelitian... 75

1. Deskripsi Lokasi... 75

a. Letak Geografis... 75

b. Keadaan Penduduk... 76

c. Tata Pemerintahan... 77

d. Keadaan Sosial Masyarakat... 80

1) Keagaman... 80

2) Perekonomian atau home industry... 81

3) Potensi Sumber Daya Alam... 81

4) Keadaan pendidikan... 82

5) Kebudayaan...83

B. Deskripsi Hasil Penelitian... 85

1. Identitas Pasangan yang Bertunangan dan Identitas Pasangan Suami Istri yang Bertunangan...85

a. Identitas Pasangan yang Bertunangan... 85

b. Identitas Pasangan Suami Istri yang Bertunangan... 86

2. Model Bimbingan dan Konseling Keluarga untuk Mempertahankan Pertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan... 87

BAB IV: ANALISA TENTANG PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA DAN HASIL AKHIR DARI PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA UNTUK MEMPERTAHANKAN PERTUNANGAN DI DESA KADUARA BARAT KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN PAMEKASAN... 112

A. Analisa Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Keluarga untuk Mempertahankan Pertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan... 112

B. Analisa Hasil Akhir Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Keluarga untuk Mempertahankan Pertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan... 128

BAB V: PENUTUP... 132

A. Kesimpulan... 132

B. Saran... 136 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang mau tidak mau akan terus hidup secara bersamaan antara satu sama lain. Kehidupan sosial ini akan terus mendorong manusia saling mengisi antara satu dengan yang lain.

Keterkaitan ini menjadi dasar seseorang untuk terus berhubungan dan bertautan antara satu dengan yang lain. Salah satu keterkaitan ini adalah mempersatukan tali silaturrahmi dua insan sosial dalam sebuah ikatan suci yaitu perkawinan. Hal ini dijelaskan dalam Q.S An-Nur (24): 32.

مكئامإو مكدابع نم نيحلاَصلاو مكنم ىمايْا اوحكنأو

1

Dan kawinkanlah orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.

Suatu perkawinan biasanya didahului oleh suatu keadaan pendahuluan, yang mempunyai sifat khusus dan yang paling umumnya dinamakan pertunangan. Pertunangan berasal dari bahasa arab yaitu khitbah.2 Dalam hukum islam, pertunangan dikenal dengan lafal khitbah, dalam terminology arab memiliki akar kata yang sama dengan al-khitab dan al-khathab.

Al-khatab berarti “pembicaraan”. Apabila dikatakan takhataba maksudnya “dua

orang yang sedang berbincang-bincang”. Jika dikatakan khatabahu fi amr

1

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Alquran, Al-Quran dan Terjemahannya,

(Semarang: PT. Tanjung Mas Inti, 1992), hal. 549. 2


(10)

2

artinya “ia memperbincangkan sesuatu persoalan pada seseorang”. Jika

khitbah (pembicaraan) ini berhubungan dengan ihwal perempuan, maka

makna yang pertama kali ditangkap adalah pembicaraan yang berhubungan dengan persoalan pernikahannya.3

Menurut istilah, khitbah adalah permintaan seseorang laki-laki untuk menguasai seseorang perempuan tertentu dari keluarganya dan bersekutu dalam urusan kebersamaan hidup.4

Madura merupakan sebuah daerah yang kaya akan tradisi dan budaya. Salah satu tradisi dikalangan masyarakat Madura yang masih melekat hingga saat ini ialah pertunangan, yaitu sebuah proses awal yang dilalui oleh dua pasangan atau dua insan yang akan menikah. Termasuk juga di Desa Kaduara Barat, Tradisi penyatuan dua insan ini merupakan ciri khas dari masyarakat Kaduara Barat itu sediri. Keadaan pertunangan ini ada, apabila pihak laki-laki dan pihak perempuan telah setuju untuk melakukan perkawinan dan tentunya maksud tujuan ini didahului dengan suatu lamaran, yaitu permintaan pihak laki-laki kepada pihak perempuan untuk dijadikan pasangan hidup. Hal ini juga disebut dengan meminang.

Meminang maksudnya pihak laki-laki meminta kepada pihak perempuan untuk menjadi istrinya dengan cara-cara yang sudah umum berlaku di tengah-tengah masyarakat. Meminang termasuk usaha pendahuluan dalam rangka perkawinan. Allah SWT menggariskan agar masing-masing pasangan yang mau kawin, lebih dulu saling mengenal sebelum dilakukan akad nikahnya

3

Cahyadi Takariawan, Izinkan Aku Meminangmu, (solo: Era Intermedia, 2004), hal. 23. 4

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat,


(11)

3

sehingga pelaksanaan perkawinannya nanti benar-benar berdasarkan pandangan dan penilaian yang jelas.5

Di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan, Pertunangan dua insan ini terjadi baik karena dijodohkan oleh orang tua maupun hasil sendiri (pacaran). Dalam tradisi Madura, para orang tua mengkhitbahkan putra putrinya selama waktu kesepakatan yang disepakati ketika awal pertunangan. Tak sedikit masyarakat Madura mengkhitbahkan anak mereka selama kurang lebih 4 tahun. Hal ini terjadi karena tak jarang dari para orang tua mengkhitbahkan anak-anak mereka sejak anak-anak mereka masih berada di pondok pesantren atau masih melanjutkan studinya.

Uniknya dalam masa pertunangan, masyarakat Desa Kaduara Barat

memiliki kebiasan “Metraeh dan Nyaleneh”. Metraeh berarti membayarkan

zakat, sedangkan Nyaleneh berarti menggantikan baju. Dalam masa pertunangan pihak laki-laki membayarkan zakat dan memberi baju baru kepada pihak perempuan terutama ketika bulan Ramadhan. Hal ini sudah menjadi kebiasaan bagi yang bersangkutan yang dimaksudkan agar hubungan kedua belah pihak tetap terjaga. Kebiasaan ini sudah mengakar kuat dikalangan Desa Kaduara Barat. Namun untuk menjaga hubungan

pertunangan tersebut tentunya tidak hanya dengan “Metraeh dan Nyaleneh”,

akan tetapi juga didukung dengan beberapa faktor yang berhubungan dengan peran keluarga masing-masing, salah satunya yaitu dengan sering dilakukannya silaturrahmi.

5


(12)

4

Di Desa Kaduara Barat, masyarakatnya sangat menjunjung tinggi nilai-nilai ke-Islaman. Islam menanjurkan bahwa masa pertunangan tidak lebih dari 3 bulan. Akan tetapi realita yang ada di Desa Kaduara Barat bahwa masih banyak masyarakat yang menjalankan pertunangan dengan waktu yang relatif lama. Pertunangan ini dipertahankan karena bertujuan untuk mengenal pribadi masing-masing dan telah membudaya di kalangan masyarakat Desa Kaduara Barat bertunangan dengan waktu yang relatif lama untuk menuju ke pelaminan (menikah), hal ini disebabkan karena masyarakat Desa Kaduara Barat melakukan pertunangan sejak masih di bawah umur. Tidak ada keyakinan atau kepercayaan tertentu yang menyebabkan masyarakat Desa Kaduara Barat melakukan pertunangan dengan waktu yang lama, hanya saja ini merupakan budaya turun temurun dari para tetua mereka.6

Sebagai gambaran umum, akan peneliti paparkan sedikit tentang masa pertunangan di Desa Kaduara Barat kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan, terdapat dua pasangan, TR dan FT yang sudah menjalani pertunangan kurang lebih 6 tahun yaitu dari tahun 2010-sekarang. Keduanya dijodohkan oleh kedua orang tua mereka, karena kebetulan mereka berdua masih memiliki hubungan keluarga. TR dan FT mengatakan bahwa terjaganya hubungan pertunangan yang begitu lama tersebut karena adanya saling kepercayaan diantara mereka dan selalu melakukan silaturrahmi setiap kali ada kesempatan, terutama di hari-hari besar islam, seperti bulan ramadhan, lebaran, dan lain-lain. Pada pertemuan ini TR “Metraeh dan Nyaleneh” FT.

6

Hasil wawancara dengan bapak Ahmad, salah satu tokoh masyarakat di Desa Kaduara Barat pada tanggal 5 November 2016 pukul 18.52 WIB.


(13)

5

Selain itu pada silaturrahmi ini terjadilah sebuah perbincangan antara keluarga kedua belah pihak berupa nasehat-nasehat yang diberikan oleh kepala keluarga agar bisa mempertahankan pertunangan mereka sampai tiba waktu menikah. Pada pertemuan itu juga diisi dengan menceritakan hal-hal yang disukai dan tidak disukai oleh masing-masing kedua pasangan tersebut, sehingga bisa dikatakan bahwa pertemuan ini merupakan tahap pendekatan atau mengenal lebih dalam dari masing-masing kedua pasangan.

Pertemuan silaturrahmi tersebut dalam dunia konseling, dikenal dengan istilah Bimbingan dan Konseling Keluarga. Bimbingan dan Konseling Keluarga atau Family therapy merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada individu sebagai bagian dari anggota keluarga melalui sistem keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga. 7 Farid Mashudi mengemukakan bahwa Family Therapy (Konseling keluarga) merupakan proses bantuan kepada individu dengan melibatkan para anggota keluarga lainnya dalam upaya menyelesaikan masalah yang dialami.8

Menurut perez yang dikutip oleh sofyan wilis, konseling keluarga (family therapy) yaitu suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan dimana setiap anggota keluarga merasakan kebahagiaan. Di Desa Kaduara Barat, Silaturrahmi yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bertunangan, merupakan suatu proses interaktif untuk

7

Sofyan S. willis, Konseling Keluarga (Bandung: ALFABETA, 2008), hal. 83. 8


(14)

6

mencapai keseimbangan dan kebahagiaan sehingga hubungan pertunagan tersebut bisa terjaga dan bertahan lama sampai tiba waktu untuk menikah.

Selain pengertian-pengertian di atas Sofyan Wilis juga berpendapat bahwa konseling keluarga adalah usaha membantu indivdu anggota keluarga untuk mengaktualisasikan potensinya atau mengantisipasi masalah yang dialaminya, melalui sistem kehidupan keluarga, dan mengusahakan agar terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri individu yang akan memberikan dampak positif pula terhadap keluarga lainnya.

Pengertian-pengertian lain juga menyebutkan bahwa bimbingan keluarga merupakan upaya pemberian bantuan kepada para individu sebagai pemimpin atau anggota keluarga agar mereka mampu menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara produktif, dapat menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma keluarga, serta berperan atau berpartisipasi aktif dalam mencapai kehidupan keluarga yang bahagia.9

Bimbingan keluarga juga membantu individu yang akan berkeluarga memahami tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga sehingga individu siap menghadapi kehidupan berkeluarga. Bagi masyarakat di Desa Kaduara Barat Bimbingan dan konseling keluarga perlu dilakukan untuk bisa memberikan arahan dan penguatan kepada kedua belah pihak yang bertunangan sehingga pertunangan mereka tetap terjaga dan nantinya dapat berlanjut pada tahap akad (menikah). Masyarakat Desa Kaduara Barat memiliki cara tersendiri dalam upaya memberikan bimbingan dan konseling

9

Ahmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan,


(15)

7

keluarga kepada kedua pihak yang bertunangan untuk bisa mempertahankan pertunangan mereka.

Dengan memperhatikan pembahasan tersebut di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih mendalam model bimbingan dan konseling keluarga yang dilakukan masyarakat Desa Kaduara Barat. oleh karena itu peneliti melakukan penelitian dengan judul “Model Bimbingan dan Konseling Keluarga untuk Mempertahankan Pertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Keluarga untuk Mempertahankan Pertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan?

2. Bagaimana hasil akhir pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Keluarga untuk Mempertahankan Pertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah:


(16)

8

1. Memahami model pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Keluarga untuk Mempertahankan Pertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan.

2. Mengetahui hasil akhir pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Keluarga untuk Mempertahankan Pertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang model bimbingan dan konseling keluarga untuk mempertahankan pertunangan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi pasangan yang bertunangan sehingga dapat tercipta keluarga yang sakinah setelah menikah. dapat bermanfaat bagi keluarga pasangan yang bertunangan agar bisa memberikan bimbingan dan konseling keluarga yang baik kepada anak-anak mereka dalam rangka menjaga hubungan pertunangan hingga tiba waktu untuk menikah.

E. Definisi Konsep

Pada dasarnya, konsep merupakan unsur pokok dari sebuah penelitian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi singkat dari sejumlah fakta atau data


(17)

9

yang ada. Oleh karena itu, agar tidak terjadi kesalahpahaman, peneliti memberikan batasan istilah atau definisi yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian, istilah atau definisi yang dimaksud memiliki pengertian terbatas.

Adapun batasan bagi beberapa konsep dalam penelitian ini:

1.

Bimbingan dan Konseling Keluarga

Sebelum menjelaskan definisi bimbingan dan konseling keluarga, maka akan dijabarkan pengertian bimbingan, pengertian konseling, dan pengertian keluarga.

Dalam buku Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling karya Prayitno dan Erman Amti, crow&crow mengatakan Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang laki-laki atau perempuan yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri.10

Bimbingan merupakan satu proses berkelanjutan (Continuous Process) hal ini mengandung arti bahwa kegiatan bimbingan bukan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara kebetulan. incidental, sengaja, berencana, kontinu, terarah kepada tujuan.11

10

Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hal. 94.

11


(18)

10

Pendapat lain menyatakan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemandirian ini mencakup lima fungsi pokokyang hendaknya dijalankan oleh pribadi mandiri, yaitu:

a. mengenal diri sendiri dan lingkungannya

b. menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis c. mengambil keputusan

d. mengarahkan diri e. mewujudkan diri.12

Adapun pengertian Konseling yaitu Counseling dalam kamus bahasa inggris dikaitkan dengan kata counsel, yang diartikan sebagai berikut : nasehat (to abtain counsel), anjuran (to give counsel), pembicaraan (to

take counsel), dengan demikian counseling dapat diartikan sebagai

pemberian nasehat, pemberian anjuran dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.13

Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, di mana yang seorang (konselor) berusaha membantu (klien)

12

Prayitno, Profesionelisasi Konseling dan pendidik Konseling ( Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, Proyek PLTK, 1983) hal : 35

13

W.S Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997), hal 70.


(19)

11

untuk mencapai pengertian tentang dirinya dengan masalah-masalah yang dihadapinya.14

Sedangkan pengertian keluarga adalah kelompok awal dari semua lembaga sosial yang berdasarkan kurun waktu yang tidak terbatas. Keluarga merupakan tempat seseorang dalam berinteraksi pertama kali sebelum terjun ke masyarakat. Dimana nilai-nilai seorang anak diperoleh dalam lingkungan keluarga. Dan dari situlah kepribadian dibentuk pertama kali. Keluarga inti terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak.

Keluarga merupakan sistem sosial yang alamiah, berfungsi membentuk aturan-aturan, dan komunikasi di antara para anggotanya.15

Jadi bimbingan dan konseling keluarga adalah metode yang dirancang dan difokuskan pada keluarga dalam usaha untuk membantu memecahkan masalah perilaku klien, serta sebagai proses pelatihan yang difokuskan kepada orang tua klien selaku orang yang paling berpengaruh menetapkan sistem dalam keluarga. pengertian ini merupakan gabungan dari pendapat Golden dan Sherwood, serta pendapat dari Crane.16

Hakikat konseling yang mendasari Konseling Keluarga adalah bahwa masalah yang dihadapi individu secara esensial bersifat interpersonal, bukan intrapersonal, sehingga resolusinya menghendaki intervensi yang diarahkan pada hubungan antar individu. Hubungan antar individu dalam

14

Rochman Natawidjaja, Penyuluhan di Sekolah (Bandung : Fa. Hasmar, 1969), hal. 32.

15

Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling (Bandung: Refika Aditama, 2010), hal. 99.

16

Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktek


(20)

12

keluarga menjadi fokus intervensi karena memiliki signifikasnsi besar daripada bentuk hubungan lain dalam jaringan sosial.

Menurut Farid Mashudi, Family Therapy (Konseling keluarga) merupakan proses bantuan kepada individu dengan melibatkan para anggota keluarga lainnya dalam upaya menyelesaikan masalah yang dialami.17

Pengertian lain menyebutkan bahwa Family counseling/konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan kepada individu anggota keluarga melalui sistem keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.18

Menurut Perez yang dikutip oleh Sofyan Wilis, mengemukakan pengertian konseling keluarga (family therapy) yaitu bahwa konseling keluarga adalah suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan dimana setiap anggota keluarga merasakan kebahagiaan.

Selain pengertian-pengertian di atas Sofyan Wilis juga berpendapat bahwa konseling keluarga dalah usaha membantu indivdu anggota keluarga untuk mengaktualisasikan potensinya atau mengantisipasi maslah yang dialaminya, melalui sistem kehidupan keluarga, dan mengusahakan

17

Farid Mashudi, Psikologi Konseling (Yogjakarta: IRCsoD, 2012) hal. 241. 18


(21)

13

agar terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri individu yang akan memberikan dampak positif pula terhadap keluarga lainnya.

Dari beberapa definisi di atas dapat dijelaskan bahwa bimbingan dan konseling keluarga adalah usaha membantu individu dengan melibatkan anggota keluarga untuk mencapai keseimbangan sehingga dapat mengaktualisasikan diri dan merasakan kebahagiaan.

Adapun yang dimaksud bimbingan dan konseling keluarga dalam penelitian ini adalah suatu proses interaktif antar anggota keluarga untuk mengembangkan potensi yang ada dan mengantisipasi masalah yang dialami sehingga dapat mencapai kehidupan yang bahagia baik ketika berada dalam masa pertunangan maupun telah berumah tangga.

2.

Pertunangan

Pertunangan dikenal pula dengan istilah peminangan. Meminang maksudnya seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya dengan cara yang sudah umum berlaku ditengah-tengah masyarakat.19

Peminangan adalah salah satu bentuk mengagungkan Allah. Kita mengagungkan Allah dengan berusaha menghalalkan karunia kecintaan kepada lawan jenis melalui ikatan pernikahan yang oleh Allah disebut

19


(22)

14

dengan Mistaqan Ghalizha (perjanjian yang sangat berat).20 Tunangan atau lamaran merupakan sebuah janji untuk menjalin tali pernikahan.21

Khitbah (meminang) merupakan pernyataan yang jelas atas keinginan menikah, ia merupakan langkah-langkah menuju pernikahan meskipun khitbah tidak berurutan dengan mengikuti ketetapan, yang merupakan dasar dalam jalan penetapan, dan oleh karena itu seharusnya dijelaskan dengan keinginan yang benar dan kerelaan penglihatan.22 Pertunangan

(Khitbah) yaitu seorang laki-laki memint kepada seorang wanita untuk

menjadi istrinya dengan cara-cara yang sudah berlaku di lingkungan Masyarakat.23

Dalam Islam pertunangan dikenal dengan lafal Khitbah, yaitu permintaan seseorang laki-laki untuk menguasai seseorang perempuan tertentu dari keluarganya dan bersekutu dalam urusan kebersamaan hidup.24

Pertunangan menurut istilah yaitu pernyataan atau permintaan dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk menikahinya baik dilakukan secara langsung maupun dengan perantara pihak yang dipercayai berdasarkan ketentuan-ketentuan agama.25

20

M. Fauzil Adhim, Kado Pernikahan Untuk Istriku (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998), hal. 55.

21

Sayyid Ahmad Al-Musayyar, Islam Bicara Soal Seks, Percintaan, & Rumah Tangga

(Jakarta: Erlangga, 2008), hal. 7.

22

Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 66. 23

M. Tholib, Petunujk Menuju Perkawinan Islam (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1995), hal. 66.

24

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat,

(Jakarta: Amzah, 2011), hal. 8.

25


(23)

15

Meminang termasuk usaha pendahuluan sebelum dilakukan

pernikahan, agar kedua pihak saling mengenal sehingga pelaksanaa pernikahan nanti benar-benar berdasarkan pandangan dan penilaian yang jelas. Banyak jalan yang dapat mengantarkan orang kepada peminangan dan pernikahan. Banyak sebab yang mendekatkan dua orang yang saling jauh menjadi suami istri yang penuh barakah dan diridhoi Allah.

Dalam adat Madura khususnya di Desa Kaduara Barat, hal semacam itu dipandang tidak salah dan juga tidak terlarang dalam hukum agama, sebab hal tersebut merupakan suatu perjanjian ikatan bahwa keduanya kelak akan menjadi suami istri.

Pertunangan dalam istilah fiqih adalah salah satu langkah yang terpuji dan dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. 26 Dasar hukum yang sering digunakan sebagai landasan untuk melakukan pertunangan adalah firman Allah SWT berikut ini:

مكسفنأ يف متننكأ وأ ءاسنلا ةبطخ نم هب متض َرع اميف مكيلع حانج او ...

Artinya: Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. (Q.S. Al-Baqarah ayat 235).

26


(24)

16

Orang yang meminang, kata Imam Nawawi dalam Al-Adzkaarun

Nawawiyyah, disunnahkan untuk memulai dengan membaca hamdalah

dan shalawat untuk Rasul SAW.27

Pertunangan merupakan masa peralihan antara lamaran dengan pernikahan. biasanya dalam pertunangan terdapat tradisi saling memberikan hadiah. tardisi pertunangan berbeda menurut suku, agama, dan lain-lain. misalnya di India Barat pasangan itu saling bertukar anak angsa. sementara wanita Tiongkok pada awal abad ke-20 dituntut untuk memberikan hadiah yang pas bagi calon suaminya dalam waktu seminggu setelah pertunangan, kalau tidak, maka pernikahannya kandas.28

Demikian pula di Desa Kaduara Barat, satiap pasangan saling bertukar hadiah, seperti baju, perlengkapan mandi, dan lain-lain. Bahkan selama berada dalam masa pertunangan, pihak laki-laki dianjurkan untuk memberikan hadiah kepada pasangannya yang dikenal dengan istilah

Metraeh dan Nyaleneh”. Bagi sebagian masyarakat Madura hal ini

dilakukan agar tetap terjalin silaturrahmi yang baik antar kedua belah pihak sehingga dapat berlanjut ke tahap akad (menikah).

Pertunangan yang panjang menjadi umum dalam suatu pernikahan yang resmi, namun tidak umum bagi orang tua mempertunangkan anaknya hingga mengatur beberapa tahun sebelumnya sebelum pasangan yang

27

M. Fauzil Adhim, Ku Pinang Kau Dengan Hamdalah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998), hal. 59.

28

Wiiliam, “Pertunangan“, Artikel Bertopik Sosiologi, (online),


(25)

17

bertunangan itu cukup umur untuk menikah.29 Di Desa Kaduara Barat sendiri, orang tua mengkhitbahkan anaknya jauh sebelum masa pernikahan ini sudah menjadi umum berlaku ditengah-tengah sebagian masyarakat Kaduara Barat

Dari beberapa definisi di atas dapat dijelaskan bahwa pertunangan adalah permintaan seorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk dijadikan istri yang merupakan proses awal sebelum dilakukan pernikahan. Adapun yang dimaksud pertunangan dalam penelitian ini adalah proses awal yang dilakukan oleh seorang laki-laki sebelum dilaksanakan suatu pernikahan dengan meminta seorang perempuan untuk dijadikan istri hingga tiba masa untuk menikah dan menjalani kehidupan bersama.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah yang berkenaan dengan masalah tertentu yang diolah, dianalisis dan diambil kesimpulan.30

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih untuk mendapatkan data kualitatif yang objektif dan mendalam yang nantinya data hasil penelitian tersebut dapat disajikan secara urut, detail dan mendalam. Sedangkan penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor seperti yang dikutip Lexy J. Moleong yaitu sebagai prosedur

29

Wiiliam, “Pertunangan“, Artikel Bertopik Sosiologi, (online),

(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pertunangan?_e_pi_=7, diakses 26 April 2013).

30


(26)

18

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.31

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui secara mendalam

mengenai model bimbingan dan konseling keluarga untuk

mempertahankan pertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan.

Sedangkan jenis penelitiannya, peneliti menggunakan deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan memperoleh informasi-informasi mengenai keadaaan yang ada pada saat ini tidak menguji

hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa melainkan hanya

mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.32

Penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dengan kata-kata yang objektif dan mendalam yang nantinya data hasil penelitian tersebut dapat disajikan secara deskriptif sehingga temuan hasil penelitian tersaji secara urut, detail dan mendalam.

Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada dimasyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter,

31

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 3.

32

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 26.


(27)

19

sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.33

Dalam penelitian ini peneliti akan mendeskripsikan secara mendalam hasil data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara kepada para pasangan yang telah bertunangan dan para pasangan suami istri yang pernah bertunangan.

2. Subyek Penelitian

a. Subyek

Subyek dalam penelitian ini yaitu pasangan yang masih bertunangan dan pasangan suami istri yang pernah bertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan.

Subyek Dalam penelitian ini ditentukan secara Purposive dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Pasangan yang bertunangan maksimal 2 tahun dan minimal 10 bulan.

2. Pasangan suami istri yang pernah melalui masa pertunangan maksimal 2 tahun dan minimal 10 bulan.

3. Pasangan yang masih bertunangan dan pasangan suami istri yang telah melalui masa pertunangan pernah mengalami konflik, baik konflik ringan maupun berat selama berada dalam masa pertunangan tersebut.

33

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hal. 68


(28)

20

4. Pasangan yang masih bertunangan dan pasangan suami istri yang telah melalui masa pertunangan menyelesaikan konflik dengan melibatkan keluarga.

b. Objek

Objek dalam penelitian ini sendiri adalah model bimbingan dan konseling keluarga untuk mempertahankan pertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan.

c. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan.

3. Tahap-Tahap Penelitian

Secara umum tahapan penelitian kualitatif dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Tahap Pra-Lapangan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pra-lapangan adalah peneliti menyusun rancangan penelitian yang memuat latar belakang masalah dan alasan pelaksanaan penelitian, studi pustaka, penentuan lapangan penelitian, penentuan jadwal penelitian, pemilihan alat penelitian, rancangan pengumpulan data, rancangan prosedur analisa data, rancangan perlengkapan yang diperlukan di lapangan, dan rancangan pengecekan kebenaran data.


(29)

21

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Pada tahap pekerjaan lapangan, pada tahap awal peneliti memahami situasi dan kondisi lapangan penelitian. Menyesuaikan penampilan fisik serta cara berperilaku peneliti dengan norma-norma, nilai-nilai, kebiasaan, dan adat istiadat tempat penelitian.

Selanjutnya dalam pelaksanaan pengumpulan data, peneliti menerapkan teknik pengamatan (observation), wawancara (interview), dengan menggunakan alat bantu seperti tape recorder, pulpen, buku tulis, dan sebagainya, serta menggunakan dokumentasi.

c. Tahap Analisis Data

Pada tahap analisis data, peneliti mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.

4. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil sumber pertama dilapangan.34 Sumber data primer adalah subjek penelitian yang dijadikan sebagai sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau pengambilan data secara langsung35

atau yang dikenal dengan istilah interview (wawancara). Data primer

34

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi (Jakarta : PRENADA MEDIA GROUP, 2013), hal. 128

35


(30)

22

dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang ada kaitannya dengan objek penelitian. Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak berhubungan secara langsung dengan objek penelitian, akan tetapi memiliki informasi yang berkaitan dengan objek penelitian.

b. Sumber Data

Menurut Suharsimi Arikunto, sumber data dalam penelitian adalah

subyek dari mana data diperoleh”.36

Ada beberapa sumber data yang bisa digunakan oleh peneliti di antaranya:

1) Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Sumber data primer dalam penelitian ini adalah para pasangan yang bertunangan dan pasangan suami istri yang pernah bertunangan.

2) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh dari sumber kedua (bukan orang pertama, bukan orang

36

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hal. 129.


(31)

23

asli) yang memiliki informasi atau data pendukung. Sumber data sekunder diperoleh dari keluarga pasangan yang bertunangan dan keluarga pasangan suami istri yang pernah bertunangan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan dan mengikuti. Memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati dengan teliti dan sistematis sasaran perilaku yang dituju. Inti observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai.37

Nasution menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan.38 Peneliti menggunakan observasi nonpartisipatif Disini, peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Peneliti mencatat, menganalisis dan selanjutnya dapat membuat kesimpulan

tentang model bimbingan dan konseling keluarga untuk

mempertahankan pertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan.

37

Haris Herdiansyah, Metodologi Peelitian Kualitatif (jakarta : Salemba Humatika, 2011), hal . 131

38

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 226.


(32)

24

b. Wawancara Mendalam (In Depth Interview)

Menurut Deddy Mulyana (2004) wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.39

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih dalam.40

Wawancara secara global dibagi menjadi dua macam yaitu wawancara berstruktur dan wawancara tidak berstruktur. Dalam penelitian ini, jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara berstruktur. Wawancara ini digunakan peneliti dengan cara terlebih dahulu mempersiapkan bahan pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara.

Dalam penelitian ini peneliti berusaha mencari data sebanyak mungkin melalui wawancara terhadap para informan, terutama informan kunci. Peneliti berupaya mengajukan pertanyaan sedetail mungkin tentang model bimbingan dan konseling keluarga untuk mempertahankan pertunangan di Desa Kaduara Barat Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan..

39

Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung Remaja Rosdakarya, 2004), hal 180.

40

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hal: 231.


(33)

25

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.41 Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

6. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam, dan dilakukan terus menerus sampai datanya jenuh.

Melakukan analisa adalah pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. Analisa memerlukan daya kreatif serta kemampuan untuk melakukan intelektual yang tinggi. Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisa data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam

41

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 240.


(34)

26

unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.42

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan metode kualitatif adalah cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan perilakunya yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh. Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.43

Miles and Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisa data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Analisa terdiri dari 3 alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu:

a. Reduksi Data(Data Reduction)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data yaitu melalui reduksi data.

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitive yang memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang

42

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 244.

43


(35)

27

tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli melalui diskusi itu, maka wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki temuan dan pengembangan teori yang signifikan.

Reduksi data atau proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.44

b. Penyajian Data(Data Display)

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.45

Dengan mencermati penyajian data ini, peneliti akan lebih mudah memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Artinya apakah peneliti meneruskan analisisnya atau mencoba untuk mengambil sebuah tindakan dengan memperdalam temuan tersebut.46

Setelah reduksi data, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori.

Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa

44

Ariesto, Terampil Mengolah Data Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 11

45

Ariesto, Terampil Mengolah Data Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 12

46

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial (Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama, 2009) hal. 151


(36)

28

yang telah dipahami tersebut. Selanjutnya disarankan, dalam melakukan display data, selain dengan teks yang naratif juga dapat berupa grafik, matriks.

c. Kesimpulan(Conclution Drawing)

Langkah ketiga dalam penelitian data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. 47 Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah jika tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa kasual, hipotesis suatu teori.

47

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 252.


(37)

29

7. Teknik Keabsahan Data

Menurut Moleong untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Dalam hal ini digunakan teknik:

a. Keikutsertaan di lapangan dalam rentang waktu yang panjang, dalam penelitian ini untuk menguji kepercayaan terhadap data yang telah dikumpulkan dari informan utama, maka perlu mengadakan keikutsertaan dalam rentang waktu yang panjang. Adapun maksud utama adanya perpanjangan di lapangan ini untuk mengecek kebenaran data yang diberikan baik dari informan utama maupun informan penunjang.

b. Triangulasi, untuk keabsahan data yang telah dikumpulkan agar memperoleh kepercayaan dan kepastian data, maka peneliti melaksanakan pemeriksaan dengan teknik mencari informasi dari sumber lain. Menurut Patton dalam Moleong triangulasi dengan sumber lain berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan:

1) Membandingkan data informasi hasil observasi dengan informasi dari hasil wawancara kemudian menyimpulkan hasilnya.

2) Membandingkan data hasil dari informan utama (primer) dengan informasi yang diperoleh dari informan lainnya (sekunder).


(38)

30

3) Membandingkan hasil wawancara dari informan dengan didukung dokumentasi sewaktu penelitian berlangsung, sehingga informasi yang diberikan oleh informan utama pada penelitian dapat mewakili validitas dan mendapatkan derajat kepercayaan yang tinggi.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam pembahasan suatu penelitian diperlukan sistematika pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian, langkah-langkah pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini terdiri dari sepuluh sub-bab antara lain: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konsep, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni Kajian Teoritik (menjelaskan tentang teori yang digunakan untuk menganalisis masalah penelitian), dan Penelitian Terdahulu yang Relevan.

Kajian teoritik meliputi kajian tentang pengertian bimbingan dan konseling keluarga, sejarah bimbingan dan konseling keluarga, tujuan bimbingan dan konseling keluarga, tehnik-tehnik bimbingan dan konseling keluarga, tahap-tahap bimbingan dan konseling keluarga, serta kajian tentang pengertian


(39)

31

pertunangan, dasar hukum pertunangan, syarat-syarat

pertunangan, mempertimbangkan pinangan, melihat pinangan,

Khalwat (Bersepi-sepi berdua) tidak diperbolehkan, dan dampak

positif pertunangan.

Sedangkan Penelitian Terdahulu yang Relevan menyajikan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang hendak dilakukan.

BAB III PENYAJIAN DATA

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni Deskripsi umum objek Penelitian meliputi deskripsi lokasi penelitian terdiri dari letak geografis, jumlah penduduk, tata pemerintahan, keadaan sosial masyarakat, keagaman, potensi sumber daya alam,

perekonomian/home industry, keadaan pendidikan, dan

kebudayaan.

Pada bab ini juga membahas tentang deskripsi hasil penelitian meliputi identitas pasangan yang bertunangan dan identitas pasangan suami istri yang bertunangan, upaya bimbingan dan konseling keluarga di kalangan masyarakat Madura untuk mempertahankan pertunangan

BAB IV ANALISA DATA

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni Temuan Penelitian, bagaimana data yang ada itu digali dan ditemukan beberapa hal yang mendukung penelitian, dan Konfirmasi


(40)

32

Temuan dengan Teori, dimana temuan penelitian tadi dikaji dengan teori yang ada.

Pada bab ini membahas analisa pelaksanaan bimbingan dan Konseling keluarga untuk mempertahankan pertunangan dan analisa hasil akhir pelaksanaan bimbingan dan konseling keluarga untuk mempertahankan pertunangan.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini terdiri dari Simpulan dan Rekomendasi, yang menjelaskan hasil simpulan dari data yang dipaparkan dan rekomendasi hasil penelitian itu dapat dipraktikkan terhadap situasi tertentu.


(41)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Bimbingan dan Konseling Keluarga

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Keluarga

Sebelum menjelaskan definisi bimbingan dan konseling keluarga, maka akan dijabarkan pengertian bimbingan, pengertian konseling, dan pengertian keluarga.

Dalam buku Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling karya Prayitno dan Erman Amti, crow&crow mengatakan Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang laki-laki atau perempuan yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri.1

Bimbingan merupakan satu proses berkelanjutan (Continuous Process) hal ini mengandung arti bahwa kegiatan bimbingan bukan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara kebetulan. incidental, sengaja, berencana, kontinu, terarah kepada tujuan.2

Pendapat lain menyatakan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemandirian

1

Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hal. 94.

2


(42)

34

ini mencakup lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi mandiri, yaitu:

a. mengenal diri sendiri dan lingkungannya

b. menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis c. mengambil keputusan

d. mengarahkan diri e. mewujudkan diri.3

Adapun pengertian konseling yaitu Counseling dalam kamus bahasa inggris dikaitkan dengan kata counsel, yang diartikan sebagai berikut : nasehat (to abtain counsel), anjuran (to give counsel), pembicaraan (to

take counsel), dengan demikian counseling dapat diartikan sebagai

pemberian nasehat, pemberian anjuran dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.4

Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, di mana yang seorang (konselor) berusaha membantu (klien)

untuk mencapai pengertian tentang dirinya dengan masalah-masalah yang dihadapinya.5

Sedangkan pengertian keluarga adalah kelompok awal dari semua lembaga sosial yang berdasarkan kurun waktu yang tidak terbatas. Keluarga merupakan tempat seseorang dalam berinteraksi pertama kali

3

Prayitno, Profesionelisasi Konseling dan pendidik Konseling ( Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, Proyek PLTK, 1983) hal : 35

4

W.S Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997), hal 70.

5


(43)

35

sebelum terjun ke masyarakat. Dimana nilai-nilai seorang anak diperoleh dalam lingkungan keluarga. Dan dari situlah kepribadian dibentuk pertama kali. Keluarga inti terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak. Keluarga merupakan sistem sosial yang alamiah, berfungsi membentuk aturan-aturan, dan komunikasi di antara para anggotanya.6

Jadi bimbingan dan konseling keluarga adalah metode yang dirancang dan difokuskan pada keluarga dalam usaha untuk membantu memecahkan masalah perilaku klien, serta sebagai proses pelatihan yang difokuskan kepada orang tua klien selaku orang yang paling berpengaruh menetapkan sistem dalam keluarga. pengertian ini merupakan gabungan dari pendapat Golden dan Sherwood, serta pendapat dari Crane.7

Hakikat konseling yang mendasari Konseling Keluarga adalah bahwa masalah yang dihadapi individu secara esensial bersifat interpersonal, bukan intrapersonal, sehingga resolusinya menghendaki intervensi yang diarahkan pada hubungan antar individu. Hubungan antar individu dalam keluarga menjadi fokus intervensi karena memiliki signifikasnsi besar daripada bentuk hubungan lain dalam jaringan sosial.

Menurut Farid Mashudi, Family Therapy (Konseling keluarga) merupakan proses bantuan kepada individu dengan melibatkan para

6

Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling (Bandung: Refika Aditama, 2010), hal. 99.

7

Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktek


(44)

36

anggota keluarga lainnya dalam upaya menyelesaikan masalah yang dialami.8

Pengertian lain menyebutkan bahwa Family counseling/konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan kepada individu anggota keluarga melalui sistem keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.9

Menurut Perez yang dikutip oleh Sofyan Wilis, mengemukakan pengertian konseling keluarga (family therapy) yaitu bahwa konseling keluarga adalah suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan dimana setiap anggota keluarga merasakan kebahagiaan.

Menurut Achmad Juntika Nurihsan bimbingan keluarga merupakan pemberian bantuan kepada para individu sebagai pemimpin/anggota keluarga agar mereka mampu menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara produktof, dapat menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma keluarga, serta berperan/berpartisipasi aktif dalam mencapai kehidupan keluarga yang bahagia.10

Bimbingan keluarga juga membantu individu yang akan berkeluarga memahami tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga

8

Farid Mashudi, Psikologi Konseling (Yogjakarta: IRCsoD, 2012) hal. 241. 9

Sofyan S.Willis, Konseling Keluarga (family counseling) (Bandung: ALFABETA, 2008), hal .83.

10

Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling (Bandung: Refika Aditama, 2010), hal. 17.


(45)

37

sehingga individu siap menghadapi kehidupan berkeluarga. Bimbingan keluarga juga membantu anggota keluarga dengan berbagai strategi dan teknik berkeluarga yang sukses, harmonis, dan bahagia.11

Selain pengertian-pengertian di atas Sofyan Wilis juga berpendapat bahwa konseling keluarga dalah usaha membantu indivdu anggota keluarga untuk mengaktualisasikan potensinya atau mengantisipasi maslah yang dialaminya, melalui sistem kehidupan keluarga, dan mengusahakan agar terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri individu yang akan memberikan dampak positif pula terhadap keluarga lainnya.

Dari beberapa definisi di atas dapat dijelaskan bahwa bimbingan dan konseling keluarga adalah usaha membantu individu dengan melibatkan anggota keluarga untuk mencapai keseimbangan sehingga dapat mengaktualisasikan diri dan merasakan kebahagiaan.

Adapun yang dimaksud bimbingan dan konseling keluarga dalam penelitian ini adalah suatu proses interaktif antar anggota keluarga untuk mengembangkan potensi yang ada dan mengantisipasi masalah yang dialami sehingga dapat mencapai kehidupan yang bahagia baik ketika berada dalam masa pertunangan maupun telah berumah tangga.

2. Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling Keluarga

Sejarah perkembangan family terapy didunia berasal dari daratan Eropa dan Amerika Serikat. Awal permulaan abad ke-20 berasal dari

11

Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling (Bandung: Refika Aditama, 2010), hal. 17.


(46)

38

Eropa, namun perkembangan yang lebih semarak adalah pada tahun 60-an dan seterusnya di Amerika Serikat. Perbedaan yang mencolok adalah bahwa aliran Amerika Serikat telah berorientasi teoritis (academic setting) misalnya dengan menganut aliran-aliran psikologi terkenal, sedangkan Eropa hanya berawal dari praktisi (para dokter terutama dokter kadungan) tanpa memikirkan aspek teoritisnya.12

a. Perkembangan awal di Eropa dan di Amerika

Pada tahun 1919 yakni sesudah perang dunia 1, Magnus Hirschfeld mendirikan klinik pertama untuk memberi informasi dan nasehat tentang masalah seks di Berlin Institue For Sexual Science.

Sekitar tahun 1932 terdapat beberapa ratus pusat-pusat konseling perkawinan dan keluarga (Marriage dan Family counseling) di Jerman Dan Austria. Pusat-pusat ini memberikan informasi mengenai keluarga berencana, perkawinan, dan konseling keluarga atau Family Counseling. Pada saat itu masyarakat telah menerima anggapan bahwa masalah-masalah perkawinan dan keluarga hendaklah dibantu oleh tenaga-tenaga professional yang telah dilatih menangani masalah-masalah tersebut.

Tokoh yang terkenal dalam kependidikan kehidupan perkawinan dan keluarga pada awal sejarah ialah Ernest Rtherford Groves.13 Groves memiliki karir dalam pendidkan tinggi. Pada tahun 1920 Ia

12

Sofyan S.Willis, Konseling Keluarga (family counseling), (Bandung: Alfabeta, 2011), hal .84.

13

Sofyan S.Willis, Konseling Keluarga (family counseling), (Bandung: Alfabeta, 2011),


(47)

39

mengajar ke Boston University sebagai guru besar sosiologi pendidikan. Disini Ia mulai merintis mata kuliah untuk mempersiapkan anak muda bagi kehidupan keluarga. Pada tahun 1927 Groves pindah ke Capel Hills untuk menjadi Guru besar dimana ia mengembangkan matakuliah keidupan ekluarga, dan merupakan yang pertama d Amerika Serikat sebagai matakuliah tetap.

Sebagai tambahan Groves mengadakan Groves Converence On

Convertion Of Marriage and Family setiap tahun. Dan ini merupakan

konferensi nasional yan tertua bagi pendidik-pendidik keluarga di Amerika Serikat. Dia mempunyai pengaruh yang kuat dalam perkembangan Marriage and Family Therapists. Selanjutnya melalui kepemimpinannya dalam kulia-kuliah, organisasi professional, dan melalui tulisan-tulisannya.

Abraham Stone, seorang Dokter ahli Urology (Ilmu penyakit-penyakit saluran kencing) dengan istrinya Hanna membuka pusat konseling perkawinan dan keluarga di Labor Temple New York pada tahun 1929.14

Pusat konseling kedua di buka di Los Angeles pada tahun 1930 (Konseling Perkawinan dan Keluarga yang kedua di Amerika Serikat) dengan nama The American Institue Of Family Relation yang dipimpin oleh Dokter Paul Popence. Kemudian pada tahun yang sama berdiri lagi The Marriage council Of Piladelphia dibaah pimpinan

14

Sofyan S.Willis, Konseling Keluarga (family counseling), (Bandung: Alfabeta, 2011) hal. 26.


(48)

40

Dokter Emily Mudd dengan tujuan memberikan konseling perkawinan dan keluarga.

b. Sejarah Baru Konseling Keluarga

Istilah Family Konseling (Konseling Keluarga) sama dengan Family Therapy, dimana yang terkhir itu lebih populer di Amerika Serikat. Sebabnya pada masa perkembangan selanjutnya konseling keluarga lebih banyak digarap oleh para terapis dibidang Psikiatri. Sebelumnya di Amerika Serikat lebih dikenal dengan istilah Family Counseling, karena pelopornya adalah para sosiolog seperti Groves.

Pada tahun 1957 dalam siding tahunan American Orthopsikiatric

Asosiation (AOA) oleh Bowen dicatat sebagai munculnya family

therapy tingkat nasional.

Decade 60-an adalah decade anak remaja dalam gerakan family therapy. Jelasnya pada decade ini muncul pengujian ide-ide dalam literature dan perkembangan family therapy secara nasional di Amerika Serikat. Sehngga muncullah psikiatris Donald Jacson, dan kemudian Bateson Project sampai tahun 1962. Jacson kemudian mendirikan Mental Research Institute di Palo Alto. kemudian bersama Ackerman tahun 1981 Ia menerbitkan jurnal Family Proces yang merupakan jurnal pertama yang berisi teori tentang Family Therapy, juga tentang terapi dan risetnya.


(49)

41

c. Sejarah Konseling Keluarga di Indonesia

Perkembangan Konseling Keluarga di Indonesia tertimbun oleh semaraknya perkembangan dan konseling di Sekolah. Bimbingan dan Konseling di Sekolah pada masa tahun 60-an bahkan saat ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan karena banyak sekali masalah-masalah siswa.

Mengenai kasus keluarga, banyak juga ditemukan disekolah seperti yang menyendiri dan suka merenung. Ternyata setelah diselidiki keluarganya berantakan, mislanya ayahnya dan ibunya bercerai.

Beberapa indicator perkembangan BK adalah sebagai berikut: 1) Guru pembimbing tidak secara khusus mengangani masalah

keluarga akan tetapi disambilkan dalam penangan masalah belajar, penyesuaian sosial dan pribadi siswa. Misalnya ksulitan belajar siswa diduga bersumber dari ketidak harmonisan hubungan dan komunikasi antar anggota keluarga.

2) Terjadi anggapan yang keliru bahwa konseling keluarga adalah bimbingan bagi para calon ibu dan bapak yang akan memasuki hidup berumah tangga. Anggapan ini masih terjadi hingga tahun 1983.

3) Pada tahun 1983 di jurusan BK IKIP Bandung dirintislah oleh penulis sendiri, menjadikan konseling keluarga sebagaimana yang ada di Negara asalnya yakni Amerika Serikat.


(50)

42

3. Tujuan Bimbingan dan Konseling Keluarga

Tujuan konseling keluarga dibedakan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

a. Tujuan umum konseling keluarga

1) Membantu anggota-anggota keluarga belajar dan menghargai secara emosional bahwa dinamika keluarga adalah kait mengait diantara anggota keluarga.

2) Untuk membantu anggota keluarga agar menyadari tentang fakta jika satu anggota keluarga bermasalah, maka akan mempengaruhi pada anggota-anngota lain.

3) Agar mencapai keseimbangan yang akan membuat pertumbuhan dan peningkatan sebuah anggota. 15

Menurut pendapat Glick dan Kessler tujuan umum konseling keluarga yaitu:

1) Memfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar anggota-anggota keluarga.

2) Mengubah gangguan dan ketidakfleksibelan peran dan kondisi. 3) Memberikan pelayanan sebagai model dan pendidikan peran

tertentu yang ditunjukkan kepada anggota keluarga.16

15

Sofyan S.Wilis, Konseling Keluarga (Family Counseling) (Bandung: ALFABETA, 2008), hal. 88-89.

16

Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktek


(51)

43

b. Tujuan-tujuan khusus konseling keluarga

1) Untuk meningkatkan toleransi dan dorongan anggota-anggota keluarga terhadap cara-cara istimewa atau keunggulan-keunggulan anggota lain.

2) Mengembangkan toleransi terhadap anggota-anggota keluarga yang mengalami frustasi atau kecewa, konflik, dan rasa sedih yang terjadi karena factor sistem keluarga atau diluar sistem keluarga. 3) Mengembangkan motif dan potensi-potensi setiap anggota

keluarga dengan cara mensupprot, memberi semangat dan mengingatkan anggota tersebut.

Sementara itu Satir mengatakan bahwa tujuan khusus konseling keluarga yaitu untuk menghilangkan sikap defensive di dalam anggota keluarga sehingga memudahkan terjalinnya komunikasi yang efektif dalam keluarga. Anggota keluarga perlu membuka Inner Expperience (pengalaman dalamnya) sehingga tidak membekukan interaksi antar anggota.17

3. Tehnik-Tehnik Bimbingan dan Konseling Keluarga

Tehnik-tehnik Family Therapy (konseling keluarga) yaitu:

a. Sculpting (mematung), yaitu suatu tehknik yang mengizinkan

anggota-anggota keluarga untuk menyatakan kepada anggota-anggota lain persepsinya tentang berbagai masalah hubungan diantara anggota-anggota

17

Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktek


(52)

44

keluarga. Hal ini bisa dilakukan dengan “the family relationship

tableau” yaitu anggota keluarga yang “mematung” tidak memberikan

respon apa-apa, selama seorang anggota menyatakan perasaan secara verbal.

b. Role playing (bermain peran), yaitu suatu tehknik dengan memberikan

peran tertentu kepada anggota keluarga. Peran tersebut adalah peran orang lain dikeluarga itu, misalnya anak memainkan peran sebagai ibu. Dengan cara itu anak akan terlepas atau terbebas dari perasaan-perasaan penghukuman, perasaan-perasaan tertekan dan lain-lain. Peran itu kemudian bisa dikemblikan lagi kepada keadaan yang sebenarnya jika ia menghadapi suatu perilaku ibunya yang mungkin kurang ia sukai.

c. Silent (diam), apabila anggota keluarga berada dalam konflik dan

frustasi karena ada salah satu anggota lain yang suka bertindak kejam, maka biasanya mereka datang ke konselor dengan tutup mulut. Keadaan ini harus dimanfaatkan konselor untuk menunggu suatu gejala perilaku yang akan muncul menunggu munculnya fikiran baru, respon baru, atau ungkapan perasaan baru. Disamping itu diam juga digunakan dalam menghadapi klien yang cerewet, banyak omong dan lain-lain.

d. Confrontation (konfrontasi), ialah suatu tehnik yang digunakan

konselor untuk mempertentangkan pendapat-pendapat keluarga yang terungkap dalam wawancara konseling keluarga. Tujuannya agar anggota keluarga itu bisa bicara terus terang, dan jujur serta akan


(53)

45

menyadari perasaan masing-masing. Contoh respon konselor : “siapa yang biasanya banyak omong ?”, konselor bertanya dalam situasi yang mungkin saling tuding.

e. Teaching via questioning, ialah suatu tehnik mengajar anggota

keluarga dengan cara bertanya. “bagaimana kalau sekolahmu gagal?” : “apakah kau senang kalo ibumu menderita?”.

f. Listening (mendengarkan), konselor menggunakan tehnik ini untuk

mendengarkan dengan perhatian terhadap klien. Perhatian tersebut terlihat dari cara duduk konselor yang menghadapkan muka pada klien, penuh perhatian terhadap setiap pertanyaan klien, tidak menyela selagi klien biacar serius.

g. Recapitulating (mengikhtisarkan), tehnik ini digunakan konselor untuk

mengikhtisarkan pembicaraan yang bergalau pada setiap anggota, sehingga dengan cara itu kemungkinan pembicaraan akan lebih terarah dan terfokus. Misalnya konselor mengatakan “rupanya ibu merasa rendah diri dan tak mampu menjawab jika suami anda berkata kasar”.

h. Summary (menyimpulkan), dalam suatu fase konseling, kemungkinan

konselor akan menyimpulkan sementara hasil pembicaraan dengan kelurga itu. Tujuannya agar konseling bisa berlanjut secara progresif.

i. Clarification (menjernihkan), yaitu usaha konselor untuk memperjelas

atau menjernihkan suatu pernyataan anggota keluarga karena terkesan samar-samar. Klarifikasi itu juga terjadi untuk memperjelas perasaan yang diungkap secara samar-samar. Misalnya konselor mengatakan


(54)

46

kepada jenny: “katakan kepadanya jenny, bukan kepada saya”.

Biasanya klarifikasi lebih menekankan kepada aspek makna kognitif dari suatu pernyataan verbal klien.

j. Reflection (refleksi), yaitu cara konselor untuk merefleksikan perasaan

yang dinyatakan klien, baik yang berbentuk kata-kata atau ekspresi

wajahnya. “tampaknya anda jengkel dengan perilaku seperti itu”.18

4. Tahap-Tahap Bimbingan dan Konseling Keluarga

Tahap-tahap konseling keluarga berbeda dengan konseling individual lainnya karena ditentukan oleh berbagai factor seperti jumlah kliennya (anggota keluarga) lebih dari satu orang..

Secara umum tahap-tahap konseling keluarga berjalan menurut tahapan berikut ini:

a. Pengembangan Rapport

Hubungan konseling pada tahap awal seharusnya diupayakan. pengembangan raport merupakan suasana hubungan konseling yang akrab, jujur, saling percaya, sehingga menimbulkan keterbukaan diri klien. Tujuan utama teknik ini adalah untuk menjembatani hubungan antara konselor dengan klien, sikap penerimaan dan minat yang mendalam terhadap klien dan masalahnya.19

Upaya-upaya yang dilakukan yaitu :

18

Sofyan S.Wilis, Konseling Keluarga (Family Counseling) (Bandung: ALFABETA, 2008), hal. 139-141.

19

Makmun Khoironi, Psikologi Konseling (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014), hal 84.


(55)

47

1) Kontak mata

2) Perilaku non verbal (perilaku attending, bersahabat atau akrab, hangat, luwes, keramahan, senyum, penerimaan, jujur atau asli, penuh perhatian, dan terbuka).

3) Bahasa lisan atau verbal (sapaan sesuai dengan teknil-teknik konseling), seperti ramah, menyapa, senyum, dan bahasa lisan yang halus).

b. Pengembangan Apresiasi Emotional

Dimana munculnya kemampuan untuk menghargai perasaan masing-masing anggota keluarga, dan keinginan mereka agar masalah yang mereka hadapi dapat terselesaikan semakin besar. Muncul dinamika interaksi dari semua individu yang terlibat dalam konseling. Ada dua teknik konseling keluarga yang afektif yaitu sculpting dan

roleplaying. Kedua teknik ini memberikan peluang bagi

pernyataan-pernyataan emosi tertekan, dan penghargaan terhadap luapan emosi anggota keluarga. Dengan demikian, segala kecemasan dan ketegangan psikis dapat mereda sehingga memudahkan untuk treatman konselor dan rencana anggota keluarga.

c. Pengembangan Alternative Modus Perilaku

Dalam tahap ini, baik konseli maupun anggota keluarga mengembangkan dan melatihkan perilaku-perilaku baru yang disepakati berdasarkan hasil diskusi dalam konseling. Aplikasi perilaku tersebut dapat dilakukan melalui praktik dirumah. Mungkin


(56)

48

konselor memberi suatu daftar perilaku baru yang akan diterapkan selama satu minggu, kemudian melaporkannya pada sesi konseling keluarga berikutnya. Tugas tersebut disebut juga home assigmant (pekerjaan rumah).20

d. Fase Membina Hubungan Konseling

Adanya acceptance, unconditional positive regard, understanding,

genuine, empathy. Menurut Conjoint Family Therapy, langkah/proses

konseling yang dapat ditempuh adalah:

1) Intake interview, building working alliance. bertujuan untuk

mengeksplorasi dinamika perkembangan konseli dan anggota keluarga lainnya (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya).

2) Case conceptualization and Treatment Planning, mengenal

masalah/memperjelas masalah, kemudian fokus pada rencana intervensi apa yang akan dilakukan untuk penanganan masalah.

3) Implementation, menerapkan intervensi yang disertai dengan

tugas-tugas yang dilakukan bersama antara konseli dan keluarga, contohnya: free drawing art task (menggambar bebas yang mewakili keberadaan mereka baik secara kognitif, emosi, dan peran yang mereka mainkan), home work.

20

Sulistyarini dan Mohammad Jauhar, Dasar-Dasar Konseling (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2014), hal. 250-251.


(57)

49

4) Evaluation termination, melakukan kegiatan penilaian apakah

kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.

e. Feedback

Feedback yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk

memperbaiki dan meningkatkan proses konseling.

serta mengevaluasi hasil konseling dan menutup hubungan konseling.21

Tahapan konseling keluarga secara garis besar dikemukakan oleh Crane yang mencoba menyusun tahapan konseling keluarga untuk mengatasi anak berperilaku oposisi. Dalam mengatasi problem, Crane menggunakan pendekatan behavioral yang disebutkan terdapat empat tahap secara berturut-turut sebagai berikut:

a. Orang tua membutuhkan untuk dididik dalam bentuk perilaku-perilaku alternatif. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi tugas-tugas membaca dan sesi pengajaran.

b. Setelah orang tua membaca tentang prinsip dan atau telah dijelaskan materinya, konselor menunjukkan kepada orang tua bagaimana cara mengimplimentasikan ide tersebut. Pertama kali mengajarkan kepada anak, sedangkan orangtua melihat bagaimana melakukannya sebagai ganti pembicaraan tentang bagaimana hal itu dikerjakan. Secara

21

Sofyan S.Wilis, Konseling Keluarga (Family Counseling) (Bandung: ALFABETA, 2008), hal. 133-138.


(58)

50

tipikal, orang tua akan membutuhkan contoh yang menunjukkan bagaimana mengonfrontasikan anak-anak yang beroposisi. Sangat penting menunjukkan kepada orang tua yang kesulitan dalam memahami dan menerapkan cara yang tepat dalam memperlakukan anaknya.

c. Selanjutnya orang tua mencoba mengimplementasikan prinsip-prinsip yang telah mereka pelajari menggunakan situasi sesi terapi. Terapis selama ini dapat memberi koreksi jika dibutuhkan.

d. Setelah terapis memberi contoh kepada orang tua cara menangani anak secara tepat. Setelah mempelajari dalam situasi terapi, orangtua mencoba menerapkannya di rumah. Saat dicoba di rumah, konselor dapat melakukan kunjungan untuk mengamati kemajuan yang dicapai.22

Selain tahapan yang telah dikemukakan oleh Crane tersebut, Colins menetapkan tujuh langkah-langkah dalam konseling keluarga, antara lain: a. Menanggapi keadaan darurat

Klien yang meminta bantuan konselor pada dasarnya berada dalam keadaan kisis atau darurat. Konselor diharapkan mampu memberikan ketenangan dan menunjukkan kesediaan untuk membantu klien. Selain itu, mintalah keluarga klien untuk ikut terlibat dalam proses konseling. Ketika berhadapan dengan anggota keluarga, tugas konselor adalah mengarahkan tanpa mengendalikan mereka.

22

Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2001), hal 156-157.


(1)

135

Tahap ke tiga juga, Orang tua Ica dan orang tua Su’adi mengatakan kepada keduanya untuk memikirkan kelanjutan hubungan mereka agar tidak lagi dijadikan bahan perbincangan tetangga .

Pada tahap ke empat membahas keputusan akhir dari Su’adi dan Ica untuk segera menikah agar tidak lagi menjadi bahan perbincangan tetangga dan memberika solusi kepada Su’adi dan Ica mengenai biaya kuliah mereka setelah menikah. Solusi yang didapatkan yaitu biaya

kuliah Ica dan Su’adi masih tetap ditanggung oleh keluarga

masing-masing.

2. Hasil pelaksanaan bimbingan dan konseling keluarga untuk mempertahankan pertunangan yaitu dilihat dari penuturan setiap narasumber yang menjadi objek dalam penelitian ini mengatakan bahwa bagi pasangan yang belum menikah yaitu Pasangan Ainun dan Ria, serta Pasangan Habib dan Laila, mereka akan menikah setelah menyelesaikan S-1 nya. Adapun bagi pasangan suami istri yang telah melewati masa pertunangan yang lama yaitu pasangan Farizi dan Kiki, serta pasangan

Su’adi dan Ica kini telah menikah dan menjalani kehidupan rumah tangga

dengan bahagia dan penuh syukur. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam pemberian bimbingan dan konseling keluarga yang dilakukan oleh anggota keluarga ke dua belah pihak dapat dikatakan berhasil, karena telah ada rencana bagi pasangan-pasangan yang bertunangan untuk menikah setelah menyelesaikan studi S-1 nya dan kini bagi pasangan suami istri itu


(2)

136

menikah setelah melalui masa pertunangan yang lama. Sehingga dapat dikatakan pula bahwa peran keluarga dalam memberikan bimbingan kepada anak-anak mereka yang bertunangan untuk mempertahankan hubungan pertunangan hingga menikah ini sangat kuat dan memberikan pengaruh besar, karena jika tidak, maka hubungan pertunangan tersebut pastinya telah berakhir di tengah jalan atau tidak sampai pada pernikahan. Keterlibatan keluarga dalam memberikan nasehat dan bimbingan kepada pasangan yang bertunangan mampu membawa hubungan pertunangan mereka dalam waktu yang lama bahkan sampai pada pernikahan.

B. Saran

1. Kepada pihak keluarga hendaknya memberikan bimbingan dan konseling keluarga yang lebih intensif dengan mendatangkan konselor yang benar-benar berkompeten dalam bimbingan dan konseling keluarga. Hal ini dapat memberi pemahaman yang lebih luas terkait kehidupan keluarga, permasalahan, serta solusi dari permasalahan tersebut, sehingga tumbuh semangat dan pemahaman yang jelas bagi mereka yang sedang berada dalam masa pertunangan ini dalam mempertahankan hubungan pertunangan mereka atau mengambil keputusan untuk menikah.

2. Kepada pihak pasangan yang bertunangan hendaknya benar-benar mengikuti bimbingan dan konseling keluarga dengan baik untuk mempertahankan pertunangan dan untuk mendapatkan ilmu atau nasehat-nasehat baik terkait kehidupan berkeluarga.


(3)

137

3. Kepada pihak pasangan suami istri yang telah melalui masa pertunangan yang lama hendaknya lebih menghargai satu sama lain dan belajar, serta mengambil hikmah baik dari pengalaman-pengalaman selama berada dalam masa pertunangan agar tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

4. Kepada peneliti hendaknya lebih mendalami lagi tentang tema penelitian ini agar dapat mengaplikasikannya, mengingat bimbingan dan konseling keluarga yang dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar berkompeten masih jarang ada di Desa Kaduara Barat itu sendiri.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Abdurrahman kholiq. 2004. Kado Pernikahan Barokah. Yogyakarta: Al-Manar.

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. 2011. Fiqih Munakahat. Jakarta: Amzah.

Abdul Fatah Idris, Abu Ahmadi. 1998. Terjemah Ringkas Fiqih Islam lengkap. Jakarta: Rineka Cipta.

Abidin, Slamet. 1999. Fiqih Munakahat. Bandung: Pustaka Setia .

Adhim, M. Fauzil. 1998. Kado Pernikahan Untuk Istriku. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Adhim, M. Fauzil. 1998. Ku Pinang Kau Dengan Hamdalah. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Al-Barraq, Abdul. 2011. Panduan Lengkap Pernikah Islami. Bandung : Oasis. Al-Musayyar, Sayyid Ahmad. 2008. Islam Bicara Soal Seks, Percintaan, &

Rumah Tangga Jakarta: Erlangga.

Ariesto. 2010. Terampil Mengolah Data Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. As-Subki, Ali Yusuf. 2010. Fiqih Keluarga. Jakarta: Amzah.

Bachtiar, Wardi. 1999. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: Logos. Erman, Prayitno, dan Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling.

Jakarta: Rineka Cipta.

Hadi, Abdul. 1989. Fiqh Munakahat. Semarang: Duta Grafika.

Hamdani. 2012. Bimbingan dan Penyuluhan. Jakarta: CV Pustaka Setia.

Herdiansyah, Haris. 2011. Metodologi Peelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humatika.

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama.


(5)

Jauhar, Mohammad, dan Sulistyarini . 2014. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Khoironi, Makmun. 2014. Psikologi Konseling. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Khon, Abdul Majid. 2009. Fiqih Munakahat. Jakarta: AMZAH.

Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Lumongga, Namora. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Kencana.

M. Tholib. 1995. Petunjuk Menuju Perkawinan Islam. Bandung: Irsyad Baitus Salam.

Mardalis. 1995. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Mashudi, Farid. 2012. Psikologi Konseling. Yogjakarta: IRCiSoD.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja. Natawidjaja, Rochman. 1969. Penyuluhan di Sekolah. Bandung : Fa. Hasmar. Nur, Djaman. 1993. Fiqih Munakahat. Semarang: Dina Utama Semarang.

Nurihsan, Ahmad Juntika. 2010. Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.

Pramuji R, Soesilo. 2008. Kitab Undang - Undang Hukum Perdata dilengkapi Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Rhedbook Publisher.

Prayitno. 1983. Profesionelisasi Konseling dan pendidik Konseling. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, Proyek PLTK.

Ramulyo, Moh. Idris. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Sayyed Hawwas, Abdul Wahhab. Ku Nikahi Engkau Secara Islami. Bandung:

Pustaka Setia.

Sabiq, Sayyid. 1990. Fikih Sunah 6. Bandung: Al-Ma’arif.


(6)

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Takariawan, Cahyadi. 2004. Izinkan Aku Meminangmu. Solo: Era Intermedia. Warson, Ahmad. 1997. Kamus Al-Munawir. Surabaya: Pustaka Progessif. Willis, Sofyan S. 2008. Konseling Keluarga. Bandung: ALFABETA.

W.S Winkel. 1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Wiiliam, “Pertunangan“, Artikel Bertopik Sosiologi, (online), (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pertunangan?_e_pi_=7, diakses 26 April 2013).

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Alquran. 1992. Al-Quran dan Terjemahannya. Semarang: PT. Tanjung Mas Inti.