Strategi Pengrajin Lokal Dalam Mempertahankan Keberadaan Kerawang Gayo Tradisional di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah

(1)

STRATEGI PENGRAJIN LOKAL DALAM MEMPERTAHANKAN KEBERADAAN KERAWANG GAYO TRADISIONAL DI KECAMATAN

BEBESEN KABUPATEN ACEH TENGAH

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

S K R I P S I

Diajukan oleh :

Departemen Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Medan

2014

HIMMAH 100901005


(2)

ABSTRAK

Indonesia dikenal dengan Negara yang majemuk dimana terdapat banyak keberagaman budaya, suku, agama dan tradisi. Keberagaman ini menciptakan berbagai bentuk kesenian, dimana kesenian ini akan berbeda untuk setiap sukunya. Dalam hal ini, suku Gayo memiliki salah satu hasil produk budaya yang dinamakan kerrawang gayo. Kerawang gayo merupakan sebuah seni membordir diatas selembar kain dengan berbagai motif yang memiliki makna tertentu yang melekat pada suatu benda. Kerawang gayo ini telah menjadi simbol khusus bagi suku Gayo. Dahulu kerrawang gayo hanya diproduksi dalam bentuk pakaian saja. Namun ketika kerawang gayo sudah dikembangkan melalui sektor industri, jenis produknya sudah semakin beragam. Dengan perkembangan zaman kerrawang gayo juga mengalami tantangan yang berat dengan hadirnya mode-mode yang lebih modern dari produk yang lain, ditambah dengan adanya perubahan-perubahan nilai dalam masyarakat. Sehingga para pengrajin kerrawang gayo yang berada di kecamatan Bebesen memiliki upaya-upaya dalam mempertahankan kerrawang gayo yang merupakan bagian dari budaya mereka dan juga memiliki nilai ekonomis yang dapat membentuk usaha-usaha home industry bagi mereka.Strategi ini yang ingin dilihat dari parap engrajin dalam mempertahankan produk budaya serta upaya dalam menghadapi perubahan nilai pada masyarakat Gayo itu sendiri.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan.Yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah para pengrajin kerawang Gayo, dinas pada bidang perindustrian seksi pembinaan dan pengembangan usaha dan dinas pada bidang kebudayaan seksi adat, seni dan budaya, serta pemakai kerrawang Gayo itu sendiri. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan data-data yang didapat dari hasil observasi dan wawancara, yang diinterpretasikan berdasarkan dukungan kajian pustaka sehingga dapat diambil suatu kesimpulan. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kerrawang Gayo saat ini sudah mengalami banyak pembaharuan, baik dari motif, warna, ragam produk. Dimana produknya tidak hanya pada pakaian saja, tetapi sudah dalam berbagai produk lainnya. Jaringan sosial juga sangat berpengaruh dalam upaya mempertahankan kebudayaan kerrawang Gayo serta dalam bidang peningkatan produksi dan distribusi. Namun jaringan dengan pemerintah yang belum terjalin dengan baik, dimana belum ada perhatian khusus terhadap keberadaan kerrawang gayo ini, padahal kerrawang Gayo merupakan budaya local dari suku Gayo ini. Keberadaan kerrawang Gayo sangat penting bagi masyarakat Gayo, dimana kerrawang Gayo tidak hanya sekedar produk budaya tetapi juga memiliki nilai ekonomis yang dapat meningkatkan ekonomi pengrajin serta masyarakat Gayo. Karena dengan adanya industry kerrawang Gayo, pengrajin akan mendapat keuntungan serta banyak terserap tenaga kerja dari bentuk usaha ini. Terdapat juga kendala dalam industri kerawang Gayo saat ini, dimana faktor modal,rendahnya skill pekerja, dan kurangnya perhatian pemerintah sangat berpengaruh terhadap keberadaan industry kerawang Gayo.


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Strategi Pengrajin Lokal Dalam Mempertahankan Keberadaan Kerawang Gayo Tradisional di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah” disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkanterimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik berupa ide, semangat, do’a, bantuan moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan tiada henti-hentinya penulis ucapkan kepada kedua orang tuatercinta Ayahanda Muhammad Nur dan Ibunda Raimah yang telah merawat dan membesarkan serta mendidik penulis dengan penuh kasih saying dan kesabaran.

Dalam penulisan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapanterima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. LinaSudarwati, M.Si, selaku ketua Departemen Sosiologi, dosen pembimbing sekaligus dosen wali penulis yang telah banyak mencurahkan


(4)

waktu, tenaga, ide-ide dan pemikiran dalam membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang memberikan segenap ilmu pengetahuan semasa perkuliahan 4. Bapak Dr. Sismudjito, M.Si, selaku dosen penguji pada ujian proposal

yang telah memberikan masukan, ide-ide dan pemikiran dalam mengerjakan skripsi ini.

5. Segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Fenni Khairifa, dan Kak Betty yang telah cukup banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dalam hal administrasi.

6. Kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah membesarkan saya dengan mencurahkan kasih sayangnya tiada terhingga dan tiada batasnya kepada saya, selalu memberikan doa’ dan nasehat, dan mendidik saya serta dukungan moril maupun materil kepada saya.

7. Kepada Kakak-Kakak dan Abang ipar saya Kak Lia, Kak Wasiah, Abang Fadlan, Abang Yudi, Abang Dian dan untuk adik saya tercinta Takimyang selalu memberikan do’a, semangat, nasehat kepada saya dan masukan yang tidak ternilai harganya dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Kawan-kawan sosiologi angkatan 2010, kawan-kawan IMASI yang sudah memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini dan ketika bersama menuntut ilmu di FakultasIlmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(5)

9. Kepada para informan pengrajin yang ada di KecamatanBebesen, serta pemerintahan Kabupaten Aceh Tengah yang telah banyak membantu dalam memberikan informasi penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran-saran yang sifatnya membangun demi kebaikan tulisan ini.Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga tulisan ini bias bermanfaat bagi para pembaca, dan akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Medan, September 2014

HIMMAH NIM. 100901005


(6)

DAFTAR ISI

Hal.

LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Defenisi Konsep ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal Sosial ... 13

2.2 Potensi Lokal dan Sikap Inovatif Masyarakat Lokal ... 18

2.3 Home Industri di Pedesaan ... 22


(7)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Lokasi Penelitian ... 28

3.3 Unit Analisis dan Informan ... 29

3.3.1 Unit Analisis ... 29

3.3.2 Informan ... 29

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.4.1Data Primer ... 30

3.4.2Data Skunder ... 31

3.5 Interpretasi Data ... 31

3.6 Jadwal Kegiatan ... 32

3.7 Keterbatasan Penelitian ... 32

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DAN INTERPRETASI DATA 4.1 Deskripsi Lokasi ... 33

4.1.1 Letak dan Keadaan Wilayah ... 33

4.1.2 Jumlah Industri di Kecamatan Bebesen ... 36

4.1.3 Kependudukan... 37

4.1.3.1Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 39

4.1.3.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 41


(8)

4.1.3.4 Sarana Pendidikan ... 43

4.2 Profil Informan ... 44

4.2.1 Pengrajin ... 44

4.2.2 Pemerintah... 61

4.2.3 Pemakai ... 63

4.3Kerawang Gayo Sebagai Produk Budaya Masyarakat... Suku Gayo di Kabupaten Aceh Tengah ... 67

4.4 Keberadaan Kerawang Gayo... 73

4.4.1 Sejarah Kerawang Gayo ... 73

4.4.2 Usaha Kerawang Gayo di Kecamatan Bebesen ... 75

4.5 Prospek Home Industri Kerawang Gayo ... 80

4.6 Penggunaan Kerawang Gayo dalam Kegiatan Khusus ... 81

4.7 Penggunaan Kerawang Gayo dalam Kegiatan Sehari-hari 85 4.8Kendala dalam Mempertahankan Kerawang Gayo... 87

4.8.1 Kurang Modal ... 87

4.8.2 Rendahnya Skill Pekerja ... 88

4.8.3 Kurangnya Perhatian dari Pemerintah ... 90

4.9Strategi dalam Mempertahankan Keberadaan ... Kerawang Gayo ... 92

4.9.1 Jaringan Sosial ... 94

4.9.1.1 Jaringan Sosial dengan Pengrajin... 96


(9)

4.9.1.3 Jaringan Sosial dengan Pembeli ... 101 4.9.2 Inovasi dan Kreatifitas Pengrajin Kerawang Gayo ... 103 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 108 5.2 Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 110 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

TABEL Hal.

4.1 Luas Wilayah Menurut Kampung di KecamatanBebesen ...

Tahun 2013 ... 35 4.2 Banyaknya Industri Menurut Kampung di Kecamatan ...

BebesenTahun 2013 ... 36 4.3Luas daerah, JumlahPenduduk, Kepadatan dan Persebaran

Penduduk di KecamatanBebesen Berdasarkan

KampungTahun 2013 ... 38 4.4 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Jenis Kelamin ...

Di Kecamatan Bebesen Tahun 2013 ... 39 4.5Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di ...

Kecamatan Bebesen Tahun 2013 ... 41 4.6 Komposisi Penduduk Menurut Golongan Umur di ...

Kecamatan Bebesen Tahun 2013 ... 42 4.7Sarana Pendidikan di Kecamatan BebesenTahun 2013 ... 43


(11)

ABSTRAK

Indonesia dikenal dengan Negara yang majemuk dimana terdapat banyak keberagaman budaya, suku, agama dan tradisi. Keberagaman ini menciptakan berbagai bentuk kesenian, dimana kesenian ini akan berbeda untuk setiap sukunya. Dalam hal ini, suku Gayo memiliki salah satu hasil produk budaya yang dinamakan kerrawang gayo. Kerawang gayo merupakan sebuah seni membordir diatas selembar kain dengan berbagai motif yang memiliki makna tertentu yang melekat pada suatu benda. Kerawang gayo ini telah menjadi simbol khusus bagi suku Gayo. Dahulu kerrawang gayo hanya diproduksi dalam bentuk pakaian saja. Namun ketika kerawang gayo sudah dikembangkan melalui sektor industri, jenis produknya sudah semakin beragam. Dengan perkembangan zaman kerrawang gayo juga mengalami tantangan yang berat dengan hadirnya mode-mode yang lebih modern dari produk yang lain, ditambah dengan adanya perubahan-perubahan nilai dalam masyarakat. Sehingga para pengrajin kerrawang gayo yang berada di kecamatan Bebesen memiliki upaya-upaya dalam mempertahankan kerrawang gayo yang merupakan bagian dari budaya mereka dan juga memiliki nilai ekonomis yang dapat membentuk usaha-usaha home industry bagi mereka.Strategi ini yang ingin dilihat dari parap engrajin dalam mempertahankan produk budaya serta upaya dalam menghadapi perubahan nilai pada masyarakat Gayo itu sendiri.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan.Yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah para pengrajin kerawang Gayo, dinas pada bidang perindustrian seksi pembinaan dan pengembangan usaha dan dinas pada bidang kebudayaan seksi adat, seni dan budaya, serta pemakai kerrawang Gayo itu sendiri. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan data-data yang didapat dari hasil observasi dan wawancara, yang diinterpretasikan berdasarkan dukungan kajian pustaka sehingga dapat diambil suatu kesimpulan. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kerrawang Gayo saat ini sudah mengalami banyak pembaharuan, baik dari motif, warna, ragam produk. Dimana produknya tidak hanya pada pakaian saja, tetapi sudah dalam berbagai produk lainnya. Jaringan sosial juga sangat berpengaruh dalam upaya mempertahankan kebudayaan kerrawang Gayo serta dalam bidang peningkatan produksi dan distribusi. Namun jaringan dengan pemerintah yang belum terjalin dengan baik, dimana belum ada perhatian khusus terhadap keberadaan kerrawang gayo ini, padahal kerrawang Gayo merupakan budaya local dari suku Gayo ini. Keberadaan kerrawang Gayo sangat penting bagi masyarakat Gayo, dimana kerrawang Gayo tidak hanya sekedar produk budaya tetapi juga memiliki nilai ekonomis yang dapat meningkatkan ekonomi pengrajin serta masyarakat Gayo. Karena dengan adanya industry kerrawang Gayo, pengrajin akan mendapat keuntungan serta banyak terserap tenaga kerja dari bentuk usaha ini. Terdapat juga kendala dalam industri kerawang Gayo saat ini, dimana faktor modal,rendahnya skill pekerja, dan kurangnya perhatian pemerintah sangat berpengaruh terhadap keberadaan industry kerawang Gayo.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut.Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia.

Selain itu, Indonesia sebagai negara kepulauan juga memiliki keberagaman seperti budaya, agama, suku dan tentu tradisi.Keberagaman ini menyebabkan adanya keberagaman dalam berkesenian.Salah satu warisan budaya yang menjadi identitas yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang sampai saat ini masih dilestarikan keberadaannya adalah seni batik. Batik merupakan sebuah gambaran ragam hias pada kain yang tekhnik pengerjaanya menggunakan lilin atau malam batik sebagai perintang warna dan dilanjutkan proses pencelupan


(13)

warna dengan menggunakan pewarna sintesis atau pewarna alam. Proses membatik merupakan salah satu cara untuk bermeditasi yang dilatarbelakangi oleh filsafat dengan karisma yang tinggi, dijiwai oleh adanya nilai keselarasan dan keagungan, baik yang bersifat tata lahiriah maupun bermakna spiritual. Pada jaman dahulu membatik merupakan pelajaran wajib yang diberikan dan dilakukan oleh para putri bangsawan didalam keraton. Hal ini disebabkan karena membatik digunakan sebagai sarana untuk bermeditasi, berserah diri dan mendekatkan diri kepada sang pencipta, serta untuk melatih kesabaran maupun tata krama.

Oleh sebab itu setiap bentuk ornamen ragam hias yang ada, selain mengandung peran dan harapan dimasa depan bagi si pemakai, juga mengandung makna spiritual yang dapat dikaitkan dengan pemakai maupun saat dipakainya. Setiap daerah pembatukan memiliki bentuk ornament ragam hias yang berbeda satu sama lainnya. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain seperti latar belakang budaya, adat istiadat, politik, kepercayaan, sifat dan tata kehidupan, alam lingkungan dan lain-lain (Laksmi, 2010).

Khasanah budaya bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corakdan jenis batik tradisional dengan ciri kekhususannya sendiri.Misalnya ba lain di Indonesia memilikicorak atau motif sesuai dengan kekhasan daerahnya.Tidak terkecuali di Kabupaten Aceh Tengah yang mempunyai ciri khas batik yang disebut dengan Kerawang Gayo. Kerawang gayo adalah sebuah ukiran khas masyarakat Suku Gayo yang unik yang terdapat di kabupaten Aceh Tengah.


(14)

Sejarah keberadaan suku gayo yang berada di Aceh Tengah berasal dari banyak cerita rakyat yaitu adanya migrasi orang Batak ke tanah Gayo yang terjadi pada masa sultan Alaudin Riyatsyah Alkahar yang memerintah pada abad ke XVI Masehi. Di dalam folklor “Batak 27” menceritakan tentang kedatangan orang batak ke tanah Gayo sebanyak 27 orang Batak Karo yang diawali dari pembunuhan beberapa orang batak di tanah Gayo sehingga terjadinya peperangan antara orang Gayo dengan orang Batak karo yang diakhiri atas kemenangan orang Batak karo (Batak 27) sehingga orang Batak Karo (Batak 27) membentuk suatu kerajaan yang disebut dengan kerajaan Cik Bebesen yang saat ini bernama Kampung Bebesen. Fakta-fakta yang ada dalam folklor “Batak 27” adalah keberadaan Klen, kelompok masyarakat yang terdapat di tanah Gayo, terutama di daerah Bebesen adanya nama lima klen utama yaitu Linge, Munthe, Cibro, Tebe dan melala. Klen ini sama seperti marga yang terdapat di dalam marga-marga Batak karo ( Mubin, 2013).

Menurut Ibrahim (dalam Gustina, 2012) kerawang gayo sudah ada sejak zaman batu, terbukti dari adanya penemuan ukiran motif kerawang yang terdapat pada batu-batu dan barang-barang yang terbuat dari tanah liat seperti kendi dan tempat pengambilan air. Selain itu motif kerawang gayo juga digunakan sebagai ukiran pada bangunan, anyaman seperti bebalon (tempat sirih), hingga berkembang pada tenunan kain seperti pakaian. Perkembangan penggunaan motif kerawang berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Dimulai pada ukiran batu hingga berkembang sebagai motif pakaian. Awal mulanya pakaian adat yang bermotif kerawang gayo ini hanya diproduksi sebagai konsumsi pribadi. Motif ini


(15)

kemudian diaplikasikan kepada beragam jenis barang yang menggunakan bahan dasar kain.

Perkembangan industri kerawang gayodimulai sejak tahun 1980. Diawali dengan sebuah pelatihan oleh pemerintah di Jakarta pada tahun 1982 kepada seorang ibu rumah tangga yang berasal dari kecamatan Bebesen sekaligus pengrajin kerawang gayo yakni ibu Alm Maimunah. Pada kesempatan itu beliau diberi pelatihan keterampilan lebih mendalam tentang menjahit selama 1 bulan. Dalam kesempatan itu pula beliau memperkenalkan motif kerawang gayo yang telah ditekuninya sebelum pelatihan tersebut dengan seorang pengrajin kerawang dari daerah kecamatan Lut Tawar dan beliau mendapatkan sebuah piagam Mupakarti dari presiden RI. Pelatihan tersebut kemudian membuka peradaban baru bagi keberlangsungan industri kerawang gayo. Beliau kemudian menjadi tutor bagi rekan-rekannya yang ingin belajar mengrajin kerawang gayo dalam sebuah koperasi yang bernama UD Keramat Mupakat. Saat itu bagi mereka yang ingin belajar dibebaskan dari biaya dengan membawa alat dan bahan sendiri. Regenerasi ini selanjutnya diajarkan dalam sebuah wadah pelatihan yang merupakan sebuah kumpulan pengrajin kerawang gayo muda. Selain wadah tersebut kerajinan kerawang gayo ini diajarkan pula di dalam masing-masing keluarga. Sejak saat itu kerawang gayo mulai digemari oleh masyarakat, dengan mulai bermunculan pengrajin-pengrajin baru serta permintaan oleh masyarakat mulai ada, kerawang gayo pun dijadikan sebagai pakaian adat oleh masyarakat kabupaten Aceh Tengah. Namun saat ini pelatihan-pelatihan seperti itu tidak ada lagi dilakukan saat ini sebab kurang adanya faktor pendukung pembelajaran seperti alat, bahan dan tidak adanya perhatian dari pemerintah daerah.


(16)

Pada tahun 2001 terdiri 4 unit usaha kerawang gayo, empat tahun berikutnya yakni pada tahun 2005 mengalami penurunan yakni hanya 2 unit usaha. Namun tahun berikutnya pada tahun 2006 jumlah industri meningkat menjadi 14 unit usaha. Terakhir sejak tahun 2011 hingga saat ini tercatat 19 unit usaha yang berarti mengalami peningkatan jumlah usaha pengrajin kerawang gayo di kecamatan Bebesen (Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Energi dan Sumber Daya Mineral).Dari data pengrajin kerawang gayo yang ada, semua pengrajin kerawang gayo merupakan pengrajin yang beretnis suku Gayo yang biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Hal ini terjadi karena pengrajin sebelumnya hanya mewariskan tehnik membordir kerawang gayo kepada anak-anak perempuan mereka.

Penggunaan motif kerawang gayo ini hingga kini menghasilkan beragam produk kerajinan yang memiliki beragam fungsi yaitu, sebagai pakaian adat, sebagai penghormatan kepada seseorang (tamu) yakni pada acara-acara penyambutan tamu dengan hasil industri yang digunakan adalah upuh ulen-ulen ( kain batik panjang bermotif kerawang gayo), sebagai alat munginte (peminangan) dan sebagai alat pada upacara kesenian, salah satunya sebagai pakaian penari dan

upuh ulen-ulen. Hasil produk kerawang gayo hanya di jual di Aceh Tengah saja

yang dijadikan sebagai souvenir oleh para pengunjung dan dipromosikan melalui bazar-bazar yang dilakukan oleh pemerintah setempat.

Kerawang gayo terdiri dari beberapa jenis motif yaitu motif mantanlo (matahari), motif sarak opat, motif rante (rantai), motif emun beriring (awan berbaris), motif pucuk rebung (tunas bambu), motiftekukur (pengukuran), motif


(17)

(awan berarak), motif peger (pagar), motif tali mustike(tali mustika), dan motif

tapak seleman(jejak nabi Sulaiman). Setiap jenis-jenis motif terdapat makna

tersendiri yaitu :

1. Motif matanlo (matahari) yaitu dimana motif matanlo artinya sebagai sumber penerangan kehidupan dalam masyarakat Gayo bersyukur atas nikmat yang diberikan dan sabar atas bala.

2. Motif sarak Opat yaitu bermakna susunan kepemerintahan pada adat gayo yaitu raja, petuah, imam dan rakyat

3. Motif rante (rantai) yaitu bermakna sebagai persatuan dan kebersamaan dalam masyarakat Gayo.

4. Motif emun beriring (awan berbaris) yaitu yang berarti satu kesatuan yang kokoh dalam kehidupan masyarakat Gayo yang mampu atau bias menempatkan diri dalam posisi apapun dan dimanapun kita berada.

5. Motif pucuk rebung (tunas bambu) yaitu menggambarkan tentang kehidupan dan memperdayakan kalangan muda sebagai generasi penerus. 6. Motif tekukur (pengukuran) yaitu mempunyai makna yang relevan dengan

setiap permasalahan artinya semua permasalahan perlu ditanggulangi dengan ilmu pengetahuan dan setiap mengambil suatu keputusan harus dipertimbangkan dengan penuh arif dan bijaksana.

7. Motif emun berkune (awan tatap) yaitu motif yang bermakna demokrasi dalam mencari kebenaran untuk mengambil suatu keputusan dan harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.


(18)

8. Motif puter tali (putaran tali) yaitu mengandung makna sebagai mempertahankan persatuan dan kesatuan masyarakat suku Gayo itu sendiri.

9. Motif emun berangkat (awan berarak) yaitu mempunyai bentuk lingkaran memusat. Motif ini bermakna bagi masyarakat gayo mampu mengarungi berbagai cobaan dalam kehidupannya.

10.Motif peger (pagar) yaitu bermakna sebagai kehidupan masyarakat gayo tetap berada dalam kesatuan adat gayo dan syariat Islam, diluar ketentuan tersebut tidak mendapat perlindungan.

11.Motif tali mustike (tali mustika) yaitu masyarakat Gayo sadar untuk melaksanakan perintah Allah dan senantiasa menjaga hubungan baik dengan sesama manusia dan berharap selalu berada dijalan yang lurus. 12.Motif tapak seleman (jejak nabi Sulaiman) yaitu motif ini bermakna dalam

masyarakat Gayo suatu permasalahan diselesaikan dengan arif dan bijaksana dengan melakukan musyawarah dan selalu bersifat adil dalam mengambil suatu keputusan (Gustina, 2012).

Motif kerawang gayo ini memiliki 4 warna dasar, yaitu kuning, putih, merah dan hitam. Tiap warna memiliki makna tersendiri dan hanya bisa dipakai oleh kalangan tertentu saja. Seperti warna kuning yang hanya bisa dipakai oleh kalangan Raja, warna putih untuk kaum ulama, warna merah untuk kaum petuah atau tokoh adat dan warna hijau untuk rakyat. Penggunaan warna pada motif ini hanya berlaku pada zaman dulu, tetapi pada saat ini telah banyak warna yang digunakan pada kerawang gayo dan masyarakat luas bebas untuk menggunakan


(19)

warna pada tiap motif. Para pengrajin telah menambahkan warna-warna lain pada kerawang gayo sesuai dengan perkembang zaman dan permintaan dari pelanggan. Kerawang gayo ini kini dikreasikan sebagai hasil industri kerajinan rumah tangga dengan cara dibordir di atas kain. Kerajinan tersebut memproduksi beragam jenis souvenir seperti tas, gantungan kunci, baju gamis wanita, baju pria, peci, gelang, dompet, sajadah, taplak meja, sarung bantal, sarung hp, baju adat wanita dan pria, rok dan selendang. Kerajinan kerawang gayo ini terdapat di Kecamatan Bebesen ini masih tergolong industri rumah tangga karena jumlah pekerjanya hanya berkisar antara 1-9 orang pekerja saja.

Kerawang gayo bukan hanya sekedar produk budaya tetapi juga sebagai budaya lokal yang bernilai ekonomis karena dari produk ini bermunculan usaha-usaha home industri yang menghasilkan berbagai produk kerawang gayo. Home industri ini menjadi mata pencaharian oleh sebagian masyarakat di kecamatan bebesen dan kemudian menciptakan lapangan pekerjaan. Dari data yang di ambil bahwa saat ini terdapat 19 unit usaha kerawang gayo di Kecamatan Bebesen dan telah menyerap pekerja sebanyak 48 orang. Home industri kerawang gayo telah mampu mengatasi masalah-masalah sosial seperti pengangguran dan menambah pendapatan ekonomi keluarga maupun pendapatan daerah di kabupaten Aceh Tengah. Namun dalam hal ini pemerintah masih kurang memberikan perhatiannya kepada home industri kerawang gayo, terutama dalam hal bantuan baik berupa modal maupun alat-alat mesin jahit yang menyebabkan usaha kerawang gayo ini tidak berkembang begitu pesat. Jika para pengrajin kerawang gayomengalami kendala-kendala dalam menjalankan usahannya seperti kekurangan modal, dalam hal ini mereka lebih mengandalkan kemampuan mereka sendiri seperti meminta


(20)

pinjaman dana ke bank atau meminjam kesanak saudara dari pada kepemerintah karena sikap pemerintah yang kurang peduli terhadap usaha kerawang gayo ini. Meskipun begitu pengrajin kerawang gayo memiliki semangat yang tinggi dalam memproduksi kerawang gayo walaupun terdapat banyak kendala-kendala.

Seperti yang kita ketahui di era globalisasi seperti saat ini telah banyak mode-mode yang di pengaruhi dari luar yang melambangkan kemodernitasan hal ini tentunya banyak mempengaruhi kebudayaan daerah terutama barang-barang yang berasal dari daerah dan yang merupakan kebudayaan tradisional banyak ditinggalkan oleh masayarakat modern. Saat ini para pengrajin yang berada di Kecamatan Bebesen masih membuat dan melestarikan kebudayaan suku Gayo melalui kerawang gayo padahal seperti yang kita ketahui pada saat ini banyak masyarakat yang telah meninggalkan kebudayaan asli seperti barang-barang atau pakaian yang berbau tradisional. Hal ini yang menarik untuk diteliti bagaimana strategi pengrajin dalam melestarikan dan mempertahankan kerawang gayo di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah ditengah perkembangan zaman yang semakin modern.

1.2 Perumusan Masalah

Sebuah penelitian harus memiliki batas-batas permasalahan yang harus diamati atau diteiliti agar penelitian tersebut dapat terfokus dalam satu permasalahan dapat diselesaikan dan penelitian tidak lari dari jalur yang telah ditetapkan.Oleh karena itu berdasarkan uraian permasalahan yang telah dijelaskan dalam latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi rumusan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana strategi pengrajin lokal dalam mempertahankan


(21)

keberadaan kerawang gayo ditengah perubahan nilai masyarakat dalam memandang pakaian tradisional di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian berdasarkan perumusan masalah diatas adalah untuk mengetahui bagaimana strategi pengrajin lokal dalam mempertahankan keberadaan kerawang gayo ditengah perubahan nilai masyarakat dalam memandang pakaian tradisional di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

1.4Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan konstribusi pemikiran dan informasi dan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain sebagai bahan rujukan untuk perbandingan atas masalah yang sama terutama dalam bidang sosiologi khususnya tentang studi yang terkait denganstrategi pengrajin lokal dalam mempertahankan keberadaan kerawang gayo ditengah perubahan nilai masyarakat dalam memandang pakaian tradisional di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

2. Manfaat Praktis

Memberikan masukan dalam bentuk bacaan untuk memperkaya wawasan kepada kita semua yang membaca hasil penelitian ini mengenai strategi pengrajin lokal dalam mempertahankan keberadaan kerawang gayo tradisional di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, serta


(22)

menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis terkait dengan teori dan aplikasinya dalam menulis karya ilmiah.

1.5Definisi Konsep

Dalam penelitian ilmiah, disamping berfungsi untuk memfokuskan dan mempermudah suatu penelitian, konsep juga berfungsi sebagai panduan yang nantinya digunakan penelitian untuk menindak lanjuti sebuah kasus yang di teliti dan menghindari terjadinya kekacauan akibat kesalah penafsiran dalam sebuah penelitian. Adapusn konsep yang digunakan sesuai dengan konteks penelitian ini, antara lain adalah :

1. Strategi adalah upaya bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah strategi bertahan para pengrajin kerawang gayo dalam mempertahankan keberadaan kerawang gayo di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

2. Pengrajin adalahorang yang pekerjaannya membuat barang-barang kerajinan atau orang yang mempunyai keterampilan berkaitan dengan kerajinan tertentu. Dalam hal ini pengrajin lokal adalah pengrajin yang memiliki sikap dan cara berpikir serta bertindak yg selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yg ada secara turun-temurun dimana daerah itu mempunyai warisan budaya berupa kerajinan kerawang yang saat ini masih diproduksi oleh para pengrajin kerawang tradisional gayo. 3. Kerawang gayo adalah sebuahsenimembordir di


(23)

yang melekatpadasuatubenda.Motif kerawang gayobiasanyadiletakan di pakaianadat gayo, ukiran rumah adat gayo, ukiran kendi gayodanperalatanrumahtanggalainnya.

4. Kebudayaan adalah terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.

5. Home industri adalah rumah usaha produk barang atau juga perusahaan kecil. Dikatakan sebagai perusahaan kecil karena jenis kegiatan ekonomi ini dipusatkan di rumah. Pengertian usaha kecil secara jelas tercantum dalam UU No. 9 Tahun 1995, yang menyebutkan bahwa usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp1.000.000.000.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal Sosial

Modal sosial merupakan suatu cara untuk membangun hubungan dengan sesama dan menjaganya agar terus berlangsung sepanjang waktu, orang mampu bekerja bersama-sama untuk mencapai berbagai hal yang tidak dapat mereka lakukan sendirian. Orang berhubungan melalui serangkaian jaringan dan mereka cenderung memiliki kesamaan nilai dengan anggota lain dalam jaringan tersebut, sejauh jejaringan tersebut menjadi sumber daya, dia dapat dipandang sebagai modal. Menurut Pierre Bourdieu, modal sosial adalah jumlah sumber daya, aktual atau maya yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak terintitusionalisasikan. Bourdie juga menjelaskan bahwa modal sosial dapat bertahan nilainya, individu harus mengupayakannya. Pokok perhatian Bourdie tentang modal sosial dahulu dan sekarang adalah pemahaman atas hierarki sosial.

Sedangkan menurut James Coleman dalam (Field,2003) modal sosial adalah merepresentasikan sumber daya karena hal ini melibatkan harapan akan resiprositas (timbal balik) dan melampaui individu mana pun sehingga melibatkan jaringan yang lebih luas yang hubungan-hubungannya diatur oleh tingginya tingkat kepercayaan dan nilai-nilai bersama. Dia juga menjelaskan bahwa konsep modal sosial adalah sarana untuk menjelaskan bagaimana orang berusaha bekerja sama.


(25)

Menurut Robert Putnam dalam (Field, 20003) modal sosial merujuk pada bagian dari organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma, dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan terkoordinasi. Putnam menjelaskan ada dua bentuk dasar modal sosial yaitu menjembatani (inklusif) dan mengikat (eksklusif).

Berdasarkan pengertian modal sosial dari ketiga ahli tersebut yang sesuai dengan penelitian ini adalah menurut Coleman dan Putnam (Field, 20003). Dimana modal sosial merupakan sarana untuk bagaimana pengrajin kerawang gayo berusaha bekerja sama, dengan jaringan yang merupakan aset terpenting karena jaringan memberikan dasar bagi kohesi sosial yang mendorong orang bekerja satu dengan yang lain dan tidak sekedar dengan orang yang mereka kenal secara langsung untuk memperoleh manfaat timbal balik. Jaringan yang digunakan pengrajin kerawang gayo dengan sesama pengrajin, pengrajin dengan pemerintah serta pengrajin dengan masyarakat.

Akhir-akhir ini modal sosial menjadi sangat populer sebagai salah satu isu pembangunan yang menuntut perhatian seksama.Modal sosial adalah sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru. Seperti diketahui bahwa sesuatu yang disebut sumber daya (resources) adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk dikonsumsi, disimpan dan diinvestasikan.Sumber daya yang digunakan untuk diinvestasi disebut sebagai modal (capital), dimensi modal sosial cukup luas dan kompleks. Modal sosial lebih menekankan pada potensi kelompok dan pola-pola hubungan antar individu dalam suatu kelompok dan antar kelompok dengan ruang perhatian pada


(26)

jaringansosial, norma, nilai, dan kepercayaan antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma dalam kelompok.

Di Indonesia, studi tentang modal sosial secara formal masih merupakan hal yang baru. Namun meskipun secara eksplisit belum menggunakan terminology modal sosial, sebenarnya telah ada beberapa studi terutama berupa kajian tentang hubungan kerja sama saling menguntungkan antar warga masyarakat didaerah pedesaan yang pada esensinya memiliki keterkaitan erat dengan modal sosial terdiri dari norma, jaringan dan kepercayaan, maka sebenarnya hal tersebut secara historis bukan merupakan fenomena baru dan asing bagi masyarakat Indonesia dan hal tersebut lebih berakar kuat dan terinstitusikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di pedesaan. Semangat dan implementasi dari kemauan untuk saling bekerjasama dalam upaya memenuhi kepentingan sosial dan kepentingan individu atau personal telah termanivestasikan dalam berbagai bentuk aktivis bersama yang secara umum dikenal dengan kegiatan “saling tolong menolong” atau secara luas terwadahi dalam tradisi “gotong royong”. Tradisi gotong royong memiliki aturan main yang disepakati bersama (norma), menghargai prinsip timbal balik dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dan dalam waktu tertentu akan menerima kompensasi/reward sebagai bentuk dari resiprositas, ada saling kepercayaan antar pelaku bahwa masing-masing akan mematuhi semua bentuk aturan main yang telah disepakati (trust), serta kegiatan kerjasama tersebut diikat oleh hubungan-hubungan spesifik Antara lain mencakup kekerabatan, pertetanggaan, dan pertemanan sehingga saling menguatkan jaringan antar pelaku.


(27)

Tiga unsur utama dalam modal sosial adalah trust (kepercayaan),

reciprocal (timbal balik), dan interaksi sosial.

1. Trust (kepercayaan)

Menurut Giddens (dalam Damsar, 2009) Trust (kepercayaan) pada dasarnya terikat, bukan kepada resiko namun kepada berbagai kemungkinan. Kepercayaan selalu mengandung konotasi keyakinan di tengah-tengah berbagai akibat yang serba mungkin, apakah dia berhubungan dengan tindakan individu atau dengan beroperasinya sistem. Kepercayaan dapat mendorong seseorang untuk bekerjasama dengan orang lain untuk memunculkan aktivitas ataupun tindakan bersama yang produktif. Rasa percaya menjadi pilar kekuatan dalam modal sosial. Seseorang akan mau melakukan apa saja untuk orang lain kalau ia yakin bahwa orang tersebut akan membawanya ke arah yang lebih baik atau ke arah yang ia inginkan.

2. Reciprocal (Timbal balik)

Unsur penting kedua dari modal sosial reciprocal (timbal balik), dapat dijumpai dalam bentuk memberi, saling menerima dan saling membantu yang dapat muncul dari interaksi sosial. Modal sosial selalu diwarnai oleh kecenderungan saling bertukar kebaikan di antara individu-individu yang menjadi bagian atau anggota jaringan. Hubungan timbal balik ini juga dapat diasumsikan sebagai saling melengkapi dan saling mendukung satu sama lain.

3. Interaksi sosial (jaringan)

Unsur yang selanjutnya yakni interaksi sosial, interaksi yang semakin meluas akan menjadi semacam jaringan sosial yang lebih memungkinkan semakin meluasnya lingkup kepercayaan dan lingkup hubungan timbal balik. Jaringan yang dimiliki dipandang sebagai sebagian dari hubungan dan norma yang lebih luas yang memungkinkan orang mencapai tujuan-tujuan mereka dan juga mengikat masyarakat bersama sebagai sarana untuk menjelaskan bagaimana orang berusaha bekerja sama (Field,2003).

Perusahaan-perusahaan kecil akan sangat tergantung pada tingkat kepercayaan dan modal sosial yang tercipta dalam masyarakat luas. Masyarakat berkepercayaan tinggi seperti Jepang berhasil menciptakan berbagai jaringan dengan baik sebelum revolusi informasi memasuki kecepatan yang lebih tinggi. Sedangkan masyarakat yang berkepercayaan rendah mungkin tidak akan pernah mampu untuk meningkatkan efisiensi yang ditawarkan oleh teknologi informasi (Fukuyama, 2001). Artinya masyarakat yang telah memiliki kepercayaan tinggi


(28)

(High-Trust) akan lebih mudah dalam membangun jaringan dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki kepercayaan yang rendah (Low-Trust). Seperti pengrajin kerawang gayo yang telah memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi baik terhadap pengrajin maupun terhadap supliernya dengan begitu mereka telah mampu membangun modal sosial dalam membangun usaha yang mereka miliki.

Berdasarkan hasil obervasi terdapat jaringan sosial yang terjadi antara pengrajin di kecamatan Bebesen dengan pemerintah, antara pengrajin dan pembeli, dan antara pengrajin dengan sesama pengrajin. Pada jaringan sosial yang terjadi antara pengrajin dengan pemerintah, terlihat bahwa pemerintah kurang memperhatikan pengrajin kerawang gayo, baik dari segi dana maupun melakukan pemberdayaan terhadap pelestarian kerawang gayo dengan melakukan pelatihan-pelatihan.

Sedangkan antara pengrajin dengan pengrajin lain telah memiliki jaringan yang cukup baik. Jika pengrajin yang satu kebanyakan pesanan dia akan meminta bantuan kepada pengrajin lain, artinya disini mereka telah membangun jaringan sosial yang baik dengan saling membantu atau bergotong royong. Sedangkan cara pengrajin membangun jaringan dengan pembeli yaitu dengan memberikan kualitas barang bagus dan tetap menjaga keramah tamahan dalam berjualan. Karena dengan begitu pembeli akan senang membeli dan akan memberitahu dan secara sukarela akan mempromosikan kepada calon pembeli lain mengenai kualitas barang yang dihasilkan.

Pada dimensi yang lebih luas yaitu segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan, dan didalamnnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan


(29)

disegala bidang kehidupan dan terutama bagi kestabilan pembangunan ekonomi dan demokrasi. Pada masyarakat secara tradisional telah terbiasa dengan gotong royong serta bekerjasama denga kelompok atau organisasi yang besar cenderung akan merasakan kemajuan dan akan mampu secara efesien dan efektif, memberikan kontribusi penting bagi kemajuan masyarakat. Modal sosial dalam bentuknya menyumbang terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan politik melalui pembagian informasi, memberikan kesempatan dan memfasilitasi kelompok pembuat keputusan.

Menurut Lesser (dalam Barus, 2009) modal sosial sangat penting bagi komunitas karena :

1. Mempermudah akses informasi bagi anggota komunitas

2. Menjadi media power sharing atau pembagian kekuasaan dalam komunitas 3. Mengembangkan solidaritas

4. Memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas 5. Memungkinkan pencapaian bersama dan

6. Membentuk perilaku kebersamaan dan berorganisasi komunitas.

2.2 Potensi Lokal dan Sikap Inovatif Masyarakat Lokal

Setiap daerah tentunya memiliki ciri khas, cirri khas yang positif merupakan keunggulan local daerah. Apa saja yang bisa menjadi keunggulan lokal adalah aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi dan dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah adalah potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah yang merupakan bagian dari ruang lingkup perencanaan pembangunan wilayah tersebut. Potensi tersebut dapat diangkat menjadi keunggulan local sehingga ekonomi dapat berkembang dengan


(30)

baik. Konsep pengembangan keunggulan local diinspirasikan dari berbagai potensi, yaitu potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), geografis, budayadan historis. Uraian masing-masing sebagai berikut:

a. SumberDayaAlam

Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang tersedia di alam dan dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia.Sumber daya alam dibagi menjadi dua, yaitu: sumber daya alam yang dapat diperbarui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Sumber daya alam yang dapat diperbarui ialah sumber daya alam yang dapat diusahakan kembali keberadaannya dan dapat dimanfaatkan secara terus-menerus.

b. SumberDayaManusia

Sumber daya manusia (SDM) didefinisikan sebagai manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menjadi makhluk sosial yang adaptif dan transformative dan mampu mendayagunakan potensi alam di sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan. Pengertian adaptif artinya mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perubahan IPTEK dan perubahan social budaya. SDM secara kualitas dan kuantitas merupakan penentu utama dalam pemberdayaan semua potensi keunggulan lokal. SDM sebagai sumber daya, bisa bermakna positif dan negatif, tergantung kepada paradigma, kultur dan etos kerja. Dengan kata lain tidak ada realisasi dan implementasi konsep keunggulan local tanpa melibatkan dan memposisikan manusia dalam proses pencapaian keunggulan. SDM dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas SDA mencirikan identitas suatu budaya.


(31)

c. Geografis

Geografis berhubungan dengan lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. Pendekatan studi geografi bersifat khas. Pengkajian keunggulan local dari aspek geografi dengan demikian perlu memperhatikan pendekatan studi geografi. Pendekatan itu meliputi (1) pendekatan keruangan (spatial approach), (2) pendekatan lingkungan (ecological approach) dan (3) pendekatan kompleks wilayah (integrated approach). Pendekatan keruangan mencoba mengkaji dan perbedaan tempat melalui penggambaran letak distribusi, relasi dan interrelasinya. Pendekatan lingkungan berdasarkan interaksi organism dengan lingkungannya, sedangkan pendekatan kompleks wilayah memadukan kedua pendekatan tersebut. Tentu saja tidak semua objek dan fenomena geografi berkait dengan konsep keunggulan lokal, karena keunggulan local dicirikan oleh nilai guna fenomena geografis bagi kehidupan dan penghidupan yang memiliki, dampak ekonomis dan pada gilirannya berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

d. Budaya

Budaya adalah segala kegiatan orang atau masyarakat yang melampaui dirinya dan melakukan pembaharuan terus, diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya adalah sikap, sedangkan sumber sikap adalah kebudayaan. Agar kebudayaan dilandasi dengan sikap baik, masyarakat perlu memadukan antara idealism dengan realisme yang pada hakekatnya merupakan perpaduan antara seni dan budaya. Ciri khas budaya masing-masing daerah tertentu (yang berbeda dengan daerah lain) merupakan sikap menghargai kebudayaan daerah sehingga menjadi keunggulan lokal.


(32)

e. Historis

Historis (Sejarah) berhubungan dengan riwayat kejadian masalampau yang benar-benar terjadi atau riwayat asal usul keturunan (terutama untuk raja-raja yang memerintah). Keunggulan local dalam konsep historis merupakan potensi sejarah dalam bentuk peninggalan benda-benda purbakala maupun tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini. Konsep historis jika dioptimalkan pengelolaannya akan menjadi tujuan wisata yang bisa menjadi asset, bahkan menjadi keunggulan local dari suatu daerah tertentu.

Pada potensi ini, diperlukan akulturasi terhadap nilai-nilai tradisional dengan memberi cultural baru agar terjadi perpaduan antara kepentingan tradisional dan kepentingan modern, sehingga aset atau potensi sejarah bisa menjadi aset/potensi keunggulan lokal, dalam web

Adanya pertumbuhan industri pada masyarakat desa merupakan bentuk dari pembangunan yang menitik beratkan pada aspek sumber daya manusia, kemampuan masyarakat untuk membuat suatu usaha berangkat dari potensi-potensi sumber daya manusia yang dimilikinya, yaitu masyarakat yang memiliki kreatifitas, inovatif, berani menghadang resiko, hidup secara berencana, menghargai waktu, dan sebagainya.

Hagen (dalam mahari, 2008) menyatakan bahwa suatu bangsa akan tetap tertinggal di belakang jika terlalu sedikit anggotanya yang memiliki nilai dan sikap mental inovatif, sedangkan masyarakat pedesaan-pertanian yang pada umumnya beku dan didominasi oleh authotarian personality, yaitu


(33)

dalammasyarakat ini orang merasa puas apabila mereka telah member kewenangan dan tunduk pada penguasa, sedangkan inovasi memerlukan kreativitas. Ciri-ciri masyarakat yang mempunyai daya kreasi atau sikap inovatif adalah antara lain : terbuka pada pengalaman-pengalaman baru, cenderung untuk menganggap bahwa setiap masalah dapat dicari hubungan sebab akibatnya secara rasional, imajinatif, kreatif, percaya kepada penilaian sendiri, merasa puas bila dapat menemukan persoalan hidup dan menyelesaikan persoalan tersebut, merasa punya tanggung jawab untuk meraih suatu kemajuan, inteligen dan lain-lain.

2.3 Home Industri di Pedesaan

Home industri merupakan unit kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dalam ruang lingkup kegiatan ekonomi rumah tangga memanfaatkan modal pribadi, home industri adalah salah satu industri kecil yang bergerak dalam bidang perekonomian. Ada dua definisi usaha kecil yang dikenalkan di Indonesia. Pertama, definisi usaha kecil menurut Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha keciladalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil

Kedua, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga, menurut Badan Pusat Statistik (BPS)


(34)

industri rumah tangga atau home industri memiliki pekerja 1-4 orang (maharani, 2008).

Industri rumah tangga pada umumnya adalah golongan industri tradisional dengan beberapa ciri khas utamanya, yakni antara lain :

1. Sebagian besar dari pekerja adalah anggota keluarga (istri dan anak) dari pengusaha atau pemilik usaha (family workers) yang tidak bayar

2. Proses produksinya dilakukan secara manual dan kegiatannya sehari-hari berlangsung di dalam rumah

3. Kegiatan produksi sangat musiman mengikuti kegiatan produksi disektor pertanian sifatnya juga musiman

4. Jenis produk yang dihasilkan pada umumnya adalah dari kategori barang-barang konsumsi sederhana seperti misalnya alat-alat dapur dari kayu dan bambu, pakaian jadi dan alas kaki (Tambunan, 1999)

Menurut Departemen Perdagangan, Industri kreatif merupakan berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Industri kreatif merupakan bagian dari

home industry yang terdapat pada pengrajin kerawang gayo di Kecamatan

Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. Industri kreatif muncul dari pemanfaatan oleh masyarakat berupa produk kerajinan kerawang gayo,yang merupakan suatu kebudayaan yang memiliki nilai luhur oleh masyarakat suku Gayo.Masyarakat atau pengrajin disini bisa melihat bahwa motif kerawang gayo memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan, dimana motif kerawang gayo yang dahulunya hanya ditemukan dari bebatuan dan kayu kini diaplikasikan kepada bentuk kain dengan


(35)

berbagai bentuk mulai dari gantungan kunci, dompet sampai pakaian. Selain itu keberadaan industri kerawang gayo juga mampu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat yang mampu meminimalisir jumlah pengangguran.

Menurut Betrand setiap masyarakat mempunyai suatu sejarah dan sebagian sejarah dan sebagian besar produk dari suatu proses evolusioner. Masyarakat pedesaan adalah suatu masyarakat yang bersifat homogen, tertib dan tenteram dalam kehidupan sosialnya, menerima keadaan dan hidup tanpa ada perselisihan serta menolak segala bentuk pembaharuan, meskipun dalam kenyataannya anggapan-anggapan tersebut tidak selalu benar.Menurut Redfield masyarakat pedesaan adalah masyarakat tradisional dengam memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Jumlahnya kecil, dengan tempat tinggal yang terpencil, jauh dari keramaian kota

b. Relatif bersifat homogeny dengan rasa persatuan yang kuat

c. Memiliki system sosial yang teratur dengan perilaku tradisionalnya. d. Rasa persaudaran yang sangat kuat

e. Taat pada ajaran-ajaran agama dan menurut kepada pemuka masyarakat (Wisadirana, 2004)

Pertumbuhan industri di lingkungan pedesaan memungkinkan terjadinya penambahan atau penyusutan jenis-jenis relasi sosial yang ada. Bila terjadi penambahan relasi sosial berarti akan menambah variasi jenis sosial yang telah ada di lingkungan masyarakat kawasan industri. Dengan demikian bentuk-bentuk jalinan sosial akan menjadi lebih heterogen. Sebaliknya bila terjadi penyusutan


(36)

relasi sosial berarti semakin bekurangnya jenis-jenis relasi sosial yang telah terjalin di kalangan masyarakat tersebut (Maharani, 2008).

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Durkheim, bahwasanya apabila masyarakat bergerak semakin maju, dalam ukuran waktu yang ditandai dengan masuknya unsur-unsur baru untuk mengakibatkan adanya peningkatan interaksi, kerumitan hubungan sosial atau meningkatkan kualitas ikatan sosial, perubahan ini ditandai dengan adanya ikatan yang berakhir dalam peran dan pekerjaan yang sangat beragam, kerja sama, saling melengkapi, dan saling memerlukan (Sztompka,1993).

2.4 Motivasi Berprestasi Pengusaha Home Industri

Keinginan yang kuat untuk mencapai prestasi gemilang yang dikerjakakn melalui penampilan kerja yang baik, dengan selalu berpikir dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru untuk memperbaiki kualitas kerja yang dicapainya. Sikap inilah yang ada di dalam diri pengrajin kerawang gayo yang berada di kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. Mereka memiliki sikap wiraswasta yang tinggi dimana mereka mampu melihat potensi dan nilai jual yang ada di kerawang gayo yang merupakan suatu kebudayaan suku Gayo hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh McClelland.

Seperti yang dikatakan oleh McClelland (dalam Suwarsono, 1990) bahwa kaum wiraswastawan domestiklah dan bukan para politikus atau para penasehat ahli yang didatangkan dari Negara maju yang memegang peran kritis dan bertanggung jawab terhadap pencapaian kemajuan Negara dunia ketiga. Tujuan kegiatan para wiraswastawan tersebut tidak hanya sekedar mencari dan


(37)

mengumpilkan laba. Dengan tidak mengurangi arti pentingnya laba bagi kehidupan dunia usaha, McClelland menegaskan, bahwa dalam hal ini laba lebih merupakan indikator dari keinginan pencapaian tujuan yang lain. Apa yang sesungguhnya ingin dicapai oleh para wiraswastawan tersebut adalah keinginan yang kuat untuk mencapai prestasi gemilang yang dikerjakakn melalui penampilan kerja yang baik, dengan selalu berpikir dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru untuk memperbaiki kualitas kerja yang dicapainya. Inilah yang oleh McClelland disebut sebagai motivasi berprestasi atau juga sering disebut sebagai kebutuhan berprestasi.

Setiap manusia memiliki waktu luang, jika seseorang menggunakan waktu luangnya tersebut untuk kenikmatan hidup seperti misalnya untuk tidur dan bersenang-senang maka orang tersebut memiliki motivasi berprestasi yang amat rendah. Jika seseorang berpikir tentang bagaimana meningkatkan situasi sekarang kearah yang lebih baik dan hendak melaksanakan tugas-tugas yang dihadapinya dengan cara yang lebih baik maka orang itu barulah bisa disebut memiliki kebutuhan berprestasi yang amat kuat. Menurut McClelland cara untuk menaikkan skala kebutuhan berprestasi dapat dilihat dari lingkungan keluarganya, khususnya pada tahap proses pembimbingan anak :

1. Orang tua hendaknya menentukan standar motivasi yang tinggi pada anak-anaknya, misalnya melalui pengharapan agar anaknya memiliki prestasi yang gemilang disekolah kemudian memiliki pekerjaan yang mapan dan menjadi dikenal di masyarakat.

2. Hendaknya orang tua lebih menggunakan metode memberikan dorongan dan hubungan yang hangat dalam sosialisasi dengan anak-anak mereka.


(38)

Orang tua hendaknya memberikan dorongan dan perhatian yang cukup dan meberikan ganjaran yang memadai jika memang anak-anak mereka mampu mencapai dan menyelesaikan beban yang diberikan oleh orang tua mereka.

3. Orang tua hendaknya tidak otoriter, mereka tidak diharapkan memanjakan atau berinisiatif sendiri demi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh anaknya, tetapi justru sebaliknya mereka hendaknya memberikan kesempatan kepada anak-anaknya untuk mengambil inisiatif dan menentukan cara-caranya sendiri untuk mengatasi persoalan yang dihadapinya.

Bagi McClelland Negara dunia ketiga seharusnya mempunyai sekelompok wiraswastawan yang memiliki kebutuhan tinggi untuk prestasi yang diharapkan mampu mengubah bantuan asing menjadi investasi produkstif. Selain itu bahwa semakin tinggi interaksi Negara dunia ketiga dengan Negara barat dengan jalan pendidikan atau pengenalan budaya, maka akan semakin mempermudah dan mempercepat Negara Dunia ketiga untuk menyerap ciri-ciri motivasi berprestasi tinggi yang dimiliki oleh Negara Barat (Suwarsono, 1990).


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya secara holistik dan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006). Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dapat dengan mudah untuk mendapatkan informasi dan data yang jelas serta terperinci mengenai strategi pengrajin lokal dalam mempertahankan keberadaan kerawang gayo ditengah perubahan nilai masyarakat dalam memandang pakaian tradisional di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.Alasan peneliti memilih lokasi ini karena di kecamatan tersebut terdapat pengrajin kerawang tradisional Gayo yang melakukan aktifitas-aktifitas dalam melakukan pekerjaannya sebagai penghasil kerawang tradisional.


(40)

3.3.Unit Analisis dan Informan 3.2.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek penelitian keseluruhan unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2007). Dalam penelitian yang menjadi unit analisis adalah para pengrajin kerawang tradisional gayo di Kecamatan Bebesen, instansi yang terkait dengan kerajinan kerawang gayo yaitu seksi pembinaan dan pengembangan usaha bidang perindustrianDinas Budaya, Pariwisata dan Pemuda Olah Raga dan seksi adat, seni dan budaya bidang kebudayaanDinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Sumber Daya Mineral serta pemakai atau pelanggan di kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

3.2.2. Informan

Informan merupakan subjek yang memahami permasalahan peneliti sebagai pelaku maupun orang yang memahami permasalahan penelitian (Bungin, 2007). Adapun yang menjadi informan adalah

1. Para pengrajin kerawang gayo yang terdapat di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah sebanyak 9 orang pengrajin 2. Dinas Budaya, Pariwisata dan Pemuda Olah Ragapada bidang

Perindustrian seksi Pembinaan dan pengembangan usaha sebanyak 1 orang

3. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Sumber Daya Mineral pada bidang Kebudayaan seksi Adat, Seni dan Budaya sebanyak 1 orang


(41)

4. Pemakai atau pelanggan di kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah sebanyak 4 orang pemakai.

3.4Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data, peneliti akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data agar mendapatkan kesesuaian penelitian dengan fokus dan kebutuhan peneliti dalam mengolah data dan informasi yang diperoleh nantinya. Adapun teknik pengumpula data dalam penelitian ini dibagi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.

3.4.1 Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian melalui observasi dan wawancara baik secara partisipatif maupun wawancara mendalam, oleh karena itu untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu sebagai berikut :

a. Observasi merupakan pengamatan yang menyeluruh terhadap gejala-gejala sosial yang terlihat dilapangan. Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan (Bungin, 2007).

b. Wawancara mendalam, yaitu proses tanya jawab secara langsung ditujukan terhadap informan dilokasi penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara serta menggunakan alat bantu perekam jika memang dibutuhkan. Dalam hal ini peneliti nantinya akan mewawancarai informan yang menjadi subjek penelitian guna


(42)

mengetahui bagaimana strategi pengrajin lokal dalam mempertahankan keberadaan kerawang gayo ditengah perubahan nilai masyarakat dalam memandang pakaian tradisional di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah

3.4.2 Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder yaitu dengan mengumpulkan datadan mengambil informasi dari beberapa literatur diantaranya seperti buku-buku referensi, dokumen majalah, jurnal, internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti. Oleh karena itu, sumber data sekunder diharapkan membantu memberi keterangan sebagai pelengkap dan bahan pembanding (Bungin, 2007).

3.5Interpretasi Data

Data yang didapatkan dari berbagai teknik pengumpilan data tersebut dikumpulkan untuk dianalisis. Data yang diperoleh yakni melalui catatan lapangan, gambaran-gambaran atau foto-foto serta hasil wawancara yang telah dikumpulkan, diuraikan dalam bentuk tulisan dengan cara diurutkan atau dikategorikan dan memilah-milah sesuai dengan hasil yang diperoleh dari hasil penelitian. Sehingga pada akhirnya dapat memahami dan memutuskan jawaban dari penelitian tersebut.


(43)

3.6. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan Ke -

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi

2 Acc Judul Penelitian

3 Penyusunan Proposal

4 Seminar Desain Penelitian

5 Revisi proposal penelitian

6 Penelitian Lapangan

7 Pengumpulan dan Interprestasi Data

8 Bimbingan

9 Penulisan Laporan Akhir

10 Sidang Meja Hijau

3.7 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki peneliti. Selain itu terkait dengan kelemahan instrumen wawancara mendalam. Kendala lain adalah keterbatasan waktu saat wawancara dengan informan, hal ini disebabkan karena kegiatan informan yang sibuk. Peneliti juga harus melakukan wawancara dengan bahasa Gayo yang merupakan bahasa keseharian informan dan kesulitan dalam menerjemahkan kedalam bahasa Indonesia agar lebih ilmiah.


(44)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN PROFIL INFORMAN

4.1 Deskripsi Lokasi

4.1.1 Letak dan Keadaan Wilayah

Takengon adalah ibu kota Kabupaten Aceh Tengah. Kota ini dikelilingi oleh pegunungan dan berada di tengah-tengah di Provinsi Aceh kawasan ini merupakan dataran tinggi yang berhawa sejuk dan memiliki beragam tempat wisata indah di antaranya adalah Danau Laut Tawar, Puteri Pukes, dan Pantan Terong. Kota Takengon terletak berdekatan dengan Kabupaten Bener Meriah, dan sekitar 100 km dari Kota Bireun. suhu rata-rata hampir permanen sekitar 20 derajat selsius, atau 68 derajat Fahrenheit yang nyaman. Takengon merupakan tujuan wisata yang berada di dataran tinggi Gayo. keindahaan alamnya seolah tersembunyi karena di kelilingi oleh gunung-gunung. Banyak pengunjung yang datang dari luar daerah untuk berwisata ke kota takengon, mayoritas suku yang terdapat di Kota Takengon adalah suku Gayo jadi masyarakat sekitar sering menyebut takengon dengan sebutan tanoh gayo. Tidak lengkap rasanya jika berwisata ke Takengon tanpa membawa souvernir yang merupakan khas dari kota Takengon. Kerawang gayo merupakan souvernir yang bisa dibeli oleh pengunjung mulai dari tas, dompet, gelang sampai gantungan kunci dan masih banyak lagi. Souvernir kerawang gayo bisa di dapatkan salah satunya di Kecamatan Bebesen yang terdapat banyak pengrajin kerawang gayo.


(45)

Kecamatan Bebesen merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh, dengan letak astronomis Kabupaten Aceh Tengah adalah 4o10’’ – 4o18’’ LU dan 96o18’’- 96o22’’BT. Ibukota kecamatan Bebesen adalah Lemah Burbanayang berjarak 1,0 km dari ibukota Kabupaten Aceh Tengah.

Secara administratif Kecamatan Bebesen memiliki batas-batas daerah sebagai berikut:

• Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan kebayakan dan Kecamatan Kute Panang

• Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Lut Tawar dan Kecamatan Pegasing

• Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Bies dan Kecamatan Silih Nara

• Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kebayakan dan Kecamatan Lut Tawar

Kecamatan Bebesen memiliki luas wilayah 47,19 km2. Terdiri dari 28

kampung dengan kampung terluas adalah kampong Blang Gele dengan luas 4,00 km2 dan kampong yang paling sempit adalah kampung Calo Blang Gele dengan luas wilayah 0,50 km2.


(46)

Tabel 4.1

Luas Wilayah Menurut Kampung di Kecamatan Bebesen Tahun 2013 No. Nama kampung Luas (Km2) Persentase

1 Blang gele 4,00 8,48

2 Tan saril 1,20 2,54

3 Blang kolak II 2,15 4,56

4 Blang kolak I 1,80 3,81

5 Kemili 2,30 4,87

6 Simpang Empat 1,15 2,44

7 Bebesen 1,60 3,39

8 Mongal 2,15 4,56

9 Daling 2,35 4,98

10 Tensaren 2,15 4,56

11 Lelabu 1,15 2,44

12 Umang 1,20 2,54

13 Atu tulu 0,90 1,91

14 Gelelah 0,90 1,91

15 Atu gajah 3,50 7,42

16 Pendere saril 2,15 4,56

17 Sadong juru mudi 1,00 2,12

18 Keramat mupakat 1,25 2,65

19 Nunang antara 1,15 2,44

20 Kebet 1,20 2,54

21 Empus talu 1,50 3,18

22 Lemah burbana 1,20 2,54

23 Bahgie 3,24 6,87

24 Burbiah 1,50 3,18

25 Ulu nuih 1,70 3,60

26 Mah bengi 1,50 3,18

27 Calo blang gele 0,50 1,06

28 Kala kemili 0,80 1,70

Jumlah 47,19 100,00


(47)

4.1.2 Jumlah Industri di Kecamatan Bebesen

Industri merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pembangunan suatu daerah, berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kecamatan Bebesen diketahui bahwa tahun 2013 Kecamatan Bebesen memiliki 34 buah jenis usaha industri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2

Jumlah Industri Menurut Kampung di Kecamatan Bebesen Tahun 2013

No. Jenis Usaha Unit

Usaha

Tenaga Kerja (Jiwa)

Investasi (000 Rp)

1 Percetakan 37 76 2.504.000

2 Penjahit pakaian 6 112 211.000

3 Bordir Kerawang 19 48 190.000

4 Peci/Kopiah 1 1 25.000

5 Furniture/Mobiler 17 55 657.000

6 Furtinure Aluminium 2 9 106.300

7 Kerajinan Ukiran 2 7 27.000

8 Kerajinan Gerupel 3 11 45.000

9 Reparasi Mobil 26 74 1.314.000

10 Reparasi Sepeda Motor 26 62 657.000

11 Jasa Tambal Ban 4 5 52.500

12 Jasa Reparasi Kendaraan 2 19 35.000

13 Alat Perbengkelan 5 15 239.000

14 Bengkel Las 5 10 215.000

15 Reparasi Jok Mobil 3 7 40.000

16 Reparasi Elektronik 4 6 98.000

17 Reparasi Komputer 3 5 265.000

18 Reparasi Dinamo 2 9 11.000

19 Papan Nama/Bill Board 3 5 258.000


(48)

21 Jasa Rekaman 1 2 60.000

22 Gorong-gorong 2 6 120.000

23 Pandai Besi 3 13 43.000

24 Cetak Photo 4 10 220.000

25 Salon 8 21 308.000

26 Jasa Pengupasan dan Penggilingan

15 116 3.805.000

27 Bubuk Kopi 6 14 346.000

28 Kerupuk 4 31 41.600

29 Kerupuk Jangek 1 10 50.000

30 Tempa 4 10 48.000

31 Tahu 5 18 61.000

32 Roti 7 22 134.000

33 Air Minum Isi Ulang 11 16 505.500

34 Penggilingan Bakso 1 2 100.000

Jumlah 243 730 13.091.900

Sumber : Data BPS kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah tahun 2013

4.1.3 Kependudukan

Penduduk merupakan subjek dan objek dalam pembangunan suatu daerah serta berperan penting dalam mengelola unsur-unsur alam yang tersedia. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kecamatan Bebesen diketahui bahwa tahun 2012 Kecamatan Bebesen memiliki jumlah penduduk 36.060 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di kampung Kemili dan jumlah penduduk yang paling sedikit terdapat di kampung Calo Blang Gele. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel4.3


(49)

Tabel4.3

Luas Daerah, Jumlah Penduduk, Kepadatan dan Persebaran Penduduk di Kecamatan Bebesen Berdasarkan Kampung Tahun 2013 No. Nama Kampung Luas

Kampung

Jumlah Penduduk

Kepadatan Penduduk

Persebaran Penduduk

1 Blang gele 4,00 1.029 257 2,85

2 Tan saril 1,20 1.133 944 3,14

3 Blang kolak II 2,15 3.759 1.748 10,42 4 Blang kolak I 1,80 4.105 2.281 11,38

5 Kemili 2,30 5.627 2.447 15,60

6 Simpang empat 1,15 2.553 2.220 7,08

7 Bebesen 1,60 1.550 969 4,30

8 Mongal 2,15 1.740 809 4,83

9 Daling 2,35 398 169 1,10

10 Tensaren 2,15 447 208 1,24

11 Lelabu 1,15 437 380 1,21

12 Umang 1,20 526 438 1,46

13 Atu tulu 0,90 416 462 1,15

14 Gelelah 0,90 424 471 1,18

15 Atu gajah 3,50 272 78 0,75

16 Penedere saril 2,15 950 442 2,63 17 Sadong juru mudi 1,00 289 289 0,80 18 Keramat mupakat 1,25 2.426 1.941 6,73 19 Nunang antara 1,00 1.406 1.223 3,90

20 Kebet 1,20 937 781 2,60

21 Empus talu 1,50 690 460 1,91

22 Lemah burbana 1,20 833 694 2,31

23 Bahgie 3,24 416 128 1,15

24 Burbiah 1,50 441 294 1,22


(50)

26 Mah bengi 1,50 328 219 0,91 27 Calo blang gele 0,50 98 196 0,27 28 Kala kemili 0,80 2.299 2.874 6,38

Jumlah 47,19 36.060 764 100,00

Sumber : Data BPS kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah tahun 2013

4.1.3.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Komposisi penduduk adalah struktur penduduk yag didasarkan atas komponen tertentu. Komponen dalam komposisi penduduk, misalnya komposisi berdasarkan geografis, biologis dan sosial. Komposisi penduduk biologis, misalnya berdasarkan jenis kelamin dan usia.

Kecamatan Bebesen memiliki jumlah penduduk laki-laki 17.827 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 18.233 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan tertinggi berada pada kampung Kemili dan terendah di Kampung Calo blang gele. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table 4.4

Tabel 4.4

Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Jenis Kelamin di Kecamatan Bebesen Tahun 2013

No. Nama

Kampung

Laki-Laki Perempuan

Jumlah Persentase (%) Frekuensi Persentase

(%)

Frekuensi Persentase (%)

1 Blang gele 510 2,86 519 2,85 1.029 2,85

2 Tan saril 549 3,07 584 3,20 1.133 3,4


(51)

4 Blang kolak I 1.962 11,00 2.143 11,75 4.105 11,38 5 Kemili 2.792 15,66 2.835 15,54 5.627 15,60 6 Simpang empat 1.279 7,17 1.274 6,98 2.553 7,07

7 Bebesen 749 4,20 801 4,39 1.550 4,29

8 Mongal 845 4,74 895 4,90 1.740 4,82

9 Daling 194 1,08 204 1,11 398 1,103

10 Tensaren 220 1,23 227 1,24 447 1,23

11 Lelabu 215 1,20 222 1,21 437 1,21

12 Umang 253 1,42 273 1,49 526 1,45

13 Atu tulu 198 1,11 218 1,19 416 1,5

14 Gelelah 214 1,20 210 1,15 424 1,17

15 Atu gajah 144 0,81 128 0,70 272 0,75

16 Penedere saril 472 2,65 478 2,62 950 2,63 17 Sadong juru

mudi

149 0,83 140 0,76 289 0,80

18 Keramat mupakat

1.200 6,73 1.226 6,72 2.426 6,72

19 Nunang antara 714 4,00 692 3,79 1.406 3,89

20 Kebet 444 2,49 493 2,70 937 2,59

21 Empus talu 334 1,87 356 1,95 690 1,91

22 Lemah burbana 415 2,33 418 2,29 833 2,31

23 Bahgie 198 1,11 218 1,19 416 1,15

24 Burbiah 217 1,21 224 1,22 441 1,22

25 Ulu nuih 257 1,44 274 1,50 531 1,47

26 Mah bengi 141 0,79 187 1,02 328 0,90

27 Calo blang gele 46 0,26 52 0,28 98 0,25 28 Kala kemili 1.209 6,78 1.090 5,97 2.299 6,37

Jumlah 17.827 100,00 18.233 100,00 36.060 100,00 Sumber : Data BPS kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah tahun 2013


(52)

4.1.3.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Komposisi penduduk menurut mata pencaharian menggambarkan bagaimana aktivitas penduduk setempat dalam memenuhi kenutuhan hidupnya. Kecamatan Bebesen yang memiliki wilayah yang sangat strategis dan banyak dilalui oleh jalan utama, mayoritas penduduknya beraktivitas sebagai pedagang disusul dengan PNS dan terendah adalah pegawai swasta.

Tabel 4.5

Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Bebesen Tahun 2013

No. Mata pencaharian Jumlah

penduduk (jiwa)

Persentase (%)

1 Petani 3.691 23,31

2 Pedagang 4.487 28,33

3 Pegawai swasta 533 3,36

4 Jasa 572 3,61

5 Buruh 2.358 14,89

6 PNS 4.198 26,50

Jumlah 15.839 100,00

Sumber : Data BPS kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah tahun 2013

4.1.3.3 Komposisi Penduduk Menurut Golongan Umur

Komposisi penduduk merupakan pengelompokkan penduduk berdasarkan kriteria (ukuran) tertentu. Pengelompokkan penduduk dapat digunakan untuk dasar dalam pengambilan kebijakan dan pembuatan program dalam mengatasi masalah-masalah di bidang kependudukan.Umur penduduk dikelompokkan menjadi 3 yaitu :


(53)

• Umur 0-14 tahun dinamakan usia muda / belum produktif.

• Umur 15-64 tahun dinamakan usia dewasa / usia kerja

• Umur 65 tahun ke atas dinamakan usia tua / usia tidak produktif.Dari 36.060 jiwa yang ada di kecamatan Bebesen, jumlah usia kerja yang terdapat di Kecamatan Bebesen adalah 23.131 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6

Komposisi Penduduk Menurut Golongan Umur di Kecamatan Bebesen Tahun 2013

No Golongan Umur Laki-Laki + Perempuan

1 0-4 4.211

2 5-9 3.896

3 10-14 3.583

4 15-19 3.145

5 20-24 3.058

6 25-29 3.283

7 30-34 3.321

8 35-39 2.911

9 40-44 2.384

10 45-49 1.877

11 50-54 1.405

12 55-59 1.031

13 60-64 716

14 65-69 547

15 70-74 311

16 75+ 381

Jumlah 36.060


(54)

4.1.3.4 Sarana Pendidikan

Dalam menindaklanjuti program peningkatan kualitas pendidikan masyarakat, pemerintah membangun sarana pendidikan di Kecamatan Bebesen sebagai pendukung program tersebut. Secara keseluruhan jumlah fasilitas pendidikan yang ada di Kecamatan Bebesen berjumlah 60 unit dengan jumlah tertinggi adalah SD. Sarana pendidikan di kecamatan Bebesen tidak hanya dibangun oleh pemerintah, tetapi terdapat pula sekolah-sekolah swasta sebagai pendukung peningkatan mutu sumberdaya manusia ini.

Tabel 4.7

Sarana Pendidikan di Kecamatan Bebesen Tahun 2013 No. Sarana Pendidikan Negeri (Unit) Swasta (Unit) Jumlah

(Unit)

1 TK/BA/RA 1 18 19

2 SD 16 2 18

3 MI 3 1 4

4 SLTP 2 2 4

5 MTS 3 - 3

6 SMA 2 - 2

7 MA 2 3 5

8 SMK 2 - 2

9 Perguruan Tinggi - 3 3

Jumlah 31 29 60

Sumber : Data BPS kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah tahun 2013

Dari data tabel dapat dilihat bahwa jumlah fasilitas pendidikan negeri terbanyak adalah pada tingkat SD yakni 16 unit sedangkan SMK merupakan fasilitas yang paling sedikit yakni hanya 2 unit. Sarana pendidikan swasta


(55)

pendidikan negeri yakni 31 unit hanya berbeda sedikit dengan fasilitas swasta yang berjumlah 29 unit.

4.2 Profil Informan 4.2.1 Pengrajin

1. Nama : Idawati Umur : 42 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pendidikan : SMA

Idawati adalah seorang pengrajin kerawang gayo yang melanjutkan usaha orang tuanya sejak tahun 1990 . Diawali dengan sebuah pelatihan oleh pemerintah di Jakarta pada tahun 1982, pada kesempatan itu ibu Alm Maimunah yang merupakan orang tua dari ibu Idawati diberikan kesempatan untuk melakukan pelatihan keterampilan lebih mendalam tentang menjahit selama 1 bulan di Jakarta. Dalam kesempatan tersebut dia mengenalkan motif kerawang gayo yang telah ditekuninya sebelum pelatihan itu dilaksanakan, hingga akhirnya dia menjadi tutor bagi rekan-rekannya. Ibu Alm Maimunah juga mengajarkan keterampilannya kepada ibu-ibu atau tetangganya yang ada disekitar tempat tinggalnya.

Ibu Idawati sudah mulai menjahit dari ibunya sejak duduk dibangku sekolah dasar hingga setelah lulus sekolah menengah atas beliau melanjutkan usaha ibunya hingga sekarang dia telah memiliki “ Ida Kerawang” yaitu nama usaha bordir kerawang gayo. Alasan ibu Idawati tetap mempertahankan kerawang


(56)

gayo karena usaha tersebut selama ini merupakan sumber mata pencaharian utama dan merupakan sumber utama penghasilan keluarganya. Pendapatan yang beliau hasilkan yaitu Rp.20.000.000 perbulannya dan beliau bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp.7.500.000 perbulannya, pendapatan beliau juga berdasarkan banyak tidaknya permintaan dari masyarakat dalam memesan kerawang gayo. Usaha ibu Idawati termasuk kedalam usaha home industri, salah satu usaha home industri yang berada di Kecamatan Bebesen. Beliau memiliki 9 pegawai yang merupakan tetangga sekitar yang membantunya dalam menyelesaikan pekerjaan menjahitnya. Dalam proses produksi beliau tidak menentukan jam kerja dalam sehari, proses produksi dikerjakan dirumah pegawai masing-masing sehingga setelah selesai akan diserahkan kepada ibu Idawati. Jadi selain menjahit mereka juga bisa berkebun sehingga waktu yang mereka gunakan untuk usaha ini fleksibel, kecuali pada saat banyaknya pesanan mereka akan memproritaskan untuk menjahit kerawang gayo. Gaji yang diberikan beliau kepada pekerjanya yaitu tergantung kerja dan banyaknya pekerja tersebut menyelesaikan jahitan membordir kerawang gayo mulai dari Rp.500.000 – Rp.1.500.000 dalam sebulan.

Berbagai motif kerawang gayo dihasilkan oleh Ibu Idawati, hasil produksi beliau meliputiberbagai produk antara lain tas, gelang, tempat pensil, peci, rok, sajadah hingga gantungan kunci. Selain itu dalam menjalankan usaha Ibu Idawati juga pernah mengalami naik turun usaha yang beliau hadapi, awalnya beliau memproduksi kerawang gayo di desa Simpang Empat tetapi tidak laku kemudian beliau pindah ke desa Bale (pajak ikan) disana rumah tempat mereka memproduksi kerawang gayo mengalami kebakaran. Sehingga ibu Idawati harus


(57)

pindah lagi mencari rumah kontrakan yaitu di desa Bale Atu (terminal) setelah lama disana akhirnya ibu Idawati harus pindah lagi karena terjadi konflik antara TNI dengan GAM. Pada masa itu beliau tidak bisa memproduksi selama setahun karena suasana konflik yang terjadi, setahun kemudian beliau mendirikan kembali usahanya di desa Bebesen hingga saat ini.

Home industri yang dikelola ibu Idawati juga pernah mengalami kerugian seperti kesalahan dalam mengerjakan jahitan motif yang sesuai dengan pola yang ada (salah dalam menggambarkan pola, salah jahitan border dan kesalahan dalam memotong pakaian). Hal itu dapat membuat kerugian karena harus diganti dengan yang baru, selain itu pembeli yang memesan kerawang gayo terkadang hanya memberikan uang muka sedikit, sedangkan beliau membutuhkan uang yang banyak dalam proses pembuatan pesanan. Serta kurang berkembangnya skill yang yang dimiliki karena semakin langka orang yang memiliki keterampilan dalam menjahit motif kerawang gayo. Jika modal kurang tetapi pesanan banyak maka Ibu Idawati akan meminta uang muka setengah dari harga yang ditentukan dengan pelanggannya, dengan begitu maka akan mengurangi masalah kendala modal yang beliau hadapi.

2. Nama : Kasmawati Umur : 41 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pendidikan : SMA


(58)

Kasmawati adalah seorang pengrajin kerawang gayo yang memiliki 3 orang anak inimemulai usahanya sejak tahun 2009. Awal dia membuka usaha dengan modal sendiri dari keluarganya, awalnya beliau hanya menjahit berdasarkan pesanan saja, kalau tidak ada pesanan maka beliau tidak akan menjahit. Tetapi karena dukungan dari suami beliau mulai menjahit untuk dijual dirumah lambat laun banyak yang membeli dan mulai laku, akhirnya beliau mulai menjahit untuk dijual dirumah. Saat ini rumah tempat beliau memproduksi diberikan nama “Lisma Kerawang” agar pelanggan mudah mengingat rumah tempat beliau memproduksi kerawang gayo. Dalam proses produksi dia di bantu oleh suami dan anaknya serta 5 orang pekerja lainnya, dalam proses produksi ibu Kasmawati tidak menentukan jam kerja tergantung kerja atau banyaknya pesanan. Kerawang gayo yang dihasilkan seperti satu pakaian membutuhkan waktu 2 minggu waktu pembuatan. Beliau juga memberikan upah kepada pekerjanya berdasarkan banyak tidaknya pekerjaan yang dikerjakan, jika banyak yang memesan kerawang gayo akan banyak pekerjaan maka para pekerja akan mendapatkan gaji yang besar. Gaji pekerja ibu Kasmawati berkisar dari Rp.500.000 – Rp.700.000 perbulan, sedangkan keuntungan beliau sendiri dalam sebulan yaitu Rp.4.000.000 dan dari penghasilan sebulannya rata-rata beliau mendapatkan penghasilan yaitu sebesar Rp.11.000.000.

Ibu Kasmawati memiliki keunikan atau ciri khas dibandingkan dengan pengrajin yang lain, beliau bisa membuat sulaman bordir kecil dan halus yang tidak semua pengrajin kerawang gayo bisa membuatnya.Dia memasarkan produk-produk kerawang gayonya melalui keluarga-keluarganya yang berada di luar kota seperti Medan, Manado dan Banda Aceh. Hasil produk kerawang gayo yang


(59)

veliau hasilkan seperti peci, rok (pawak), baju, selendang, gelang, kotak pensil dan ampang. Usaha kerawang gayo ini merupakan sumber utama penghasilan keluarga Ibu Kasmawati dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Beliau Melatih pekerja sebaik mungkin agar permintaan pembeli kerawang gayo sesuai dengan yang diharapkan, selain itu jika ada pesanan beliau akan menuliskan apa warna dan motif yang diinginkan pelanggan agar tidak salah dalam pembuatan dan memberikan harga miring kepada pelanggan tetapnya.

Produksi kerawang gayo yang dijalankan ibu Kasmawati tidak selamanya berjalan dengan mulus, beliau juga pernah mengalami naik turun dalam usahanya. Pada awalnya ibu Kasmawati belum memiliki tempat usaha, rumah tempat beliau tinggal sangat kecil sehingga sangat terbatas dalam proses produksi. Saat itu beliau menjahit kerawang gayo dengan tempat dan alat seadanya kemudian beliau menitipkan kerawang gayo buatannya ke kios-kios kecil di daerah tempat tinggalnya. Jika kerawang gayo yang beliau titipkan laku dan ada modal tambahan maka beliau akan memproduksi lagi, lambat laun kerawang gayo yang beliau hasilkan mulai digemari dan diminati oleh masyarakat luas. Beliau akhirnya bisa membangun rumah yang lebih besar dengan model ruko dan bisa menjualkan hasil produksinya dirumahnya sendiri, karena selain menjual kerawang gayo beliau juga membuka kios kelontongan yang bisa menambahkan sedikit modal untuk kerawang gayo miliknya. Saat ini jika modal beliau terbatas sedangkan banyak pesanan yang datang maka beliau akan meminta uang muka setengah harga dari harga yang telah ditentukan.Selain itu juga terdapat kendala atau masalah yang dihadapi, seperti modal yang terbatas dan skill pekerja yang belom maksimal. Tidak semua tenaga kerja bisa menjahit semua motif, hanya


(60)

motif-motif tertentu yang bisa mereka jahit karena ada tingkat kesulitan dalam membordir motif tersebut, sehingga beliau harus turun tangan jika mengenai motif yang sulit.

3. Nama : Kartinah Umur : 40 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pendidikan : SMA

Kartinah seorang pengrajin yang memulai usahanya pada tahun 1998, saat ini beliau menjalankan usaha kerawang gayo dibantu oleh suami dan 4 pekerja yang merupakan tetangga sekitar tempat tinggalnya. Dalam proses produksi beliau tidak menentukan jam kerja tetapi jika banyak pesanan mereka akan fokus atau memproritaskan menjahit kerawang gayo. Upah yang beliau berikan untuk pegawainya sama dengan pengrajin lain yaitu berdasarkan banyak tidaknya pesanan yang ada. Gaji pekerjanya berkisar dari Rp.500.000- Rp.1.000.000 perbulannya, dengan pendapatan yang beliau peroleh dari menjual kerawang gayo dalam satu bulan yaitu sebesar Rp.14.000.000 sedangkan keuntungan yang beliau dapat dari produksi kerawang gayo perbulannya yaitu Rp.5.000.000. Dalam menjalankan usahanya ibu Kartinah memiliki toko yang berada di dekat rumahnya,toko tersebut dekat dengan persimpangan jalan yang memudahkan beliau dalam memasarkan produk kerawang gayo.Produk-produk yang beliau jual tidak sebanyak pengrajin lain, produk yang beliau hasilkan seperti topi, celana,


(61)

baju dan tas tetapi beliau memiliki usaha pelaminan tentunya dengan khas gayo yang dipenuhi dengan bordiran kerawang gayo.

Dari banyaknya pengrajin hanya beliau yang memiliki usaha pelaminan, hal tersebut bisa menambah modal beliau dalam menjalankan usaha yang dijalankan. Usaha kerawang gayo yang beliau jalankan ini merupakan sebagai mata pencaharian utama keluarganya yang mencukupi kebutuhan rumah tangganya sehari-hari.Selain itu dari banyaknya pengrajin yang menjadi informan di Kecamatan Bebesen, hanya ibu Kartinah yang memiliki kedekatan khusus dengan pemerintah. Beliau sering mendapatkan bantuan mulai dari mesin jahit sampai padamodal, beliau juga sering diikutkan ke luar daerah oleh pemerintah sebagai pengrajin yang mewakili Aceh tengah. Dalam menjalankan usahanya yang sudah 6 tahun, ibu Kartinah tidak pernah mengalami kesulitan atau kendala yang berat karena jika kekurangan modal beliau meminta bantuan kepada pemerintah. Pekerja beliau sudah beliau latih sebaik mungkin agar tidak terjadi kesalahan dalam pengerjaan kerawang gayo yang dapat menyebabkan kerugian.

4. Nama : Hj. Salimah Umur : 75 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pendidikan : SD

Hj. Salimah merupakan pengrajin yang sudah cukup lama menjadi pengrajin kerawang gayo, beliau menjalankan usahanya sudah 24 tahun. Usahanya sudahberdiri pada tahun 1990 yang sejak saat itumerupakan sebagai


(1)

REKAPITULASI INFORMAN

No Nama Pengrajin

Lama Usaha

Jumlah Pekerja

Pendidikan Keuntungan Perbulan

Pendapatan Perbulan

1 Idawati 24 tahun 9 orang SMA Rp.7.500.000,- Rp.20.000.000,- 2 Kasmawati 5 tahun 5 orang SMA Rp.4.000.000,- Rp.11.000.000,- 3 Kartinah 16 tahun 4 orang SMA Rp.5.000.000,- Rp.14.000.000,-4 Hj. Salimah 24 tahun 4 orang SD Rp.6.000.000,- Rp.17.000.000,-5 Nurinah 4 tahun 1 orang SMA Rp.2.500.000,- Rp.7.000.000,-6 Khairunisa 5 tahun 2 orang SMA Rp.3.000.000,- Rp.9.000.000,-7 Rosmaini 4 tahun 2 orang SMA Rp.2.500.000,- Rp.7.500.000,-8 Rizkiani 4 tahun 2 orang SMP Rp.3.000.000,- Rp.9.500.000,-9 Zahra 4 tahun 3 orang SMP Rp.3.000.000,-


(2)

Rp.9.500.000,-LAMPIRAN

Gambar 1.

Proses pembuatan kerrawang gayo yang dilakukan oleh Ibu Nurinah yang juga merupakan pemilik usaha

Gambar 2.

Proses pembordiran dilakukan dengan menggunakan mesin jahit dayung agar hasil bordiran terlihat lebih halus.


(3)

Gambar 3.

Para pekerja sedang memproduksi kerawang gayo dengan menggunakan mesin jahit dayung dan mesin jahit listrik

Gambar 4.

Ibu kasmawati yang merupakan salah satu pengrajin sedang membordir motif kerawang untuk pembuatan rok


(4)

Gambar 5.

Salah satu toko “Lisma Kerawang” yang menjual produk-produk kerawang gayo

Gambar 6

Salah satuproduk kerrawang gayo yaitu tas yang dihiasi bordiran motif kerawang gayo


(5)

Gambar 7.

Salah satu produk kerrawang gayo yang hamper selesai yang biasanya digunakan untuk pembuatan rok

Gambar 8

Ampang merupakan produk kerrawang gayo yang biasa digunakan sebagai alas yang dipakai oleh mempelai pria danbapak mempelai wanita dalam prosesi ijab


(6)

Gambar 9.

Peci ini biasanya digunakan dalam acara-acara adat, seperti pernikahan dan sunat rasul yang dipakai oleh pria.