Kajian Degradasi Yamdena 1998 2008

(1)

(2)

KATA PENGANTAR

Pulau Yamdena merupakan bagian dari gugusan Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku. Pulau ini sebagai sentra administrasi pemerintahan dan perekonomian di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Dengan semakin bertambahnya tahun, perkembangan pembangunan di pulau ini semakin pesat. Hal ini berakibat meningkatnya pula laju degradasi hutan yang tentunya apabila tidak segera disikapi dengan bijaksana akan mengancam kelestarian lingkungan.

Meningkatnya laju degradasi hutan ini menjadi keprihatinan dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh karena itu, PT.Kurnia Sylva Consultindo sebagai konsultan kehutanan mencoba melakukan kajian terhadap degradasi hutan di Pulau Yamdena.

Semoga kajian ini bermanfaat dan dapat dijadikan bahan evaluasi maupun bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkompeten.

Jakarta, Agustus 2009

Tim Penyusun,

PT. Kurnia Sylva Consultindo


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR... vi I. PENDAHULUAN ... I – 1

1.1. LATAR BELAKANG ... I – 1 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN ... I – 3 1.3. BATASAN ... I – 4 II. KONDISI UMUM... II – 1

2.1. LETAK DAN LUAS ... II - 1 2.2. TOPOGRAFI ... II - 1 2.3. JENIS TANAH... II - 2 2.4. GEOLOGI ... II - 2 2.5. HIDROLOGI ... II - 4 2.6. IKLIM... II - 5 2.6.1. Curah Hujan ... II - 5 2.6.2. Temperatur dan Kelembaban Udara ... II - 7 2.6.3. Kecepatan Angin... II - 7 2.6.4. Neraca Air dan Kelembaban Udara ... II - 8 2.7. FAUNA DAN FLORA ... II - 9 2.7.1. Fauna... II - 9 2.7.2. Flora ... II -12 2.8. AKSESIBILITAS... II -12 2.8.1. Kondisi Jalan Angkutan... II -12 2.8.2. Dermaga/Termlnal/Lapangan Terbang... II -13 2.8.3. Sarana Angkutan ... II -13 2.9. LUAS WILAYAH DAN JUMLAH PENDUDUK ... II -16 2.10. JENIS USAHA ... II -19 2.11. AGAMA DAN FASILITAS PERIBADATAN ... II -20 2.12. PEREKONOMIAN... II -21 III. HASIL PENGAMATAN ... III – 1 3.1. KAWASAN HUTAN DAN TATA RUANG ... III – 1 3.2. TUTUPAN LAHAN ... III – 2 IV. ANALISIS ... IV – 1 4.1. PERUBAHAN KAWASAN HUTAN ... IV - 1 4.2. PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN... IV - 4 4.2.1. Kelas Tutupan Lahan ... IV - 7 4.2.2. Kondisi Tutupan Lahan Per Tahun ... IV - 7 A. Tutupan Lahan Tahun 1998 ... IV - 7 B. Tutupan Lahan Tahun 1999 ... IV - 9 C. Tutupan Lahan Tahun 2000 ... IV -11 D. Tutupan Lahan Tahun 2001 ... IV -13 E. Tutupan Lahan Tahun 2002 ... IV -15 F. Tutupan Lahan Tahun 2003 ... IV -17 G. Tutupan Lahan Tahun 2004 ... IV -19


(4)

H. Tutupan Lahan Tahun 2005 ... IV - 21 I. Tutupan Lahan Tahun 2006 ... IV - 23 J. Tutupan Lahan Tahun 2007 ... IV - 25 K. Tutupan Lahan Tahun 2008 ... IV - 27 4.2.3. Laju Degradasi Hutan ... IV - 29

4.2.4. Perbandingan Kondisi Tutupan Lahan di

Dalam dan di Luar Areal Eks IUPHHK-HA ... ... IV - 36

4.2.5. Kondisi Tutupan Lahan di Dalam Areal

IUPHHK-HA Eksisting ... ... IV - 40 4.3. PEMBUKAAN WILAYAH ... IV - 41 V. PENUTUP... V – 1

5.1. KESIMPULAN ... V – 1 5.2. SARAN... V – 1


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Kelerengan Pulau Yamdena ... II - 1 Tabel 2.2. Jenis Tanah di Pulau Yamdena ... II - 2 Tabel 2.3. Keadaan Geologi Pulau Yamdena... II - 4 Tabel 2.4. Kondisi Klimatologi ... II - 6

Tabel 2.5. Temperatur Udara Rata-Rata, Maksimum dan

Minimum Bulanan ... II - 7 Tabel 2.6. Kondisi Angin Bulanan ... II - 8 Tabel 2.7. Neraca Air Lahan untuk Stasiun Saumlaki ... II - 9 Tabel 2.8. Jenis Mamalia yang terdapat di Pulau Yamdena ... II - 10 Tabel 2.9. Jenis Reptil yang terdapat di Pulau Yamdena ... II - 10 Tabel 2.10. Jenis-jenis Satwa yang terdapat di Cagar Alam

Nustaram Timur Tanimbar Utara ... II - 11 Tabel 2.11. Panjang Jalan Darat Berdasarkan Tipe Jalan di

Kecamatan Tanimbar ... II - 13 Tabel 2.12. Jumlah Dermaga, Terminal dan Lapangan Terbang ... II - 13 Tabel 2.13. Sarana Angkutan di Beberapa Desa di Kecamatan

Tanimbar Utara serta Jaraknya terhadap Ibukota

Kecamatan ... II - 14 Tabel 2.14. Sarana Angkutan di Beberapa Desa di Kecamatan

Tanimbar Selatan serta Jaraknya terhadap Ibukota

Kecamatan ... II - 15 Tabel 2.15. Luas Desa Kecamatan Tanimbar Utara... II - 16 Tabel 2.16. Luas Desa Kecamatan Tanimbar Selatan ... II - 17 Tabel 2.17. Kondisi Kependudukan (Jumlah, Kepadatan dan

Pertumbuhan Penduduk) di Kedua Wilayah ... II - 18 Tabel 2.18. Komposisi Penduduk di Kedua Wilayah ... II - 19 Tabel 2.19. Penyebaran Keluarga Berdasarkan Mata Pencaharian

di Kedua Kecamatan Tanimbar ... II - 20 Tabel 2.20. Pendapatan Perkapita dari Beberapa Desa Sample

untuk Kecamatan Tanimbar Utara dan Tanimbar

Selatan ... III - 24 Tabel 3.1. Kawasan Hutan di Pulau Yamdena Berdasarkan TGHK

Tahun 1984 ... III - 1 Tabel 3.2. Kawasan Hutan di Pulau Yamdena Berdasarkan KHP

Tahun 1999 ... III - 2 Tabel 3.3. Tutupan Lahan di Pulau Yamena Tahun 1998 sampai

2008 ... III - 3 Tabel 4.1. Perbandingan Pembagian Kawasan Berdasarkan

TGHK dengan KHP Pulau Yamdena ... IV - 1 Tabel 4.2. Pengalihan Fungsi Kawasan dari TGHK menjadi KHP

Tabel 4.3. Pembagian Kelas Tutupan Lahan ... IV - 5 Tabel 4.4. Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan Tahun 1998... IV -7 Tabel 4.5. Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan Tahun 1999... IV -9 Tabel 4.6. Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan Tahun 2000... IV - 11 Tabel 4.7. Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan Tahun 2001... IV -13


(6)

Tabel 4.9. Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan Tahun 2003... IV - 17 Tabel 4.10. Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan Tahun 2004... IV - 19 Tabel 4.11. Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan Tahun 2005... IV - 21 Tabel 4.12. Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan Tahun 2006... IV - 23 Tabel 4.13. Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan Tahun 2007... IV - 25 Tabel 4.14. Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan Tahun 2008... IV - 27 Tabel 4.15. Perubahan Kondisi Tutupan Lahan Pulau Yamdena ... IV - 30 Tabel 4.16. Laju Degradasi Hutan Per Tahun Per Fungsi Kawasan

di P.Yamdena... IV -33 Tabel 4.17. Perubahan Penutupan Lahan Per Fungsi Kawasan ... IV -34 Tabel 4.18. Perbandingan Laju Degradasi Hutan di Dalam dan

di Luar Areal Eks IUPHHK-HA dan Luar Eks

IUPHHK-HA ... IV -37 Tabel 4.19. Perubahan Penutupan Lahan Pada Areal Konsesi Eks

HPH dan Areal Luar Eks HPH P.Yamdena... IV -39 Tabel 4.20. Kondisi Tutupan Lahan PT.Karya Jaya Berdikari ... IV -41 Tabel 4.21. Perkembangan Penambahan Panjang Jalan di


(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1. Perbandingan Luas TGHK dengan KHP Pulau

Yamdena ... IV -2 Gambar 4.2. Peta Pembagian Fungsi Kawasan Berdasarkan

TGHK dan KHP ... IV -4 Gambar 4.3. Tampilan Citra Landsat Sebagian Pulau Yamdena IV -6

Gambar 4.4. Grafik Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan

P.Yamdena Tahun 1998 ... IV -7 Gambar 4.5. Peta Tutupan Lahan Pulau Yamdena Tahun 1998 . IV -8

Gambar 4.6. Grafik Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan

P.Yamdena Tahun 1999 ... IV -9 Gambar 4.7. Peta Tutupan Lahan Pulau Yamdena Tahun 1999 .. IV -10

Gambar 4.8. Grafik Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan

P.Yamdena Tahun 2000 ... IV -11 Gambar 4.9. Peta Tutupan Lahan Pulau Yamdena Tahun 2000 .. IV -12 Gambar 4.10. Grafik Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan

P.Yamdena Tahun 2001 ... IV -13 Gambar 4.11. Peta Tutupan Lahan Pulau Yamdena Tahun 2001 .. IV -14 Gambar 4.12. Grafik Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan

P.Yamdena Tahun 2002 ... IV -15 Gambar 4.13. Peta Tutupan Lahan Pulau Yamdena Tahun 2002 .. IV -16 Gambar 4.14 . Grafik Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan

P.Yamdena Tahun 2003 ... IV -17 Gambar 4.15. Peta Tutupan Lahan PulauYamdena Tahun 2003 ... IV -18 Gambar 4.16. Grafik Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan

P.Yamdena Tahun 2004 ... IV -19 Gambar 4.17. Peta Tutupan Lahan Pulau Yamdena Tahun 2004 .. IV -20 Gambar 4.18. Grafik Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan

P.Yamdena Tahun 2005 ... IV -21 Gambar 4.19. Peta Tutupan Lahan Pulau Yamdena Tahun 2005 .. IV -22 Gambar 4.20. Grafik Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan

P.Yamdena Tahun 2006 ... IV -23 Gambar 4.21. Peta Tutupan Lahan Pulau Yamdena Tahun 2006 .. IV -24 Gambar 4.22. Grafik Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan

P.Yamdena Tahun 2007 ... IV -25 Gambar 4.23. Peta Tutupan Lahan Pulau Yamdena Tahun 2007 .. IV -26 Gambar 4.24. Grafik Tutupan Lahan Per Fungsi Kawasan

P.Yamdena Tahun 2008 ... IV -27 Gambar 4.25. Peta Tutupan Lahan Pulau Yamdena Tahun 2008 .. IV -28 Gambar 4.26. Prosentase Perubahan Tutupan Lahan P.Yamdena IV -29 Gambar 4.27. Tutupan Hutan P.Yamdena... IV -31 Gambar 4.28. Tutupan Hutan Setiap Fungsi Kawasan... IV -32 Gambar 4.29. Tampilan Citra Satelit Kota Sumlaki ... IV -33 Gambar 4.30. Grafik Tutupan Hutan di Dalam dan di Luar

Areal Eks IUPHHK-HA ... IV -37


(8)

Gambar 4.32. Peta Tutupan Lahan PT. Karya Jaya Berdikari. IV - 40

Gambar 4.33. Grafik Tutupan Lahan PT. Karya Jaya

Berdikari... IV - 41 Gambar 4.34. Garfik Perkembangan Pembangunan Jalan di

P.Yamdena... IV - 42 Gambar 4.35. Perkembangan Pembangunan Jalan menurut


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Hutan tropika basah merupakan salah satu ekosistem yang banyak membangkitkan minat orang untuk mempelajarinya dan juga sekaligus ancaman apabila salah dalam pengambilan kebijakan dalam pengelolaannya. Oleh karena itu pengelolaan hutan tropika menjadi sorotan dunia.

Intervensi manusia dalam pemanfaatan dan manipulasi terhadap hutan baik pada masa silam maupun sekarang merupakan pengalaman yang konsekuensinya tidak dapat dihindarkan, yaitu berupa kerusakan baik biologi (vegetasi) maupun fisik (tanah dan iklim).

Data aktual tentang laju konversi hutan tropis sangat sulit diperoleh karena datanya sangat beragam. FAO (1992) memperkirakan bahwa laju deforestasi hutan tropis sekitar 17 juta ha per tahun. Dari angka tersebut menurut USP et al. (1990) sebagian besar dikonversi menjadi lahan pertanian, padang rumput (areal penggembalaan) dan hutan tanaman. Kurang lebih 5,1 juta ha berupa hutan sekunder tanpa pengelolaan dan perlakuan silvikultur yang memadai. Deforestasi hutan tropis tidak hanya berpengaruh pada produksi kayu tetapi juga lingkungan secara global.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka Jordan (1985) menyatakan bahwa ada tiga level tingkat kerusakan (disturbance), yaitu rendah, sedang dan tinggi. Kategori pertama mencakup skala kecil seperti pohon tumbang secara alami yang kemudian membentuk gap (celah). Sedangkan yang termasuk kategori kedua adalah tebang pilih dan perladangan berpindah. Adapun yang tergolong kelompok ketiga yaitu tebang habis yang digunakan untuk tujuan lain seperti hutan tanaman dan perkebunan.

Dengan mengacu pada kategori kedua seperti di atas, intervensi manusia terhadap hutan tropis telah menyebabkan kerusakan baik vegetasi maupun lapisan tanah atas. Dalam hubungannya dengan dampak penebangan terhadap vegetasi, yaitu semakin banyak jenis tumbuhan yang terancam punah. Sedangkan yang berkaitan dengan kerusakan tanah menyangkut dua aspek yaitu kerusakan fisik (pemadatan) dan kimia (pencucian hara).


(10)

Pertambahan jumlah penduduk berakibat pula bertambahnya jumlah kebutuhan penunjang kehidupan, salah satunya kebutuhan kayu. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa pasokan kayu ke masyarakat diharapkan akan tetap terpenuhi dari tahun ke tahun atau dengan kata lain eksploitasi hutan tropis seharusnya tetap berjalan dari masa ke masa. Namun demikian eksploitasi hasil hutan ini berdampak terhadap menurunnya nilai lingkungan/ekosistem. Berbagai metode teknis dan peraturan perundangan telah ditetapkan dan dituangkan dalam rangka pengelolaan hutan untuk menjaga kelestarian produksi dan lingkungan.

Salah satu wilayah yang mempunyai potensi penghasil kayu hutan tropis adalah Pulau Yamdena, sebuah pulau terbesar dalam gugusan Kepulauan Tanimbar yang berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku. Pulau yang mempunyai luas 325.725 ha ini telah dilakukan eksploitasi oleh PT. Alam Nusa Segar dengan SK Menteri Kehutanan No. 215/Kpts-II/1991 tanggal 23 April 1991 dengan luas 164.000 Ha. Kemudian di-addendum dengan SK Menteri Kehutanan No. 1107/Kpts-II/1992 tanggal 12 Desember 1992 dan berganti nama PT. Yamdena Hutani Lestari dengan luas 160.725 Ha. Dikarenakan perusahaan Yamdena Hutani Lestari melakukan eksploitasi berlebih maka perusahaan ini dicabut oleh Menteri Kehutanan dengan SK pencabutan No. 200/Menhut-II/2007 tanggal 16 Mei 2007.

Keberadaan isu degradasi hutan di Pulau Yamdena telah berkembang dari kalangan masyarakat setempat, LSM, pemerintah daerah maupun instansi internasional (Uni Eropa, CIRAD Perancis dan Bird Life). Pada saat ini, isu yang diangkat terhadap degradasi hutan di wilayah ini mengarahkan kesalahan kepada pihak investor yang mengeksploitasi hutan berlebih dan juga pemerintah yang telah membagi tata ruang wilayah yang kurang tepat. Pada awalnya penetapan areal yang dapat dieksploitasi berpedoman pada Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang diterbitkan sekitar tahun 1980-an. Pada Tahun 2003 pemerintah daerah menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang ditetapkan melalui Perda No.10 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat, yang merupakan adopsi dari Peta Kawasan Hutan dan Perairan Tahun 1999 (SK Menteri Kehutanan No 415/Kpts-II/1999). Dengan desakan dan masukan berbagai kalangan maka Bupati Maluku Tenggara Barat mengeluarkan Surat Keputusan No.522-071-Tahun 2006 tentang Usulan Perubahan Status dan Fungsi Kawasan Hutan Pulau Yamdena Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Kemudian disusul Surat Dukungan DPRD Kabupaten MTB no.170/127/RDPR-MTB/IV/2006 tentang Dukungan DPRD Kabupaten


(11)

MTB terhadap Permohonan Penilaian hingga Pengesahan Usulan Perubahan Status Lahan dan Fungsi Kawan Hutan Pulau Yamdena.

Keberadaan hutan di Pulau Yamdena merupakan aset yang perlu dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kayu dan pemenuhan pendapatan daerah setempat. Pengelolaan hutan harus dijalankan dengan kaedah profesional dengan pertimbangan kelestarian hasil maupun kelestarian lingkungan. Dengan pertimbangan hal tersebut maka pemerintah membuka peluang lagi bagi investor untuk mengeksploitasi hutan Yamdena. Pada Tahun 2007 Gubernur Maluku memberi rekomendasi (No.522.11-26) kepada PT.Karya Jaya Berdikari (KJB) memanfaatkan hasil hutan kayu di wilayah Pulau Yamdena, begitu juga untuk Bupati Maluku Tenggara Barat lewat Surat Rekomendasi Bupati No.522/093/Rek/2007 sedangkan Surat Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Menteri Kehutanan dikeluarkan pada tanggal 19 Maret 2009 dengan SK.117/Menhut-II/2009. Namun demikian setelah semua perijinan diterbitkan timbulah penolakan dari berbagai kalangan bagi investor yang akan mengelola hutan di Pulau Yamdena. Seperti alasan-alasan sebelumnya bahwa penolakan ini mengangkat isu kekawatiran degradasi hutan di Pulau Yamdena.

Dengan memperhatikan berbagai isu yang berkembang tentang degradasi hutan di Pulau Yamdena maka PT.Kurnia Sylva Consultindo sebagai konsultan yang peduli terhadap kajian kehutanan merasa tertarik untuk meneliti tingkat degradasi hutan Pulau Yamdena yang pada saat ini telah berjalan dengan menggunakan acuan tampilan time series

penutupan lahan dari citra satelit. Dengan dibuatkan kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dan menjadi bahan pertimbangan oleh berbagai pihak untuk memutuskan kebijakan terhadap pengelolaan hutan Pulau Yamdena.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud disusunnya Kajian Degdadasi Hutan di Pulau Yamdena adalah untuk memberikan hasil kajian ilmiah bagi pihak yang berkepentingan terhadap kelestarian hutan di Pulau Yamdena sehingga diharapkan pihak yang berkepentingan tersebut dapat menggunakan hasil kajian ini sebagai bahan untuk memberikan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.yang tepat.

Sedangkan tujuan dari kajian ini adalah :

1. Memperoleh data tingkat degradasi hutan berdasarkan kondisi penutupan lahan untuk tiap fungsi kawasan hutan dan tata ruang kabupaten.


(12)

2. Memperoleh data perubahan kawasan dari acuan TGHK menjadi Peta Kawasan Hutan dan Perairan.

3. Memperoleh data tingkat pembukaan wilayah.

1.3. BATASAN

Dalam kajian ini muncul berbagai istilah-istilah yang batasan pengertiannya seperti di bawah ini.

1. Degradasi hutan : adalah penurunan fungsi hutan yang berdampak pada berkurangnya potensi produksi hasil hutan maupun berkurangnya fungsi daya dukung lingkungan.

2. Peta RTRW Kabupaten adalah Peta yang membagi wilayah kabupaten menurut rancangan tata ruang kewilayahan.

3. Peta TGHK (Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan) adalah Peta yang membagi kawasan hutan menurut kemampuan kondisi fisik wilayah berdasarkan keadaan kelerengan, jenis tanah dan iklim. Peta ini dipakai sebagai acuan pengelolaan wilayah sebelum diterbitkannya Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan. 4. Peta Kawasan Hutan dan Perairan adalah Peta hasil paduserasi antara Peta

TGHK dengan Peta RTRW

5. Pembukaan Wilayah adalah Kondisi terbukanya akses suatu wilayah yang ditandai dengan adanya jalan di wilayah tersebut.

6. Hutan Primer Kering : tutupan lahan berhutan yang berada di lahan kering, dalam areal tersebut belum ada kegiatan eksploitasi.

7. Hutan Primer Basah tutupan lahan berhutan yang berada di lahan basah, dalam areal tersebut belum ada kegiatan eksploitasi.

8. Hutan Sekunder Kering adalah: tutupan lahan berhutan yang berada di lahan kering, dalam areal tersebut telah ada kegiatan eksploitasi.

9. Hutan Sekunder Basah adalah: tutupan lahan berhutan yang berada di lahan basah, dalam areal tersebut telah ada kegiatan eksploitasi.

10. Non Hutan Kering adalah areal yang berada di lahan kering, areal ini tidak tertutup tajuk hutan, dapat berupa areal tanah kosong, empasement, semak, pemukiman, lahan pertanian, perkebunan dan peladangan.

11. Non Hutan Basah adalah areal yang berada di lahan basah, kondisinya tidak tertutup tajuk hutan, berupa rawa, mangrove.

12. Hutan Produksi Tetap (HP) adalahhutan produksi yang dapat dieksploitasi baik dengan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis


(13)

13. Hutan Produksi Terbatas (HPT) adalah hutan produksi yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih

14. Hutan Produksi yang dapat d-Konversi (HPK) adalah hutan produksi yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, permukiman, pertanian, perkebunan.

15. Hutan konservasi/Hutan Suaka Alam dan Wisata (HSAW) adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

16. Areal Penggunaan Lain adalah areal diluar bidang kehutanan.

17. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan alam yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) pada hutan alam adalah izin usaha untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari pemanenan atau penebangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan, dan pemasarana hasil hutan kayu.


(14)

BAB II

KONDISI UMUM

2.1. LETAK DAN LUAS

Lokasi kajian yaitu Pulau Yamdena, yang merupakan pulau utama di Kepulauan Tanimbar dengan beberapa pulau satelit di sekelilingnya, seperti Selaru, Sera, Selu, Wuliaru, Wotar, Labobar, Mitak, Molo, Larat, dan Fordata. Pulau Yamdena terletak antara 131º 03’ 39” - 131º 45’ 09” BT dan 07º 06’ 13” - 08º 02’ 08” LS. Dan luasnya + 325.725 Ha.

Secara administrasi, Pulau Yamdena berada di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Tanimbar Utara dan Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku.

2.2. TOPOGRAFI

Daerah ketinggian lokasi dibagi atas 3 kelas, yaitu : (1) daerah rendah dengan ketinggian 0 – 100 m; (2) daerah tengah dengan ketinggian 100 – 500 m; dan (3) daerah tinggi dengan ketinggian > 500 m. Distribusi pemukiman desa umumnya berada pada daerah rendah atau pada daerah dengan ketinggian 0 – 100 m. Adapun tingkat kelerengan Pulau Yamdena dapat dilihat pada Tabel 2.1. sebagai berikut.

Tabel 2.1. Kelerengan Pulau Yamdena

NO. KELERENGAN (%) LUAS (HA) PERSENTASE (%)

1 < 2 22.674 6,96

2 2-8 44.140 13,55

3 9-15 92.205 28,31

4 16-25 115.734 35,53

5 26-40 50.972 15,65

TOTAL 325,725 100,00


(15)

2.3. JENIS TANAH

Berdasarkan Peta Land System skala 1 : 250.000 yang diterbitkan oleh Bakosurtanal jenis tanah pada Pulau Yamdena adalah seperti tecantum dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Jenis Tanah di Pulau Yamdena

NO. JENIS TANAH TOTAL PERSENTASE

1 Calciustolls, Haplustalfs 92,205 28.31

2 Dystropepts 3,956 1.21

3 Hydraquents, Sulfaquents 22,293 6.84

4 Tropopsamments, Tropaquepts 381 0.12

5 Ustropepts, Haplustalfs 91,155 27.99

6 Ustropepts, Haplustalfs, Calciustolls 115,734 35.53

TOTAL 325,725 100.00

Sumber : Pengolahan Data Digital Peta Land System

2.4. GEOLOGI

Secara fisiografi Kepulauan Tanimbar merupakan bagian dari Busur Banda Luar yang tak bergunungapi dan merupakan deretan pulau yang terbentang dari arah Timur Laut ke arah Barat Daya yang terdiri dari pulau-pulau kecil. Pulau Yamdena adalah merupakan pulau yang terbesar pada kepulauan tersebut. Di sebelah utara Pulau Yamdena terdapat sederetan pulau-pulau kecil yang hampir sejajar, dimana kedua deretan pulau tersebut terpisah oleh selat yang dangkal dengan kedalaman tidak lebih dari 20 m, sehingga pada waktu pasang surut, terbentuk daratan kering yang luasnya bisa mencapai; lebih kurang 500 m dari tepi pantai Pulau Yamdena.

Pembahasan geologi daerah Pulau Yamdena dan sekitarnya selain mengacu pada penelitian terdahulu juga pengamatan lapangan, terutama sifat fisik batuan yang berhubungan dengan geologi tata lingkungan. Satuan batuan dan penentuan umur yang telah dilakukan oleh Sukardi dan Sutrisno (1990) meliputi tataan stratigrafi dan struktur geologi.

a. Stratigrafi

Satuan batuan berdasarkan umur dari tua ke muda adalah sebagai berikut :

- Kompleks Molu terdiri dari batu pasir kuarsa, batu gamping berfosil, batu gamping kristal, batu gamping oolit, sekis dan batuan beku seperti andesit, diorit dan basal.


(16)

- Formasi Tangustabun terdiri dari perselingan antara batu lempung coklat kemerahan, tufa kaca, rijang, batu pasir kuarsa dan batu gamping.

- Formasi Batu Mafudi terdiri dari perselingan batu gamping pasiran, napal, dan batu pasir gampingan. Anggota napal Formasi Batu mafudi terdiri dari napal bersisipkan batu gamping pasiran.

- Formasi Batu Lembuti terdiri dari napal dan di bagian atas berupa batu gamping yang sangat repih dan setempat napal kapuran warna putih dan ringan.

- Formasi Saumlaki terdiri dari batu gamping koral setempat bersifat breksi dan di bagian bawah terdapat konglomerat dengan komponen utama batugamping.

- Aluvium merupakan batuan termuda yang terdiri dari material lepas hasil rombakan batuan yang berukuran kerikil, pasir dan lempung.

b. Struktur Geologi

Struktur geologi yang dapat dijumpai di daerah Pulau Yamdena berupa lipatan dan sesar. Sumbu lipatan yang berupa antiklin maupun sinklin berarah Timur Laut - Barat Daya atau hampir sejajar dengan arah poros dari Pulau Yamdena, sedang struktur sesar yang berupa sesar naik arahnya relatif sama dengan arah sumbu lipatan, dan untuk sesar geser mempunyai arah relatif Utara - Selatan.

Secara umum pola struktur yang terbentuk di daerah Pulau Yamdena ini akan sangat mempengaruhi tata air tanah, terutama keterdapatan dan arah alirannya. Pola lipatan dihubungkan dengan keterdapatan air tanah, menunjukkan bahwa aliran air tanah selain mengikuti arah kemiringan lereng atau kondisi topografi setempat juga dipengaruhi oleh arah kemiringan lapisan batuan.

c. Sifat Fisik Batuan

Sifat fisik batuan berhubungan dengan keterdapatan air tanah ataupun sumber-sumber air, selain itu berpengaruh terhadap aspek erosi, tanah longsor, daya dukung maupun fungsi batuan/tanah untuk kesesuaian lahan.

Satuan napal berwarna putih hingga kelabu mempunyai daya dukung kecil, kelerengan kurang mantap dan mudah digali, kelulusan air kecil. Satuan napal umumnya membentuk pebukitan bergelombang rendah dengan relief rendah - sedang dan kemiringan lereng 5 persen hingga > 13 persen. Batulempung cokat


(17)

kemerahan hingga kelabu yang berselingan dengan tufa kaca berwarna putih kotor dan ringan, kelulusan air kecil, daya dukung kecil dengan kelerengan tidal: mantap dan mudah digali.

Pada bagian atas yang berselingan dengan batupasir gampingan, batupasir kuarsa, kelulusan air kecil - sedang, daya dukung kecil - sedang dengan kelerengan kurang mantap - cukup mantap dan mudah digali. Satuan ini membentuk morfologi perbukitan bergelombang sedang dengan relief sedang dan kemiringan lereng 8 persen hingga > 15 persen. Batu gamping pasiran berwarna putih kekuningan, butiran halus sampai kasar, padat, agak keras sampai keras, berlubang-lubang, kelulusan air sedang sampai besar, daya dukung sedang sampai besar den-an kelerengan cukup mantap sampai mantap dan agak sulit digali. Batu gamping koral berwarna putih - kelabu, butiran halus sampai sangat kasar, padat, keras, berlubang-lubang, kelulusan air sedan- sampai besar, daya dukung besar dengan kelerengan mantap dan sulit digali. Setempat terbreksikan dengan kelulusan air yang besar dan daya dukung sedang dengan kelerengan cukup mantap.

Berdasarkan Peta Land System skala 1 : 250.000 Bakosurtanal keadaan geologi Pulau Yamdena dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3. Keadaan Geologi Pulau Yamdena

NO. JENIS BATUAN LUAS (Ha) PERSENTASE

1 Alluvium, recent estuarine-marine (saline) 22,293 6.84 2 Alluvium, recent marine (beach sands, gravels) 381 0.12

3 Batu gamping, koral, marl 92,205 28.31

4 Batu pasir, batu gamping, skis, andesit, tefra berbutir halus 3,956 1.21

5 Marl 44,140 13.55

6 Marl, batu gamping 162,750 49.97

Total 325,725 100.00

Sumber : Peta LandSystem skala 1 : 250.000

2.5. HIDROLOGI

Pulau Yamdena berada dalam ketinggian ± 0 – 350 m dpl dan termasuk dalam DAS Bungat dan Ranarmoje. Oleh karena itu sebagian besar aliran sungai terutama sungai-sungai besar menuju ke arah Barat dan bermuara di teluk-teluk atau pantai Laut Banda.


(18)

Sungai-sungai tersebut yang termasuk daerah Tanimbar Utara antara lain S. Silwat yang bermuara di pantai sekitar Desa Watmasa, S. Metan dan S. Pintu yang bermuara di pantai sekitar Desa Awear, Rungear dan Karatat dan S. Bibnusan yang bermuara di pantai sekitar Desa Abat. Sungai-sungai besar tersebut mempunyai lebar berkisar antara 20 – 150 m dan perkiraan kedalaman sungai antara 2 – 5 m. Sedangkan sungai besar yang terletak di bagian Selatan antara lain S. Bilan yang bermuara di Tanjung Netto, S. Salwasa, S. Muras, S. Kalantutun dan S. Bungal yang bermuara di Teluk Salwasa dan Tanjung S. Batsire bermuara di Tanjung Jasi dan S. Ranarmoya yang bermuara di pantai sekitar Desa Makatian. Sungai-sungai besar yang terdapat di sebelah Selatan ini mempunyai lebar sungai berkisar antara 30 – 300 m dengan kedalaman sekitar 3 – 10 m.

Sungai-sungai besar lainnya mempunyai arah aliran sungai menuju ke arah Timur dan bermuara di pantai Laut Arafuru diantaranya S. Jambring yang bermuara di Tanjung Abombati, sekitar Desa Atubul Dol, S. Betmiafudi dan S. Shaing bermuara di Tanjung Batkiek. Sungai-sungai ini umumnya lebih kecil daripada sungai-sungai yang mengalir ke arah pantai Barat, yaitu mempunyai lebar berkisar 20 – 35 m dan kedalaman antara 1 – 3 m. Kondisi tersebut sulit dimanfaatkan sebagai prasarana angkutan kayu. Akan tetapi berdasarkan pengalaman penduduk dan karakteristik sungai dilihat dari obyek hanyutan dan aliran sungainya serta debit air sungai sehubungan dengan fluktuasi musim penghujan yang sangat drastis, maka hanya sebagian kecil saja dari sungai-sungai besar tersebut yang dapat digunakan sebagai prasarana angkutan dengan jarak jangkauan yang terbatas. Sungai-sungai besar yang dapat digunakan sebagai prasarana angkutan diantaranya S. Metan, S. Pintu, S. Bungal, S. Bilan dan S. Ulum.

2.6. IKLIM

Peranan iklim sangat nyata terhadap sifat tanah yang terbentuk maupun terhadap penyediaan air untuk kebutuhan manusia dan tanaman. Diantara unsur iklim terpenting adalah curah hujan, temperatur udara, kecepatan angin dan kelembaban udara. Data yang disajikan di bawah ini diambil dari stasiun Meteorologi Saumlaki, kecamatan Tanimbar Selatan.

2.6.1. Curah Hujan

Berdasarkan hasil pencatatan curah hujan di Stasiun Meteorologi Saumlaki diketahui bahwa menurut Schmidt & Ferguson (1951) daerah tersebut termasuk tipe hujan A yang dicirikan oleh bulan-bulan kering (< 60 mm/bulan) selama 4 bulan dan bulan bulan basah (> 100 mm/bulan) selama 7 bulan. Sedangkan tipe iklim menurut


(19)

Koppen (Schmidt dan Ferguson, 1951) tergolong tipe iklim Aw yaitu iklim savana tropis.

Curah hujan tahunan rata adalah 112,3 mm dengan hari hujan tahunan rata-rata 11 hari (Tabel 2.4). Distribusi hujan sepanjang bulan-bulan basah (curah hujan lebih besar 100 mm/bulan) terjadi antara Desember dan April, sedangkan bulan-bulan kering (curah hujan lebih kecil 60 mm/bulan-bulan) antara Mei dan November. Keadaan ini sangat tidak menguntungkan dilihat dari bahaya run off di musim penghujan mengingat keadaan tanah (sebagian besar tanah Rendzina dari bahan napal) yang mempunyai sifat umum kurang baik menahan atau melalukan air ke dalam tanah, dan hanya sebagian kecil tanah dari batugamping yang relatif porus dan dapat berfungsi sebagai zona imbuh. Sebaliknya di musim kemarau, curah hujan yang rendah dengan kemampuan tanah menahan air juga rendah, tanah akan cepat mengalami kekeringan.

Tabel 2.4. Kondisi Klimatologi

CURAH HUJAN BULAN

JUMLAH TOTAL (MM) HARI HUJAN

Januari 164 17

Februari 150 13

Maret 305 20

April 313 20

Mei 7 7

Juni 4 7

Juli 125 12

Agustus 2 4

September TTU 1

Oktober 9 3

November 79 12

Desember 190 21

2005 112,3 11

2004 156 12,5

2003 150 11

2002 99,8 11

2001 203,4 13,2


(20)

2.6.2. Temperatur dan Kelembaban Udara

Temperatur udara tahunan rata-rata menunjukkan variasi yang rendah sepanjang tahun berkisar antara 26,2 dan 28,5°C. Temperatur udara maksimum antara 33,6 dan 29,6°C, dan minimum antara 23° dan 24,5°C (Tabel 2.5). Kelembaban udara hampir merata sepanjang tahun. Pada bulan Desember dan Mei kelembaban nisbi relatif lebih tinggi berkisar antara 80 dan 86 persen dibandingkan dengan bulan-bulan Juni dan November yang berkisar antara 75 dan 77 persen.

Tabel 2.5. Temperatur Udara Rata-Rata, Maksimum dan Minimum Bulanan SUHU UDARA

BULAN

RATA-RATA MAKSIMUM

MAKSIMUM

ABSOLUT MINIMUM

MINIMUM ABSOLUT

RATA-RATA KELEMBABAN

RELATIF (%)

Januari 28,5 32,6 34,8 24,5 22,5 84

Februari 28,4 33,6 34,9 24,1 21,9 86

Maret 27,9 32 34,8 24,2 22,5 83

April 27,2 30,8 31,8 23,7 21,5 80

Mei 27,9 31,3 32,4 24,6 23 81

Juni 27 30,5 31,4 23,7 22 79

Juli 26,5 29,6 31,4 23,3 21 77

Agustus 26,2 29,7 30,2 23 20,5 79

September 26,5 30,4 31,4 22,8 19,8 78

Oktober 28,2 32,3 35,2 24 22,6 77

November 28,5 33,2 34,5 24,1 22,6 75

Desember 27,9 32,3 33,4 24 22,2 83

2005 27,6 31,5 33 23,8 21,8 80,2

2004 27,3 31,1 32,8 23,5 21,7 80,2

2003 27,4 31,1 - 23,8 - 80

2002 27,4 31,4 - 23,9 - 79,7

2001 27,2 30,8 - 24 - 81,8

Sumber : Stasiun Meteorologi Saumlaki dalam Maluku Tenggara Barat dalam Angka 2005/2006

2.6.3. Kecepatan Angin

Kecepatan angin rata-rata sekitar 5,8 knots dengan kecepatan angin terbesar rata – rata tahunan 19,7 knot. Kecepatan angin rata-rata yang tergolong besar berkisar antara bulan Mei – Agustus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada


(21)

Tabel 2.6. Kondisi Angin Bulanan

ANGIN BULAN KECEPATAN

RATA-RATA (KNOT)

ARAH TERBANYAK

KECEPATAN

TERBESAR (KNOT) ARAH

Januari 6 280 18 290

Februari 5 280 26 260

Maret 5 280 20 290

April 5 100 16 230

Mei 8 100 18 140

Juni 7 100 19 110

Juli 8 120 20 120

Agustus 8 100 21 70

September 6 100 20 90

Oktober 5 100 19 100

November 4 200 19 230

Desember 3 340 20 340

2005 5,8 19,7

2004 6 20

2003 6 23

2002 5,9 19,9

2001 5,6 21

Sumber : Stasiun Meteorologi Saumlaki dalam Maluku Tenggara Barat dalam Angka 2005/2006

2.6.4. Neraca Air dan Kelembaban Udara

Neraca air digunakan untuk menduga penyediaan air oleh tanah untuk pertumbuhan tanaman dengan memperhatikan unsur-unsur iklim antara lain curah hujan dan temperatur udara serta sifat-sifat tanah. Metode yang digunakan mengikuti program yang disarankan oleh Donker (1986) yang juga mendasarkan pada metode Thornwhite dan Mathes (1957). Hasil perhitungan neraca air untuk stasiun Saumlaki (Tabel 2.7) memperlihatkan adanya bulan-bulan defisit selama 5 bulan (Juli - November) sebesar 326 mm, dan bulan bulan surplus selama 5 bulan (Januari - Mei) sebesar 376 mm. Ini berarti tanaman, khususnya tanaman pangan akan mengalami kekurangan air pada bulan-bulan defisit, sedangkan sebaliknya pada bulan-bulan surplus akan terjadi kelebihan air di permukaan dan mengalir sebagai run off yang dapat berdampak negatif terhadap bahaya erosi. Bagi tanah-tanah porus seperti sebagian tanah mediteran, dampak ini akan berkurang. Sedangkan untuk tanah-tanah Rendzina dari bahan napal yang mempunyai permeabilitas lambat akan memberikan dampak sangat penting terhadap bahaya erosi. Vegetasi hutan akan mengurangi jumlah air hujan yang


(22)

jatuh secara Ian-sung ke permukaan tanah. Mempertahankan hutan di daerah berlereng sangat diperlukan untuk mengatasi masalah erosi di musim penghujan.

Dengan menggunakan program Newhall Soil Moisture (Wambeke and Hasting, 1986) yang mendasarkan data curah hujan dan temperatur dari stasiun Saumlaki, tanah di daerah yang ditinjau termasuk rezim kelembaban "Ustic" yaitu tanah yang mengalami kekeringan selama lebih dari 90 hari.

Tabel 2.7. Neraca Air Lahan untuk Stasiun Saumlaki

Uraian Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Total P 261 260 190 179 252 117 95 14 9 18 58 259 1713 PE 154 134 150 139 142 125 117 118 128 147 154 155 1662

D 0 0 0 0 0 0 3 40 83 111 89 0 326

S 59 126 40 41 111 0 0 0 0 0 0 0 376

Keterangan : P = Curah hujan, PE : Evapotransporasi potensil, D : Defisit, S : Surplus

2.7. FAUNA DAN FLORA 2.7.1. Fauna

Jenis-jenis fauna yang terdapat di dalam hutan yang dicadangkan bagi areal pengusahaan hutan masih cukup banyak. Dari hasil studi oleh Direktorat Jenderal INTAG (1989) telah diidentifikasi 31 jenis burung, 5 jenis mamalia dan 4 jenis reptilia. Banyaknya jenis burung tersebut berkaitan dengan terdapatnya banyak jenis-jenis tumbuhan yang merupakan makanan hewan, misalnya Kenari, Melinjo dan pohon buah yang lain. Hal ini sesuai dengan nilai biologi flora yang berkaitan dengan kehidupan satwa. Hasil pengamatan fauna darat yang telah dilakukan selama studi ini adalah :

1). Mamalia

Jenis mamalia yang banyak terdapat dalam hutan dengan frekuensi relatif cukup tinggi adalah babi hutan (Sus sp.) dan dianggap sebagai hama oleh penduduk setempat. Kerbau liar (Bubalus sp) menempati urutan kedua setelah babi hutan. Jumlah kerbau liar di empat desa di Kecamatan Tanimbar Selatan ada 414 ekor dengan rincian sebagai berikut (An.,1987) :

- Desa Lingei 101 ekor

- Desa Lorulun 133 ekor

- Desa Atubul Das 80 ekor - Desa Atubul Dol 100 ekor


(23)

Habitat makan kerbau liar tersebut adalah di savanna dan di daerah bekas perladangan dengan memakan jenis-jenis Teki (Cyperus sp.), Camelina sp.), Mohune (Dysoxylum caulostachyum ), Pisang Hutan (Musa sp.), dan Alang-Alang (Imperata cylindrica). Adapun tempat tidur mereka adalah di lapangan-lapangan terbuka. Tempat istirahat dan menggosok badan serta tanduknya sesudah selesai berkubang adalah pada pohon-pohon yang relatif keras kayunya serta berdiameter besar yang tumbuh dekat tempat mereka berkubang.

Jenis mamalia yang lain yaitu kus-kus (Phalanger sp.), tikus (Rattus sp.) dan Katong (Preropus sp). Kus-Kus merupakan salah satu -jenis satwa yang dilindungi undang-undang.

Saat ini masyarakat sering melakukan pemburuan satwa liar terutama jenis mamalia. Alat buru yang digunakan masyarakat untuk mamalia besar ialah alat jerat, baik jerat kaki, jerat leher maupun panah bahkan ada juga yang menggunakan lobang yang bagian atasnya ditutupi tanah. Jenis mamalia yang terdapat di Pulau Yamdena disajikan pada

Tabel 2.8 berikut.

Tabel 2.8. Jenis Mamalia yang terdapat di Pulau Yamdena

NO. NAMA INDONESIA NAMA ILMIAH KETERANGAN

1 Babi hutan Sus sp. Ditemukan

2 Kerbau liar Bubalus bubalis sda

3 Kus-kus Phalanger sp.*) sda

4 Tikus Rattus sp. sda

5 Kalong Pteropus sp. sda

Catatan : *) dilindungi Undang-Undang, +) langka

Jenis mamalia yang terdapat di Pulau Yamdena disajikan pada Tabel 2.9 berikut.

Tabel 2.9. Jenis Reptil yang terdapat di Pulau Yamdena

NO. NAMA INDONESIA NAMA ILMIAH KETERANGAN

1 Biawak Varanus sp. ditemukan/dilihat

2 Ular kuning Achrocordus sp.

3 Kadal Mabouja sp. sda

4 Buaya Muara Mabouja sp. informasi


(24)

2). Burung

Jenis burung yang terdapat di P. Yamdena berjumlah 31 jenis (Anonim, 1987) dan 10 jenis burung dilindungi. Sedangkan Frekuensi Relatif (FR) dan kerapatan Relatif (KR) dari jenis satwa yang dijumpai juga akan disajikan pada Tabel 2.10 berikutnya. Dari 13 jenis burung yang dijumpai oleh Tim Studi Andal, 4 jenis termasuk dalam jenis yang dilindungi. Dari ke 4 jenis burung tersebut, Raja Udang (Halcyon chloris) merupakan jenis yang frekuensi dijumpainya tinggi, yang habitatnya adalah hutan sekunder. Selanjutnya diikuti oleh Burung Sesap Madu (Anthreptes sp.) yang habitatnya serupa dengan habitat Raja Udang, Burung Gagak (Corvus enca) dan Elang (Haliastur sp.).

Tabel 2.10. Jenis-jenis Satwa yang terdapat di Cagar Alam Nustaram Timur Tanimbar Utara

NO. JENIS SATWA FR KR

1 Pombo (Ducula bicolor) 38,87 40,31

2 Sesap Madu (Anthreptes sp.) 9,52 15,12

3 Merpati hutan (Ducula sp.) 6,35 10,85

4 Nuri merah (Eos sp.) 4,76 4,46

5 Toi (Psitaculla alexandri) 7,94 2,52

6 Kakatua putih (Cacatua sp.) 9,52 7,56

7 Kepodang (Oriolus chinensis) 5,56 2,52

8 Burung kipas (Rhipidura javanica) 5,56 4,26

9 Bayan (Eclectus rotatus) 5,56 5,23

10 Gagak (Corvus enca) 1,59 0,39

11 Perkici (Loriculus sp.) 3,97 6,20

12 Kalong (Pteropus sp.) 1,59 0,39

13 Soa-soa (Hydrosaurus ambonensis) 0,79 0,19

Burung Pombo dijumpai hampir di seluruh bagian P. Yamdena. Frekuensi perjumpaan selama pengamatan tinggi sekali bahkan paling tinggi populasinya di P. Yamdena. Berbagai jenis burung meletakkan sarangnya di tajuk pohon atau lubang-lubang batang besar.

Dengan ditunjuknya hutan yang ada di tengah-tengah Pulau Yamdena sebagai suaka alam, maka diharapkan suaka alam tersebut dapat menjadi tempat migrasi semua jenis satwa yang berada di Pulau Yamdena. Dengan demikian karena pengusahaan hutan


(25)

dilakukan di luar areal suaka alam tersebut, satwa yang ada di P. Yamdena tidak berkurang jenisnya.

Kegiatan reboisasi, tanaman pengayaan, perlindungan dan pengamanan diduga akan menimbulkan dampak langsung berupa perbaikan habitat dan keamanan/keselamatan satwa. Walaupun dilakukan penebangan, dampak positif dari reboisasi dan perlindungan serta pengamanan terhadap fauna diperkirakan akan dapat timbul, dengan dilakukannya pola penyelamatan suaka alam, perbaikan habitat fauna dan pencegahan perburuan liar.

Kaya (1985) melaporkan bahwa di Cagar Alam Nustaram terdapat sekitar 535.000 burung dengan densitas 167 ekor per hektar dan terdiri atas 16 jenis burung. Diantaranya 16 jenis burung sudah dilindungi oleh Undang-undang dan Peraturan Pemerintah, antara lain Sesap Madu (Nectaridae jugularis), Kipas (Rhipidura javaica), Bayan (Lorius sp.),Raja Udang (Halcyoa chloris)dan Elang (Haliastur indus). Adapun jenis Kakatua Gofin (Cacatua gofinni) dan Pombo Hutan Kelabu (Ducula concina) adalah jenis endemik yang belum dilindungi oleh undang-undang.

2.7.2. Flora

Beberapa flora yang banyak ditemui di Pulau Yamdena antara lain Anggrek Larat (Dendrobium phalaenopsis), Aegiceras corniculatum, Avicennia spp., Bruguiera spp,

Ceriops spp, Lelemuku orchid - Dendrobium phalaenopsis, Nypa fruticans, Oncosperma spp, Rhizophora spp, mato (Pometia pinnata), merbau (Instia bijuga), lenggua (pterocarpus indicus), kenari (Canarium commune), nyatoh (Palaqium spp), torem (Manikara korensis), pulai (Alstonia scholaris).

2.8. AKSESIBILITAS

Aksesibilitas dapat dilakukan dengan menggunakan sarana angkutan udara, darat dan air. Dari hasil penelitian telah dihimpun data yang berhubungan dengan fasilitas umum antara lain jalan angkutan, dermaga/terminal dan lapangan terbang.

2.8.1. Kondisi Jalan Angkutan

Jalan angkutan darat di kedua Kecamatan di Kepulauan Tanimbar pada umumnya belum dapat menjangkau desa-desa di luar kecamatan. Untuk lebih jelasnya aksesibilitas desa serta kondisi jalan yang menghubungkan desa-desa tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.11.


(26)

2.8.2. Dermaga/Termlnal/Lapangan Terbang

Di wilayah Kecamatan Tanimbar Utara, fasilitas yang ada hanya terminal. Lapangan terbang belum ada dan baru memiliki satu buah dermaga bertiang beton berlantai kayu yang disinggahi oleh kapal perintis. Wilayah Kecamatan Tanimbar Selatan juga memiliki satu dermaga bertiang beton berlantai kayu dan tidak memiliki terminal. Saumlaki, Ibukota Kecamatan Selatan telah dilengkapi dengan lapangan terbang yang dapat disinggahi oleh pesawat Twin Otter tiga kali dalam seminggu (Tabel 2.12).

2.8.3. Sarana Angkutan

Sarana angkutan yang ada di wilayah Kepulauan Tanimbar, sangat terbatas pada kapal motor, perahu layar dalam ukuran kecil, long boat. Sarana angkutan darat, berhubung terbatasnya jalan darat, seperti yang terlihat pada Tabel 2.13, hanya dapat menjangkau beberapa desa di P. Larat dan di pantai Timur P. Yamdena. Di pantai Barat sama sekali tidak tersedia jalan darat bagi kendaraan bermotor roda empat. Dengan demikian sarana angkutan menuju desa-desa di pantai Barat iaiah perahu motor dan layar.

Dengan adanya pertukaran arah angin yaitu angin Barat dan angin Timur di pantai Barat dan di pantai Timur P. Yamdena maka aksesibilitas desa-desa yang terletak di kedua wilayah pantai tersebut menjadi bersifat musiman, kecuali kalau dipakai sarana angkutan laut yang lebih canggih, atau dicapai dengan jalan kaki.

Tabel 2.11. Panjang Jalan Darat Berdasarkan Tipe Jalan di Kecamatan Tanimbar Kec. Tanimbar Utara

No. Jenis Panjang (km)

Lebar

(m) Antar Kota/Desa

Panjang (km)

Lebar

(m) Antar Kota/Desa 1. Aspal 3 3 Larat-Watidal 23,2 3 Saumlaki-Lorulun

2. Tanah 280 4

Desa-desa diluar Kecamatan (luar P. Larat)

35,5 5

Arui Das (Batas desa Kecamatan Selatan dan Utara

Tabel 2.12. Jumlah Dermaga, Terminal dan Lapangan Terbang No. Uraian Fasilitas Kec. Tanimbar

Utara

Kec. Tanimbar

Selatan Keterangan

1. Dermaga 1 1 Terletak di Ibukota Kecamatan

2. Terminal - -


(27)

Untuk angkutan antar desa yang terpencil dalam satu pulau, pada umumnya digunakan jalan-jalan setapak. Kendaraan roda dua dan roda empat dipergunakan hanya di sekitar kawasan ibukota kecamatan. Di Kecamatan Tanimbar Utara, kendaraan roda dua dan roda empat baru dapat menjangkau Desa Watidal yang letaknya 3,5 km dari Ibukota Kecamatan Larat. Adapun di Kecamatan Tanimbar Selatan ruas jalan sampai di Desa Arui Das yang terletak pada batas antara Kecamatan Tanimbar Selatan dan Kecamatan Tanimbar Utara.

Jalan yang dipergunakan di Kecamatan Tanimbar Selatan ini dinamakan jalan Trans Yamdena. Pembuatan jalan dimulai dari tahun 1977 dengan biaya APBD TK. II. Dalam pelaksanaan pembangunan jalan tersebut banyak menghadapi hambatan, khususnya dalam penyediaan material berupa batu dan koral. Keadaan sarana angkutan yang digunakan di Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.13 dan Tabel 2.14berikut.

Tabel 2. 13. Sarana Angkutan di Beberapa Desa di Kecamatan Tanimbar Utara serta Jaraknya terhadap Ibukota Kecamatan

Nama Ibukota

Kecamatan Nama Desa

Jarak dari Ibukota

Kecamatan (km) Letak Desa

Sarana Angkutan

Larat Ridol 0.50 P. Larat A

Kampung Bugis 0.80 P. Larat A

RiTabel 2. 1.00 P. Larat A

Lelingluan 3.00 P. Larat B + C

Watidal 3.00 P. Larat A

Kaliobar 13.00 P. Larat B + C

Kelaan 17.00 P. Larat B + C

Lamdesar B. 22.00 P. Larat B + C

Lamdesar T. 28.00 P. Larat B + C

Ramean 18.00 P. Fordata B + C

Rumngeur 18.00 P. Fordata B + C

Awear 19.00 P. Fordata B + C

Sofyamin 24.00 P. Fordata B + C

Walerang 25.00 P. Fordata B + C

Adodo Fordata 29.00 P. Fordata B + C

Arma 50.00 Pesisir Timur B + C

Manglusi 54.00 P. Yamdena B + C

Tutukembun 56.00 sda B + C

Waturu 58.00 sda B + C


(28)

Nama Ibukota

Kecamatan Nama Desa

Jarak dari Ibukota

Kecamatan (km) Letak Desa

Sarana Angkutan

Kilmasa 65.00 sda B + C

Meyano Raya 67.00 sda B + C

Alusi Krawain 68.00 sda B + C

Alusi Kelaan 69.00 sda B + C

Alusi Tanimbar 70.00 sda B + C

Alusi Bukjalin 71.00 sda B + C

Alusi Batjas 72.00 sda B + C

Larwembun 73.00 sda B + C

Watmasa 20.00 Pesisir Barat B + C

Awear 25.00 Pulau Yamdena B + C

Rumngeur - - -

Karasat 25.00 sda -

Wumlah Wabar 30.00 sda B + C

Kilon 36.00 sda B + C

Abat 39.00 sda B + C

Lingada - P. Nuswatar B

Labobar 54.00 P. Labobar B

Teineman 44.00 P. Teineman B

Mitak - -

Nurkat 85.00 P. Maru B

Tutunametal 90.00 P. Molo B + C

Wulmasa 95.00 sda B + C

Adodo Molo 105.00 sda B + C

Tabel 2.14. Sarana Angkutan di Beberapa Desa di Kecamatan Tanimbar Selatan serta Jaraknya terhadap Ibukota Kecamatan

Nama Ibukota

Kecamatan Nama Desa

Jarak dari Ibukota

Kecamatan (Km) Letak Desa

Sarana Angkutan

Olilit 4,00 Pesisir Timur A

Sifnana 2,00 sda A

Lauran 7,00 sda A

Kabiarat 9,00 sda A

Lingei 11,0 sda A

Wowonda 12,00 sda A

Tumbur 16,00 sda A

Saumlaki


(29)

Nama Ibukota

Kecamatan Nama Desa

Jarak dari Ibukota

Kecamatan (Km) Letak Desa

Sarana Angkutan

Larulum 19,00 sda A

Amdasa 40,50 sda B + C

Sangliat Dol 41,70 sda B dan C

Sangliat Krawain 42,20 sda B dan C

Arui Bab 56,80 sda B dan C

Arui Das 59,00 sda B dan C

Sumber : Kantor Wilayah Kecamatan Tanimbar Utara dan tanimbar Selatan Tahun 1990 Keterangan : A = Roda Dua dan Roda Empat

B = Sarana angkutan yang dipergunakan dari Ibukota Kecamatan kedesa adalah : kapal motor, perahu layar, dan sarana angkutan laut lainnya.

C = Jalan setapak antar desa

2.9. LUAS WILAYAH DAN JUMLAH PENDUDUK

P. Yamdena termasuk dalam 2 wilayah administrasi pemerintahan yaitu Kecamatan Tanimbar Utara dengan ibukota kecamatannya Larat yang terletak di P. Larat dan Kecamatan Tanimbar Selatan dengan ibukota kecamatannya Saumlaki di P. Yamdena. Kecamatan Tanimbar Utara terdiri atas 36 buah pulau dan hanya 8 buah pulau yang berpenghuni berhubung keadaan tanah yang tidak dapat dijadikan lahan pertanian/ perkebunan. Kecamatan Tanimbar Selatan meliputi 4 buah pulau dengan 32 buah desa.

Tabel 2.15 dan Tabel 2.16 menggambarkan penyebaran desa-desa, luas masing-masing

desa serta letaknya pada masing-masing kecamatan. Tabel 2.15. Luas Desa Kecamatan Tanimbar Utara

No. Nama Desa Luas (km²) Pulau

1 Ridal 227,23 Larat

2 RiTabel 2. 227,29 sda

3 Kampung Bugis 0,03 sda

4 Lelengluan 339,10 sda

5 Watidal 284,85 sda

6 Kaliobar 16,50 sda

7 Kelaan 11,04 sda

8 Lamdesar Barat 28,20 sda

9 Lamdesar Timur 132,37 sda

10 Ramean 135,63 Fordata

11 Rumngeur 34,89 sda

12 Awea 8,54 sda


(30)

No. Nama Desa Luas (km²) Pulau

14 Walerang 3,71 sda

15 Adodo Fordata 12,13 sda

16 Arma 7,00 Pes. Y.dena

17 Watmuri 43,16 sda

18 Manglusi 130,04 sda

19 Tutukembun 10,35 sda

20 Waturu 78,55 sda

21 Lumasebu 60,00 sda

22 Kilmasa 7,02 sda

23 Mayano Raya 40,00 sda

24 Alusi Krawain 7,95 Pesi.- Timur

25 Alkusi Kelaan 3,34 sda

26 Alusi Tambrian 2,85 sda

27 Alusi Bujalim 14,69 sda

28 Alusi Batjas 7,61 sda

29 Watmasa 6,27 Pes. Barat

30 Awear Rumngeur 5,04 sda

31 Karatat 19,09 sda

32 Wunlah Wabar 1,67 sda

33 Kilon 5,61 sda

34 Abat 11,48 sda

35 Lingoda 138,16 Nuswotar

36 Labobar 1,06 Labobar

37 Tainaman Mita 13,74 Taina man

38 Nurkat 147,79 Naru

39 Tutunamental 2,60 Rolo

40 Wulmasa 5,03 sda

41 Adodo Rolo 13,32 sda

42 Wedangkan 3,50 sda

Jumlah 2.274,72

Sumber : Kantor Kecamatan Tanimbar Utara, 1990

Tabel 2.16. Luas Desa Kecamatan Tanimbar Selatan

No. Nama Desa Luas (km²) Pulau

1 Saumlaki 0,75 Yamdena


(31)

No. Nama Desa Luas (km²) Pulau

4 Lauran 35,40 “

5 Kabyarat Raya 180,12 “

6 Ilngei 180,30 “

7 Wowonda 110,25 “

8 Tumbun 150,10 “

9 Lorulun 180,25 “

10 Atubul Raya 175,15 “

11 Amdasa 150,10 “

12 Sangliat Dal 110,20 “

13 S.Krawain 130,45 “

14 Arui Bab 150,60 “

15 Arui Das 155,75 “

16 Lermatan 154,40 “

17 Lat Dalam 260,60 “

18 Otomer Raya 150,55 “

19 Wermatan 300,65 “

20 Makatian 480,75 “

21 Weratan 75,00 Seira

22 Welutu 50,00 “

23 Ruma Salut 25,00 “

24 Kamatubun 182,00 “

25 Adaut 28,50 Selaru

26 Namtabun 27,95 “

27 Kandar 26,27 “

28 Lingat 5,39 “

29 Wearin/Elipsa 4,80 “

30 Fursui 3,21 “

31 Matakus 28,85 Matakus

Jumlah 3.629,00

Sumber : Kantor Kecamatan Tanimbar Selatan

Tabel 2.17. Kondisi Kependudukan (Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk) di Kedua Wilayah

Jumlah Kepadatan Pertumbuhan Kecamatan Wilayah Luas

2000 2005 2000 2005 Jumlah Persentase Tanimbar Selatan 3.629 19.375 21.204 5,34 5,84 1.829 9,44 Tanimbar Utara 2.274,72 11.972 13.521 5,26 5,94 1.549 12,94


(32)

Dari kondisi Tabel 2.17 diatas terlihat bahwa pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tanimbar Utara cenderung meningkat dengan kepadatan yang makin meningkat selama warsa 5 tahun ini. Dengan luas wilayah yang lebih sempit dibanding Kecamatan Tanimbar Selatan, Kecamatan Tanimbar Utara pertumbuhan penduduknya hampir 13% sendiri.

Walaupun persentase pertumbuhan penduduknya tidak sebesar Kecamatan Tanimbar Utara, namun ternyata jumlah penduduknya jauh lebih banyak bertambah di Kecamatan ini yaitu sekitar 1.829 orang. Untuk Saumlaki yang merupakan daerah ibukota kecamatan ternyata merupakan daerah yang terpadat penduduknya, di Kecamatan Tanimbar Selatan. Daerah pantai Timur P. Yamdena berpenduduk relatif lebih padat apabila dibandingkan dengan daerah pantai Barat, demikian pula jumlah desa-desanya lebih banyak. Wilayah pantai Timur lebih menarik untuk dihuni diperkirakan karena lahannya landai sehingga pemukim mudah untuk tinggal disana.

Bila dilihat dari komposisi penduduknya ternyata jumlah penduduk kedua kecamatan ini lebih banyak perempuan, walaupun perbedaan jumlah keduanya tidak begitu mencolok. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.18 berikut ini.

Tabel 2.18. Komposisi Penduduk di Kedua Wilayah Jenis Kelamin Kecamatan Tahun

Laki-laki Perempuan Jumlah

Rasio (L/P)

2000 9.500 9.875 19.375 96,20

Tanimbar Selatan

2005 10.505 10.699 21.204 98,19

2000 5.918 6.054 11.972 97,75

Tanimbar Utara

2005 6.764 6.757 13.521 100,10

Sumber : Maluku Tenggara Barat dalam Angka 2005/2006

2.10. JENIS USAHA

Masyarakat di Kepulauan Tanimbar, masih tergolong masyarakat agraris. Sebagian besar masyarakat menggantungkan hidup mereka pada lahan pertanian. Sektor-sektor yang merupakan sumber mata pencaharian masyarakat secara berurutan pentingnya ialah pertanian, perdagangan terutama kopra, pegawai negeri/swasta dan industri. Penyebaran keluarga berdasarkan mata pencaharian mereka dapat dilihat padaTabel 2.19.


(33)

Tabel 2.19. Penyebaran Keluarga Berdasarkan Mata Pencaharian di Kedua Kecamatan Tanimbar

Nama Kecamatan Pertanian Perdagangan Industri Peg.Neg/Swasta Jumlah

Tanimbar Utara 12.744 269 140 368 13.521

Tanimbar Selatan 19.980 346 214 664 21.204

Jumlah 32.724 615 354 1.032 34.725

Sumber : Maluku Tenggara Barat dalam Angka 2005/2006

2.11. AGAMA DAN FASILITAS PERIBADATAN

Tiga jenis agama dianut oleh penduduk Kepulauan Tanimbar ialah Kristen Protestan, Kristen Katholik dan Islam. Mayoritas penduduk memeluk Agama Kristen Protestan, disusul oleh pemeluk Agama Kristen Katholik dan Islam. Dari jumlah penduduk yang tercatat menganut kepercayaan lain. Desa-desa yang berada di pantai Timur P. Yamdena yang termasuk dalam wilayah administratsi Kecamatan Tanimbar Selatan, seluruhnya menganut Agama Kristen Katholik. Adapun desa-desa yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Tanimbar Utara, pada wilayah pantai yang sama, ada pula yang menganut agama Kristen Protestan.

Wilayah pantai Barat P. Yamdena yang berada di dalam admintrasi Kecamatan Tanimbar Selatan, seluruhnya dihuni oleh penduduk yang menganut Agama Kristen Protestan. Di wilayah pantai Barat dalam administrasi Kecamatan Tanimbar Utara, ada pula desa-desa yang berpenduduk Islam selain Protestan.

Penduduk yang menganut Agama Islam tersebar di 6 desa dalam wilayah Kecamatan Tanimbar Selatan dan di 11 desa di wilayah Kecamatan Tanimbar Utara. Desa Kampung Bugis dan Labobar merupakan desa yang penganut Islamnya terbanyak, disusul oleh Desa Kilon. Penyebaran pemeluk Agama Islam terutama di daerah Ibukota Kecamatan dan di daerah sekitar pantai Barat P. Yamdena tersebut diduga karena mereka adalah pendatang yang pada waktu menetap di wilayah Kepulauan Tanimbar sudah memeluk Agama Islam, sedang para pemeluk agama lainnya asalnya adalah penduduk asli yang kemudian memeluk agama Kristen dengan datangnya misi Agama Kristen Protestan dan Kristen Katholik.

Itulah sebabnya pula mengapa penyebaran mereka mengelompok di satu wilayah pantai Barat. Oleh karena wilayah pantai Timur P. Yamdena sudah terlebih dahulu penuh oleh pemukim, maka pendatang baru mencari daerah-daerah yang masih memungkinkan


(34)

mereka untuk menetap. Dalam hal ini kawasan pantai Barat beserta pulau-pulau disekitarnya merupakan tempat yang dapat lebih leluasa mereka huni.

Desa Labobar yang terletak di pulau Labobar merupakan daerah yang sangat terkenal sejak masa dahulu karena bajak lautnya. Diperoleh keterangan bahwa hanya satu-satunya desa yang ada di P. Lalobar dihuni oleh penduduk pendatang dari P. Buton yang beragama Islam. Adapun Desa Kilon terletak berseberangan dengan Desa Labobar di P. Labobar. Salah satu kemungkinan ialah bahwa Desa Kilon dihuni oleh penduduk yang sama asalnya dengan yang bermukim di Desa Labobar sehingga mereka juga beragama Islam. Kemungkinan yang lain adalah bahwa penduduk Desa Kilon umumnya menganut Agama Islam karena pengaruh penduduk di Desa Labobar.

Penganut Agama Islam di wilayah Kecamatan Tanimbar Selatan terutama berada di Ibukota Kecamatan Saumlaki. Penganut Agama Islam di desa-desa lainnya dari kelima desa yang ada penganut Islamnya, boleh dikatakan sangat sedikit, yaitu maksimum 8

orang.

Gereja dapat dijumpai di setiap desa Kristen Protestan dan Katholik. Bangunan gereja pada umumnya jauh lebih baik/megah dari pada perumahan penduduk sendiri. Dilihat dari sudut letak, kualitas bangunan serta luas bangunan dan arsitekturnya, bangunan gereja adalah superior. Gereja dibangun oleh masyarakat dengan jalan sumbangan/gotong royong.

Di seluruh kecamatan Tanimbar Utara terdapat 48 buah gereja sedangkan desa yang berpenduduk Kristen ada 32 buah, yang berarti di suatu desa terdapat lebih dari satu buah gereja. Mesjid hanya 6 buah di wilayah Kecamatan Tanimbar Utara dan hanya satu buah terdapat di Kecamatan Tanimbar Selatan, yaitu di Saumlaki.

2.12. PEREKONOMIAN

Perekonomian lokal terdiri atas perekonomian rumah tangga dan perekonomian kecamatan. Perekonomian rumah tangga ini menjadi landasan bagi perkembangan ekonomi desa dan selanjutnya ekonomi kecamatan.

a. Perekonomian Rumah Tangga

Perekonomian rumah tangga ditentukan oleh sumber daya alam, teknologi dan ketrampilan (skill) yang dimiliki oleh rumah tangga tersebut. Secara kolektif ekonomi


(35)

rumah tangga ini akan membentuk perekonomian daerah/regional yang dalam konteks masyarakat yang diteliti ialah desa dan kecamatan. Sumber daya alam yang dapat menjadi landasan bagi perkembangan ekonomi rumah tangga ialah lahan, perikanan, peternakan, industri kerajinan.

Lahan merupakan sumber daya alam yang baku bagi masyarakat agraris seperti halnya yang terjadi di Kepulauan Tanimbar. Bentuk-bentuk lahan yang dimanfaatkan guna menunjang ekonomi rumah tangga ialah lahan pekarangan, ladang dan kebun. Pekarangan di kebanyakan desa dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan tidak langsung yaitu dengan menanaminya dengan jenis-jenis tanaman bahan makanan, sekedar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan bukan untuk dijual, kecuali di desa-desa yang berdekatan dengan Ibukota kecamatan dengan produksi tanaman yang melebihi kebutuhan untuk dikonsumsi sendiri. Jenis tanaman yang biasa diusahakan di lahan pekarangan ialah yang menghasilkan bahan makanan pokok mereka seperti sukun, pisang dan ubi kayu. Baik karena produksi maupun pemasaran yang sangat terbatas, produksi dari lahan pekarangan belum merupakan komoditi pasar (cash crop).

Ladang ialah lahan yang diusahakan dengan cara bercocok tanam tidak permanen. Selain pekarangan, ladang juga menjadi sumber ekonomi keluarga, karena bahan makanan yang dihasilkannya. Jenis tanaman yang biasa ditanam di ladang ialah ubi jalar, kumbili, jagung, padi dan sayur-sayuran terutama cabe kecil, bawang dan sejenis labu. Di beberapa desa, kacang hijau ditanam selain untuk di konsumsi sendiri juga dijual karena kacang hijau merupakan komoditi pertanian yang bernilai tinggi (industrial commodity).

Apabila ladang tersebut sudah tidak berproduksi baik lagi, maka ia berubah status menjadi kebun. Baru ketika itulah ladang menjadi aset yang relatif berharga bagi keluarga dengan produksi yang dihasilkannya. Jenis tanaman yang paling umum diusahakan di kebun ialah kelapa dan pisang.

Kelapa dan pisang pada umumnya menjadi tumpuan ekonomi rumah tangga. Mereka merupakan komoditi pasar (cash crops), yang nantinya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan keperluan yang lainnya seperti untuk membiayai anak-anak mereka sekolah di luar daerah maupun bagi keperluan hidup mereka sendiri. Kopra biasa mereka jual ke Surabaya sedang pisang ke pulau-pulau lain sampai juga ke Ambon. Akhir-akhir ini, penduduk juga mengusahakan tanaman kemiri dalam areal yang tidak terlalu luas, dan juga jambu mete.


(36)

Perikanan pada umumnya belum merupakan mata pencaharian pokok. Karena uang belum banyak beredar, masyarakat belum dapat menggantikan usaha pertanian dengan yang lainnya. Selama ini pada umumnya penduduk mencari ikan apabila keadaan laut tenang dan mereka memerlukan untuk konsumsi sendiri. Jadi mencari ikan bukanlah merupakan kegiatan yang rutin. Kecuali bagi mereka yang mempunyai sarana jaring dan perahu yang sesuai, seperti yang didapati di desa-desa pantai Barat P. Yamdena, penangkapan ikan merupakan sumber yang berarti dalam ekonomi rumah tangga.

Seperti halnya perikanan, peternakan merupakan usaha yang bersifat subsisten. Ternak dipelihara hanya untuk konsumsi sendiri. Dalam kondisi tertentu, bagi yang tinggal di desa yang akses terhadap pasar, ternak juga dijual. Ternak yang dimiliki umumnya ayam. Kambing dan babi merupakan ternak yang komersial.

Tenun tradisional Tanimbar merupakan industri rumah tangga yang terdapat di hampir semua desa. Sejauh ini tenun belum sampai dipasarkan, baru terbatas untuk pemakaian sendiri berhubung pasar untuk tenun belum berkembang.

b. Perekonomian Daerah

Unsur-unsur yang mempengaruhi berkembangnya suatu perekonomian ialah tersedianya pasar, produksi, sarana perhubungan, tingkat pendapatan dan kemudahan-kemudahan.

1) Perdagangan

Pasar merupakan motor dari perdagangan. Pasar dapat berbentuk pasar lokal dan pasar luar. Bagi kondisi negara-negara yang kurang berkembang, pasar luar lebih berperan nyata dalam perkembangan perekonomiannya, dari pada pasar lokal. Hal ini juga berlaku bagi keadaan di P. Yamdena.

Dari konfigurasi yang ada, pasar lokal hanya terdapat di Saumlaki dan Larat, kedua Ibukota kecamatan. Secara fisik maupun konseptual, pasar di kedua ibukota kecamatan tersebut sudah lengkap. Kegiatan perekonomian di kedua ibukota kecamatan tersebut merupakan faktor penarik bagi berkembangnya perekonomian di desa-desa di P.Yamdena. Bangunan pasar semi-permanen terdapat di Saumlaki. Para pedagang menempati halaman depan toko-toko yang ada, dalam menawarkan barang dagangannya. Walaupun demikian, fungsi pasar telah terpenuhi dengan sempurna dan kegiatan jual beli sudah berlangsung tiap hari (7 hari dalam seminggu). Di Larat, pasar semi-permanen tidak tersedia.


(37)

Di kedua ibukota kecamatan, barang-barang yang tahan lama didatangkan langsung dari Surabaya termasuk beras, sedang bahan pangan yang tidak tahan lama, yang dipasarkan ialah yang diproduksi di P. Yamdena, seperti sayur-sayuran, buah-buahan serta ikan segar hasil tangkapan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa para pedagang besar yang memiliki toko/tempat usaha biasanya berasal dari luar P. Yamdena yaitu dari Padang, Sulawesi Selatan, Surabaya dan Cina dari P. Jawa (terutama dari Surabaya). Dapat dilihat bahwa perekonomian di kedua ibukota kecamatan cukup berkembang terbukti dari tersedianya barang-barang yang biasa diperdagangkan di kota-kota di P. Jawa.

2). Pendapatan

Pendapatan merupakan unsur penting baik dalam ekonomi rumah tangga maupun dalam ekonomi lokal. Tabel 2.20menyajikan tingkat pendapatan per kapita pada desa sample di Kecamatan Tanimbar Selatan dan di Kecamatan Tanimbar Utara. Pendapatan per kapita di Kecamatan Tanimbar Utara kecuali untuk Kampung Bugis, tidak terlihat perbedaan yang nyata. Tidak demikian halnya dengan keadaan di Kecamatan Tanimbar Selatan.

Pendapatan per kapita di Kecamatan Tanimbar Utara lebih besar bila dibandingkan dengan pendapatan per kapita di Kecamatan Tanimbar Selatan. Hal ini disebabkan karena pendapatan yang diperoleh dari sektor perikanan di Kecamatan Tanimbar Utara lebih tinggi terutama untuk desa-desa yang ada di Pulau Larat sebab hasil yang diperoleh dari Pulau Larat lebih beragam dan bernilai tinggi (misalnya lala, tripang dan lain-lain). Akan tetapi untuk hasil pertanian pendapatan per kapita di kedua kecamatan tersebut relatif sama.

Tabel 2.20. Pendapatan Perkapita dari Beberapa Desa Sample untuk Kecamatan Tanimbar Utara dan Tanimbar Selatan

Kecamatan Nama Desa Pendapatan/kapita/ tahun

Pengeluaran/kapita/ tahun

Ridol 207,41

Kampung Bugis 312,75 272,63

Alusi Batjas 225,24 79,04

Tanimbar Utara

Tutukembun 207,54

Olilit Lama 165,00 164,46

Lingei 152,94 147,16

Wowonda 141,78 123,87

Tanimbar Selatan


(38)

Kecamatan Nama Desa Pendapatan/kapita/ tahun

Pengeluaran/kapita/ tahun

Adaut 177,30 175,86

Sangliat Krawain 336,07 234,82

Welutu 155,31 147,18

Rumasalut 176,62 146,53

Kawatubun 235,66 211,03

Sumber : Maluku Tenggara Barat dalam Angka 2006/ 2007

c. Rencana Pengembangan Perekonomlan Lokal

Seiring dengan program Pemerintah untuk lebih mendayagunakan sumber daya yang ada, maka dilakukan usaha-usaha untuk menarik investor ke daerah ini. Melihat potensi yang ada di daerah P. Yamdena dan sekitarnya, Pemerintah Daerah telah membuat rencana pengembangannya. Diharapkan dengan adanya investasi tersebut, penduduk setempat dapat memperoleh manfaat yang nyata dengan kenaikan standar kehidupan mereka, peningkatan kemampuan mereka dan berubahnya kebiasaan serta tata cara hidup mereka menuju ke keadaan yang lebih positif.

Rencana-rencana yang sudah disusun oleh Pemerintah Daerah untuk pengembangan daerah tersebut adalah sebagai berikut :

(1). Untuk mengembangkan potensi perikanan, akan dibangun pabrik yang mengolah ikan menjadi tepung di Kelapa Dua (Kec. Tanimbar Selatan) dan di Kelapa Satu (Kec. Tanimbar Utara). Budi daya teripang akan dilakukan oleh CV. Budhi Dharma Maluku di P. Seira.

(2). Pengembangan usaha di sektor perkebunan mulai digalakkan yaitu pertanaman kelapa dengan jenis kelapa genjah. Dua perusahaan telah memperoleh ijin prinsip dari BKPMD, yaitu PT. Tanimbar Indah untuk perluasan pertanaman kelapa hibrida seluas 15 ha, sedang PT. Perintis Lima Puluh Makmur untuk pembangunan pertanaman coklat seluas 15 ha. Rencana penanaman tebu dalam rangka perluasan areal dan dengan demikian pembangunan pabrik gula baru dalam taraf percobaan. Percobaan penanaman tebu telah dirintis sejak tahun 1982 dan pertumbuhannya cukup baik. Perluasannya ketingkat perkebunan menghadapi kendala air, sehingga usaha ini belum dapat dilanjutkan.

(3). Pengembangan tempat-tempat yang berpotensi untuk menjadi objek wisata. Keindahan alam di sekitar P.Yamdena mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata pantai. Adanya jenis hewan yang spesifik


(39)

bakau, serta berbagai jenis anggrek dapat merupakan tambahan potensi daerah ini.

Daerah-daerah di Kecamatan Tanimbar Utara seperti Watidal dan Lamdesar Timur merupakan daerah pantai yang berpasir putih yang cukup luas sehingga dapat dijadikan obyek wisata yang sangat bagus. Begitu juga daerah Romean merupakan pantai dengan batu-batu karang yang sangat indah. Di Tanimbar Selatan, desa Olilit adalah sebuah daerah dengan panorama pantai ditambah dengan adanya hutan bakau yang di waktu air surut merupakan daerah berpasir putih yang berbakau. Pantai Olilit membentang sepanjang ± 2 km dengan lebar pantai yang cukup luas. Di dalam rencana pengembangan Kecamatan Tanimbar Selatan, Pantai Olilit akan dijadikan objek wisata yang nantinya akan dilengkapi dengan sarana dan prasarananya. Objek-objek wisata lainnya yang dapat dikembangkan terdapat di Arui Bab dan Makatian. Di kedua daerah tersebut terdapat susunan batu yang berbentuk perahu. ini merupakan salah satu nilai budaya yang patut dilestarikan dan sekaligus juga dapat dijadikan objek wisata.

(4). Guna menunjang pembangunan ekonomi, fasilitas telekomunikasi serta perbankan perlu mendapat perhatian. Telah ada dalam rencana, pembangunan SBK (Stasiun Bumi Kecil) di Larat serta bank yang dapat melayani pertumbuhan ekonomi.


(40)

BAB III

HASIL PENGAMATAN

3.1. KAWASAN HUTAN DAN TATA RUANG

Kawasan Hutan pertama kali digunakan sebagai terminologi hukum pada UU Kehutanan No. 5 Tahun 1967 dan menjadi satu satuan pembatas yurisdiksi Departemen Kehutanan seperti tertuang pada UU Nomor 41 Kehutanan Tahun 1999. Proses untuk menetapkan cakupan aktual dapat ditelusuri lewat PP tentang Perencanaan Kehutanan (PP No. 44/2004). Pemerintah untuk beberapa waktu lamanya telah memberikan konsesi pembalakan di luar pulau Jawa bahkan sebelum UU Kehutanan Tahun 1967 diberlakukan.

Peraturan yang mengatur penetapan Kawasan Hutan diterbitkan pada tahun 1974 (SK Menhut No. 85/1974) dan hingga pertengahan tahun 80-an hampir tiga perempat wilayah tanah di Indonesia ditetapkan sebagai Kawasan Hutan oleh Departemen Kehutanan, yang pada saat itu baru berdiri sendiri terpisah dari Departemen Pertanian. Proses penetapannya dilakukan melalui Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK).

Pulau Yamdena merupakan bagian dari Provinsi Maluku. Kategori pengelolaan hutan di Pulau Yamdena berdasarkan TGHK disajikan pada Tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1. Kawasan Hutan di Pulau Yamdena Berdasarkan TGHK Tahun 1984

NO. FUNGSI HUTAN LUAS (HA) %

1 Hutan Produksi yang dpt Dikonversi (HPK) 177.839 54,60

2 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 83.645 25,68

3 Hutan Suaka Alam dan Wisata (HSAW) 64.240 19,72

Total 325.725 100,00

Sumber : Peta TGHK Provinsi Maluku (luas dihitung secara digital)

Penetapan TGHK menimbulkan beberapa polemik dengan daerah, beberapa kompromi dapat dicapai melalui proses perencanaan penataan ruang wilayah Provinsi (RTRWP) dan Kawasan Hutan yang sekarang berlaku adalah hasil dari harmonisasi antara TGHK dan RTRWP, atau yang disebut dengan Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan (KHP). Kategori pengelolaan hutan di Pulau Yamdena berdasarkan KHP disajikan pada


(41)

Tabel 3.2. Kawasan Hutan di Pulau Yamdena Berdasarkan KHP Tahun 1999

NO. FUNGSI HUTAN LUAS (HA) %

1 Areal Penggunaan Lain (APL) 2.586 0,79

2 Hutan Produksi yang dpt Dikonversi (HPK) 95.338 29,27

3 Hutan Produksi Tetap (HP) 82.711 25,39%

4 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 77.544 23,81%

5 Hutan Suaka Alam dan Wisata (HSAW) 67.545 20,74%

Total 325.725 100,00%

Sumber : Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Maluku, 1999 (luas dihitung secara digital)

3.2. TUTUPAN LAHAN

Analisis penutupan lahan dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui jenis tutupan lahan dari tahun ke tahun. Analisa menggunakan citra Landsat dari Tahun 1999 sampai dengan Tahun 2008.. Landsat yang dipakai adalah pada posisi Path Raw 106/65 dengan tanggal pemotretan sebagai berikut :

- Tahun 2008, liputan tanggal 24 Januari 2008 - Tahun 2007, liputan tanggal 11 April 2007

- Tahun 2006, liputan tanggal 17 Oktober 2006 dan 10 Mei 2006

- Tahun 2005, liputan tanggal 21 April 2005, 1 Desember 2005 dan 28 Desember 2005

- Tahun 2004, liputan tanggal 2 April 2004, 8 Agustus 2004 dan 14 Desember 2004

- Tahun 2003, liputan tanggal 22 Agustus 2003 dan 26 November 2003 - Tahun 2002, liputan tanggal 4 September 2002 dan 6 Oktober 2002

- Tahun 2001, liputan tanggal 19 Januari 2001, 21 Februari 2001 dan 10 September 2001

- Tahun 2000, 7 April 2000 dan 1 November 2000

- Tahun 1999, liputan tanggal 14 Januari 1999 dan 27 Agustus 1999 - Tahun 1998, berdasarkan peta penutupan lahan Litbang Kehutanan

Pengkelasan jenis tutupan lahan dipilah menjadi enam kelas yaitu Hutan Primer Kering, Hutan Primer Basah, Hutan Sekunder Kering, Hutan Sekunder Basah, Non Hutan Kering dan Non Hutan Basah. Berdasarkan interpretasi citra diperoleh hasil seperti tertulis pada


(42)

Tabel 3.3. Tutupan Lahan di Pulau Yamena Tahun 1998 sampai 2008 LUAS TUTUPAN LAHAN (HA)

Hutan Non Hutan

TAHUN

Hpk Hpb Hsk Hsb

Jml

Hutan NHk NHb

Jml Non Hutan 1998 272.919 26.883 23.425 - 323.228 2.497 - 2.497 1999 227.048 26.539 61.475 - 315.062 10.663 - 10.663 2000 200.701 24.896 77.141 328 303.066 22.659 - 22.659 2001 169.190 22.878 76.559 1.355 269.983 55.742 - 55.742 2002 150.373 20.090 90.732 2.066 263.262 62.463 - 62.463 2003 128.787 19.370 107.059 1.952 257.168 68.011 546 68.557 2004 102.437 18.500 132.216 1.696 254.850 69.789 1.086 70.875 2005 90.251 18.198 141.986 1.400 251.835 72.508 1.382 73.890 2006 87.340 16.887 140.858 1.018 246.103 77.205 2.416 79.622 2007 72.901 16.360 150.987 1.338 241.586 81.411 2.727 84.138 2008 47.149 15.318 164.941 1.089 228.498 94.197 3.030 97.227

Sumber : Penafsiran Citra Satelit Landsat Landsat 7 ETM+.

Keterangan : Hpk : Hutan Primer Lahan Kering, Hpb : Hutan Primer Lahan Basah, Hsk : Hutan Sekunder Lahan Kering, Hsb : Hutan Sekunder Lahan Basah, NHk : Non Hutan Lahan Kering, NHb : Non Hutan Lahan Basah


(43)

BAB IV

ANALISIS

4.1. PERUBAHAN KAWASAN HUTAN

Pembagian kawasan hutan yang dipakai pada saat ini adalah berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan (KHP) yang menggantikan Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK). Peta KHP merupaka peta pembagian fungsi kawasan yang dibuat dengan perencanaan dan pertimbangan kondisi biofisik wilayah dengan memadukan antara peta TGHK dan RTRW daerah setempat.

Perubahan fungsi kawasan dari TGHK menjadi KHP pada Pulau Yamdena ditandai dengan terbitnya SK Menteri Kehutanan No 415/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Maluku. Pada pembagian kawasan menurut KHP terlihat sebaran HSAW dan HPT berada di wilayah tengah pulau tersebut, sedangkan HP berada agak tengah pulau dengan posisi mengelilingi HPT. Pada kawasan dengan fungsi APL berada di dua tempat yaitu ujung pulau bagian utara dan ujung pulau bagian selatan, sedangkan kawasan HPK menempati wilayah sepanjang pantai Pulau Yamdena.

Berikut pada Tabel 4.1 disajikan perbandingan luas pembagian kawasan hutan antara KHP dengan TGHK.

Tabel 4.1. Perbandingan Pembagian Kawasan Berdasarkan TGHK dengan KHP Pulau Yamdena

TGHK KHP

No. Fungsi Hutan

Luas (Ha) % Luas (Ha) %

1 Hutan Produksi Tetap (HP) 82.715 25,39

2 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 83.654 25,68 77.554 23,81 3 Hutan Produksi dapat di-Konversi (HPK) 177.831 54,60 95.326 29,27

4 Hutan Suaka Alam dan Wisata (HSAW) 64.240 19,72 67.544 20,74

5 Areal Penggunaan Lain (APL) 2.585 0,79

Jumlah 325.725 100,00 325.725 100,00


(44)

PERBANDINGAN LUAS PER KAWASAN ANTARA TGHK DENGAN KHP P.YAMDENA

2.586 95.338 77.544 67.545 64.240 83.645 177.839 82.711 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000 200000

APL HPK HP HPT HSAW FUNGSI KAWASAN LU A S ( H a ) TGHK KHP

Gambar 4.1. Perbandingan Luas TGHK dengan KHP Pulau Yamdena

Perubahan pembagian fungsi kawasan dari TGHK menjadi KHP memperlihatkan perubahan yang mencolok terhadap plotting masing-masing fungsi kawasan. Pada KHP muncul fungsi HP dan APL, pada TGHK fungsi kawasan ini belum ada. Perubahan fungsi kawasan ini juga dapat diamati dari data yang ditampilkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Pengalihan Fungsi Kawasan dari TGHK menjadi KHP

TGHK KHP Luas (Ha) Prosen (%)

APL 2.586 1,45

HPK 94.248 53,00

HP 73.660 41,42

HPT 6.243 3,51

HPK

HSAW 1.102 0,62

Total HPK (pada TGHK) 177.839 100,00

HPK 18 0,02

HP 7.578 9,06

HPT 70.938 84,81

HPT

HSAW 5.111 6,11

Total HPT (pada TGHK) 83.645 100,00

HPK 1.072 1,67

HP 1.473 2,29

HPT 363 0,57

HSAW

HSAW 61.332 95,47

Total HSAW (pada TGHK) 64.240 100,00

Total 325.725


(45)

Dari Tabel 4.2 ini menunjukkan data-data sebagai berikut :

- HPK menurut Peta TGHK berkurang 83.591 ha (47,00%), sebagian arealnya berubah menurut Peta KHP menjadi APL, HP, HPT dan HSAW pada KHP. - HPT menurut Peta TGHK berkurang 12.707 ha (15,19%), sebagian arealnya

berubah menurut Peta KHP menjadi HPK, HPdan HSAW pada KHP.

- HSAW menurut Peta TGHK berkurang 2.908 ha (4,53%) sebagian arealnya berubah menurut Peta KHP menjadi HPK, HP dan HPT pada KHP.

Pada kajian ini ditampilkan gambaran pembagian kawasan menurut TGHK dan menurut KHP seperti dapat dilihat pada Gambar 4.2. Apabila diamati dari data angka-angka luasan pada Tabel 4.2 maupun tampilan sebaran fungsi kawasan pada Gambar 4.2

terlihat bahwa HPK pada TGHK banyak berubah ke fungsi lain. Untuk areal yang terkonfersi menjadi HP maupun HPT maka berpotensi dapat dieksploitasi oleh investor HPH sedangkan areal yang berubah menjadi APL maka arealnya berpotensi dibuka untuk pemukiman maupun pertanian dan peladangan.

Perkembangan wilayah Pulau Yamdena lebih cenderung berada di wilayah pantainya. Pada wilayah pantai ini, berkembang beberapa pemukiman kecil yang letak antara pemukiman satu dengan yang lain cukup jauh. Pemukiman-pemukiman ini dalam peta kawasan terkini (KHP) berada dalam HPK termasuk kota Kabupaten yaitu Sumlaki.


(46)

Gambar 4.2. Peta Pembagian Fungsi Kawasan Berdasarkan TGHK dan KHP

4.2. PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN 4.2.1. Kelas Tutupan Lahan

Kajian degdradasi hutan berkaitan dengan tingkat penurunan produktifitas hutan yang salah satu indikatornya dapat dilihat dari perubahan tutupan lahannya. Untuk mendapatkan informasi tutupan lahan diperlukan data dan informasi yang cepat dan akurat, salah satunya dengan data citra satelit penginderaan jauh. Citra atau foto satelit merupakah potret permukaan bumi yang menggambarkan apa saja yang terdapat di permukaan bumi. Salah satu jenis citra satelit adalah citra Landsat 7 ETM+. Citra jenis ini masuk dalam kategori citra beresolusi sedang yang mampu menggambarkan tingkat penutupan lahan yang cukup jelas. Kelebihan penggunaan data penginderaan jauh adalah ketersediaan data yang up to date dan juga ketersediaan data yang bersifat time series.


(1)

~ IV- 40 ~

4.2.5. Kondisi Tutupan Lahan di Dalam Areal IUPHHK-HA Eksisting

Pada saat ini di Pulau Yamdena terdapat investor kehutanan untuk pengelolaan IUPHHK-HA yaitu PT. Karya Jaya Berdikari (KJB) yang ijin usaha berlaku mulai Tahun 2009 dengan areal konsesi seluas 93.980 ha.

Kajian ini juga menganalisa kondisi tutupan lahan areal konsesi PT.KJB dengan maksud memberikan gambaran kondisi eksisting areal yang akan digarap. Tentunya hasil kajian ini akan berguna terutama apabila dalam kajian ini ditemui data-data hasil tutupan lahan berupa Non Hutan, dari data tersebut diharapkan akan diketahui oleh semua pihak sebagai bahan kesepahaman kondisi saat ini dan sekaligus bahan evaluasi untuk masa yang akan datang.

Gambar 4.32. Peta Tutupan Lahan PT. Karya Jaya Berdikari

Kondisi tutupan lahan di areal kerja PT.KJB dapat dilihat pada Tabel 4.20. Hasil analisis menunjukkan areal PT.KJB didominasi oleh tutupan Hutan Sekunder Lahan Kering yaitu sebanyak 67,05% dari luas arealnya. Sedangkan arela non hutan diperkirakan mencapai 19.229 ha atau 21,11%.


(2)

~ IV- 41 ~

Tabel 4.20. Kondisi Tutupan Lahan PT.Karya Jaya Berdikari

TUTUPAN LAHAN LUAS (HA) PROSENTASE (%)

Hutan Primer Lahan Kering (HPk) 6.155 6,55 Hutan Sekunder Lahan Kering (HSk) 65.956 70,18 Hutan Sekunder Lahan Basah (HSb) 667 0,71 Non Hutan Lahan Kering (NHk) 18.785 19,99 Non Hutan Lahan Basah (NHb) 2.417 2,57

JUMLAH 93.980 100,00

TUTUPAN LAHAN PT.KARYA JAYA BERDIKARI

-10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 Hutan Primer Lahan Kering Hutan Sekunder Lahan Kering Hutan Sekunder Lahan Basah Non Hutan Lahan Kering Non Hutan Lahan Basah TUTUPAN LAHAN L U AS ( H A) Tutupan Lahan

Gambar 4.33. Grafik Tutupan Lahan PT. Karya Jaya Berdikari

4.3. PEMBUKAAN WILAYAH

Terjadinya pembukaan wilayah ditandai dengan adanya keberadaan jalan di wilayah tersebut. Dengan adanya jalan maka akses kepentingan yang menghubungkan wilayah tersebut dengan wilayah lain menjadi terbuka. Keberadaan jalan dalam kawasan hutan merupakan indikator bahwa kawasan hutan tersebut telah dijamah manusia dan telah ada aktifitas di dalam kawasan hutan tersebut. Dalam kajian ini ditelaah laju peningkatan pembukaan wilayah dengan acuan keberadaan jalan yang dijumpai di wilayah studi ini. Kajian menggunakan data selama 10 tahun (Tahun 1998 sampai dengan 2008), hasil analisa menunjukkan hal sebagai berikut :

- Pembuatan jalan tiap tahun berkisar antara 10 sampai 93 Km.

- Fungsi kawasan yang memliki jalan terpanjang dengan laju penambahan jalan yang paling besar adalah kawasan HPK.


(3)

~ IV- 42 ~

Tabel 4.21. Perkembangan Penambahan Panjang Jalan di P.Yamdena

Tahun (meter) Kawasan

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

HP 23.793 31.055 35.993 46.608 48.157 48.157 50.158 60.776 68.439 HPK 56.043 100.329 153.509 203.980 249.099 271.288 277.411 280.618 323.703 325.250 HPT 38.423 63.419 71.197 71.098 73.385 80.714 84.867 99.613 112.067 122.503

Total 94.466 187.541 255.761 311.071 369.092 400.159 410.435 430.389 496.546 516.192 Pertambahan/ Thn 93.075 68.220 55.310 58.021 31.067 10.276 19.954 66.157 19.646

Sumber : Pengolahan Data Digital

94.466 187.54 1 255.761 311.0 71 430.389 516.19 2

49 6.54 6

4 10.435 369.092 4 00.159 -100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun P an jan g Jal an ( m )

Gambar 4.34. Garfik Perkembangan Pembangunan Jalan di P.Yamdena

Dilihat dari panjang jalan dan penambahan panjang jalan per tahun maka dapat disimpulan adanya korelasi degradasi hutan terhadap pembangunan jalan. Hal ini terlihat dari fakta yang menunjukkan bahwa degradasi hutan terbesar ada pada HPK dan pada HPK tersebut panjang jalan maupun laju penambahan jalannya adalah yang terbesar pula. Sebagai ilustrasi perkembangan pembangunan jalan dapat dilihat dari tampilan citra satelit sebagian wilayah Pulau Yamdena seperti pada Gambar 4.35. Pada gambar tersebut menunjukkan perkembangan pembangunan jalan pada Tahun 2000 dengan tahun 2008.


(4)

~ IV- 43 ~

Gambar 4.35. Perkembangan Pembangunan Jalan menurut Tampilan Citra Landsat

Tahun 2000


(5)

~ V - 1 ~

BAB V

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan paparan analisa yang telah ditulis di muka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Laju degradasi hutan di Pulau Yamdena dari Tahun 1998 sampai 2008 mencapai kurang lebih 9.473 ha/tahun.

2. Kawasan yang memiliki laju degradasi terbesar terdapat pada Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK), hal ini disebabkan kawasan ini berada di wilayah pusat-pusat pemukiman, aksesibilitas mendukung dan topografi relatif ringan sehingga sangat memungkinkan masyarakat umum untuk membuka kawasan ini sekaligus mengeksploitasi hasil hutan yang ada (kayu).

3. Laju degradasi di luar eks IUPHHK-HA lebih besar dibandingkan laju degradasi pada areal eks IUPHHK-HA, hal ini dapat sebagai indikasi bahwa kerusakan hutan di Pulau Yamdena tidak hanya dikarenakan eksploitasi perusahaan kehutanan namun dikarenakan juga karena eksploitasi oleh penduduk setempat atau pihak selain perusahaan kehutanan.

4. PT.Karya Jaya Berdikari merupakan perusahaan kehutanan yang saat ini akan beroperasi di Pulau Yamdena, Pada saat ini kondisi tutupan lahan di areal konsesinya berupa Hutan Primer Lahan Kering 6.155 ha (6,55%), Hutan Sekunder Lahan Kering 65.956 ha 70,18%), Hutan Sekunder Lahan Basah 667 ha (0,71%), Non Hutan Lahan Kering 18.785 ha (19,99%) dan Non Hutan Lahan Basah 2.417 ha (2,57%)

5. Pembukaan wilayah di Pulau Yamdena di tandai dengan peningkatan aksesisibilas berupa pembangunan jalan dengan rata-rata penambahan jalan per tahun 46.858 meter. Laju peningkatan pembangunan jalan berakibat peningkatan laju degradasi hutan.

5.2. SARAN

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang diungkapkan maka dapat kemukakan saran-saran sebagai berikut :

1. Kerusakan hutan di Pulau Yamdena dikarenakan eksploitasi hutan secara berlebih dengan tidak memperdulikan aturan dan ketentuan yang ada. Oleh karena itu disarankan bagi pihak/instansi yang mempunyai kewenangan agar


(6)

~ V - 2 ~

mengawasi dan mengatur eksploitasi hutan menurut aturan hukum legal yang telah ditetapkan.

2. Pengaturan tata ruang wilayah perlu memperhatikan eksisistensi hutan sebagai penyangga kehidupan sehingga diharapkan bagi perencana tata ruang wilayah dapat membuat rancangan yang memperdulikan kelestarian hutan.

3. Hasil kajian ini dapat dijadikan refensi untuk evaluasi maupun perencanaan pengelolaan hutan di Pulau Yamdena pada khususnya dan pengelolaan ruang wilayah seluruh Pulau Yamdena pada umumnya.

4. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pengolahan data sekunder sehingga untuk penelitian selanjutnya sangatlah tepat jika dilakukan ground cek