BIOGRAFI AL- USTADZ 'UMAR BARADJA (1913-1990) PENULIS KITAB AL-AKHLAQ LIL BANIN.

(1)

BIOGRAFI AL-USTADZ

UMAR BARADJA (1913-1990)

PENULIS KITAB

AL AKHL

Ā

Q LIL BAN

Ī

N

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh:

Achmad Syamsul Wathon

NIM: A0.22.12.028

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Biografi Al-Ustadz ‘Umar Baradja (1913-1990) Penulis Kitab Al Akhlāq Lil Banīn”. Permasalahan yang akan dibahas yaitu, (1) Siapa Ustadz ‘Umar Baradja dan aktifitasnya? (2) Bagaimana pemikiran Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam kitab Al Akhlāq Lil Banīn?

Penelitian ini dilakukandengan menggunakan metode sejarah (historis), yaitu suatu langkah atau cara merekontruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan data, mengkritik, menafsirkan dan mensintresiskan data dalam rangka menegakkan fakta serta kesimpulan yang kuat. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis (sejarah). Sedangkan teori yang digunakan adalah teori kepemimpinan Rasulullah.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapatdisimpulkan bahwa, (1)Al-Ustadz ‘Umar bin Achmad Baradja adalah seorang ulama yang memiliki akhlak yang sangat mulia. Al-Ustadz ‘Umar bin Achmad Baradja lahir di kampung Ampel Maghfur Surabaya, pada 10 Jumadil Akhir 1331 H/17 Mei 1913 M. Sejak kecil dia diasuh dan dididik kakeknya dari pihak ibu, Syaikh Hasan bin Muhammad Baradja, seorang ulama ahli nahwu dan fikih. Nasab Baradja berasal dari (dan berpusat di) Seiwun, Hadramaut, Yaman. Semangat perjuangan yang dilakukan oleh Al-Ustadz ‘Umar Baradja untuk menyebarkan agama serta membentuk karakter akhlak yang baik pada anak usia dini di Indonesia umumnya dan di Ampel khususnya, yang melihat kerusakan moral yang telah menggerogoti akhlak anak usia dini saat itu. Sehingga Al-Ustadz ‘Umar Baradja mengarang sekaligus menyusun kitab Al Akhlāq Lil Banīn untuk membimbing anak usia dini agar selalu melakukan hal-hal yang positif, seperti kebersihan menjaga pakaian, sampai akhlaq kepada Allah, orang tua, guru, teman dan lain sebagainya, dan karakter yang paling banyak dijelaskan olehnya adalah karakter peduli social. Aktifitas Al-Ustadz ‘Umar Baradja semasa hidupnya yakni perannya dalam Madrasah Alkhairiyah, dalam mendirikan Yayasan, dan dalam Thariqah ‘Alawiyyah. (2) Pemikiran Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam kitab Al Akhlāq Lil Banīn yaitu tentang akhlak khusus bagi putra. Demikian ini karena putra sekarang akan menjadi sosok pemimpin dimasa mendatang. Apabila ia besar dalam akhlak yang mulia dan tumbuh dengan pendidikan yang benar, maka ia pun akan menjadi sosok yang akan dianut dan dipatuhi oleh anak-anaknya. serta anak-anaknya bisa menerima dasar-dasar kebaikan.


(7)

ABSTRACT

This thesis entitled "Biography of Al-Ustaz Umar Baradja (1913-1990) author of Al Akhlaq Lil Banin". Issues to be discussed, namely, (1) Who Al-Ustaz Umar Baradja and his activities? (2) How does Al-Ustaz Umar Baradja’s idea in the book Al Akhlaq Lil Banin?

This research was conducted using a historical methods, which is a step to reconstruct the earlier events systematically and objectively by collect data, criticize, interpret and synthesis data in order to establish the facts and conclusions. This study takes a historical approach (history). While the theory used is the Messenger (pbuh) of leadership theory.

From the research that has been donecan be concluded that, (1) Al-Ustadz 'Umar bin Achmad Baradja is a scholar who has a very noble character. Al-Ustaz 'Umar bin Ahmad was born in the village Baradja Maghfur Ampel Surabaya, on Jumadal Akhir 10th, 1331 H / May 17th, 1913 M. Since a child he was raised and educated by his maternal grandfather, Sheikh Hasan bin Muhammad Baradja, a scholar expert in nahwu and Jurisprudence. Nasab Baradja comes from (and centered) Seiwun, Hadramaut, Yemen. The spirit waged by Al-Ustaz Umar Baradja to spread and shape the character of good morals in early childhood, generally in Indonesia and particularly in Ampel, who sees moral decay that has undermined the morals of young children at the time. So Al-Ustaz Umar Baradja composeda book, Al Akhlaq Lil Banin, to guide young children to always do positive things, like keeping their clothes clean, especially to God, parents, teachers, friends and etc, and most important characters described by him is a matter of social relationship. Al-Ustaz Umar Baradja’s Activity during his lifetime was his role in Madrasah Alkhairiyah in setting up the Foundation and in Thariqah 'Alawiyyah. (2) Al-Ustaz Umar Baradja’s idea in the book Al Akhlaq Lil Banin is about a special character for the children. This is because his son will now become a leader in the future. If he grew up in a noble character and grow with the right education, then he will be a figure embraced and respected by their children and their children can receive the basics of kindness.


(8)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

TABEL TRANSLITERASI ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian... 3

E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 4

F. Penelitian Terdahulu ... 7

G. Metode Penelitian ... 8

H. Sistematika Bahasan ... 11

BAB II BIOGRAFI AL-USTADZ ‘UMAR BARADJA TAHUN 1913 -1990 PENULIS KITAB AL AKHLĀQ LIL BANĪN A. Geneologi Al-Ustadz ‘Umar Baradja ... 13

B. Intelektualitas Al-Ustadz ‘Umar Bradja ... 16

1. Riwayat Pendidikan Al-Ustadz ‘Umar Baradja ... 16

C. Keberagaman Al-Ustadz ‘Umar Baradja... 18


(9)

xiv

BAB III AKTIFITAS AL-USTADZ ‘UMAR BARADJA

A. Peran Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam Madrasah Al Khairiyah 22 B. Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam Mendirikan Yayasan

Perguruan Islam Al-Ustadz ‘Umar Baradja di Surabaya ... 26

1. Fungsi Yayasan Perguruan Islam ... 27

2. Tujuan Yayasan Perguruan Islam ... 28

C. Peran Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam Thariqah ‘Alawiyah... 28

1. Biografi Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir ... 30

2. Awal Perkembangan Thariqah ‘Alawiyah ... 32

3. Al-Ustadz Abdullah al-Hadad dan Thariqah ‘Alawiyah ... 35

4. Pendapat Habib Munzir Al Musawa ... 37

BAB IV PEMIKIRAN AL-USTADZ ‘UMAR BARADJA DALAM KITAB AL AKHLĀQ LIL BANĪN A. Latarbelakang dan kondisi fisik kitab Al Akhlāq Lil Banīn ... 44

1. Kondisi KitabAl Akhlāq Lil Banīn ... 46

B. Metodologi penulisan kitab Al Akhlāq Lil Banīn ... 46

C. Isi Kitab Al Akhlāq Lil Banīn ... 49

1. Religius ... 51

a. Akhlaq Kepada Allah ... 51

b. Akhlaq kepada Rasulullah ... 51

c. Amanah ... 52

2. Disiplin ... 52

3. Menepati Janji ... 53

4. Peduli Lingkungan ... 53

5. Cinta Kebersihan ... 54

6. Peduli Sosial ... 54

a. Sopan Santun ... 54

b. Menghormati Orang lain ... 55


(10)

xv

1). Akhlaq Kepada Ibu ... 55

2).Akhlaq Kepada Ayah ... 57

d. Akhlaq Terhadap Saudara ... 57

e. Akhlaq Kepada Kerabat ... 58

f. Akhlaq Kepada Pembantu ... 59

g. Akhlaq Kepada Tetangga ... 60

h. Akhlaq Terhadap Guru ... 60

i. Akhlaq Kepada Teman ... 61

j. Akhlaq dalam Perjalanan ... 62

k. Akhlaq Siswa di Sekolah ... 63

7. Toleransi ... 64

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Ustadz ‘Umar bin Achmad Baradja adalah seorang ulama yang memiliki akhlak yang sangat mulia. Lahir di kampung Ampel Maghfur, pada 10 Jumadil Akhir 1331 H/ 17 Mei 1913 M. Sejak kecil dia diasuh dan dididik kakeknya dari pihak ibu, Al-Ustadz Hasan bin Muhammad Baradja, seorang ‘ulama ahli nahwu dan fikih. Nasab Baradja berasal dari (dan berpusat di) Seiwun, Hadramaut, Yaman. Sebagai nama nenek moyangnya yang ke-18, Al-Ustadz Sa’ad, laqab (julukannya) Abi Raja’ (yang selalu berharap). Mata rantai keturunan tersebut bertemu pada kakek Nabi Muhammad Shallā Allāh

‘alayh wa sallam yang kelima, bernama Kilab bin Murrah.1

Hampir semua santri di pesantren pernah mempelajari buku-buku karya Al-Ustadz ‘Umar Baraja dari Surabaya. Sudah sekitar 11 judul buku yang diterbitkan, seperti Al Akhlāq Lil Banīn, kitab Al-Akhlāq Lil Banāt, kitab

Sullam Fiqih, kitab 17 Jauharāh, dan kitab Ad’iyah Ramadhān. Semuanya terbit dalam bahasa Arab, sejak 1950 telah digunakan sebagai buku kurikulum di hampir seluruh pondok pesantren di Indonesia. Secara tidak langsung Al-Ustadz ‘Umar Baradja ikut mengukir akhlaq para santri di Indonesia.

Buku-buku tersebut pernah di cetak Kairo, Mesir, pada 1969 atas biaya Syaikh Siraj Ka’ki, seorang dermawan Mekkah, yang dibagikan secara

1Muhammad Achmad Asseggaf, Sekelumit riwayat hidup Al-Ustadz Umar bin Achmad Baradja


(12)

2

cuma ke seluruh dunia Islam. Syukur alhamdulillah, atas ridha dan niatnya agar buku-buku ini menjadi amal jariyah dan bermanfaat luas. Pada tahun 1992 telah diterbitkan buku-buku tersebut ke dalam bahasa Indonesia, Jawa, Madura, dan Sunda.

Selain menulis buku pelajaran, Al-Ustadz ‘Umar juga menulis syair-syairnya dalam bahasa Arab dengan sastranya yang tinggi. Menurut Ustadz Mushtofa bin Ahmad bin ‘Umar Baradja cucu dari putra tertuanya, karya yang berupa syair tersebut cukup banyak dan belum sempat dibukukan. Selain itu, masih banyak karya lain, yang bertema keagamaan, yang masih bertuliskan tangan tersimpan rapi di perpustakaan keluarga.2

Adapun saya memilih judul ini disebabkan Al-Ustadz ‘Umar Achmad Baradja adalah sosok yang mukhlisin (orang yang hatinya bersih dari keinginan memperoleh pujian) dan juga karangan-karangannya sudah dipakai di berbagai daerah di Indonesia khususnya dan merambah sampai keluar negeri. Adapun setiap tahunnya pencetakan kitab karangannya selalu bertambah banyak dikarenakan pemesan semakin bertambah dan juga kitab-kitabnya dijadikan kitab kurikulum di berbagai lembaga pondok maupun lainnya. Jadi secara tidak langsung, ‘Umar Baradja sudah mengukir akhlak anak-anak Indonesia. Adapun tujuan dan dituliskannya kitab Al Akhlāq Lil Banīn dan sebagainya, adalah untuk membantu mendasari akhlak anak-anak sejak masa dini dengan hal-hal yang positif.


(13)

3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah yang menjadi obyek kajian dalam penelitian ini, secara garis besar, penelitian ini bermaksud menguraikan pembahasan mengenai Biografi Al-Ustadz ‘Umar Baradja (1913-1990) penulis kitab Al Akhlāq Lil Banīn. Diantaranya rumusan masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Siapa Al-Ustadz ‘Umar Baradja dan aktifitasnya?

2. Bagaimana pemikiran Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam kitab Al Akhlāq Lil Banīn?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, adapun tujuan yang ingin penulis sampaikan, antara lain:

1. Untuk mengetahui seorang tokoh besar seperti Al-Ustadz ‘Umar Baradja dan aktifitasnya.

2. Untuk mengetahui pemikiran Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam kitab Al

Akhlāq Lil Banīn.

D. Kegunaan Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini memiliki arti penting bagi penulis untuk mengintegrasikan keseluruhan mata kuliah Sejarah dan Kebudayaan Islam secara ilmiah. Selain itu, peneliti ini juga mempunyai kegunaan lain yang penjelasannya sebagai berikut:


(14)

4

1. Hasil penelitian ini untuk melatih mahasiswa dalam penulisan tahap awal sebagai sarjana Sejarah dan Kebudayaan Islam, sehingga mahasiswa mampu mendapatkan materi lebih di luar mata pengayaaan kuliah. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi rujukan atau refferensi atau bahan informasi bagi masyarakat tentang seorang tokoh besar Al-Ustadz ‘Umar Baradja penulis kitab Al Akhlāq Lil Banīn.

2. Hasil penelitian ini dapat menambah dan melengkapi khazanah dalam keilmuan islam, khususnya Sejarah Islam di Indonesia. Untuk memperkaya kajian sejarah Islam terutama tanggapan umat Islam Indonesia dalam menciptakan dan melakukan pendidikan akhlak kepada anak-anak usia dini dengan hal-hal positif pada masa kini. Hasil Penelitian ini juga dapat dikembangkan oleh peneliti yang akan datang.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Penulis menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial lainnya untuk mempermudah membantu ilmu sejarah memecahkan masalah. Menurut Sartono Kartodirdjo, penggambaran kita mengenai suatu peristiwa sangat bergantung pada pendekatan, yaitu dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan, dan sebagainya.3 Dengan pendekatan tersebut maka akan memudahkan penulis untuk merelasikan antara ilmu sosial sebagai ilmu bantu dalam penelitian sejarah

3Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia,


(15)

5

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan historis, yang bertujuan untuk mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dengan menggunakan pendekatan historis maka penulis dapat menjelaskan latar belakang sejarah kehidupan Al-Ustadz ‘Umar Baradja, peranannya dalam menciptakan maupun memberikan pendidikan akhlak yang tertera pada kitabnya Al Akhlāq Lil Banīn.

Adapun dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teori. Teori merupakan pedoman guna mempermudah jalannya penelitian dan sebagai pegangan pokok bagi peneliti di samping sebagai pedoman, teori adalah salah satu sumber bagi peneliti dalam memecahkan masalah penelitian.4 Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori peranan. Peranan merupakan proses dinamis dari status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.5

Levinson dalam Soekanto mengatakan bahwa peranan mencakup tiga hal, antara lain:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

4Djarwanto, Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penelitian Skripsi (Jakarta: Liberty,

1990), 11.


(16)

6

2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Dalam hal ini Al-Ustadz ‘Umar Baradja memiliki pemikiran dan peranan yang sangat penting karena beliau merupakan sosok seorang pengarang kitab Al Akhlāq Lil Banīn. Selain teori peranan, teori yang selanjutnya berkaitan dengan penelitian ini adalah teori kepemimpinan. Dalam masyarakat modern secara umum teori kepemimpinan terdiri dari dua jenis, yaitu:

1. Teori genetik, yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan dari keturunan, tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang hebat dan ditakdirkan menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi apapun. 2. Teori sosial, yang menyatakan setiap orang bisa menjadi pemimpin

melalui usaha penyiapan, pendidikan dan pembentukan serta didorong oleh kemajuan sendiri dan tidak lahir begitu saja atau takdir Tuhan yang semestinya.6

Dalam hal ini Al-Ustadz ‘Umar Baradja termasuk dalam teori sosial, yaitu seseorang bisa menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan, pendidikan serta didorong oleh kemajuan sendiri. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepemimpinan. kepemimpinan merupakan proses dinamis dari memimpin. Kepemimpinan telah dicontohkan pertama kali oleh Rasulullah, kepemimpinan beliau tidak bisa lepas dari fungsi kehadirannya sebagai

6Sunidia, Ninim dan Widiyanti, Kepemimpinan dalam Masyarakat Modern (Jakarta: PT. Rineka


(17)

7

pemimpin spiritual dan masyarakat. Prinsip dasar kepemimpinan Rasulullah adalah keteladanan. 7 Dalam kepemimpinannya, beliau mengutamakan

uswatun hasanah yakni memberikan contoh kepada para sahabatnya.

Rasulullah memiliki akhlak dan sifat-sifat yang mulia, oleh karena itu kita hendaknya mempelajari sifat-sifat beliau yakni Siddiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah. Sifat-sifat ini menggambarkan akhlak mulia Rasulullah yang harus dijadikan contoh dan sebagai umat beliau kita harus selalu berusaha meneladani kepemimpinannya.

F. Penelitian Terdahulu

Kajian dan penelitian tentang Al Akhlāq Lil Banīnsudah pernah dituliskan oleh beberapa mahasiswa, baik dalam bentuk buku maupun skripsi. Namun, pembahasan mengenai “Al-Ustadz ‘Umar Baradja (1913-1990) Penulis Kitab Al Akhlāq Lil Banīn” masih belum ada. Adapun beberapa penelitian terdahulu tentang Al Akhlāq Lil Banīn, antara lain:

1. Skripsi oleh Nikmahtul Choiriyah, “Etika belajar peserta didik perspektif Al-Ustadz ‘Umar bin Achmad Baradja dalam kitab Al-Akhlāq Lil Banāt : Studi Perbandingan (2014)”. Dalam skripsi mahasiswi fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Ampel Surabaya tersebut membahas tentang etika belajar akhlak untuk kaum putri perpektif Al-Ustadz ‘Umar Baradja.

2. Skripsi oleh Rofa’atul Fauziyah, “Aplikasi pembelajaran kitab Al Akhlāq Lil Banīn dalam pembentukan akhlak santri Pondok Pesantren

7Hadari Nawari, Kepemimpinan mengefektifkan Organisasi (Yogyakarta: Gajah Mada University


(18)

8

Babussalam kalibening Tanggalrejo Mojo Agung Jombang : Studi Perbandingan (2011)”. Dalam skripsi mahasiswi fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Ampel Surabaya tersebut membahas tentang Pendidikan Islam dan Moral.

3. Skripsi oleh Mardwi Asdiyanto, “Studi korelasi pemahaman materi kitab Al Akhlāq Lil Banīn dengan akhlak santri Pondok Pesantren Modern Al Amanah Junwangi Krian Sidoarjo : Studi Perbandingan (2005)”. Dalam skripsi mahasiswa fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Ampel Surabaya tersebut membahas tentang Akhlak.

Pada penelitian ini, peneliti akan lebih menekankan biografi Al-Ustadz ‘Umar Baradja tahun 1913 hingga 1990 penulis Kitab Al Akhlāq Lil Banīn, serta respon publik khususnya masyarakat terhadap kitab karangannya, sebab karangan-karangannya sudah dipakai diberbagai daerah di Indonesia khususnya dan merambah sampai keluar negeri. Kitab karangannya juga telah dijadikan kitab kurikulum di berbagai Lembaga Pondok maupun lainnya.

G. Metode Penelitian

Untuk memudahkan dalam penyusunan penelitian ini, maka penulis menggunakan lima metode penulisan sejarah yaitu pemilihan topik, heuristik

(pengumpulan sumber), verifikasi (kritik), interpretasi (penafsiran), dan

historiografi (penulisan sejarah). Tahapan-tahapan metode penelitian sejarah akan dijelaskan sebagai berikut:8


(19)

9

1. Langkah pertama dalam melakukan penelitian sejarah adalah pemilihan topik terlebih dahulu. Pemilihan topik sebaiknya dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan intelektual.9 Dalam hal ini, penulis tertarik untuk membahas mengenai Al-Ustadz ‘Umar Baradja penulis Kitab Al Akhlāq Lil Banīn dalam rentang waktu 1913 hingga 1990 Masehi. 2. Heuristik (pengumpulan data), adalah kegiatan untuk mencari data atau

menghimpun bahan-bahan sumber sejarah. Sumber sejarah adalah segala sesuatu yang berlangsung atau tidak langsung menceritakan tentang suatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lampau.10 Metode heuristik merupakan tahap pertama yang dilakukan oleh peneliti. Adapun metode yang ditempuh dalam menghimpun data-data sumber sejarah dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan sumber data tertulis baik berupa sumber primer maupun sumber sekunder.

a. Sumber Primer

Sumber primer adalah sumber yang ditulis oleh pihak yang terlibat langsung dalam peristiwa sejarah atau pihak yang menjadi saksi mata peristiwa sejarah. Sumber primer yang digunakan penulis untuk penelitian ini adalah:

1) Kitab Al Akhlāq Lil Banīn Bimbingan Akhlak Jilid 1 hingga 4,

Shullam Fiqih Jilid 1 hingga 2, Amaliyah Ramadhan.

2) Wawancara terhadap para informan seperti kiai, ustadz, santri, alumni, tokoh-tokoh terkait maupun sanak saudara.

9Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995), 91. 10Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 54.


(20)

10

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder digunakan sebagai pendukung dalam penelitian ini. Sumber-sumber tersebut didapatkan dari beberapa buku maupun literatur yang berkaitan dengan tema yang penulis bahas.

1) Wawancara dengan cucu Al-Ustadz ‘Umar Baradja yang semasa hidupnya tidak sezaman dengan beliau.

2) Artikel majalah al kisah tentang riwayat hidup beliau.

3. Verifikasi (kritik), sumber-sumber yang telah diperoleh dalam tahap heuristik perlu diadakan proses seleksi dengan cara melakukan kritik sumber. Kritik sumber merupakan usaha untuk mendapatkan sumber-sumber yang relevan dengan cerita sejarah yang ingin disusun. Selain itu, kritik sumber dimaksudkan sebagai penggunaan dan penerapan dari sejumlah prinsip-prinsip untuk menilai atau menguji kebenaran nilai-nilai sejarah dalam bentuk aslinya dan menerapkan pengertian sebenarnya. Kritik sumber terdiri dari dua jenis yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern adalah proses untuk melihat apakah sumber yang didapatkan tersebut asli atau tidak, sedangkan kritik intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi sumber tersebut layak dipercaya kebenarannya atau tidak.

4. Interpretasi (penafsiran), yaitu menetapkan makna yang saling berhubungan atau menafsirkan fakta-fakta sejarah yang telah diperoleh. Tujuannya agar fakta yang ada mampu untuk mengungkap permasalahan yang ada, sehingga diperoleh pemecahannya. Dalam tahap ini penulis


(21)

11

membandingkan fakta yang satu dengan fakta yang lain, sehingga dapat ditetapkan makna dari fakta yang diperoleh untuk menjawab permasalahan yang ada.

5. Historiografi (penulisan sejarah), adalah tahap akhir metode penulisan sejarah yang menyajikan cerita dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh. Penulisan dalam penelitian ini juga menggunakan metode penulisan sejarah secara kronologis (penyusunan sejumlah kejadian atau peristiwa). Hal ini terlihat dari pengambilan bahasan pada rentang waktu tahun 1913-1990. Pada tahun tersebut Al-Ustadz ‘Umar Baradja penulis Kitab Al Akhlāq Lil Banīn mengalami perkembangan yang cukup signifikan dan diapresiasi oleh kalangan Lembaga pendidikan dan masyarakat secara sangat baik.

H. Sistematika Pembahasan

Secara umum sistematika pembahasan disusun untuk mempermudah pemahaman terhadap penulisan ini, dimana akan dipaparkan tentang hubungan antara bab demi bab. Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan dijelaskan beberapa bab yang akan dibahas:

Bab pertama, pendahuluan bertujuan mengantarkan secara sekilas segala sesuatu yang berkaitan dengan penulisan penelitian. Diantaranya latar belakang masalah mengapa skripsi ini ditulis. Rumusan masalah, yaitu rumusan pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicari jawabannya. Tujuan penelitian, menjelaskan apa maksud dilaksanakan penelitian. Kegunaan


(22)

12

penelitian, menjelaskan mengenai nilai dan manfaat penelitian. Pendekatan dan kerangka teoritik, menjelaskan pendekatan yang penulis gunakan dalam penulisan hasil penelitian. Penelitian terdahulu, penulis menelusuri penelitian-penelitian terdahulu dalam karya-karya ilmiah dalam bentuk buku maupun jurnal-jurnal hasil penelitian tentang tema yang sama atau mirip dengan judul penelitian ini. Metode penelitian, penulis menjelaskan tentang metode penelitian yang penulis gunakan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sistematika pembahasan, disini penulis mengungkapkan alur bahasan.

Bab kedua, menjelaskan tentang siapa sosok tokoh besar Al-Ustadz ‘Umar Baradja dari lahir, silsilah keturunan, masa kecil sampai dewasa, pendidikan, karir dan karyanya.

Bab ketiga, menjelaskan tentang aktifitas Al-Ustadz ‘Umar Baradja semasa hidupnya. Seperti halnya peran Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam

Madrasah Alkhairiyah, dalam mendirikan Yayasan, dan dalam Thariqah

‘Alawiyyah.

Bab keempat, menjelaskan tentang bagaimana pemikiran Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam kitab Al Akhlāq Lil Banīnyang mencakup latar belakang dituliskan serta kondisi fisik kitab, metodologi pemikiran dan isi kitab Al

Akhlāq Lil Banīn.

Bab kelima, bab ini merupakan pembahasan yang terakhir yang berisi kesimpulan dan saran-saran.


(23)

BAB II

BIOGRAFI AL-USTADZ ‘UMAR BARADJA (1913-1990) PENULIS KITAB AL AKHLĀQ LIL BANĪN

A. Genealogi Al-Ustadz ‘Umar Baradja

Dengan genealogi seseorang bisa mengetahui sisilah kekerabatan, suatu jaringan hubungan antara seseorang dan orang lain yang masih memiliki hubungan darah atau hubungan yang tercipta karena warisan gen melalui aktifitas reproduksinya.11 Maka dari itu, untuk mengenal lebih jauh tentang Al-Ustadz ‘Umar Baradja harus diketahui terlebih dahulu genealoginya.

Al-Ustadz secara khusus dalam agama Islam adalah gelar yang digunakan untuk sebutan para ahli-ahli agama Islam di berbagai bidang. Dalam tarekat Sufi Al-Ustadz adalah gelar kehormatan bagi seseorang yang telah memperoleh izin pemimpin tarekat untuk mengajarkan, membimbing, dan mengangkat para murid dari tarekat tersebut. Di Indonesia, gelar Al-Ustadz biasanya digunakan oleh para mubaligh (guru) keturunan Arab atau para ulama besar dan ahli agama Islam, baik yang menyebarkan ajaran berdasarkan paham Ahlu al-Sunnah wa al-Jamā’ah maupun yang menyebarkan paham yang bersifat Tasawuf.12

Al-Ustadz ‘Umar bin Achmad Baradja adalah seorang ulama yang memiliki akhlak yang sangat mulia. Al-Ustadz ‘Umar bin Achmad Baradja lahir di kampung Ampel Maghfur, pada 10 Jumadil Akhir 1331 H/17 Mei 1913 M. Sejak kecil dia diasuh dan dididik kakeknya dari pihak ibu,

11Siti Shofiatul Ulfiyah, “Ahmad Soorkatty: Studi Biografi dan Perannya dalam Pengembangan

Al-Irsyad 1914-1943”, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2012), 11.


(24)

14

Ustadz Hasan bin Muhammad Baradja, seorang ulama ahli nahwu dan fikih. Nasab Baradja berasal dari (dan berpusat di) Seiwun, Hadramaut, Yaman.

Adapun genealogi Al-Ustadz ‘Umar Baradja sendiri adalah (‘Umar bin Achmad bin Muhammad bin Abdullah bin Achmad bin Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Abdur Rohman bin Abdul Waliy bin Abdullah bin Muhammad bin Achmad bin Muhammad bin Ishaq bin Muhammad bin Mas’ud bin Ali bin Sa’ad). Al-Ustadz Sa’ad adalah sebagai nama nenek moyangnya yang ke-18, Al-Ustadz Sa’ad, laqab (julukannya) merupakan orang yang pertama dijuluki Baradja (pengharapan) atau Abi Raja’ (yang selalu berharap). Al-Ustadz Sa’ad juga merupakan muta’allim (orang yang berilmu). Mata rantai keturunan tersebut bertemu pada kakek Nabi Muhammad Shallā Allāh ‘alayh wa sallam yang kelima, bernama Kilab bin Murrah.13 Sehingga Al-Ustadz ‘Umar Baradja adalah seorang tokoh Ahwālun Nabi (keturunan keluarga dari ibunya Nabi Muhammad).14

Penampilan Al-Ustadz ‘Umar sangat bersahaja, tetapi dihiasi sifat-sifat ketulusan niat yang disertai keikhlasan dalam segala amal perbuatan duniawi dan ukhrawi. Dia juga mejabarkan akhlak ahlu al-bait, keluarga Nabi Muhammad Shallā Allāh ‘alayh wa sallam dan para sahabat, yang mencontoh baginda Nabi Muhammad Shallā Allāh ‘alayh wa sallam. Al-Ustadz ‘Umar Baradja tidak suka membangga-banggakan diri, baik tentang ilmu, amal, maupun ibadah. Ini karena sifat qana’ah (keyakinan) dan tawadu’nya (sikap penjelasannya) sangat tinggi.

13Asseggaf, Sekelumit riwayat hidup Al-Ustadz ‘Umar bin Achmad Baradja, 1. 14Mushtofa bin Ahmad Baradja, Wawancara, Surabaya, 25 Juni 2016.


(25)

15

Dalam beribadah, Al-Ustadz ‘Umar Baradja selalu istiqamah baik salat fardu maupun salat sunnah qabliyah dan ba’diyah. Salat dhuha dan tahajud

hampir tidak pernah dia tinggalkan walaupun dalam bepergian. Kehidupannya Al-Ustadz ‘Umar Baradja mengusahakan untuk benar-benar sesuai dengan yang digariskan agama. Cintanya kepada keluarga Nabi Muhammad Shallā Allāh ‘alayh wa sallam dan dzurriyyah atau keturunannya, sangat kenal tak tergoyahkan dan juga kepada para sahabat anak didik Rasulullah Shallā Allāh

‘alayh wa sallam. Itulah pertanda keimanan yang teguh dan sempurna.15 Pada saat sebelum mendekati ajalnya, Al-Ustadz ‘Umar Baradja sempat berwasiat kepada putra-putra dan anak didiknya agar selalu berpegang teguh pada ajaran salaf al-shalih. Yaitu ajaran Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah, yang dianut mayoritas kaum muslim di Indonesia dan Thariqah ‘Alawiyyah, dan bermata rantai sampai kepada ahlu al-bait Nabi, para sahabat, yang semuanya bersumber dari Rasulullah Shallā Allāh ‘alayh wa sallam. Al-Ustadz ‘Umar memanfaatkan ilmu, waktu, umur, dan membelanjakan hartanya di jalan Allah sampai akhir hayatnya. Al-Ustadz ‘Umar Baradja memenuhi panggilan Rabbnya pada hari Sabtu malam Ahad tanggal 16 Rabiuts Tsani 1411 H/3 November 1990 M pukul 23.10 WIB di Rumah Sakit Islam Surabaya, dalam usia 77 Tahun.

Keesokan harinya Ahad ba’da Ashar, ia dimakamkan, setelah dishalatkan di Masjid Agung Sunan Ampel, diimami putranya sendiri yang menjadi Khalifah (penggantinya), Al-Ustadz Ahmad bin ‘Umar Baradja.

15Majalah AlKisah No. 07/Tahun V/26 Maret 8 April 2007, 88. Jika ditelusuri berdasarkan

silsilah Nabi Muhammad Saw dari suku Quraisy dari Lembah kurang lebih abad ke 7 dan 8 terdapat garis keturunan Fihr-Ghalib-Lu’ai-Murrah kemudian Kilab. Lihat Karen Amstrong


(26)

16

Kemudian jasad mulia itu dikuburkan di makam Islam Pegirian Surabaya. Prosesi pemakamannya dihadiri ribuan orang.16

B. Intelektualitas Al-Ustadz ‘Umar Baradja 1. Riwayat Pendidikan Al-Ustadz ‘Umar Baradja

Pada masa mudanya, ‘Umar Baradja menuntut ilmu agama dan bahasa Arab dengan tekun, sehingga dia menguasai dan memahaminya. Berbagai ilmu agama dan bahasa Arab dia dapatkan dari ulama, ustadz, Al-Ustadz, baik melalui pertemuan langsung maupun melalui surat. Para alim ulama dan orang-orang shalih telah menyaksikan ketaqwaan dan kedudukannya sebagai ulama yang ‘amil. Ulama yang mengamalkan ilmunya.

Al-Ustadz ‘Umar Baradja adalah salah seorang alumnus yang berhasil, Al-Ustadz ‘Umar Baradja merupakan didikan Madrasah Al-Khairiyah di kampung Ampel, Surabaya yang didirikan dan dibina oleh Al-habib Al-Imam Muhammad bin Achmad Al-Muhdhar pada tahun 1895. Sekolah yang berasaskan Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah dan bermadzhab Syafi’i.

Guru-guru Al-Ustadz ‘Umar Baradja, antara lain, Al-Ustadz Abdul Qodir bin Ahmad bil Faqih (Malang), Al-Ustadz Muhammad bin Husein Ba’bud (Lawang), Al-Habib Abdul Qodir bin Hadi Assegaf, Al-Habib Muhammad bin Ahmad Assegaf (Surabaya), Al-Habib Alwi bin Abdullah Assegaf (Solo), Al-Habib Ahmad bin Alwi Al-Jufri (Pekalongan), Al-Habib


(27)

17

Ali bin Husein Bin Syahab, Habib Zein bin Abdullah Alkaf (Gresik), Al-Habib Ahmad bin Ghalib Al-Hamid (Surabaya), Al-Al-Habib Alwi bin Muhammad Al-Muhdhar (Bondowoso), Al-Habib Abdullah bin Hasan Maulachela, Al-Habib Hamid bin Muhammad As-Sery(Malang), Al-Ustadz Robaah Hassunah Al-Kholili (Palestina), Al-Ustadz Muhammad Mursyid (Mesir) – keduanya tugas mengajar di Indonesia.

Guru-gurunya yang berada di luar negeri diantaranya, Al-Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki, Sayyid Muhammad bin Amin Al-Quthbi, As-Al-Ustadz Muhmmad Seif Nur, As-As-Al-Ustadz Hasan Muhammad AlMasysyath, Al-Habib Alwi bin Salim Alkaff, As-Al-Ustadz Muhammad Said Al-Hadrawi Al-Makky (Mekkah), Al-Habib Muhammad bin Hady Assegaf (Seiwun, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Abdullah bin Ahmad AlHaddar, Al-Habib Hadi bin Ahmad Al-Haddar (‘inat, Hadramaut, Yaman) , habib Abdullah bin Thahir Haddad (Geidun, Hadaramaut, Yaman), Al-Habib Abdullah bin ‘Umar Asy-Syatiri (Tarim, Hadramaut, Yaman), AlHabib Hasan bin Ismail Bin Syeikh Abu Bakar (‘inat, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Ali bin Zein Al-Hadi, Al-Habib Alwi bin Abdullah Bin Syahab (Tarim, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Abdullah bin Hamid Assegaf (Seiwun, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Muhammad bin Abdullah AlHaddar (Al-Baidhaa, Yaman) , Al-Habib Ali bin Zein Bilfagih (Abu Dhabi, Uni Emirat Arab), As-Al-Ustadz Muhammad Bakhit Al-Muthii’i (Mesir), SayyidiMuhammad Al-Fatih Al-Kattani (Faaz, Maroko), Sayyidi Muhammad Al-Munthashir Al-Kattani (Marakisy, Maroko) , Al-Habib Alwi


(28)

18

bin Thohir Al-Haddad (Johor, Malaysia), Syeikh Abdul ‘Aliim AsShiddiqi (India), Al-Ustadz Hasanain Muhammad Makhluf (Mesir), Al-Habib Abdul Qodir bin Achmad Assegaf (Jeddah, Arab Saudi).17

Al-Ustadz ‘Umar Baradja bertemu dengan guru-guru tersebut tidak hanya dalam proses belajar mengajar pada sebuah majelis, tetapi banyak dari mereka yang beliau hanya bertemu beberapa kali dan mengambil sedikit ilmu darinya sudah beliau anggap sebagai guru, inilah bukti dari sifat beliau yang tawadhu’. Bahkan tak sedikit dari dari mereka yang usia jauh lebih muda dari Al-Ustadz ‘Umar Baradja.18 Sebagaimana suatu maqalah dari sahabat Ali Radhiya Allāh ‘anhu, Artinya: “Saya adalah hamba dari orang

yang mengajariku satu huruf. Jika mau ia boleh menjualnya, boleh pula membebaskannya dan jika minat ia pun boleh memperbudaknya”.19

C. Keberagaman Al-Ustadz ‘Umar Baradja

Kepandaian Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam bidang karya tulis, disebabkan Al-Ustadz ‘Umar Baradja menguasai bahasa Arab dan sastranya, ilmu tafsir dan hadits, ilmu fiqh dan tasawuf, ilmu sirah dan tarikh. Ditambah lagi penguasaan bahasa Belanda dan bahasa Inggris.20

1. Kiprah dan Dakwah Al-Ustadz ‘Umar Baradja

Al-Ustadz ‘Umar Baradja mengawali kariernya mengajar di

Madrasah AlKhairiyah Surabaya tahun 1935-1945, yang berhasil menelurkan beberapa ulama dan al asatidz yang telah menyebar ke

17Asseggaf. Sekelumit riwayat hidup Al-Ustadz Umar bin Achmad Baradja, 2-5. 18Musthofa bin Ahmad Baradja, Wawancara, Surabaya, 10 Maret 2016.

19‘Umar bin Ahmad Baradja, Al Akhlāq Lil Banīn, (Surabaya: Maktabah Muhammad bin Ahmad

Nabhan, 1954), 51.


(29)

19

berbagai pelosok tanah air. Di Jawa Timur antara lain, almarhum al-ustadz Achmad bin Hasan Assegaf, almarhum Al-Habib ‘Umar bin Idrus Al-Masyhur, almarhum al-ustadz Achmad bin Ali Babgei, Al-habib Idrus bin Hud Assegaf, Al-habib Hasan bin Hasyim Al-Habsyi, Al-habib Hasan bin Abdul Qodir Assegaf, AlUstadz Ahmad Zaki Ghufron, dan Al-Ustadz Dja’far bin Agil Assegaf.

Kemudian, Al-Ustadz ‘Umar Baradja pindah mengajar di

Madrasah Al-Khairiyah, Bondowoso. Berlanjut mengajar di Madrasah Al-Husainiyah, Gresik tahun 1945-1947. Lalu mengajar di Rabithah Al-Alawiyyah, Solo, tahun 1947- 1950. Mengajar di Al-Arabiyah Al-Islamiyah, Gresik tahun 1950-1951. Setelah itu, tahun 1951-1957, bersama Al-habib Zein bin Abdullah Al-kaff, memperluas serta membangun lahan baru, karena sempitnya gedung lama, sehingga terwujudlah gedung yayasan badan wakaf yang di beri nama Yayasan Perguruan Islam Malik Ibrahim di Gresik atau yang sekarang berubah nama menjadi YIMI atau Yayasan Islam Malik Ibrahim.

Selain mengajar di lembaga pendidikan, Al-Ustadz ‘Umar Baradja juga mengajar di rumah pribadinya, pagi hari dan sore hari, serta majelis ta’lim atau pengajian rutin malam hari. Karena sempitnya tempat dan banyaknya murid, Al-Ustadz ‘Umar Baradja berusaha mengembangkan pendidikan itu dengan mendirikan Yayasan Perguruan Islam atas namanya, Al-Ustadz ‘Umar Baradja. Ini sebagai perwujudan hasil pendidikan dan pengalamannya selama 50 tahun. Hingga kini masih berjalan di bawah


(30)

20

asuhan Ustadz Mushtofa bin Achmad bin ‘Umar Baradja, atau (cucu Al-Ustadz ‘Umar Baradja). Yang sebelumnya diasuh oleh Al-Ustadz Achmad bin ‘Umar Baradja. Dan telah melahirkan alumni-alumni yang sukses di bidang dakwah, di antaranya Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus. Perlu diketahui juga sekarang sudah berubah nama menjadi Lembaga Perguruan Islam Al-Ustadz Achmad bin ‘Umar Baradja.21

Amal ibadah Al-Ustadz ‘Umar Baradja meluas ke bidang lain, sehingga memerlukan dana yang cukup besar, Al-Ustadz ‘Umar Baradja juga menggalang dana untuk kebutuhan para janda, fakir miskin, dan yatim piatu khususnya para santri-santrinya, agar mereka lebih berkonsentrasi dalam menimba ilmu. Menjodohkan wanita-wanita muslimah dengan pria muslim yang baik menurut pandangannya, sekaligus mengusahakan biaya perkawinannya dengan dukungan dana dari Al-Habib Idrus bin ‘Umar Alaydrus.22

Salah satu karya monumentanya adalah membangun Masjid

AlKhair (Danakarya I-48/50, Surabaya) pada tahun 1971, bersama KH. Adnan Chamim, setelah mendapat petunjuk dari Al-Habib Sholeh bin Muhsin AlHamid (Tanggul) dan Al-habib Zein bin Abdullah Al-Kaff (Gresik). Masjid ini sekarang digunakan untuk berbagai kepentingan dakwah masyarakat Surabaya.

Dalam buku Kunjungan Habib Alwi Solo kepada Habib Abubakar Gresik, yang bukunya berjudul “Catatan Habib Abdul Kadir bin Hussein

21Mushtofa bin Ahmad Baradja, Wawancara, Surabaya, 25 Juni 2016. 22Mushtofa bin Ahmad Baradja, Wawancara, Surabaya, 10 Maret 2016.


(31)

21

Assegaf”, disebutkan,” kami dari rombongan Habib Alwi bin Alwi AlHabsyi berkunjung ke rumah Al-Ustadz ‘Umar bin Ahmad Baradja yang berada di Surabaya. Kami dengar saking senangnya, Al-Ustadz ‘Umar Baradja sujud syukur di kamar khususnya. Ia meminta Sayyidi Alwi untuk membacakan doa dan Fatihah.”23

Dengan sifat wara’-nya yang sangat tinggi. Perkara yang meragukan dan syubhat dia tinggalkan, sebagaimana meninggalkan perkara-perkara yang haram. Al-Ustadz ‘Umar Baradja juga selalu berusaha berpenampilan sederhana. Sifat Ghirah Islamiyah (semangat membela Islam) dan iri dalam beragama sangat kuat dalam jiwanya. Konsistensinya dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, misalnya dalam menutup aurat, khususnya aurat wanita, Al-Ustadz ‘Umar Baradja sangat keras dan tak kenal kompromi dalam membina anak-anak didiknya. Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan dia tolak keras dan juga bercampurnya antara murid laki-laki dan perempuan dalam satu kelas.24

23Alwi Solo, Habib. Catatan Habib Abdul Kadir bin Hussein Assegaf (Solo: Penerbit Putra Riyadi,

2003), 93.


(32)

BAB III

AKTIFITAS AL-USTADZ ‘UMAR BARADJA

A. Peran Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam Madrasah Al Khairiyah

Dengan seiringnya perkembangan zaman yang semakin pesat serta hilangnya akhlak-akhlak dan moral-moral anak bangsa ini. Madrasah Diniyyah diharapkan mampu membenahi dan mampu mengembalikan keadaan bangsa yang memiliki generasi-generasi dan insan-insan yang berperilaku baik dan di dalamnya terdapat akhlak al karimah dan budi pekerti yang luhur.

Teringat nasehat yang terdapat dalam kitab Al Akhlāq Lil Banīn karya Al-Ustadz ‘Umar Baradja, akhlak itu ibaratkan sebuah pohon.25 Ketika sebuah pohon tidak dirawat dari sejak kecil maka akan sukar untuk meluruskannya ketika sudah besar. Begitupun dengan pendidikan akhlak anak. Ketika akhlak ditanamkan sejak kecil kepada anak, maka ketika anak sudah dewasa akan memiliki kepribadian yang baik. Tetapi ketika akhlak tidak ditanamkan sejak dini, maka akan sukar sekali untuk meluruskannya ketika besar.

Maka pendidikan Madrasah Diniyah mempunyai andil besar dalam memupuk dan membentuk anak usia dini yang shalihin-shalihat karena di dalamnya seorang anak di didik oleh ustadz atau guru untuk dapat berperilaku sopan dalam berbicara, santun dalam berprilaku terhadap sesama,

25‘Umar Baradja, Bimbingan Akhlak bagi Putra-Putra Anda Jilid 1 (Surabaya: YPI “Al-Ustadz ‘Umar Baradja”, 1992), 12.


(33)

23

menghormati kedua orang tua dan yang amat terpenting anak santri diajari ilmu-ilmu agama serta diajari tatacara beribadah dari mulai tatacara bersuci berwudhu sampai tatacara sholat yang baik dan benar serta membaca alquran yang sesuai kaidah tajwid.

Madrasah Al Khairiyah identik dengan berdakwah. Adapun dakwah adalah bagian penting dalam agama Islam, sehingga sering dikatakan bahwa Islam adalah agama dakwah. Melalui dakwah itulah ajaran Islam bisa tersebar luas ke seluruh penjuru Indonesia bakan dunia. Melalui dakwah itu juga, ajaran Islam diamalkan para pemeluknya sehingga tercermin dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.26 Itulah sebabnya, di dalam kitab suci Alquran sendiri banyak sekali ayat-ayat yang berbicara dan mengatur tentang apa dan bagaimana berdakwah. Keberhasilan berdakwah akan sangat bergantung pada bagaimana mubaligh tersebut berdakwah. Tidak hanya sekedar penguasaan materi, tetapi kemampuan mubaligh dalam mengenal dan memahami ilmu dakwah pun sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dakwah itu sendiri.

Gambaran di atas menegaskan bahwa tata cara atau metode lebih penting dari materi yang dikuasai, dalam bahasa arab dikenal dengan “al-ṭariqah ahammu min al-maddah”. Ungkapan ini sangat berguna dalam kegiatan dakwah.

Aktifitas dakwah pada awalnya hanyalah merupakan tugas sederhana, yakni kewajiban untuk menyampaikan apa yang diterima dari Rasulullah


(34)

24

Shallā Allāh ‘alayh wa sallam walaupun hanya satu ayat. Hal ini dapat dipahami sebagaimana yang sudah ditegaskan oleh Rasulullah Shallā Allāh ‘alayh wa sallam: “Balighū ‘anni walau ayat”. Setiap seorang Muslim dan Muslimah diwajibkan untuk berdakwah menyebarkan agama Islam kepada orang lain, baik Muslim maupun non-muslim. Semua ini sudah ada di dalam kitab suci Alquran, Allah Swt berfirman: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.27

Selain ayat diatas ada juga dalil-dalil lain yang menjelaskan tentang kewajiban berdakwah bagi setiap Muslim dan Muslimah diantaranya sebagai berikut Allah Swt berfirman: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.28 “Serulah (manusia) kepada jalan tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhan-mu dialah yang lebih menetahui tentang siapa yang tesesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang menadapat petunjuk”. 29 Selain ayat-ayat yang sudah penulis sampaikan diatas masih banyak lagi ayat-ayat di dalam kitab suci

27Al-Qur’an, 3 (Al imron): 104. 28Al-Qur’an, 3 (Al imron): 110. 29Al-Qur’an, 16 (An Nahl): 125.


(35)

25

Alquran yang menegaskan tentang kewajiban berdakwah bagi setiap Muslim atau Muslimah.

Seperti halnya penampilan Al-Ustadz ‘Umar Baradja yang sangat bersahaja, tetapi dihiasi sifat-sifat ketulusan niat yang disertai keikhlasan dalam segala amal perbuatan duniawi dan ukhrawi. Dia juga menjabarkan akhlak ahlu al-bait, keluarga Nabi Muhammad Shallā Allāh ‘alayh wa sallam dan para sahabat, yang mencontoh baginda Nabi Muhammad Shallā Allāh ‘alayh wa sallam. Dia tidak suka membangga-banggakan diri, baik tentang ilmu, amal, maupun ibadah. Ini karena sifat qana’ah dan tawaduknya sangat tinggi.

Dalam beribadah, dia selalu istikamah baik salat fardu maupun salat sunnah qabliyah dan ba’diyah. Salat dhuha dan tahajud hampir tidak pernah dia tinggalkan walaupun dalam bepergian. Kehidupannya dia usahakan untuk benar-benar sesuai dengan yang digariskan agama. Cintanya kepada keluarga Nabi Muhammad Shallā Allāh ‘alayh wa sallam dan dzurriyyah atau keturunannya, sangat dikenal tak tergoyahkan dan juga kepada para sahabat anak didik Rasulullah Shallā Allāh ‘alayh wa sallam. Itulah pertanda keimanan yang teguh dan sempurna.30

Al-Ustadz ‘Umar Baradja merupakan salah seorang alumnus yang berhasil sukses atas didikan Madrasah Al Khairiyah di kampung Ampel, Surabaya, yang didirikan dan dibina oleh Al-habib Al-Imam Muhammad bin Achmad Al-Muhdhar pada tahun 1895. Sekolah yang berasaskan Ahlu Al


(36)

26

sunnah Wa Al Jama’ah dan bermadzhab Syafi’i. Adapun peran Al-Ustadz ‘Umar Baradja sendiri dalam Madrasah Al Khairiyah yakni sebagai staf pengajar yang sangat disegani oleh santri-santrinya.

B. Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam mendirikan Yayasan Perguruan Islam

Al-Ustadz ‘Umar Baradja di Surabaya

Pada masa mudanya Al-Ustadz ‘Umar Baradja menuntut ilmu agama dan bahasa Arab dengan tekun, sehingga dia menguasai dan memahaminya. Berbagai ilmu agama dan bahasa Arab dia dapatkan dari ulama, ustadz, Al-Ustadz, baik melalui pertemuan langsung maupun melalui surat. Para alim ‘ulama dan orang-orang shalih telah menyaksikan ketaqwaan dan kedudukannya sebagai ulama yang ‘amil. Ulama yang mengamalkan ilmunya.

Yayasan Perguruan Islam Al-Ustadz Achmad ‘Umar Baradja yang tepatnya di Surabaya yang dulu diasuh oleh Al-Ustadz ‘Umar yang kemudian dilanjutkan oleh anaknya Al Ustadz Achmad bin ‘Umar Baradja, yang kemudian pada tahun 2013 hingga sekarang diganti oleh Al Ustadz Musthofa bin Achmad bin ‘Umar Baradja menjadi “Lembaga Perguruan Islam Al-Ustadz Achmad ‘Umar Baradja”, yang merupakan lembaga pendidikan agama islam dan bahasa arab yang sudah cukup lama berdiri, dan mencetak banyak santriwan dan santriwati yang unggul dibidang - bidangnya. Awal didirikannya oleh Alm. Al-Ustadz Achmad ‘Umar Baradja, pada tanggal 6 Muharram 1407H / 10 September 1986M. Saat ini proses belajar-mengajar tersebut bertempat di sebuah rumah di lantai 2 Jalan Danakarya I/63, RT/RW:


(37)

27

002/014, Kecamatan Semampir, Kelurahan Ampel, Surabaya. Tahun ini, terdaftar 110 santriwan atau santriwati yang belajar di LPI Al-Ustadz Achmad ‘Umar Baradja dengan Staf 12 Ustadz dan Ustadzah.

Berdasarkan kegunaan sejarah yang terdiri dari intrinsik (yaitu sejarah sebagai ilmu, cara mengetahui masa lampau, pernyataan pendapat dan profesi) dan ekstrinsik (yaitu sejarah sebagai pendidikan, latar belakang, rujukan dan bukti), secara ekstrintik sejarah merupakan latar belakang.31 Sejarah digunakan untuk mengetahui latar belakang yaitu sejarah berdiri Yayasan Perguruan Islam atau Lembaga Perguruan Islam Al Ustadz Ahmad bin ‘Umar Baradja.

Berdasarkan peresmian Yayasan Perguruan Islam Al-Ustadz Achmad bin ‘Umar Baradja, pada tanggal 6 Muharram 1407H / 10 September 1986M, maka menurut pendapat David Thomson adalah yayasan atau lembaga ini berdiri pada zaman kontemporer.32 David Thomas mengatakan bahwa scope (lingkup) sejarah kontemporer adalah abad ke-20-an. Sedangkan menurut Kuntowijoyo, sejarah berdirinya Yayasan Perguruan Islam atau Lembaga Perguruan Islam Al Ustadz Ahmad bin ‘Umar Baradja dapat digolongkan dalam wilayah kajian sejarah kontemporer.33

1. Fungsi Yayasan Perguruan Islam

Fungsi Yayasan Perguruan Islam dibagi menjadi 3 bagian yaitu, sebagai lembaga pendidikan, sebagai lembaga sosial dan sebagai lembaga penyiaran agama Islam.34

31Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, 34.

32Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer, 7. 33Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, 79.


(38)

28

2. Tujuan Yayasan Perguruan Islam

Tujuan terbentuknya Yayasan Perguruan Islam dibagi menjadi 5 bagian yaitu, tujuan pertama, membimbing anak didik usia dini untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubalig Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Tujuan kedua, mendidik kader-kader bangsa agar menjadi seorang muslim berhaluan ahlu sunnah waljama’ah yang bertaqwa kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Tujuan ketiga, mengembangkan ilmu Fiqih hukum Islam terutama bahasa Al-Qur’an yakni Bahasa Arab. Tujuan keempat, mencetak murid atau santriwan-santriwati yang berilmu, beriman dan beramal, sehingga kelak menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi Agama, Nusa, dan Bangsa. Tujuan kelima, mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh ustadz atau ustadzah yang bersangkutan serta bisa mengamalkannya dalam masyarakat.35

C. Peran Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam Thariqah ‘Alawiyyah

Thariqah ‘Alawiyyah merupakan salah satu thariqah mu’tabarah dari

41 thariqah yang ada di dunia. Thariqah ini berasal dari Hadhramaut, Yaman Selatan dan tersebar hingga ke berbagai negara, seperti Afrika, India, dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Thariqah ini didirikan oleh Imam Ahmad bin Isa Muhajir nama lengkapnya Imam Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad


(39)

29

Muhajir, seorang tokoh sufi terkemuka asal Hadhramat pada abad ke-17 M. Namun dalam perkembangannya kemudian, Thariqah ‘Alawiyyah dikenal juga dengan Thariqah Haddadiyah, yang dinisbatkan kepada Sayyid Abdullah al-Haddad, selaku generasi penerusnya. Sementara nama ”‘Alawiyyah” berasal dari Imam Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir.

Thariqah ‘Alawiyyah berbeda dengan thariqah sufi lain pada

umumnya. Perbedaan itu, misalnya, terletak dari praktiknya yang tidak menekankan segi-segi riyadlah (olah ruhani) dan kezuhudan, melainkan lebih menekankan pada amal, akhlak, dan beberapa wirid serta dzikir ringan. Sehingga wirid dan dzikir ini dapat dengan mudah dipraktikkan oleh siapa saja meski tanpa dibimbing oleh seorang mursyid. Ada dua wirid yang diajarkannya, yakni Wirid Al-Lathif dan Ratib Al-Haddad. Juga dapat dikatakan, bahwa thariqah ini merupakan jalan tengah antara Thariqah

Syadziliyah yang menekankan riyadlah qulub atau olah hati dan batiniah dan

Thariqah Al-Ghazaliyah yang menekankan riyadlah al-‘abdan atau olah fisik.

Thariqah ‘Alawiyyah, secara umum, adalah thariqah yang dikaitkan dengan kaum Alawiyyin atau lebih dikenal sebagai saadah atau kaum sayyid keturunan Nabi Muhammad Shallā Allāh ‘alayh wa sallam yang merupakan lapisan paling atas dalam strata masyarakat Hadhrami. Karena itu, pada masa-masa awal thariqah ini didirikan, pengikut Thariqah ‘Alawiyyah kebanyakan dari kaum sayyid (kaum Hadhrami), atau kaum Ba Alawi, dan setelah itu diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat muslim lain dari non-Hadhrami.36


(40)

30

Thariqah ‘Alawiyyah juga boleh dikatakan memiliki kekhasan

tersendiri dalam pengamalan wirid dan dzikir bagi para pengikutnya. Yakni tidak adanya keharusan bagi para murid untuk terlebih dahulu diba’iat atau ditalqin atau mendapatkan khirqah jika ingin mengamalkan thariqah ini. Dengan kata lain ajaran Thariqah ‘Alawiyyah boleh diikuti oleh siapa saja tanpa harus berguru sekalipun kepada mursyidnya. Demikian pula, dalam pengamalan ajaran dzikir dan wiridnya, Thariqah ‘Alawiyyah termasuk cukup ringan, karena thariqah ini hanya menekankan segi-segi amaliah dan akhlak (tasawuf ‘amali, akhlaqi). Sementara dalam thariqah lain, biasanya cenderung melibatkankan riyadlah-riyadlah secara fisik dan kezuhudan ketat.

Oleh karena itu dalam perkembangan lebih lanjut, terutama semasa Al-Ustadz Abdullah al-Haddad Thariqah ‘Alawiyyah yang diperbaharui. Thariqah ini memiliki jumlah pengikut yang cukup banyak seperti di Indonesia. Bahkan dari waktu ke waktu jumlah pengikutnya terus bertambah seiring dengan perkembangan zaman. Thariqah ‘Alawiyyah memiliki dua cabang besar dengan jumlah pengikut yang juga sama banyak, yakni Thariqah ‘Aidarusiyyah dan Thariqah ‘Aththahisiyyah.

1. Biografi Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir

Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir (selanjutnya Imam Ahmad) adalah keturunan Nabi Muhammad SAW melalui garis Husein bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib atau Fathimah Azzahra binti Rasulullah SAW. Ia lahir di Basrah, Irak, pada tahun 260 H. Ayahnya, Isa bin Muhammad, sudah lama dikenal sebagai orang yang memiliki disiplin


(41)

31

tinggi dalam beribadah dan berpengetahuan luas. Mula-mula keluarga Isa bin Muhammad tinggal di Madinah, namun karena berbagai pergolakan politik, ia kemudian hijrah ke Basrah dan Hadhramaut. Sejak kecil hingga dewasanya Imam Ahmad sendiri lebih banyak ditempa oleh ayahnya dalam soal spiritual. Sehingga kelak ia terkenal sebagai tokoh sufi. Bahkan oleh kebanyakan para ulama pada masanya, Imam Ahmad dinyatakan sebagai tokoh yang tinggi hal-nya atau keadaan ruhaniah seorang sufi selama melakukan proses perjalanan menuju Allah. Selain itu, Imam Ahmad juga dikenal sebagai seorang saudagar kaya di Irak. Tapi semua harta kekayaan yang dimilikinya tak pernah membuat Imam Ahmad berhenti untuk beribadah, berdakwah, dan berbuat amal shaleh. Sebaliknya, semakin ia kaya semakin intens pula aktivitas keruhanian dan sosialnya.

Selama di Basrah, Imam Ahmad sering sekali dihadapkan pada kehidupan yang tak menentu. Misalnya oleh berbagai pertikaian politik dan munculnya badai kedhaliman dan khurafat. Sadar bahwa kehidupan dan gerak dakwahnya tak kondusif di Basrah, pada tahun 317 H Imam Ahmad lalu memutuskan diri untuk berhijrah ke kota Hijaz. Dalam perjalanan hijrahnya ini, Imam Ahmad ditemani oleh istrinya, Syarifah Zainab binti Abdullah bin al-Hasan bin Ali al-Uraidhi, dan putra terkecilnya, Abdullah. Dan setelah itu ia kemudian hijrah ke Hadhramaut dan menetap di sana sampai akhir hayatnya.


(42)

32

Tapi dalam sebuah riwayat lain disebutkan, sewaktu Imam Ahmad tinggal di Madinah Al-Munawarrah, ia pernah menghadapi pergolakan politik yang tak kalah hebat dengan yang terjadi di kota Basrah. Pada saat itu, tepatnya tahun 317 H, Mekkah mendapat serangan sengit dari kaum Qaramithah yang mengakibatkan diambilnya Hajar Aswad dari sisi Ka’bah. Sehingga pada tahun 318 H, tatkala Imam Ahmad menunaikan ibadah haji, ia sama sekali tidak mencium Hajar Aswad kecuali hanya mengusap tempatnya saja dengan tangan. Barulah setelah itu, ia pergi menuju Hadhramaut.

2. Awal Perkembangan Thariqah ‘Alawiyyah

Tonggak perkembangan Thariqah ‘Alawiyyah dimulai pada masa Muhammad bin Ali, atau yang akrab dikenal dengan panggilan Al-Faqih

al-Muqaddam (seorang ahli agama yang terpandang) pada abad ke-6 dan

ke-7 H. Pada masanya, kota Hadhramaut kemudian lebih dikenal dan mengalami puncak kemasyhurannya (ketenarannya). Muhammad bin Ali adalah seorang ulama besar yang memiliki kelebihan pengetahuan bidang agama secara mumpuni, di antaranya soal fiqih dan tasawuf. Di samping itu, konon ia pun memiliki pengalaman spiritual tinggi hingga ke Maqam

al-Quthbiyyah (puncak maqam kaum sufi) maupun khirqah shufiyyah

(legalitas kesufian).

Mengenai keadaan spiritual Muhammad bin Ali ini, al-Khatib pernah menggambarkan sebagai berikut: “Pada suatu hari, Al-Faqih al-Muqaddam tenggelam dalam lautan Asma, Sifat dan Dzat Yang Suci”.


(43)

33

Pada hikayat ke-24, para Al-Ustadz meriwayatkan bahwa Al-Ustadz Syuyukh, Al-Faqih al-Muqaddam, pada akhirnya hidupnya tidak makan dan tidak minum. Semua yang ada di hadapannya sirna dan yang ada hanya Allah. Dalam keadaan fana’ seperti ini datang Khidir dan lainnya mengatakan kepadanya: “Segala sesuatu yang mempunyai nafs (ruh) akan merasakan mati .” Dia mengatakan, “Aku tidak mempunyai nafs.” Dikatakan lagi, “Semua yang berada di atasnya (dunia) akan musnah.” Dia menjawab, “Aku tidak berada di atasnya.” Dia mengatakan lagi, “Segala sesuatu akan hancur kecuali wajah-Nya (Dia).” Dia menjawab, “Aku bagian dari cahaya wajah-Nya.” Setelah keadaan fana’-nya berlangsung lama, lalu para putranya memintanya untuk makan walaupun sesuap. Menjelang akhir hayatnya, Al- mereka memaksakan untuk memasukkan makanan ke dalam perutnya. Dan setelah makanan tersebut masuk mereka mendengar suara atau hatif. “Kalian telah bosan kepadanya, sedang kami menerimanya. Seandainya kalian biarkan dia tidak makan, maka dia akan tetap bersama kalian.”

Setelah wafatnya Muhammad bin Ali, perjalanan Thariqah

‘Alawiyyah lalu dikembangkan oleh para Al-Ustadz. Di antaranya ada

empat Al-Ustadz yang cukup terkenal, yaitu Al-Ustadz Abd al-Rahman Saqqaf (739), Al-Ustadz ‘umar Muhdhar bin Abd Rahman al-Saqqaf (833 H), Al-Ustadz Abdullah al-‘Aidarus bin Abu Bakar bin Abd al-Rahman al-Saqqaf (880 H), dan Al-Ustadz Abu Bakar al-Sakran (821 H).


(44)

34

Selama masa para Al-Ustadz ini, dalam sejarah Ba Alawi, di kemudian hari ternyata telah banyak mewarnai terhadap perkembangan thariqah itu sendiri. Dan secara umum, hal ini bisa dilihat dari ciri-ciri melalui para tokoh maupun berbagai ajarannya dari masa para imam hingga masa Al-Ustadz di Hadhramaut.

Pertama, adanya suatu tradisi pemikiran yang berlangsung dengan tetap mempertahankan beberapa ajaran para salaf mereka dari kalangan tokoh Alawi, seperti Quthbaniyyah, dan sebutan Imam Ali sebagai Al-Washiy, atau keterikatan daur sejarah Alawi dan Ba Alawi. Termasuk masalah wasiat dari Rasulullah untuk Imam Ali sebagai pengganti Nabi Muhammad Shallā Allāh ‘alayh wa sallam.

Kedua, adanya sikap elastis terhadap pemikiran yang berkembang yang mempermudah kelompok ini untuk membaur dengan masyarakatnya, serta mendapatkan status sosial yang terhormat hingga mudah mempengaruhi warna pemikiran masyarakat.

Ketiga, berkembangnya tradisi para sufi kalangan khawwash (elite), seperti al-jam’u, al-farq, al-fana’ bahkan al-wahdah, sebagaimana yang dialami oleh Muhammad bin Ali (Faqih al-Muqaddam) dan Al-Ustadz Abd al-Rahman al-Saqqaf.

Keempat, dalam Thariqah ‘Alawiyyah, berkembang suatu usaha pembaharuan dalam mengembalikan tradisi thariqah sebagai Thariqah (suatu madzhab kesufian yang dilakukan oleh seorang tokoh sufi) hingga


(45)

35

mampu menghilangkan formalitas yang kaku dalam tradisi tokoh para sufi.

Kelima, bila pada para tokoh sufi, seperti Hasan al-Bashri dengan zuhd-nya, Rabi’ah al-Adawiyah dengan mahabbah dan al-isyq al-Ilahi-nya, Abu Yazid al-Busthami dengan fana’-al-Ilahi-nya, al-Hallaj dengan wahdah al-wujud-nya, maka para tokoh Thariqah Alawiyyah, selain memiliki kelebihan-kelebihan itu, juga dikenal dengan al-khumul dan al-faqru-nya. Al-khumul berarti membebaskan seseorang dari sikap riya’ dan ‘ujub, yang juga merupakan bagian dari zuhud. Adapun Al-Faqru adalah suatu sikap yang secara vertikal penempatan diri seseorang sebagai hamba di hadapan Khaliq (Allah) sebagai zat yang Ghani (Maha Kaya) dan makhluk sebagai hamba-hamba yang fuqara, yang selalu membutuhkan nikmat-Nya. Secara horizontal, sikap tersebut dipahami dalam pengertian komunal bahwa rahmat Tuhan akan diberikan bila seseorang mempunyai kepedulian terhadap kaum fakir miskin. Penghayatan ajaran tauhid seperti ini menjadukan kehidupan mereka tidak bisa dilepaskan dari kaum kelas bawah maupun kaum tertindas mustadl’afin. Al-Ustadz Abd al-Rahman al-Saqqaf misalnya, selama itu dikenal dengan kaum fuqara-nya, sedangkan istri Muhammad bin Ali terkenal dengan dengan ummul fuqara-nya.

3. Al-Ustadz Abdullah al-Haddad dan Thariqah ‘Alawiyyah

Nama lengkapnya Al-Ustadz Abdullah bin Alwi al-Haddad atau Al-Ustadz Abdullah al-Haddad. Dalam sejarah Thariqah ‘Alawiyyah,


(46)

36

nama al-Haddad ini tidak bisa dipisahkan, karena dialah yang banyak memberikan pemikiran baru tentang pengembangan ajaran thariqah ini di masa-masa mendatang. Ia lahir di Tarim, Hadhramaut pada 5 Safar 1044 H. Ayahnya, Sayyid Alwi bin Muhammad al-Haddad, dikenal sebagai seorang yang saleh. Al-Haddad sendiri lahir dan besar di kota Tarim dan lebih banyak diasuh oleh ibunya, Syarifah Salma, seorang ahli ma’rifah dan wilayah (kewalian).

Peranan al-Haddad dalam mempopulerkan Thariqah ‘Alawiyyah

ke seluruh penjuru dunia memang tidak kecil, sehingga kelak thariqah ini dikenal juga dengan nama Thariqah Haddadiyyah. Peran al-Haddad itu misalnya, ia di antaranya telah memberikan dasar-dasar pengertian

Thariqah ‘Alawiyyah. Ia mengatakan, bahwa Thariqah ‘Alawiyyah adalah

Thariqah Ashhab al-Yamin, atau thariqahnya orang-orang yang menghabiskan waktunya untuk ingat dan selalu taat pada Allah dan menjaganya dengan hal-hal baik yang bersifat ukhrawi. Dalam hal suluk, al-Haddad membaginya ke dalam dua bagian.

Pertama, kelompok khashshah (khusus), yaitu bagi mereka yang sudah sampai pada tingkat muhajadah, mengosongkan diri baik lahir maupun batin dari selain Allah di samping membersihkan diri dari segala perangai tak terpuji hingga sekecil-kecilnya dan menghiasi diri dengan perbuatan-perbuatan terpuji. Kedua, kelompok ‘ammah (umum), yakni mereka yang baru memulai perjalanannya dengan mengamalkan serangkaian perintah-perintah as-Sunnah. Dengan kata lain dapat


(47)

37

disimpulkan bahwa Thariqah ‘Alawiyyah adalah thariqah ‘ammah, atau sebagai jembatan awal menuju thariqah khashshah.

Karena itu, semua ajaran salaf Ba Alawi menekankan adanya hubungan seorang Al-Ustadz (musryid), perhatian seksama dengan ajarannya, dan membina batin dengan ibadah. Amal shaleh dalam ajaran thariqah ini juga sangat ditekankan, dan untuk itu diperlukan suatu thariqah yang ajarannya mudah dipahami oleh masyarakat awam.

Al-Haddad juga mengajarkan bahwa hidup itu adalah safar (sebuah perjalanan menuju Tuhan). Safar adalah Siyahah Ruhaniyyah

(perjalanan rekreatif yang bersifat ruhani), perjalanan yang dilakukan untuk melawan hawa nafsu dan sebagai media pendidikan moral. Oleh karena itu, di dalam safar ini, para musafir setidaknya membutuhkan empat hal. Pertama, ilmu yang akan membantu untuk membuat strategi, kedua, sikap wara’ yang dapat mencegahnya dari perbuatan haram. Ketiga, semangat yang menopangnya. Keempat, moralitas yang baik yang menjaganya.

4. Pendapat Habib Munzir Al Musawa

Saudara saudaraku yg kumuliakan, Perlu diketahui bahwa Thariqah (thariqah) adalah metode untuk mencapai kedekatan pada Allah swt, dan Thariqah sangat banyak, ada yg benar dan ada yg sesat. Saya selaku pengikut Thariqah ‘Alawiyyah yang Thariqah ini menjadi induk dari semua Thariqah, ingin memperjelas bahwa Thariqah ‘Alawiyyah


(48)

38

antara Syariah dan Haqiqah, sedangkan sebagian Thariqah lainnya kebanyakan lebih condong kepada Haqiqah semata, dan banyak yg menyepelekan syariah, dan sebagian lainnya mendahulukan haqiqah daripada syariah.

Pada hakekatnya Pimpinan Thariqah ‘Alawiyyah adalah Rasulullah Shallā Allāh ‘alayh wa sallam, karena beliaulah yang memperkenalkan Syariah dan haqiqah tanpa memisahkannya, dilanjutkan oleh Sayyidina Ali bin Thalib, juga khulafa al rasyidin lainnya, mereka menjalankan syariah dan haqiqah, demikian pula Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib dan Imam Husein, demikian pula Imam Ali Zainal Abidin bin Husein ra, demikian pula Al Imam Muhammad Al Baqir, dan keturunannya, demikian pula para Imam Imam Ahlussunnah waljamaah, jasad mereka berjalan dg syariah, mengamalkan sunnah, dan hati sanubari mereka dan ruh mereka berada di puncak puncak tertinggi Haqiqah Makrifah.

Inilah puncak kesempurnaan seorang hamba Allah swt sebagaimana firman Nya swt : “Katakanlah (wahai Muhammad), Jika mereka mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya kalian akan dicintai Allah.”37

Demikian juga firman Nya swt dalam hadits Qudsiy : “Barangsiapa memusuhi wali Ku maka Ku umumkan perang padanya, tiadalah hamba hamba Ku mendekat pada Ku dengan hal hal yg telah


(49)

39

kuwajibkan, dan hamba hamba Ku tak henti hentinya pula mendekat pada Ku dengan hal hal yg sunnah hingga Aku mencintainya, Jika Aku mencintainya maka aku menjadi telinganya yg ia gunakan untuk mendengar, aku menjadi pandangannya yg ia gunakan untuk melihat, aku menjadi tangannya yg ia gunakan untuk melawan, aku menjadi kakinya yg ia gunakan untuk melangkah, Jika ia meminta pada Ku niscaya kuberi apa yg ia minta, dan jika ia mohon perlindungan pada Ku niscaya kuberi padanya perlindungan” (Shahih Bukhari Bab Arriqaaq/Tawadhu).

Sabda Rasulullah Shallā Allāh ‘alayh wa sallam: “Barangsiapa yg menghindari sunnahku maka ia bukan dari golonganku” (Shahih Bukhari).

Namun kemudian terjadi kesamaran hingga sebagian alawiyyin (keturunan Rasul saw) lebih condong kepada Syariah dari pada Haqiqah, dan sebagian lainnya lebih condong kepada Haqiqah daripada Syariah.

Maka Al Imam Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi kembali memperbaharui Thariqah ‘Alawiyyah sebagaimana dimasa Rasul

Shallā Allāh ‘alayh wa sallam, maka muncullah para Imam Imam Besar

yang merupakan samudera syariah sekaligus samudera Haqiqah, sebagaimana Hujjatul Islam. Hujjatul islam adalah gelar bagi pakar hadits yg telah hafal lebih dari 300.000 hadits berikut hukum sanad dan hukum matannya. Al Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad, Hujjatul Islam Al Imam ‘umar bin Abdurrahman Alattas, Hujjatul Islam Al Imam ‘umar Al Muhdhor, Hujjatul Islam Al Imam Fakhrul wujud Abubakar bin Salim,


(50)

40

Hujjatul Islam Al Imam Ahmad bin Zein Alhabsyi, dan ratusan Hujjatul Islam lainnya pada Thariqah ‘Alawiyyah.

Mereka adalah samudera syariah, dan mereka pula samudera haqiqah, sebagaimana dijelaskan oleh Hujjatul Islam Al Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad bahwa akhir derajat ketinggian Imam Abdulqadir Al Jailani adalah awal derajat Al Imam Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi, yg dikenal kemudian sebagai Imam Thariqah ‘Alawiyyah, karena beliau yg pertama kali memelopori kembali Thariqah yg memadukan Syariah dan Haqiqah.

Sebagaimana Al Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad berkata: semua sunnah Nabi Shallā Allāh ‘alayh wa sallam telah kuamalkan, kecuali satu, yaitu memanjangkan rambut hingga ke bawah telinga”.

Maka ketika beliau sakit cukup lama sebelum wafatnya, rambut beliau tidak sempat dicukur, hingga beliau wafat dalam keadaan rambutnya hingga bawah telinganya, beliau wafat dengan sempurna mengamalkan seluruh sunnah Rasulullah Shallā Allāh ‘alayh wa sallam.

Disebut Thariqah ‘Alawiyyah karena para Imam Imamnya merupakan ahlul bait Rasul Shallā Allāh ‘alayh wa sallam yang merupakan samudera dalam syariah dan samudera dalam haqiqah, maka muncul pula gelar Qutbul Irsyad wa Ghautsil Ibad walbilad untuk Al Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad, Qutbul Al Anfas untuk Al Imam ‘umar bin Abdurrahman alattas, dan banyak lagi, mereka telah mencapai derajat Alghauts, yaitu puncak derajat para wali di zamannya, namun mereka pun Pakar dalam Ilmu syariah.


(51)

41

Demikianlah Thariqah ‘Alawiyyah hingga kini, kita mengenal Qutbudda’wah, almusnid Alhabib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi Kwitang, beliau telah menyandang gelar Alhafidh (hafal lebih dari 100.000 hadits berikut sanad dan matan). Demikian pula Alqutb Alhafidh Alhabib Salim bin Ahmad bin Jindan, demikian pula Alqutb Al Hafidh Alhabib Abdulqadir Balfaqih Malang, dan banyak lagi.

Hingga kini kita masih mengenal Al Musnid Al Allamah Alhabib ‘Umar bin Hafidh, yg ketika mendapat kabar tentang beberapa murid beliau yg banyak melanggar, seraya menjerit dan menangis sekeras kerasnya dihadapan anak muridnya, tangisnya bagaikan bayi yg tersedu sedu seraya berkata : “lebih baik kepalaku ditindih gunung daripada sampainya kabar amal buruk kalian kepada Allah dan Rasul Nya, bagaimana jika aku dimintai pertanggungan jawab??”

Demikian pula Almusnid Al Allamah Alhabib Muhammad bin Alwi Almalikiy, yg tak henti hentinya selalu mengajarkan sunnah pada murid muridnya, Demikian pula Almusnid Al Allamah Alhabib Zein bin Ibrahim bin Smeit Madinah ketika diberi tasbih yg terbuat dari mutiara, maka beliau bertanya : ini untuk perhiasan atau untuk tasbih?, khalayak menjawab : Tasbih untuk berdzikir wahai habib, maka beliau berkata : aku menggunakan tasbih untuk berdzikir pada Allah, bukan untuk mengingat dunia..!”, seraya melemparkan tasbih mutiara itu.

Demikian , Almunsid Al Allamah Alhabib Salim bin Abdullah Assyatiri Tarim hadramaut, tulang punggung beliau patah hingga


(52)

42

jalannya terus merunduk, karena saat masa komunis di yaman beliau tetap berdakwah hingga direbahkan dijalan dan dilindas mobil para komunis, beliau selamat namun tulang belakangnya patah. Demikian pula Almusnid Al Allamah Alhabib Ali Masyhur bin Hafidh Mufti Tarim, yg ketika melihat murid muridnya banyak berbuat salah beliau menangis dan berkata : “sungguh jika murid mempunyai kekurangan maka itu adalah sebab gurunya, sebab aku yg penuh kekurangan..”

Juga Al Allamah Almusnid Syeikh Yaasin Fadani Alm, Al Musnid Al Allamah Kyai Nawawi Albanteni Alm, dan banyak lagi. Mereka semua menjalankan Thariqah Alawiyyah, termasuk Al Allamah KH Abdullah Syafii, KH Syafii Hadzami dan sebagian besar para Ulama di Indonesia, sanad keguruan mereka berpadu pada para Tokoh Ulama dari Thariqah ‘Alawiyyah.

Hampir diseluruh Indonesia mengikuti Thariqah alawiyyah, ciri cirinya adalah Ratib Attas, Ratib Haddad, wirdullatif, dll yang bukan merupakan karangan mereka, namun kumpulan hadits hadits Rasul saw yang dijadikan amalan pagi atau sore, sesuai dengan hadits-hadits Rasul saw pada masing masing poinnya dan dipadu oleh mereka. Pada saat sebelum mendekati ajalnya, Al-Ustadz ‘Umar sempat berwasiat kepada putra-putra dan anak didiknya agar selalu berpegang teguh pada ajaran

salaf al-shalih. Yaitu ajaran Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah, yang dianut

mayoritas kaum muslim di Indonesia dan Thariqah ‘Alawiyyah yang bermata rantai sampai kepada ahlul bait Nabi, para sahabat, yang


(53)

43

semuanya bersumber dari Rasulullah Shallā Allāh ‘alayh wa sallam.

Adapun peran Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam Thariqah ‘Alawiyyah

yakni menerapkan pola maupun cara pengajaran di yayasan , lembaga pendidikannya. Selain itu juga Al-Ustadz ‘Umar Baradja memanfaatkan ilmu, waktu, umur, dan membelanjakan hartanya di jalan Allah sampai akhir hayatnya.


(54)

BAB IV

PEMIKIRAN AL-USTADZ ‘UMAR BARADJA DALAM KITAB AL

AKHLĀQ LIL BANĪN

A. Latar belakang dan kondisi fisik kitab Al Akhl q Lil Bann

Kitab Al Akhlāq Lil Banīnkarya Al-Ustadz ‘Umar Baradja adalah kitab yang membahas tentang akhlak khusus bagi putra. Demikian ini karena putra sekarang akan menjadi sosok pemimpin dimasa mendatang. Apabila ia besar dalam akhlak yang mulia dan tumbuh dengan pendidikan yang benar, maka ia pun akan menjadi sosok yang akan dianut dan dipatuhi oleh anak-anaknya. serta anak-anaknya bisa menerima dasar-dasar kebaikan dan tonggak-tonggak kebesaran serta kemuliaan darinya.35

Umat suatu bangsa dinilai baik dan buruknya dari akhlak atau moralnya, sekali-kali bukan dipandang dari kekayaan dan kebagusan wajah mereka. Sebagai modal utamanya adalah mendidik putra-putra bangsa kita dengan akhlak budi pekerti yang luhur, di samping ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Dengan demikian nantinya masa depan mereka akan menjamin nama baik bangsa kita. Kitab ini amat menarik dan bisa menjadi pedoman dan pondasi yang kuat untuk bekal hidup, demi kemuliyaan masa depan mereka. Kitab ini terdiri dari empat jilid dan disusun dengan bahasa yang mudah dimengerti. Banyak pesantren atau madrasah diniyah yang mempelajari kitab ini pada santriawan-santriwati di tingkat dasar. Ditujukan untuk pedoman di

35‘Umar Baradja, bimbingan Akhlak bagi Putra-Putra Anda (Surabaya: YPI “Al-Ustadz ‘Umar


(1)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dari uraian penulisan tersebut maka dapat disimpulkan, bahwa:

1. Al-Ustadz ‘Umar bin Achmad Baradja merupakan seorang ‘ulama yang memiliki akhlak yang sangat mulia. Al-Ustadz ‘Umar Baradja lahir di kampung Ampel Maghfur, pada 10 Jumadil Akhir 1331 H/17 Mei 1913 M. Sejak kecil dia diasuh dan dididik kakeknya dari pihak ibu, Al-Ustadz Hasan bin Muhammad Baradja, seorang ulama ahli nahwu dan fikih. Nasab Baradja berasal dari (dan berpusat di) Seiwun, Hadramaut, Yaman. Al-Ustadz Baradja sendiri merupakan ahli Akhlak.

Sedangkan karya Al-Ustadz ‘Umar Baradja sudah sekitar 11 judul buku yang diterbitkan, seperti Al Akhlāq Lil Banīn, kitab Al-Akhlāq Lil Banāt, kitab Sullam Fiqih, kitab 17 Jauharāh, dan kitab Ad’iyah Ramadhān. Semuanya terbit dalam bahasa Arab dan sekarang sudah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa.

2. Pemikiran Al-Ustadz ‘Umar Baradja dalam kitab Al Akhlāq Lil Banīn merupakan wujud cara untuk menciptakan akhlak khusus bagi putra. Sebab putra sekarang akan menjadi sosok pemimpin dimasa mendatang. Apabila ia besar dalam akhlak yang mulia dan tumbuh dengan pendidikan yang benar, maka ia pun akan menjadi sosok yang akan dianut dan dipatuhi oleh anak-anaknya. serta anak-anaknya bisa menerima juga dasar-dasar kebaikan dan tonggak-tonggak kebesaran serta kemuliaan darinya.


(2)

68

Selain menulis buku pelajaran, Al-Ustadz ‘Umar juga menulis syair-syairnya dalam bahasa Arab dengan sastranya yang tinggi. Menurut ustadz Mushtofa bin Ahmad bin ‘Umar Baradja, cucu dari putra tertuanya, cukup banyak dan belum sempat dibukukan. Selain itu, masih banyak karya lain, seperti masalah keagamaan, yang masih bertuliskan tangan dan tersimpan rapi dalam perpustakaan keluarga.

B. Saran

Bagi para mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam, semoga ada yang melakukan penelitian lebih lanjut tentang biografi Al-Ustadz ‘Umar Baradja tahun 1913 hingga 1990 penulis kitab Al Akhlāq Lil Banīn, karena masih banyak hal lagi yang menarik untuk dikaji selanjutnya. Terlebih lagi penulis tidak berpretensi bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi masih banyak hal-hal yang masih kurang dan membutuhkan perbaikan untuk kesempurnaan skripsi ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik sangat dibutuhkan demi tercapainya kesempurnaan tersebut. Diharapkan pula dengan dilakukan penelitian lanjutan lagi secara mendalam nantinya mampu memberikan pengetahuan yang lebih luas lagi bagi pembaca.

Dengan terselesaikannya skripsi biografi Al-Ustadz ‘Umar Baradja tahun 1913 hingga 1990 penulis kitab Al Akhlāq Lil Banīn ini, semoga bisa menambah ilmu pengetahuan tentang kiprahnya dalam mengukir bahkan mendidik anak-anak sejak usia dini dengan hal-hal yang positif dan diharapkan juga dapat menjadi inspirasi bagi para orang tua di zaman sekarang untuk mendidik anaknya masing-masing.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.

Achmad Assegaf, Muhammad. Sekelumit riwayat hidup Al-Ustadz ‘Umar bin Achmad Baradja. Surabaya: Panitia Haul Ke-V, 1995.

Ainusyamsi, Fadlil Yani. 2010. “Pendidikan Karakter di Jepang”, dalam Kumpulan makalah, Seminar Internasional dan Workshop, Pendidikan Karakter menuju terbentuknya masyarakat yang berbudi pekerti luhur. Universitas Pendidikan Indonesia : Program Studi Pendidikan Umum, Sekolah Pasca Sarjana.

Andayani, Dian dan Abdul Majid. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam . Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Azzet, Ahmad Muhaimin. 2011. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.

Bārajā’ , Al-Ustādz ‘Umar Bin Ạmad. kitab Al-Akhlāq lil Banīn jilid 1. Surabaya: Maktabah Mụammad bin Ạmad Nabhān wa Aulādah.

Bruinessen, Martin Van. 1995. Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat. Bandung: Mizan.

Budimansayah, Dasyim, et all. 2011. Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Alquran dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar. 2011. “Pendidikan Karakter Menuju Bangsa Unggul” . Majalah Policy Brief, Edisi 4. 4 Juli 2011.

Dzulkifli . 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT remaja Rosdakarya. El-Jazairi, Abu Bakar Jabir . 1990. Pola Hidup muslim (Minhajul Muslim) Etika.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Djarwanto. Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penelitian Skripsi. Jakarta: Liberty, 1990.


(4)

Hamid, ABD Rahman dan Saleh Musthofa. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Ombak, 2011.

Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Grafindo Persada, 1999.

Ilaihi, Wahyu dan Harjani, Hefni. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana, 2007.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia, 1993.

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995.

Maimunah, Binti. 2009. Landasan Pendidikan. Yogyakarta : Teras. Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS, 1994. Majalah Alkisah No. 07/Tahun V/26 Maret – 8 April 2007.

Miskawaih, Ibn. 1994. Menuju Kesempurnaan akhlak . Bandung: Mizan.

Muin, Umar. Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: PT. Rosdakarya, 1988.

Notosusanto, Nugroho. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta: Yayasan Idayu Press, 1978.

Notosusanto, Nugroho. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1982.

Ramly, Mansyur, et all. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional , Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan.

Samani, Mukhlas dan Hariyanto. 2011. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


(5)

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press, 2009. Sunidia, et all. Kepemimpinan dalam Masyarakat Modern. Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 1993.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dam R&D. Bandung: Alfabeta.

Sujanto, Agus et all. 2001. Psikologi Kepribadian . Jakarta: Bumi Aksara.

Sumadi, Mulyanto. 1981. Penelitian Agama Masalah dan Pemikiran. Jakarta: Sinar Harapan.

Arsip:

Abu Qosim.“Pendidikan Akhlaq menurut al-Ustadz Umar Baradja dalam kitab Akhlaqul Lil Banin (Tinjauan Materi dan Metode)”. (Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005).

Mardwi Asdiyanto, “Studi korelasi pemahaman materi kitab Al Akhlāq Lil Banīn dengan akhlak santri Pondok Pesantren Modern Al Amanah Junwangi Krian Sidoarjo”. (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Tarbiyah, Surabaya, 2005).

Nikmahtul Choiriyah, “Etika belajar peserta didik perspektif Al-Ustadz ‘Umar bin Achmad Baradja dalam kitab Al-Akhlāq Lil Banāt”. (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Tarbiyah, Surabaya, 2014). Rofa’atul Fauziyah, “Aplikasi pembelajaran kitab Al Akhlāq Lil Banīn dalam pembentukan akhlak santri Pondok Pesantren Babussalam kalibening Tanggalrejo Mojo Agung Jombang”. (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Tarbiyah, Surabaya, 2011).

Nara Sumber Wawancara:

Ahmad Fauzan Zainal Abidin (Alumni Yayasan Perguruan Islam Al-Ustadz ‘Umar Baradja). Wawancara. Surabaya. 25 Juni 2016.

Imam Solichun (Staf Yayasan Perguruan Islam Al-Ustadz ‘Umar Baradja). Wawancara. Surabaya. 10 Februari 2016.


(6)

Musthofa Achmad Baradja (Kepala Yayasan Perguruan Islam Al-Ustadz ‘Umar Baradja). Wawancara. Surabaya. 10 Maret 2016.

Muthohhar Achmad Baradja (Staf Yayasan Perguruan Islam Al-Ustadz ‘Umar Baradja). Wawancara. Surabaya. 10 Maret 2016.

Internet:

Abidinsyah , “Urgensi Pendidikan Karakter Dalam Membangun Peradaban Bangsa Yang Bermartabat”, JURNAL SOCIOSCIENTIA KOPERTIS WILAYAH XI KALIMANTAN, volume 3 nomor 1 (Februari 2011), dalam http;//kopertis11.net/jurnal/Vol.3/No.1/Februari 2011/Abidinsyah.pdf, diakses pada 4 Juni 2012, jam 16.07.

Asriati, Nuraini. 2011. “Grand Design Pendidikan Karakter Berbasis Sekolah”, Jurnal Visi Ilmu Pendidikan (J-VIP) Vol 6, No 3 (2011), Universitas Tanjungpura Pontianak. dalam http://jurnal.untan.ac.id ,diakses pada hari kamis, 31 mei 2012 jam 10.26.

Fauzie, Qomar. “Syaikh Umar Bin Achmad Baradja”, dikutip dari Majalah al-Kisah No.07/Tahun V/26 Maret – 8 April 2007 hal.85-89, dalam http://qomarfauzie.wordpress.com/2008/09/13/syaikh-umar-bin-achmad-baradja-surabaya/, diakses 28 Mei 2012, jam 14.10.

Kompas.com edisi Jumat, 17 Februari 2012. Dalam http://megapolitan.kompas.com. Accessed 24 April 2012, pukul 11.46. Kompas.com edisi Selasa, 14 Desember 2010. Dalam http://edukasi.kompas.com.

Accessed 24 April 2012, pukul 11.25.

Martianto, Dwi hastuti. 2008. Pendidikan Karakter, http://keyanaku.blogspot.com/2008/01/pendidikan-karakter.html.

Accessed 02 November 2011.