TINJAUAN ASAS-ASAS DALAM KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PERUBAHAN AKAD PERJANJIAN KEMITRAAN PADA CICILAN HELM DAN JAKET DI PT. GO-JEK INDONESIA-SURABAYA.
TINJAUAN ASAS-ASAS DALAM KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PERUBAHAN AKAD PERJANJIAN
KEMITRAAN PADA CICILAN HELM DAN JAKET DI PT. GO-JEK INDONESIA-SURABAYA
SKRIPSI Oleh Harri Wardana NIM. C52212100
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah
Surabaya 2016
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang membahas tentang tinjauan asas-asas dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) terhadap perubahan perjanjian kemitraan antara PT. Go-Jek Indonesia –Surabya dan driver
Go-jek, dalam hal cicilan jaket dan helm Go-Jek.Adapun yang menjadi pokok
permasalahannya disini adalah tentang bagaimana perubahan akad perjanjian kemitraan pada cicilan helm dan jaket antara PT. Go-Jek Indonesia-Surabaya dan
driver serta bagaimana tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah terhadap
perubahan akad perjanjian kemitraan pada cicilan helm dan jaket di PT. Go-Jek Indonesia-Surabaya.
Penelitian ini tergolong pada jenis penelitian lapangan. Dengan menggunakan metode pengolahan data kualitatif, dan teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi yang kemudian dianalisis dengan teknik diskriptif analisis.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa status helm dan jaket Go-Jek berdasarkan klausul perjanjian kemitraan adalah dipinjamkan kepada driver, kemudian atas kebijakan sepihak dari perusahaan, diberlakukan cicilan dengan masing-masing unitnya dicicil seharga Rp.5000,- per hari selama 38 hari; dengan cara pemotongan langsung terhadap saldo Go-Jek Credit Driver. Cicilan tersebut bersifat non refundable (tidak dapat dikembalikan). sedangkan status kepemilikan atribut tersebut selamanya akan menjadi milik perusahaan meskipun driver telah melunasinya. Jika ditinjau menurut KHES, akad awal perjanjian kemitraan tersebut telah sesuai dengan konsep akad dalam KHES, Akan tetapi, ketika kebijakan sepihak dari perusahaan untuk mencicil atribut diberlakukan, hal inilah yang kemudian membuat hilangnya asas-asas dalam berakad, tidak terpenuhinya
rukun akad (kesepakatan para pihak) dengan sempurna, karena adanya ‘aib
kesepakatan (cacat kehendak), dan perbuatan atas kebijakan tersebut dapat digolongkan kepada perbuatan ingkar janji dimana perusahaan melaksakan apa yang dijanjikannya, tapi tidak sebagamana yang dijanjikannya. Sehingga membuat hukum akad tersebut tergolong pada akad fasad.
Sejalan dengan kesimpulan diatas, maka kepada PT. Go-Jek Indonesia-Surabya disarankan: untuk dapat lebih mempertimbangkan segala hal yang dapat berubah sewaktu-waktu dan menuliskannya dalam rancangan surat perjanjian kemitraan agar mempermudah membuat kebijakan baru tanpa harus melanggar isi perjanjian. kemudian hendaknya dapat lebih pro-aktif dalam menjalin komunnikasi yang baik kepada mitranya, dengan melibatkannya untuk bernegosiasi sebelum melahirkan sebuah kebijakan baru, sehingga dapat mengatasi dan mengurangi permasalahan internal dalam kemitraan ini.
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TRANSLITERASI ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasn Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 10
D. Kajian Pustaka ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 13
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 14
G. Definisi Operasional ... 14
H. Metode Penelitian ... 15
I. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB II KONSEP AKAD DALAM BAHASAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH ... 22
A. Ketetapan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pada Bab II Pasal 21 tentang Asas-Asas Akad ... 22
(8)
2. Asas Amanah (Menepati Janji) ... 24
3. Asas Saling Menguntungkan ... 26
4. Asas Taswiyah (Kesetaraan) ... 27
5. Asas Transparansi ... 28
6. Asas Taysi>r (Kemudahan) ... 29
7. Asas Iktikad Baik ... 30
8. Asas al-H}urriyah (Kebebasan Berkontrak) ... 32
B. Ketetapan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pada Bab III tentang Rukun, Syarat Akad, Aib Kesepakatan, Kategori Hukum Akad, dan Ingkar Janji ... 33
1. Rukun dan Syarat Akad ... 33
2. Aib Kesepakatan ... 37
3. Hukum Akad ... 40
4. Ingkar Janji ... 42
BAB III PERJANJIAN KEMITRAAN PADA CICILAN HELM DAN JAKET DI PT.GO-JEK INDONESIA-SURABAYA ... 44
A. Gambaran Umum tentang PT.Go-Jek Indonesia ... 44
1. Sejarah Singkat ... 44
2. Profil Perusahaan ... 47
3. Manajemen Perusahaan ... 54
B. Perjanjian Kemitraan antara PT.Go-Jek Indonesia- Surabaya dan Driver dalam Hal Atribut Jaket dan Helm Go-Jek. ... 60
1. Perjanjian Awal Jaket dan Helm Go-Jek ... 60
(9)
BAB VI TINJAUAN ASAS-ASAS DALAM KOMPILASI HUKUM
EKONOMI SYARIAH TERHADAP PERUBAHAN AKAD PERJANJIAN KEMITRAAN PADA CICILAN HELM
DAN JAKET DI PT.GO-JEK INDONESIA-SURABAYA .... 71
A. Tinjauan Perubahan Akad Perjanjian Kemitraan PT. Go-Jek Indonesia-Surabaya dari Sudut Pandang Asas-Asas Berakad Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) ... 71
1. Asas Ikhtiya>ri (Sukarela) ... 71
2. Asas Amanah (Menepati Janji) ... 74
3. Asas Saling Menguntungkan ... 76
4. Asas Taswiyah (Kesetaraan) ... 78
5. Asas Transparansi ... 80
6. Asas Taysi>r (Kemudahan) ... 82
7. Asas Iktikad Baik ... 84
8. Asas al-H}urriyah (Kebebasan Berkontrak) ... 86
B. Tinjauan Perubahan Akad Perjanjian Kemitraan PT. Go-Jek Indonesia-Surabaya dari Sudut Pandang Rukun dan Syarat Akad, ‘Aib Kesepakatan, Hukum Akad, ‘dan Ingkar Janji Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) ... 88
1. Rukun dan Syarat Akad ... 89
2. Aib Kesepakatan ... 93
3. Hukum Akad ... 95
4. Ingkar Janji ... 97
BAB V PENUTUP ... 99
A. Kesimpulan ... 99
(10)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan semakin lajunya pula perkembangan zaman, kegiatan muamalah dalam bentuk bisnis pun juga ikut berkembang dan semakin bervariasi. Kebutuhan masyarakat yang semakin lama semakin beragam, juga menjadi latar belakang pesatnya perkembangan bisnis tersebut. Asalkan mampu secara cermat membaca peluang, maka bisnis dengan model apapun bisa dikerjakan dan bahkan sangat menjanjikan untuk meraup keuntungan yang menggiurkan. Akan tetapi jangan sampai kita lengah, untuk tetap berlandaskan pada al-Qur’an dan Hadist serta etika dalam berbisnis, sehingga apapun yang ingin kita capai tidaklah dengan menghalalkan segala cara dalam suatu pekerjaan. Sesungguhnya Allah akan melihat dan mempertimbangkan Hasil kerja manusia, karena itu bekerja secara produktif merupakan amanat ajaran Islam, Allah berfirman dalam Q.S. al-Tawbah, ayat 105:1
Artinya: ―Dan Katakanlah;‖ Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang orang mukmin akan melihat pekerjaamu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang gaib
1
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam Implementasi Etika Islami Untuk Dunia Usaha,
(11)
2
dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan‖ (Q.S. al- Tawbah : 105)2
Internalisasi nilai- nilai keIslaman dalam kehidupan keseharian umat manusia merupakan suatu keniscayaan, wujud dari manusia beriman, berIslam, dan ber-ih}sa>n dalam bentuk manusia unggul/muttaqi>n (manusia paripurna). Tak terkecuali dari sisi aktivitas bisnis, trilogi al-di>n tersebut harus di tempatkan secara fungsional dalam menginternalisasi pada diri setiap pelaku bisnis.3 Nabi Muhammad SAW sebagai teladan (qudwah)
telah mampu memposisikan dirinya sebagai pelaku bisnis ideal yang jujur, adil, dan berkarakter sehingga perlu digugu dan ditiru oleh pelaku bisnis di era sekarang.Allah berfirman dalam al-Qur’an surah al-Nahl ayat 90:
Artinya: ―Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebaikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran‖ (Q.S. An-Nahl : 90)4
Agama Islam juga memiliki sifat komprehensif karena mencakup semua dimensi atau aspek kehidupan manusia baik yang ritual (mah}dhah) maupun sosial (muamalah), material dan moral, ekonomi, politik, hukum, sosial, kebudayaan, keamanan, nasional, dan internasional.5 Di dalam melakukan kegiatan sosial (muamalah), Islam memiliki prinsip-prinsip
2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Xigma Exagrafika, 2016), 203.
3
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam Implementasi Etika Islami Untuk Dunia Usaha..., v.
4
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya..., 277.
5
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-produk dan Aspek Hukumnya, (Jakarta:
(12)
3
muamalah. Mardani, di dalam bukunya yang berjudul Fiqh Ekonomi Syariah menyebutkan bahwa terdapat sebelas prinsip-prinsip muamalah yaitu prinsip tauh}idi (unity), prinsip halal, prinsip mas}lah}ah}, prinsip kebebasan berinteraksi, prinsip kerjasama, prinsip membayar zakat, prinsip keadilan, prinsip amanah, prinsip komitmen terhadap akhlāq al -karīmah, dan prinsip terhindar dari jual beli dan investasi yang dilarang.6
Kegiatan bermuamalah senantiasa mengikuti arus perkembangan zaman. Perkembangan teknologi dan informasi serta kebutuhan manusia yang semakin meningkat menjadikan banyak peluang untuk membuka usaha baik dalam aspek kebendaan maupun jasa. Akad-akad yang dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. pun semakin berkembang bentuk pengaplikasiannya. Terlebih lagi pengaplikasian berbagai bentuk bisnis di era globalisasi ini, zaman yang sudah dilengkapi dengan berbagai alat teknologi canggih sebagai fasilitas dalam menjalani berbagai bidang usaha dan bisnis.
Bisnis Go-Jek Misalnya, bisnis ini merupakan salah satu bentuk usaha
dalam bidang jasa teknologi untuk memberikan pelayanan transportasi kenderaan bermotor atau dikenal dengan ojek yang di jalankan dengan menggunakan aplikasi khusus secara online. Sehingga kapanpun
masyarakat membutuhkan jasa transportasi ini, cukup mengaksesnya melalui aplikasi di smartphone. Maka para driver pun siap datang untuk
mengantarkan penumpang ketempat yang ingin dituju. Bisnis yang dikenal
6
(13)
4
juga dengan ojek online ini berkembang begitu pesat dan mendapat
perhatian banyak, baik dari kalangan masyarakat sampai pada kalangan pemerintah.
Selain tenar, bisnis ini telah diminati oleh banyak masyarakat sejak katenarannya di tahun 2015 lalu. Hal ini dikarenakan selain kemudahan yang dirasakan oleh masyarakat dalam mengaksesnya, juga murahnya tarif yang harus dibayarkan.
Bisnis di bidang teknologi penyedia jasa layanan transportasi kendaraan bermotor atau yang akrab dikenal dengan Go-Jek ini sudah
beroperasi di beberapa kota besar di Indonesia, diantaranya yaitu: Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Bali, Makasar, sedang yang terbaru adalah Yogyakarta, Semarang, Medan dan Balikpapan dan Palembang. Keberada layanannya dinilai efisien sekaligus menjadi solusi bagi masyarakat yang tinggal di kota-kota besar di Indonesia khususnya dalam menghadapi kemacetan lalu lintas, ketimbang harus menunggu lama di dalam angkutan umum lainnya.7
Selain itu bisnis ini juga dinilai telah memberi peluang pekerjaan bagi masyarakat Indonesia khususnya bagi mereka yang tinggal di kota- kota besar tersebut. Hal ini di karenakan bisnis ini dijalankan dengan melibatkan masyarakat untuk bermitra bersama perusahaannya sebagai
driver yang beroperasi menjalankan jasa transportasi tersebut. Selain
karena ketenaran jasa transportasi ini di kalangan masyarakat saat ini,
7
(14)
5
syarat untuk untuk dapat bermitra di perusahaan ini juga dibilang cukup mudah, seghingga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk berbondong-bondong ingin bermitra di perusahaan ini.
Dengan hanya bermodalkan satu unit sepeda motor yang layak di pakai untuk di jadikan alat transportasi, Fotocopy Surat Izin Mengemudi, Kartu Tanda Penduduk, Surat Tanda Nomor Kendaraan dan Fotocopy Kartu Keluarga, sedangkan untuk syarat riwayat pendidikan terakhir adalah SMP (sekolah Menengah Pertama) dan batas umur maksimal adalah 55 tahun. Sedangkan untuk jaminannya adalah berupa salah satu dari dokumen berikut yakni ijasah/bukti pemilikan kenderaan bermotor /kartu keluargak/akta kelahiran/ surat nikah asli.
Dengan syarat tersebut masyarakat sudah dapat bermitra dengan perusahaan yang tentunya dengan mengisi formulir pendaftaran serta menandatangani dan menjalankan isi surat perjanjian kerjasama kemitraan antara kedua belah pihak yang telah di buat oleh pihak perusahaan. Adapun isi perjanjian kemitraan antara PT. Go-Jek atau disebut sebagai
Mitra I dan para driver atau disebut Mitra II antara lain adalah mengatur
hal-hal yang berkaitan tentang tugas, wewenang dan tanggung jawab Mitra II, perjanjian bagi hasil, Kewajiban Mitra II, alat pendukung kerja, sebab-sebab berakhirnya kerjasama kemitraan, larangan-larangan hingga pada larangan untuk membuka rahasia perusahaan juga turut diatur didalamnya.8
8
(15)
6
Setelah melengkapi persyaratan yang ada dan telah memandatangani perjanjian kerja sama kemitraan, maka kedua belah pihak pada dasarnya telah terikat dalam suatu akad yang di sebut sebagai akad perjanjian. Dimana secara tidak langsung keduanya dituntut untuk taat dan patuh serta bertanggung jawab terhadap perjanjian yang telah di mereka sepakati. Karena pada dasarnya setiap perjanjian haruslah dilaksanakan dengan itikad baik, dan itikad baik tersebut bukan saja harus ada pada pelaksanaan perjanjian tapi juga pada saat dibuatnya atau ditandatanganinya perjanjian tersebut.9
Suatu realita tidak selamanya akan berjalan lurus sesuai dengan harapan. Ketidaksesuaian harapan dengan realita inilah terkadang menimbulkan sebuah permasalahan. Seperti halnya dalam akad perjanjian kemitraan antara PT.Go-Jek Indonesia (Mitra I) dan driver-nya (Mitra II)
dalam hal pembayaran cicilan helm dan jaket. Dimana seharusnya kedua atribut tersebut merupakan fasilitas yang dipinjamkan oleh perusahaan untuk driver yaitu berupa 2 buah helm dan 2 buah jaket yang harus di jaga
selama mereka masih bermitra di perusahaan tersebut. Namun driver akan
dikenakan ganti rugi sebesar Rp.200.000,- (Dua Ratus Ribu Rupiah) jika atribut tersebut hilang atau rusak karena kelalaian driver.
Hal tersebut tercantum dalam klausul perjanjian kerjasama kemitraan antara PT.Go-Jek Indonesia (Mitra I) dan driver-nya (Mitra II) pada pasal
9
(16)
7
3 tentang Kewajiban Mitra II.10 Jika ditinjau dari sisi hukum perdata akad ini termasuk kepada Pinjam-pakai yakni suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak lainnya dengan cuma-cuma, dengan syarat bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan mengembalikannya (BW Pasal 1740).11
Akan tetapi seiring berjalannya waktu, tepatnya pada bulan Agustus tahun 2015 kemarin, PT. Gojek Indonesia mulai memberlakukan iuran untuk jaket dan helm untuk para driver dengan rincian sebagai berikut:
satu jaket = Rp.190.000,- (Rp.5.000,- / hari × 38 hari), dan Satu helm = Rp.190.000,- (Rp.5.000,- / hari × 38 hari). Karena masing-masing driver
menerima masing-masing unit adalah dua buah, maka total kewajiban iuran yang harus mereka bayarkan yakni sebesar Rp.760.000,- (tujuh ratus enam puluh ribu rupiah) selama 152 hari, dan itupun atribut tersebut tidak serta merta menjadi hak milik para driver melainkan tetap milik
perusahaan yang harus di kembalikan apabila tidak bermitra lagi. Sehingga akad tersebut berubah seperti sewa menyewa.12
Adapun pemberitahuan terkait pemberlakuan iuran tersebut di sebarkan melalui pesen singkat (SMS), sehingga mau tidak mau para
driver tetap harus mengikuti kebijakan tersebut demi mempertahankan
10
Surat Perjanjian Kemitraan PT. Go- Jek Indonesia Tahun 2015.
11
R. Subekti, Aneka Perjanjian,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989), 118.
12Isna Noor Fitria ―Cicilan Helm dan Jaket
Go-Jek termasuk Wanprestasikah? (Analisis Menurut Hukum Perdata) dalam http://www.kompasiana.com/isnafitria/cicilan-helm-dan-jaket-go-jek-termasuk-wanprestasi-kah-analisis-menurut-hukum-perdata_565fa167d67e614a1bccbaec, diakses pada 26 Desember 2015.
(17)
8
pekerjaan mereka. Meskipun ada juga sebagian dari mereka yang tidak mempersoalkan hal tersebut dikarenakan memandang nominal yang kecil yakni Rp.10.000,- per hari daripada harus kehilangan pekerjaan, tetapi ada juga sebagian yang menilai bahwa perlu adanya kesepakatan bersama dalam mengambil kebijakan dalam bermitra usaha sehingga tidak terkesan semena-mena.13
Namun bagaimanapun akad yang seperti ini tetap tidak etis untuk diterapkan dan tidak sesuai jika ditinjau dari aspek manapun baik dari segi etika berbisnis, hukum perdata maupun akad-akad dalam Islam yang telah diatur dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tepatnya pada pasal 36 di jelaskan bahwa ada 4 hal dimana suatu pihak dapat dikatakan ingkar janji karena kesalahannya yang diantaranya yaitu: melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi tidak sebagaimana dijanjikannya.14
Hal inilah yang menjadi latar belakang bagi penulis untuk meneliti terkait perubahan akad perjanjian kemitraan antara PT. Go-Jek Indonesia
(Mitra I) dan driver (Mitra II) pada cicilan helm dan jaket dalam sebuah
Skripsi yang berjudul: Tinjauan Asas-Asas Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Perubahan Akad Perjanjian Kemitraan Pada Cicilan Helm Dan Jaket Di PT. Go-Jek Indonesia-Surabaya.
13
Dian, Wawancara, Surabaya, 31 Desember 2015.
14
Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani, Kompilasi Hukum ekonomi Syariah
(18)
9
B. Identifikasi dan Batasan Masalah.
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pendeskripsian dari latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang dapat dijadikan bahan penelitian, antara lain :
a) Ketidaksesuaian pelaksanaan perjanjian terhadap apa yang telah dijanjikan (wanprestasi)
b) Kebijakan sepihak dari perusahaan dalam bermitra usaha c) Perubahan akad tanpa adanya kesepakatan
d) Kerugian yang dialami driver
e) Tinjauan asas-asas dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah terhadap praktik perubahan akad perjanjian kemitraan tersebut. 2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas, penulis kemudian memberi batasan masalah untuk lebih spesifik membahas terkait masalah-masalah yang kan diteliti saja, antara lain:
a) Ketidaksesuaian pelaksanaan perjanjian terhadap apa yang telah dijanjikan (wanprestasi)
b) Tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Perubahan Akad Perjanjian Kemitraan Pada Cicilan Helm Dan Jaket Di PT.
Go-Jek Indonesia-Surabaya.
(19)
10
C. Rumusan Masalah.
1. Bagaimana perubahan akad perjanjian kemitraan pada cicilan helm dan jaket antara PT. Go-Jek Indonesia-Surabaya dan driver ?
2. Bagaimana tinjauan asas- asas dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah terhadap perubahan akad perjanjian kemitraan pada cicilan helm dan jaket di PT. Go-Jek Indonesia-Surabaya?
D. Kajian Pustaka.
Kajian kepustakaan pada dasarnya adalah untuk mendapatkan gambaran hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Sehingga tidak terjadi suatu pengulangan materi secara mutlak.15
Penelitian mengenai analisis kompilasi hukum ekonomi syariah terhadap perubahan akad perjanjian kemitraan pada cicilan helm dan jaket di PT. Go-Jek Indonesia-Surabaya belum pernah diteliti oleh para peneliti
sebelumnya, karena Go-Jek merupakan hal yang baru yang sedang tenar
dimasyarakat sekarang ini. namun penulis tetap akan memaparkan berbagai penelitian yang berkaitan dengan judul penelitian ini ataupun penelitian lain yang menggunakan analisis kompilasi hukum ekonomi syariah. Sehingga nantinya kita dapat mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh penelitian terdahulu juga dan menentukan posisi pembeda dari penelitian ini baik dari aspek yang diteliti, lokasi, serta objeknya. Beberapa tulisan ataupun penelitian terdahulu diantaranya adalah:
15
(20)
11
1. Hibah menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Studi Perbandingan), skripsi yang
ditulis oleh Infa’na Fitria. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah tentang hukum penarikan kembali harta hibah yang ada di dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), serta berapa jumlah batas maksimal harta yang dihibahkan menurut KHES dan KUH Perdata. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu penarikan hibah dalam KHES itu diperbolehkan, akan tetapi ada pengecualian yaitu tidak boleh menarik kembali hibah kepada orang tua, anak, saudara laki-laki/perempuan, anak-anak saudara, bibi/paman. Sedangkan penarikan kembali hibah dalam KUHPerdata itu tidak diperbolehkan, kecuali 3 hal yang telah disebutkan di dalam pasal 1688 KUHPerdata. Sedangkan untuk masalah jumlah maksimal harta yang dihibahkan, jika di dalam KHES dibatasi sebanyak-banyaknya yaitu sepertiga dari seluruh harta peninggalan si penghibah. Kemudian jika di dalam KUHPerdata tidak mengatur tentang batasan jumlah harta yang dihibahkan seperti halnya di dalam KHES.16
2. Akad Syirkah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Studi
tentang Unsur-unsur Mazhab Hanafi dan Maliki), skripsi yang ditulis oleh Afifah Nuriastuti. Adapun permasalahan yang dibahas dalam
16Infa’na Fitria, ―Hibah Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
Dan Kitab Undang-Undang
(21)
12
skripsi ini adalah bagaimana perbandingan akad syirkah dalam
mazhab Hanafi dan mazhab Maliki dan bagaimana perbandingan akad
syirkah kedua mazhab ini dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
Dalam penelitian ini di temukan dua hasil penelitian. Pertama, perbandingan unsur akad syirkah dalam mazhab Hanafi dan Maliki yang mana perbedaan terdapat pada rukun, syarat dan maca akad
syirkah. Sedangkan persamaanya terdapat pada pengertian , sebagian
rukun dan sebagian akad syirkah. Kedua, KHES, lebih banyak
condong ke mazhab Hanafi karena dalam mazhab Hanafi ketentuan
syirkah tidak terlalu ketat pengaturannya sehingga banyak yang
diperbolehkan pada mazhab Hanafi di perbolehkan juga pada KHES.17 3. Tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah terhadap garansi
Lifetime Pada Produk Tupperware, skripsi yang ditulis oleh
Mochammad Fahmy Firdauzie. Adapun permasalahannya adalah terkait bagaimana penerapan garansi lifetime atau garansi seumur
hidup dan bagaimanan tinjauan kompilasi hukum ekonomi syrariah terhadap praktik tersebut. Dan hasil dari penelitian ini terdapat dua kesimpulan, antara lain: (1) mekanisme lifetime garansi
Tupperware, yaitu: pembeli datang ke kantor distributor; staff distributor akan meneliti apakah barang yang diklaim masuk dalam ketentuan lifetime garansi; proses penggantian barang
defektif reguler dan defektif non reguler. (2) Kompilasi Hukum
17
Afifah Nuriastuti, ―Akad Syirkah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Studi Tentang
(22)
13
Ekonomi Syariah bab X bagian keempat pasal tentang khiya>r
„Aib dan klausul lifetime garansi Tupperware, terdapat tiga poin yang dapat peneliti analisis, yaitu akad, subyek, dan obyeknya. Serta terdapat lima perbedaan dan empat persamaan.18
Dari ketiga penelitian tersebut di atas maka penelitian skripsi
dengan judul ― Tinjauan Asas-Asas dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah terhadap Perubahan Akad Perjanjian Kemitraan pada Cicilan Helm dan Jaket di PT. Go-Jek Indonesia-Surabaya‖ ini, akan menitikberatkan pada asas-asas dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
E. Tujuan Penelitian.
Berdasarkan pemaparan dari rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana perjanjian awal antara PT. Go-Jek
Indonesia dan driver dan bagaimana perubahan perjanjian tersebut
menjadi keputusan sepihak. Sehingga dapat mengetahui apa yang melatar belakangi perubahan perjanjian tersebut.
2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan kompilasi hukum ekonomi syariah terhadap perubahan akad perjanjian kemitraan pada cicilan helm dan jaket di PT. Go-Jek Indonesia-Surabaya.
18Mochammad FahmyFirdauzie, ―Tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Terhadapgaran
si
(23)
14
F. Kegunaan Hasil Penelitian.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna, paling tidak mencakup dua aspek:
1. Aspek Keilmuan (Teoritis)
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan pengembangan studi dalam ranah Hukum Ekonomi Syariah terutama dalam menjalankan akad perjanjian yang sesuai dengan syariah
2. Aspek Terapan (Praktis)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam hal pelaksanaan perjanjian kemitraan sehingga tidak menyimpang dari ketentuan menjalankan akad dalam Kompilasi hukum Ekonomi Syariah.
G. Definisi Operasional.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan tidak menimbulkan kesalahpahaman atas judul penelitian ini, maka penulis perlu menjelaskan beberapa maksud dari subjudul sebagai berikut:
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) :
Kitab hukum yang berisi tentang kumpulan positivisasi hukum ekonomi Islam yang berkaitan dengan kegiatan muamalah sehari hari yang diterbitkan oleh Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani
(24)
15
(PPHIMM) melalui Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.2 Tahun 2008
Perjanjian Kemitraan : Yang dimaksud disini adalah perjanjian kerjasama antara dua belah pihak yang saling menguntungkan satu sama lain.
PT. Gojek Indonesia-Surabaya :
Perusahaan berjiwa sosial yang memimpin revolusi industri transportasi ojek dengan sistem aplikasi berbasis online, yang
bermitra dengan para pengendara Ojek yang berada di Surabaya
H. Metodologi Penelitian.
Metode penelitian yaitu seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu yang diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara pemecahannya.19 Dan penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian lapangan (field research). Dengan metode
pengolahan data secara kualitatif sebagai berikut:
19
(25)
16
1. Data yang dikumpulkan a. Data Primer
1) Data tentang Isi Klausul Perjanjian Kemitraan Antara Mitra I (PT. Gojek Indonesia- Surabaya) dengan Mitra II (driver).
2) Data tentang Isi pesan singkat melalui SMS dari perusahaan yang memberitahu adanya pemberlakuan iuran Jaket dan helm di PT. Go-Jek.
3) Data tentang Isi Klausul Perjanjian Kemitraan setelah diubah Antara Mitra I (PT. Gojek Indonesia- Surabaya) dengan Mitra II (driver).
4) Data tentang Alasan perusahaan yang melatar belakangi adanya pemberlakuan iuran helm dan jaket.
5) Data tentang teori berakad yang merujuk kepada Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
b. Data Sekunder
1) Data yang berkaitan dengan Profil Perusahaan yakni PT.Go-Jek
Indonesia yang ada di Surabaya
2) Dokumentasi berupa photo terkait dengan Perusahaan PT.
Go-Jek Indonesia yang ada di Surabaya.
3) Data berupa literatur pendukung yang berkaitan dengan teori perjanjian syariah, teori berakad dalam Islam, dan teori-teori mengenai etika bisnis serta hukum bisnis syariah
(26)
17
2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber primer adalah sumber yang langsung berkaitan dengan obyek penelitian.20 Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini antara lain:
1) Pihak Management PT. Go-Jek Indonesia Surabaya
2) Driver Go-Jek selaku pihak yang bermitra dengan perusahaan
tersebut sebanyak 7 orang.
3) Kitab Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. b. Sumber Data Sekunder
Data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-sumber yang telah ada, yang berupa dokumen-dokumen, laporan–laporan, buku–buku yang menunjang yang berkenaan tentang teori penelitian 21 yang dalam hal ini adalah tentang teori berakad dan akad perjanjian syariah, rukun serta syarat-syaratnya. Arsip-arsip Atau sumber-sumber berupa gambar dan sumber-sumber data statistik.
3. Teknik Pengumpulan Data.
Adapun teknik yang penulis gunakan dalam proses pengumpulan data pada penelitian ini antara lain adalah:
20
Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 31.
21
(27)
18
a. Observasi
Teknik observasi atau yang lebih dikenal dengan pengamatan lapangan sengaja penulis gunakan untuk dapat memastikan terlebih dahulu tentang kebenaran masalah yang akan diteliti sehingga nantinya objek masalah ini dapat dipastikan untuk dapat diteliti. Selain itu teknik observasi juga penulis nilai perlu untuk menemukan berbagai data yang di perlukan dalam penelitian ini. b. Wawancara
Teknik ini wawancara dipandang penting oleh penulis untuk mendapatkan informasi yang di inginkan secara akurat dari kedua belah pihak secara langsung, baik dari pihak perusahaan PT.
Go-Jek yang dalam hal ini bertindak sebagi Mitra I begitu juga dengan
pihak driver Go-Jek selaku Mitra II. Adapun jumlah responden
yang telah penulis wawancaarai adalah sebanyak 8 orang, 1 orang dari pihak managemen dengan sistem wawancara tidak langsung (menggunakan media komunikasi), dan 6 orang dari driver dengan
wawancara secara langsung. c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, dan lain sebagainya.22 Dokumen dalam pengertian lain merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu bukti surat perjanjian kerja sama.
22
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi, (Jakarta : PT
(28)
19
Dengan adanya dokumentasi dalam suatu penelitian maka dapat meningkatan keabsahan dan penelitian akan lebih terjamin, karena peneliti betul-betul melakukan penelitian kelapangan secara langsung. 23
4. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data berkaitan dengan teknik analisis data. Pengolahan data adalah melakukan analisis terhadap data yang diperoleh dengan metode dan cara yang berlaku dalam penelitian.24 Adapun metode pengolahan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu metode editing, yang dilakukan dengan cara pengecekan dan
pengoreksian dari data yang dikumpulkan guna menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan di lapangan dan bersifat koreksi.25
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses mengorganisasikan atau menyusun data yang terkumpul yang meliputi catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen. Dengan tujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang kemudian diangkat menjadi teori substantif.26
23
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2010),
240.
24
Boedi Abdullah, Beni Ahmad Saeban, Metode Penelitian Ekonomi Islam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2014), 219.
25
Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya: Hilal, 2013), 254.
26
(29)
20
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tentang perubahan akad perjanjian kemitraan secara cara sepihak tentang pemberlakuan cicilan helm dan jaket antara PT. Go-Jek Indonesia-Surabaya dan
mitranya yakni para driver Go-Jek, mulai dari mencari tahu bagaimana
klausul perjanjian awalnya dan bagaimana perubahan perjanjian tersebut, serta apakah yang melatarbelakangi perubahannya. Dan selanjutnya hal ini akan di analisis dengan tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
Sehingga teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik deskriptif analisis yaitu penelitian ini bertujuan untuk meneliti dan menemukan informasi sebanyak-banyaknya dari suatu fenomena.27 Teknik analisis diskriptif data yang didapat kemudian disampaikan dengan cara mengambarkan kondisi obyektif dari obyek penelitian dan kemudian diuraikan dalam bentuk kalimat atau suatu pernyataan berdasarkan data primer dan data skunder.
I. Sistematika Pembahasan.
Sistem pembahasan ini bertujuan agar penyusunan penelitian terarah sesuai dengan bidang kajian untuk mempermudah pembahasan, dalam penelitian ini terbagi atas lima bab, dari kelima bab tersebut terdiri dari sub bab, dimana antara satu dengan yang lain saling berkaitan sebagai
27
Hari Wijaya, M. Jaelani, Teknik Penulisan Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta : Hangar Creator,
(30)
21
pembahasan yang utuh. Adapun sistematika pembahasan adalah sebagai berikut :
Bab pertama, terdiri dari pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, adalah bagian dari landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, dan nantinya akan menjadi pisau analisis dalam pembahsan ini. Adapun teori yang di gunakan dalam bab ini adalah teori tentang Akad dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Mulai dari asas-asas yang harus ada dalam sebuah akad, rukun dan syarat suatu akad, „aib kesepakatan, ingkar janji dan sanksinya.
Bab ketiga, berisi gambaran umum tentang: pertama, PT. Go-Jek Indonesia-Surabaya, kedua, isi akad perjanjian kemitraan antra PT. Gojek dan para driver Go-Jek sebagai mitranya, serta yang ketiga yakni
bagaimana isi perubahan perjanjian yang menjadi keputusan yang dibuat perusahaan untuk para driver dan apa yang melatarbelakangi perubahan
perjanjian tersebut.
Bab keempat, membahas tentang analisis kompilasi hukum ekonomi syariah terhadap perubahan akad perjanjian kemitraan pada cicilan helm dan jaket di PT. Go-Jek Indonesia -Surabaya.
Bab kelima, merupakan bagian dari penutup yang terdiri dari kesimpulan penelitian sarta saran.
(31)
BAB II
KONSEP AKAD DALAM BAHASAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH
A. Ketetapan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pada Bab II Pasal 21 tentang Asas –Asas Akad.
Sebelum menjelaskan menjelaskan mengenai asas-asas dalam akad, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan definisi dari akad itu sendiri,
menurut Rachmat Syafe’i dalam Fiqih Muamalah akad dalam arti khusus
yang dikemukakan ulama fiqih yaitu perikatan yang ditetapkan dengan
ijab-qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya.25
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pada Ban I Pasal 20 tentang ketentuan umum. Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua belah pihak. Berdasarkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) akad dilakukan berdasarkan 13 asas antara lain; asas ikhtiya>ri (sukarela); asas amanah (menepati janji); asas ikhtiya>ti (kehati-hatian); asas
Luzum (tidak berubah); asas saling menguntungkan; asas taswiyah
(kesetaraan); asas transparaansi; asas kemampuan; asas taysi>r (kemudahan); asas iktikad baik; sebab yang halal; asas al-H}urriyah (kebebasan berkontrak dan asas al-kita>bah (tertulis).26
Asas-asas inilah yang perlu untuk diperhatikan dalam menjalankan suatu akad agar terhindar dari konflik-konflikyang mungkin terjadi dalam proses penjalanan akad tersebut setelah nantinya disepakati. Dalam penelitian ini penulis hanya akan membahas 8 dari 13 asas akad yang ada dalam kitab
25Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah,
(Bandung: Pustaka Setia, 2001). 44.
26
(32)
23
Kompilasi Hukum ekonomi Syariah (KHES). Karena 8 asas inilah yang cocok untuk dijadikan sebagai landasan teori karena memiliki kaitan yang erat pada objek penelitian yang penulis angkat, antara lain:
1. Asas Ikhtiya>ri (Sukarela).
Setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak, terhindar dari keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak atau pihak lainnya.27 Kerelaan para pihak dalaam menjalankan suatu akad merupakan jiwa dalam setiap kontrak yang Islami dan dianggap syarat wujudnya semua transaksi. Jika dalam suatu kontrak akad ini tidak adapat terpenuhi, maka kontrak akad yang dibuatnya telah dilakukan dengan cara yang ba>t}il.28 Kerelaan (rid}a al- tara>d}i>) adalah sikap bathin yang abstrak (amr al-kha>fi>). Untuk menunjukkan bahwa dalam sebuah kontrak kerelaan telah dicapai, diperlukan indikator yang merefleksikannya. Indikator dimaksud adalah formulasi (s}ighat) ijab kabul.29 Formulasi ijaab kabul tersebut perlu dibuat dengan jelas dan terperinci sedemikian rupa sehingga dapat menerjemahkan secara memadai bahwa para pihak dipastikan telah mencapai kondisi kerelaan ketika kontrak dilakukan.
Asas ini didasarkan pada al-Qur’an dalam surat al-Nisa>’ayat 29. 27
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 21 (a).
28
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 79.
29
(33)
24
Artinya: ―Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamu dengan jalan yang ba>t}il, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu‖.(Q.S. al-Nisa>’: 29)30
Ayat di atas menyatakaan bahwa segala transaksi dalam bermuamalah dilakukan harus atas dasar suka sama suka atau kerelaan antara masing-masing pihak, tidak bolaeh adanya tekanan, paksaan, apalagi adanya penipuan. Jika hal ini terjadi, dapat membatalkan perbuatan atau akad tersebut.31
2. Asas Amanah (Menepati Janji).
Setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepaakatan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari cidera-janji.32 Dengan asas amanah yang dimaksudkan bahwa masing-masing pihak haruslah beriktikad baik dalam bertransaksi pada pihak lainnya dan tidak dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi ketidaktahuan mitranya.33 Salah satu ajaran
al-Qur’an yang paling penting dalam masalah bisnis adalah masalah pemenuhan janji dan kontrak.
Al-Qur’an mengharuskan agar semua kontrak dan janji kesepakatan dihormati, dan semua kewajiban dipenuhi. al-Qur’an juga mengingatkan dengan keras bahwa setiap orang akan dimintai pertanggungjawabannya
30
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya..., 83.
31
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah Fiqh Muamalah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2015), 97.
32
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 21 (b).
33
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Teori tentang Studi Akad dalam Fikih Muamalah,
(34)
25
oleh Allah dalam berkaitan denagn janji dan kontrak yang ia lakukan.34 Hal ini dijelaskan di beberapa surah dalam al-Qur’an yang diantaranya adalah dalam surat al-Isra>’ ayat 34 sebagai berikut:
...
Artinya: ―... Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu akan diminta pertanggungjawabannya‖.(Q.S. al-Isra>’:34)35
Al-Qur’an juga memerintahkan kaum mukmin untuk tidak merusak janji yang telah disepakati walaupun dia menyadari bahwa ada alasan yang kuat bahwa pihak lain akan merusak kesepakatan itu. Dalam situasi yang demikian mereka diinstruksikan untuk memeberitahukan pihak lain yang terlibat kesepakatan tentang keputusan mereka untuk dengan adanya solusi formal dari kesepakatan itu, yang dengan demikian mereka berada pada posisi yang sama. Hal ini di jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Anfa>l ayat 58:36
Artinya: ―Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikan perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat‖. (Q.S. al-Anfa>l: 58)37
34
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta:Pustaka Al-Kausar, 2003), 99.
35
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya...,285.
36
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam..., 100.
37
(35)
26
Ini adalah sebuah bukti bahwa al-Qur’an menginginkan keadilan terus ditegakkan dalam melakukan semua kesepakatan yang telah disetujui.
3. Asas Saling Menguntungkan.
Asas saling menguntungkan menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yakni setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para pihak sehingga tercegah dari praktik manipulasi dan merugikan salah satu pihak.38 Asas ini juga sejalan dengan asas kemaslahatan pada suatu perikatan dalam Islam. Dimana suatu akad dibuat oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian (mud}a>rat) atau keadaan memberatkan (mashaqqah).
Prinsip saling menguntungkan ini tentunya merupakan suatu prinsip yang mengedepankan kepentingan bersama, oleh karenanya kepentingan bersama haruslah didahulukan tanpa menyebabkan kerugian individu.39 Karena ada dasarnya suatu akad kemitraan secara alamiah akan mencapai tujuannya jika kaidah saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan dapat dipertahankan dan dijadikan komitmen dasar yang kuat diantara para pelaku akad kemitraan.40
38
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 21 (f). 39
Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), 19.
40
Veizthal Rivai, et al. Islamic Financial Management, Teori, Konsep, dan Aplikasi: Panduan
Praktis bagi Lembaga Keuangan dan Bisnis, Praktisi, serta Mahasiswa, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 175.
(36)
27
4. Asas Taswiyah (Kesetaraan).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, bahkan tidak terkecuali pada pihak yang tidak disukai sekalipun.41 Para pihak dalam setiap akad memiliki kedudukan yang setara , dan mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang.42 Asas ini memberikan landasan bahwa kedua belah pihak yang melakukan suatu akad memiliki kedudukan yang sama atau setara antara satu dengan yang lain. Asas ini penting untuk dilaksanakan oleh para pihak yang berakad terhadap suatu perjanjian kerena sangat erat hubungannya dengan penentuan hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak untuk pemenuhan prestasi dalam kontrak yang dibuatnya, dan landasan dari asas ini didsarkan kepada al-Qur’an surat al-H}ujara>t ayat 13.43
Artinya: ―Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhny Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal‖.(Q.S. al-H}ujara>t: 13)44
41
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), 58.
42
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 21 (f).
43
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama...,76.
44
(37)
28
Asas ini menunjukkan bahwa diantara sesama manusia masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk menutupi kekurangan tersebut hendaknya saling melengkapi antara kekurangan yang lain dari kelebihan yang dimilikinya, oleh karenanya setiap manusia juga memiliki kesempatan yang sama dalam melakukan suatu perikatan.45 Dalam melakukan akad tersebut setiap pihak bebas menentukan hak dan kewajibannya masing-masing yang didasarkan oleh asas kesetaraan ini, sehingga tidak boleh adanya kezaliman yang dilakukan oleh satu pihak dalam akad tersebut.
Asas ini juga tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu pihak lebih proaktif untuk menyiapkan atau membuat rumusan item-item
kesepakatan dalam suatu perjanjian, namun hendaknya rumusan tersebut bukanlah merupakan suatu rumusan final yang tidak boleh ditawar lagi oleh pihak lain. Karena pihak lain juga perlu mempertimbangkan dan melakukan negosiasi (jika perlu) tehadap rumusan tersebut sebelum akhirnya akan disepakati bersama.46
5. Asas Transparansi.
Setiap akad dilaksanakan dengan pertanggungjawaaban para pihak secara terbuka.47 Transparan juga dapat diartikan tidak ada tipu muslihat, semua hak dan kewajiban masing-masing pihak diungkap secara tegas
45
Gemala Dewi, et al. Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2013), 33
46
Ibid., hal.77.
47
(38)
29
dan jelas dalam akad perjanjian. Pengungkapan hak dan kewajiban ini terutama yang berhubungan risiko yang mungkin akan dihadapi masing-masing pihak. Semua pihak yang bersangkutan dalam sebuah akad harus berbagi dengan segala informasi yang tersedia.
Segala hal yang berkaitan dengan kontrak perjanjian hendaknya disampaikan dan disampaikan apa adanya tanpa harus melebih-lebihkan atau menguranginya. Merahasiakan informasi penting yang mempunyai kaitan pada saat transaksi dapat membuat kontrak tidak sah.48 Selain itu kontrak yang melibatkan ghara>r sangat dilarang. Tujuannya adalah untuk mencegah transaksi yang mengarah pada suatu sengketa dan kurangnya kepercayaan.49
6. Asas Taysi>r (Kemudahan).
Setiap akad dilakukan dengan cara saling memberikan kemudahan kepada masing-masing pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan.50 Dalam kata lain hendaklah dalam sebuah akad kedua belah pihak masing-masing menghilangkan kesulitan atau tidak menyulitkan pihak lainnya. Sebagai seorang muslim, salah satu bentuk manifestasi dari akhla>q al-kari>mah dalam berakad yakni menjadikan sesuatu itu gampang dan lebih mudah bagi orang lain dan tidak
48
Veitzhal Rivai, et al. Islamic Banking and Finance, dari Teori ke Praktik Bank dan Keuangan
Syari’ah sebagai Solusi dan Bukan Alternatif, (Yogyakarta: BPFE, 2012), 135.
49
Ibid., 136.
50
(39)
30
menjadikan orang lain berada dalam kesulitan. Landasan dari asas ini berlandaskan pada al-Qur’an surat al-Qas}as} ayat: 27 sebagai berikut:51
...
Artinya: ―... Maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah mendapatiku termasuk orang-orang yang
baik‖.(Q.S. al-Qas}as}: 27)52
Seorang muslim juga tidak diperkenankan untuk berlaku keras dan kaku dalam menjalin hubungan dengan orang lain, selain itu seorang muslim juga di perintahkan untuk berlaku adil dan ramah dalam semua bentuk pergaulan sebagaimana ia diperintahkan juga untuk menghindari dari segala tindakan yang sekiranya akan menyulitkan orang lain.53
7. Asas Iktikad Baik.
Asas ini dilakukan dalam rangka menegakkan kemaslahatan dan tidak mengandung unsur jebakan atau perbuatan buruk lainnya.54Menurut Maulana Hasanuddin dan Jaih Mubarok dalam bukunya Perkembangan Akad Musyarakah dijelaskan bahwa asas iktikad baik dalam sebuah perjanjian adalah bahwa perjanjian yang dilakukan oleh para pihak hendaklah didasarkan pada kepatutan, yakni perjanjian yang tidak mengandung tipu daya tau akal-akalan, dan perjanjian yang hanya
51
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis Dalam Islam..., 111.
52
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya..., 388.
53
Ibid., 111.
54
(40)
31
mementingkan kepentingan diri sendiri, tetapi juga memperhatikan kepentingan semua pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut.55
Iktikad baik juga merupakan bentuk dari akhla>q al-kari>mah yang harus dilakuakn oleh para pihak yang berakad dalam akadnya tersebut. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 188 sebagai berikut:
Artinya: ― Danjanganlah sebagian dari kamu menggunakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang ba>t}il dan (janganlah) kamu membawa (urusan) urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan (berbuat dosa),
padahal kamu mengetahuinya.‖(Q.S. al-Baqarah: 188)56 Ketentuan-ketentuan syariah yang ada pada ayat tersebut mengisyaratkan bahwa sebuah perjanjian baik itu pada waktu pembuatannya maupun pada waktu dilaksanakannya haruslah didasarkan pada iktikad baik. 57 Dengan kata lain, iktikad baik adalah sikap batin para pihak yang melakukan akad perjanjian yang harus timbul sejak perjanjian itu di buat dan disepakati.58
55
Maulana Hasanuddin, Jaih Mubarok, Perkembangan Akad Musyarakah, (Jakarta: Kencana
Preanada Media Group, 2012), 109. 56
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya..., 29.
57
Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah, Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), 138-139.
58
(41)
32
8. Asas al-H}urriyah (Kebebasan Berkontrak).
Asas ini merupakan prinsip dasar dalam bermuamalah (berakad). Pihak-pihak yang melakukan akad mempunyai kebebasan untuk membuat pejanjian (making freedom contract), baik dari segi objek
perjanjian maupun menentukan persayaratn-persyaratan lain, termasuk menetapkan cara penyelesaian bila terjadi sengketa.59 Adanya unsur pemaksaan dan pemasungan kebebasan bagi para pihak yang melakukan perjanjian, maka legalitas perjanjian yang dilakukan bisa dianggap meragukan bahkan tidak sah.60
Asas kebebasan ini bertujuan untuk menjaga agar klausul-klausul yang dicantumkan dalam suatu akad yang dibuat oleh para pihak tidak menimbulkan kezhaliman, paksaan/tekanan (al-Ikra>h) dan penipuan
(al-Taghri>r) kepada salah satu pihak dalam akad. Apabila terdapat unsur
tersebut dalam akad, maka lagalitas akad dianggap meragukan, bahkan tidak sah. Landasan asas ini adalah surat al-Baqarah ayat 256 dan surat
al-Ma>idah ayat 1.61
Artinya: ― Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).‖ (Q.S. al-Baqarah: 256)62
59
A. Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syariah,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), 135.
60
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah Fiqh Muamalah..., 92.
61
A. Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syariah..., 135.
62
(42)
33
Artinya: ―Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.‖(Q.S. al-Ma>idah: 1)63
Makna dari ayat di atas sudah dapat kita maknai dengan jelas, bahwa tidak ada paksaan dalam agama Islam, terlebih lagi dalam hal bermuamalah yang pengaplikasian riilnya dalam berkontrak atau berakad. Sedangkan pada ayat yang kedua adapun cara menyimpulkan kebebasan berakad pada ayat ini menurut Syamsul Anwar dalam bukunya Hukum Perjanjian Syariah bahwa jika ditinjau dari kaidah us}u>l
al-fiqh perintah dalam ayat ini menunjukkan wajib. Artinya memenuhi
akad itu hukumnya wajib. Karena kata akad dalam ayat ini disebutkan
dalam bentuk jamak yang diberi kata sandang ―al‖ (al-„uqu>d). Menurut kaidah us}u>l al-fiqh jamak yang diberi kata sandang ―al‖ menunjukkan keumuman. Dengan demikian ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa orang dapat membuat akad apa saja, dan akad-akad itu wajib dipenuhi.64
B. Ketetapan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pada Bab III Tentang Rukun, Syarat, Kategori Hukum , Aib Kesepakatan, dan Ingkar Janji.
1. Rukun & Syarat Akad.
Pembahasan mengenai rukun akad dalam kitab Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) di atur dalam Bab III Bagian Pertama Pasal 22 tentang rukun dan syarat akad. Adapun rukun akad menurut KHES itu sendiri terdiri atas:65
63
Ibid., 105. 64
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Teori tentang Studi Akad dalam Fikih
Muamalah...,85
65
(43)
34
a. Pihak-pihak yang berakad; dimana syarat dari dari para pihak itu sendiri diatur dalam Pasal 23. Pertama, pihak- pihak yang berakad
adalah orang perseorangan, kelompok orang, persekutuan, atau badan usaha; dan kedua, Orang yang berakad harus cakap hukum, berakal,
dan tamyi>z.
b. Objek akad; untuk syarat dari objek akad yang diatur dalam KHES terdiri dari dua syarat yang keduanya diatur dalam pasal 24. Pertama,
objek akad adalah amwa>l atau jasa yang dihalalkan yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak; dan kedua, objek akad harus suci,
bermanfaat, milik sempurna, dan dapat diserahterimakan.
c. Tujuan pokok akad; dan untuk tujuan dari akad itu sendiri adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan usaha masing-masing pihak yang mengadakan akad. Hal ini berdasarkan syarat yang mengaturnya dalam KHES pasal 25.
d. Kesepakatan; kesepakatan disini sering dikenal dengan ijab dan kabul atau s}ighat akad. Syarat ini juga diatur dalam KHES pasal 25 dimana
s}ighat akad dapat dilakukan dengan jelas, baik secara lisan, tulisan
dan/atau perbuatan.
Dari keempat rukun akad yang termaktub dalam kitab Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tersebut beserta syarat-syarat dari tiap rukunnya, penulis akan memebahas secara mendalam satu dari empat rukun yang telah disebutkan di atas yaitu mengenai kesepakatan para pihak. Karena rukun inilah yang belum terpenuhi secara sempurna dalam
(44)
35
kasus perubahan akad perjanjian kemitraan pada cicilian jaket dan helm di PT. Go-Jek Indonesia-Surabaya. Sehingga perlu adanya pembahasan
khusus mengenai hal tersebut.
Kesepakatan ( Ijab & Kabul)
Menurut Pasal 29 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, akad yang sah adalah akad yang disepaakati dalam perjanjian, tidak mengandung unsur ghalat} atau khilaf66, dilakuakn dibawah ikra>h atau paksaan67,
taghri>r atau tipuan68, dan ghubn atau penyamaran69. Setiap kesepakatan
dalam bisnis haruslah jelas diketahui oleh para pihak akad agar tidak menimbulkan perselisiahan diantara mereka.70 Kesepakatan para pihak dalam Hukum Perjanjian Syariah yang ditulis oleh Syamsul Anwar dikenal dengan pernyataan kehendak. Dimana pernyataan kehendak itu sendiri lazim di sigat akad (s}ighat al-„aqd) yang terdiri dari ijab dan kabul. Ijab dan kabul ini lah yang mempresentasikan perizinan (ridha, persetujuan).71
Menurutnya juga terdapat dua syarat dalam ijab kabul tersebut (1) adanya persesuaian ijab dan kabul yang menandai adanya persesuaian
66
Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu akad kecuali kehilafan itu terjadi mengenai hakikat yang menjadi pokok perjanjian. Lihat Pasal 30 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
67
Paksaan adalah mendorong seseorang melakukan sesuatu yang tidak diridhainya dan tidak merupakan pilihan bebasnya. Lihat Pasal 31 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
68
Penipuan adalah mempengaruhi pihak lain dengan tipu daya untuk membentuk akad,
berdasarkan bahwa akad tersebut untuk ke-maslahatan-nya, tetapi dalam kenyataanya sebaliknya.
Lihat Pasal 33 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
69
Penyamaran adalah keadaan di mana tidak ada kesaetaraan antara prestasi dengan imbalan prestasi dalam suatu akad. Lihat Pasal 35 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
70
Oni Sahroni, Adiwarman A. Karim, Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam. Sintesis Fikih dan
Ekonomi, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), 66. 71
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Teori tentang Studi Akad dalam Fikih Muamalah...,
(45)
36
kehendak sehingga terwujudlah kata sepakat dan (2) persesuaian kehendak (kata sepakat) itu di capai dalam satu majelis yang sama, dengan kata lain syarat kedua ini adalah adanya kesatuan majelis akad.72
Perlu ditegaskan bahwa meskipun secara prkatis yang dinyatakan sebagai rukun akad adalah ijab dan kabul yang merupakan pernyataan konkret dari kehendak batin, namun yang dituju dan dimaksudkan adalah substansi yang terkandung dibalik ijab dan kabul tersebut sejatinya dalah perizinan (ridha, persetujuan, al-rid}a>, toestemming)73
Dalam bahasa lain ijab dan kabul disebut juga sebagai penawaran dan penerimaan. Penawaran dan penerimaan dapat disampaikan dalam beberapa cara secara lengkap: dengan kata, dengan tindakan atau indikasi atau dengan prilaku.74 Hal ini sejuga dijelaskan dalam Pasal 25 Kompilasi Hukum ekonomi Syariah s}ighat akad dapat dilakukan dengan jelas, baik secara lisan, tulisan dan/atau perbuatan.
Suatu penawaran juga harus mempertimbangkan penundaan terjadi dalam kasus antara lain: penarikan atas suatu penawaran oleh pembuat; kemaatian dari suatu pihak atau kerugian kapasitas untuk masuk kedalam kontrak; berakhirnya majelis, seperti periode kontrak, tanpa pengambilan
72
Ibid., 122.
73
Ibid., 124.
74
Veitzhal Rivai, et al. Islamic Banking and Finance, dari Teori ke Praktik Bank dan Keuangan
(46)
37
kesimpulan kontrak; penurunan subjek; serta kehilangan waktu yang ditetapkan untuk penerimaan. 75
Ini merupakan persyaratan hukum Islam bahwa penerimaan harus dikonfirmasikan untuk penawaran dalam keseluruhannya secara detail dan hal tersebut harus diterima dalam pertemuan yang sama begitu juga sebaliknya, penawaran juga harus juga konsisten atau tidak berubah dan dikonfirmasikan secara detail agar pihak penerima dapat mempertimbangkan segala hal yang ada dalam penawaran tersebut. Diantara beberapa perbedaan kecil atas opini, para pakar hukum berpandangan bahwa setiap kontrak harus diselesaikan dengan cara penawaran dan penerimaan dalam pertemuan yang sama sampai satu pihak mensyaratkan untuk berfikir lebih akan kebenarannya, untuk dapat mensahkan atau membatalkann kontrak di kemudian hari.
2. Aib Kesepakatan.
Berdasarkan syarat sahnya suatu akad atau perjanjian tersebut di atas, khususnya syarat kesepakatan yang merupakan penentu terjadinya atau lahirnya suatu perjanjian, yang berarti bahwa tidak adanya kesepakatan para pihak, maka tidak terjadi kontrak. Akan tetapi, walaupun terjadi kesepakatan para pihak yang melahirkan perjanjian, namun terdapat kemungkinan bahwa kesepakatan yang telah dicapai tersebut mengalami kecacatan atau biasa disebut dengan cacat kehendak.
75
(47)
38
Sehingga memungkinkan perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh perjanjian tersebut.
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, cacat kehendak dikenal dengan aib kesepakatan yang diatur dalam pasal 29 sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa akad yang sah adalah akad yang disepaakati dalam perjanjian, tidak mengandung unsur ghalat}atau khilaf, dilakuakn dibawah ikra>h atau paksaan, taghri>r atau tipuan, dan ghubn atau penyamaran.
Namun menurut Ahmad Miru dalam Hukum Kontrak Bernuansa Islam menambahkan adanya penyalahgunaan keadaan sebagai salah satu dari bagian yang menimbulkan cacat kehendak. Menurutnya, penyalahgunaan keadaan terjadi jika pihak yang memiliki posisi yang kuat (posisi tawarnya) dari segi ekonomi maupun psikologi menyalahgunakan keadaan sehingga pihak lemah menyepakati hal-hal yang memberatkan baginya.76
Penyalahgunaan kedaan menurutnya juga berarti dalam penerapan klausula-klausula tertentu yang ditetapkan oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat yang mengakibatkan sangat dirugikannya pihak lemah.77 Penerapan kontrak semacam ini biasa terjadi dalam sebuah kontrak baku, yang mana klausula-klausulanya telah ditetapkan/dirancang oleh salah satu pihak. Biasanya yang merancang isi
76
Ahmad Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), 33.
77
(48)
39
perjanjian tersebut adalah pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat yang dapat dipastikan bahwa perjanjian tersebut memuat klausula-klausula yang menguntungkan baginya.78
Penerapan klausula perjanjian semacam ini sering kali mengandung klausula eksonerasi yaitu merupakan klausula yang sangat merugikan konsumen yang umumnya memiliki posisi yang lemah jika dibandingkan dengan produsen.79 Menurut Ahmad Miru, perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi memilik ciri sebagai berikut: a. Pada umumnya isinya ditetapkan oleh pihak yang posisinya lebih kuat; b. Pihak lemah pada umumnya tidak ikut mementukan isi perjanjian yang merupakan usnsur aksidentilia dari perjanjian; c. Terdorong oleh kebutuhannya, pihak lemah terpaksa menerima perjanjian tersebut; d. Bentuknya tertulis; dan e. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal untuk individual.80
Pada dasarnya penyalahgunaan keadaan tidak diatur dalam BW. Begitu pula dalam kitab Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, akan tetapi dalam Kompilasi Hukum ekonomi Syariah hal semacam ini secara eksplisit disinggung dalam pasal 29 tentang Aib kesepakaatan yang dijelaskan pada pasal 35 bahwa penyamaran adalah keadaan dimana tidak ada kesetaraan antara pestasi denagn imbalan prestasi dalam suatu akad.
78
Ibid., 57-58.
79
Ibid., 59.
80
(49)
40
3. Hukum Akad.
Pada pasal 27 Kompilasi Hukum ekonomi Syariah dijelaskan bahwa hukum akad terbagi dalam tiga kategori yaitu; a. Akad yang sah.; b. Akad yang fasad/ dapat dibatalkan. c. Akad yang batal/ batal demi hukum.
Pertama, akad yang sah. Akad yang sah menurut Kompilasi Hukum ekonomi syariah adalah akad yang terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya.81 Suatu perjanjian (akad) tidak cukup hanya secara faktual, tetapi keberadaannya juga harus sah secara syar’i (yuridis) agar perjanjian (akad) tersebut dapat melahirkan akibat-akibat hukum yang dikehendaki oleh para pihak yang membuatnya.82 Menurut Syamsul Anwar dalam Hukum Perjanjian Syariah menegaskan bahwa Suatu akad menjadi sah apabila rukun dan syaratnya terpenuhi dan tidak sah apabila rukun dan syaratnya tidak terpenuhi.83
Dalam asas-asas hukum muamalat, Ahmad Azhar Basyir menejelaskan bahwa akad yang sah itu adalah akad yang dibenarkan syarak ditinjau dari rukun-rukunnya maupun pelaksanaanya.84 Pada literatur lainnya Mardani menjelaskan secara implisit bahwa akad sah atau s}ah}i>h} (valid contract) yaitu akad yang menjadi sebab yang legal untuk melahirkan pengaruhnya dengan cara diucapkan oleh orang yang mempunyai wewenang, sah hukumnya, selamat dari segala cacat dalam
81
Pasal 28 ayat (1) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
82
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Teori Tentang Studi Akad dalam Fikih Muamalah..,
242.
83
Ibid., 244.
84
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam). (Yogyakarta: UII
(50)
41
rukun dan sifatnya. Atau dalam definisi lain selamat dari segala Aib yang menimbulkan akibat.85
Kedua, akad yang fasad. Akad yang fasad menurut Kompilasi
Hukum ekonomi syariah adalah akad yang terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya tetapi terdapat segi atau hal lain yang merusak akad tersebut karena pertimbangan mas}lahat.86 Akad fasid menurut ahli-ahli hukum Hanafi adalah akad yang menurut syara’ sah pokoknya, tetapi tidak sah sifatnya.
Perbedaannya dengan akad ba>t}il adalah bahwa akad ba>t}il tidak sah baik pokok maupun sifatnya. Adapun yang dimaksudkan dengan pokok disini yaitu rukun dan syaratnya sedangkan yang dimaksud dengan sifat disini yaitu syarat kebsahan suatu akad.87 Adapun syarat keabsahan aakad itu antara lain; (1) bebas dari ghara>r, (2) bebas dari kerugian yang menyertai penyerahan, (3) bebas dari syarat-syarat fa>sid, (4)bebas dari riba.88
Ketiga, akad yang batal. Akad yang batal menurut Kompilasi Hukum
ekonomi syariah adalah akad yang kurang rukun dan/atau syarat-syaratnya.89 Akad batal adalah akad yang tidak dibenarkan secara syarak ditinjau dari rukun-rukunya maupun pelaksanaannya, dan ia dipandang tidak pernah terjadi menurut hukum, meskipun secara materiaal pernah
85
56.
86
Pasal 28 ayat (2) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
87
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Teori tentang Studi Akad dalam Fikih Muamalah..,
248.
88
Ibid., 243.
89
(51)
42
terjadi, oleh karenanya tidak mempunyai akibat hukum samaa sekali.90 Hal yang serupa juga disampaikan oleh Mardani dalam Hukum Perikatan Syariah di Indonesai menyatakan bahwa akad yang tidak sah atau tidak
s}ah}i>h (void contract) adalah akad yang tidak memenuhi unsur dan
syaratnya. Denagn demikian, berdampak hukum tidak sah.91
Menurut Vaitzhal Rivai bahwa didalam kontrak ba>
t}il
(void) tidak terdapat penuhan atas kondisi yang berhubungan dengan penawaran dan penerimaan, subjek, pertimbangan atau persetujuan, atau mengandung beberapa atribut eksternal yang bersifat illegal. Atau dalam kata lain jika kondisi pada umumnya yang berhubungan dengan bentuk dari kontrak (penerimaan yang tidak mengkonfimasi penawaran, atau penawaran yang tidak ekonsisten pada saat penerimaan, dan lain-lain), persetujuan yang tidak terpenuhi, kontrak semacam ini merupakan kontrak ba>t}il.924. Inkar Janji (Wanprestasi).
Dalam berbagai hukum perjanjian, apabila suatu perjanjian (akad) telah memenuhi semua syarat-syaratnya —dan menunurut hukum perjanjian Islam apabila telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya— perjanjian tersebut mengikat dan wajib dipenuhi serta berlaku sebagai
90
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam)...,114.
91
Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia..., 59.
92
Veitzhal Rivai, et al. Islamic Banking and Finance, dari Teori ke Praktik Bank dan Keuangan
(52)
43
hukum. Dengan kata lain, perjanjian itu menimbulkan akibat hukum yang wajib dipenuhi oleh pihak-pihak terkait.93
Dalam pasal 1338 (1) KUH Perdata di tegaskan, ―Semua perjanjian yang secara sah dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.‖ Sebagai kelanjutan dari asas mengikatnya perjanjian dan wajibnya para pihak memenuhi perikatan –perikatan yang timbul dari perjanjian tersebut, maka salah satu pihak tidak dapat
menarik kembali perjanjiannya ―selain dengan sepakat kedua belah pihak
atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu‖ [Pasal 1338 ayat (2)]}
Ahmad Miru menegaskan dalam Hukum Kontrak Bernuansa Islam, bahwa pada tahap pelaksanaan perjanjian, jika salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya, maka itulah yang disebut wanprestasi.94 Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dalam Pasal 36 dijelaskan bahwa para pihak dapat dianggap ingkar janji apabila karena kesalahannya; (1) Tidak melaksanakan apa yang diajanjikan untuk melakukannya; (2) Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; (3) Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; (4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
93
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Teori tentang Studi Akad dalam Fikih Muamalah..,
263.
94
(53)
BAB III
PERJANJIAN KEMITRAAN PADA CICILAN HELM DAN JEKET DI PT. GO-JEK INDONESIA- SURABAYA DAN DRIVER A.Gambaran Umum Tentang PT. Go-Jek Indonesia.
1. Sejarah Singkat
Dalam Situs resmi miliknya dijelaskan bahwa PT. Go-Jek Indonesia merupakan perusahaan berjiwa sosial yang memimpin revolusi industri transportasi ojek dengan sistem aplikasi berbasis online, yang bermitra
dengan para pengendara Ojek yang berada di beberapa kota besar di Indonesia.86 Perusahaan ini didirikan pada tahun 2010 oleh Nadiem Makarim yang juga merupakan Chief Executive Officer (CEO) di PT.
Go-Jek Indonesia.
Ide mendirikan perusahaan bernama Go-Jek ini lahir tanpa sengaja muncul saat beliau bercengkrama dengan tukang ojek langganannya, yang
membuka cakrawala bisnis baru dalam benaknya.87 Berdasarkan informasi dan pengamatan yang dilakukannya, ternyata lebih dari 70% waktu kerja tukang ojek hanyalah menuggu pelanggan. Beliau juga mewawancarai tukang ojek lainnya, namun semunya mengeluh merasa kesusahan mencari pelanggan. Berdasarkan informasi dan pengamat
86
Frequently Asked Question, “Apa itu go-jek?”, dalam www.go-jek.com/faq, diakses pada 19 April 2016.
87
Bimo “ Nadiem Makarim,‟Tukang Ojek Modern Lulusan Harvard” dalam
http://m.dream.co.id/dinar/nadiem-makarim-tukang-ojek-modern-lulusan-harvard-150408.html Diakses pada 19 April 2016.
(1)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis deskripasikan bagian
awal skripsi ini, maka penulis dapat menyimpul pembahsan dalam penelitian
ini sebagai berikut
1. Status kepemilikan helm dan jaket Go-Jek mulanya tertulis di klausul
perjanjian dipinjamkan kepada driver, kemudian atas kebijakan sepihak
dari perusahaan, diberlakukancicilan dengan rincian : untuk Helm Go-Jek
@ Rp.5.000,- per hari selama 38 hari, dan untuk Jaket @ Rp.5.000,- per
hari selama 38 hari; dengan cara pemotongan langsung terhadap saldo
Go-Jek Credit Driver. Dan biaya bersifat non refundable (tidak dapat dikembalikan). Kemudian status kepemilikan atribut tersebut selamanya
akan menjadi milik perusahaan meskipun driver telah melunasinya.
2. Jika ditinjau menurut KHES, akad awal perjanjian kemitraan tersebut
sudah memenuhi asas-asas, syarat dan rukun akad, serta terhindar dari ‘aib kesepakatan ingkar janji, dan hukum akadnya adalah akad yang sah. Tetapi, ketika kebijakan sepihak dari perusahaan untuk mencicil atribut
diberlakukan, hal inilah yang kemudian membuat hilangnya beberapa
asas-asas dalam berakad, tidak terpenuhinya rukun akad (kesepakatan para pihak) dengan sempurna, karena adanya ‘aib kesepakatan (cacat kehendak), dan hal tersebut dapat digolongkan kepada perbuatan ingkar
(2)
100
B. Saran
Penulis menyarankan beberapa hal yang terkait dengan masalah yang penulis
teliti ini antara lain:
1. Hendaknya PT. Go-Jek Indonesia-Surabaya dapat mempertimbangkan
lebih matang tentang hal-hal yang sekiranya dapat berubah
sewaktu-waktu dalam perjanjiannya, serta menuliskannya kembali dalam
rancangan isi surat perjanjian kemitraan. Sehingga perusahaan dapat
dengan mudah untuk menerapkan kebijakan-kebijakan yang baik untuk
bisnisnya tanpa harus menciderai janji yang telah disepakatinya.
2. Selaku mitra I, yang lebih paham dengan keadaan perusahaan, serta lebih
proaktif untuk mengatur berbagai kebijakan dalam kerjasama kemitraan,
hendaknya dapat lebih proaktif juga untuk menjalankin komunnikasi yang
baik kepada mitra II, dengan melibatkannya untuk bernegosiasi sebelum
melahirkan sebuah kebijakan baru, sehingga permaslahan internal dalam
(3)
Daftar Pustaka
Abdullah, Boedi. Beni Ahmad Sabean. Metode Penelitian Ekonomi Islam.
Bandung: Pustaka Setia, 2014.
Ahmad, Mustaq. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta:Pustaka Al-Kausar, 2003.
Andi, Prastowo. Memahami Metode-Metode Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011.
Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah Teori tentang Studi Akad dalam
Fikih Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.
Azhar Basyir, Ahmad. Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam).
Yogyakarta: UII Press, 2009.
Aziz, abdul. Etika Bisnis Perspektif Islam Implementasi Etika Islami Untuk Dunia
Usaha. Bandung: Alfabeta, 2013.
Bahtiar, Wardi. Metode Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos, 2001.
Bimo. “ Nadiem Makarim,‟Tukang Ojek Modern Lulusan Harvard”, dalam
http://m.dream.co.id/dinar/nadiem-makarim-tukang-ojek-modern-lulusan-harvard-150408.html, Diakses pada 19 April 2016.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Xygma
Exagrafika, 2016.
Dewi, Gemala. dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2013.
Djamil, Fathurrahman. Hukum Ekonomi Islam. Sejarah, Teori dan Konsep.
Jakarta: Sinar Grafika, 2015.
FahmyFirdauzie, Mochammad. Tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
Terhadapgaransi Lifetime Pada Produk Tupperware. Skripsi-- UIN Maulana Malik Ibrahim , Malang, 2014.
Fitria, Infa‟na. Hibah Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Studi Perbandingan). Skripsi-- UIN Maulana Malik Ibrahim , Malang, 2014.
Forum Kaskus, “Surat Perjanjian Kemitraan Go-Jek apakah Sah?”, dalam
(4)
Frequently Asked Question, “Area mana saja yang dilayani Go-Jek?”, dalam www.go-jek.com/faq , diaskes pada 24 April 2016.
Frequently Asked Question, “Apa itu go-jek?”, dalam www.go-jek.com/faq, diakses pada 19 April 2016.
Gojak-Gojek. “Layanan Baru PT. Go-Jek”, dalam
http://www.gojakgojek.com/2015/09/layanan-baru-pt-gojek-go-clean-go.html, diakses pada 19 April 2016.
Gojek-Indonesia “Apa Itu Go-Jek” dalam dalam http://www.go-jek.com/, diakses
pada 26 Juni 2016
Hasanuddin, Maulana. Jaih Mubarok. Perkembangan Akad Musyarakah. Jakarta:
Kencana Preanada Media Group, 2012.
Ketentuan Pengguna Aplikasi, dalam www.go-jek.com, diakses pada 23 April 2016.
Lowongan Go-Jek. “Lowongan Kerja Surabaya”, dalam
http://surabaya.qzruh.com/fb-post/lowongan-gojek-ayo-yang-kemarin-minta-info-gojek-admin/, diakses pada 24 April 2016.
Manan, Abdul. Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Mardani. Hukum Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2015.
---. Hukum Bisnis Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014.
---. Hukum Perikatan Syariah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
---. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2013.
Margono,S. Metodelogi Penelitian Pendikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997.
Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum. Surabaya: Hilal, 2013.
Miru, Ahmad. Hukum Kontrak Bernuansa Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2013.
Mufidda, A. “Makalah Service Excellence „Pelayanan Prima Go-Jek”, dalam
http://serviceexcellencegojek.blogspot.co.id/2016/01/pelayanan-prima-gojek-bab-iii.html, diakses pada 20 april 2016.
(5)
News Megapolitan “ Jaket dan helm Go-Jek tidak gratis”, dalam
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/11/16/13411501/Jaket.dan.Hel m.Go-Jek.Tidak.Gratis, Diakses pada 22 April 2016.
Novalius, Feby. “Jumlah Driver Go-Jek Bertambah 1.000 Kali Lipat”, dalam http.//www.Okezone.com/Jumlah-Driver-Go-Jek-Bertambah-1.000Kali-Lipat-Okezone Ekonomi.htm, diakses pada 20 April 2016.
Nuriastuti, Afifah.Akad Syirkah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Studi
Tentang Unsur-unsur Mazhab Hanafi dan Maliki). Skripsi-- UIN Maulana Malik Ibrahim , Malang, 2015.
Panji, Aditya. “Go-Jek Setop Rekrut Pengemudi di Jakarta”, dalam
www.cnnindonesia.com/teknologi/20151022175901-185-86730/gojek-setop-rekrut-pengemudi-di-jakarta/ , diakses pada 21 April 2016.
Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani, Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
R. Subekti, Aneka Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989.
Remy Sjahdeini, Sutan . Perbankan Syariah: Produk-produk dan Aspek
Hukumnya. Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2014.
Rivai, Veizthal. dkk. Islamic Financial Management, Teori, Konsep, dan
Aplikasi: Panduan Praktis bagi Lembaga Keuangan dan Bisnis, Praktisi, serta Mahasiswa. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
---. Islamic Banking and Finance, dari Teori ke Praktik Bank dan Keuangan
Syari’ah sebagai Solusi dan Bukan Alternatif. Yogyakarta: BPFE, 2012.
Riza, Prayogo. “Go-Jek Hadir di Kota Pahlawan”, dalam http://Go-Jek hadir di
Kota Pahlawan.htm, diakses pada 20 April 2016.
Sahroni, Oni. Adiwarman A. Karim. Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam.
Sintesis Fikih dan Ekonomi. Jakarta: Rajawali Press, 2015.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV.
Alfabeta, 2010.
Suharkono, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus. Jakarta: Kencana, 2004.
(6)
Wangsawidjaja Z, A. Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2012.
Warta Kota. “Go-Jek Pilih Demo Gara- gara Terbebani Bayar Cicilan Helm”,
dalam
http://wartakota.tribunnews.com/2015/11/16/go-jek-pilih-demo-gara-gara-terbebani-kewajiban-bayar-cicilan-helm, diakses pada 20 April 2016.
Wijaya, Hari, M. Jaelani. Teknik Penulisan Skripsi dan Tesis. Yogyakarta :