PROFIL KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA DIBEDAKAN DARI GAYA KOGNITIF REFLEKTIF DAN IMPULSIF PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR.
PROFIL KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT
TINGGI SISWA DIBEDAKAN DARI GAYA
KOGNITIF REFLEKTIF DAN IMPULSIF
PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR
SKRIPSI
Oleh:
TRIVIA YULI ARTININGSIH NIM. D34211049
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
2015
(2)
ii
PROFIL KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT
TINGGI SISWA DIBEDAKAN DARI GAYA
KOGNITIF REFLEKTIF DAN IMPULSIF
PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
TRIVIA YULI ARTININGSIH NIM. D34211049
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
(3)
(4)
(5)
Profil Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Dibedakan dari Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif
pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar Trivia Yuli Artiningsih
ABSTRAK
Tujuan diberikannya matematika disekolah adalah untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Namun pembelajaran matematika saat ini lebih fokus pada kemampuan prosedural, bergantung pada buku paket, lebih dominan soal rutin, dan pertanyaan tingkat rendah. Maka, agar siswa dapat berkembang sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika saat ini guru perlu memberikan tugas ataupun latihan soal yang bersifat tidak rutin yang dapat mengeksplor kemampuan berpikir tingkat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dibedakan dari gaya kognitif reflektif dan impulsif pada materi bangun ruang sisi datar.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 8 siswa yang diambil dari kelas VIII-E, VIII-G, dan VIII-H, yaitu 4 siswa dengan gaya kognitif reflektif dan 4 siswa dengan gaya kognitif impulsif, dipilihnya 8 subjek penelitian berdasarkan hasil MFFT (Matching Familiar Figure Test). Dalam penelitian ini, triangulasi yang dipakai adalah triangulasi sumber, yaitu data-data kemampuan berpikir tingkat tinggi dari 4 siswa untuk setiap kelompok gaya kognitif akan
dibandingkan untuk ditemukan kekonsistenan (kesamaan).
Pengumpulan data kemampuan berpikir tingkat tinggi diambil dari hasil tes tulis dan wawancara. Tes tulis dan wawancara dianalisis berdasarkan indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu focus, reason,
inference, situation, clarity, overview, fluency, flexibility, dan
originality.
Berkaitan dengan tujuan penelitian, hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) Siswa dengan gaya kognitif reflektif memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi yang baik; (2) Siswa dengan gaya kognitif impulsif memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi yang baik.
Kata Kunci : Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi, Gaya Kognitif
(6)
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR ... i
HALAMAN JUDUL... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Masalah Penelitian ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Definisi Operasional ... 5
F. Batasan Masalah ... 5
G. Sistematika Pembahasan ... 5
BAB II KAJIAN TEORI ... 7
(7)
B. Gaya Kognitif ... 15
1. Pengertian Gaya Kognitif ... 15
2. Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif ... 18
C. Materi Bangun Ruang Sisi Datar ... 21
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
A. Jenis Penelitian ... 23
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23
C. Subjek Penelitian ... 23
D. Instrumen Penelitian ... 24
E. Teknik Pengumpulan Data ... 26
F. Teknik Analisis Data ... 27
G. Prosedur Penelitian ... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 34
A. Paparan Data dan Analisis Data Hasil Penelitian ... 34
1. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa dengan Gaya Kognitif Reflektif pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar ... 34
a. Subjek S1 ... 34
b. Subjek S2 ... 52
c. Subjek S3 ... 72
d. Subjek S4 ... 92
e. Triangulasi Data Siswa dengan Gaya Kognitif Reflektif ... 111
2. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa dengan Gaya Kognitif Impulsif pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar ... 115
a. Subjek S5 ... 115
b. Subjek S6 ... 132
c. Subjek S7 ... 148
d. Subjek S8 ... 165
e. Triangulasi Data Siswa dengan Gaya Kognitif Impulsif ... 181
(8)
1. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa dengan Gaya Kognitif Reflektif pada Materi Bangun Ruang
Sisi Datar ... 187
2. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa dengan Gaya Kognitif Impulsif pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar ... 189
C. Diskusi Hasil Penelitian ... 192
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 193
A. Simpulan ... 193
B. Saran ... 193
DAFTAR PUSTAKA ... 195
(9)
DAFTAR TABEL
2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 14
3.1 Daftar Subjek Penelitian ... 24
3.2 Daftar Validator Instrumen Penelitian ... 25
3.3 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 27
3.4 Rubrik Penilaian ... 28
3.5 Kriteria Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi per Indikator ... 31
3.6 Kriteria Berpikir Tingkat Tinggi ... 32
4.1 Hasil Profil Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Subjek S1 ... 47
4.2 Hasil Profil Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Subjek S2 ... 66
4.3 Hasil Profil Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Subjek S3 ... 86
4.4 Hasil Profil Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Subjek S4 ... 105
4.5 Triangulasi Data Subjek Reflektif ... 111
4.6 Hasil Profil Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Subjek S1 ... 126
4.7 Hasil Profil Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Subjek S2 ... 143
4.8 Hasil Profil Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Subjek S3 ... 159
4.9 Hasil Profil Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Subjek S4 ... 176
4.10 Triangulasi Data Subjek Impulsif ... 181
4.11 Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi per Siswa dengan Gaya Kognitif Reflektif pada Materi Bangun ruang Sisi Datar ... 186
4.12 Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa dengan Gaya Kognitif Reflektif pada Materi Bangun ruang Sisi Datar ... 188
4.13 Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi per Siswa dengan Gaya Kognitif Impulsif pada Materi Bangun ruang Sisi Datar ... 189
4.14 Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa dengan Gaya Kognitif Impulsif pada Materi Bangun ruang Sisi Datar ... 191
(10)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan diberikannya matematika di sekolah adalah
mempersiapkan siswa untuk menghadapi perubahan kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, sistematis, rasional, kreatif dan kritis.1 Hal ini diperkuat dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menjelaskan bahwa mata pelajaran matematika diberikan di sekolah untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif.2 Untuk mencapai tujuan tersebut, maka isu mutakhir dalam pembelajaran matematika saat ini adalah mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan menjadikan kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai tujuan
utama dalam pembelajaran matematika.3 Hal ini didukung oleh
US-AID yang menganjurkan, kegiatan belajar matematika hendaknya meliputi kemampuan perhitungan rutin dan non rutin serta berpikir tingkat tinggi yang melibatkan aspek pemecahan masalah dan penalaran matematika.4
Berkenaan dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi,
penelitian Raea menunjukkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal matematis masih rendah. Dari tiga indikator pemecahan masalah, sebanyak 38,03% siswa mampu memahami masalah, 35,21% mampu menyelesaikan masalah, dan
36,48% mampu menjawab masalah.5 Pada penelitian tersebut aspek
1 Masykur - Abdul Halim Fathani, Multiple Intellegence: Cara Cerdas Melatih Otak Dan Menanggulangi Kesulitan Belajar (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2007), 136.
2 Depdiknas. Permendiknas nomor 22 tahun 2006 Tentang Standart Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
3 Sri Hastuti Noer., “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Bebasis Masalah” (Seminar nasional natematika dan pendidikan matematika, Yogyakarta, 2009), 474.
4
T. Setiawan, “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Higher Order Thinking”,
Unnes Journal of Research Mathematics Education, 1: 1, (September, 2012), 78. 5 Sari Dhelvita, 2013, “Pengaruh Penggunaan Strategi Writing From A Promt Dan
Writing In Performance Tasks Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemmecahan Masalah Matematis Siswa SMP .” diakses dari Repository.upi.edu, pada tanggal 30 Maret 2015.
(11)
2
yang diukur adalah kemampuan siswa untuk menyelesaikan soal tidak rutin. Berdasarkan fakta yang telah dikemukakan, terlihat bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan bila menghadapi soal-soal matematika yang tidak rutin. Sejalan dengan hasil
penelitian Raea, menurut As’ari karakteristik pembelajaran
matematika saat ini lebih fokus pada kemampuan prosedural, bergantung pada buku paket, lebih dominan soal rutin, dan
pertanyaan tingkat rendah.6 Senada dengan As’ari, Thompson
mengatakan pembelajaran matematika disekolah umumnya
menekankan soal rutin, yaitu soal yang strukturnya teratur yang dipresentasikan secara jelas dan memuat semua informasi yang diperlukan serta menggunakan algoritma yang sudah ada untuk menyelesaikannya.7 Hal ini terjadi karena pembelajaran matematika di Indonesia belum menjadikan kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai tujuan utama.
Agar kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dapat berkembang sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika saat ini, maka guru perlu memberikan tugas ataupun latihan soal yang bersifat tidak rutin yang dapat mengeksplor kemampuan berpikir tingkat tinggi. Selain pemberian tugas ataupun latihan soal yang bersifat tidak rutin guru juga perlu membuat metode dan strategi yang dapat melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi. Metode dan strategi yang digunakan dapat disesuaikan dengan gaya belajar siswa. Menurut Diptoan, et al siswa yang belajar sesuai dengan gaya belajarnya dan setiap gaya belajar berpengaruh pada proses berpikir dan hasil belajarnya. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Gunawan yang mengemukakan bahwa siswa yang belajar menggunakan gaya belajar mereka yang dominan, maka saat mengerjakan tes, akan mencapai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara belajar yang tidak sejalan dengan gaya belajar siswa. Berdasarkan dua pernyataan tersebut, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai seperti yang diharapkan maka dalam proses pembelajaran guru harus menyesuaikan dengan karakteristik
6
Lewy, “Pengembangan Soal Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Pokok Bahasan Barisan Dan Deret Bilangan Di Kelas IX Akselerasi SMP Xaverius Maria Palembang”, Jurnal Pendidikan Matematika, 3:2, (Desember, 2009), 14. 7
(12)
3
cara belajar yang dimiliki masing-masing siswa.8 Hal ini menjadi dasar peneliti untuk melihat kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa berdasarkan perbedaan gaya belajarnya. Gaya belajar yang dipakai dalam penelitian ini adalah gaya kognitif secara konseptual tempo yang terdiri dari gaya kognitif reflektif dan impulsif.
Penelitian yang dilakukan Warli menunjukkan bahwa siswa reflektif dalam memecahkan masalah geometri cenderung tinggi, siswa reflektif sangat berhati-hati dalam menyelesaikan masalah, memerhatikan berbagai aspek, sehingga jawaban yang diperoleh cenderung sedikit tetapi bernilai betul. Sedangkan siswa impulsif dalam memecahkan masalah geometri cenderung sangat rendah, siswa yang impulsif kurang cermat pada saat menyelesaikan masalah, sedikit mencoba, langsung mengerjakan, sehingga jawaban yang diperoleh banyak, tetapi cenderung salah.9 Sehingga dalam penelitian ini materi yang digunakan adalah materi bangun ruang sisi datar. Pemilihan materi ini dikarenakan banyak penerapan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi bangun runag sisi datar. Hal ini sesuai dengan
pendapat Jane yang menyatakan “Geometry touches on every aspect of our lives”.10 Selain itu, sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam materi bangun ruang sisi datar.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, penulis bermaksud untuk meneliti lebih lanjut tentang kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dibedakan dari gaya kognitif reflektif dan impulsif pada materi bangun ruang sisi datar. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul, “Profil Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Dibedakan dari Gaya Kognitif Reflektif dan
Impulsif pada Materi Bangun Ruang SisiDatar”.
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, disusun masalah penelitian sebagai berikut:
8Diana Tri Cholidah, Tesis: “Profil Berpikir Siswa SMP Dalam Memecahkan Masalah Aljabar Ditinjau dari Gaya Belajar” (Surabaya: UNESA, 2014), 6.
9 Muhammad Sudia, “Profil Metakognisi Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Masalah Terbuka”, Jurnal Ilmu Pendidikan, 20: 1, (Juni, 2014), 87.
10Ika Vactoria Nalurita, Skripsi: “Profil Kemampuan Siswa SMP dalam Menyelesaikan Soal HOT (Higher Order Thinking) Pada Materi Lingkaran Ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa” (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2013), 4.
(13)
4
1. Bagaimana profil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
dengan gaya kognitif reflektif pada materi bangun ruang sisi datar?
2. Bagaimana profil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
dengan gaya kognitif impulsif pada materi bangun ruang sisi datar?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui profil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dengan gaya kognitif reflektif pada materi bangun ruang sisi datar.
2. Untuk mengetahui profil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dengan gaya kognitif impulsif pada materi bangun ruang sisi datar.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan oleh peneliti antara lain sebagai berikut :
1. Bagi Guru
Memberikan informasi kepada guru tentang profil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dibedakan dari gaya kognitif reflektif dan impulsif pada materi bangun ruang sisi datar. Dari informasi tersebut, guru dapat merancang metode atau strategi pembelajaran matematika yang dapat mengeksplor dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada materi bangun ruang sisi datar.
2. Bagi Siswa
Melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa khususnya pada materi bangun ruang sisi datar.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lain sekaligus sebagai referensi untuk penelitian mengenai profil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dibedakan dari gaya kognitif reflektif dan impulsif pada materi bangun ruang sisi datar.
(14)
5
E. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap maksud penelitian ini, maka berikut ini diberikan definisi yang terdapat dalam penyusunan penelitian ini:
1. Profil adalah gambaran atau penjelasan tentang sesuatu.
2. Kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah suatu kemampuan
berpikir yang meliputi berpikir kritis dan kreatif.
3. Gaya kognitif reflektif adalah kecenderungan siswa untuk
menghabiskan lebih banyak waktu untuk memeriksa masalah, mempertimbangkan solusi alternatif, dan akan memeriksa ketepatan dan kelengkapan hipotesis.11
4. Gaya kognitif impulsif adalah kecenderungan siswa untuk
membuat keputusan dengan cepat dan merespon apa yang terlintas dalam pikiran daripada dengan pemeriksaan yang kritis.12
5. Bangun ruang sisi datar dalam penelitian ini adalah satu materi kelas VIII SMP semester genap yang meliputi kubus, balok, prisma, dan limas.
F. Batasan Masalah
Untuk menjaga fokus penelitian ini, maka dirasa perlu membatasi masalah penelitian. Batasan penelitian ini, yaitu:
1. Materi bangun ruang sisi datar yang digunakan hanya terbatas
pada luas permukaan pada balok.
2. Penelitian hanya dilakukan pada kelas VIII-E, VIII-G, dan VIII-H MTs Darul Ulum Sidoarjo.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab 1: Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujua penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, batasan penelitian dan sistematika penelitian.
11 Rini Daraini, “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Multimedia Dan Gaya Kognitif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Negeri Lubuk Pakam”, Jurnal Teknologi Pendidikan. 5: 2, (Oktober, 2012), 4.
(15)
6
Bab 2: Kajian pustaka berisi tentang definisi kemampuan berpikir tingkat tinggi, gaya kognitif, dan materi bangun ruang sisi datar.
Bab 3: Metode penelitian berisi tentang jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan prosedur penelitian.
Bab 4 : Hasil dan Pembahasan Penelitian Bab 5 : Simpulan dan Saran
(16)
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Berpikir tingkat tinggi atau jika dalam bahasa Inggris biasa
disebut sebagai “Higher Order Thinking (HOT)”. Gunawan
mengungkapkan bahwa berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang mengharuskan siswa untuk memanipulasi informasi dan ide-ide dalam cara tertentu yang memberi siswa pengertian dan implikasi baru.1 Resnick menyatakan berpikir tingkat tinggi adalah pemikiran kompleks dan non-algoritma. Menurut Stein berpikir
tingkat tinggi menggunakan pemikiran yang kompleks dan non
algorithmic untuk menyelesaikan suatu tugas yang tidak dapat diprediksi, menggunakan pendekatan yang berbeda dengan tugas yang telah ada dan berbeda dengan contoh.2
Istiyono mengartikan berpikir tingkat tinggi sebagai kemampuan siswa untuk menghubungkan pembelajaran dengan hal-hal lain yang belum pernah diajarkan.3 Sejalan dengan hal
tersebut Thomas dan Thorne menyatakan bahwa, Higher Order
Thinking isthinking on higher level that memorizing facts or telling something back to sameoneexactly the way the it was told to you. When a person memorizies and gives back the information without having to think about it.4 Hal ini menunjukkan bahwa berpikir tingkat tinggi merupakan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi dari menghafal atau memberikan informasi kepada seseorang yang sama persis seperti yang diberitahukan kepada anda. Ketika seseorang menghafal dan memberikan kembali informasi tanpa harus berpikir tentang hal itu.
1 Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), cet ke-3, 171.
2Tony Thompson, “Mathematics Teachers’ Interpretation Of Higher-Order Thinking In Bloom’s Taxonomy”, International Electronic Journal of Mathematics Education, 3: 2, (July, 2008), 97.
3 Edi Istiyono, “Pengembangan Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika (PysTHOTS) Peserta Didik SMA”, Jurnal Penelitian Dan Pendidikan Evaluasi, 18: 1, (Desember, 2014), 3.
4Ika Vactoria Nalurita, Skripsi: “Profil Kemampuan Siswa SMP dalam Menyelesaikan Soal HOT (Higher Order Thinking) Pada Materi Lingkaran Ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa” (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2013), 14.
(17)
8
Senk et al menjelaskan karakteristik berpikir tingkat tinggi sebagai: solving tasks where no algorithm has been taught, where justification or explanation are required, and where more than one solution may be possible. Jadi, berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kompleks dan non-algoritma untuk menyelesaikan tugas dimana tugas tersebut tidak ada algoritma yang diajarkan dalam memecahkan tugas yang membutuhkan pembenaran atau penjelasan dan mungkin mempunyai lebih dari satu solusi.5
Wardana mengemukakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas mental dalam usaha mengeksplorasi pengalaman yamg kompleks, reflektif dan kreatif yang dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis, dan evaluatif. Sejalan dengan Wardana, Kawuwung mengatakan kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat diketahui dari kemampuan kognitif siswa pada tingkat analisis, sintesis, dan evaluasi.6 Rofi’ah mengatakan kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan juga sebagai penggunaan pikiran secara
lebih luas untuk menemukan tantangan baru.7 Kemampuan berpikir
tingkat tinggi merupakan kemampuan menghubungkan,
memanipulasi, dan mentransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi baru.8
Menurut Thomas kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah
kecakapan berpikir seperti klasifikasi, membuat analisa,
menciptakan ide, membuat keputusan, memecahkan masalah dan membuat perencanaan membutuhkan pemikiran yang lebih luas dan
lebih dalam.9 Sedangkan Lewy mendefinisikan kemampuan berpikir
tingkat tinggi sebagai kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas dimana tidak ada algoritma yang telah diajarkan, yang
5 Tony Thompson, Op. Cit., hal 97.
6 Femmy Kawuwung, “Profil Guru, Pemahaman Kooperatif NHT, Dan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Di SMP Kabupaten Minahasa”, El-Hayah, 1: 4, (Maret, 2011), 158.
7
Emi Rofiah , “Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Pada Siswa SMP”, Jurnal Pendidikan Fisika, 1: 2, (September, 2013), 17.
8 Ibid, hal 18.
9 Thomas Wibowo Agung, “Isu Mutakhir: Sekolah Dirancang Menghasilkan Siswa Yang Gagal”, Jurnal Pendidikan Penabur, 13: 8, (Desember, 2009), 100.
(18)
9
membutuhkan justifikasi atau penjelasan dan mungkin mempunyai lebih dari satu solusi yang mungkin.10
Tran Vui mendefinisikan kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai berikut: Higher order thinking occurs when a person takes newinformation and information stored in memory and interrelates and/or rearranges and extends this information to achieve a purpose or find possible answers in perplexing situations. Dengan demikian, kemampuan berpikir tingkat tinggi akan terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi baru dengan informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya dan menghubung-hubungkannya dan menata ulang serta mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai suatu tujuan ataupun menemukan suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan. 11
Sejalan dengan Tran, Lewis dan Smith juga mendefinisikan kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai kemampuan berpikir yang terjadi ketika seseorang mengambil informasi baru dan informasi yang sudah tersimpan dalam ingatannya, selanjutnya menghubungkan informasi tersebut dan menyampaikannya untuk mencapai tujuan atau jawaban yang dibutuhkan. Disisi lain King, et
almengatakan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa dapat
diberdayakan dengan memberikan masalah yang tidak biasa dan tidak menentu seperti pertanyaan atau dilema, sehingga penerapan yang sukses dari kemampuan ini adalah ketika siswa berhasil menjelaskan, memutuskan, menunjukkan, dan menghasilkan
penyelesaian masalah dalam konteks pengetahuan dan
pengalaman.12
Heong, et al juga menyampaikan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi
10 Lewy, “Pengembangan Soal Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Pokok Bahasan Barisan Dan Deret Bilangan Di Kelas IX Akselerasi SMP Xaverius Maria Palembang”, 3:2, (Desember, 2009), 16.
11
Ika Vactoria Nalurita, Op. Cit., hal 14.
12 Mufida Nofiana, “Pengembangan Instrumen Evaluasi Two-Tier Multiple Choice Question untuk Mengukur Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Pada Materi Kingdom Plantae”, Jurnal Inkuiri, diakses dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains pada tanggal 30 Maret 2015
(19)
10
informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi baru.13
Untuk memperjelas apakah kemampuan berpikir tingkat tinggi itu, Heong menyebutkan komponen kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi berpikir kritis dan kreatif.14 Menurut Pohl, berpikir kreatif dapat mengembangkan individu untuk menjadi lebih inovatif, memiliki kreativitas yang baik, ideal dan imajinatif. Ketika siswa tahu bagaimana menggunakan kedua keterampilan ini, berarti siswa telah menerapkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Senada dengan Heong, Mc Mahon mengatakan, berpikir tingkat tinggi merupakan integrasi dari proses berpikir kritis dan proses berpikir kreatif. Menurut Pohl, proses berpikir kreatif lebih kompleks daripada proses berpikir kritis. Huitt berpendapat bahwa proses berpikir kreatif merupakan hasil dari proses berpikir kritis.15 Johnson dalam bukunya juga mengungkapkan bahwa berpikir kritis dan kreatif adalah berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa berpikir kritis dan kreatif merupakan perwujudan dari kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pemahaman ini menjadi dasar dalam melihat kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai satu kesatuan dari berpikir kritis dan berpikir kreatif.16
Berpikir kritis telah didefinisikan oleh banyak ahli.
Nickerson mendefinisikan berpikir kritis sebagai, reflection or thought about complex issues, often for the puprpose of choosing actions related to those issues, yang artinya refleksi atau berpikir tentang masalah yang kompleks, bertujuan untuk memilih tindakan yang berkaitan dengan isu-isu. Menurut Santrock berpikir kritis adalah: critical thingking involves grasping the deeper meaning of problems, keeping an open mind about different approaches and perspectives, not accepting on faith what other people and books tell you, and thinking reflectively rather than accepting the first idea that comes to mind, yang artinya berfikir kritis dalam menangkap
13 Yee Mei Heong, et al, “The Level of Marzano Higher Order Thinking Skills Among Technical Education Students”, International Journal of Social and Humanity, 1: 2, (Juli, 2011), 121 -125.
14
Ibid, hal 121.
15T. Setiawan, “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Higher Order Thinking”, Unnes Journal of Research Mathematics Education, 1: 1, (September, 2012), 74. 16 Ibid, hal 74.
(20)
11
makna yang mendalam pada masalah, berpikiran terbuka terhadap pendekatan dan perspektif yang berbeda, tidak mudah percaya pada orang lain dan lebih percaya pada fakta yang ada, dapat juga diartikan berpikir secara reflektif daripada menerima gagasan pertama yang datang ke pikiran. Disisi lain Santrock juga mendefinisikan berpikir kritis merupakan berpikir secara reflektif dan produktif serta melibatkan evaluasi bukti. Menurut Dacey dan Kenny berpikir kritis adalah: The ability to think logically, to apply this logical thinking to the assessment of situations, and to make good judgments and decision, yang artinya kemampuan berpikir logis, untuk menerapkan pemikiran logis pada penilaian situasi dan membuat penilaian dan keputusan yang baik.17
Gunawan dalam bukunya mendefinisikan berpikir kritis sebagai kemampuan untuk berpikir pada level yang kompleks dan menggunakan proses analisis dan evaluasi.18 Berpikir kritis melibatkan kemampuan berpikir induktif, deduktif, dan evaluatif. John Chaffee mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir untuk
“menyelidiki secara sistematis proses berpikir itu sendiri”.
Maksudnya tidak hanya memikirkan dengan sengaja, tetapi juga meneliti bagaimana kita dan orang lain menggunakan bukti dan logika.19 Pierce and associates, menyebutkan beberapa karakteristik yang diperlukan dalam berpikir kritis, yaitu: (1) Kemampuan untuk menarik kesimpulan dari pengamatan; (2) Kemampuan untuk mengidentifikasi asumsi; (3) Kemampuan untuk berpikir secara deduktif; (4) Kemampuan untuk membuat interpretasi yang logis; dan (5) Kemampuan untuk mengevaluasi mana yang lemah dan mana yang kuat.20 Sedangkan menurut Ennis orang yang berpikir kritis juga idealnya memiliki beberapa kriteria atau elemen dasar
yang disingkat dengan FRISCO (Focus, Reason, Inference,
Situation, Clarity, and Overview).21 Berikut penjelasan lebih lanjut
mengenai FRISCO: (1) Focus, yaitu mengetahui poin utama sesuatu
17 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: Rosda, 2012), cet ke-4, 153.
18 Adi W. Gunawan., Op. Cit., hal 177. 19
Elaine B. Johnson, Contextual Teaching & Learning (Bandung: Mizan Learning Center, 2007), cet ke-3, 187.
20 Desmita, Op. Cit., hal 154.
21 Puji Rahayu Ningsih, “Profil Berpikir Kritis Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif”, Gramatika, 2: 2, (Mei, 2011), 122.
(21)
12
yang sedang dihadapi; (2) Reason, yaitu memberikan alasan-alasan yang mendukung atau menindak keputusan yang diambil; (3)
Inference, yaitu penarikan kesimpulan yang masuk akal; (4)
Situation, yaitu mengungkap faktor-faktor penting yang mulai dipertimbangkan; (5) Clarity, yaitu memberikan penjelasan dari kesimpulan yang diambil; dan (6) Overview, yaitu meneliti kembali secara menyeluruh keputusan yang diambil.22
Berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menggunakan
struktur berpikir yang rumit untuk menghasilkan ide yang baru dan orisinil.23 Sejalan dengan Solso yang menjelaskan bahwa berpikir kreatif merupakan aktivitas kognitif yang menghasilkan sesuatu
yang baru dalam menghadapi masalah.24 Siswono mengatakan
bahwa berpikir kreatif merupakan suatu proses yang digunakan ketika kita mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Hal itu
menggabungkan ide-ide yang sebelumnya belum dilakukan.25
Kreativitas merupakan produk dari aktivitas berpikir kreatif.26
Komarudin mengatakan bahwa “kreativitas biasanya
diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru. Ciptaan itu tidak perlu seluruh produknya harus baru, mungkin saja gabungannya atau kombinasinya, sedangkan
unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya”. 27 Guilford memandang
kreativitas sebagai individu yang kreatif dan mendefinisikan kreativitas sebagai fluency, flexibility, dan originality.28 Senada dengan Guildford, beberapa ahli mengatakan bahwa berpikir kreatif dalam matematika merupakan kombinasi berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan intuisi tetapi dalam kesadaran yang memperhatikan fleksibilitas, kefasihan dan kebaruan (Pehkonen,
22 Bayu Hari Prasojo, Tesis: “Profil Berpikir Kritis Siswa SMP Dalam Memecahkan Masalah Peluang Ditinjau Dari Kemampuan Matematika” (Surabaya: UNESA, 2013), 23.
23 Adi W. Gunawan, Op. Cit., hal 178.
24 Solso Robert L, Cognitive Psychology (MA: Allyn and Bacon, 1995) 45.
25Agus Prianggono, 2013, “Analisis Proses Berpikir Kreatif Siswa Sekolah Menengah Kejururuan (SMK) Dalam Pemecahan Dan Pengajuan Masalah Matematika Pada Materi Persamaan Kuadrat”, diakses dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id/, pada tanggal 30 Maret 2015.
26 Agus Prianggono, Loc. Cit.
27 Supardi, “Peran Berpikir Kreatif Dalam Proses Pembelajaran Matematika”, Jurnal Formatif, 2: 3, (Desember, 2012), 255.
(22)
13
Krutetskii, Silver).29 Silver memberikan indikator untuk menilai berpikir kreatif siswa, yaitu kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan.30
1. Fluency (Kelancaran)
Fluency atau kelancaran mengacu pada sejumlah besar ide, gagasan, atau alternatif dalam memecahkan persoalan. Kelancaran menyiratkan pemahaman, tidak hanya mengingat sesuatu yang dipelajari.31 Munandar menyampaikan kelancaran dalam berpikir merupakan kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan dan jawaban penyelesaian dan suatu masalah yang relevan, arus pemikiran lancar.32 Sedangkan Siswono mengungkapkan bahwa kefasihan mengacu pada keberagaman (bermacam-macam) jawaban masalah yang dibuat siswa dengan benar. Jawaban yang beragam belum tentu berbeda. Beberapa jawaban masalah dikatakan beragam tetapi tidak berbeda bila jawaban-jawaban itu tidak sama satu dengan yang lain, tetapi tampak didasarkan pada suatu pola atau urutan tertentu.33
2. Fleksibility (Keluwesan)
Flexibility atau fleksibilitas mengacu pada produksi
gagasan yang menunjukkan berbagai kemungkinan.
Fleksibilitas melibatkan kemampuan untuk melihat berbagai hal dari sudut pandang yang berbeda serta menggunakan banyak strategi atau pendekatan yang berbeda.34 Munandar menyampaikan kelenturan (fleksibilitas) dalam berpikir merupakan kemampuan untuk memberikan jawaban/gagasan yang seragam namun arah pemikiran yang berbeda-beda, mampu mengubah cara atau pendekatan dan dapat melihat
29 Sri Hastuti, Noer, “Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Dan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Open-Ended”, Jurnal Pendidikan Matematika, 5: 1, (Januari, 2011), 105.
30 Tatag Yuli Eko Susilo, “Implementasi Teori Tentang Tingkat Berpikir Kreatif Dalam Matematika”, Seminar Konferensi Nasional Matematika XIII dan Konggres Himpunan Matematika Indonesia di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang, 24-27 Juli 2006, 2.
31 Agus Prianggono, Loc. Cit.
32 Azhari, “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Melalui Pendekatan Konstruktivisme Di Kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Banyuasin III”, Jurnal Pendidikan Matematika, 7: 2, (Juli, 2013), 4.
33 Tatag Yuli Eko Susilo, Op. Cit., hal 6. 34 Agus Prianggono, Loc. Cit.
(23)
14
masalah dari berbagai sudut pandang tinjauan.35 Sedangkan Siswono mengungkapkan bahwa fleksibilitas mengacu pada kemampuan siswa memecahkan masalah dengan berbagai cara yang berbeda.36
3. Originality (Kebaruan)
Originality atau kebaruan mengacu pada solusi yang berbeda dalam suatu kelompok atau sesuatu yang baru atau
belum pernah ada sebelumnya.37 Munandar mneyampaikan
keaslian (orisinalitas) merupakan kemampuan melahirkan ungkapan yang baru, unik dan memikirkan cara yang tidak lazim, yang lain dari yang lain, yang diberikan kebanyakan
orang.38 Sedangkan menurut Siswono kebaruan mengacu pada
kemampuan siswa menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda tetapi bernilai benar atau satu
jawaban yang “tidak biasa” dilakukan oleh individu (siswa)
pada tahap perkembangan mereka atau tingkat
pengetahuannya.39
Berdasarkan penjelasan diatas peneliti merumuskan indikator kemampuan Higher Order Thingking sebagai berikut:
35
Azhari, Op. Cit., hal 4.
36 Tatag Yuli Eko Susilo, Op. Cit., hal 6. 37 Agus Prianggono, Loc. Cit.
38 Azhari, Op. Cit., hal 4.
39 Tatag Yuli Eko Siswono, Op. Cit., hal 6.
Komponen Berpikir
Tingkat Tinggi
Kriteria Berpikir Tingkat
Tinggi
Indikator
Berpikir Kritis
Focus - Menyebutkan unsur yang diketahui
- Menyebutkan unsur yang
ditanyakan
Reason - Argumen mengapa unsur tersebut yang diketahui
- Argumen mengapa unsur
tersebut yang ditanyakan Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
(24)
15
B. Gaya Kognitif
1. Pengertian Gaya Kognitif
Setiap siswa memiliki cara tersendiri dalam menyusun apa yang dilihat, diingat dan dipikirkannya. Labunan mengatakan bahwa setiap siswa memiliki cara-cara tersendiri yang dilakukan dalam pikirannya, apa yang dilakukan, dilihat, dan diingat. Siswa akan memiliki cara yang berbeda atas pendekatan yang dilakukannya terhadap situasi belajar, cara mereka belajar, cara mereka menerima, mengorganisasikan, serta menghubungkan pengalaman mereka dan cara mereka dalam merespon terhadap metode pengajaran tertentu. Perbedaan ini bukanlah merupakan suatu tingkat kemampuan siswa dalam memproses metode pengajaran tertentu, namun merupakan suatu bentuk kemampuan siswa untuk tanggap terhadap stimulus yang ada di lingkungannya. Perbedaan setiap
- Argumen konsep yang
digunakan
- Argumen mengubah
satuan yang digunakan
- Argumen satuan yang
digunakan
Inference - Menarik kesimpulan
- Memberi alasan yang
mendukung kesimpulan yang dibuat
Situation Menggunakan semua informasi yang sesuai dengan permasalahan
Clarity Memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kesimpulan yang dibuat
Overview Mengecek kembali jawaban Berpikir
Kreatif
Fluency Membuat banyak jawaban
Flexibility Membuat cara yang berbeda
Originality Memberikan jawaban yang tidak lazim
(25)
16
siswa dalam mengolah informasi dan menyusunnya dari pengalaman-pengalamannya lebih dikenal dengan gaya kognitif. Jadi, dapat dikatakan gaya kognitif adalah cara setiap siswa dalam menerima, mengorganisaikan, merespon, mengolah informasi, dan menyusunnya berdasarkan pengalaman yang dialaminya.40 Lebih lanjut Uno menyatakan perbedaan ini bukanlah merupakan suatu tingkat kemampuan seseorang namun merupakan suatu bentuk kemampuan individu dalam memproses dan menyusun informasi serta cara individu dalam menanggapi stimulus yang ada dilingkungannya.41 Setiap siswa mempunyai gaya kognitif masing-masing. Banyak ahli yang telah mendefinisikan pengertian gaya kognitif, misalnya Heineman serta Riding dkk mengatakan bahwa gaya kognitif mengacu kepada kecenderungan karakteristik konsistensi individu. Tidak berarti bahwa karakteristik individu tidak dapat diubah dalam hal cara berpikir, mengingat, memproses informasi dan
memecahkan masalah.42
Coop mengemukakan bahwa istilah gaya kognitif mengacu pada kekonsistenan pola yang ditampilkan seseorang dalam merespon berbagai situasi dan juga mengacu pada pendekatan intelektual atau strategi dalam menyelesaikan
masalah.43 Sedangkan menurut Kogan gaya kognitif dapat
didefinisikan sebagai variasi siswa dalam cara memandang, mengingat, dan berpikir atau sebagai cara tersendiri dalam hal memahami, menyimpan, mentransformasi, dan menggunakan
informasi.44 Sejalan dengan definisi di atas, Nasution
mengemukakan bahwa gaya kognitif (gaya belajar) adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang siswa dalam
40 Mokhamad Jazuli, Skripsi: “Profil Pemecahan Masalah Matematika Kontekstual Siswa SMP Ditinjau Dari Gaya Kognitif Reflektif ” (Surabaya: UNESA, 2014), 25.
41
Hamzah Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 186.
42 Muhammad Sudia, “Profil Metakognisi Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Masalah Terbuka”, Jurnal Ilmu Pendidikan, 20: 1, (Juni, 2014), 87.
43 R.H Coop & Kinnard White, Psychological Concepts in The Classroom (New York: harper & Row Publisher, 1974), 251.
44 I Made Ardana, Pengembangan pembelajaran Bilangan Bulat Berorientasi pada Kecenderungan KognitifSecara Psikologis Sebagai Upaya Peningkatan Konsep Diri akademis Matematika Siswa Sekolah Dasar laboratorium IKIP Negeri Singaraja, Makalah S3 (Surabaya: pascasarjana UNESA, 2002), 9.
(26)
17
menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir,
dan memecahkan masalah.45 Sedangkan Winkel mengemukakan
pengertian gaya kognitif sebagai cara khas yang digunakan siswa dalam mengamati dan beraktivitas mental dibidang kognitif, yang bersifat individual dan kerapkali tidak disadari dan cenderung bertahan terus.46
Ausburn mendeskripsikan gaya kognitif sebagai:
…psychological dimensions that represent the consistencies in
an individual’s manner of acquiring and processing information.
Artinya gaya kognitif merupakan dimensi psikologi yang mewakili kekonsistenan cara siswa dalam memperoleh dan memproses informasi.47 Tenant mendefinisikan gaya kognitif sebagai, an individual’s characteristic and consistent approach
to organizing and processing information, yang artinya karakteristik dan konsisten pendekatan siswa untuk mengatur dan memproses informasi. Menurut Ferrari dan Sternberg,
cognitive styles refer to the dominant or typical ways children use their cognitive abilities across a wide range of situations, when the situation is complex enough to allow a variety of responsses, dengan artian gaya kognitif mengacu pada cara-cara yang dominan atau khas siswa dalam menggunakan kemampuan kognitif mereka di berbagai macam situasi, ketika situasi cukup
rumit untuk memungkinkan berbagai penyelesaian.48
Jadi, setiap siswa memiliki gaya kognitif yang berbeda dalam memproses informasi atau mengahdapi suatu tugas dan masalah. Perbedaan ini bukanlah menunjukkan tingkat intelegensi atau kecakapan tertentu, sebab siswa yang berbeda dengan gaya kognitif yang sama belum tentu tingkat intelegensi atau kemampuan yang sama. Apalagi dengan gaya kognitif yang berbeda, kecenderungan perbedaan tingkat intelegensi dan kemampuan yang dimiliknya lebih besar. Woolfok mengatakan didalam gaya kognitif terdapat suatu cara yang berbeda untuk melihat, mengenal, dan mengorganisir informasi. Setiap siswa memiliki cara yang lebih disukai dalam memproses dan
45
Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar (Bandung: Bumi Aksara. 2005), 94.
46 Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta: Grasindo. 1996), 46. 47 Mokhamad Jazuli, Op. Cit., hal 26.
(27)
18
mengorganisasi informasi. Kemungkinan ada siswa yang memberikan respon yang lebih cepat, tetapi ada pula yang lebih lambat.49
Menurut Rahman gaya kognitf dibedakan menjadi tiga dimensi, yaitu (1) perbedaan gaya kognitif secara psikologis, meliputi: gaya kognitif field independence (FI) dan field dependence (FD); (2) perbedaan gaya kognitif secara konseptual tempo, meliputi: gaya kognitif impulsif dan gaya kognitif; (3) perbedaan kognitif berdasarkan cara berpikir, meliputi: gaya kognitif intuitif-induktif dan logik deduktif.50 Sedangkan menurut Woolfolk Gaya kognitif dibedakan berdasarkan dua dimensi, yakni (1) perbedaan aspek psikologis, yang terdiri dari
field independence (FI) dan field dependence (FD); (2) waktu pemahaman konsep, yang terdiri dari gaya impulsif dan gaya reflektif.51 Pada penelitian ini, peneliti tertatik mengkaji gaya kognitif reflektif dan impulsif karena sudah banyak penelitian yang mengkaji gaya kognitif field independence (FI) dan field dependence (FD). Sehingga kajian tentang gaya kognitif reflektif dan impulsif perlu diperluas.
2. Gaya Kognitif Reflektif Dan Impulsif
Gaya reflektif dan impulsif menunjukkan tempo kognitif atau kecepatan berpikir. Penelitian ini difokuskan pada gaya kognitif yang dikemukakan oleh Jerome Kagan yaitu gaya kognitif reflektif-impulsif. Dimensi reflektif impulsif yang dikemukakan oleh Kagan menggambarkan kecenderungan anak yang tetap untuk menunjukkan singkat atau lamanya waktu dalam menjawab suatu masalah dengan ketidakpastian yang tinggi.52 Philip mendefinisikan siswa impulsif adalah siswa yang dengan cepat merespon situasi, namun respon pertama yang
diberikan sering salah. Sedangkan siswa reflektif
mempertimbangkan banyak alternatif sebelum merespon,
49 Ibid, hal 148.
50 Siti Rahmatina, “Tingkat Berpikir Kraetif Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif Reflektif Dan Impulsif”, Jurnal Didaktik Matematika, 1: 1, (April, 2014), 63.
51 Yuli Lestari, Skripsi: “Metakognisi Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif” (Surabaya : Universitas Negeri Surabaya. 2012), 4. 52 C. R Reynolds & Janzen, Concise Encyclopedia of Special Education Arefence for The
Education of TheHandicapped and Other Exceptional Children and Adults (Canada : Published Simultancosly, 2004), cet ke-2, 494.
(28)
19
sehingga tinggi kemungkinan bahwa respon yang diberikan adalah benar.53 Selanjutnya Readance & Bean mengatakan anak
reflektif biasanya lama dalam merespon, namun
mempertimbangkan semua pilihan yang tersedia, mempunyai konsentrasi yang tinggi saat belajar. Sedangkan anak impulsif kurang konsentrasi dalam kelas.54 Di sisi lain Rozencwajg dan Corroyer mengatakan anak yang bergaya kognitif reflektif adalah anak yang memiliki karakteristik menggunakan waktu yang lama dalam menjawab masalah, tetapi cermat/teliti sehingga jawaban yang diberikan cenderung benar. Anak yang bergaya kognitif impulsif adalah anak yang memiliki karakteristik menggunakan waktu yang singkat dalam menjawab masalah, tetapi tidak atau kurang cermat sehingga jawaban cenderung salah.55
Siswa yang memilki gaya impulsif cenderung
memberikan respon secara cepat, tetapi juga melakukan sedikit kesalahan dalam poses tersebut.56 Dia juga akan mengambil keputusan dengan cepat tanpa memikirkannya secara mendalam. Sejalan dengan itu, gaya kognitif impulsif merupakan karakteristik gaya kognitif yang dimiliki siswa dalam memecahkan masalah dengan waktu yang singkat tetapi kurang akurat sehingga jawaban cenderung salah.57
Siswa dengan gaya reflektif cenderung lebih banyak menggunakan waktu untuk merespon dan merenungkan akurasi jawaban. Siswa reflektif sangat lamban dan berhati-hati dalam
memberikan respon, tetapi cenderung memberi jawaban benar.58
Siswa yang reflektif mempertimbangkan segala alternatif sebelum mengambil keputusan dalam situasi yang tidak mempunyai penyelesaian masalah. Sejalan dengan itu, gaya kognitif reflektif merupakan karakteristik gaya kognitif yang
53 Soffil Widadah, “Profil Metakognisi Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Berdasarkan Gaya Kognitif”, Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo, 1: 1, (April, 2013), 17.
54 Siti Rahmatina, Op.Cit., hal 64. 55 Puji Rahayu Ningsih, Op.Cit., hal 123. 56
Desmita, Op. Cit., hal 147.
57Qomaroh, Skripsi: “Profil Pengajuan Masalah Matematika Siswa Ditinjau Dari Gaya Kognitif Reflektif Dan Kognitif Impulsif Kelas VII Di MTS Jabal Noer Taman Sidoarjo”, (Surabaya: IAIN, 2013), 22.
(29)
20
dimiliki siswa dalam memecahkan masalah dengan waktu yang lama tetapi akurat sehingga jawaban cenderung benar. 59 Siswa
reflektif mempertimbangkan segala altrenatif sebelum
mengambil keputusan dalam situasi yang tidak mempunyai penyelesaian yang mudah dan berpikir dengan cermat. Sedangkan siswa impulsif mengambil keputusan dengan cepat tanpa memikirkannya secara mendalam dan bekerja dengan tergesa-gesa. 60
Dibandingkan dengan siswa yang impulsif, siswa reflektif juga lebih mungkin untuk menentukan sendiri tujuan belajar dan berkonsentrasi pada informasi yang relevan. Siswa yang reflektif biasanya memiliki standar kerja yang tinggi. Sejumlah bukti menunjukkan siswa reflektif lebih efektif dan lebih baik dari siswa impulsif dalam pembelajaran disekolah.61 Karakteristik siswa reflektif lainnya, yaitu berpikir mendalam, subjek reflektif memiliki tingkat ingin tahu yang besar untuk menyelesaikan masalah berpikir kreatif, karena masalah berpikir kreatif ini membuka banyak kemungkinan jawaban yang bisa
mereka dapatkan (fluency) dan menuntut untuk dapat
memberikan bentuk atau cara baru dalam menyelesaikan
masalah.62 Hal yang demikian merupakan suatu yang menantang
bagi mereka dan menyenangkan untuk mencari tau
jawabannya.63
Seorang reflektif atau impulsif bergantung pada kecenderungan untuk merefleksi atau memikirkan alternatif kemungkinan pemecahan suatu masalah yang bertentangan dengan kecenderungan untuk mengambil keputusan dalam
menghadapi masalah-masalah yang sangat tidak pasti
jawabannya.64
Reynolds & Ewan memberikan karakteristik siswa impulsif, lebih memilih satu respon saja yang lebih cepat dalam memecahkan masalah. Kemudian Nasution menjelaskan bahwa
59 Qomaroh, Op. Cit., hal 22.
60 Nixon J. Gerung, Conceptual Learning and Learning Style, diakses dari http://journal.uniera.ac.id/pdf_repository/juniera5-Zmiv7L6ep2ZJIvSZhtg1IT0GE.pdf 61 Desmita, Op. Cit., 147.
62 Siti Rahmatina, Op. Cit., hal 67. 63 Ibid, hal 69.
(30)
21
anak yang impulsif akan mengambil keputusan dengan cepat tanpa memikirkannya secara mendalam sedangkan Kagan dan
Kogan mengemukakan bahwa gaya kognitif impulsif
menggunakan alternatif-alternatif secara singkat dan cepat untuk menyelesaikan sesuatu. Siswa impulsif biasanya alternatif yang sudah biasa digunakan dan lebih memilih cara yang lebih mudah dan singkat dalam menyelesaikan masalah.65 Karakteristik siswa impulsif lainnya, yaitu ciri impulsif yaitu tidak berpikir mendalam, subjek impulsif memiliki tingkat ingin tahu yang biasa saja untuk menyelesaikan masalah berpikir kreatif, masalah yang sulit tidak menjadi tantangan bagi mereka dan lebih memilih untuk meninggalkannya. Mereka memberikan jawaban yang sederhana dan seminimal mungkin sesuai dengan permintaan soal.66
C. Materi Bangun Ruang Sisi Datar
Materi bangun ruang sisi datar yang diajarkan di SMP meliputi kubus, balok, prisma, dan limas. Pada penelitian ini materi bangun ruang sisi datar yang digunakan adalah balok untuk pokok bahasan luas permukaan. Berikut akan dipaparkan materi mengenai balok:
1. Balok
Balok adalah bangun ruang yang mempunyai 6 sisi (bidang) berbentuk persegi panjang yang tiap pasangnya kongruen.67 Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa sifat-sifat dari balok adalah sebagai berikut:
a. Memiliki 8 titik sudut, yaitu A, B, C, D, E, F, G, dan H.68
b. Bidang-bidang pada balok yang saling berhadapan,
kongruen, dan sejajar. Ada 3 pasang bidang-bidang yang saling berhadapan, yaitu (1) Bidang ABCD berhadapan dengan bidang EFGH; (2) Bidang BCGF berhadapan dengan bidang ADHE; dan (3) Bidang ABFE berhadapan dengan bidang DCGH.
65
Siti Rahmatina, Op.Cit., hal 68. 66 Ibid, hal 69.
67 Dewi Nuharini, Matematika Konsep dan Aplikasinya (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 207.
(31)
22
c. Rusuk-rusuk yang sejajar sama panjang. Ada 3 kelompok rusuk-rusuk yang saling sejajar, yaitu: (1)
sehingga ; (2)
sehingga B ; dan (3)
sehingga . 69
d.
e.
dengan luas balok, volume balok, panjang balok, lebar balok, dan tinggi balok Pada penelitian ini soal yang digunakan adalah soal non rutin mengenai luas permukaan balok dimana dalam penyelesaianya tidak dapat dijawab dengan prosedur yang telah ada sehingga siswa tidak segera dapat menemukan cara menyelesaikan soal tersebut.
(32)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan gambaran yang jelas dan terperinci mengenai kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dibedakan dari gaya kognitif reflektif dan impulsif pada materi bangun ruang sisi datar.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 11 dan 12 Juni 2015, semester genap tahun ajaran 2014/2015 dan bertempat di MTs Darul Ulum Sidoarjo.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-E, VIII-G, dan VIII-H MTs Darul Ulum Sidoarjo. Pemilihan subjek penelitian diambil dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan matematika yang sama berdasarkan nilai ulangan harian siswa pada materi bangun ruang sisi datar dan menggunakan instrumen tes gaya kognitif MFFT (Matching Familiar Figure Test) milik Jerome Kagan yang dirancang dan diadopsi oleh Warli yang sudah divalidasi oleh psikolog, yaitu Roni Masaputra, M.Si, Psikologi (Psikolog Plus). MFFT merupakan instrumen yang secara luas banyak digunakan untuk mengukur kecepatan kognitif yang terdiri dari 13 soal. Pada MFFT, siswa ditunjukkan sebuah gambar standar dan beberapa gambar variasi yang serupa dimana hanya salah satu dari gambar variasi tersebut sama dengan gambar standar. Kemudian siswa diminta memilih salah satu gambar dari gambar variasi tersebut yang sama dengan gambar standar. Gambar yang sama dengan yang asli standart inilah yang bernilai benar dan harus dicari siswa. 1
Adapun teknik pengerjaan MFFT, yaitu dengan meminta satu persatu siswa mengerjakan MFFT dihadapan peneliti kemudian peneliti mencatat waktu pengerjaan tiap siswa, begitu seterusnya
1Qomaroh, Skripsi: “Profil Pengajuan Masalah Matematika Siswa Ditinjau Dari Gaya Kognitif Reflektif Dan Kognitif Impulsif Kelas VII Di MTS Jabal Noer Taman Sidoarjo”, (Surabaya: IAIN, 2013), 24.
(33)
24
sampai seluruh siswa dalam kelas VIII-E, VIII-G, dan VIII-H telah mengerjakan MFFT.
Pengelompokan gaya kognitif reflektif dan impulsif tersebut mengacu pada skala penilaian yang ditetapkan sebagai berikut: (1) Siswa reflektif diambil dari kelompok siswa yang menggunakan waktu menit, dan banyaknya soal MFFT jawaban benar
soal; (2) Siswa impulsif diambil dari kelompok siswa yang
menggunakan waktu menit, dan banyaknya soal
jawaban salah soal.2 Sehingga akan diperoleh kelompok siswa dengan gaya kognitif reflektif dan siswa dengan gaya kognitif impulsif yang tercantum pada lampiran B.
Kemudian dari hasil ulangan harian siswa pada materi bangun ruang sisi datar dan tes gaya kognitif MFFT serta bantuan guru matematika peneliti memilih delapan siswa yang dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu empat siswa dengan gaya kognitif reflektif dan empat dengan gaya kognitif impulsif siswa. Sehingga diperoleh subjek penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.1 Daftar Subjek Penelitian
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lembar Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
2 Siti Rahmatina, “Tingkat Berpikir Kraetif Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif Reflektif Dan Impulsif”, Jurnal Didaktik Matematika, 1: 1, (April, 2014), 65.
No Inisial Subjek Kode Kelompok
Gaya Kognitif UH
1. Anisa Luru Anggraini S1 Reflektif 75
2. Anita Firdaus S2 Reflektif 79
3. Abdul Azis Muslim S3 Reflektif 78
4. Pudjo Permana Putra S4 Reflektif 78
5. Yessyka Novianty S5 Impulsif 74
6. Sasha Maulidia S6 Impulsif 75
7. SilvannyPutri Amaliyah S7 Impulsif 76
(34)
25
Tes kemampuan berpikir tingkat tinggi terdiri dari dua soal uraian. Soal tes dilakukan bertujuan untuk mengetahui jawaban siswa secara tertulis. Untuk menghasilkan soal yang valid, peneliti melakukan prosedur sebagai berikut:
a. Menyusun kisi-kisi soal tes kemampuan berpikir tingkat tinggi pada materi bangun ruang sisi datar untuk mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
b. Sebelum soal tes kemampuan berpikir tingkat tinggi
digunakan untuk mengumpulkan data, terlebih dahulu digunakan validasi. Validasi itu meliputi aspek-aspek berikut: 1) Aspek isi, yaitu apakah isi sesuai dengan indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi pada materi bangun datar.
2) Aspek bahasa, yaitu apakah bahasa yang digunakan dalam
soal menggunakan kaidah bahasa Indonesia, tidak menimbulkan makna ganda dan bisa dipahami oleh siswa. 3) Aspek waktu, yaitu apakah waktu yang disediakan cukup
untuk menjawab soal yang diberikan.
Validator dalam penelitian ini terdiri dari dua dosen pendidikan matematika UIN Sunan Ampel Surabaya. Adapun nama-nama validator dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2
Daftar Validator Instrumen Penelitian
No Nama Validator Jabatan
1 Ahmad Hanif Asyhar,
M.Si
Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya
2 Imam Rofiki, M.Pd
Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya
2. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan untuk memperoleh data kualitatif tentang berpikir tingkat tinggi siswa berdasarkan indikator-indikator yang telah dibuat. Kalimat pertanyaan wawancara yang diajukan disesuaikan dengan kondisi siswa. Peneliti juga menanyakan beberapa pertanyaan untuk indikator
(35)
26
yang tidak bisa dilihat dari soal seperti indikator reason dan
clarity. Sehingga dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara semi terstruktur.
E. Teknik Pengumpulan data
Untuk mendapatkan data tentang kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dibedakan dari gaya kognitif reflektif dan impulsif pada materi bangun ruang sisi datar digunakan teknik berikut.
1. Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Tes kemampuan berpikir tingkat tinggi bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dibedakan dari gaya kognitif reflektif dan impulsif pada materi bangun ruang sisi datar yang terdiri dari dua soal uraian.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan tidak hanya untuk memverifikasi data hasil tes kemampuan berpikir tingkat tinggi, tetapi juga untuk mendapatkan informasi baru yang mungkin tidak diperoleh disaat tes kemampuan berpikir tingkat tinggi, karena tidak semua yang dipikirkan siswa mampu dituliskan. Hal ini mungkin bisa terungkap saat wawancara.
Dalam penelitian ini, triangulasi yang dipakai adalah triangulasi sumber. Triangulasi sumber digunakan untuk menguji kredibilitas
data yang diperoleh dari beberapa sumber.3 Data kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa dengan gaya kognitif reflektif dibandingkan satu sama lain. Begitu juga dengan siswa dengan gaya kognitif impulsif. Data ke empat siswa dari masing-masing gaya kognitif tersebut, tidak bisa dirata-ratakan seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana spesifik dari ke empat sumber data tersebut.4
Selanjutnya data valid tersebut dianalisis untuk
mendeskripsikan profil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dibedakan dari gaya kognitif reflektif dan impulsif pada materi bangun ruang sisi datar. Berikut disajikan jadwal pelaksanaaan penelitian dalam tabel.
3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2012), 274.
(36)
27
Tabel 3.3
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dari hasil tes kemampuan berpikir tingkat tinggi serta wawancara berupa data kualitatif yang sudah diperiksa keabsahannya dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Reduksi Data
Setelah membaca, mempelajari, dan menelaah data yang diperoleh dari hasil tes dan wawancara, maka dilakukan reduksi data. Reduksi data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu bentuk analisis yang mengacu pada proses menajamkan, menggolongkan informasi dan membuang yang tidak perlu serta mengorganisasikan data mentah yang diperoleh dari lapangan tentang profil kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Hasil wawancara dituangkan secara tertulis dengan cara sebagai berikut.
1) Memutar hasil rekaman wawancara dari alat perekam
beberapa kali agar dapat menuliskan dengan tepat apa yang diucapkan subjek.
2) Mentranskrip hasil wawancara dengan subjek wawancara
yang telah diberi kode yang berbeda tiap subjeknya. Adapun cara pengkodean dalam tes hasil wawancara telah peneliti susun sebagai berikut :
Keterangan:
P : Peneliti
No Hari/ Tanggal Waktu
(WIB) Kegiatan
1 Rabu/
13 Mei 2015
10.15-14.35 Matching Familiar
Figure Test ( MFFT) kelas VIII-E, VIII-G, VIII-H
2 Kamis/
11 Juni 2015
09.00-10.00 Tes kemampuan
berpikir tingkat
tinggi 3. Jum’at/ 12 Juni
2015
(37)
28
S : Siswa P/Sa.b.c :
a : Subjek ke-n b : Soal tes ke-n
c : Pertanyaan wawancara ke-n
3) Memeriksa kembali hasil transkip tersebut dengan
mendengarkan kembali ucapan-ucapan saat wawancara berlangsung, untuk mengurangi kesalahan penulisan pada hasil transkip.
b. Penyajian Data
Pada tahap ini, peneliti menyajikan data yang merupakan hasil reduksi data. Data yang disajikan adalah data berupa hasil pekerjaan siswa pada tes uraian dan transkip wawancara kemudian dianalisis. Analisis data mengenai kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dibedakan dari gaya kognitif reflektif dan impulsif pada materi bangun ruang sisi datar dengan beberapa indikator yang sudah tercantum pada BAB II.
c. Menarik Kesimpulan
Setelah data disajikan, maka tahap selanjutnya adalah penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan pada penelitian ini mengacu pada setiap indikator pencapaian kemampuan berpikir tingkat tinggi dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 3.4 Rubrik Penilaian Komponen Berpikir Tingkat Tinggi Indikator Berpikir Tingkat Tinggi Skor
0 1 2 3
Berpikir Kritis
Focus Tidak dapat menyebu tkan keduanya Menyebu tkan unsur yang diketahui atau ditanyak an dengan benar Menyebu tkan keduanya dengan benar dan kurang lengkap Menyebu tkan keduanya dengan benar dan lengkap
(38)
29
Reason Tidak dapat memberi kan argumen Memberi kan minimal 1 argumen yang logis Memberi kan minimal 3 argumen yang logis Memberi kan semua argumen yang logis
Inference Tidak dapat menarik kesimpul
an dan
memberi kan argumen yang menduku ng kesimpul an yang dibuat
Menarik kesimpul an yang salah dan memberi kan argumen tidak logis yang menduku ng kesimpul an yang dibuat
Menarik kesimpul an yang benar namun hanya suatu kebetula n karena salah dalam langkah penyeles aiannya dan memberi kan argumen logis yang menduku ng kesimpul an yang dibuat
Menarik kesimpul an yang benar dan argumen logis yang menduku ng kesimpul an yang dibuat
Situation Tidak dapat menggun akan informasi yang sesuai Menggun akan sebagian informasi yang sesuai dengan Menggun akan sebagian informasi yang sesuai dengan Menggun akan semua informasi yang sesuai dengan
(39)
30 dengan permasal ahan permasal ahan namun salah permasal ahan dengan benar permasal ahan dengan benar
Clarity Tidak dapat memberi kan penjelasa
n lebih
lanjut mengena i kesimpul an yang dibuat
Memberi kan penjelasa
n lebih
lanjut mengena i kesimpul an yang dibuat namun salah Memberi kan penjelasa
n lebih
lanjut mengena i kesimpul an yang dibuat dengan benar dan kurang tepat Memberi kan penjelasa
n lebih
lanjut mengena i kesimpul an yang dibuat dengan benar dan tepat
Overview Tidak mengece k kembali jawaban Mengece k kembali jawaban namun tidak segera menggan ti jawaban yang salah Mengece k kembali jawaban dan segera menggan ti jawaban yang salah Mengece k kembali jawaban dengan benar dan tepat Berpikir Kreatif
Fluency Tidak dapat membuat banyak jawaban Membuat banyak jawaban namun salah konsep Membuat banyak jawaban namun salah dalam langkah penyeles Membuat banyak jawaban dengan benar dan lengkap
(40)
31
aiannya
Flexibility Tidak dapat membuat cara berbeda Membuat cara berbeda namun salah Membuat satu cara berbeda dengan benar dan lengkap Membuat
2 cara
berbeda dengan benar dan lengkap
Originality Tidak dapat melakuk an kebaruan Melakuk an kebaruan namun salah Melakuk an kebaruan dengan benar dan tidak lengkap Melakuk an kebaruan dengan benar dan lengkap
Keterangan : Skor 0 = kurang
Skor 1 = cukup Skor 2 = baik Skor 3 = sangat baik
Untuk menunjukkan kategori kemampuan berpikir tingkat tinggi dari setiap kelompok gaya kognitif pada setiap indikator, maka peneliti membuat penarikan kesimpulan sebagai berikut:
Tabel 3.5
Kriteria Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi per Indikator
Skor Kategori
Kurang
Cukup
Baik
Sangat baik
Keterangan: skor total siswa
Kemudian untuk menunjukkan kategori kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa peneliti menjelaskan penarikan kesimpulan sebagai berikut:
(41)
32
Tabel 3.6
Kriteria Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Skor Kategori
Kurang
Cukup
Baik
Sangat baik
Keterangan: skor total siswa
G. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Kegiatan dalam tahap persiapan meliputi:
a. Meminta izin untuk melakukan penelitian di MTs Darul Ulum
Sidoarjo.
b. Membuat kesepakatan dengan guru bidang studi matematika MTs Darul Ulum Sidoarjo mengenai kelas, subjek yang akan diteliti, dan waktu yang akan digunakan untuk penelitian. Penelitian dilaksanakan 2 hari, dengan keterangan hari pertama untuk pelaksanaan tes kemampuan berpikir tingkat tinggi dan hari kedua untuk wawancara.
c. Penyusunan instrumen penelitian meliputi tes kemampuan
berpikir tingkat tinggi dan alternatif penyelesaiannya dan pedoman wawancara untuk hari kedua.
d. Validasi instrumen tes kemampuan berpikir tingkat tinggi oleh dosen matematika UINSA Surabaya.
2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan dalam tahap pelaksanaan meliputi:
a. Pemberian MFFT (Matching Familiar Figures Test)
Pemberian tes dilakukan sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Selama proses pengerjaan tes oleh subjek, peneliti bertindak sebagai pengawas.
b. Pemilihan Subjek
Memilih 8 subjek penelitian berdasarkan kelompok gaya kognitif reflektif dan impulsif. Masing-masing 4 siswa bergaya kognitif reflektif dan impulsif.
(42)
33
Pemberian tes dilakukan sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Selama proses pengerjaan tes oleh subjek, peneliti bertindak sebagai pengawas.
d. Melakukan Wawancara
Selama wawancara, peneliti menelusuri langkah-langkah siswa dalam menyelesaikan masalah bangun ruang sisi datar. Peneliti menggunakan alat perekam untuk menyimpan data hasil wawancara.
e. Tahap Analisis Data
Pada tahap ini, peneliti menganalisis data setelah data terkumpul dengan menggunakan analisis deskriptif secara kualitatif. Analisis data meliputi analisis hasil tes kemampuan berpikir tingkat tinggi dan analisis data wawancara.
f. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian
Pada tahap ini, peneliti menyusun laporan akhir penelitian berdasarkan data dan analisis data. Hasil yang diharapkan adalah memperoleh profil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dibedakan dari gaya kognitif reflektif dan impulsif pada materi bangun ruang sisi datar.
(43)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Pada Bab ini, akan dideskripsikan dan dianalisis data kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dibedakan dari gaya kognitif reflektif dan impulsif pada materi bangun ruang sisi datar. Data dalam penelitian ini berupa pengerjaan tertulis dan hasil wawancara terhadap 8 subjek dari 2 kelompok, yaitu 4 subjek dengan gaya kognitif reflektif (subjek S1, S2, S3, dan S4) dan 4 subjek dengan gaya kognitif impulsif
(subjek S5, S6, S7, dan S8). Untuk memperoleh data dalam penelitian ini
digunakan tes berpikir tingkat tinggi sebagai berikut:
A. Paparan Data dan Analisis Data Hasil Penelitian
1. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa dengan Gaya
Kognitif Reflektif pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar Pada bagian ini, akan dipaparkan dan dianalisis kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dengan gaya kognitif reflektif, yaitu subjek S1, subjek S2, subjek S3, dan subjek S4
pada materi bangun ruang sisi datar.
a. Subjek S1
TES BERPIKIR TINGKAT TINGGI
1. Nia membeli jam tangan di toko Pelangi. Jam tangan tersebut akan diberikan kepada ibunya yang sedang berulang tahun. Agar tampak menarik jam tangan tersebut dikemas dalam sebuah kotak kado berbentuk balok dengan ukuran panjang
, lebar , dan tingginya . Nia memiliki 2 kertas
kado masing-masing berukuran dan
. Kertas kado mana yang akan dipakai Nia
untuk membungkus kotak kado?
2. Adit akan memasang wallpaper pada seluruh dinding bagian kamarnya. Kamar Adit berbentuk balok. Kamar Adit mempunyai panjang kali lebarnya dan tinggi meter. a. Tentukan kemungkinan luas wallpaper yang diperlukan
Adit ? Tunjukkan minimal 2 jawaban yang berbeda dari permasalahan tersebut!
b. Adakah cara lain untuk mendapatkan jawaban di atas? Jelaskan caramu!
(44)
35
1) Soal Nomor 1
Berikut jawaban tertulis subjek S1:
Gambar 4.1
Jawaban tertulis subjek S1
P1.1.1 : Apa yang diketahui?
S1.1.1 : Yang diketahui ukuran balok dan ukuran kedua kertas kado.
P1.1.2 : Apa yang ditanyakan?
S1.1.2 : Memakai kertas kado yang mana.
Pada Gambar 4.1 subjek S1 tidak menuliskan
unsur yang diketahui dan ditanyakan. Jawaban subjek S1
tersebut kurang sesuai dengan pendapat Rozencwajg dan Corroyer yang menyatakan bahwa siswa reflektif cermat atau teliti dalam menjawab masalah. Namun berdasarkan hasil wawancara pada petikan S1.1.1 terlihat bahwa subjek
S1 dapat menyebutkan unsur yang diketahui dengan benar,
yaitu ukuran balok dan ukuran kedua kertas kado dan menyebutkan unsur yang ditanyakan dengan benar, yaitu memakai kertas kado yang mana seperti pada petikan S1.1.2.
(45)
36
yang menyatakan bahwa siswa reflektif banyak
menggunakan waktu untuk merespon dan merenungkan akurasi jawaban.
Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa subjek S1 pada indikator focus dapat
menyebutkan unsur yang diketahui dan ditanyakan dengan benar dan lengkap meskipun pada Gambar 4.1 subjek S1
tidak menuliskan unsur yang diketahui dan ditanyakan. Dalam hal ini subjek S1 dapat menyebutkan unsur yang
diketahui dan ditanyakan dengan benar dan lengkap.
Sehingga berdasarkan rubrik penilaian, subjek S1
mendapatkan skor 3 yang berarti sangat baik. Jika dikaitkan dengan karakteristik siswa reflektif, maka karakteristik subjek S1 pada indikator focus adalah kurang
teliti, dan banyak menggunakan waktu untuk merespon dan merenungkan akurasi jawaban.
Berikut keterangan lanjutan subjek S1: P1.1.3 : Mengapa itu yang diketahui? S1.1.3 : Nggak tau.
P1.1.4 : Mengapa itu yang ditanyakan?
S1.1.4 : Ya karna ingin tahu kertas kado mana yang dipakai.
Petikan S1.1.3 menunjukkan bahwa subjek S1 tidak
memberikan argumen mengapa unsur tersebut yang diketahui dan memberikan argumen yang logis mengapa unsur tersebut yang ditanyakan, yaitu karena ingin tahu kertas kado mana yang dipakai seperti terlihat pada petikan S1.1.4. Penyataan subjek S1 sesuai dengan pendapat
Desmita yang menyatakan siswa reflektif sangat lamban dan berhati-hati dalam memberikan respon, tetapi cenderung memberi jawaban benar.
Kemudian pada Gambar 4.1 subjek S1
menentukan luas kotak kado dengan menggunakan konsep luas permukaan balok, yaitu . Berikut keterangan lanjutan subjek S1:
P1.1.5 : Mengapa kamu menggunakan konsep/rumus luas permukaan balok?
(1)
194
bangun ruang sisi datar. Subjek penelitian juga tidak hanya terbatas pada kelas VIII SMP saja.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Thomas Wibowo. 2009. “Isu Mutakhir: Sekolah Dirancang
Menghasilkan Siswa Yang Gagal”. Jurnal Pendidikan
Penabur. Vol.13 No.8. Desember 2009. 100.
Ardana, I Made. Pengembangan pembelajaran Bilangan Bulat
Berorientasi pada Kecenderungan KognitifSecara Psikologis
Sebagai Upaya Peningkatan Konsep Diri akademis
Matematika Siswa Sekolah Dasar laboratorium IKIP Negeri
Singaraja. Makalah S3. Surabaya: pascasarjana UNESA,
2002.
Azhari. 2013. “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik
Siswa Melalui Pendekatan Konstruktivisme Di Kelas VII
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Banyuasin III”.
Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 7 No. 2. 2013. 4.
Cholidah, Diana Tri., Tesis: “Profil Berpikir Siswa SMP Dalam
Memecahkan Masalah Aljabar Ditinjau dari Gaya Belajar”.
Surabaya: UNESA, 2014.
Coop, R.H & Kinnard White. Psychological Concepts in The
Classroom. New York: harper & Row Publisher, 1974.
Daraini, Rini. 2012. “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Multimedia Dan
Gaya Kognitif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa SMP Negeri Lubuk Pakam”. Jurnal
Teknologi Pendidikan. Vol.5 No. 2. October 2012. 4.
Depdiknas. Permendiknas nomor 22 tahun 2006 Tentang Standart Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosda,
(3)
196
Kemampuan Pemmecahan Masalah Matematis Siswa SMP., accessed on March 30, 2015; Repository.upi.edu; Internet.
Gerung, Nixon J. Conceptual Learning and Learning Style, accessed on
March 30, 2015;
http://journal.uniera.ac.id/pdf_repository/juniera5-Zmiv7L6ep2ZJIvSZhtg1IT0GE.pdf
Gunawan, Adi W. Genius Learning Strategy. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006, cet ke-3.
Heong, Yee Mei. 2011. “The Level of Marzano Higher Order Thinking
Skills Among Technical Education Students”. International
Journal of Social and Humanity. Vol.1 No.2. Juli 2011.
121-125.
Istiyono, Edi. 2014. “Pengembangan Tes Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi Fisika (PysTHOTS) Peserta Didik SMA”, Jurnal
Penelitian Dan Pendidikan Evaluasi Jurnal Penelitian Dan
Evaluasi Pendidikan. Vol.18 No.1. Desember 2014. 3.
Jazuli, Mokhamad., Skripsi: “Profil Pemecahan Masalah Matematika
Kontekstual Siswa SMP Ditinjau Dari Gaya Kognitif
Reflektif”. Surabaya: UNESA, 2014.
Johnson, Elaine B. Contextual Teaching & Learning. Bandung: Mizan Learning Center, 2007. cet ke-3.
Lestari, Yuli., Skripsi: “Metakognisi Siswa dalam Memecahkan
Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif”. Surabaya
: Universitas Negeri Surabaya. 2012.
Lewy. 2009. “Pengembangan Soal Untuk Mengukur Kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi Pokok Bahasan Barisan Dan Deret Bilangan Di Kelas IX Akselerasi SMP Xaverius Maria
Palembang”. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol.3 No.2.
(4)
197
Masykur- Abdul Halim Fathani. Multiple Intellegence: Cara Cerdas
Melatih Otak Dan Menanggulangi Kesulitan Belajar.
Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2007.
Nalurita, Ika Vactoria., Skripsi: “Profil Kemampuan Siswa SMP dalam
Menyelesaikan Soal HOT (Higher Order Thinking) Pada Materi Lingkaran Ditinjau dari Kemampuan Matematika
Siswa”. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2013.
Nasution. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bandung: Bumi Aksara. 2005.
Ningsih, Puji Rahayu. “Profil Berpikir Kritis Siswa SMP Dalam
Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif”. Gramatika, Vol, 2 No. 2, Mei 2011. 122.
Noer, Sri Hastuti,“Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Yogyakarta, 2005.
Nofiana, Mufida. Jurnal Inkuiri: “Pengembangan Instrumen Evaluasi
Two-Tier Multiple Choice Question untuk Mengukur
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Pada Materi Kingdom
Plantae”., accessed on March 30, 2015;
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains; Internet.
Nuharini, Dewi. Matematika Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
Prasojo, Bayu Hari., Tesis: “Profil Berpikir Kritis Siswa SMP Dalam Memecahkan Masalah Peluang Ditinjau Dari Kemampuan
Matematika”. Surabaya: UNESA, 2014.
Prianggono, Agus. Artikel “Analisis Proses Berpikir Kreatif Siswa Sekolah Menengah Kejururuan (SMK) Dalam Pemecahan Dan Pengajuan Masalah Matematika Pada Materi Persamaan
(5)
198
jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/s2math/article/view/3489; Internet
Qomaroh., Skripsi: “Profil Pengajuan Masalah Matematika Siswa
Ditinjau Dari Gaya Kognitif Reflektif Dan Kognitif Impulsif
Kelas VII Di MTS Jabal Noer Taman Sidoarjo”. Surabaya:
IAIN, 2013.
Rahmatina, Siti. 2014. “Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam
Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Gaya
Kognitif Reflektif dan Impulsif”. Jurnal Didaktik
Matematika. Vol.1 No.1. April 2014. 63-65.
Reynolds, C. R & Janzen. Concise Encyclopedia of Special Education
Arefence for The Education of The Handicapped and Other
Exceptional Children and Adults. Canada : Published
Simultancosly, 2004. cet ke-2.
Robert L,Solso. Cognitive Psychology. MA: Allyn and Bacon, 1995.
Rofiah, Emi. 2013. “Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi Fisika Pada Siswa SMP”. Jurnal Pendidikan
Fisika. Vol.1 No.2. September 2013. 17.
Setiawan, T. 2012. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Matematika Dengan Pendekatan Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Higher Order Thinking”. Unnes Journal of Research Mathematics Education, Vol.1 No.1, September 2012. 73-78.
Sudia, Muhammad. 2014. “Profil Metakognisi Siswa SMP Dalam
Menyelesaikan Masalah Terbuka”, Jurnal Ilmu Pendidikan.
Vol.20 No.1. Juny 2014. 87.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2012.
(6)
199
Supardi. “Peran Berpikir Kreatif Dalam Proses Pembelajaran
Matematika”. Jurnal Formatif. Vol. 2 No. 3. Desember 2012.
255.
Susilo, Tatag Yuli Eko. “Implementasi Teori Tentang Tingkat Berpikir Kreatif Dalam Matematika”. Seminar Konferensi Nasional
Matematika XIII dan Konggres Himpunan Matematika Indonesia di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang. Semarang. 2006.
Tim Kreatif. Zamrud SMP/ MTs. Surakarta: Putra Nugraha.
Thompson, Tony. 2008. “Mathematics Teachers’ Interpretation Of
Higher-Order Thinking In Bloom’s Taxonomy”. International
Electronic Journal of Mathematics Education. Vol. 3 No. 2,
July 2008. 97-98.
Uno, Hamzah. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara, 2006.
Widadah, Soffil. “Profil Metakognisi Siswa Dalam Menyelesaikan Soal
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Berdasarkan Gaya
Kognitif”. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI
Sidoarjo. Vol 1 No. 1. April 2013. 17.