Peran Polri Dalam Penyidikan Tindak Pidana yang Terkait Dengan Multi Level Marketing
BAB II
PENENTUAN KEJAHATAN PRAKTEK BISNIS BERKEDOK MULTI LEVEL
MARKETING (MLM) DALAM KEGIATAN PENYELENGGARAAN
PENJUALAN LANGSUNG DI INDONESIA
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau
jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. 58 Secara historis
kata bisnis dari bahasa Inggris “business”, dari kata dasar “busy” yang berarti “sibuk”
dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk
mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak
swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran
para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan
sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua
bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan
sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah,
masyarakat umum, atau serikat pekerja.
58
Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert, Bisnis, Edisi ke-VIII, Jilid 1, (Jakarta : Erlangga,
2006), hal. 4, mengatakan bahwa : “Semua organisasi itu disebut bisnis (perusahaan) – organisasi yang
menyediakan barang atau jasa untuk dijual dengan maksud untuk mendapatkan laba. Tentu saja,
prospek mendapatkan laba – selisih antara penerimaan dengan biaya-biaya bisnis – merupakan
pendorong orang-orang untuk memulai dan mengembangkan bisnis. Laba merupakan imbalan yang
didapat pemilik bisnis dari risiko yang diambil sewaktu menginvestasikan uang dan waktu mereka.
Hak untuk mengejar laba membedakan bisnis dari organisasi-organisasi lain seperti universitas, rumah
sakit, dan lembaga pemerintah, yang beroperasi dengan cara yang sama tetapi umumnya tidak
mengejar laba”.
Universitas Sumatera Utara
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok
orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis”
sendiri
memiliki
tiga
penggunaan,
tergantung
ruang
lingkupnya
–
penggunaansingular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu : kesatuan
yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan.
Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya
“bisnis pertelevisian”. Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas
yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian,
definisi “bisnis” yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.
Bisnis untuk mendapatkan keuntungan harus terlebih dahulu menjalankan
penjualan. Cara-cara orang atau perusahaan melakukan penjualan bermacam-macam,
yaitu : penjualan langsung dan penjualan tidak langsung. MLM misalnya
menggunakan cara penjualan langsung. Keunggulan bisnis dengan cara MLM adalah
cepat mendapatkan pembeli, namun dalam hal ini sering disalahgunakan kebanyakan
MLM hanya kedok belaka dan pada intinya pebisnis memainkan skema piramida
untuk meraup keuntungan sesaat.
A.
Praktek Bisnis Berkedok Multi Level Marketing (MLM)
1.
Skema Piramid
Skema Piramid (Pyramid Scheme) jika ditinjau dari segi kata terdiri dari kata
“skema” dan “piramid”. Skema merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa
Inggris, yaitu “schema” yang berarti bagan, rancangan atau rangka-rangka. Perluasan
makna skema dijelaskan dalam kamus A Dictionary of Reading yaitu suatu rencana
Universitas Sumatera Utara
terstruktur atau sistem yang konseptual untuk memahami sesuatu. 59 Sedangkan kata
piramid berasal dari nama bangunan makam raja-raja mesir kuno (fir’aun) yang
berbentuk limas atau menyerupai bentuk segitiga sama kaki. Skema Piramid dalam
konteks ini dikaitkan dengan praktek bisnis ilegal, yang berarti metode bisnis ilegal
terstruktur, dimana melibatkan sejumlah orang dan menempatkannya sedemikian
rupa sehingga mirip dengan bentuk piramid. Tujuan penggunaan skema ini adalah
untuk mendapat kekayaan atau keuntungan yang besar dalam waktu singkat dengan
cara-cara yang melanggar hukum.
Skema Piramid menurut World Federation of Direct Selling Association
(WFDSA) menyatakan bahwa 60 :
“Pyramid selling is a fraud. It is a mechanism by which promoters of socalled ‘investment’ or ‘trading’ schemes enrich themselves in a geometric
progression through the payments made by recruits so such schemes. Related
deceitful schemes have been described in various international jurisdictions
as chain letters, chain selling, money games, referral selling, and investment
lotteries”.
Artinya, metode penjualan piramid adalah sebuah bentuk penipuan yang
dilakukan promotor dalam kegiatan yang disebut ‘investasi’ atau ‘perdagangan
(bisnis)’ dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri. Kekayaan tersebut diperoleh
59
A Dictionary of Reading (1981) sebagaimana dikutip Lilis Siti Sulistyaningsih, “Teori
Skema”, Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Bahasa Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia,
tanpa tahun., hal. 2, yang menyatakan bahwa : “Dalam kamus A Dictionary of Reading (1981)
dijelaskan tentang makna skema sebagai berikut : 1) Skema adalah suatu pemberian yang
digeneralisasikan, suatu rencana atau struktur, seperti yang digunakan dalam kalimat “Skema proses
membaca setiap orang boleh dikatakan tidak pernah sama”; 2) Skema adalah suatu sistem yang
konseptual yang perlu untuk memahami sesuatu, contoh, skema tentang kebudayaan yang dimiliki oleh
si A dapat menolong pemahamannya dalam bidang bahasa; 3) Skema adalah suatu cerita yang
melahirkan kenyataan yang disimpan dalam pikiran, tetapi tidak ditransformasikan lewat pikiran
(piaget)”.
60
Website
Resmi
World
Federation
of
Direct
Selling
Association,
www.wfdsa.org/legal_reg/., diakses pada 28 April 2014.
Universitas Sumatera Utara
dari pembayaran dana oleh barisan orang yang dibentuk melalui sistem rekruitmen,
dan menempatkannya sedemikian rupa hingga membentuk sebuah piramid. Skema
Piramid dalam berbagai yurisdiksi international dikenal dalam praktik surat berantai,
penjualan berantai, permainan uang, penjualan bujukan dan investasi perjudian.
Menurut Andrias Harefa, Skema Piramid merupakan sistem bisnis ilegal,
dimana keuntungan yang diperoleh sejumlah orang yang berada pada posisi atas
piramid (anggota lama) dibayarkan dari dana sejumlah orang yang berada pada posisi
bawah piramid (anggota baru). 61 Oleh karena itu, Skema Piramid diartikan pula
sebagai sistem investasi palsu yang membayar peserta lama dari uang peserta baru
yang direkrutnya, bukan dari laba yang riil. Skema ini ditakdirkan untuk runtuh,
sebab pendapatan jika, ada akan kurang untuk pembayaran para peserta. Keilegalan
Skema Piramid terletak pada timbulnya kerugian nasabah pada level terbawah atas
hilangnya sejumlah uang yang diinvestasikan ke dalam bisnis tersebut.
Skema Piramid berasal dari Skema Ponzi yang dimodifikasi. Kedua skema
apabila digunakan akan mirip bentuk piramid, karena keuntungan yang dijanjikan
pada para peserta diperoleh dari sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta baru.
Posisi peserta baru yang jumlahnya lebih banyak ditempatkan di bagian bawah
piramid, sebaliknya posisi peserta lama yang jumlahnya lebih sedikit ditempatkan di
bagian atas piramid, sedangkan promotor atau founder (pendiri) dari skema ini berada
pada posisi paling atas (puncak) piramid. Setiap dana yang ditempatkan dalam skema
akan disisihkan lebih banyak untuk promotor dan sisanya untuk diputar pada peserta
yang berada di bawahnya.
61
Andrias Harefa, Menapaki Jalan DS-MLM, (Yogyakarta : Gradien Books, 2007), hal. 84.
Universitas Sumatera Utara
Skema Piramid meskipun terkait erat dengan Skema Ponzi, keduanya masih
dapat dibedakan. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Debra A. Valentine, bahwa :
“A Ponzi Scheme is closely related to a Pyramid because it revolves around
continuous recruiting, but in a Ponzi scheme the promoter generally has no
product to sell and pays no commission to investors who recruit new
members. Instead, the promoter collects payments from a stream of people,
promising them all the same high rate of return on a short-term investment”. 62
Dalam artian bebas, sebagai berikut : Skema Ponzi sebenarnya berbentuk
piramida, tetapi juga mempunyai beberapa perbedaan penting dengan skema
piramida. Persyaratan Skema Ponzi adalah dengan promosi akan adanya awal, atau
seolah-olah ada, suatu peluang investasi yang riil. Seringkali hal ini melibatkan
pembangunan sumber daya yang bernilai tinggi seperti minyak bumi, gas alam,
mineral, pertambangan, real estate, dan sebagainya, dan apa yang dipromosikan
sering memang benar-benar ada. Sang promotor memiliki sebuah pertambangan, atau
mempunyai investasi di bidang properti, namun, jika sumber daya itu memang betul
ada, si promotor telah melipatgandakan nilainya (overvalued), di sisi lain, aset dan
sumber daya yang menjadi dasar peluang investasi sesungguhnya hanya khayalan
semata si promotor. Skenario berikutnya, promotor mencoba meyakinkan investor
bahwa aset tersebut dapat lebih dikembangkan dengan tambahan modal, dan si
promotor akan berbagai keuntungan dengan investor. Hal ini memberikan gambaran
bahwa dividen tersebut merupakan keuntungan yang diperoleh dari suksesnya
pengembangan investasi yang dilakukan, padahal yang sesungguhnya pengembangan
investasi yang dilakukan, padahal yang sesungguhnya terjadi adalah promotor hanya
62
Debra A. Valentine, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
mengembalikan sebagian uang investor kepada mereka. Langkah ini akan
menimbulkan dua hal, pertama para investor awal akan menambah saham
operasinya, kedua akan ada investor baru yang tertarik dengan skema ini. Proses
pembayaran dividen terus berlanjut dan semakin banyak investor baru yang
berdatangan sampai penipuan ini terbuka atau promotor diam-diam melarikan diri
dengan membawa dana investasi. Sedangkan Skema Piramida mencakup seseorang
yang membuat investasi dengan hak untuk memperoleh kompensasi dalam
menemukan dan memperkenalkan partisipan lain ke dalam skema. Ada saling
pengertian yang jelas antar partisipan bahwa suksesnya peluang yang ada tergantung
pada bergabungnya partisipan-partisipan lain.
Inti dari kedua penjelasan tersebut adalah seorang anggota dalam Skema
Ponzi tidak diharuskan untuk merekrut anggota baru, juga tidak dijanjikan komisi
meskipun ia melakukan perekrutan. Setiap orang memperoleh janji keuntungan yang
tingkatnya sama, namun yang sungguh-sungguh mendapat keuntungan hanya orang
yang bergabung lebih awal. Sebaliknya, dalam Skema Piramid keuntungan seseorang
dikaitkan dengan banyaknya jumlah anggota baru yang direkrut oleh dirinya dan
downline-nya. Semakin banyak downline seseorang, maka keuntungan yang
diperoleh akan semakin tinggi. Kedua skema meskipun berbeda dalam hal besarnya
pembagian keuntungan, namun dipastikan akan runtuh dan merugikan banyak orang
secara finansial. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Debra A. Valentine, sebagai
berikut 63 :
63
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
“Both Ponzi schemes and Pyramids are quiete seductive because they may be
able to deliver a high rate of return to a few early investors for a short period
of time. Yet, both pyramid and Ponzi are illegal because they inevitably must
fall apart. No program can recruit new members forever. Every pyramid or
Ponzi scheme collapses because it cannot expand beyond the size of the
earth’s population. When the scheme collapse, most investors find themselves
at the bottom, unable to recoup their lossesi”.
Istilah lain dari program Skema Piramid adalah praktik penggandaan uang,
money game, arisan berantai, bisnis berkedok MLM, investasi berantai, dan lain-lain.
Skema Piramid umumnya diterapkan dalam bisnis berkedok MLM, dimana Skema
Piramid tersebut disembunyikan dengan menggunakan kedok MLM untuk menipu
masyarakat agar promotor dapat mencapai tujuan.
Bisnis MLM murni dan bisnis berkedok MLM sering kali diidentikkan karena
keduanya sama-sama menerapkan sistem perekrutan anggota baru dalam praktiknya,
namun demikian, terdapat perbedaan mendasar antara keduanya terkait dengan sistem
perekrutan tersebut. Perusahaan MLM murni menggunakan sistem perekrutan sebagai
sarana untuk membangun jaringan pelanggan melalui kinerja mitra usahanya dalam
pemasaran produk. Penerapan sistem perekrutan dalam bisnis MLM murni ditujukan
untuk membentuk sebuah organisasi bisnis yang solid dan produktif. Berdasarkan
produktivitas dalam penjualan produk kepada konsumen akhir inilah perusahaan
MLM murni memberikan penghasilan yang layak kepada mitra usahanya. Hal
tersebut bertolak belakang dalam bisnis berkedok MLM yang menggunakan biaya
pendaftaran peserta yang direkrut sebagai satu-satunya sumber penghasilan.
Akibatnya, bukan jaringan pelanggan atau organisasi penjualan yang hendak
dibentuk, tetapi jaringan korban. Bisnis berkedok MLM dapat bertahan hanya apabila
Universitas Sumatera Utara
peserta selalu menambah member-member baru atau membuat membernya terusmenerus menanamkan uangnya. 64
Biaya pendaftaran dalam bisnis berkedok MLM merupakan komoditi yang
dituju promotor untuk menghimpun keuntungan sebesar-besarnya dari masyarakat.
Biaya tersebut dipatok dalam jumlah yang relatif tinggi, namun jumlah tersebut akan
menjadi tidak berarti jika dibandingkan dengan keuntungan yang dijanjikan.
Promotor bisnis berkedok MLM umumnya adalah ahli psikologi kelompok, mereka
menciptakan suasana hingar bingar dan antusias dimana terjadi tekanan kelompok
serta janji-janji kemudahan memperoleh uang sehingga menimbulkan kekhawatiran
akan hilangnya suatu peluang baik.
Seorang mitra usaha dalam perusahaan MLM murni juga dikenakanbiaya
pendaftaran pada saat awal bergabung, namun jumlahnya relatif kecil dan umumnya
dapat dijangkau oleh semua orang. Biaya tersebut lebih bersifat administratif dan
sangat realistis untuk sebuah starter kit (katalog produk, kaset, marketing plan, buku
pedoman distributor, sample produk, dan lain sebagainya), yaitu peralatan yang
diberikan perusahaan untuk keperluan mitra usaha dalam memasarkan produk kepada
konsumen. Setiap mitra usaha yang mensponsori anggota baru tidak memperoleh
keuntungan sepeser pun dari biaya pendaftaran yang dikeluarkan oleh anggotanya
tersebut. Artinya, biaya pendaftaran dalam bisnis MLM murni bukanlah wadah
keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. 65
64
Edy Zaques (Editor), “Membedakan Bisnis DS-MLM dengan Money Game”, Info APLI,
Edisi XXX (Okt-Des, 2005), hal. 8.
65
Andreas Harefa, Op.cit., hal. 88.
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan suatu perusahaan MLM diperoleh dari omset penjualan,
sedangkan komisi mitra usaha didasarkan atas jasanya dalam menjual produk kepada
konsumen. Setiap mitra usaha dalam perusahaan MLM memiliki peluang yang sama
untuk meraih kesuksesan sesuai dengan hasil kerja keras mereka masing-masing. Hal
ini seperti yang pernah ditanyakan oleh Debra A. Valentine, sebagai berikut 66 :
“Multilevel marketing programs are known as MLM’s, and unlike pyramid or
Ponzi schemes, MLM’s have a real product to sell. More importantly, MLM’s
actually sell their product to members of the general public, without requiring
these consumers to pay anything extra or to join the MLM system. MLM’s
may pay commissions to a long string of distributors, but these commission
are paid for real retail sales, not for new recruits”.
Bisnis berkedok MLM pada mulanya diselenggarakan tanpa produk yang
jelas, namun, dalam perkembangannya selanjutnya juga menyertakan produk-produk
tertentu untuk lebih meyakinkan calon anggota, sekaligus untuk menyamarkan Skema
Piramidnya. Serangkaian produk disediakan dan diklaim untuk dipasarkan langsung
ke konsumen, namun, harga yang ditetapkan untuk produk tersebut terlalu tinggi dan
tidak realistis. Produk tersebut sama sekali tidak bisa bersaing dengan produk sejenis
yang dijual di pasaran, sebab harganya tidak sebanding dengan mutunya. Bisnis
berkedok MLM yang tidak terlalu mudah diidentifikasi sering menggunakan produk
yang biaya produksinya rendah. Produk tersebut diklain sebagai produk ajaib hasil
inovasi atau pengobatan eksotik yang pada intinya kualitas produk terlalu dilebihlebihkan oleh promotor, tidak sesuai dengan kualitas asli, bahkan sebenarnya tidak
layak untuk dikonsumsi. Produk dalam bisnis berkedok MLM biasanya diberikan
sebagai ganti biaya pendaftaran yang telah dibayar oleh setiap anggota. Pada
66
Debra A. Valentine, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
kenyataannya modal yang dikeluarkan oleh anggota jauh lebih tinggi dibanding nilai
produk, dan dipastikan tidak ada orang yang bersedia membeli produk tersebut
seharga modal yang telah dikeluarkan. Ilustrasinya, seorang anggota mungkin harus
membeli produk obat-obatan yang dikatakan mujarab tetapi sesungguhnya tidak
bermanfaat senilai Rp. 2 juta. Ia dipastikan tidak akan berhasil menjual obat tersebut
kepada orang lain, sebab tidak rasional sama sekali untuk mengeluarkan uang sebesar
Rp. 2 juta untuk obat yang belum jelas khasiatnya. Ia juga tidak mungkin
mengembalikan obat tersebut kepada perusahaan untuk meminta kembali uang Rp. 2
juta-nya, sebab perusahaan tidak memberikan jaminan untuk membeli kembali dan
produk tersebut memang tidak dapat dipertanggungjawabkan kualitas dan
manfaatnya. Satu-satunya cara untuk mengembalikan modal atau mendapat
keuntungan yang lebih besar adalah dengan merekrut banyak peserta baru.
Berbeda dengan perusahaan berkedok MLM, perusahaan MLM murni tidak
pernah mewajibkan distributornya untuk membeli produk secara berlebihan dalam
jumlah besar, hanya menganjurkan untuk mempertahankan sejumlah stok sesuai
dengan kemampuan distributor yang memasarkannya dalam periode tertentu (anjuran
ini hanya demi kepentingan si distributor sendiri, agar mudah memasarkan produk
dan tidak membuat konsumen yang berminat harus menunggu lama). Perusahaan
MLM murni memberikan jaminan untuk membeli kembali atau menukar produk yang
sulit untuk dipasarkan oleh mitra usaha. Dengan demikian mitra usaha tidak akan
dirugikn atas modal yang dikeluarkannya. 67
67
Andreas Harefa, Op.cit., hal. 91.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan MLM yang terkemuka (seperti CNI atau Amway) bahkan lebih
mengutamakan kepuasan pelangan (consumer satisfaction) dengan memberi jaminan
uang kembali (money back guarantee), dimana konsumen dapat mengembalikan atau
menukar produk yang telah dibeli dalam waktu tertentu pada distributor yang
memasarkan, apabila produk tersebut ternyata tidak memuaskan. Garansi uang
kembali bagi konsumen yang tidak puas, dengan alasan apapun, menunjukkan
kepercayaan diri yang tinggi terhadap kualitas produk perusahaan. Hal ini
menggambarkan bahwa produk-produk yang diperdagangkan dalam bisnis MLM
tidak hanya dapat dijual, tetapi sungguh-sungguh dapat dijual kepada publik. 68
Perusahaan MLM yang sah dan bertanggungjawab dimungkinkan untuk
berumur panjang. Perusahaan MLM terkemuka seperti Amway dan CNI telah
beroperasi selama puluhan tahun hingga sekarang karena memang terbukti
merupakan usaha yang tidak saja patuh hukum (legal), tetapi juga memegang teguh
etika bisnis (kode etik dan aturan prilaku yang berlaku secara internasional).
Sebaliknya pada perusahaan-perusahaan berkedok MLM, dipastikan berumur singkat.
Tidak satupun perusahaan dengan menggunakan Skema Piramid di dunia ini yang
berumur panjang, sebab tidak ada program yang bisa merekrut anggota selamanya.
Kebanyakan dari perusahaan Skema Piramid hanya dapat bertahan dalam hitungan
hari, minggu atau bulan, tergantung seberapa jauh penegakanhukum benar-benar
dijalankan aparat yang berwenang untuk itu. 69
68
69
Ibid., hal. 167.
Ibid., hal. 85-86.
Universitas Sumatera Utara
2.
Sejarah Skema Piramid dan Perkembangannya di Indonesia
Musuh industri MLM adalah program Skema Piramid. Program Skema
Piramida selalu muncul di saat industri DS-MLM mengalami perkembangan. Hal ini
terjadi di negara manapun, dimana pada saat industri MLM berkembang dan menaruh
minat banyak orang, maka Skema Piramid memanfaatkan trend tersebut untuk
menghimpun keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu sesingkat-singkatnya dari
masyarakat. 70
Penyelewengan sistem MLM tampak dalam Skema Piramid, dan menurut
Patric Sullivan, Presiden Direktur Amway Indonesia, mengatakan bahwa : “Beberapa
perusahaan telah menggunakan Skema Piramid dan juga Investasi Surat Berantai
pada tahun 1960-an, seperti Koscot, Bestline, Nutribio, Dare-to-be-Great dan lainlain”. 71 Ada pendapat bahwa hal ini telah dilakukan sejak tahun 1920-an dan
mengkaitkannya dengan Skema Ponzi (Ponzi Scheme) yang diambil dari nama pelaku
utamanya Carlo Ponzi.
Carlo Pietro Giovanni Guglielmo Tebaldo Ponzi atau dikenal juga dengan
nama Charles Ponzi adalah seorang imigran asal Italia yang lahir pada tanggal 03
Maret 1882. Ponzi dikenal sebagai salah satu penipu terbesar dalam sejarah Amerika
Serikat. Ponzi mulai pindah dari Italia dan menetap di Kanada pada tahun 1903,
disana ia pernah dua kali masuk penjara karena terlibat kasus pemalsuan dan
penipuan. Setelah dibebaskan dari penjara Kanada, Ponzi kemudian pindah ke Boston
70
71
Edy Zaqeus, Op.cit., hal. 8.
Andrias Harefa, Op.cit., hal. 87.
Universitas Sumatera Utara
pada tahun 1920. Ia kemudian menemukan sebuah cara untuk mendapatkan banyak
uang dengan cara menjual Postal Reply Coupons (PRC). 72
PRC diterbitkan di bawah Universal Postal Convention (Konvensi Pos
Sedunia) yang pada masa itu digunakan dalam surat-menyurat internasional sebagai
pengganti perangko untuk pengiriman surat atau barang. 73 Misalkan A di sebuah
negara mengirim surat kepada B (biasanya perusahaan atau badan lainnya) yang
berada di negara lain untuk memesan suatu barang, B mensyaratkan setiap
pemesanan barang harus disertai PRC. PRC tersebut bisa ditukarkan dengan perangko
untuk mengirim barang-barang yang diminta kliennya melalui jasa pos, maksudnya
agar B tidak dibebani biaya perangko karena A sudah menyediakannya dalam bentuk
PRC. PRC tersebut juga bisa diuangkan.
Inflasi di Eropa cukup tinggi pasca Perang Dunia II, sehingga terjadi
perbedaan biaya pengiriman lewat pos dari Amerika Serikat ke Eropa dengan dari
Eropa ke Amerika Serikat. Akibatnya, PRC yang dijual di Italia atau di Eropa
harganya lebih rendah dibandingkan dengan di Amerika Serikat. Ide Ponzi adalah
membeli PRC dari Italia, kemudian diuangkan di Amerika Serikat. Ponzi selanjutnya
mendirikan
The
Security
Exchange
Company
(1920)
di
Boston
dan
memperkenalkannya sebagai usaha spekulasi perangko. Ia menggalang dana melalui
agen-agen
yang
diberinya
komisi
tinggi
untuk
mengajak
masyarakat
menginvestasikan uang dengan janji pembayaran bunga sebesar 40% dalam waktu 90
72
Benni Sinaga, Rahasia Gelap di Bursa Saham, Cet. I, (Jakarta : Gerrmedia Pressindo,
2013), hal. 93-94.
73
Debra A. Valentine, “General Counsel for The US. Federal Trade Commission Pyramid
Schemes, presented at the International Monetary Fund’s Seminar on Current Legal Issues Affecting
Central Banks”, Washington DC, 14 May 1998.
Universitas Sumatera Utara
hari, sementara itu, bank hanya mampu memberi bunga sebesar 5% per tahun.
Tawaran Ponzi berhasil memikat banyak orang dan hanya dalam waktu 4 bulan,
Ponzi mampu mengumpulkan dana sebesar $. 420.000 (setara dengan 620 Kg emas)
dari para investornya. Perusahaan Ponzi semakin terkenal dan mendapatkan banyak
dana investasi setelah harian The Boston Post menerbitkan artikel yang berisi
pandangan positif terhadap bisnis Ponzi.
Ide Ponzi sesungguhnya telah gagal sejak awal. Hal ini disebabkan karena
jumlah investasi yang diterima Ponzi tidak sesuai dengan PRC yang beredar, dan
PRC sendiri tidak dapat dibeli dalam jumlah banyak. Ponzi kemudian menemukan
ide baru, yaitu membayar uang investor lama dari uang investor baru. Metode ini
diberinya nama bubble burst. Ide tersebut pada mulanya berjalan dengan lancar,
sebab jumlah investor di perusahaan Ponzi mengalami peningkatan. Dana baru yang
masuk bisa menutup pembayaran bunga kepada investor lama, dan kebanyakan dari
investor Ponzi tidak mengambil bunga dari investasinya melainkan menanamnya
kembali. Ponzi selanjutnya menyimpan seluruh uang nasabahnya di sebuah bank
bernama Hanover Trust Bank, dan dengan uang tersebut ia dapat menerima bunga
sebesar 5% yang merupakan keuntungan riil dari Security Exchange Company (SEC).
Pola bisnis Ponzi ternyata telah menarik perhatian Clarence Barron, seorang
analis keuangan. Berdasarkan penelitiannya, Barron kemudian menuliskan sebuah
artikel dalam harian The Boston Post yang berisi analisa bahwa pola bisnis Ponzi di
SEC secara finansial tidak mungkin menguntungkan. Tidak ada kecocokan antara
volume PRC dengan keuntungan yang dijanjikan Ponzi kepada nasabahnya. Berita ini
Universitas Sumatera Utara
sempat membuat beberapa investor menarik dananya dari SEC, dan mereka mendapat
pengembalian dana dari cek Hanover Trust Bank.
William McMasters, seorang Public Relation (PR) di SEC juga menyimpan
kecurigaan terhadap bisnis Ponzi, terutama mengenai pendepositoan uang nasabah di
Hanover Trust Bank yang hanya mendapat bunga sebesar 5% per tahun, sedangkan
SEC sendiri memberi bunga sebesar 40% dalam waktu 90 hari. Kecurigaan tersebut
mendorong McMasters untuk mengundurkan diri dari SEC. McMasters juga
menuliskan sebuah artikel dalam harian The Boston Post yang berisi pernyataan
bahwa SEC sesungguhnya telah pailit, sebab asetnya tidak mencukupi jumlah yang
harus dibayarkan kepada nasabah. Berita ini kembali membuat para investor
melakukan penarikan dana secara besar-besaran. Penarikan ini kemudian terhenti
ketika jumlah saldo Ponzi di Hanover Trust Bank tidak lagi mencukupi pembayaran
kepada para investor SEC.
Pemerintah AS kemudian menginvestigasi usaha Ponzi, dan hasilnya
menyatakan bahwa Ponzi telah bangkrut. Aset yang dimiliki Ponzi hanya sekitar
US$. 1,6 juta jauh di bawah nilai hutangnya pada para investor. Ponzi akhirnya
dijatuhi hukuman penjara selama 5 (lima) tahun oleh Pengadilan Federal dengan
tuduhan penipuan melalui surat.
Skema Ponzi menjadi sangat terkenal dan sekaligus mengilhami orang-orang
yang tidak bertanggungjawab untuk mengadopsinya ke dalam berbagai jenis bisnis,
tidak terkecuali MLM. Pengadopsian Skema Ponzi ke dalam bisnis MLM kemudian
melahirkan skema jenis baru, yaitu Skema Piramid.
Universitas Sumatera Utara
Skema Piramid mulai dipraktekkan oleh Glenn Wesley Turner di perusahaan
Kosmetics Company of Tommorrow (Koscot) Interplanetary, Inc., yang ia dirikan
pada tahun 1967 di Florida, Amerika Serikat. Turner memperkenalkan Koscot
sebagai perusahaan berbasis MLM yang memperjualbelikan alat-alat kosmetik.
Program MLM Turner memiliki empat tingkat distributor dari tingkat paling rendah
adalah peserta potensial yang dimungkinkan untuk masuk pada salah satu dari tiga
tingkat di atasnya yaitu beauty advisor, supervisor dan director. 74
Setiap anggota diharuskan berinvestasi awal dalam jumlah tertentu yang
nilainya relatif besar. Investasi tersebut memberikan hak bagi setiap anggota untuk
dapat merekrut anggota baru. Perusahaan selanjutnya memberikan sejumlah produk
kosmetik untuk dipasarkan ke konsumen dari investasi awal yang dibayarkan dan
menjanjikan komisi kepada setiap anggota yang berhasil merekrut anggota baru.
Pemberian komisi tersebut ternyata diperoleh dari investasi yang dibayarkan oleh
anggota baru. Akibatnya, para anggota lebih fokus melakukan perekrutan terusmenerus demi mendapat komisi daripada harus menjual produk ke konsumen. Produk
yang gagal dipasarkan ke konsumen akhirnya menjadi penumpukan stok bagi
distributor. Koscot sendiri tidak memberi jaminan untuk membeli kembali stok yang
tidak berhasil dipasarkan oleh distributor, sebab pembayaran komisi dibayarkan dari
investasi anggota. Artinya, para distributor bertanggungjawab atas produk kosmetik
yang diinvestasikan harus dapat dijual ke konsumen. 75
74
86 FTC. 1106, “In The Matter of Koscot Interplanetary, Inc.”, Order, Opinion Etc., in
Regard to Alleged Violation of The Federal Trade Commission Act and Sec. 2 of Clayton Act.
75
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Tuner juga mendirikan perusahaan Dare To Be Great sebagai badan pelatihan
para anggota atau calon anggota Koscot yang memaparkan kesuksesan dan kekayaan
yang menanti mereka. Tujuan akhir dari pelatihan ini adalah membujuk para anggota
atau calon anggota untuk membeli paket kosmetik yang tersedia di Koscot. 76
Bisnis MLM Turner selanjutnya diinvestigasi pada tahun 1972 berdasarkan
pengaduan dari para distributor Koscot ke Federal Trade Commission (FTC), yaitu
sebuah Komisi Perdagangan di Amerika Serikat yang melakukan fungsi inti
pemerintahan dalam mengawasi penyelenggaraan pasar bebas. Pada tanggal 18
November 1975, FTC akhirnya memutus sistem yang digunakan Koscot adalah ilegal
(Pyramid Scheme). 77 Keputusan FTC tersebut (Koscot 86 FTC at 1106) kemudian
menjadi sumber hukum (common law) di Amerika Serikat untuk menentukan
karakteristik suatu perusahaan yang tergolong menggunakan Pyramid Scheme. 78
Praktek bisnis dengan konsep Skema Piramid di Indonesia juga berasal dari
Skema Ponzi yang pertama kali diterapkan oleh Jusup Handojo Ongkowidjaja dalam
Yayasan Keluarga Adil Makmur (YKAM) yang didirikannya pada tahun 1987 di
Jakarta. Ongko memperkenalkan YKAM sebagai usaha “tabung-pinjam gotong
royong” yang menawarkan paket kredit sebesar Rp. 5 juta tanpa bersusah payah.
Syaratnya para peserta cukup membayar biaya pendaftaran sebesar Rp. 50 ribu, dan
menyetor tabungan Rp. 30 ribu sebanyak 7 (tujuh) kali dalam waktu satu bulan.
Pengembalian pinjaman Rp. 5 juta tersebut dapat diangsur selama 15 tahun, dan jika
sudah lunas peminjam juga dijanjikan bonus sebesar Rp. 9,6 juta. Tawaran ini
76
Ibid.
Ibid.
78
Debra A. Valentine, Op.cit.
77
Universitas Sumatera Utara
berhasil memikat banyak orang, anggota YKAM sampai bulan Februari 1988
mencapai lebih dari 44.000 orang dengan paket terdaftar sebanyak 70.000 buah,
tersebar di Jakarta dan 27 kota lainnya. 79
Selanjutnya, usaha YKAM hanya bertahan sampai bulan Februari 1988. Pada
saat itu, Ongko sedang mengalami kesulitan dalam mencairkan paket kredit yang
sudah jatuh tempo. Rencana pencairan sekitar 291 paket kredit yang berjumlah lebih
dari Rp. 1 miliar gagal, sebab pada saat itu uang yang ada di kas YKAM hanya Rp.
30 juta. Para anggota menjelang hari jatuh tempo seperti biasa mendatangi kantor
YKAM untuk meminta pembagian paket pinjaman. Ongko yang pada saat itu tidak
dapat mengabulkan pencairan paket terpaksa menyerahkan diri ke Polisi. Ia ditahan
dan kemudian kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 80
Hasil pemeriksaan di pengadilan menyatakan Ongko telah menghimpun dana
sebesar Rp. 18 miliar melalui YKAM, tetapi yang sempat menikmati paket kredit
Ongko hanya 2337 orang yang totalnya Rp. 12 miliar, sehingga sisanya Rp. 6 miliar
dinyatakan telah dikorupsi oleh Ongko. Ongko akhirnya divonis 15 tahun penjara
dnegan tuduhan melakukan penipuan tindak pidana korupsi, sampai di tingkat kasasi
vonis yang dijatuhkan tetap tidak berubah. 81
Skema Ponzi terapan Ongko ternyata juga telah mengilhami sejumlah orang
yang tidak bermoral untuk mengadopsinya ke dalam berbagai jenis bisnis di
79
Harian Suara Merdeka, “Belajar Dari Kasus CV Medical”, diterbitkan Senin, 25 April
2005. Lihat juga : Majalah Tempo, diterbitkan Sabtu, 20 Februari 1988.
80
Ibid.
81
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia. Adapun praketk bisnis dengan metode yang pernah beroperasi di
Indonesia, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.
Daftar Perusahaan Yang Menggunakan Skema Ponzi
NO.
NAMA PERUSAHAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
PT. Multi Jaya Indovesco
PT. Suti Kelola
Arisan Danasonik
PT. Banyumas Mulya Abadi
Kospin
Yoshiro
PT. Era Catur Wicaksana atau New Era 21
PT. Inter Jasa Perkasa
Citra Keluarga Sejahtera Sentosa
Hidup Gembira Awet Muda atau Higam Net
PT. Rosindo
PT. Promail
PT. Probest International
PT. Qurnia Subur Alam Raya
PT. Adess Sumber Hidup Dinamika
YAMI
PT. Goldquest
Golden Saving
Ibist
TVI Express
Dan lain-lain
Sumber
:
TAHUN
1992
1992
1995
1996
1998
1998
1999
1999
1999
1999
1999
2000
2000
2001
2003
2002
2003
2003
2007
2011
---
Data Sekunder yang diolah.
Masyarakat Indonesia yang menjadi korban praktek-praktek ilegal tersebut
diperkirakan berjumlah lebih dari puluhan ribu jiwa dnegan total kerugian mencapai
puluhan triliun rupiah.
Universitas Sumatera Utara
3.
Sistem Kerja Skema Piramid
Skema Piramid adalah metode yang digunakan dalam bisnis ilegal dengan
melibatkan pertukaran uang terutama untuk mendaftarkan orang lain ke dalam skema.
Bisnis dengan Skema Piramid umumnya tidak menyediakan produk berupa barang
dan/atau jasa untuk ditawarkan. Adakalanya bisnis ini juga menyediakan produk,
namun produk tersebut hanya untuk menyamarkan penipuan agar terlihat seperti
bisnis yang riil. Sistem kerja Skema Piramid dapat digambarkan seperti contoh di
bawah ini 82 :
#
BIAYA PENDAFTARAN RP. 5 JT
Level 1 Rp. 1,5 jt x 3 = Rp. 4,5 jt
#
#
#
Level 2 Rp. 300 rb x 9 = Rp. 2,7 jt
###
###
###
Level 3 Rp. 300 rb x 27 = Rp. 8,1 jt ######### ######### #########
Level 4 Rp. 300 rb x 81 = Rp. 24,3 jt
(27#)
(27#)
(27#)
--------------+
Rp. 39,6 jt
Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa setiap peserta harus membayar
sebesar Rp. 5 jt untuk bergabung, dan setiap peserta dapat merekrut beberapa peserta
baru. Contoh skema di atas terdiri dari lima level, dan setiap peserta sampai level
keempat masing-masing berhasil merekrut 3 downline. Setiap peserta akan dibayar
Rp. 1,5 jt dari setiap downline yang direkrutnya sendiri, dan akan diberikan bonus Rp.
300 rb untuk setiap peserta baru yang berhasil direkrut oleh jaringannya. 83
Peserta pada level pertama berdasarkan skema di atas terlihat mendapat
peluang yang lebih besar untuk memperoleh keuntungan. Promotor (pendiri
perusahaan) Skema Piramid selalu meyakinkan setiap peserta bahwa mereka bisa
82
83
Andreas Harefa, Op.cit., hal. 85-86.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
menduduki level pertama, dan bahwa ia harus mempertimbangkan dirinya berada di
bagian atas matriks. Perspektif ini menunjukkan bahwa orang yang berada pada level
pertama dapat memperoleh Rp. 39,6 jt dari investasi sebesar Rp. 5 jt, keuntungan ini
berarti
ada
sebesar
792%.
Tawaran
ini
sangat
menggiurkan
dan
patut
dipertimbangkan. Pertimbangan tersebut menjadi alasan utama mengapa banyak
orang memilih untuk bergabung. 84
Analisa selanjutnya dari skema di atas adalah dengan melihat puncak matriks.
Puncak matriks diduduki peserta level pertama, tetapi sesungguhnya promotor berada
di tempat yang lebih atas dari peserta level pertama. Promotor memandang setiap
anggota baru sebagai alat spekulasi keuntungan, dan membayarkan sedikit beban
untuk sebagian peserta dari pendapatan yang mengalir padanya. Promotor akan
menerima Rp. 5 jt untuk setiap pendaftaran peserta baru, dan paling banyak ia harus
membayar Rp. 2,4 jt untuk setiap peserta (komisi ditambah bonus). Jadi, promotor
akan menerima Rp. 5 jt dari setiap anggota, akan tetapi ia hanya harus membayar Rp.
1,5 jt untuk setiap anggota baru yang berhasil direkrut langsung oleh peserta, dan
membayar bonus Rp. 300 rb kepada upline yang jaringannya berhasil merekrut
seorang anggota baru. Kesimpulannya, promotor akan mengantongi lebih dari
setengah jumlah biaya pendaftaran keanggotaan. 85
Analisa selanjutnya jika diasumsikan skema ini ambruk setelah level kelima
terisi, maka promotor akan menerima keuntungan sebagai berikut :
a. “Rp. 5 jt dari biaya pendaftaran yang dikeluarkan peserta pertama;
84
85
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
b. Rp. 10,5 jt dari 3 orang peserta level kedua (3 x Rp. 5 jt dikurangi komisi
peserta level pertama 3 x Rp. 5 jt);
c. Rp. 28,8 jt dari 9 orang peserta level ketiga (9 x Rp. 5 jt dikurangi komisi
level kedua 9 x Rp. 1,5 jt dikurangi bonus level pertama 9 x Rp. 300 rb);
d. Rp. 78,3 jt dari 27 orang peserta level keempat (27 x Rp. 5 jt dikurangi
komisi level ketiga 27 x Rp. 1,5 jt dikurangi bonus level kedua 27 x Rp.
300 rb dikurangi bonus level pertama 27 x Rp. 300 rb);
e. Rp. 210,6 jt dari 81 orang peserta level kelima (81 x Rp. 5 jt dikurangi
komisi level keempat 81 x Rp. 1,5 jt dikurangi bonus level ketiga 81 x Rp.
300 rb dikurangi bonus level kedua 81 x Rp. 300 rb dikurangi bonus level
pertama 81 x Rp. 300 rb).
Total dana yang berhasil mengalir ke promotor adalah Rp. 333,2 jt dan dana
tersebut diperolehnya hanya dengan merekrut peserta level pertama saja”. 86
Analisa selanjutnya adalah dengan melihat dari sudut pandang korban, setelah
seluruh Skema Piramid runtuh. Korban pada level kelima (paling bawah piramida)
yang awalnya merasa memiliki peluang untuk menjadi level pertama seketika
menyadari bahwa sebenarnya ia berada di bagian bawah. Ia tidak mampu menemukan
orang yang tertarik untuk direkrut sebagai downline-nya. Hitungan matematis
menunjukkan bahwa korban terbanyak dari keruntuhan Skema Piramid adalah orang
yang berada pada level terbawah, setidaknya 70% anggota berada pada level
terbawah tanpa sarana untuk memperoleh keuntungan. Masing-masing dari mereka
akan kehilangan Rp. 5 jt, bahkan sering kali orang yang berada satu tingkat di atas
level terbawah piramida tidak dapat mengembalikan modalnya secara utuh. Hal ini
semakin menambahkan jumlah korban menjadi sekitar 89% dari anggota Skema
Piramid (dalam contoh skema di atas adalah 108 orang dari 121 anggota) ditakdirkan
untuk kehilangan uangnya. 87
86
87
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai Skema Piramid di atas, Andrias Harefa pernah mengemukakan 3
(tiga) hal sebagai berikut 88 :
a. “Skema ini menempatkan pesertanya sebagai pecundang (loser), sejumlah
besar pecundang membayar kepada sedikit pemenang (winner). Hal ini
sangat mirip, bahkan lebih kejam dari permainan judi (terutama karena
peserta tidak sadar dilibatkan dalam semacam pertaruhan);
b. Perusahaan dan peserta (yang sadar maupun tidak sadar) harus menipu
orang yang mereka rekrut, sebab bila sistem ini dijelaskan secara logis dan
tuntas, tidak akan banyak orang yang berminat mengikutinya;
c. Sistem ini bersifat melawan hukum (ilegal) dan di banyak negara, pemilik
perusahaan, dan peserta ditangkap, didenda, dan dipenjara karena
menjalankan sistem ini”.
Dengan demikian, pelaku bisnis berkedok MLM yang menggunakan Skema
Piramid tidak pernah menguntungkan downline-nya karena pemasukan riil dari
perusahaan MLM tersebut tidak ada. Sehingga para downline tetap dirugikan karena
mengeluarkan uang hanya untuk menguntungkan upline-nya.
B.
Kegiatan Penyelenggaraan Penjualan di Indonesia
Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan
khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan
berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu,
globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi
telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang
dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau
jasa yang ditawarkan bervariasi, baik produk luar negeri maupun produksi dalam
negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen
88
Andrias Harefa, Op.cit., hal. 86.
Universitas Sumatera Utara
karena kebutuhan konsumen akan kebutuhan barang dan/atau jasa yang diinginkan
dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasanuntuk memilih aneka jenis dan
kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. 89
Salah satu cara yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam memenuhi kebutuhan
konsumen dan sekaligus mengembangkan sistem pemasaran perusahaan adalah
dengan menggunakan sistem penjualan langsung/direct selling. Pengertian Sistem
penjualan langsung/direct selling menurut Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor
: 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan
dengan Sistem Penjualan Langsung Pasal 1 ayat 1 adalah : “Metode penjualan barang
dan/atau jasa tertentu melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh mitra
usaha yang bekerja atas dasar komisi dan/atau bonus berdasarkan hasil penjualan
kepada konsumen di luar lokasi eceran tetap”.
Untuk melindungi konsumen dari praktik direct selling palsu dan sekaligus
untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat selaku konsumen maka
pemerintah mengeluarkan Peraturan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor :
32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan
dengan Sistem Penjualan Langsung yang nantinya diharapakan dapat membantu
masyarakat untuk bijak dalam memilih perusahaan direct sellingyang murni dan
palsu sebelum bergabung sebagai mitra usaha sehingga konsumen tidak terjebak
dalam praktek direct selling palsu yang menggunakan sistem pemasaran jaringan
direct selling murni yang saat ini sedang marak berkembang.
89
Andrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2008), hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
1.
Penyelenggaraan Penjualan Langsung
Ketentuan mengenai penyelenggaraan penjualan langsung di Indonesia diatur
dalam Permendang No.32/M-DAG/PER/8/2008. Adapun definisi dari penjualan
langsung berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Permendag No. 32/MDAG/PER/8/2008
adalah sebagai berikut : “Penjualan langsung (direct selling) adalah metode penjualan
barang dan/atau jasa tertentu melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan mitra
usaha yang bekerja atas dasar komisi dan/atau bonus berdasarkan hasil penjualan
kepada konsumen di luar lokasi eceran tetap”.
Menurut Andrias Harefa, banyak alasan yang menyebabkan sistem Direct
Selling (DS) dipilih oleh sebagian banyak perusahaan. Alasan-alasan tersebut antara
lain adalah sebagai berikut 90:
1. “Keyakinan bahwa sebuah produk yang baik dapat dipasarkan langsung
kepada konsumen tanpa melewati jalur distribusi yang rumit dan nyaris tidak
mengandalkan promosi kecuali mouth to mouth (periklanan dari mulut ke
mulut);
2. Keyakinan pada prinsip perkembangbiakan jaringan distributor melalui
kontak-kontak pribadi;
3. Keyakinan terhadap hak konsumen untuk mendapat informasi terbaik melalui
penjelasan langsung dari distributor yang juga berperan sebagai konsumen
produk yang dijualnya;
4. Perusahaan MLM yang baik meletakkan etika bisnis sebagai panglima.
Keyakinan bahwa jiwa perusahaan bukan pada ilmu pemasaran tetapi lebih
kepada prinsip-prinsip, nilai-nilai, motivasi yang menggerakkan the man
behind the marketing science”.
Ruang lingkup sistem direct selling mencakup unsur produsen atau
perusahaan, distributor, konsumen, sistem kerja, dan komisi. Unsur-unsur ini akan
dibahas satu persatu dalam uraian di bawah ini :
90
Andrias Harefa, Op.cit., hal. vii-viii.
Universitas Sumatera Utara
1. Perusahaan Direct Selling
Menurut Permendag No. 32 Tahun 2008 Pasal 1 tentang penyelenggaraan
kegiatan perdagangan dengan sistem penjualan langsung, perusahaan adalah badan
usaha yang berbentuk badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
barang dan/atau jasa dengan sistem penjualan langsung. Untuk mendirikan
perusahaan, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2.
2. Distributor atau Mitra Usaha
Direct Selling dalam mengembangkan bisnis selalu melibatkan mitra usaha
selaku distributor maupun anggota jaringan. Pengertian distributor atau mitra usaha
menurut Permendag No.32/MDAG/PER/8/2008 berdasarkan Pasal 1 yaitu : Anggota
mandiri jaringan pemasaran atau penjualan yang berbentuk badan usaha atau
perseorangan dan bukan merupakan bagian dari struktur organisasi perusahaan yang
memasarkan atau menjual barang dan/atau jasa kepada konsumen akhir secara
langsung dengan mendapatkan imbalan berupa komisi dan/atau bonus atas penjualan.
3. Konsumen
Pengertian konsumen menurut Pasal 1 angka 7 Permendag No.32/MDAG/PER/8/2008 adalah : Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa, baik untuk
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan. Sedangkan konsumen dalam konteks DS/MLM adalah
masyarakat pengguna atau pembeli produk perusahaan DS/MLM yang bertujuan
untuk mengkonsumsi produk secara pribadi. 91
4. Sistem Kerja
91
Priyadi, “Bedan Sistem MLM”, www.priyadi.net., diakses pada 03 Mei 2014.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan Direct Selling dibangun berdasarkan kemitraan sehingga sistem
Direct Selling baru dapat berjalan apabila terdapat mitra usaha.Distributor/mitra
usaha inilah yang nantinya mengembangkan jaringan dan melahirkan distributordistributor baru melalui perekrutan yang dilakukan oleh dirinya sendiri maupun
anggotanya. Sistem kerja Direct Selling juga meliputi sistem pelatihan (support
system) berupa pengajaran materi serta motivasi yang bertujuan untuk memudahkan
setiap distributor dalam menjalani sistem. 92Pelatihan biasanya dilakukan oleh
pembangunan jaringan (network builder/achiever) yang telah berhasil mencetak
prestasi tertentu. 93
5. Komisi
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Permendag RI No.32/MDAG/PER/8/2008,
pengertian komisi adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha
yang besarnya dihitung berdasarkan hasil kerja nyata, sesuai volume atau nilai hasil
penjualan barang dan/atau jasa, baik secara pribadi maupun jaringannya.
Besarnya komisi seorang distributor ditentukan dari target penjualan yang
dilakukannya sendiri dan yang dilakukan oleh jaringannya. Komisi tersebut berupa
potongan harga, bonus, atau insentif yang ditetapkan perusahaan secara berjenjang
sesuai dengan nilai penjualan(biasanya disebut volume point, business point, volume
92
Website Resmi Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia, “Saatnya MLM Menggali dan
Mengedepankan Value”, www.apli.or.id., diakses tanggal 03 Mei 2014.
93
Mark Yarnell dan Rene Reid Yarnell, Tahun Pertama Anda Dalam Network Marketing,
(Jakarta : Penerbit Erlangga, 1999), hal. 207.
Universitas Sumatera Utara
grip yang diberitahukan kepada mitra usaha sejak mereka mendaftar menjadi
anggota. 94
Dalam sistem Direct Selling dibagi atas 2 (Dua) jenis, yaitu :
1. Single Level Marketing (Sistem Pemasaran Satu Tingkat)
Perusahaan penjualan langsung satu jenjang (Single Level Marketing) sering
kita jumpai di acara iklan televisi yang bersifat khusus. Dalam acara televisi tersebut,
perusahaan SLM menawarkan berbagai macam produk yang dibutuhkan masyarakat.
Mereka memperagakan cara penggunaan produk dan menunjukkan berbagai manfaat
produk bagi konsumen. Produk yang ditawarkan bervariasi seperti alat-alat dapur,
obat herbal, sandal kesehatan, alat-alat olahraga, dan lainlain. Sistem SLM ini
menggunakan metode pemasaran barang dan/atau jasa dari sistem penjualan langsung
melalui program pemasaran berbentuk satu tingkat, dimana mitra usaha mendapatkan
komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang dan/atau jasa yang
dilakukannya sendiri.
2. Multi Level Marketing (Sistem Pemasaran Bertingkat)
Defenisi MLM/ Penjualan Berjenjang secara hukum dapat dijumpai dalam Pasal 1
angka 1 Keputusan Menteri Perdagangan RI No.73/MPP/Kep/3/2000 tentang
Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang adalah suatu cara atau metode penjualan secara
berjenjang kepada konsumen melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh
perorangan atau badan usaha yang memperkenalkan barangdan/atau jasa tertentu
kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut yang
bekerja berdasarkan komisi atau iuran keanggotaan yang wajar.
94
Andreas Harefa, Op.cit., hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kenyataan di lapangan ditemukannya bentuk Multi Level Marketing
palsu. Pengertian dari Multi Level Marketing palsu tidak disebutkan secara langsung
di dalam Permendag RI No. 32 Tahun 2008, akan tetapi dengan menggunakan istilah
pemasaran jaringan terlarang kita dapat mengetahuinya. Pemasaran jaringan terlarang
menurut Pasal 1 angka 12 adalah kegiatan usaha dengan nama atau istilah apa pun
dimana keikutsertaan mitra usaha berdasarkan pertimbangan adanya peluang untuk
memperoleh imbalan yang berasal atau didapatkan terutama dari hasil partisipasi
orang lain yang bergabung kemudian atau sesudah bergabungnya mitra usaha
tersebut, dan bukan dari hasil kegiatanpenjualan barang dan/atau jasa. Dalam
menjalankan usahanya, perusahaan MLM palsu mempunyai tujuan utama
menghimpun dana masyarakat sebanyakbanyaknya bagi kepentingannya dirinya
sendiri dengan cara melanggar hukum. Penghasilan utama para mitra usaha dalam
jaringan MLM palsu diperoleh dari komisi/bonus perekrutan anggota, bukan dari
penjualan produk. Dalam MLM palsu produk dijadikan sebagai kedok untuk
menutupi niat tidak baik perusahaan dalam menghimpun dana masyarakat secara
illegal. Perusahaan yang diperbolehkan menghimpun dan mengelola dana-dana
masyarakat hanyalah perbankan, pasar modal, dan asuransi.
Sebaliknya, MLM asli memiliki surat izin khusus berupa SIUPL diatur secara
tegas dalam Pasal 9 Permendag No. 32 Tahun 2008. SIUPL tersebut berlaku
diseluruh wilayah negara Republik Indonesia. Perusahaan yang baru melakukan
kegiatan usaha perdagangan dengan sistem MLM diberikan SIUPL sementara dengan
masa berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat ditingkatkan menjadi SIUPL tetap
dengan masa berlaku selama perusahaan menjalankan kegiatan usahanya jika sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan kode pemasaran, kode etik, dan peraturan perusahaan. Peningkatan SIUPL
Sementara menjadi SIUPL Tetap diajukan 30 hari kerja atau paling lambat 14 hari
kerja sebelum SIUPL Sementara habis masa berlakunya. Perusahaan yang telah
mendapatkan SIUPL Tetap wajib melakukan pendaftaran ulang setiap 5 (lima) tahun.
Dalam melakukan pemasarannya, perusahaan MLM murni harus memenuhi
ketentuan paling sedikit menyangkut hal-hal sebagai berikut 95 :
1. “Memiliki alur distribusi barang dan/atau jasa yang jelas dari perusahaan
sampai kepada konsumen akhir; dan
2. Jumlah komisi dan bonus atas hasil penjualan yang diberikan kepada
seluruh mitra usaha dan jaringan pemasaran dibawahnya palin
PENENTUAN KEJAHATAN PRAKTEK BISNIS BERKEDOK MULTI LEVEL
MARKETING (MLM) DALAM KEGIATAN PENYELENGGARAAN
PENJUALAN LANGSUNG DI INDONESIA
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau
jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. 58 Secara historis
kata bisnis dari bahasa Inggris “business”, dari kata dasar “busy” yang berarti “sibuk”
dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk
mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak
swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran
para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan
sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua
bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan
sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah,
masyarakat umum, atau serikat pekerja.
58
Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert, Bisnis, Edisi ke-VIII, Jilid 1, (Jakarta : Erlangga,
2006), hal. 4, mengatakan bahwa : “Semua organisasi itu disebut bisnis (perusahaan) – organisasi yang
menyediakan barang atau jasa untuk dijual dengan maksud untuk mendapatkan laba. Tentu saja,
prospek mendapatkan laba – selisih antara penerimaan dengan biaya-biaya bisnis – merupakan
pendorong orang-orang untuk memulai dan mengembangkan bisnis. Laba merupakan imbalan yang
didapat pemilik bisnis dari risiko yang diambil sewaktu menginvestasikan uang dan waktu mereka.
Hak untuk mengejar laba membedakan bisnis dari organisasi-organisasi lain seperti universitas, rumah
sakit, dan lembaga pemerintah, yang beroperasi dengan cara yang sama tetapi umumnya tidak
mengejar laba”.
Universitas Sumatera Utara
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok
orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis”
sendiri
memiliki
tiga
penggunaan,
tergantung
ruang
lingkupnya
–
penggunaansingular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu : kesatuan
yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan.
Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya
“bisnis pertelevisian”. Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas
yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian,
definisi “bisnis” yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.
Bisnis untuk mendapatkan keuntungan harus terlebih dahulu menjalankan
penjualan. Cara-cara orang atau perusahaan melakukan penjualan bermacam-macam,
yaitu : penjualan langsung dan penjualan tidak langsung. MLM misalnya
menggunakan cara penjualan langsung. Keunggulan bisnis dengan cara MLM adalah
cepat mendapatkan pembeli, namun dalam hal ini sering disalahgunakan kebanyakan
MLM hanya kedok belaka dan pada intinya pebisnis memainkan skema piramida
untuk meraup keuntungan sesaat.
A.
Praktek Bisnis Berkedok Multi Level Marketing (MLM)
1.
Skema Piramid
Skema Piramid (Pyramid Scheme) jika ditinjau dari segi kata terdiri dari kata
“skema” dan “piramid”. Skema merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa
Inggris, yaitu “schema” yang berarti bagan, rancangan atau rangka-rangka. Perluasan
makna skema dijelaskan dalam kamus A Dictionary of Reading yaitu suatu rencana
Universitas Sumatera Utara
terstruktur atau sistem yang konseptual untuk memahami sesuatu. 59 Sedangkan kata
piramid berasal dari nama bangunan makam raja-raja mesir kuno (fir’aun) yang
berbentuk limas atau menyerupai bentuk segitiga sama kaki. Skema Piramid dalam
konteks ini dikaitkan dengan praktek bisnis ilegal, yang berarti metode bisnis ilegal
terstruktur, dimana melibatkan sejumlah orang dan menempatkannya sedemikian
rupa sehingga mirip dengan bentuk piramid. Tujuan penggunaan skema ini adalah
untuk mendapat kekayaan atau keuntungan yang besar dalam waktu singkat dengan
cara-cara yang melanggar hukum.
Skema Piramid menurut World Federation of Direct Selling Association
(WFDSA) menyatakan bahwa 60 :
“Pyramid selling is a fraud. It is a mechanism by which promoters of socalled ‘investment’ or ‘trading’ schemes enrich themselves in a geometric
progression through the payments made by recruits so such schemes. Related
deceitful schemes have been described in various international jurisdictions
as chain letters, chain selling, money games, referral selling, and investment
lotteries”.
Artinya, metode penjualan piramid adalah sebuah bentuk penipuan yang
dilakukan promotor dalam kegiatan yang disebut ‘investasi’ atau ‘perdagangan
(bisnis)’ dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri. Kekayaan tersebut diperoleh
59
A Dictionary of Reading (1981) sebagaimana dikutip Lilis Siti Sulistyaningsih, “Teori
Skema”, Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Bahasa Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia,
tanpa tahun., hal. 2, yang menyatakan bahwa : “Dalam kamus A Dictionary of Reading (1981)
dijelaskan tentang makna skema sebagai berikut : 1) Skema adalah suatu pemberian yang
digeneralisasikan, suatu rencana atau struktur, seperti yang digunakan dalam kalimat “Skema proses
membaca setiap orang boleh dikatakan tidak pernah sama”; 2) Skema adalah suatu sistem yang
konseptual yang perlu untuk memahami sesuatu, contoh, skema tentang kebudayaan yang dimiliki oleh
si A dapat menolong pemahamannya dalam bidang bahasa; 3) Skema adalah suatu cerita yang
melahirkan kenyataan yang disimpan dalam pikiran, tetapi tidak ditransformasikan lewat pikiran
(piaget)”.
60
Website
Resmi
World
Federation
of
Direct
Selling
Association,
www.wfdsa.org/legal_reg/., diakses pada 28 April 2014.
Universitas Sumatera Utara
dari pembayaran dana oleh barisan orang yang dibentuk melalui sistem rekruitmen,
dan menempatkannya sedemikian rupa hingga membentuk sebuah piramid. Skema
Piramid dalam berbagai yurisdiksi international dikenal dalam praktik surat berantai,
penjualan berantai, permainan uang, penjualan bujukan dan investasi perjudian.
Menurut Andrias Harefa, Skema Piramid merupakan sistem bisnis ilegal,
dimana keuntungan yang diperoleh sejumlah orang yang berada pada posisi atas
piramid (anggota lama) dibayarkan dari dana sejumlah orang yang berada pada posisi
bawah piramid (anggota baru). 61 Oleh karena itu, Skema Piramid diartikan pula
sebagai sistem investasi palsu yang membayar peserta lama dari uang peserta baru
yang direkrutnya, bukan dari laba yang riil. Skema ini ditakdirkan untuk runtuh,
sebab pendapatan jika, ada akan kurang untuk pembayaran para peserta. Keilegalan
Skema Piramid terletak pada timbulnya kerugian nasabah pada level terbawah atas
hilangnya sejumlah uang yang diinvestasikan ke dalam bisnis tersebut.
Skema Piramid berasal dari Skema Ponzi yang dimodifikasi. Kedua skema
apabila digunakan akan mirip bentuk piramid, karena keuntungan yang dijanjikan
pada para peserta diperoleh dari sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta baru.
Posisi peserta baru yang jumlahnya lebih banyak ditempatkan di bagian bawah
piramid, sebaliknya posisi peserta lama yang jumlahnya lebih sedikit ditempatkan di
bagian atas piramid, sedangkan promotor atau founder (pendiri) dari skema ini berada
pada posisi paling atas (puncak) piramid. Setiap dana yang ditempatkan dalam skema
akan disisihkan lebih banyak untuk promotor dan sisanya untuk diputar pada peserta
yang berada di bawahnya.
61
Andrias Harefa, Menapaki Jalan DS-MLM, (Yogyakarta : Gradien Books, 2007), hal. 84.
Universitas Sumatera Utara
Skema Piramid meskipun terkait erat dengan Skema Ponzi, keduanya masih
dapat dibedakan. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Debra A. Valentine, bahwa :
“A Ponzi Scheme is closely related to a Pyramid because it revolves around
continuous recruiting, but in a Ponzi scheme the promoter generally has no
product to sell and pays no commission to investors who recruit new
members. Instead, the promoter collects payments from a stream of people,
promising them all the same high rate of return on a short-term investment”. 62
Dalam artian bebas, sebagai berikut : Skema Ponzi sebenarnya berbentuk
piramida, tetapi juga mempunyai beberapa perbedaan penting dengan skema
piramida. Persyaratan Skema Ponzi adalah dengan promosi akan adanya awal, atau
seolah-olah ada, suatu peluang investasi yang riil. Seringkali hal ini melibatkan
pembangunan sumber daya yang bernilai tinggi seperti minyak bumi, gas alam,
mineral, pertambangan, real estate, dan sebagainya, dan apa yang dipromosikan
sering memang benar-benar ada. Sang promotor memiliki sebuah pertambangan, atau
mempunyai investasi di bidang properti, namun, jika sumber daya itu memang betul
ada, si promotor telah melipatgandakan nilainya (overvalued), di sisi lain, aset dan
sumber daya yang menjadi dasar peluang investasi sesungguhnya hanya khayalan
semata si promotor. Skenario berikutnya, promotor mencoba meyakinkan investor
bahwa aset tersebut dapat lebih dikembangkan dengan tambahan modal, dan si
promotor akan berbagai keuntungan dengan investor. Hal ini memberikan gambaran
bahwa dividen tersebut merupakan keuntungan yang diperoleh dari suksesnya
pengembangan investasi yang dilakukan, padahal yang sesungguhnya pengembangan
investasi yang dilakukan, padahal yang sesungguhnya terjadi adalah promotor hanya
62
Debra A. Valentine, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
mengembalikan sebagian uang investor kepada mereka. Langkah ini akan
menimbulkan dua hal, pertama para investor awal akan menambah saham
operasinya, kedua akan ada investor baru yang tertarik dengan skema ini. Proses
pembayaran dividen terus berlanjut dan semakin banyak investor baru yang
berdatangan sampai penipuan ini terbuka atau promotor diam-diam melarikan diri
dengan membawa dana investasi. Sedangkan Skema Piramida mencakup seseorang
yang membuat investasi dengan hak untuk memperoleh kompensasi dalam
menemukan dan memperkenalkan partisipan lain ke dalam skema. Ada saling
pengertian yang jelas antar partisipan bahwa suksesnya peluang yang ada tergantung
pada bergabungnya partisipan-partisipan lain.
Inti dari kedua penjelasan tersebut adalah seorang anggota dalam Skema
Ponzi tidak diharuskan untuk merekrut anggota baru, juga tidak dijanjikan komisi
meskipun ia melakukan perekrutan. Setiap orang memperoleh janji keuntungan yang
tingkatnya sama, namun yang sungguh-sungguh mendapat keuntungan hanya orang
yang bergabung lebih awal. Sebaliknya, dalam Skema Piramid keuntungan seseorang
dikaitkan dengan banyaknya jumlah anggota baru yang direkrut oleh dirinya dan
downline-nya. Semakin banyak downline seseorang, maka keuntungan yang
diperoleh akan semakin tinggi. Kedua skema meskipun berbeda dalam hal besarnya
pembagian keuntungan, namun dipastikan akan runtuh dan merugikan banyak orang
secara finansial. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Debra A. Valentine, sebagai
berikut 63 :
63
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
“Both Ponzi schemes and Pyramids are quiete seductive because they may be
able to deliver a high rate of return to a few early investors for a short period
of time. Yet, both pyramid and Ponzi are illegal because they inevitably must
fall apart. No program can recruit new members forever. Every pyramid or
Ponzi scheme collapses because it cannot expand beyond the size of the
earth’s population. When the scheme collapse, most investors find themselves
at the bottom, unable to recoup their lossesi”.
Istilah lain dari program Skema Piramid adalah praktik penggandaan uang,
money game, arisan berantai, bisnis berkedok MLM, investasi berantai, dan lain-lain.
Skema Piramid umumnya diterapkan dalam bisnis berkedok MLM, dimana Skema
Piramid tersebut disembunyikan dengan menggunakan kedok MLM untuk menipu
masyarakat agar promotor dapat mencapai tujuan.
Bisnis MLM murni dan bisnis berkedok MLM sering kali diidentikkan karena
keduanya sama-sama menerapkan sistem perekrutan anggota baru dalam praktiknya,
namun demikian, terdapat perbedaan mendasar antara keduanya terkait dengan sistem
perekrutan tersebut. Perusahaan MLM murni menggunakan sistem perekrutan sebagai
sarana untuk membangun jaringan pelanggan melalui kinerja mitra usahanya dalam
pemasaran produk. Penerapan sistem perekrutan dalam bisnis MLM murni ditujukan
untuk membentuk sebuah organisasi bisnis yang solid dan produktif. Berdasarkan
produktivitas dalam penjualan produk kepada konsumen akhir inilah perusahaan
MLM murni memberikan penghasilan yang layak kepada mitra usahanya. Hal
tersebut bertolak belakang dalam bisnis berkedok MLM yang menggunakan biaya
pendaftaran peserta yang direkrut sebagai satu-satunya sumber penghasilan.
Akibatnya, bukan jaringan pelanggan atau organisasi penjualan yang hendak
dibentuk, tetapi jaringan korban. Bisnis berkedok MLM dapat bertahan hanya apabila
Universitas Sumatera Utara
peserta selalu menambah member-member baru atau membuat membernya terusmenerus menanamkan uangnya. 64
Biaya pendaftaran dalam bisnis berkedok MLM merupakan komoditi yang
dituju promotor untuk menghimpun keuntungan sebesar-besarnya dari masyarakat.
Biaya tersebut dipatok dalam jumlah yang relatif tinggi, namun jumlah tersebut akan
menjadi tidak berarti jika dibandingkan dengan keuntungan yang dijanjikan.
Promotor bisnis berkedok MLM umumnya adalah ahli psikologi kelompok, mereka
menciptakan suasana hingar bingar dan antusias dimana terjadi tekanan kelompok
serta janji-janji kemudahan memperoleh uang sehingga menimbulkan kekhawatiran
akan hilangnya suatu peluang baik.
Seorang mitra usaha dalam perusahaan MLM murni juga dikenakanbiaya
pendaftaran pada saat awal bergabung, namun jumlahnya relatif kecil dan umumnya
dapat dijangkau oleh semua orang. Biaya tersebut lebih bersifat administratif dan
sangat realistis untuk sebuah starter kit (katalog produk, kaset, marketing plan, buku
pedoman distributor, sample produk, dan lain sebagainya), yaitu peralatan yang
diberikan perusahaan untuk keperluan mitra usaha dalam memasarkan produk kepada
konsumen. Setiap mitra usaha yang mensponsori anggota baru tidak memperoleh
keuntungan sepeser pun dari biaya pendaftaran yang dikeluarkan oleh anggotanya
tersebut. Artinya, biaya pendaftaran dalam bisnis MLM murni bukanlah wadah
keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. 65
64
Edy Zaques (Editor), “Membedakan Bisnis DS-MLM dengan Money Game”, Info APLI,
Edisi XXX (Okt-Des, 2005), hal. 8.
65
Andreas Harefa, Op.cit., hal. 88.
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan suatu perusahaan MLM diperoleh dari omset penjualan,
sedangkan komisi mitra usaha didasarkan atas jasanya dalam menjual produk kepada
konsumen. Setiap mitra usaha dalam perusahaan MLM memiliki peluang yang sama
untuk meraih kesuksesan sesuai dengan hasil kerja keras mereka masing-masing. Hal
ini seperti yang pernah ditanyakan oleh Debra A. Valentine, sebagai berikut 66 :
“Multilevel marketing programs are known as MLM’s, and unlike pyramid or
Ponzi schemes, MLM’s have a real product to sell. More importantly, MLM’s
actually sell their product to members of the general public, without requiring
these consumers to pay anything extra or to join the MLM system. MLM’s
may pay commissions to a long string of distributors, but these commission
are paid for real retail sales, not for new recruits”.
Bisnis berkedok MLM pada mulanya diselenggarakan tanpa produk yang
jelas, namun, dalam perkembangannya selanjutnya juga menyertakan produk-produk
tertentu untuk lebih meyakinkan calon anggota, sekaligus untuk menyamarkan Skema
Piramidnya. Serangkaian produk disediakan dan diklaim untuk dipasarkan langsung
ke konsumen, namun, harga yang ditetapkan untuk produk tersebut terlalu tinggi dan
tidak realistis. Produk tersebut sama sekali tidak bisa bersaing dengan produk sejenis
yang dijual di pasaran, sebab harganya tidak sebanding dengan mutunya. Bisnis
berkedok MLM yang tidak terlalu mudah diidentifikasi sering menggunakan produk
yang biaya produksinya rendah. Produk tersebut diklain sebagai produk ajaib hasil
inovasi atau pengobatan eksotik yang pada intinya kualitas produk terlalu dilebihlebihkan oleh promotor, tidak sesuai dengan kualitas asli, bahkan sebenarnya tidak
layak untuk dikonsumsi. Produk dalam bisnis berkedok MLM biasanya diberikan
sebagai ganti biaya pendaftaran yang telah dibayar oleh setiap anggota. Pada
66
Debra A. Valentine, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
kenyataannya modal yang dikeluarkan oleh anggota jauh lebih tinggi dibanding nilai
produk, dan dipastikan tidak ada orang yang bersedia membeli produk tersebut
seharga modal yang telah dikeluarkan. Ilustrasinya, seorang anggota mungkin harus
membeli produk obat-obatan yang dikatakan mujarab tetapi sesungguhnya tidak
bermanfaat senilai Rp. 2 juta. Ia dipastikan tidak akan berhasil menjual obat tersebut
kepada orang lain, sebab tidak rasional sama sekali untuk mengeluarkan uang sebesar
Rp. 2 juta untuk obat yang belum jelas khasiatnya. Ia juga tidak mungkin
mengembalikan obat tersebut kepada perusahaan untuk meminta kembali uang Rp. 2
juta-nya, sebab perusahaan tidak memberikan jaminan untuk membeli kembali dan
produk tersebut memang tidak dapat dipertanggungjawabkan kualitas dan
manfaatnya. Satu-satunya cara untuk mengembalikan modal atau mendapat
keuntungan yang lebih besar adalah dengan merekrut banyak peserta baru.
Berbeda dengan perusahaan berkedok MLM, perusahaan MLM murni tidak
pernah mewajibkan distributornya untuk membeli produk secara berlebihan dalam
jumlah besar, hanya menganjurkan untuk mempertahankan sejumlah stok sesuai
dengan kemampuan distributor yang memasarkannya dalam periode tertentu (anjuran
ini hanya demi kepentingan si distributor sendiri, agar mudah memasarkan produk
dan tidak membuat konsumen yang berminat harus menunggu lama). Perusahaan
MLM murni memberikan jaminan untuk membeli kembali atau menukar produk yang
sulit untuk dipasarkan oleh mitra usaha. Dengan demikian mitra usaha tidak akan
dirugikn atas modal yang dikeluarkannya. 67
67
Andreas Harefa, Op.cit., hal. 91.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan MLM yang terkemuka (seperti CNI atau Amway) bahkan lebih
mengutamakan kepuasan pelangan (consumer satisfaction) dengan memberi jaminan
uang kembali (money back guarantee), dimana konsumen dapat mengembalikan atau
menukar produk yang telah dibeli dalam waktu tertentu pada distributor yang
memasarkan, apabila produk tersebut ternyata tidak memuaskan. Garansi uang
kembali bagi konsumen yang tidak puas, dengan alasan apapun, menunjukkan
kepercayaan diri yang tinggi terhadap kualitas produk perusahaan. Hal ini
menggambarkan bahwa produk-produk yang diperdagangkan dalam bisnis MLM
tidak hanya dapat dijual, tetapi sungguh-sungguh dapat dijual kepada publik. 68
Perusahaan MLM yang sah dan bertanggungjawab dimungkinkan untuk
berumur panjang. Perusahaan MLM terkemuka seperti Amway dan CNI telah
beroperasi selama puluhan tahun hingga sekarang karena memang terbukti
merupakan usaha yang tidak saja patuh hukum (legal), tetapi juga memegang teguh
etika bisnis (kode etik dan aturan prilaku yang berlaku secara internasional).
Sebaliknya pada perusahaan-perusahaan berkedok MLM, dipastikan berumur singkat.
Tidak satupun perusahaan dengan menggunakan Skema Piramid di dunia ini yang
berumur panjang, sebab tidak ada program yang bisa merekrut anggota selamanya.
Kebanyakan dari perusahaan Skema Piramid hanya dapat bertahan dalam hitungan
hari, minggu atau bulan, tergantung seberapa jauh penegakanhukum benar-benar
dijalankan aparat yang berwenang untuk itu. 69
68
69
Ibid., hal. 167.
Ibid., hal. 85-86.
Universitas Sumatera Utara
2.
Sejarah Skema Piramid dan Perkembangannya di Indonesia
Musuh industri MLM adalah program Skema Piramid. Program Skema
Piramida selalu muncul di saat industri DS-MLM mengalami perkembangan. Hal ini
terjadi di negara manapun, dimana pada saat industri MLM berkembang dan menaruh
minat banyak orang, maka Skema Piramid memanfaatkan trend tersebut untuk
menghimpun keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu sesingkat-singkatnya dari
masyarakat. 70
Penyelewengan sistem MLM tampak dalam Skema Piramid, dan menurut
Patric Sullivan, Presiden Direktur Amway Indonesia, mengatakan bahwa : “Beberapa
perusahaan telah menggunakan Skema Piramid dan juga Investasi Surat Berantai
pada tahun 1960-an, seperti Koscot, Bestline, Nutribio, Dare-to-be-Great dan lainlain”. 71 Ada pendapat bahwa hal ini telah dilakukan sejak tahun 1920-an dan
mengkaitkannya dengan Skema Ponzi (Ponzi Scheme) yang diambil dari nama pelaku
utamanya Carlo Ponzi.
Carlo Pietro Giovanni Guglielmo Tebaldo Ponzi atau dikenal juga dengan
nama Charles Ponzi adalah seorang imigran asal Italia yang lahir pada tanggal 03
Maret 1882. Ponzi dikenal sebagai salah satu penipu terbesar dalam sejarah Amerika
Serikat. Ponzi mulai pindah dari Italia dan menetap di Kanada pada tahun 1903,
disana ia pernah dua kali masuk penjara karena terlibat kasus pemalsuan dan
penipuan. Setelah dibebaskan dari penjara Kanada, Ponzi kemudian pindah ke Boston
70
71
Edy Zaqeus, Op.cit., hal. 8.
Andrias Harefa, Op.cit., hal. 87.
Universitas Sumatera Utara
pada tahun 1920. Ia kemudian menemukan sebuah cara untuk mendapatkan banyak
uang dengan cara menjual Postal Reply Coupons (PRC). 72
PRC diterbitkan di bawah Universal Postal Convention (Konvensi Pos
Sedunia) yang pada masa itu digunakan dalam surat-menyurat internasional sebagai
pengganti perangko untuk pengiriman surat atau barang. 73 Misalkan A di sebuah
negara mengirim surat kepada B (biasanya perusahaan atau badan lainnya) yang
berada di negara lain untuk memesan suatu barang, B mensyaratkan setiap
pemesanan barang harus disertai PRC. PRC tersebut bisa ditukarkan dengan perangko
untuk mengirim barang-barang yang diminta kliennya melalui jasa pos, maksudnya
agar B tidak dibebani biaya perangko karena A sudah menyediakannya dalam bentuk
PRC. PRC tersebut juga bisa diuangkan.
Inflasi di Eropa cukup tinggi pasca Perang Dunia II, sehingga terjadi
perbedaan biaya pengiriman lewat pos dari Amerika Serikat ke Eropa dengan dari
Eropa ke Amerika Serikat. Akibatnya, PRC yang dijual di Italia atau di Eropa
harganya lebih rendah dibandingkan dengan di Amerika Serikat. Ide Ponzi adalah
membeli PRC dari Italia, kemudian diuangkan di Amerika Serikat. Ponzi selanjutnya
mendirikan
The
Security
Exchange
Company
(1920)
di
Boston
dan
memperkenalkannya sebagai usaha spekulasi perangko. Ia menggalang dana melalui
agen-agen
yang
diberinya
komisi
tinggi
untuk
mengajak
masyarakat
menginvestasikan uang dengan janji pembayaran bunga sebesar 40% dalam waktu 90
72
Benni Sinaga, Rahasia Gelap di Bursa Saham, Cet. I, (Jakarta : Gerrmedia Pressindo,
2013), hal. 93-94.
73
Debra A. Valentine, “General Counsel for The US. Federal Trade Commission Pyramid
Schemes, presented at the International Monetary Fund’s Seminar on Current Legal Issues Affecting
Central Banks”, Washington DC, 14 May 1998.
Universitas Sumatera Utara
hari, sementara itu, bank hanya mampu memberi bunga sebesar 5% per tahun.
Tawaran Ponzi berhasil memikat banyak orang dan hanya dalam waktu 4 bulan,
Ponzi mampu mengumpulkan dana sebesar $. 420.000 (setara dengan 620 Kg emas)
dari para investornya. Perusahaan Ponzi semakin terkenal dan mendapatkan banyak
dana investasi setelah harian The Boston Post menerbitkan artikel yang berisi
pandangan positif terhadap bisnis Ponzi.
Ide Ponzi sesungguhnya telah gagal sejak awal. Hal ini disebabkan karena
jumlah investasi yang diterima Ponzi tidak sesuai dengan PRC yang beredar, dan
PRC sendiri tidak dapat dibeli dalam jumlah banyak. Ponzi kemudian menemukan
ide baru, yaitu membayar uang investor lama dari uang investor baru. Metode ini
diberinya nama bubble burst. Ide tersebut pada mulanya berjalan dengan lancar,
sebab jumlah investor di perusahaan Ponzi mengalami peningkatan. Dana baru yang
masuk bisa menutup pembayaran bunga kepada investor lama, dan kebanyakan dari
investor Ponzi tidak mengambil bunga dari investasinya melainkan menanamnya
kembali. Ponzi selanjutnya menyimpan seluruh uang nasabahnya di sebuah bank
bernama Hanover Trust Bank, dan dengan uang tersebut ia dapat menerima bunga
sebesar 5% yang merupakan keuntungan riil dari Security Exchange Company (SEC).
Pola bisnis Ponzi ternyata telah menarik perhatian Clarence Barron, seorang
analis keuangan. Berdasarkan penelitiannya, Barron kemudian menuliskan sebuah
artikel dalam harian The Boston Post yang berisi analisa bahwa pola bisnis Ponzi di
SEC secara finansial tidak mungkin menguntungkan. Tidak ada kecocokan antara
volume PRC dengan keuntungan yang dijanjikan Ponzi kepada nasabahnya. Berita ini
Universitas Sumatera Utara
sempat membuat beberapa investor menarik dananya dari SEC, dan mereka mendapat
pengembalian dana dari cek Hanover Trust Bank.
William McMasters, seorang Public Relation (PR) di SEC juga menyimpan
kecurigaan terhadap bisnis Ponzi, terutama mengenai pendepositoan uang nasabah di
Hanover Trust Bank yang hanya mendapat bunga sebesar 5% per tahun, sedangkan
SEC sendiri memberi bunga sebesar 40% dalam waktu 90 hari. Kecurigaan tersebut
mendorong McMasters untuk mengundurkan diri dari SEC. McMasters juga
menuliskan sebuah artikel dalam harian The Boston Post yang berisi pernyataan
bahwa SEC sesungguhnya telah pailit, sebab asetnya tidak mencukupi jumlah yang
harus dibayarkan kepada nasabah. Berita ini kembali membuat para investor
melakukan penarikan dana secara besar-besaran. Penarikan ini kemudian terhenti
ketika jumlah saldo Ponzi di Hanover Trust Bank tidak lagi mencukupi pembayaran
kepada para investor SEC.
Pemerintah AS kemudian menginvestigasi usaha Ponzi, dan hasilnya
menyatakan bahwa Ponzi telah bangkrut. Aset yang dimiliki Ponzi hanya sekitar
US$. 1,6 juta jauh di bawah nilai hutangnya pada para investor. Ponzi akhirnya
dijatuhi hukuman penjara selama 5 (lima) tahun oleh Pengadilan Federal dengan
tuduhan penipuan melalui surat.
Skema Ponzi menjadi sangat terkenal dan sekaligus mengilhami orang-orang
yang tidak bertanggungjawab untuk mengadopsinya ke dalam berbagai jenis bisnis,
tidak terkecuali MLM. Pengadopsian Skema Ponzi ke dalam bisnis MLM kemudian
melahirkan skema jenis baru, yaitu Skema Piramid.
Universitas Sumatera Utara
Skema Piramid mulai dipraktekkan oleh Glenn Wesley Turner di perusahaan
Kosmetics Company of Tommorrow (Koscot) Interplanetary, Inc., yang ia dirikan
pada tahun 1967 di Florida, Amerika Serikat. Turner memperkenalkan Koscot
sebagai perusahaan berbasis MLM yang memperjualbelikan alat-alat kosmetik.
Program MLM Turner memiliki empat tingkat distributor dari tingkat paling rendah
adalah peserta potensial yang dimungkinkan untuk masuk pada salah satu dari tiga
tingkat di atasnya yaitu beauty advisor, supervisor dan director. 74
Setiap anggota diharuskan berinvestasi awal dalam jumlah tertentu yang
nilainya relatif besar. Investasi tersebut memberikan hak bagi setiap anggota untuk
dapat merekrut anggota baru. Perusahaan selanjutnya memberikan sejumlah produk
kosmetik untuk dipasarkan ke konsumen dari investasi awal yang dibayarkan dan
menjanjikan komisi kepada setiap anggota yang berhasil merekrut anggota baru.
Pemberian komisi tersebut ternyata diperoleh dari investasi yang dibayarkan oleh
anggota baru. Akibatnya, para anggota lebih fokus melakukan perekrutan terusmenerus demi mendapat komisi daripada harus menjual produk ke konsumen. Produk
yang gagal dipasarkan ke konsumen akhirnya menjadi penumpukan stok bagi
distributor. Koscot sendiri tidak memberi jaminan untuk membeli kembali stok yang
tidak berhasil dipasarkan oleh distributor, sebab pembayaran komisi dibayarkan dari
investasi anggota. Artinya, para distributor bertanggungjawab atas produk kosmetik
yang diinvestasikan harus dapat dijual ke konsumen. 75
74
86 FTC. 1106, “In The Matter of Koscot Interplanetary, Inc.”, Order, Opinion Etc., in
Regard to Alleged Violation of The Federal Trade Commission Act and Sec. 2 of Clayton Act.
75
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Tuner juga mendirikan perusahaan Dare To Be Great sebagai badan pelatihan
para anggota atau calon anggota Koscot yang memaparkan kesuksesan dan kekayaan
yang menanti mereka. Tujuan akhir dari pelatihan ini adalah membujuk para anggota
atau calon anggota untuk membeli paket kosmetik yang tersedia di Koscot. 76
Bisnis MLM Turner selanjutnya diinvestigasi pada tahun 1972 berdasarkan
pengaduan dari para distributor Koscot ke Federal Trade Commission (FTC), yaitu
sebuah Komisi Perdagangan di Amerika Serikat yang melakukan fungsi inti
pemerintahan dalam mengawasi penyelenggaraan pasar bebas. Pada tanggal 18
November 1975, FTC akhirnya memutus sistem yang digunakan Koscot adalah ilegal
(Pyramid Scheme). 77 Keputusan FTC tersebut (Koscot 86 FTC at 1106) kemudian
menjadi sumber hukum (common law) di Amerika Serikat untuk menentukan
karakteristik suatu perusahaan yang tergolong menggunakan Pyramid Scheme. 78
Praktek bisnis dengan konsep Skema Piramid di Indonesia juga berasal dari
Skema Ponzi yang pertama kali diterapkan oleh Jusup Handojo Ongkowidjaja dalam
Yayasan Keluarga Adil Makmur (YKAM) yang didirikannya pada tahun 1987 di
Jakarta. Ongko memperkenalkan YKAM sebagai usaha “tabung-pinjam gotong
royong” yang menawarkan paket kredit sebesar Rp. 5 juta tanpa bersusah payah.
Syaratnya para peserta cukup membayar biaya pendaftaran sebesar Rp. 50 ribu, dan
menyetor tabungan Rp. 30 ribu sebanyak 7 (tujuh) kali dalam waktu satu bulan.
Pengembalian pinjaman Rp. 5 juta tersebut dapat diangsur selama 15 tahun, dan jika
sudah lunas peminjam juga dijanjikan bonus sebesar Rp. 9,6 juta. Tawaran ini
76
Ibid.
Ibid.
78
Debra A. Valentine, Op.cit.
77
Universitas Sumatera Utara
berhasil memikat banyak orang, anggota YKAM sampai bulan Februari 1988
mencapai lebih dari 44.000 orang dengan paket terdaftar sebanyak 70.000 buah,
tersebar di Jakarta dan 27 kota lainnya. 79
Selanjutnya, usaha YKAM hanya bertahan sampai bulan Februari 1988. Pada
saat itu, Ongko sedang mengalami kesulitan dalam mencairkan paket kredit yang
sudah jatuh tempo. Rencana pencairan sekitar 291 paket kredit yang berjumlah lebih
dari Rp. 1 miliar gagal, sebab pada saat itu uang yang ada di kas YKAM hanya Rp.
30 juta. Para anggota menjelang hari jatuh tempo seperti biasa mendatangi kantor
YKAM untuk meminta pembagian paket pinjaman. Ongko yang pada saat itu tidak
dapat mengabulkan pencairan paket terpaksa menyerahkan diri ke Polisi. Ia ditahan
dan kemudian kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 80
Hasil pemeriksaan di pengadilan menyatakan Ongko telah menghimpun dana
sebesar Rp. 18 miliar melalui YKAM, tetapi yang sempat menikmati paket kredit
Ongko hanya 2337 orang yang totalnya Rp. 12 miliar, sehingga sisanya Rp. 6 miliar
dinyatakan telah dikorupsi oleh Ongko. Ongko akhirnya divonis 15 tahun penjara
dnegan tuduhan melakukan penipuan tindak pidana korupsi, sampai di tingkat kasasi
vonis yang dijatuhkan tetap tidak berubah. 81
Skema Ponzi terapan Ongko ternyata juga telah mengilhami sejumlah orang
yang tidak bermoral untuk mengadopsinya ke dalam berbagai jenis bisnis di
79
Harian Suara Merdeka, “Belajar Dari Kasus CV Medical”, diterbitkan Senin, 25 April
2005. Lihat juga : Majalah Tempo, diterbitkan Sabtu, 20 Februari 1988.
80
Ibid.
81
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia. Adapun praketk bisnis dengan metode yang pernah beroperasi di
Indonesia, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.
Daftar Perusahaan Yang Menggunakan Skema Ponzi
NO.
NAMA PERUSAHAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
PT. Multi Jaya Indovesco
PT. Suti Kelola
Arisan Danasonik
PT. Banyumas Mulya Abadi
Kospin
Yoshiro
PT. Era Catur Wicaksana atau New Era 21
PT. Inter Jasa Perkasa
Citra Keluarga Sejahtera Sentosa
Hidup Gembira Awet Muda atau Higam Net
PT. Rosindo
PT. Promail
PT. Probest International
PT. Qurnia Subur Alam Raya
PT. Adess Sumber Hidup Dinamika
YAMI
PT. Goldquest
Golden Saving
Ibist
TVI Express
Dan lain-lain
Sumber
:
TAHUN
1992
1992
1995
1996
1998
1998
1999
1999
1999
1999
1999
2000
2000
2001
2003
2002
2003
2003
2007
2011
---
Data Sekunder yang diolah.
Masyarakat Indonesia yang menjadi korban praktek-praktek ilegal tersebut
diperkirakan berjumlah lebih dari puluhan ribu jiwa dnegan total kerugian mencapai
puluhan triliun rupiah.
Universitas Sumatera Utara
3.
Sistem Kerja Skema Piramid
Skema Piramid adalah metode yang digunakan dalam bisnis ilegal dengan
melibatkan pertukaran uang terutama untuk mendaftarkan orang lain ke dalam skema.
Bisnis dengan Skema Piramid umumnya tidak menyediakan produk berupa barang
dan/atau jasa untuk ditawarkan. Adakalanya bisnis ini juga menyediakan produk,
namun produk tersebut hanya untuk menyamarkan penipuan agar terlihat seperti
bisnis yang riil. Sistem kerja Skema Piramid dapat digambarkan seperti contoh di
bawah ini 82 :
#
BIAYA PENDAFTARAN RP. 5 JT
Level 1 Rp. 1,5 jt x 3 = Rp. 4,5 jt
#
#
#
Level 2 Rp. 300 rb x 9 = Rp. 2,7 jt
###
###
###
Level 3 Rp. 300 rb x 27 = Rp. 8,1 jt ######### ######### #########
Level 4 Rp. 300 rb x 81 = Rp. 24,3 jt
(27#)
(27#)
(27#)
--------------+
Rp. 39,6 jt
Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa setiap peserta harus membayar
sebesar Rp. 5 jt untuk bergabung, dan setiap peserta dapat merekrut beberapa peserta
baru. Contoh skema di atas terdiri dari lima level, dan setiap peserta sampai level
keempat masing-masing berhasil merekrut 3 downline. Setiap peserta akan dibayar
Rp. 1,5 jt dari setiap downline yang direkrutnya sendiri, dan akan diberikan bonus Rp.
300 rb untuk setiap peserta baru yang berhasil direkrut oleh jaringannya. 83
Peserta pada level pertama berdasarkan skema di atas terlihat mendapat
peluang yang lebih besar untuk memperoleh keuntungan. Promotor (pendiri
perusahaan) Skema Piramid selalu meyakinkan setiap peserta bahwa mereka bisa
82
83
Andreas Harefa, Op.cit., hal. 85-86.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
menduduki level pertama, dan bahwa ia harus mempertimbangkan dirinya berada di
bagian atas matriks. Perspektif ini menunjukkan bahwa orang yang berada pada level
pertama dapat memperoleh Rp. 39,6 jt dari investasi sebesar Rp. 5 jt, keuntungan ini
berarti
ada
sebesar
792%.
Tawaran
ini
sangat
menggiurkan
dan
patut
dipertimbangkan. Pertimbangan tersebut menjadi alasan utama mengapa banyak
orang memilih untuk bergabung. 84
Analisa selanjutnya dari skema di atas adalah dengan melihat puncak matriks.
Puncak matriks diduduki peserta level pertama, tetapi sesungguhnya promotor berada
di tempat yang lebih atas dari peserta level pertama. Promotor memandang setiap
anggota baru sebagai alat spekulasi keuntungan, dan membayarkan sedikit beban
untuk sebagian peserta dari pendapatan yang mengalir padanya. Promotor akan
menerima Rp. 5 jt untuk setiap pendaftaran peserta baru, dan paling banyak ia harus
membayar Rp. 2,4 jt untuk setiap peserta (komisi ditambah bonus). Jadi, promotor
akan menerima Rp. 5 jt dari setiap anggota, akan tetapi ia hanya harus membayar Rp.
1,5 jt untuk setiap anggota baru yang berhasil direkrut langsung oleh peserta, dan
membayar bonus Rp. 300 rb kepada upline yang jaringannya berhasil merekrut
seorang anggota baru. Kesimpulannya, promotor akan mengantongi lebih dari
setengah jumlah biaya pendaftaran keanggotaan. 85
Analisa selanjutnya jika diasumsikan skema ini ambruk setelah level kelima
terisi, maka promotor akan menerima keuntungan sebagai berikut :
a. “Rp. 5 jt dari biaya pendaftaran yang dikeluarkan peserta pertama;
84
85
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
b. Rp. 10,5 jt dari 3 orang peserta level kedua (3 x Rp. 5 jt dikurangi komisi
peserta level pertama 3 x Rp. 5 jt);
c. Rp. 28,8 jt dari 9 orang peserta level ketiga (9 x Rp. 5 jt dikurangi komisi
level kedua 9 x Rp. 1,5 jt dikurangi bonus level pertama 9 x Rp. 300 rb);
d. Rp. 78,3 jt dari 27 orang peserta level keempat (27 x Rp. 5 jt dikurangi
komisi level ketiga 27 x Rp. 1,5 jt dikurangi bonus level kedua 27 x Rp.
300 rb dikurangi bonus level pertama 27 x Rp. 300 rb);
e. Rp. 210,6 jt dari 81 orang peserta level kelima (81 x Rp. 5 jt dikurangi
komisi level keempat 81 x Rp. 1,5 jt dikurangi bonus level ketiga 81 x Rp.
300 rb dikurangi bonus level kedua 81 x Rp. 300 rb dikurangi bonus level
pertama 81 x Rp. 300 rb).
Total dana yang berhasil mengalir ke promotor adalah Rp. 333,2 jt dan dana
tersebut diperolehnya hanya dengan merekrut peserta level pertama saja”. 86
Analisa selanjutnya adalah dengan melihat dari sudut pandang korban, setelah
seluruh Skema Piramid runtuh. Korban pada level kelima (paling bawah piramida)
yang awalnya merasa memiliki peluang untuk menjadi level pertama seketika
menyadari bahwa sebenarnya ia berada di bagian bawah. Ia tidak mampu menemukan
orang yang tertarik untuk direkrut sebagai downline-nya. Hitungan matematis
menunjukkan bahwa korban terbanyak dari keruntuhan Skema Piramid adalah orang
yang berada pada level terbawah, setidaknya 70% anggota berada pada level
terbawah tanpa sarana untuk memperoleh keuntungan. Masing-masing dari mereka
akan kehilangan Rp. 5 jt, bahkan sering kali orang yang berada satu tingkat di atas
level terbawah piramida tidak dapat mengembalikan modalnya secara utuh. Hal ini
semakin menambahkan jumlah korban menjadi sekitar 89% dari anggota Skema
Piramid (dalam contoh skema di atas adalah 108 orang dari 121 anggota) ditakdirkan
untuk kehilangan uangnya. 87
86
87
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai Skema Piramid di atas, Andrias Harefa pernah mengemukakan 3
(tiga) hal sebagai berikut 88 :
a. “Skema ini menempatkan pesertanya sebagai pecundang (loser), sejumlah
besar pecundang membayar kepada sedikit pemenang (winner). Hal ini
sangat mirip, bahkan lebih kejam dari permainan judi (terutama karena
peserta tidak sadar dilibatkan dalam semacam pertaruhan);
b. Perusahaan dan peserta (yang sadar maupun tidak sadar) harus menipu
orang yang mereka rekrut, sebab bila sistem ini dijelaskan secara logis dan
tuntas, tidak akan banyak orang yang berminat mengikutinya;
c. Sistem ini bersifat melawan hukum (ilegal) dan di banyak negara, pemilik
perusahaan, dan peserta ditangkap, didenda, dan dipenjara karena
menjalankan sistem ini”.
Dengan demikian, pelaku bisnis berkedok MLM yang menggunakan Skema
Piramid tidak pernah menguntungkan downline-nya karena pemasukan riil dari
perusahaan MLM tersebut tidak ada. Sehingga para downline tetap dirugikan karena
mengeluarkan uang hanya untuk menguntungkan upline-nya.
B.
Kegiatan Penyelenggaraan Penjualan di Indonesia
Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan
khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan
berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu,
globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi
telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang
dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau
jasa yang ditawarkan bervariasi, baik produk luar negeri maupun produksi dalam
negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen
88
Andrias Harefa, Op.cit., hal. 86.
Universitas Sumatera Utara
karena kebutuhan konsumen akan kebutuhan barang dan/atau jasa yang diinginkan
dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasanuntuk memilih aneka jenis dan
kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. 89
Salah satu cara yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam memenuhi kebutuhan
konsumen dan sekaligus mengembangkan sistem pemasaran perusahaan adalah
dengan menggunakan sistem penjualan langsung/direct selling. Pengertian Sistem
penjualan langsung/direct selling menurut Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor
: 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan
dengan Sistem Penjualan Langsung Pasal 1 ayat 1 adalah : “Metode penjualan barang
dan/atau jasa tertentu melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh mitra
usaha yang bekerja atas dasar komisi dan/atau bonus berdasarkan hasil penjualan
kepada konsumen di luar lokasi eceran tetap”.
Untuk melindungi konsumen dari praktik direct selling palsu dan sekaligus
untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat selaku konsumen maka
pemerintah mengeluarkan Peraturan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor :
32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan
dengan Sistem Penjualan Langsung yang nantinya diharapakan dapat membantu
masyarakat untuk bijak dalam memilih perusahaan direct sellingyang murni dan
palsu sebelum bergabung sebagai mitra usaha sehingga konsumen tidak terjebak
dalam praktek direct selling palsu yang menggunakan sistem pemasaran jaringan
direct selling murni yang saat ini sedang marak berkembang.
89
Andrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2008), hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
1.
Penyelenggaraan Penjualan Langsung
Ketentuan mengenai penyelenggaraan penjualan langsung di Indonesia diatur
dalam Permendang No.32/M-DAG/PER/8/2008. Adapun definisi dari penjualan
langsung berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Permendag No. 32/MDAG/PER/8/2008
adalah sebagai berikut : “Penjualan langsung (direct selling) adalah metode penjualan
barang dan/atau jasa tertentu melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan mitra
usaha yang bekerja atas dasar komisi dan/atau bonus berdasarkan hasil penjualan
kepada konsumen di luar lokasi eceran tetap”.
Menurut Andrias Harefa, banyak alasan yang menyebabkan sistem Direct
Selling (DS) dipilih oleh sebagian banyak perusahaan. Alasan-alasan tersebut antara
lain adalah sebagai berikut 90:
1. “Keyakinan bahwa sebuah produk yang baik dapat dipasarkan langsung
kepada konsumen tanpa melewati jalur distribusi yang rumit dan nyaris tidak
mengandalkan promosi kecuali mouth to mouth (periklanan dari mulut ke
mulut);
2. Keyakinan pada prinsip perkembangbiakan jaringan distributor melalui
kontak-kontak pribadi;
3. Keyakinan terhadap hak konsumen untuk mendapat informasi terbaik melalui
penjelasan langsung dari distributor yang juga berperan sebagai konsumen
produk yang dijualnya;
4. Perusahaan MLM yang baik meletakkan etika bisnis sebagai panglima.
Keyakinan bahwa jiwa perusahaan bukan pada ilmu pemasaran tetapi lebih
kepada prinsip-prinsip, nilai-nilai, motivasi yang menggerakkan the man
behind the marketing science”.
Ruang lingkup sistem direct selling mencakup unsur produsen atau
perusahaan, distributor, konsumen, sistem kerja, dan komisi. Unsur-unsur ini akan
dibahas satu persatu dalam uraian di bawah ini :
90
Andrias Harefa, Op.cit., hal. vii-viii.
Universitas Sumatera Utara
1. Perusahaan Direct Selling
Menurut Permendag No. 32 Tahun 2008 Pasal 1 tentang penyelenggaraan
kegiatan perdagangan dengan sistem penjualan langsung, perusahaan adalah badan
usaha yang berbentuk badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
barang dan/atau jasa dengan sistem penjualan langsung. Untuk mendirikan
perusahaan, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2.
2. Distributor atau Mitra Usaha
Direct Selling dalam mengembangkan bisnis selalu melibatkan mitra usaha
selaku distributor maupun anggota jaringan. Pengertian distributor atau mitra usaha
menurut Permendag No.32/MDAG/PER/8/2008 berdasarkan Pasal 1 yaitu : Anggota
mandiri jaringan pemasaran atau penjualan yang berbentuk badan usaha atau
perseorangan dan bukan merupakan bagian dari struktur organisasi perusahaan yang
memasarkan atau menjual barang dan/atau jasa kepada konsumen akhir secara
langsung dengan mendapatkan imbalan berupa komisi dan/atau bonus atas penjualan.
3. Konsumen
Pengertian konsumen menurut Pasal 1 angka 7 Permendag No.32/MDAG/PER/8/2008 adalah : Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa, baik untuk
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan. Sedangkan konsumen dalam konteks DS/MLM adalah
masyarakat pengguna atau pembeli produk perusahaan DS/MLM yang bertujuan
untuk mengkonsumsi produk secara pribadi. 91
4. Sistem Kerja
91
Priyadi, “Bedan Sistem MLM”, www.priyadi.net., diakses pada 03 Mei 2014.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan Direct Selling dibangun berdasarkan kemitraan sehingga sistem
Direct Selling baru dapat berjalan apabila terdapat mitra usaha.Distributor/mitra
usaha inilah yang nantinya mengembangkan jaringan dan melahirkan distributordistributor baru melalui perekrutan yang dilakukan oleh dirinya sendiri maupun
anggotanya. Sistem kerja Direct Selling juga meliputi sistem pelatihan (support
system) berupa pengajaran materi serta motivasi yang bertujuan untuk memudahkan
setiap distributor dalam menjalani sistem. 92Pelatihan biasanya dilakukan oleh
pembangunan jaringan (network builder/achiever) yang telah berhasil mencetak
prestasi tertentu. 93
5. Komisi
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Permendag RI No.32/MDAG/PER/8/2008,
pengertian komisi adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha
yang besarnya dihitung berdasarkan hasil kerja nyata, sesuai volume atau nilai hasil
penjualan barang dan/atau jasa, baik secara pribadi maupun jaringannya.
Besarnya komisi seorang distributor ditentukan dari target penjualan yang
dilakukannya sendiri dan yang dilakukan oleh jaringannya. Komisi tersebut berupa
potongan harga, bonus, atau insentif yang ditetapkan perusahaan secara berjenjang
sesuai dengan nilai penjualan(biasanya disebut volume point, business point, volume
92
Website Resmi Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia, “Saatnya MLM Menggali dan
Mengedepankan Value”, www.apli.or.id., diakses tanggal 03 Mei 2014.
93
Mark Yarnell dan Rene Reid Yarnell, Tahun Pertama Anda Dalam Network Marketing,
(Jakarta : Penerbit Erlangga, 1999), hal. 207.
Universitas Sumatera Utara
grip yang diberitahukan kepada mitra usaha sejak mereka mendaftar menjadi
anggota. 94
Dalam sistem Direct Selling dibagi atas 2 (Dua) jenis, yaitu :
1. Single Level Marketing (Sistem Pemasaran Satu Tingkat)
Perusahaan penjualan langsung satu jenjang (Single Level Marketing) sering
kita jumpai di acara iklan televisi yang bersifat khusus. Dalam acara televisi tersebut,
perusahaan SLM menawarkan berbagai macam produk yang dibutuhkan masyarakat.
Mereka memperagakan cara penggunaan produk dan menunjukkan berbagai manfaat
produk bagi konsumen. Produk yang ditawarkan bervariasi seperti alat-alat dapur,
obat herbal, sandal kesehatan, alat-alat olahraga, dan lainlain. Sistem SLM ini
menggunakan metode pemasaran barang dan/atau jasa dari sistem penjualan langsung
melalui program pemasaran berbentuk satu tingkat, dimana mitra usaha mendapatkan
komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang dan/atau jasa yang
dilakukannya sendiri.
2. Multi Level Marketing (Sistem Pemasaran Bertingkat)
Defenisi MLM/ Penjualan Berjenjang secara hukum dapat dijumpai dalam Pasal 1
angka 1 Keputusan Menteri Perdagangan RI No.73/MPP/Kep/3/2000 tentang
Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang adalah suatu cara atau metode penjualan secara
berjenjang kepada konsumen melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh
perorangan atau badan usaha yang memperkenalkan barangdan/atau jasa tertentu
kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut yang
bekerja berdasarkan komisi atau iuran keanggotaan yang wajar.
94
Andreas Harefa, Op.cit., hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kenyataan di lapangan ditemukannya bentuk Multi Level Marketing
palsu. Pengertian dari Multi Level Marketing palsu tidak disebutkan secara langsung
di dalam Permendag RI No. 32 Tahun 2008, akan tetapi dengan menggunakan istilah
pemasaran jaringan terlarang kita dapat mengetahuinya. Pemasaran jaringan terlarang
menurut Pasal 1 angka 12 adalah kegiatan usaha dengan nama atau istilah apa pun
dimana keikutsertaan mitra usaha berdasarkan pertimbangan adanya peluang untuk
memperoleh imbalan yang berasal atau didapatkan terutama dari hasil partisipasi
orang lain yang bergabung kemudian atau sesudah bergabungnya mitra usaha
tersebut, dan bukan dari hasil kegiatanpenjualan barang dan/atau jasa. Dalam
menjalankan usahanya, perusahaan MLM palsu mempunyai tujuan utama
menghimpun dana masyarakat sebanyakbanyaknya bagi kepentingannya dirinya
sendiri dengan cara melanggar hukum. Penghasilan utama para mitra usaha dalam
jaringan MLM palsu diperoleh dari komisi/bonus perekrutan anggota, bukan dari
penjualan produk. Dalam MLM palsu produk dijadikan sebagai kedok untuk
menutupi niat tidak baik perusahaan dalam menghimpun dana masyarakat secara
illegal. Perusahaan yang diperbolehkan menghimpun dan mengelola dana-dana
masyarakat hanyalah perbankan, pasar modal, dan asuransi.
Sebaliknya, MLM asli memiliki surat izin khusus berupa SIUPL diatur secara
tegas dalam Pasal 9 Permendag No. 32 Tahun 2008. SIUPL tersebut berlaku
diseluruh wilayah negara Republik Indonesia. Perusahaan yang baru melakukan
kegiatan usaha perdagangan dengan sistem MLM diberikan SIUPL sementara dengan
masa berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat ditingkatkan menjadi SIUPL tetap
dengan masa berlaku selama perusahaan menjalankan kegiatan usahanya jika sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan kode pemasaran, kode etik, dan peraturan perusahaan. Peningkatan SIUPL
Sementara menjadi SIUPL Tetap diajukan 30 hari kerja atau paling lambat 14 hari
kerja sebelum SIUPL Sementara habis masa berlakunya. Perusahaan yang telah
mendapatkan SIUPL Tetap wajib melakukan pendaftaran ulang setiap 5 (lima) tahun.
Dalam melakukan pemasarannya, perusahaan MLM murni harus memenuhi
ketentuan paling sedikit menyangkut hal-hal sebagai berikut 95 :
1. “Memiliki alur distribusi barang dan/atau jasa yang jelas dari perusahaan
sampai kepada konsumen akhir; dan
2. Jumlah komisi dan bonus atas hasil penjualan yang diberikan kepada
seluruh mitra usaha dan jaringan pemasaran dibawahnya palin