Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Provinsi Sumatera Utara Dengan Motivasi Sebagai Variabel Moderating
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Otonomi Daerah yang mulai diberlakukan sejak tahun 2001 telah
memberikan kewenangan bagi Pemerintah Daerah untuk mengurus keuangannya
sendiri dan sejalan dengan kewenangan tersebut diberikan juga suatu
tanggungjawab untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang efektif,
efisien, transparan, dan akuntabel. Hal ini dapat dicapai dengan maksimal bila
dilakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dengan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dimana dinyatakan bahwa Inspektorat
Daerah merupakan bagian dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
yang berperan sebagai pengawas
pelaksanaan APBD dan bertanggungjawab
kepada Kepala Daerah. Dalam pasal 11 dinyatakan bahwa APIP yang mampu
berperan secara efektif sekurang-kurangnya harus dapat: 1.
Memberikan
keyakinan yang memadai atas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah; 2. Memberikan peringatan dini dan meningkatkan
efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi
Pemerintah;
3.
Memelihara
dan
meningkatkan
kualitas
tata
kelola
penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah instansi pemerintah
yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di
Universitas Sumatera Utara
lingkungan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, yang terdiri dari Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal
Kementerian, Inspektorat/ unit pengawasan intern pada Kementerian Negara,
Inspektorat Utama/ Inspektorat Lembaga Pemerintah Non Kementerian,
Inspektorat/unit pengawasan intern pada Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara
dan Lembaga Negara, Inspektorat Provinsi/ Kabupaten/ Kota, dan unit
pengawasan intern pada Badan Hukum Pemerintah lainnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Dalam melakukan tugas dan fungsinya APIP mengacu kepada Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.Pan/03/2008
tentang
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dimana pada Diktum
kedua ditegaskan bahwa standar ini wajib digunakan sebagai acuan APIP dalam
melaksanakan tugasnya. Adapun bentuk-bentuk pengawasan yang dilakukan oleh
APIP sesuai dengan pasal 40 Peraturan Pemerintah N0. 60 Tahun 2008 meliputi
kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya.
Pemeriksaan
yang
didasarkan
pada
Standar
Audit
APIP
dapat
meningkatkan informasi yang dihasilkan dalam proses pengumpulan dan
pengujian bukti secara obyektif dan akan mendukung peningkatan mutu dan
pengelolaan keuangan negara serta pengambilan keputusan penyelenggaraan
negara. Namun fenomena yang terjadi saat ini menunjukkan kinerja APIP
khususnya Inspektorat Daerah belum memuaskan, hal ini tidak terlepas dari
perbedaan kondisi APIP, baik dari sisi tata kelola, sumber daya yang dimiliki,
serta lingkungan yang melingkupi. Sampai dengan tahun 2014 BPKP telah
melakukan pemetaan APIP terkhusus Inspektorat Daerah yang mengacu kepada
Universitas Sumatera Utara
Internal Audit Capability Model (IA-CM) terhadap 474 APIP dari 627 APIP
hasilnya menunjukkan bahwa 404 APIP atau 85,23% APIP masih berada pada
Level 1 (initial), 69 APIP atau 14,56% berada pada Level 2 (infrastructure) dan
hanya 1 APIP atau (0,21%) berada pada Level 3 (integrated).
Berdasarkan survey yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri diketahui
bahwa secara Organisasi Inspektorat Daerah kurang memiliki kemandirian untuk
menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya secara wajar dan objektif. Kondisi
tersebut menggambarkan peran APIP yang belum efektif , hal ini disebabkan
antara lain 1. Independensi dan objektivitas APIP belum dapat diterapkan
sepenuhnya, 2. Lemahnya manajemen/tata laksana/bisnis proses APIP, 3. Tidak
terpenuhinya kebutuhan formasi Auditor, 4. Kurangnya alokasi anggaran belanja
APIP dibandingkan dengan total belanja dalam APBN/APBD , 5. Struktur
organisasi dan pola hubungan kerja belum sepenuhnya sesuai dengan strategi
dalam mencapai tujuan APIP yang efektif dan
6. Kurangnya kegiatan
pengembangan kompetensi dan lemahnya manajemen SDM APIP terutama
rekrutmen dan pola karier.
Pengawasan Internal yang dilakukan oleh APIP menekankan pada
pemberian bantuan kepada unit kerja perangkat kerja daerah dalam pengelolaan
resiko-resiko yang dapat menghambat pencapaian misi dan tujuan, sekaligus
memberikan alternatif peningkatan efisiensi dan efektivitas serta pencegahan atas
potensi kegagalan sistem manajemen pemerintahan daerah (Machmud, 2006). Hal
ini sejalan dengan perubahan paradigma APIP dari yang hanya sekedar watchdog
yang mencari-cari kesalahan
menuju peran konsultan sekaligus katalis yang
berperan sebagai fasilitator yang mendorong perubahan ke arah yang lebih baik
Universitas Sumatera Utara
sehingga APIP diharapkan dapat mendorong terwujudnya penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance). Perubahan peran ini diharapkan juga
memperbaiki kinerja APIP. Kinerja yang dimaksud disini adalah kinerja Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) berdasarkan kepatuhan dalam menjalankan
prosedur pengawasan dan pemeriksaan sesuai yang telah diatur dalam Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.Pan/03/2008
tentang
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Kinerja APIP dalam mengawasi pengelolaan keuangan di daerah, tidak
bisa terlepas dari faktor individu
Faktor
lingkungan
serta faktor lingkungan pemerintah daerah.
yang dimaksud
adalah
sistem
yang dibentuk
dan
dikembangkan dalam kaitannya dengan fungsi dan tugas APIP serta peraturan
yang mengatur tugas dan fungsi APIP. Selain itu kebijakan kepala daerah juga
sering menyebabkan kinerja APIP terhambat, seperti misalnya kebijakan mutasi
yang tidak berdasarkan pertimbangan profesional dan rekrutmen yang tidak
berdasarkan kebutuhan. Sedangkan faktor individu adalah karekteristik masingmasing personal APIP dalam melaksanakan fungsi sebagai pengawas, pemeriksa
dan pembina pengelolaan keuangan di daerah. Larkin dalam Trisnaningsih (2007)
menyatakan bahwa terdapat empat dimensi personal dalam mengukur kinerja
auditor yaitu: kemampuan (kompetensi), komitmen, motivasi dan kepuasan kerja.
Kompetensi seorang auditor berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan sikap
prilakunya yang diperoleh melalui pendidikan formal, pelatihan dan diperluas
dengan pengalaman dalam praktek audit. Auditor juga harus menjalani pendidikan
dan pelatihan yang berkelanjutan guna menjamin kompetensi yang dimiliki sesuai
dengan kebutuhan organisasi dan perkembangan lingkungan pengawasan. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sudjana (2011) yang
menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor.
Keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan juga
ditentukan oleh komitmen yang dimilikinya, Vanderberg dalam Trisnaningsih
(2007) menyatakan bahwa komitmen organisasi menunjukkan daya tarik
seseorang dalam mengidentifikasikan keterlibatannya sebagai bagian suatu
organisasi oleh karena itu komitmen organisasi akan menimbulkan rasa ikut
memiliki terhadap organisasi. Karyawan yang memiliki
komitmen akan
menunjukkan sikap dan perilaku yang positif terhadap organisasinya, berusaha
meningkatkan prestasinya dan memiliki keyakinan yang pasti untuk mewujudkan
tujuan organisasi. Komitmen tidak berhubungan dengan bakat kepintaran,
komitmen yang kuat akan memungkinkan seseorang untuk dapat mengeluarkan
sumber daya yang dimilikinya dan sebaliknya karyawan yang tidak memiliki
komitmen akan sulit menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wati, dkk (2010) bahwa komitmen
organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Cahyasumirat (2010) dan Hanna dan Firnanti (2013)
yang menyatakan bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja auditor.
Sikap pimpinan
juga dapat mempengaruhi kinerja, sikap pimpinan
merupakan cara pimpinan untuk mempengaruhi orang lain atau bawahannya
sedemikian rupa sehingga orang tersebut mau melakukan kehendak pimpinan
untuk mencapai tujuan organisasi meskipun secara pribadi hal tersebut mungkin
tidak disenangi. Teori kepemimpinan perilaku (behavioral) menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
gaya kepemimpinan seorang manajer akan berpengaruh langsung terhadap
efektifitas kelompok kerja yang dipimpinnya (Trisnaningsih, 2007). Teori ini juga
menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang dipakai oleh seorang manajer dalam
suatu unit kerja akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan secara
keseluruhan. Hasil penelitian Wati, dkk (2010) menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja auditor pemerintah
Keberadaan auditor sebagai suatu profesi tidak bisa dipisahkan dari
karakteristik independensinya. Dalam pelaksanaan tugasnya seorang auditor harus
bersikap independen agar kredibilitas hasil pekerjaannya meningkat. Auditor tidak
hanya berkewajiban mempertahankan sikap mental independen, tetapi juga harus
menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan independensinya diragukan
masyarakat. Seorang auditor harus memiliki sikap netral dan tidak bias serta
menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan
melaporkan pekerjaan yang dilakukannya. Penelitian yang dilakukan oleh Gustati
(2011), Yuskar, dkk (2011) dan Wulandari (2011), menyatakan bahwa
independensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja APIP adalah motivasi,
dimana APIP memerlukan dorongan untuk mengerahkan kemampuan, tenaga dan
waktunya melaksanakan tanggungjawabnya kepada organisasi. Motivasi adalah
dorongan, kehendak atau keinginan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mewujudkan prestasi-prestasi tertentu. Dengan adanya motivasi maka seseorang
akan mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi
standar yang ada (Gustati, 2010). Seorang auditor dengan kompetensi yang
memadai namun tidak merasa puas dengan kompensasi yang diterimanya akan
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan
dia
kehilangan
motivasi
untuk
berprestasi,
ataupun
ketidaknyamanan dalam lingkungan kerjanya akan menyebabkan dia tidak betah
bekerja dan menghambat prestasi kerjanya. Penelitian terkait motivasi sebagai
variabel moderating dalam hubungannya dengan kinerja telah banyak dilakukan,
diantaranya penelitian Ipkoni (2006) yang menyatakan bahwa motivasi berhasil
menjadi variabel pemoderasi sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hshieh
( 2008) menunjukkan bahwa motivasi tidak dapat digunakan sebagai variabel
moderating. Oleh sebab itu peneliti ingin menggunakan motivasi sebagai variabel
yang memoderasi hubungan antara variabel Kompetensi, Komitmen Organisasi,
Gaya kepemimpinan dan Independensi terhadap Kinerja Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP) dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kinerja Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) di
Provinsi Sumatera Utara dengan Motivasi sebagai Variabel Moderating.”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka masalah penelitan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apakah kompetensi, komitmen auditor, sikap pimpinan dan independensi
berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kinerja APIP di Provinsi
Sumatera Utara?
2.
Apakah motivasi
dapat memoderasi hubungan antara kompetensi,
komitmen auditor, sikap pimpinan, independensi dengan kinerja APIP di
Provinsi Sumatera Utara?
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dkemukakan, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk:
1. Untuk
menganalisis pengaruh
kompetensi, komitmen auditor, sikap
pimpinan dan independensi secara simultan dan parsial terhadap Kinerja
APIP di Provinsi Sumatera Utara.
2.
Untuk
menganalisis
motivasi
sebagai
pemoderasi
hubungan
antara
kompetensi, komitmen auditor, sikap pimpinan dan independensi dengan
kinerja APIP di Provinsi Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan kinerja Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
2.
Bagi pemerintah daerah sebagai bahan kajian dalam mengambil keputusan
mengenai APIP.
3.
Bagi akademisi dan peneliti selanjutnya, sebagai bahan rujukan untuk
penelitian selanjutnya.
1.5. Originalitas
Universitas Sumatera Utara
Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian seperti ini pernah dilakukan.
Penelitian yang peneliti lakukan ini merupakan pengembangan dari penelitian
yang dilakukan oleh Arumsari (2014). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu adalah:
1.
Variabel independen penelitian terdahulu terdiri dari profesionalisme
auditor, independensi auditor, budaya organisasi, etika profesi dan gaya
kepemimpinan, sedangkan pada penelitian ini variabel independennya
terdiri
dari
kompetensi,
komitmen
auditor,
sikap
pimpinan
dan
independensi.
2.
Pada penelitian ini peneliti menambahkan variabel motivasi
sebagai
variabel moderating.
3.
Populasi pada penelitian terdahulu adalah auditor pada Kantor Akuntan
publik di Provinsi Bali, sementara populasi penelitian ini adalah auditor
APIP di Provinsi Sumatera Utara.
4.
Waktu penelitian terdahulu dilakukan pada tahun 2014, sedangkan
penelitian ini dilakukan pada tahun 2015 sampai dengan selesai.
Untuk lebih ringkasnya dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Originalitas Penelitian
Uraian
Variabel
Independen
Penelitian Terdahulu
Penelitian sekarang
profesionalisme auditor, kompetensi,
komitmen
independensi
auditor, auditor, sikap pimpinan dan
budaya organisasi, etika independensi.
profesi
dan
gaya
kepemimpinan
Universitas Sumatera Utara
Variabel
Dependen
Kinerja Auditor
Kinerja APIP
Variabel
Moderating
tidak ada
Motivasi
Lokasi
Penelitian
Provinsi Bali
Provinsi Sumatera Utara
Waktu
Penelitian
2014
2016
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Otonomi Daerah yang mulai diberlakukan sejak tahun 2001 telah
memberikan kewenangan bagi Pemerintah Daerah untuk mengurus keuangannya
sendiri dan sejalan dengan kewenangan tersebut diberikan juga suatu
tanggungjawab untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang efektif,
efisien, transparan, dan akuntabel. Hal ini dapat dicapai dengan maksimal bila
dilakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dengan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dimana dinyatakan bahwa Inspektorat
Daerah merupakan bagian dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
yang berperan sebagai pengawas
pelaksanaan APBD dan bertanggungjawab
kepada Kepala Daerah. Dalam pasal 11 dinyatakan bahwa APIP yang mampu
berperan secara efektif sekurang-kurangnya harus dapat: 1.
Memberikan
keyakinan yang memadai atas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah; 2. Memberikan peringatan dini dan meningkatkan
efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi
Pemerintah;
3.
Memelihara
dan
meningkatkan
kualitas
tata
kelola
penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah instansi pemerintah
yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di
Universitas Sumatera Utara
lingkungan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, yang terdiri dari Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal
Kementerian, Inspektorat/ unit pengawasan intern pada Kementerian Negara,
Inspektorat Utama/ Inspektorat Lembaga Pemerintah Non Kementerian,
Inspektorat/unit pengawasan intern pada Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara
dan Lembaga Negara, Inspektorat Provinsi/ Kabupaten/ Kota, dan unit
pengawasan intern pada Badan Hukum Pemerintah lainnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Dalam melakukan tugas dan fungsinya APIP mengacu kepada Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.Pan/03/2008
tentang
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dimana pada Diktum
kedua ditegaskan bahwa standar ini wajib digunakan sebagai acuan APIP dalam
melaksanakan tugasnya. Adapun bentuk-bentuk pengawasan yang dilakukan oleh
APIP sesuai dengan pasal 40 Peraturan Pemerintah N0. 60 Tahun 2008 meliputi
kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya.
Pemeriksaan
yang
didasarkan
pada
Standar
Audit
APIP
dapat
meningkatkan informasi yang dihasilkan dalam proses pengumpulan dan
pengujian bukti secara obyektif dan akan mendukung peningkatan mutu dan
pengelolaan keuangan negara serta pengambilan keputusan penyelenggaraan
negara. Namun fenomena yang terjadi saat ini menunjukkan kinerja APIP
khususnya Inspektorat Daerah belum memuaskan, hal ini tidak terlepas dari
perbedaan kondisi APIP, baik dari sisi tata kelola, sumber daya yang dimiliki,
serta lingkungan yang melingkupi. Sampai dengan tahun 2014 BPKP telah
melakukan pemetaan APIP terkhusus Inspektorat Daerah yang mengacu kepada
Universitas Sumatera Utara
Internal Audit Capability Model (IA-CM) terhadap 474 APIP dari 627 APIP
hasilnya menunjukkan bahwa 404 APIP atau 85,23% APIP masih berada pada
Level 1 (initial), 69 APIP atau 14,56% berada pada Level 2 (infrastructure) dan
hanya 1 APIP atau (0,21%) berada pada Level 3 (integrated).
Berdasarkan survey yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri diketahui
bahwa secara Organisasi Inspektorat Daerah kurang memiliki kemandirian untuk
menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya secara wajar dan objektif. Kondisi
tersebut menggambarkan peran APIP yang belum efektif , hal ini disebabkan
antara lain 1. Independensi dan objektivitas APIP belum dapat diterapkan
sepenuhnya, 2. Lemahnya manajemen/tata laksana/bisnis proses APIP, 3. Tidak
terpenuhinya kebutuhan formasi Auditor, 4. Kurangnya alokasi anggaran belanja
APIP dibandingkan dengan total belanja dalam APBN/APBD , 5. Struktur
organisasi dan pola hubungan kerja belum sepenuhnya sesuai dengan strategi
dalam mencapai tujuan APIP yang efektif dan
6. Kurangnya kegiatan
pengembangan kompetensi dan lemahnya manajemen SDM APIP terutama
rekrutmen dan pola karier.
Pengawasan Internal yang dilakukan oleh APIP menekankan pada
pemberian bantuan kepada unit kerja perangkat kerja daerah dalam pengelolaan
resiko-resiko yang dapat menghambat pencapaian misi dan tujuan, sekaligus
memberikan alternatif peningkatan efisiensi dan efektivitas serta pencegahan atas
potensi kegagalan sistem manajemen pemerintahan daerah (Machmud, 2006). Hal
ini sejalan dengan perubahan paradigma APIP dari yang hanya sekedar watchdog
yang mencari-cari kesalahan
menuju peran konsultan sekaligus katalis yang
berperan sebagai fasilitator yang mendorong perubahan ke arah yang lebih baik
Universitas Sumatera Utara
sehingga APIP diharapkan dapat mendorong terwujudnya penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance). Perubahan peran ini diharapkan juga
memperbaiki kinerja APIP. Kinerja yang dimaksud disini adalah kinerja Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) berdasarkan kepatuhan dalam menjalankan
prosedur pengawasan dan pemeriksaan sesuai yang telah diatur dalam Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.Pan/03/2008
tentang
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Kinerja APIP dalam mengawasi pengelolaan keuangan di daerah, tidak
bisa terlepas dari faktor individu
Faktor
lingkungan
serta faktor lingkungan pemerintah daerah.
yang dimaksud
adalah
sistem
yang dibentuk
dan
dikembangkan dalam kaitannya dengan fungsi dan tugas APIP serta peraturan
yang mengatur tugas dan fungsi APIP. Selain itu kebijakan kepala daerah juga
sering menyebabkan kinerja APIP terhambat, seperti misalnya kebijakan mutasi
yang tidak berdasarkan pertimbangan profesional dan rekrutmen yang tidak
berdasarkan kebutuhan. Sedangkan faktor individu adalah karekteristik masingmasing personal APIP dalam melaksanakan fungsi sebagai pengawas, pemeriksa
dan pembina pengelolaan keuangan di daerah. Larkin dalam Trisnaningsih (2007)
menyatakan bahwa terdapat empat dimensi personal dalam mengukur kinerja
auditor yaitu: kemampuan (kompetensi), komitmen, motivasi dan kepuasan kerja.
Kompetensi seorang auditor berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan sikap
prilakunya yang diperoleh melalui pendidikan formal, pelatihan dan diperluas
dengan pengalaman dalam praktek audit. Auditor juga harus menjalani pendidikan
dan pelatihan yang berkelanjutan guna menjamin kompetensi yang dimiliki sesuai
dengan kebutuhan organisasi dan perkembangan lingkungan pengawasan. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sudjana (2011) yang
menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor.
Keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan juga
ditentukan oleh komitmen yang dimilikinya, Vanderberg dalam Trisnaningsih
(2007) menyatakan bahwa komitmen organisasi menunjukkan daya tarik
seseorang dalam mengidentifikasikan keterlibatannya sebagai bagian suatu
organisasi oleh karena itu komitmen organisasi akan menimbulkan rasa ikut
memiliki terhadap organisasi. Karyawan yang memiliki
komitmen akan
menunjukkan sikap dan perilaku yang positif terhadap organisasinya, berusaha
meningkatkan prestasinya dan memiliki keyakinan yang pasti untuk mewujudkan
tujuan organisasi. Komitmen tidak berhubungan dengan bakat kepintaran,
komitmen yang kuat akan memungkinkan seseorang untuk dapat mengeluarkan
sumber daya yang dimilikinya dan sebaliknya karyawan yang tidak memiliki
komitmen akan sulit menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wati, dkk (2010) bahwa komitmen
organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Cahyasumirat (2010) dan Hanna dan Firnanti (2013)
yang menyatakan bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja auditor.
Sikap pimpinan
juga dapat mempengaruhi kinerja, sikap pimpinan
merupakan cara pimpinan untuk mempengaruhi orang lain atau bawahannya
sedemikian rupa sehingga orang tersebut mau melakukan kehendak pimpinan
untuk mencapai tujuan organisasi meskipun secara pribadi hal tersebut mungkin
tidak disenangi. Teori kepemimpinan perilaku (behavioral) menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
gaya kepemimpinan seorang manajer akan berpengaruh langsung terhadap
efektifitas kelompok kerja yang dipimpinnya (Trisnaningsih, 2007). Teori ini juga
menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang dipakai oleh seorang manajer dalam
suatu unit kerja akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan secara
keseluruhan. Hasil penelitian Wati, dkk (2010) menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja auditor pemerintah
Keberadaan auditor sebagai suatu profesi tidak bisa dipisahkan dari
karakteristik independensinya. Dalam pelaksanaan tugasnya seorang auditor harus
bersikap independen agar kredibilitas hasil pekerjaannya meningkat. Auditor tidak
hanya berkewajiban mempertahankan sikap mental independen, tetapi juga harus
menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan independensinya diragukan
masyarakat. Seorang auditor harus memiliki sikap netral dan tidak bias serta
menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan
melaporkan pekerjaan yang dilakukannya. Penelitian yang dilakukan oleh Gustati
(2011), Yuskar, dkk (2011) dan Wulandari (2011), menyatakan bahwa
independensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja APIP adalah motivasi,
dimana APIP memerlukan dorongan untuk mengerahkan kemampuan, tenaga dan
waktunya melaksanakan tanggungjawabnya kepada organisasi. Motivasi adalah
dorongan, kehendak atau keinginan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mewujudkan prestasi-prestasi tertentu. Dengan adanya motivasi maka seseorang
akan mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi
standar yang ada (Gustati, 2010). Seorang auditor dengan kompetensi yang
memadai namun tidak merasa puas dengan kompensasi yang diterimanya akan
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan
dia
kehilangan
motivasi
untuk
berprestasi,
ataupun
ketidaknyamanan dalam lingkungan kerjanya akan menyebabkan dia tidak betah
bekerja dan menghambat prestasi kerjanya. Penelitian terkait motivasi sebagai
variabel moderating dalam hubungannya dengan kinerja telah banyak dilakukan,
diantaranya penelitian Ipkoni (2006) yang menyatakan bahwa motivasi berhasil
menjadi variabel pemoderasi sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hshieh
( 2008) menunjukkan bahwa motivasi tidak dapat digunakan sebagai variabel
moderating. Oleh sebab itu peneliti ingin menggunakan motivasi sebagai variabel
yang memoderasi hubungan antara variabel Kompetensi, Komitmen Organisasi,
Gaya kepemimpinan dan Independensi terhadap Kinerja Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP) dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kinerja Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) di
Provinsi Sumatera Utara dengan Motivasi sebagai Variabel Moderating.”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka masalah penelitan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apakah kompetensi, komitmen auditor, sikap pimpinan dan independensi
berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kinerja APIP di Provinsi
Sumatera Utara?
2.
Apakah motivasi
dapat memoderasi hubungan antara kompetensi,
komitmen auditor, sikap pimpinan, independensi dengan kinerja APIP di
Provinsi Sumatera Utara?
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dkemukakan, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk:
1. Untuk
menganalisis pengaruh
kompetensi, komitmen auditor, sikap
pimpinan dan independensi secara simultan dan parsial terhadap Kinerja
APIP di Provinsi Sumatera Utara.
2.
Untuk
menganalisis
motivasi
sebagai
pemoderasi
hubungan
antara
kompetensi, komitmen auditor, sikap pimpinan dan independensi dengan
kinerja APIP di Provinsi Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan kinerja Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
2.
Bagi pemerintah daerah sebagai bahan kajian dalam mengambil keputusan
mengenai APIP.
3.
Bagi akademisi dan peneliti selanjutnya, sebagai bahan rujukan untuk
penelitian selanjutnya.
1.5. Originalitas
Universitas Sumatera Utara
Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian seperti ini pernah dilakukan.
Penelitian yang peneliti lakukan ini merupakan pengembangan dari penelitian
yang dilakukan oleh Arumsari (2014). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu adalah:
1.
Variabel independen penelitian terdahulu terdiri dari profesionalisme
auditor, independensi auditor, budaya organisasi, etika profesi dan gaya
kepemimpinan, sedangkan pada penelitian ini variabel independennya
terdiri
dari
kompetensi,
komitmen
auditor,
sikap
pimpinan
dan
independensi.
2.
Pada penelitian ini peneliti menambahkan variabel motivasi
sebagai
variabel moderating.
3.
Populasi pada penelitian terdahulu adalah auditor pada Kantor Akuntan
publik di Provinsi Bali, sementara populasi penelitian ini adalah auditor
APIP di Provinsi Sumatera Utara.
4.
Waktu penelitian terdahulu dilakukan pada tahun 2014, sedangkan
penelitian ini dilakukan pada tahun 2015 sampai dengan selesai.
Untuk lebih ringkasnya dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Originalitas Penelitian
Uraian
Variabel
Independen
Penelitian Terdahulu
Penelitian sekarang
profesionalisme auditor, kompetensi,
komitmen
independensi
auditor, auditor, sikap pimpinan dan
budaya organisasi, etika independensi.
profesi
dan
gaya
kepemimpinan
Universitas Sumatera Utara
Variabel
Dependen
Kinerja Auditor
Kinerja APIP
Variabel
Moderating
tidak ada
Motivasi
Lokasi
Penelitian
Provinsi Bali
Provinsi Sumatera Utara
Waktu
Penelitian
2014
2016
Universitas Sumatera Utara