Analisis Pengaruh Jalan ke Bandara Kuala Namo Terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jalan
2.1.1. Pengertian dan Peranan Jalan
Dalam Pasal 5 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2004 tentang Jalan, disebutkan bahwa jalan mempunyai peranan penting
dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan
keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jalan sebagai
prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat,
bangsa, dan Negara sehingga akan mendorong pengembangan semua sarana
wilayah, pengembangan dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antar
daerah yang semakin merata. Artinya infrastruktur jalan merupakan urat nadi
perekonomian suatu wilayah, hal ini disebabkan perannya dalam menghubungkan
serta meningkatkan pergerakan manusia, dan barang.
Jalan raya adalah jalan utama yang menghubungkan satu kawasan dengan
kawasan yang lain. Biasanya jalan besar ini mempunyai ciri-ciri berikut :
(Wikipedia Indonesia, 2011).






Digunakan untuk kendaraan bermotor



Digunakan oleh masyarakat umum



Dibiayai oleh perusahaan Negara

Penggunaannya diatur oleh undang-undang pengangkutan

Universitas Sumatera Utara

Keberadaan infrastruktur jalan yang baik serta lancar untuk dilalui penting
perannya dalam mengalirkan pergerakan komoditas yang selanjutnya akan mampu
menggerakkan


perkembangan

peri

kehidupan

sosial

dan

meningkatkan

kemampuan ekonomi masyarakat.
Peran dari pentingnya sarana jalan tercantum dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan yang diatur dalam Bab II Pasal 2 ayat 2
disebutkan bahwa : Pengadaan jalan diarahkan untuk memperkokoh kesatuan
wilayah nasional sehingga menjangkau daerahdaerah terpencil. Berdasarkan isi
pasal tersebut diartikan bahwa pembangunan jalan diarahkan serta dimaksudkan
untuk membebaskan daerah tertentu dari keterisoliran, yang bertujuan untuk
memberikan kesempatan pergerakan manusia, barang dan jasa semakin tinggi

intensitasnya.
Kondisi jalan yang lancar merupakan ukuran yang dapat menggambarkan
baik buruknya operasional lalu lintas berupa kecepatan, waktu tempuh (efisiensi
waktu), kebebasan bermanuver, kenyamanan, pandangan bebas, keamanan dan
keselamatan jalan.
Menurut Indonesia Higway Capacity Manual/IHCM Part-II Road, tingkat
kelancaran dan keselamatan lalu lintas tersebut dipengaruhi oleh berapa faktor
yaitu : (1) kondisi kegiatan penduduk dan pola penggunaan lahan sekitar ruas
jalan, (2) kondisi persimpangan sepanjang jalan, (3) kondisi trase jalan, (4)
kondisi volume lalu lintas, dan (5) kondisi kecepatan kenderaan (Sofyan, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Disamping itu perlu diperhatikan pengaliran air yang merupakan salah satu
faktor yang harus diperhitungkan dalam pembangunan jalan raya. Air yang
berkumpul di permukaan jalan raya setelah hujan tidak hanya membahayakan
pengguna jalan raya, malahan akan mengikis dan merusakkan struktur jalan raya.
Karena itu permukaan jalan raya sebenarnya tidak betul-betul rata, sebaliknya
mempunyai landaian yang berarah ke selokan di pinggir jalan (kemiringan sebesar
sekitar 2%). Dengan demikian, air hujan akan mengalir kembali ke selokan.

Jalan mempunyai peranan untuk mendorong pengembangan dan pertumbuhan
suatu daerah. Artinya, infrastruktur jalan merupakan urat nadi perekonomian suatu
wilayah karena perannya dalam menghubungkan antar lokasi aktivitas penduduk.
Keberadaan infrastruktur jalan yang lancar penting perannya untuk mengalirkan
pergerakan komoditas dan orang, selanjutnya dapat menggerakkan kegiatan sosial
dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu pengadaan jalan sangat penting dilakukan
untuk menunjang pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dan perekonomian.
Hal tersebut dipertegas dalam PP Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan pada Bab II
pasal 2 ayat 2 bahwa "Pengadaan jalan diarahkan untuk memperkokoh kesatuan
wilayah nasional sehingga menjangkau daerah-daerah terpencil". Pengadaan jalan
tersebut dilaksanakan dengan mengutamakan pembangunan jaringan jalan di pusatpusat produksi serta jalan jalan yang menghubungkan pusat-pusat produksi dengan
daerah pemasaran. Selain upaya pembangunan jalan juga dilakukan penanganan jalan

Universitas Sumatera Utara

dengan pemeliharaan rutin dan berkala yang ketiga upaya penanganan tersebut
ditujukan untuk menjaga kondisi jalan dalam keadaan lancar dan mantap.
2.1.2. Sistem Jaringan Jalan
Jaringan jalan merupakan suatu sistem yang mengikat dan menghubungkan
pusat-pusat


pertumbuhan

dengan

wilayah

yang

berbeda

dalam

pengaruh

pelayanannya dalam suatu hirarki. Menurut peran pelayanan jasa distribusinya,
sistem jaringan jalan terdiri dari:
1. Sistem jaringan jalan Primer, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota.

2. Sistem jaringan jalan sekunder, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan
yang menghubungkan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam
Kota.
Pengelompokan jalan berdasarkan peranannya dapat digolongkan menjadi:
1. Jalan Arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan
rata-rata tinggi dan jumlah masuk dibatasi secara efisien.
2. Jalan Kolektor, yaitu jalan yang melayanai angkutan pengumpulan dan
pembagian dengan ciri-ciri merupakan perjalanan jarak dekat dengan
kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk dibatasi.

Universitas Sumatera Utara

3. Jalan Lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-ratanya rendah dengan jumlah jalan
masuk dibatasi.
Sedangkan klasifikasi jalan berdasarkan peranannya terbagi atas:
A. Sistem Jaringan Jalan Primer :
1. Jalan arteri primer yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan kota jenjang kesatu yang berdampingan atau ruas jalan yang
menghubungkan kota jenjang kedua yang berada dibawah pengaruhnya

2. Jalan kolektor primer ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua
dengan kota jenjang kedua yang lain atau ruas jalan yang menghubungkan
kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga yang ada dibawah pengaruhnya
3. Jalan lokal primer ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan
kota jenjang ketiga lainnya, kota jenjang kesatu dengan persil, kota jenjang
kedua dengan persil serta ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga
dengan kota jenjang yang ada di bawah pengaruhnya sampai persil.

B. Sistem Jaringan Jalan Sekunder :
1. Jalan arteri sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan
kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu
degan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan kawasan sekunder kedua

Universitas Sumatera Utara

2. Jalan kolektor sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan
sekunder kedua, yang satu dengan lainnya, atau menghubungkan kawasan
sekunder kesatu dengan kawasan sekunder ketiga.
3. Jalan lokal sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan

sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan
perumahan, atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
Klasifikasi Jalan berdasarkan peranannya ini, kewenangan pengelolaannya
terbagi ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pemerintah pusat memiliki kewenangan dalam pengelolaan sistim jaringan jalan
perimer berupa jalan nasional dan jalan propinsi, sedangkan pemerintah daerah
memiliki kewenangan pengelolaan sistim jaringan jalan sekunder berupa jalan
kabupaten/kota.
Wewenang pengelolaan jaringan jalan dapat dikelompokkan menurut :
1. Jalan Nasional adalah Menteri Pekerjaan Umum (dulu Menteri Kimpraswil)
atau pejabat yang ditunjuk;
2. Jalan Propinsi adalah Pemerintah Daerah atau instansi yang ditunjuk;
3. Jalan Kabupaten adalah Pemerintah Daerah Kabupaten atau instansi yang
ditunjuk;
4. Jalan Kota adalah Pemerintah Daerah Kota atau instansi yang ditunjuk;
5. Jalan Desa adalah Pemerintah Desa/Kelurahan;

Universitas Sumatera Utara


6. Jalan Khusus adalah pejabat atau orang yang ditunjuk.
Selain kriteria tersebut terdapat sejumlah jalan Kabupaten/kota yang berada di
dalam wilayah Desa atau permukiman yang pada kenyataannya jalan tersebut
umumnya lebih banyak digunakan oleh lalulintas lokal. Hal ini dapat digunakan
untuk melakukan pembagian beban pendanaan jalan dengan desa/pemukiman yang
lebih banyak menggunakan ruas jalan tersebut.

2.1.3. Klasifikasi Jalan dan Tingkat Pelayanan
Secara objektif baik desain perkerasan maupun pemeliharaan berguna
untuk menjamin atau memastikan bahwa suatu perkerasan dapat memberikan
pelayanan yang cukup memuaskan bagi pengguna jalan. Untuk kerja dari
perkerasan diukur dalam kaitannya dengan kualitas yang disediakan dan
pelayanan yang diberikan sampai pada suatu tingkat dimana pelayanan masih
bias ditolerir. Klasifikasi jalan berdasarkan tingkat pelayanan, ditentukan sebagai
berikut (Dinas Bina Marga, 2003).
a. Jalan dengan tingkat pelayanan mantap adalah ruas-ruas jalan dengan umur
rencana yang dapat diperhitungkan serta mengikuti suatu standar
perencanaan teknis. Termasuk kedalam tingkat pelayanan mantap adalah
jalan-jalan dalam kondisi baik dan sedang.
b. Jalan tidak mantap adalah ruas-ruas jalan yang dalam kenyataan sehari-hari

masih berfungsi melayani lalu lintas, tetapi tidak dapat diperhitungkan umur

Universitas Sumatera Utara

rencananya serta tidak mengikuti standar perencanaan teknik. Termasuk ke
dalam tingkat pelayanan tidak mantap adalah jalan-jalan dalam kondisi rusak
ringan.
c. Jalan kritis adalah ruas-ruas jalan sudah tidak dapat lagi berfungsi melayani
lalu lintas atau dalam keadaan putus. Termasuk kedalam tingkat pelayanan
kritis adalah jalan-jalan dengan kondisi rusak berat.
Klasifikasi jalan berdasarkan tingkat kondisi jalan adalah sebagai berikut
(Dinas Bina Marga, 2003) :
a. Jalan dalam kondisi baik adalah jalan dengan permukaan yang benar-benar
rata, tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan permukaan jalan.
b. Jalan dalam kondisi sedang adalah jalan dengan kerataan permukaan
perkerasan sedang, tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan.
c. Jalan dalam kondisi rusak ringan adalah jalan dengan permukaan sudah
mulai bergelombang, mulai ada kerusakan permukaan dan penambalan.
d. Jalan dalam kondisi rusak berat adalah jalan dengan permukaan perkerasan
sudah banyak kerusakan seperti bergelombang, retak-retak buaya dan

terkelupas yang cukup besar, disertai kerusakan pondasi seperti amblas, dsb.

2.2. Pengembangan Wilayah
Pengembangan

wilayah

merupakan

strategi

memanfaatkan

dan

mengkombinasikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang

Universitas Sumatera Utara

dan tantangan) yang ada sebagai potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan produksi wilayah akan barang dan jasa yang merupakan fungsi dari
kebutuhan baik secara internal maupun eksternal wilayah. Faktor internal ini berupa
sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya teknologi, sedangkan
faktor eksternal dapat berupa peluang dan ancaman yang muncul seiring dengan
interaksinya dengan wilayah lain.
Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang
terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2011) wilayah
dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana
komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara
fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi
seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen
biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk
kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia
dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit
geografis tertentu.
Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam
Rustiadi et al., 2011) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah
ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region);
(2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau

Universitas Sumatera Utara

programming region). Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam
Tarigan, 2010) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan
region/wilayah menjadi : 1) fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan
dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik
yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi,
sosial dan politik. 2) fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan
koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian
dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan
terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional
saling berkaitan. 3) fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan
koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.
Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis
yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Oleh karena itu,
yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian
unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional
(tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu
dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk
tujuan

pengembangan/pembangunan/development.

Tujuan-tujuan

pembangunan

terkait dengan lima kata kunci, yaitu: (1) pertumbuhan; (2) penguatan keterkaitan; (3)
keberimbangan; (4) kemandirian; dan (5) keberlanjutan. Sedangkan konsep wilayah
perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu
pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang
sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.

Universitas Sumatera Utara

Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan
untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah
bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut
Anwar

(2005),

pembangunan

wilayah

dilakukan

untuk

mencapai

tujuan

pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan
keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial
ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah
mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan
kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja,
pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need
approach),

pertumbuhan

dan

lingkungan

hidup,

dan

pembangunan

yang

berkelanjutan (suistainable development).
Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia
sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model
pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistim pemerintahan dan
administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa
memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri
(Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan
memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan
kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002).
Menurut Alkadri (2001) pengembangan adalah kemampuan yang ditentukan
oleh apa yang dapat dilakukan dengan apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas

Universitas Sumatera Utara

hidup. Kata pengembangan identik dengan keinginan menuju perbaikan kondisi
disertai kemampuan untuk mewujudkannya. Pendapat lain bahwa pengembangan
adalah suatu proses untuk mengubah potensi yang terbatas sehingga mempengaruhi
timbulnya potensi yang baru, dalam hal ini termasuk mencari peluang yang ada
dalam kelompok-kelompok yang berbeda yang tidak semuanya mempunyai potensi
yang sama (Budiharsono, 2002).
Prod’homme dalam Alkadri (2001) mendefinisikan pengembangan wilayah
sebagai program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan
memperhitungkan sumber daya yang ada dan kontribusinya pada pembangunan suatu
wilayah. Pendapat lain menyebutkan pengembangan wilayah adalah upaya untuk
memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan
menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah
sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya dan geografis yang berbeda
antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah
harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah yang
bersangkutan (Riyadi dalam Ambardi dan Socia, 2002).
Pada

umumnya

pengembangan

wilayah

mengacu

pada

perubahan

produktivitas wilayah, yang diukur dengan peningkatan populasi penduduk,
kesempatan kerja, tingkat pendapatan, dan nilai tambah industri pengolahan. Selain
definisi ekonomi, pengembangan wilayah mengacu pada pengembangan sosial,
berupa aktivitas kesehatan, pendidikan, kualitas lingkungan, kesejahteraan dan

Universitas Sumatera Utara

lainnya. Pengembangan wilayah lebih menekankan pada adanya perbaikan wilayah
secara bertahap dari kondisi yang kurang berkembang menjadi berkembang, dalam
hal ini pengembangan wilayah tidak berkaitan dengan eksploitasi wilayah.
Tujuan pengembangan wilayah mengandung 2 (dua) sisi yang saling
berkaitan yaitu sisi sosial dan ekonomis. Dengan kata lain pengembangan wilayah
adalah merupakan upaya memberikan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan
prasarana dan pelayanan logistik dan sebagainya (Triutomo, 2001).
Pengembangan wilayah dalam jangka panjang lebih ditekankan pada
pengenalan potensi sumber daya alam dan potensi pengembangan lokal wilayah yang
mampu mendukung (menghasilkan) pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan sosial
masyarakat, termasuk pengentasan kemiskinan, serta upaya mengatasi kendala
pembangunan yang ada di daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam rencana pembangunan nasional,
pengembangan wilayah lebih ditekankan pada penyusunan paket pengembangan
wilayah terpadu dengan mengenali sektor strategis (potensial) yang perlu
dikembangkan di suatu wilayah (Friedmann & Allonso, 2008).
Sedangkan pengembangan wilayah sangat dipengaruhi oleh komponenkomponen tertentu seperti (Friedman and Allonso, 2008):
a) Sumber daya lokal. Merupakan kekuatan alam yang dimiliki wilayah tersebut
seperti lahan pertanian, hutan, bahan galian, tambang dan sebagainya. Sumber

Universitas Sumatera Utara

daya lokal harus dikembangkan untuk dapat meningkatkan daya saing wilayah
tersebut.
b) Pasar. Merupakan tempat memasarkan produk yang dihasilkan suatu wilayah
sehingga wilayah dapat berkembang.
c) Tenaga kerja. Tenaga kerja berperan dalam pengembangan wilayah sebagai
pengolah sumber daya yang ada.
d) Investasi. Semua kegiatan dalam pengembangan wilayah tidak terlepas dari
adanya investasi modal. Investasi akan masuk ke dalam suatu wilayah yang
memiliki kondisi kondusif bagi penanaman modal.
e) Kemampuan
pengembangan

pemerintah.
wilayah.

Pemerintah
Pemerintah

merupakan
yang

elemen

berkapasitas

pengarah

akan

dapat

mewujudkan pengembangan wilayah yang efisien karena sifatnya sebagai
katalisator pembangunan.
f)

Transportasi dan Komunikasi. Transportasi dan komunikasi berperan sebagai
media pendukung yang menghubungkan wilayah satu dengan wilayah
lainnya. Interaksi antara wilayah seperti aliran barang, jasa dan informasi akan
sangat berpengaruh bagi tumbuh kembangnya suatu wilayah.

g) Teknologi. Kemampuan teknologi berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber
daya wilayah melalui peningkatan output produksi dan keefektifan kinerja
sektor-sektor perekonomian wilayah.

Universitas Sumatera Utara

Pengembangan wilayah adalah upaya pembangunan dalam suatu wilayah
administratif atau kawasan tertentu agar tercapai kesejahteraaan (people property)
melalui pemanfaatan peluang-peluang dan pemanfaatan sumber daya secara optimal,
efisien, sinergi dan berkelanjutan dengan cara menggerakkan kegiatan-kegiatan
ekonomi, penciptaan iklim kondusif, perlindungan lingkungan dan penyediaan
prasarana dan sarana. Pada dasarnya komponen utama untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat dalam suatu wilayah adalah kemajuan ekonomi wilayah bersangkutan.

2.3. Transportasi dan Pengembangan Wilayah
Pembangunan prasarana transportasi dalam konteks spasial, merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan perekonomian suatu wilayah atau
kawasan. Hal ini disebabkan banyak analisis spasial yang memperhatikan faktor jarak
pada pembangunan prasarana dan sarana transportasi itu sendiri. Tumbuh dan
berkembangnya suatu wilayah dapat dianalisa dengan pendekatan transportasi,
dimana sistem transportasi yang baik akan menciptakan daya dorong dan daya tarik
wilayah dalam berbagai kegiatan investasi dan kegiatan ekonomi masyarakat di
wilayah tersebut. Dengan kata lain macetnya sistem transportasi wilayah akan
menghambat mobilitas investasi dan kegiatan perekonomian masyarakat.
Menurut Tarigan (2010), ada tiga hal yang membuat sebuah bangsa menjadi
besar dan makmur, yaitu tanah yang subur, kerja keras dan kelancaran transportasi
orang dan barang dari satu bagian negara ke bagian negara lainnya. Hal ini sejalan

Universitas Sumatera Utara

dengan pernyataan Meyer dan Miller (2004) bahwa dalam pengembangan wilayah
ada tiga komponen yang saling terkait dalam menunjang pembangunan suatu
wilayah, yaitu (1) Sumber daya penduduk, (2) kegiatan Ekonomi, dan (3) sistem
transportasi.
Semua kegiatan mengimpor bahan baku, memasarkan hasil produksi,
menyediakan tenaga kerja yang didatangkan dari kawasan permukiman ke kawasan
industri dan sebaliknya, membutuhkan sistem transportasi yang menjamin keamanan,
keselamatan, kecepatan dan keterjangkauan oleh daya beli masyarakatnya. Kondisi
ini mencerminkan bahwa transportasi merupakan salah satu kunci perkembangan.
Peran transportasi sungguh sangat penting untuk saling menghubungkan daerah
sumber bahan baku, daerah produksi, daerah pemasaran dan daerah permukiman
sebagai tempat tinggal konsumen. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
perkembangan kota/wilayah antara lain: faktor manusia, faktor kegiatan manusia dan
faktor pola pergerakan (Sujarto, 2002).
Permintaan jasa transportasi tidak hanya dipengaruhi aspek fisik saja,
melainkan juga aspek sosial ekonomi dari suatu wilayah. Perencanaan fasilitas
transportasi harus memperhatikan ketiga aspek di atas, agar kegunaan (utilitas) cukup
efisien untuk memenuhi kebutuhan pada saat sekarang maupun masa mendatang,
yaitu dengan kriteria cukup dalam kuantitas dan kualitas dan layak secara ekonomi.
Dengan demikian jasa transportasi dapat berfungsi ganda yaitu (a) Mampu
menunjang sektor-sektor pembangunan lainnya, (b) Harus mampu merangsang

Universitas Sumatera Utara

pertumbuhan sektor–sektor pembangunan lainnya. Uraian tersebut menggambarkan,
bahwa transportasi yang baik akan melahirkan manfaat multiplier effect yang besar
baik terhadap pengembangan suatu wilayah/kawasan maupun dampak langsung pada
peningkatan derajat kehidupan masyarakat.

2.3.1. Transportasi dan Interaksi antar Wilayah
Hurst (1974) dalam Rustiadi, dkk (2011) mengemukakan bahwa interaksi
antar wilayah tercermin pada keadaan fasilitas transportasi serta aliran orang, barang,
maupun jasa. Transportasi merupakan tolok ukur dalam interaksi keruangan antar
wilayah dan sangat penting peranannya dalam menunjang proses perkembangan
suatu wilayah. Wilayah dengan kondisi geografis yang beragam memerlukan
keterpaduan antar jenis transportasi dalam melayani kebutuhan masyarakat. Pada
dasarnya, sistem transportasi dikembangkan untuk menghubungkan dua lokasi guna
lahan yang mungkin berbeda. Transportasi digunakan untuk memindahkan orang atau
barang dari satu tempat ke tempat lain sehingga mempunyai nilai ekonomi yang lebih
meningkat.
Dengan transportasi yang baik, akan memudahkan terjadinya interaksi antara
penduduk lokal dengan dunia luar. Keterisolasian merupakan masalah pertama yang
harus ditangani.

Transportasi berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan

produsen dengan konsumen dan meniadakan jarak diantara keduanya. Jarak tersebut
dapat dinyatakan sebagai jarak waktu maupun jarak geografis. Jarak waktu timbul

Universitas Sumatera Utara

karena barang yang dihasilkan hari ini mungkin belum dipergunakan sampai besok.
Jarak atau kesenjangan ini dijembatani melalui proses penggudangan dengan teknik
tertentu untuk mencegah kerusakan barang yang bersangkutan.
Aktivitas penduduk yang meningkat perlu dijadikan perhatian dalam
merumuskan kebijakan di bidang transportasi karena manusia senantiasa memerlukan
transportasi. Hal ini merupakan sesuatu hal yang merupakan ketergantungan
sumberdaya antar tempat. Hal ini menyebabkan proses interaksi antar wilayah yang
tercermin pada fasilitas transportasi. Transportasi merupakan tolok ukur interaksi
antar wilayah.
Salah satu hal yang penting tentang transportasi dengan perkembangan
wilayah adalah aksesibilitas. Yang dimaksud aksesibilitas adalah kemampuan atau
keadaan suatu wilayah, region, ruang untuk dapat diakses oleh pihak luar baik secara
langsung atau tidak langsung. Pembangunan perdesaanpun menjadi kian lambat dan
terhambat hanya karena minimnya sarana transportasi yang ada (Margaretta, 2000).
Dengan adanya transportasi dapat membuka jalan komunikasi antar daerah sehingga
terjadi aliran barang, jasa, manusia, dan ide-ide sebagai modal bagi suatu daerah
untuk maju dan berkembang.
Transportasi dapat menjadi fasilitator bagi suatu daerah untuk maju dan
berkembang karena transportasi meningkatkan aksesibilitas suatu daerah. Dalam
pembangunan perdesaan keberadaan prasarana dan sarana transportasi tidak dapat
diabaikan dalam suatu rangkaian program pembangunan. Terjadinya proses produksi

Universitas Sumatera Utara

yang efisien, selalu didukung oleh sistem transportasi yang baik, investasi dan
teknologi yang memadai sehingga tercipta pasar dan nilai.
Aksesibilitas yang baik juga akan mendorong minat swasta dan masyarakat
untuk menanamkan modalnya dalam rangka pengembangan wilayah. Dengan
demikian akan memajukan kegiatan perekonomian masyarakat, dan dapat
mengentaskan atau setidaknya dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antar
wilayah yang memiliki potensi sama atau berbeda. Salah satu ukuran aksesibilitas
masyarakat adalah waktu tempuh, dalam hal ini terjadi perbedaan waktu tempuh
masyarakat dengan dikembangkannya jaringan jalan, sehingga waktu tempuh
menjadi lebih singkat.
Parikesit, et.al, 2002, menyatakan bahwa dengan dikembangkannya jaringan
jalan maka akan mendorong kenaikan mobilitas masyarakat (trip generation)
pengguna jalan. Selanjutnya menurut Dewar (1992) dalam Pardede, et.al (2005),
dengan adanya hubungan timbal balik antarkawasan dan jalan, di satu sisi kawasan
mendapatkan akses pelayanan menuju jalan yang melayaninya, di sisi lain jalan harus
mampu melayani arus lalu lintas yang melayani jalan tersebut, sehingga kawasan
makin berkembang dan akan memberikan dampak pada tingginya intensitas dan
aksesibilitas pada daerah tersebut. Hal ini berhubungan dengan kelancaran lalu lintas
dan waktu tempuh yang menjadi lebih singkat dengan kondisi jalan yang semakin
baik.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Sistem Transportasi dan Perubahan Tata Guna Lahan
Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktifitas seperti bekerja,
sekolah, olahraga, belanja, dan bertamu yang berlangsung diatas bidang tanah
(kantor, pabrik, pertokoan, rumah, dan lain-lain). Untuk memenuhi keperluannya,
manusia melakukan perjalanan diantara guna lahan tersebut dengan menggunakan
sistem jaringan transportasi. Hal ini menimbulkan pergerakan orang, kendaraan, dan
barang, pergerakan tersebut mengakibatkan berbagai macam interaksi (Tamin dan
Frazilla, 2002).
Pembangunan suatu areal lahan akan menyebabkan timbulnya lalulintas yang
akan mempengaruhi prasarana transportasi, dan sebaliknya adanya prasarana
transportasi yang baik akan mempengaruhi pola pemanfaatan lahan. Interaksi antara
tata guna lahan dengan transportasi tersebut dipengaruhi oleh peraturan dan
kebijakan. Dalam jangka panjang, pembangunan prasarana transportasi ataupun
penyediaan sarana transportasi dengan teknologi akan mempengaruhi bentuk dan
pola tata guna lahan sebagai akibat tingkat aksesibilitas yang meningkat (Tamin dan
Frazilla, 2002).
Menurut Chapin dalam Sugiyanto (2003), penggolongan penggunaan lahan
didasarkan pada jenis aktivitas di atasnya, yaitu: kawasan perkantoran; kawasan
permukiman, kawasan campuran, kawasan komersial, kawasan industri, lahan kosong
cadangan pengembangan, kawasan pertanian, dan kawasan konsenrvasi. Lebih lanjut
Chapin menyatakan bahwa pola penggunaan lahan menggambarkan suatu sistem

Universitas Sumatera Utara

aktivitas. Sistem aktivitas terbentuk oleh kegiatan sehari-hari individu, rumah tangga,
perusahaan, dan institusi pada suatu wilayah.
Penggunaan lahan adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan
lahan bagi maksud-maksud pembangunan secara optimal dan efisien (Sugandhy,
1999). Selaian itu penggunaan lahan dapat diartikan pula sebagai suatu aktivitas
manusia pada lahan yang langsung berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan.
Penggunaan lahan dapat diartikan juga sebagai wujud atau bentuk usaha kegiatan
pemanfaatan suatu bidang tanah pada suatu waktu (Jayadinata, 1999).
Untuk mengetahui penggunaan lahan disuatu wilayah maka perlu diketahui
komponen-komponen penggunaan lahannya. Berdasarkan jenis penggunaan lahan
dan aktivitas yang dilakukan diatas lahan tersebut, maka dapat diketahui komponenkomponen pembantuk guna lahannya (Chapin, 2003). Menurut Maurice Yeates
dalam Tamzil (2004) komponen penggunaan lahan suatu wilayah terdiri atas;
permukiman, industri, komersial, jalan, tanah publik, pertanian, dan tanah kosong.
Tata guna lahan merupakan salah satu dari penentu utama pergerakan dan
aktivitas. Aktivitas ini dikenal dengan istilah bangkitan perjalanan (trip generation),
yang menentukan fasilitas-fasilitas transportasi apa saja, seperti jalan, bus dan
sebagainya, yang akan dibutuhkan untuk melakukan pergerakan. Ketika fasilitas
tambahan di dalam sistem telah tersedia, dengan sendirinya tingkat aksesibilitas akan
meningkat (Khisty dan Lall, 2005). Hubungan yang sederhana antara penggunaan

Universitas Sumatera Utara

lahan dan transportasi adalah siklus yang memberikan hubungan yang fundamental
antara transportasi dan tata guna lahan (Paquete and Wright, 2002).
Meyer and Miller (2004) menunjukkan kerangka sistem interaksi guna lahan
dan trasportasi. Perkembangan guna lahan akan membangkitkan arus pergerakan,
selain itu perubahan tersebut akan mempengaruhi pula pola persebaran pola
permintaan pergerakan. Sebagai konsekuensi dari perubahan tersebut adalah adanya
kebutuhan sistem jaringan serta sarana transportasi. Sebaliknya konsekuensi dari
adanya peningkatan penyediaan sistem jaringan serta sarana transportasi akan
membangkitkan arus pergerakan baru, seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Sistem
Aktivitas

Kebutuhan
berlokasi oleh
lembaga/ individu

Pola Guna Lahan

Perkembangan lahan
(Dampak perubahan
sistem aktivitas)

Aksesibilitas

Sistem
Transportasi

Keputusan
pemilihan lintasan
pergerakan

Kebutuhan prasarana dan
sarana transportasi

Penambahan
prasarana dan
sarana transportasi

Gambar 2.1.
Sistem Interaksi Pola Guna Lahan dan Transportasi
(Sumber: Mayer, 2004)

Universitas Sumatera Utara

Apabila tata guna lahan saling berdekatan dan hubungan transportasi antar
tata guna lahan tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi.
Sebaliknya, jika aktivitas tersebut saling terpisah jauh, dan hubungan transportasinya
jelek, maka aksesibilitas rendah, sedangkan kombinasi antar keduanya mempunyai
aksesibilitas menengah. Guna lahan dapat mengidentifikasi kegiatan perkotaan di
setiap zona yang bersangkutan. Setiap zona dapat dicirikan dengan tiga ukuran, yaitu
jenis kegiatan, intensitas penggunaan dan aksesibilitas antar guna lahan (Warpani,
2005).

2.3.3. Dampak Infrastruktur Jalan terhadap Pembangunan Ekonomi
Sektor infrastruktur merupakan salah satu sektor vital untuk memacu
pertumbuhan ekonomi yang pada dasarnya merupakan sektor antara yang
menghubungkan berbagai macam aktivitas ekonomi. Pembangunan prasarana jalan,
sebagai salah satu sub sektor infrastruktur, memiliki fungsi aksesibilitas untuk
membuka daerah kurang berkembang dan fungsi mobilitas untuk memacu daerah
yang telah berkembang. Saat ini proses pembangunan prasarana jalan di Indonesia
sebagian besar masih ditangani oleh pemerintah karena prasarana jalan pada dasarnya
merupakan barang publik. Alokasi modal atau investasi dan efisiensi menjadi faktor
kunci dalam pembangunan sub sektor ini. Tanpa diikuti oleh kenaikan efisiensi,
alokasi investasi ke sub sektor prasarana jalan tidak dapat menghasilkan manfaat
yang optimal (Purwoto dan Kurniawan, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Dampak suatu aktivitas pembangunan terhadap perekonomian daerah bisa
diukur melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan per kapita,
pertumbuhan dan peningkatan daya tarik investasi, produktivitas investasi, dan
berbagai bentuk manfaat lainnya (Dixon, et.al, 1992).
Dalam hal pengukuran manfaat ekonomi, perlu dibedakan antara manfaat
pertumbuhan (net benefit terhadap perekonomian) dan manfaat distribusi (dimana
aktivitas ekonomi berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya). Manfaat pertumbuhan
dapat diukur melalui berbagai manfaat yang telah disebutkan di atas. Sedangkan
manfaat distribusi yang terjadi antar daerah memiliki pola yang tidak seragam karena
tergantung pada beberapa hal seperti; interaksi antar daerah yang berbeda kapasitas
dan tingkat pembangunannya (market size), skala ekonomi antar daerah, dan biaya
transportasi, serta kemungkinan timbulnya masalah aglomerasi dan urbanisasi.
Faktor-faktor tersebut mengindikasikan adanya perbedaan manfaat yang diterima
suatu daerah kepulauan akibat dari pembangunan sektor transportasi (Parikesit, et.al,
2000).
Kertersediaan infrastruktur dapat memberikan pengaruh pada peningkatan
akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga meningkatkan akses produktivitas
sumberdaya yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya
mendorong pertumbuhan ekonomi (Winoto dan Siregar, 2006).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi jalan dalam hubungannya
dengan pengembangan wilayah dapat dilihat berdasarkan indikator:

Universitas Sumatera Utara

1. Kelancaran aksesibilitas antar daerah, dimana dengan pembangunan dan
penanganan jaringan jalan maka aksesibilitas antar daerah akan semakin
lancar.
2. Peningkatan hubungan antar daerah, dengan kelancaran aksesibilitas maka
hubungan antar daerah juga akan semakin berkembang.
3. Kelancaran transportasi barang dan orang, infrastruktur jalan sangat
dibutuhkan dalam transportasi barang dan orang, termasuk transportasi hasilhasil pertanian ke daerah-daerah pemasaran. Kelancaran transportasi akan
mengurangi biaya transportasi hasil-hasil produksi pertanian.
4. Penghematan waktu tempuh, kondisi jalan yang lancar akan menghemat
waktu tempuh, yang kemudian akan mengurangi biaya transportasi hasil-hasil
produksi, khususnya produksi pertanian.

2.4. Penelitian Sebelumnya
Lubis

(2007)

melakukan

penelitian

untuk

menganalisis

pengaruh

pembangunan jalan penghubung terhadap pengembangan wilayah (studi kasus Jalan
Industri Kecamatan Medan Sunggal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh pembangunan jalan penghubung terhadap perubahan harga lahan, yang
artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pembangunan jalan dengan tenaga
kerja. Dengan dibangunnya jalan penghubung maka terbukalah kesempatan berusaha
masyarakat disekitarnya yang berarti pembangunan jalan penghubung mempunyai

Universitas Sumatera Utara

pengaruh yang signifikan terhadap kesempatan berusaha. Kondisi ini pada akhirnya
akan mempengaruhi peningkatan pendapatan masyarakat.
Depari (2009) melakukan penelitian untuk mengkaji kebutuham jaringan jalan
untuk menunjang pengembangan wilayah Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ruas jalan memiliki kapasitas yang
mencukupi, namun tingkat kecepatan laju angkutan umum hanya ruas jalan
Tigapanah – Sukadame yang memenuhi standard.
Sembiring (2011) melakukan penelitian dengan judul Analisis Dampak
Peningkatan Jalan Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo
Terhadap Pengembangan Wilayah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan
jalan desa berpengaruh positif terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat di Desa
Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Dengan peningkatan jalan
desa tersebut, waktu tempuh masyarakat ke sentra produksi pertanian menjadi lebih
singkat. Peningkatan jalan desa berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan
masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Setelah
perkerasan jalan pendapatan masyarakat meningkat rata-rata 34,4% per bulan dari
kondisi sebelum peningkatan jalan. Peningkatan jalan ini juga menurunkan biaya
angkut hasil-hasil pertanian di Desa Kuta Rayat. Peningkatan jalan desa berdampak
positif terhadap peningkatan harga lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman
Teran Kabupaten Karo. Artinya bahwa peningkatan jalan meningkatkan harga lahan
di Desa Kuta Rayat. Peningkatan jalan desa berkorelasi positif terhadap

Universitas Sumatera Utara

pengembangan wilayah yang berarti bahwa peningkatan jalan desa melalui
perkerasan

jalan

menuju

sentra

produksi

pertanian

dapat

meningkatkan

pengembangan wilayah di Desa Kuta Rayat dan Kecamatan Naman Teran secara
khusus.

2.5. Kerangka Pemikiran
Proses pembangunan dipengaruhi oleh kelancaran transportasi di suatu
wilayah, dimana kelancaran transportasi tersebut dipengaruhi oleh kondisi jalan-jalan
yang ada di daerah dimaksud. Dari seluruh jalan yang terdapat di suatu daerah
terdapat beberapa jalan strategis yang mempengaruhi secara signifikan terhadap
pengembangan wilayah, baik secara ekonomi maupun sosial. Jalan ke Bandara Kuala
Namo merupakan salah satu jalan yang strategis di Kabupaten Deli Serdang.
Diharapkan dengan fungsi dan peranan transportasi jalan ke Bandara Kuala
Namo

ini

akan

berimplikasi

terhadap

peningkatan

aksesibilitas

kawasan,

meningkatkan produktivitas dan nilai lahan di kawasan tersebut, yang pada akhirnya
akan berdampak pada pengembangan Kecamatan Pantai Labu, khususnya sekitar
jalan tersebut.
Dalam merencanakan suatu program pembangunan infrastruktur, tentu
diperlukan kajian mendalam tentang sasaran yang akan di capai dalam menempatkan
fisik infrastruktur, misalnya potensi sumber daya alam yang akan ditingkatkan
dengan tetap memperhitungkan berbagai macam hambatan yang dihadapi, agar

Universitas Sumatera Utara

optimalisasi manfaat dan efisiensi dapat terpenuhi. Untuk mengetahui besaran
keberhasilan suatu program tentu di butuhkan analisa-analisa yang diperkirakan
berpengaruh terhadap infrastruktur terbangun dengan berbagai macam faktor-faktor
dan variabel yang mengalami perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah
perubahan yang dapat mendatangkan manfaat bagi masyarakat umum dan sebaliknya,
untuk mengetahui hal tersebut tentu harus melalui penelitian dan pengamatan.
Setelah melakukan analisis terhadap variabel-variabel tersebut tentu besaran
manfaatnya dapat diketahui melalui proses kajian ilmiah, sehingga suatu program
yang direncanakan (input) menghasilkan fisik infrastruktur (output) yang dapat
mendatangkan manfaat (outcome) dan dapat diketahui sejauh mana dampak yang
ditimbulkan (impact) terhadap sasaran-sasaran dan tujuan yang akan di capai. Untuk
mendapatkan gambaran yang lebih skematis atas uraian pemikiran, dapat dilihat pada
Gambar 2.2.

Universitas Sumatera Utara

Pembangunan Jalan ke Bandara
Kuala Namo

Aksesibilitas

Harga Lahan

Alih Fungsi Lahan

Pendapatan
Masyarakat

Pengembangan Kecamatan
Pantai Labu

Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran

2.6. Hipotesis
1. Pembangunan jalan ke Bandara Kuala Namo berdampak terhadap
aksesibilitas penduduk di Kecamatan Pantai Labu.
2. Pembangunan jalan ke Bandara Kuala Namo berdampak terhadap perubahan
harga lahan di Kecamatan Pantai Labu.
3. Pembangunan jalan ke Bandara Kuala Namo berdampak terhadap alih fungsi
lahan di Kecamatan Pantai Labu.

Universitas Sumatera Utara

4. Pembangunan jalan ke Bandara Kuala Namo yang dilihat dari aksesibilitas
penduduk, harga lahan dan alih fungsi lahan berpengaruh terhadap pendapatan
masyarakat di Kecamatan Pantai Labu.

Universitas Sumatera Utara