Keanekaragaman Burung Air di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

(1)

KEANEKARAGAMAN BURUNG AIR DI KAWASAN

PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

OLEH

RIRIS POPPY LESTARI 090805004

Skripsi Ini Diajukan

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

Keanekaragaman Burung Air di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

ABSTRAK

Burung air merupakan jenis burung yang sangat tergantung pada lahan basah yang digunakan sebagai tempat mencari makan, istirahat dan berkembang biak. Pantai Labu merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan basah yang termasuk kedalam Daerah Penting Burung (DPB) di Sumatera. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman burung air meliputi kekayaan, kemerataan dan kesamaan jenis pada masing masing lokasi pengamatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode concentration count. Selama 3 bulan penelitian didapatkan 38 jenis burung air yang tergolong kedalam 8 famili dan 20 genus. Nilai keanekaragaman tertinggi terdapat di Pantai Baru pada bulan Februari dengan nilai 2,8. Sementara nilai keanekaragaman terendah terdapat di Pantai Ancol dengan nilai 0,881. Indeks kekayaan spesies tertinggi terdapat di Pantai Muara Indah pada bulan Februari dengan nilai 4,8 dan terendah di Pantai Ancol pada bulan April yaitu 1,2.

Kata kunci : Burung air, Deli Serdang, Keanekaragaman, Pantai Labu


(3)

The Diversity of Waterbirds in Pantai Labu, Deli Serdang Regency

Abstract

Waterbids is a group of birds that depends on wetland, which is used as their breeding, resting and feeding area. Pantai Labu is one of the areas that has wetland and is included in Important Birds Area (IBA) in Sumatera. This study is aimeds to gather information about waterbirds diversity, including richness, evenness and species similarity on each location in the study. This study used concentration method. Thirty eight species of waterbirds which consisted of 8 family and 30 genera were found during 3 months study. The highest diversity value was found in Pantai Baru in February with the value of 2,8, while the lowest diversity value was found in Pantai Ancol with the value of 0,88. The highest richness index was found in Pantai Muara Indah on February with the value of 4,8 and the lowest richness index was found in Pantai Ancol on April with the value of 1,2.


(4)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul “Keanekaragaman Burung Air di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang”. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Biologi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orangtua serta keluarga yang mencurahkan kasih sayang tidak terhingga, dukungan dan doa kepada penulis.

Ucapan terima kasih sudah selayaknya penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Erni Jumilawaty, M.Si., dan Bapak Drs. Arlen H. J, M.Si., selaku dosen pembimbing I, dan Pembimbing II atas segala bantuan, bimbingan, perhatian, masukan serta dukungannya selama penyusunan skripsi. Selanjutnya, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS selaku dosen penasehat akademik.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi dan Ibu Dr. Saleha Hanum, M.Si selaku Sekretaris Departemen Biologi. Ibu Roslina Ginting dan Bang Erwin selaku pegawai Departemen Biologi serta Ibu Nurhasni Muluk selaku analis dan laboran di Laboratorium Biologi yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2009: Afni, Zulfan, Hema, Rachmi, Rita, Fauziah, Fika, Nurul, Fivin, Siska, Arfah, Zubeir, Sepwin, Imam, Raymon atas segala bantuan, perhatian, dan dukungannya selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang disajikan ini masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis banyak mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan penulisan skripsi ini. Demikianlah skripsi ini disampaikan semoga dapat lebih bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Maret 2014


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Kata Pengantar

Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Tabel

i ii iv v vi

Daftar Gambar vii

Daftar Lampiran viii

BAB 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

BAB 2 Tinjauan Pustaka 4

2.1 Pengertian Keanekaragaman 4

2.2 Pengertian Burung Air 4

2.3 Pembagian Burung Air 5

2.4 Habitat Burung Air 9

2.5 Migrasi Burung 9

2.6 Jalur Migrasi Burung Air Migran (Flyways) 10

BAB 3 Metodologi Penelitian 12

3.1 Waktu dan Tempat 12

3.2 Alat 12

3.3 Deksripsi Area 12

3.3.1 Deskripsi Umum 12

3.3.2 Lokasi 1 13

3.3.3 Lokasi 2 13

3.3.4 Lokasi 3 14

3.4 Metode Penelitian 14

3.4.1 Pengamatan dan Perhitungan Burung Air 14

3.5 Analisis Data 15

3.5.1 Kelimpahan Relatif 15

3.5.2 Indeks Kekayaan Jenis 16

3.5.3 Indeks Kemerataan Jenis 16

3.5.4 Indeks Keanekaragaman Jenis 16

4.4.5 Indeks Kesamaan 16

BAB 4 Hasil dan Pembahasan 17

4.1 Jenis Burung Air yang Ditemukan di Kawasan

Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang 17 4.2 Fluktuasi dan Komposisi Burung Air Berdasarkan 19


(6)

Lokasi Pengamatan

4.2.1 Komposisi Jenis Burung Air di Pantai Ancol 21 4.2.2 Komposisi Jenis Burung Air di Pantai Baru 24 4.2.3 Komposisi Jenis Burung Air di Pantai

Muara Indah 26

4.3 Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap

Keberadaan Burung Air 28

4.4 Pembagian Burung Air Berdasarkan Lokasi

Mencari Makan 29

4.5 Keanekaragaman, Kekayaan Spesies dan

Kemerataan Jenis Burung Air 31

4.6 Indeks Kesamaan pada Tiap lokasi Penelitian 32

BAB 5 Kesimpulan dan Saran 34

5.1 Kesimpulan 34

5.2 Saran 34


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

4.1 Jenis Burung Air yang Ditemukan pada Beberapa

Lokasi di Kawasan Pantai Labu 18

4.2 Komposisi Jenis Burung Air Berdasarkan Kelimpahan

Relatif di Pantai Ancol 21

4.3 Komposisi Jenis Burung Air Berdasarkan Kelimpahan

Relatif di Pantai Baru 24

4.4 Komposisi Jenis Burung Air Berdasarkan Kelimpahan

Relatif di Pantai Muara Indah 27

4.5 Nilai Korelasi antara Faktor Lingkungan dan Jumlah

Burung Air 28

4.6 Persentase Perbandingan Jumlah Burung Air di Pantai

Labu, Sumatera dan Indonesia 29

4.7 Status Keterancaman dan Perlindungan Burung Air

Berdasarkan IUCN dan Peraturan Pemerintah RI 31 4.8 Keanekaragaman, Indeks Kekayaan Spesies dan

Kemerataan Jenis Burung Air 31


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Famili Charadriidae 6

2.2 Famili Scolopacidae 6

2.3 Dendrogcyna javanica 7

2.4 Cairina scutulata 7

2.5 Burung Merandai Famili Ardeidae 8

2.6 Burung Merandai Famili Ciconiidae 8

2.7 Siklus Migrasi Burung Air Migran 10

2.8 Jalur Migrasi Burung Air Migran Seluruh Dunia 11

3.1 Lokasi Pengamatan 1 di Pantai Ancol 13

3.2 Lokasi Pengamatan 2 di Pantai Baru 13

3.3 Lokasi Pengamatan 3 di Pantai Muara Indah 14 3.4 Perkiraan Menghitung Jumlah Burung dengan

Metode Blok 15

4.1 Fluktuasi Jumlah Individu dan Jenis Burung Air di

Pantai Ancol 20

4.2 Fluktuasi Jumlah Individu dan Jenis Burung Air di

Pantai Baru 22

4.3 Fluktuasi Jumlah Individu dan Jenis Burung Air di

Pantai Muara Indah 25

4.4 Grafik Hubungan Curah Hujan dengan Jumlah

Burung Air 28

4.5 Persentase Jumlah Burung Air Berdasarkan Lokasi


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

A Nilai Kelimpahan Relatif Burung Air di Kawasan

Pantai Labu 36

B Faktor Lingkungan di Kawasan Pantai Labu 37 C Data Pasang Surut di Kawasan Pantai Labu 38 D Profil Kedalaman Lumpur di Kawasan Pantai Labu 40

E Foto Pengamatan di Lapangan 41

F Peta lokasi Penelitian di Kawasan Pantai Labu 42 G Deskripsi dan Klasifikasi Burung Air yang


(10)

Keanekaragaman Burung Air di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

ABSTRAK

Burung air merupakan jenis burung yang sangat tergantung pada lahan basah yang digunakan sebagai tempat mencari makan, istirahat dan berkembang biak. Pantai Labu merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan basah yang termasuk kedalam Daerah Penting Burung (DPB) di Sumatera. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman burung air meliputi kekayaan, kemerataan dan kesamaan jenis pada masing masing lokasi pengamatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode concentration count. Selama 3 bulan penelitian didapatkan 38 jenis burung air yang tergolong kedalam 8 famili dan 20 genus. Nilai keanekaragaman tertinggi terdapat di Pantai Baru pada bulan Februari dengan nilai 2,8. Sementara nilai keanekaragaman terendah terdapat di Pantai Ancol dengan nilai 0,881. Indeks kekayaan spesies tertinggi terdapat di Pantai Muara Indah pada bulan Februari dengan nilai 4,8 dan terendah di Pantai Ancol pada bulan April yaitu 1,2.

Kata kunci : Burung air, Deli Serdang, Keanekaragaman, Pantai Labu


(11)

The Diversity of Waterbirds in Pantai Labu, Deli Serdang Regency

Abstract

Waterbids is a group of birds that depends on wetland, which is used as their breeding, resting and feeding area. Pantai Labu is one of the areas that has wetland and is included in Important Birds Area (IBA) in Sumatera. This study is aimeds to gather information about waterbirds diversity, including richness, evenness and species similarity on each location in the study. This study used concentration method. Thirty eight species of waterbirds which consisted of 8 family and 30 genera were found during 3 months study. The highest diversity value was found in Pantai Baru in February with the value of 2,8, while the lowest diversity value was found in Pantai Ancol with the value of 0,88. The highest richness index was found in Pantai Muara Indah on February with the value of 4,8 and the lowest richness index was found in Pantai Ancol on April with the value of 1,2.


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Burung merupakan salah satu keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenis. Menurut Sujatnika et al. (1995) keberadaan suatu jenis burung dapat dijadikan sebagai indikator keanekaragaman hayati, karena kelompok burung memiliki sifat-sifat yang mendukung, diantaranya hidup di seluruh habitat, peka terhadap perubahan lingkungan, serta penyebarannya telah cukup diketahui.

Menurut Peterson (1980) penyebaran jenis-jenis burung dipengaruhi oleh kesesuaian tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap lingkungan, kompetisi, strata vegetasi, ketersediaan pakan dan seleksi alam. Selanjutnya Wisnubudi (2009) menjelaskan bahwa burung untuk hidupnya memerlukan syarat-syarat tertentu seperti kondisi habitat yang sesuai dan aman dari segala macam gangguan. Siregar (2008) menambahkan bahwa keanekaragaman dan jumlah burung air sangat dipengaruhi oleh kondisi habitat.

Burung dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, salah satunya adalah lahan basah. Secara umum, burung memanfaatkan habitat tersebut sebagai tempat mencari makan, beraktifitas, berkembangbiak dan berlindung. Faktor yang menentukan keberadaan burung adalah ketersediaan makanan, tempat untuk istirahat, bermain, kawin, bersarang, bertengger, dan berlindung pada suatu habitat (Elfidasari dan Junardi, 2006).

Kehidupan burung air tergantung kepada keberadaan pantai atau lahan basah secara umum. Burung air menjadikan areal pantai dan lahan basah serta tegakan tumbuhan yang ada di atasnya baik sebagai tempat untuk mencari makan maupun beristirahat (Howes et al., 2003).

Burung air sangat tergantung, baik harian maupun musiman terhadap lahan basah untuk memperoleh makanan dan mendukung sistem hidupnya. Lahan basah merupakan habitat penting bagi burung air sebagai tempat berbiak, bersarang, dan membesarkan anaknya, tempat mencari makan, sumber air minum,


(13)

tempat berlindung dan melakukan interaksi sosial (Stewart, 2001; Weller, 2004). Selanjutnya dijelaskan bahwa hubungan antara lahan basah dengan burung air dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya ketersediaan makanan, ketinggian dan kualitas air, tempat bersarang dan berlindung dari gangguan predator.

Menurut Howes et al. (2003), mangrove merupakan habitat penting bagi sebagian besar kelompok burung air, serta beberapa jenis burung daratan. Kawasan mangrove merupakan habitat burung air maupun darat yang digunakan juga untuk mencari makan, berbiak, atau sekedar beristirahat. Mangrove di Provinsi Sumatera Utara tersebar di 13 Kabupaten/Kota dengan luasan yang bervariasi. Kabupaten tersebut meliputi Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Tanjung Balai, Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Sibolga, Nias Utara dan Nias Selatan.

Pantai Labu yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah pesisir pantai berupa lahan basah yang terdiri dari hamparan lumpur berpasir dan kawasan hutan mangrove yang dijadikan sebagai tempat mencari makan dan beristirahat oleh burung air. Kawasan Pantai Labu juga merupakan lintasan burung pantai yang bermigrasi dan termasuk kedalam salah satu kawasan pesisir pantai timur Sumatera Utara dan merupakan salah satu Daerah Penting Burung (DPB) di Sumatera. Dewasa ini adanya laju pertumbuhan penduduk terutama di kawasan Pantai Labu diduga berpengaruh terhadap keberadaan burung air. Hal ini dikarenakan sebagian dari habitat burung air berupa lahan basah dan mangrove telah dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan, pertanian, perikanan dan daerah wisata yang dapat menyebabkan degradasi dan perusakan habitat yang menyebabkan penurunan populasi burung air. Keanekaragaman jenis burung air meliputi burung migran maupun residen di kawasan Pantai Labu perlu diketahui mengingat peranannya sebagai indikator biologi di kawasan tersebut sehingga perlu dilakukan penelitian tentang “Keanekaragaman Burung Air di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang”.

1.2 Permasalahan

Kawasan Pantai Labu merupakan salah satu wilayah lahan basah dan daerah hutan mangrove yang memiliki arti penting bagi keberadaan burung air.


(14)

Kawasan ini telah mengalami banyak gangguan diantaranya pembangunan bandara, pelelangan ikan, daerah wisata dan konversi hutan mangrove menjadi lahan sawit, tambak dan sawah. Konversi ini akan menyebabkan fragmentasi habitat burung air yang menggunakan hamparan lumpur sebagai tempat mencari makan (feeding ground) dan hutan mangrove sebagai tempat berbiak dan berisitrahat. Namun sejauh ini belum diketahui bagaimana keanekaragaman meliputi kekayaan spesies burung air di kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung air di kawasan Pantai Labu meliputi kekayaan, kemerataan dan kesamaan jenis.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai data keanekaragaman burung air serta kekayaan jenis dan penyebarannya di kawasan Pantai Labu.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Keanekaragaman

Menurut Krebs (1978) keanekaragaman (diversity) merupakan banyaknya jenis yang biasanya disebut kekayaan jenis (species richness). Helvoort (1981) menyatakan bahwa keanekaragaman merupakan ciri khas bagi suatu komunitas yang berhubungan dengan banyaknya jenis dan jumlah individu tiap jenis sebagai komponen penyusun komunitas. Selanjutnya Odum (1993) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis tidak hanya kekayaan atau banyaknya jenis, tetapi juga kemerataan (evenness) dari kelimpahan individu tiap jenis. Selanjutnya dijelaskan bahwa keanekaragaman jenis mempunyai komponen yang dapat memberikan reaksi berbeda terhadap faktor geografis, perkembangan atau fisik. Keanekaragaman terdiri dari 2 komponen yaitu kekayaan jenis dan kemerataan.

2.2. Pengertian Burung Air

Burung air merupakan jenis burung yang sangat tergantung pada lahan basah meliputi rawa, paya, hutan bakau/hutan payau, muara sungai/estuari, danau, sawah, sungai dan pantai sebagai tempat mencari makan, istirahat dan berkembang biak (Sibuea et al., 1996). Burung-burung air ini memanfaatkan hutan mangrove sebagai tempat beristirahat dan hamparan lumpur pada saat pasang surut serta areal lahan basah lainnya seperti tambak dan sawah sebagai tempat mencari makan (feeding area) (Jumilawaty & Aththorick, 2007; Akasia Indonesia, 2007).

Menurut Konvensi Ramsar, burung air merupakan jenis burung yang ekologinya bergantung pada lahan basah seperti rawa payau, lahan gambut, perairan tergenang, perairan mengalir, dan wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari 6 meter. Burung ini memiliki ciri-ciri kaki dan paruh panjang yang memudahkannya untuk berjalan dan mencari makan di sekitar air; contohnya bangau, kuntul, trinil, dan cerek (Sibuea, 1997). Burung air dikelompokkan menjadi dua, burung penetap dan burung migran. Perbedaannya,


(16)

burung penetap berkembang biak di tempat dia mencari makan dan tinggal sedangkan burung migran tidak akan berkembang biak di daerah migrasinya (Annisa, 2012).

Burung air diduga berperan penting dalam pertukaran energi antara kehidupan daratan dan perairan, sehingga burung tersebut turut menentukan dinamika produktivitas pada lahan basah. Burung air menyediakan sejumlah pupuk alami bagi vegetasi pantai dan daerah-daerah yang lebih tinggi, dan vegetasi tersebut berfungsi sebagai stabilisator lingkungan pantai terhadap pengaruh erosi. Kehadiran burung air dapat mempercepat suksesi yang terjadi di lahan basah (Wirasiti, 2004). Burung air sangat peka terhadap polusi dan penurunan kondisi makanannya, karena berada pada urutan akhir dalam tingkatan rantai makanan. Oleh sebab itu, kelompok burung air tersebut dapat digunakan sebagai indikator perubahan kualitas lingkungan (Ismanto, 1990).

Rose & Scott (1994), menyebutkan bahwa famili burung air mencakup

Podicipedidae (titihan), Phalacrocoracidae (pecuk), Pelecanidae (pelikan),

Ardeidae (cangak, kuntul, kowak), Ciconiidae (bangau), Threskiornithidae

(pelatuk besi), Anatidae (bebek, mentok, angsa), Gruidae (burung jenjang),

Rallidae (ayam ayaman, mandar, kareo, terbombok), Heliornithidae, Jacanidae

(ucing-ucingan), Rostratulidae, Haemotopodidae, Charadriidae (cerek),

Scolopacidae (gajahan, berkik), Recurvirostridae, Phalaropididae, Burhinidae,

Glareolidae (terik), dan Laridae (camar). Famili tersebut terdapat di Indonesia, sedangkan famili Gaviidae, Balaenicipitidae, Scopoidae, Phoenicopteridae,

Anhimidae, Pedionomidae, Eurypygidae, Dromadidae, Ibidorhynchidae,

Thinocordae, dan Rhynchopidae merupakan burung air yang tidak terdapat di Indonesia (Andrew, 1992).

2.3. Pembagian Burung Air

Berdasarkan lokasi mencari makan, burung air dapat dibagi menjadi empat sebagai berikut:

a. Burung Pantai (Shore birds)

Burung pantai merupakan jenis dari burung air yang mencari makan di hamparan lumpur, perairan dangkal di garis pantai terbuka atau di padang rumput basah.


(17)

Beberapa jenis dari famili Charadriidae umumnya mencari makan di hamparan lumpur yang tidak tergenang air sementara jenis Scolopacidae mencari makan sangat dekat ke air (Faaborg, 1988).

Menurut Howes et al. (2003) secara umum burung pantai dapat diartikan sebagai sekelompok burung air yang secara ekologis bergantung kepada kawasan pantai sebagai tempat mereka mencari makan dan/atau berbiak, berukuran kecil sampai sedang dengan berbagai bentuk dan ukuran paruh yang disesuaikan dengan keperluannya untuk mencari dan memakan mangsanya. Lebih lanjut Eldridge (1992) mengatakan burung pantai merupakan sekelompok burung air yang hidupnya tergantung pada kawasan pantai.

Sebagian besar burung pantai yang dikenal merupakan burung pendatang (migran) yang bermigrasi ke Indonesia untuk menghindari kondisi alam yang ekstrim di lokasi berbiaknya dan menghabiskan waktunya di lahan basah Indonesia untuk mencari makan sambil menunggu untuk kembali ke daerah berbiaknya, baik di belahan bumi Utara (Rusia dan sekitarnya) maupun di belahan bumi Selatan yaitu Australia dan Negara-negara pasifik (Howes et al., 2003).

Secara taksonomis, burung pantai termasuk kedalam ordo

Charadriiformes (Ericson et al., 2003). Sebagian besar burung pantai tergolong kedalam dua famili yaitu Charadriidae dan Scolopacidae (Howes et al., 2003). Menurut MacKinnon et al. (1998), karakteristik suku Charadriidae memiliki paruh lurus yang mengalami penebalan pada bagian ujungnya, tungkai panjang dan kuat, sayap agak panjang, ekor pendek, kebanyakan berpola warna coklat, hitam dan putih (Gambar 2.1). Famili Scolopacidae memiliki ciri seperti kaki panjang, sayap meruncing panjang, dan paruh ramping memanjang (Gambar 2.2).


(18)

b.Waterfowl

Waterfowl adalah burung air yang mencari makan di air tawar mencakup perairan kolam, rawa, danau dan perairan dangkal. Beberapa dari jenis ini mencari makan di dalam lumpur atau akar, umbi, atau dedaunan tumbuhan air. Beberapa jenis lain seperti Cairina dan Dendrocygna mencari makan di perairan berhutan rawa, sungai dan mangrove pesisir. Jenis Anserina dan Cygnina memakan tumbuhan air di perairan dangkal atau danau dan bersarang di kolam-kolam di daerah tundra (Faaborg, 1988).

Waterfowl atau bebek dan angsa termasuk ke dalam ordo Anseriformes

bersifat kosmopolitan yang tersebar pada daerah tropis. Waterfowlmemiliki ciri lebih mencolok dari burung air lain karena ukurannya dan merupakan ternak berukuran besar. Spesies-spesies yang hidup di daerah dataran tinggi lebih mampu bermigrasi dan menjadi pionir dalam penemuan habitat baru. Penempatan sarang sangat bervariasi dari daerah tebing dan lubang dengan adanya vegetasi yang lembab dan berair. Setelah berkembang biak Waterfowl jantan umumnya akan bermigrasi mencari daerah yang sesuai untuk mencari makan terutama daerah perairan yang dangkal (Weller, 2004).

Famili Anatidae merupakan famili yang tersebar luas dengan jumlah jenisnya banyak. Burung perenang dengan kaki berselaput dan paruh yang khas yaitu lebar dan pipih (Gambar 2.3 dan Gambar 2.4). Tungkai pendek, sayap sempit-runcing dan terletak agak ke belakang. Secara taksonomis famili Anatidae

dibagi dalam beberapa kelompok yaitu Dendrocygna, Anas, Sythya, Nettapus dan

Cairina (MacKinnon et al., 2010).

Gambar 2.3.Dendrocygna javanica Gambar 2.4.Cairina scutulata


(19)

c. Burung Laut (Sea birds)

Burung laut merupakan sekelompok burung air yang memakan ikan atau plankton yang terdapat di samudera atau lautan lepas. Beberapa jenis burung laut mampu hidup di laut terbuka selama bertahun-tahun sementara beberapa yang lain mencari makan beberapa mil dari pantai (Faaborg, 1988). Harrison (1987) menambahkan jenis penguin, albatros, fulmar, prion (whalebirds), burung penciduk, boobies, gannet, puffin, auk, razorbill, murrelet, doveky, jaeger, skuas,

guillemot, auklet, camar dan burung dara.

d. Burung Merandai (Wading Birds)

Burung merandai mencari makan di daerah rawa, persawahan, hutan mangrove dan perairan tawar yang dangkal (Faaborg, 1988). Ismanto (1990) menambahkan bahwa beberapa spesies dari famili Ardeidae menjadikan daerah perairan tawar atau disekitar perairan seperti rawa, tambak, hutan bakau dan muara sungai sebagai habitat dan tempat mencari makan.

Kelompok burung merandai terdiri dari famili Ardeidae, Ciconiidae dan

Threskiornidae. Burung merandai merupakan kelompok burung air yang memiliki paruh besar, leher panjang, ukuran tubuh besar dengan ekor pendek, kaki panjang dan sayap lebar (Gambar 2.5 dan Gambar 2.6). Umumnya memiliki warna bulu kombinasi dari abu-abu, cokelat, hitam atau putih (Andrew, 1992).


(20)

2.4. Habitat Burung Air

Menurut Sozer (1999) habitat adalah tempat makhluk hidup berada secara alami. Selanjutnya Alikodra (2002) menjelaskan bahwa habitat adalah kawasan yang digunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiaknya satwa liar. Satwa liar menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya.

Burung air cenderung berkumpul dan terkonsentrasi dalam mencari makan pada suatu daerah dimana keberadaan mangsa mereka mudah untuk didapat. Jenis- jenis mangsa utama yang disukai oleh burung air antara lain Bivalvia, Gastropoda, Crustaceae, Polychaeta dan Pisces. Jenis-jenis mangsa tersebut biasa terdapat dalam air berlumpur pada kawasan mangrove. Hal inilah yang menyebabkan banyak jenis burung air mendatangi kawasan mangrove dan lahan basah untuk mencari makan (Noor et al., 2004).

Burung pantai dalam kehidupannya banyak bergantung kepada keberadaan lahan basah. Burung pantai menjadikan lahan basah serta tegakan tumbuhan yang ada di atasnya sebagai tempat untuk mencari makan dan beristirahat. Untuk kelompok jenis burung pantai migran (khususnya Charadriidae dan

Scolopacidae) hamparan lumpur merupakan habitat yang sangat sesuai untuk mencari mangsa. Disamping itu, akar mangrove merupakan tempat istirahat yang baik selama air pasang dalam musim pengembaraannya (Howes et al., 2003).

Hilangnya habitat burung air migran di jalur terbang, umumnya diakibatkan kegiatan alih fungsi lahan oleh manusia. Misalnya kehilangan habitat yang menjadi tempat berbiak burung air migran akibat intensifikasi pertanian, hilangnya tempat persinggahan burung-burung air migran akibat kegiatan reklamasi pesisir, dan hilangnya wilayah-wilayah tidak berbiak yang diakibatkan pengeringan lahan basah (Hasudungan, 2012).

2.5. Migrasi Burung

Menurut Kirby (2008) kata migrasi berasal dari Migrare yang artinya pergi dari satu tempat ke tempat lain. Menurut Howes et al. (2003) yang termasuk kedalam kelompok burung air migran adalah kelompok burung air yang menghabiskan sebagian hidupnya di Indonesia pada waktu tertentu saja, yaitu


(21)

pada musim tidak berbiak, dimana biasanya individu yang bermigrasi tersebut menghindari perubahan kondisi alam yang ekstrim di lokasi berbiak mereka. Menurut Hasudungan (2009), migrasi diawali pada bulan Agustus-September dimana belahan bumi utara mendekati awal musim dingin. Siklus dilanjutkan dengan perjalanan migrasi pada bulan September-November. Dari bulan November-Maret burung migran mencari makan di belahan bumi selatan yang memiliki iklim lebih hangat kemudian kembali ke belahan bumi utara pada bulan Maret-Mei untuk berbiak (Gambar 2.7).

Gambar 2.7. Siklus Migrasi Burung Air Migran

(Howes et al., 2003)

2.6.Jalur Migrasi Burung Air Migran (F lyways)

Flyways adalah alur terbang spesies burung air migran yang bergerak secara tahunan dari tempat berkembang biak ke daerah-daerah tidak berbiak, termasuk beristirahat dan daerah mencari makan bagi burung-burung bermigrasi (Boere & Stroud, 2006).

Menurut EAAF (East Asian-Australian Flyway), Saat ini ada 700 situs penting yang diakui secara internasional untuk burung air migran di sepanjang jalur migrasi (flyway), banyak yang terletak berdekatan dengan pemukiman manusia dan rentan terhadap pembangunan. Tanpa kerja sama internasional untuk mengatasi ancaman ini, maka akan banyak spesies dari burung air migran yang


(22)

akan menghadapi kepunahan dalam waktu dekat. Ada sembilan jalur migrasi burung di seluruh dunia (Gambar 2.8) yaitu :

a. Atlantic Americas Flyway.

b. Black Sea/Mediterranean Flyway. c. Central Asian Flyway.

d. East Asian-Australasian Flyway. e. East Atlantic Flyway.

f. Mississippi Americas Flyway. g. Pacific Americas Flyway.

h. West Asian-East African Flyway. i. West Pacific Flyway.

Gambar 2.8. Jalur Migrasi Burung Air Migran Seluruh Dunia (Sumber : EAAF, 2010).

Dari 9 jalur terbang ini yang melalui wilayah sumatera adalah jalur East Asian-Australasian Flyway yaitu daerah berbiak di Siberia, Alaska dan Cina hingga ke Asia Tenggara, Papua New Guinea, Australia, Selandia Baru dan Kepulauan Pasifik (EAAF, 2010).


(23)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2013 di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari Pantai Ancol desa Rugemuk, Pantai Baru desa Pantai Labu Pekan dan Pantai Muara Indah desa Denai Kuala serta identifikasi dan pengolahan data dilakukan di laboratorium Sistematika Hewan Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2. Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, teropong monokuler Nikon Field Scope ED, Bushnell 15-60×60 mm dan teropong binokuler Bushnell 12×50 mm, kamera SLR Canon PowerShot SX40 HS, GPS (Global Positioning System) Garmin 60 CSx, alat tulis dan buku panduan lapangan burung Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (MacKinnon et al., 2010).

3.3. Deskripsi Area 3.3.1.Deskripsi Umum

Secara geografis kawasan Pantai Labu terletak pada 3°36'44"LU dan 98°54'33"LS yang berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka.

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Beringin dan Kecamatan Batang Kuis.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan.


(24)

3.3.2Lokasi 1

Lokasi 1 terletak di kawasan Pantai Ancol Desa Rugemuk dengan titik koordinat 3°41'04,51"LU dan 98°53'30,47"LS yang merupakan hamparan lumpur berpasir. Tipe lahan basah yang terdapat di sekitar lokasi adalah pertambakan dan persawahan. Vegetasi dominan Rhizopora spp., dan Avicennia spp.

Gambar 3.1. Lokasi 1 di Pantai Ancol

3.3.3. Lokasi 2

Lokasi 2 terletak di kawasan Pantai Baru Desa Pantai Labu Pekan dengan titik koordinat 3°40'8,21"LU 98°53'3,00"LS. Tipe lahan basah yang terdapat disekitar lokasi pengamatan yaitu pertambakan dan rawa. Vegetasi dominan terdiri dari

Avicennia spp. dan Exoecaria spp.


(25)

3.3.4.Lokasi 3

Lokasi 3 terletak di kawasan Pantai Muara Indah desa Denai Kuala dengan titik koordinat 3°40'55,6"LU dan 98°56'52,3LS yang merupakan hamparan lumpur berpasir. Vegetasi dominan Avicennia spp., dan Rhizopora spp.

Gambar 3.3. Lokasi 3 di Pantai Muara Indah

3.4. Metode Penelitian

Penentuan lokasi pengamatan menggunakan Metode Purposive, yaitu penentuan lokasi tempat burung air berada dan lokasi tersebut dapat mewakili keberadaan burung secara keseluruhan (Fachrul, 2007). Pengamatan burung air dilakukan dengan metode concentration count. Metode ini mengamati burung dari suatu lokasi dalam waktu tertentu berdasarkan kelompok makan pada lokasi tempat burung air berkumpul mencari makan (Bibby et al., 2000).

3.4.1.Pengamatan dan Perhitungan Burung Air

Pengamatan dilakukan sesuai waktu pasang surut setiap harinya yaitu pagi hari berkisar antara jam 08.00–10.00 WIB dan sore hari pada jam 16.00–18.00 WIB. Pengamatan dilakukan pada minggu I dan III selama 3 hari setiap bulan. Adapun komponen yang diamati dan dicatat adalah jenis burung air yang memanfaatkan lahan basah, keadaan cuaca dan kondisi pasang surut.

Perhitungan burung pantai menggunakan Metode Block, dimana perhitungan dilakukan pada kelompok burung yang sedang terbang atau hinggap di daerah terbuka dalam jumlah besar (Gambar 4.1). Pada metode ini, pengamat


(26)

menghitung burung dengan cara membuat lingkaran imajiner dan memperkirakan jumlah individu yang diamati berdasarkan jumlah blok yang ada dalam suatu kelompok. Bergantung kepada jumlah seluruh individu dalam kelompok, satu blok bisa terdiri dari 10, 20, 30, 40 dan 50 individu. Pengamat kemudian menghitung jumlah blok dalam kelompok tersebut. Total perkiraan jumlah individunya adalah jumlah blok dalam suatu kelompok dikalikan dengan jumlah individu dalam suatu blok ditambah beberapa individu yang tersisa, yang dianggap tidak termasuk dalam blok yang ada (Howes et al., 2003).

Gambar 3.4. Perkiraan Menghitung Jumlah Burung dengan Metode Blok

3.5. Analisis Data

3.5.1. Kelimpahan Relatif

Kelimpahan relatif dihitung dengan membandingkan jumlah individu suatu jenis dengan jumlah individu seluruh jenis dengan rumus (Helvoort, 1981) :

= ℎ �

ℎ ℎ 100%

Dimana Ki = nilai kelimpahan relatif

Berdasarkan kelimpahan relatif spesies burung yang ditemukan di lapangan, dapat ditentukan kategori kehadiran jenis burung air yang dimodifikasi dari Bibby et al. (2000) menjadi lima kelas yaitu:

Sangat banyak : > 40,0

Banyak : 10,1 – 40,0

Cukup banyak :2,1 – 10

Sedikit : 0,1 – 2,0


(27)

3.5.2. Indeks Kekayaan Jenis

Indeks kekayaan spesies tiap burung dihitung menggunakan Indeks Margaleff (Magurran, 2004) yaitu :

� =

(� −1)

Dengan Dmg = Indeks Margaleff S = jumlah spesies

N = jumlah total individu di tiap lokasi 3.5.3. Indeks Kemerataan Jenis

Indeks kemerataan jenis burung pada tiap lokasi pengamatan menggunakan Indeks Kemerataan Shannon (Magurran 2004) yaitu :

= �′ �

Dengan S = jumlah spesies

3.5.4. Indeks Keanekaragaman Jenis

Indeks keanekaragaman jenis burung pada tiap lokasi pengamatan ditentukan menggunakan Indeks Shannon (Magurran, 1988) yaitu :

H’ = ∑ pi ln pi

� � =

Dimana ni = jumlah individu spesies ke-i

N = total jumlah individu semua jenis yang ditemukan 3.5.5. Indeks Kesamaan

Kesamaan atau perbedaan komposisi spesies burung berdasarkan lokasi pengamatan ditentukan menggunakan indeks kesamaan Jaccard (Magurran, 2004) :

=

+ +

Dengan Cj = indeks kesamaan Jaccard

a = jumlah spesies yang dijumpai pada kedua lokasi b = jumlah spesies yang hanya dijumpai pada lokasi 1 c = jumlah spesies yang hanya dijumpai pada lokasi 2


(28)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Jenis Burung Air yang Ditemukan di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

Hasil penelitian yang dilaksanakan pada Bulan Februari sampai bulan April 2013 di kawasan Pantai Labu yang meliputi Pantai Ancol, Pantai Baru dan Pantai Muara Indah didapatkan sebanyak 37 jenis burung air dan 1 subspesies yang tergolong kedalam 8 famili dan 20 genus. Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa famili yang paling mendominasi adalah Scolopacidae (6 genus dan 13 spesies), kemudian diikuti famili Ardeidae (5 genus dan 8 spesies). Banyaknya spesies yang muncul dan mendominasi diduga karena keberadaan mangsa yang mudah didapat. Menurut Howes et al. (2003), burung air cenderung berkumpul dan terkonsentrasi dalam mencari makan pada suatu area dimana keberadaan mangsa mudah untuk didapatkan.

Selanjutnya famili yang tergolong sedikit adalah Charadriidae (1 genus dan 5 spesies), Sternidae (1 genus dan 4 spesies), dan famili Laridae,

Phalacrocoridae dan Rallidae hanya terdiri dari 1 genus dan 1 spesies. Jenis burung air yang sedikit ditemukan diduga karena adanya faktor kompetisi serta perbedaan pola dalam mencari makan. Menurut Elfidasari dan Junardi (1996), perbedaan pola dan cara memperoleh mangsa mampu menciptakan kebersamaan antara beberapa jenis burung untuk dapat hidup dan mencari mangsa bersama-sama pada waktu dan lokasi yang bersama-sama.

Bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Jumilawaty (2012) sebanyak 34 spesies, dan pada penelitian Putra (2011) ditemukan 36 jenis burung air di Pantai Labu, maka jumlah jenis burung air di Pantai Labu pada penelitian ini (37 spesies dan 1 subspesies) lebih banyak. Perbedaan jumlah jenis yang ditemukan kemungkinan karena perbedaan waktu pengamatan, lamanya waktu yang digunakan untuk pengamatan, perbedaan lokasi pengamatan serta adanya faktor lingkungan. Penelitian ini memakan waktu lebih singkat yaitu sekitar 3 bulan pengamatan (Februari sampai April 2013), dibandingkan dengan penelitian Jumilawaty (2012) selama 7 bulan pengamatan (September 2010


(29)

sampai Maret 2011), dan Putra (2011) selama 6 bulan pengamatan (Januari sampai Juni 2011). Faktor lingkungan yang diduga berpengaruh terhadap perbedaan jumlah jenis yang ditemukan adalah kondisi pasang surut yang berbeda tiap lokasi pengamatan.

Tabel 4.1. Jenis Burung Air yang Ditemukandi Beberapa Lokasi di Kawasan Pantai Labu

Family Spesies P. Ancol P. Baru P.M.Indah

Ardeidae 1. Ardea cinerea √ - -

2. Ardea purpurea √ √ √

3. Bulbucus ibis - √ √

4. Butorides striatus √ √ √

5. Egretta alba √ √ √

6. Egretta garzeta √ √ √

7. Egretta intermedia √ √ √ Ciconiidae 8. Mycteria cinerea √ - - Charadriidae 9. Charadrius alexandrinus - √ √ Charadrius alexandrinus-dealbatus - - √ 10. Charadrius lesschenaultii √ √ √ 11. Charadrius mongolus √ √ √ 12. Charadrius veredus - √ √

13. Pluvialis fulva √ √ √

14. Pluvialis squatarola - √ √ Laridae 15. Chlidonias leucopterus √ √ √ Phalacrocoridae 16. Phalacrocorax niger √ √ √ Rallidae 17. Amaurornis phoenicurus √ √ √ 18. Gallinula chloropus - - √ 19. Galliralus striatus - - √ 20. Porzana cinerea - - √ Scolopacidae 21. Arenaria interpres √ √ √

22. Calidris alba - √ √

23. Calidris canutus √ √ √ 24. Calidris ferruginea - √ √ 25. Calidris ruficolis - √ √ 26. Limicola falcinellus - √ - 27. Limosa laponica - √ √ 28. Numenius arquata - √ √ 29. Numenius phaeopus √ √ √ 30. N. madagascariensis - √ -

31. Tringa cinereus √ √ √

32. Tringa hypoleucos √ √ √

33. Tringa totanus √ √ √

Sternidae 34. Sterna albifrons √ √ √ 35. Sterna bengalensis - √ √

36. Sterna hirundo √ √ √

37. Sterna nilotica √ - √

Jumlah 22 31 34

Menurut Sukmantoro et al. (2007) di Indonesia kurang lebih terdapat 244 jenis burung air. Jumlah spesies yang ditemukan di lokasi penelitian 37 spesies dan 1 subspesies. Ini menunjukkan bahwa kawasan Pantai Labu merupakan


(30)

habitat penting bagi burung air karena menyumbang 15% jenis burung dari jumlah burung air yang terdapat di Indonesia.

Hasil pengamatan menunjukkan adanya beberapa spesies yang hanya ditemukan pada satu lokasi pengamatan dan tidak ditemukan pada lokasi lain. Spesies ini antara lain Ardea cinerea dan Mycteria cinerea yang hanya ditemukan di Pantai Ancol. Limicola falcinellus hanya ditemukan di Pantai Baru. Gallinula chloropus, Galliralus striatus, Porzana cinerea, dan Charadrius alexandrinus-dealbatus yang hanya ditemukan di Pantai Muara Indah. Hal ini diduga karena perbedaan karakteristik lokasi pengamatan yang digunakan sebagai habitat untuk mencari makan. Perbedaan karakteristik lokasi pengamatan dapat dilihat dari profil kedalaman sedimen, dimana kedalaman sedimen di Pantai Ancol berkisar antara 25-195 cm, di Pantai Baru berkisar antara 25-105 cm dan Pantai Muara Indah berkisar antara 25-95 cm. C. alexandrinus-dealbatus merupakan spesies yang hanya sekali ditemukan selama pengamatan. Menurut Iqbal et al. (2010) jenis Charadrius dealbatus merupakan jenis yang sangat langka. Perjumpaan dengan jenis ini hanya sesekali di kawasan Sumatera yaitu, Pantai cemara Jambi tahun 2008 dan Pulau Betet tahun 2009. Perjumpaan dengan jenis ini pada penelitian merupakan perjumpaan yang pertama kali di pesisir Sumatera Utara.

4.2. Fluktuasi dan Komposisi Burung Air Berdasarkan Lokasi Pengamatan Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan adanya fluktuasi harian baik jumlah individu maupun jumlah spesies pada masing masing lokasi pengamatan.

Pantai Ancol

Berdasarkan pengamatan, jumlah spesies maupun jumlah individu pada lokasi ini mengalami fluktuasi harian (Gambar 4.1). Pada bulan Februari, jumlah spesies cenderung meningkat pada hari ketiga sebanyak 192 individu dibandingkan dengan pengamatan hari pertama sebanyak 94 individu dan hari kedua sebanyak 128 individu.


(31)

Gambar 4.1. Fluktuasi Jumlah Individu dan Jenis Burung Air di Pantai Ancol

Selanjutnya pada bulan Maret dan April jumlah individu yang paling banyak ditemukan pada hari kedua. Fluktuasi ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama ketinggian air yang berhubungan dengan pasang surut, dimana pada hari ketiga di bulan April air tidak surut sehingga hamparan lumpur tidak terbentuk. Hal ini menyebabkan burung air tidak muncul karena tidak adanya lokasi untuk mencari makan. Menurut Kozulin et al. (2001) distribusi, jumlah dan komposisi burung air yang ditemukan pada suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh badan air,yaitu ketinggian air. Anderson (2003) menambahkan bahwa pertukaran pasang surut dapat mempengaruhi perilaku burung air yang berhubungan dengan ketersediaan wilayah mencari makan.

Berdasarkan pengamatan, dalam mencari makan jenis burung yang pertama datang ke hamparan lumpur ketika air mulai surut adalah Tringa totanus. Hal ini kemungkinan karena jenis ini lebih mampu merespon perubahan kondisi pasang surut sehingga datang pertama ke hamparan lumpur. Jenis ini membentuk kelompok kecil dan hinggap di hamparan lumpur didekat mangrove dan menunggu hingga air benar-benar surut. Jenis Sterna spp. terlihat hanya sesekali beterbangan dan tidak hinggap karena jenis ini menyukai hamparan pasir yang digunakan untuk beristirahat, namun dilokasi ini tidak ditemukan hamparan pasir sehingga jenis Sterna spp. hanya beterbangan.

Jarak antara lokasi burung mencari makan dengan pantai ± 50 m. Semua burung mencari makan dalam 2 lokasi yang berdekatan dimana lokasi makan

Mycteria cinerea yang merupakan burung merandai berbeda dengan kelompok

12 13 12 8 9 7 7 7 0

94

128 192

135 142 118

59 81

0 0

50 100 150 200 250

Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Februari Maret April

jlh Sp jlh individu


(32)

burung pantai. Hamparan lumpur di lokasi makan M. cinerea cenderung lebih dalam (145 cm). Jenis ini lebih menyukai daerah lumpur yang lebih dalam untuk mencari makan. Sedangkan jenis burung merandai lainnya yaitu Egretta spp. mencari makan bergabung dengan kelompok burung pantai. Pada saat mulai pasang, burung tetap mencari makan sampai air benar-benar mencapai atau menutupi hamparan lumpur di lokasi burung mencari makan kemudian burung-burung air ini terbang.

Pada bulan April, ada dua jenis yang sebelumnya ditemukan banyak, tidak ditemukan lagi seperti jenis Arenaria interpres dan Xenus cinereus. Hal ini diduga karena burung tersebut telah kembali ke daerah asalnya. Jenis Ardea purpurea dan

Ardea cinerea terlihat sedang tidak mencari makan di hamparan lumpur melainkan hinggap di pepohonan mangrove.

4.2.1 Komposisi Jenis Burung Air di Pantai Ancol

Berdasarkan kelimpahan relatif, dapat ditentukan kategori kehadiran spesies burung air menjadi 5 kelas yaitu sangat banyak, banyak, cukup banyak, sedikit dan sangat sedikit. Berdasarkan kelas kelimpahan relatif, pada lokasi ini jenis burung air yang sangat banyak ditemukan adalah Tringa totanus, sedangkan jenis yang banyak ditemukan adalah Arenaria interpres, dan Tringa cinereus

seperti terlihat pada Tabel 4.2. Ketiga jenis ini termasuk dalam famili

Scolopacidae yang merupakan burung migran. Banyaknya jenis Scolopacidae

yang ditemukan karena pengamatan dilakukan pada saat musim migrasi.

Tabel 4.2.Komposisi Jenis Burung Berdasarkan Kelimpahan Relatifdi Pantai Ancol

Kelas Kelimpahan

Jenis Burung Kelimpahan

(%) Jlh Spesies Persentase (%) Sangat Banyak

Tringa totanus >40,0 1 4,5

Banyak Arenaria interpres, Tringa cinereus 10,1-40,0 2 9,09 Cukup

Banyak

Egretta alba, Egretta garzetta, Tringa hypoleucos, Sterna hirundo

2,1-10,0 4 18,18

Sedikit Ardea cinerea, Ardea purpurea,Butorides striatus,Egretta intermedia, Mycteria cinerea, Charadrius lesschenaultii, Charadrius mongolus, Numenius phaeopus, Pluvialis fulva, Sterna albifrons

0,1-2,0 10 45,45

Sangat Sedikit Amaurornis phoenicurus, Calidris canutus, Chlidonias leucopterus,


(33)

Jenis yang sangat sedikit pada lokasi ini adalah Amaurornis phoenicurus, Calidris canutus, Chlidonias leuocopterus, Phalacrocorax niger dan Sterna nilotica

dengan nilai 22,72 %. Perjumpaan dengan jenis A. phoenicurus dan P . niger

hanya sekali pada saat air mulai pasang dan ditemukan sedang bertengger diantara pohon mangrove. Kedua jenis ini tidak mencari makan di lokasi penelitian. Menurut Ruskhanidar dan Hambal (2007) Amaurornis phoenicurus sering dijumpai sendiri dan tidak berkelompok ketika sedang mencari makan di daerah tambak. Jenis ini sudah mengalami penurunan jumlah sebagai akibat dari perburuan.

Pantai Baru

Hasil pengamatan menunjukkan pada lokasi ini ditemukan jumlah individu yang paling banyak diantara lokasi pengamatan lain dengan total jumlah individu yang ditemukan selama 3 bulan pengamatan adalah 3949 individu. Jumlah individu yang ditemukan mengalami fluktuasi harian yang cenderung menurun setiap bulannya (Gambar 4.2).

Gambar 4.2. Fluktuasi Jumlah Individu dan Jenis Burung Air diPantai Baru

Pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah individu yang paling banyak ditemukan pada bulan Februari pada hari pertama pengamatan dengan jumlah 517 individu dan 32 spesies. Hal ini menunjukkan bahwa pada bulan Februari lebih banyak ditemukan baik jumlah spesies maupun jumlah individu burung air dibandingkan dengan bulan lainnya, keadaan ini disebabkan banyaknya burung migran yang ditemukan, luasnya hamparan lumpur yang terbentuk serta

32 30 29 21 23 22 13 15 0 517

409 483

382 387 368

161 139

0 0

100 200 300 400 500 600

Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Februari Maret April

Jlh Sp Jlh individu


(34)

ketersediaan makanan yang melimpah. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis

Mollusca yang ada di hamparan lumpur. Menurut Howes et al. (2003), jenis-jenis hewan yang dijadikan mangsa oleh burung pantai adalah Polychaeta, Mollusca, serta berbagai jenis udang. Jumilawaty (2012) menambahkan pada bulan Februari ditemukan lebih banyak jenis burung air. kedatangan burung migran menambah banyaknya jumlah spesies yang hadir. Hamparan lumpur yang luas dan saling berdekatan memudahkan burung air untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi makan lainnya.

Selanjutnya pada bulan Maret dan April terjadi penurunan jumlah individu yang sangat drastis terutama pada bulan April. Pada bulan ini, ketinggian air pada saat air surut cukup tinggi yaitu berkisar antara 80-240 cm. Pada saat pengamatan, hamparan lumpur tidak terbentuk melainkan hanya hamparan pasir. Hal ini menyebabkan menurunnya jumlah burung air yang ditemukan karena tidak adanya lokasi untuk mencari makan. Menurut Howes (2003); Battley (2003), kondisi habitat yang baik akan mendukung lebih banyak spesies yang hadir.

Berdasarkan pengamatan, dalam mencari makan burung yang muncul pertama kali pada saat air mulai surut adalah Tringa hypoleucos dan Egretta spp.

Tringa hypoluecos datang menyendiri dan hinggap dipinggir pantai hingga air benar-benar surut dan terbentuk hamparan lumpur sedangkan Egretta spp. datang berkelompok dan langsung mencari makan di air dangkal menunggu air surut. Hal ini diduga karena jenis burung-burung air ini lebih mampu merespon kondisi lingkungan yang sudah mulai surut. Hal ini sesuai dengan penelitian Jumilwaty (2012), burung air yang datang berkelompok dan soliter dapat dijadikan indikator untuk mengetahui bahwa air laut akan segera surut. Jenis Egretta spp. yang tergolong famili Ardeidae datang dan bertengger di atas pohon mangrove menunggu surut.

Pada saat mulai pasang di bulan Februari, burung–burung air tidak berpindah tempat hal ini disebabkan lokasi makan lebih tinggi dibandingkan lokasi yang tidak digunakan untuk mencari makan. Pemilihan lokasi makan juga dipengaruhi oleh tekstur tanah berupa lumpur berpasir bila dibandingkan dengan lokasi yang tidak dipilih sebagai tempat mencari makan karena tekstur tanahnya terdiri dari lumpur dan memiliki kedalaman sampai 115 cm. Pada saat burung


(35)

beristirahat di hamparan pasir, kelompok Sterna spp. yang merupakan burung laut cenderung berada ditengah dikelilingi burung pantai.

Pada bulan Maret, pengamatan dilakukan pada saat pasang besar dimana air yang surut cenderung lebih jauh dari pinggir pantai dan burung air cenderung beristirahat dan mencari makan di batas air. Pada saat air mulai pasang burung mulai terbang kecuali jenis Calidris padahal hamparan lumpur masih luas. Berbeda pada saat pasang mati, dimana burung akan terbang saat lokasi mencari makan benar-benar tertutup air.

4.2.2 Komposisi Jenis Burung Air di Pantai Baru

Pada lokasi ini, spesies yang sangat sedikit adalah Amaurornis phoenicurus, Calidris ruficolis, Chlidonias leucopterus, Numenius madagascariensis, dan Sterna nilotica dengan nilai 15,12 %. N. Madagascariensis hanya ditemukan sekali selama pengamatan (Tabel 4.3).

Tabel 4.3. Komposisi Jenis Burung Berdasarkan Kelimpahan Relatif di Pantai Baru

Kelas Kelimpahan

Jenis Burung Kelimpahan

(%) Jlh Spesies Persentase (%) Sangat Banyak

- >40,0 - -

Banyak Sterna hirundo 10,1-40,0 1 3,12 Cukup

Banyak

Arenaria interpres, Egretta alba, Egretta garzetta, Egretta intermedia, Charadrius alexandrinus, Charadrius mongolus,Charadrius

leschenaultii,Calidris alba, Calidris ferruginea, Pluvialis fulva, Pluvialis squatarola, Tringa cinereus, Sterna albifrons, Sterna bengalensis

2,1-10,0 14 43,75

Sedikit Ardea purpurea, Bulbucus ibis, Butorides striatus, Limicola falcinelus, Limosa lapponica,Numenius arquata, Numenius phaeopus,Calidris canutus,Charadrius veredus,Tringa hypoleucos, Tringa totanus, Phalacrocorax niger

0,1-2,0 12 37,5

Sangat Sedikit Amaurornis phoenicurus, Calidris ruficolis, Chlidonias leucopterus, Numenius madagascariensis, Sterna nilotica

<0,1 5 15,12

Spesies yang termasuk kedalam kelas Cukup Banyak merupakan spesies yang tergolong ke dalam famili Scolopacidae, Charadriidae dan Ardeidae. Ketiga


(36)

kelompok ini membentuk stratifikasi makan masing-masing dan menempati lokasi yang berbeda dalam mencari makan. Jenis dari famili Scolopacidae dan

Charadriidae memilih mencari makan dan beristirahat di hamparan pasir yang terbentuk pada saat surut. Sedangkan Ardeidae memilih mencari makan disekitar muara sungai. Menurut Mackinnon (1993); Elfidasari dan Junardi (2006), jenis ini memiliki kebiasaan mencari makan secara berkelompok di daerah rawa, sawah dan muara. Hasil penelitian Putra (2011) menunjukkan bahwa famili Ardeidae

sering ditemukan pada habitat lahan basah seperti kawasan mangrove, rawa payau, tambak dan muara sungai.

Pantai Muara Indah

Lokasi pengamatan ini memiliki hamparan lumpur yang paling luas diantara lokasi pengamatan yang lain dimana lokasi ini memiliki beberapa titik yang digunakan burung air dalam mencari makan. Fluktuasi jumlah jenis pada lokasi ini mengalami kenaikan maupun penurunan (Gambar 4.3).

Gambar 4.3. Fluktuasi Jumlah Individu dan Jenis Burung Air di Pantai Muara Indah

Pada pengamatan bulan Februari jumlah individu sangat banyak terutama pada hari kedua, yaitu sebanyak 270 individu dan 34 spesies. Kemudian diikuti pada bulan berikutnya yang mengalami penurunan drastis dengan jumlah individu berkisar antara 67-80 individu. Pada bulan April, jumlah individu yang jumlahnya

34 34 29

17 15 16 13 16 16 238

270

76

68 80 61 80 51

103

0 50 100 150 200 250 300

Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 1 Hari 2 Hari 3

Februari Maret April

jlh Sp jlh individu


(37)

berkisar 51-80 individu. Penurunan jumlah individu diduga karena banyaknya masyarakat dan nelayan yang sedang mencari kepah. Menurut Jumilawaty (2012) melimpahnya jumlah burung air pada Februari karena pada bulan ini keadaan lingkungan terbaik bagi kehidupan burung air meliputi ketersediaan makanan, faktor lingkungan diantaranya curah hujan, suhu dan salinitas. Selanjutnya Zwart dan Wanink (1993) mengatakan bahwa iklim yang baik akan membantu burung air untuk mengeluarkan energi yang tinggi akibat proses termoregulasi.

Dari hasil pengamatan, terdapat 10 titik lokasi burung mencari makan yang tersebar di beberapa lokasi. Beberapa titik terdapat di batas air dengan jarak ± 300 m dari pantai dan sebagian lagi berjarak ± 60 m. Terdapat 2 titik yang homogen dimana masing-masing titik terdiri dari kelompok Numenius spp., dan

Sterna spp. Sedangkan 8 titik yang lain terdiri dari beberapa jenis burung yaitu

Pluvialis spp., Charadrius spp., Calidris spp dan Arenaria interpres.

Banyaknya jumlah individu yang ditemukan karena waktu pengamatan dilakukan dua kali yaitu pagi hari dan sore hari karena pasang besar sehingga surut terjadi dua kali. Pada pengamatan sore hari, burung cenderung lebih sedikit karena angin kencang sehingga mempengaruhi keberadaan burung yang kesulitan hinggap di hamparan lumpur. Jenis Charadrius cenderung tidak berkelompok dan hanya ditemukan pada saat pagi hari. Tanpa ada gangguan, sesekali jenis Calidris

dan Xenus cinereus terbang dan berpindah ke lokasi makan yang lain. Jenis

Numenius phaeopus tetap beristirahat di hamparan lumpur walaupun air mulai pasang dan mencapai lokasi tersebut.

Pada bulan Maret, terjadi penurunan jumlah jenis yang ditemukan dibandingkan dengan pengamatan sebelumnya. Burung pantai yang ditemukan hanya 8 jenis dan semua jenis Calidris tidak ditemukan lagi. Ditemukan beberapa jenis Charadrius spp. dan Pluvialis fulva bulu berbiak. Pada bulan April, ditemukan beberapa jenis dari Waterfowl yaitu Galliralus striatus, Gallinula chloropus, dan Porzana cinerea. Jenis–jenis ini ditemukan di daerah tambak yang tergenang air maupun kering yang tidak digunakan lagi.


(38)

4.2.3. Komposisi Jenis Burung Air di Pantai Muara Indah

Fluktuasi harian dipengaruhi oleh kehadiran dari jumlah spesies. Dimana pada lokasi ini spesies yang banyak ditemukan adalah Numenius phaeopus,

Plufialis fulva,Sterna albifrons dan Sterna hirundo. Spesies yang sangat sedikit ditemukan pada lokasi ini adalah C. alexandrinus-dealbatus, L. laponica, P. Niger,

G. striatusdan P. Cinerea(Tabel 4.4). Charadrius alexandrinus-dealbatus hanya ditemukan sekali pada bulan Februari dan merupakan spesies yang baru pertama sekali ditemukan di kawasan Pantai Labu. Hal ini diduga karena jenis ini menyimpang dari jalur migrasi tahunannya sehingga baru pertama sekali ditemukan di pesisir Sumatera Utara.

Tabel 4.4. Komposisi Jenis Burung Berdasarkan Kelimpahan Relatif di Pantai Muara Indah

Kelas Kelimpahan

Jenis Burung Kelimpahan

(%) Jlh Spesies Persentase (%) Sangat Banyak

- >40,0 - -

Banyak Pluvialis fulva, Numenius Phaeopus, Sterna albifrons, Sterna hirundo

10,1-40,0 4 11,42

Cukup Banyak

Bulbucus ibis, Egretta alba, Egretta garzetta, Egretta intermedia, Charadrius lesschenaultii, Charadrius mongolus, Arenaria interpres, Calidris alba, Pluvialis squatarola, Tringa cinereus

2,1-10,0 10 28,57

Sedikit Ardea purpurea, Butorides striatus, Charadrius alexandrinus, Charadrius veredus, Chlidonias leucopterus, Amaurornis phoenicurus, Gallinula chloropus, Calidris canutus, Calidris ferruginea,Calidris ruficolis, Numenius arquata, Tringa hypoleucos, Tringa totanus, Sterna bengalensis, Sterna nilotica

0,1-2,0 12 34,28

Sangat Sedikit Charadrius dealbatus, Galiralus striatus,Limosa

lapponica,Phalacrocorax niger, Porzana cinerea

<0,1 5 16,12

Burung air dalam mencari makan umumnya tersebar. Dimana kelompok

Ardeidae membentuk kelompok sendiri dengan mencari makan di perairan yang lebih dalam, sedangkan kelompok Scolopacidae dan Sternidae mencari makan dan beristirahat di hamparan lumpur yang dekat dengan batas air surut. Hal ini dikarenakan kebiasaan jenis Ardeidae mencari makan di perairan yang lebih dalam sedangkan jenis Scolopacidae lebih menyukai hamparan lumpur yang tidak


(39)

tergenang untuk mencari makan. Menurut Jumilawaty (2012) jenis dari famili

Scolopacidae, Charadriidae dan Sternidae datang setelah air surut dan mencari lokasi di area yang berair dangkal, setelah surut menyebar pada hamparan lumpur.

4.3. Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Keberadaan Burung Air

Kehadiran burung air di suatu area juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi fluktuasi kehadiran burung air adalah curah hujan, kelembaban, temperatur dan kecepatan angin. Berdasarkan pengamatan, faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi keberadaan burung air adalah curah hujan dan kecepatan angin. Hal ini terlihat dari gambar 4.4 dimana pada saat curah hujan tinggi (pada bulan April curah hujannya 229 mm, jumlah individu yang muncul sebanyak 674). Hasil analisis korelasi menunjukkan pengaruh curah hujan terhadap keberadaan burung air memperlihatkan pengaruh negatif sebesar 58% (Tabel 4.5). Hal ini didukung penelitian Djohan (2005), pada saat curah hujan tinggi keberadaan burung air cenderung menurun. Hanya burung air bertubuh besar yang ditemukan.

Selanjutnya faktor lingkungan yang lain juga menunjukkan pengaruh negatif dan positif. Dari tabel 4.5 terlihat bahwa faktor lingkungan yang berkorelasi sangat kuat adalah suhu sebesar 71%. Sesuai dengan pernyataan Begon et al. (2004), adanya perubahan suhu akan mempengaruhi perilaku burung air dalam mencari makan. Suhu berpengaruh terhadap proses fisiologi dan distribusi hewan pada suatu area.

0 50 100 150 200 250 0 500 1000 1500 2000 2500 3000

Februari Maret April

C urah H ujan (m m ) Juml ah Indi vi du Bulan Pengamatan

Burung curah hujan


(40)

Tabel 4.5. Nilai Korelasi antara Faktor Lingkungan dan Jumlah Burung Air

Faktor Lingkungan Nilai Korelasi

Curah hujan -0,58

Kecepatan angin 0,19

Suhu -0,71

Kelembaban -0,66

Berdasarkan penelitian Desmawati (2011), jenis Scolopacidae, Lariidae

dan Ardeidae lebih menyukai daerah terbuka dengan temperatur tinggi untuk mencari makan, beristirahat, dan terbang berkeliling. Hasil pengamatan menunjukkan pada saat kecepatan angin tinggi maka jenis burung laut sedikit ditemukan. Hal ini dikarenakan cara burung laut mencari makan dengan terbang dan memburu mangsa yang ada di air, sedangkan jenis burung migran dan burung merandai tidak terpengaruh karena kecepatan angin yang tinggi. Hal ini disebabkan burung air migran dan burung merandai mencari makan langsung di hamparan lumpur yang terbentuk saat surut.

4.4. Pembagian Burung Air Berdasarkan Lokasi Mencari Makan

Berdasarkan lokasi mencari makan, burung air dibagi menjadi 4 kelompok yaitu burung pantai (shorebirds) yaitu jenis burung air berukuran kecil yang mencari makan di hamparan lumpur dan lahan basah yang tidak tergenang air (Charadriidae dan Scolopacidae); burung merandai (wadingbirds) yaitu burung air berukuran besar dengan paruh dan kaki panjang yang mencari makan di perairan dangkal, lahan basah yang tergenang air, daerah rawa dan persawahan serta hutan mangrove (Ardeidae dan Ciconiidae); burung laut (seabirds) yaitu burung air yang mencari makan dengan cara terbang dan menyelam di laut (Laridae, Sternidae dan Phalacrocoridae) dan Waterfowl yaitu burung air yang mencari makan dengan cara berenang di air tawar yang dangkal mencakup kolam dan rawa (Anatidae dan Rallidae). Gambar 4.5 menunjukkan persentase pembagian burung air berdasarkan lokasi mencari makan.


(41)

Gambar 4.5. Persentase Jumlah Burung Air Berdasarkan Lokasi Mencari Makan

Burung merandai dan waterfowl memiliki kecenderungan meningkat berdasarkan jumlah spesies, sebaliknya burung pantai dan burung laut mengalami penurunan jumlah spesies selama pengamatan (Gambar 4.5). Pada bulan Maret tidak ditemukan jenis waterfowl, hal ini diduga pada bulan ini merupakan masa panen padi, sehingga kehadiran para petani pada saat memanen padi menyebabkan jenis ini tidak muncul, karena jenis ini sangat sensitif terhadap kehadiran manusia didekatnya.

Pantai Labu merupakan salah satu Daerah Penting Burung yang ada di Indonesia. Daerah yang dikatakan penting bagi burung air memiliki beberapa kriteria yaitu ditemukannya kelompok makan burung dalam jumlah besar, ditemukannya jenis burung yang memiliki status keterancaman IUCN rentan/vulnerable serta adanya jenis yang langka dan endemik. Tabel 4.6 menunjukkan persentase jumlah spesies yang ditemukan di Pantai Labu terhadap total keseluruhan jumlah spesies yang ada di Sumatera dan Indonesia.

Tabel 4.6. Persentase Perbandingan Jumlah Burung Air di Pantai Labu, Sumatera dan Indonesia

Jumlah Jenis Sumatera (%) Indonesia (%)

Shorebirds 20 12,2 8,19

Seabirds 6 3,68 2,45

Wadingbirds 8 4,90 3,27

Waterfowl 4 2,45 1,63

Jumlah jenis burung air yang didapat dilokasi penelitian (38) menyumbang 23% dari jumlah keseluruhan burung air yang terdapat di pulau Sumatera (163)

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Februari Maret April

Juml

ah

Sp

es

ies

Bulan Pengamatan


(42)

dan menyumbang 15 % dari jumlah burung air yang ada di Indonesia (244). Kelompok shorebirds menempati nilai persentase paling tinggi yaitu 12,2% dan 8,19% dari keseluruhan jumlah burung air di pulau Sumatera dan Indonesia.

Untuk melihat peranan Pantai Labu bagi burung air dapat dilihat melalui status keterancaman dan perlindungan (Tabel 4.6). Menurut status keterancaman IUCN 3.1 burung air di Pantai Labu memiliki 2 kategori yaitu kurang mengkhawatirkan/least concern (LC),dan rentan/vulnerable (VU). Dalam Peraturan Pemerintah RI termasuk 2 kategori yaitu A: UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; B: PP No. 7 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

Tabel 4.7.Status Keterancaman dan Perlindungan Burung Air Berdasarkan IUCN dan Peraturan Pemerintah RI

No. Jenis Burung Air Peraturan Pemerintah RI IUCN

1. Bubulcus ibis AB LC

2. Egretta alba AB LC

3. Egretta garzetta AB LC

4. Egretta intermedia AB LC

5. Mycteria cinerea AB VU

6. Chlidonias leucopterus AB LC

7. Numenius arquata AB LC

8. Numenius phaeopus AB LC

9. Numenius madagascariensis AB VU

10. Sterna albifrons AB LC

11. Sterna bengalensis AB VU

12. Sterna hirundo AB LC

13. Sterna nilotica AB LC

4.5. Keanekaragaman, Kekayaan Spesies dan Kemerataan jenis Burung Air Setiap lokasi pengamatan memiliki nilai keanekaragaman dan kekayaan spesies yang berbeda tiap bulan.

Tabel 4.8. Keanekaragaman, Indeks Kekayaan Spesies dan Kemerataan Jenis di Kawasan Pantai Labu

Pantai Ancol Pantai Baru Pantai Muara Indah

H’ Dmg E’ H’ Dmg E’ H’ Dmg E’

Februari 1,988 3,143 0,099 2,876 4,095 0,093 2,458 4,711 0,079 Maret 0,881 1,338 0,098 2,597 3,209 0,108 2,572 2,826 0,135 April 1,386 1,214 0,198 1,985 2,132 0,124 2,870 4,309 0,12


(43)

Hasil analisis menunjukkan dilokasi penelitian secara keseluruhan memiliki tingkat keanekaragaman sedang dengan nilai 2,5 dan kemerataan jenis 0,2. Tingkat keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan jenis bervariasi setiap bulannya. Nilai keanekaragaman yang paling tinggi terdapat di lokasi Pantai Baru pada bulan Februari yaitu 2,876 dengan nilai kekayaan spesies 4,09 dan kemerataan 0,09. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan jenis pasang surut pada saat pengamatan dimana pengamatan dilakukan pada saat keadaan pasang mati dan pasang besar. Menurut Burger et al. (1977) siklus pasang surut pada garis pantai dan hamparan lumpur akan mempengaruhi perubahan ketersediaan ruang mencari makan dan ketersediaan serta diversitas mangsa.

Selain itu, burung air cenderung menyebar saat mencari makan dimana ditemukan hanya satu jenis saja yang membentuk kelompok yaitu dari jenis

Numenius spp. Sedangkan jenis dari burung laut yaitu Sterna spp. hanya berkelompok dan bergabung dengan jenis Charadrius spp. pada saat beristirahat di hamparan pasir yang terbentuk pada saat air surut. Sedangkan nilai keanekaragaman yang paling rendah di Pantai Ancol yaitu 0,881 dengan nilai kekayaan spesies terendah 1,2. Hal ini disebabkan burung air hanya memanfaatkan satu lokasi untuk mencari makan padahal hamparan lumpur cukup luas. Kedalaman sedimen (30 cm –195 cm) diduga mempunyai pengaruh besar terhadap keberadaan burung air karena sedimen di lokasi ini lebih dalam dibanding dengan dua lokasi pengamatan lain.

Nilai keanekaragaman sangat erat hubungannya dengan nilai kekayaan spesies.Menurut Johnsingh & Joshua (1994) kekayaan spesies burung berbeda dari satu area dengan area lainnya. Jumilawaty (2012) menambahkan bahwa kekayaan spesies dan kelimpahan individu sangat mempengaruhi nilai keanekaragaman spesies. Nilai kekayaan yang paling tinggi terdapat pada lokasi Pantai Muara indah yaitu 4,86. Hal ini diduga karena lokasi ini memiliki hamparan lumpur yang paling luas diantara kedua lokasi pengamatan lain sehingga ketersediaan ruang untuk mencari makan lebih banyak.

Menurut Gonzales (1993) keanekaragaman jenis burung di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh kualitas habitatnya. Fachrul (2007) menambahkan bahwa


(44)

keanekaragaman spesies di suatu wilayah ditentukan oleh ukuran luas habitat. Semakin luas habitatnya, cenderung semakin tinggi keanekaragaman jenis burungnya.

4.6. Indeks Kesamaan pada tiap Lokasi Penelitian

Setiap lokasi pengamatan memiliki kesamaan spesies. Kesamaan atau perbedaan komposisi spesies burung air berdasarkan lokasi pengamatan ditentukan menggunakan indeks kesamaan Jaccard.

Tabel 4.9.Indeks Kesamaan Spesies

Pantai Ancol Pantai Baru Pantai Muara Indah

Pantai Ancol - 0,606 0,600

Pantai Baru - - 0,771

Pantai Muara Indah - - -

Ketiga lokasi pengamatan memiliki indeks kesamaan spesies yang hampir sama. Ancol-Baru dan Ancol-Indah memiliki indeks kesamaan spesies yang sama yaitu 0,6 dan Baru-Indah memiliki indeks kesamaan spesies 0,771. Indeks kesamaan spesies yang hampir sama diduga karena jarak antara lokasi pengamatan yang berdekatan yaitu berkisar antara 1-4 Km. Selain itu kondisi habitat dan ketersediaan makanan juga mempengaruhi tingkat kesamaan spesies. Menurut Jumilawaty (2012), hamparan lumpur yang terbentuk saat air surut dan berdekatan satu dengan lainnya menyediakan lokasi makan yang cukup bagi burung air, keadaan ini mempermudah burung air berpindah-pindah tempat dari satu hamparan lumpur ke hamparan lumpur lainnya untuk mencari makan sesuai kebutuhannya. Nilai kesamaan spesies menunjukkan bahwa spesies yang ditemukan pada lokasi satu dengan lain memiliki kesamaan spesies hampir sama berkisar antara 60 sampai 70%.


(45)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

a. Jenis burung air yang ditemukan selama penelitian dari bulan Februari sampai April di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang terdiri dari 38 spesies burung air yang tergolong dalam 8 famili dan 20 genus. Jumlah individu yang paling banyak ditemukan adalah Sterna hirundo (1.058) dan jumlah individu paling sedikit ditemukan adalah Charadrius alexandrinus-dealbatus (1).

b. Jumlah individu maupun jumlah jenis burung air paling banyak ditemukan pada bulan Februari. Secara keseluruhan indeks keanekaragaman jenis burung air di kawasan Pantai Labu tergolong sedang dengan indeks keanekaragaman jenis burung yang paling tinggi ditemukan di Pantai Baru dan indeks keanekaragaman paling rendah di Pantai Ancol.

5.2 Saran

Saran dalam penelitian ini adalah :

a. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai peranan lahan basah terhadap keberadaan burung air di Kawasan Pantai Labu.

b. Perlu dilakukan upaya perlindungan dan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan masyarakat terhadap habitat burung air yang semakin berkurang dan adanya perburuan liar.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Fakultas Kehutanan-IPB. Bogor.

Anderson, G. M. 2003. Investigations into Shorebird Community Ecology: Interrelation Between Morphology, Behaviour, Habitat and Abiotic Factor.[Thesis]. The University of Auckland.

Andrew, P. 1992. The Birds of Indonesia : A Checklist (Peter’s sequence). Indonesian Ornithological Society. Jakarta.

Annisa, C. R. 2012. Migrasi Burung Air, Alasan dan Faktanya. http: unikonservasi.org.

Battley, P. F. 2003. Social Foraging by Waterbirds in Shallow Coastal Lagoons in Ghana 2003. Waterbirds 26(1) : 26-34.

Begon, M. C. R. Townsend. J. L. Harper. 2004. Ecology : From Individuals to Ecosystems. Balckwell Scientific Publications. London.

Bibby, C., M. Jones dan S. Marden. 2000. Teknik-Teknik Ekspedisi Lapangan Survei Burung. Birdlife International-Indonesia Programme. Bogor. Boere, G. C dan D. A. Stroud.2006. Waterbirds Around the World. The Stationary

Office. Endinburgh.

Burger J. V. Howe. A. D. Caldwelh. J. Chase. 1977. Effect of Tide Cycles on Habitat Selection and Habitat Partitioning by Migrating Shorebirds. Auk

94: 743-758

Desmawati, I. 2011. Studi Distribusi Jenis-Jenis Burung Dilindungi Perundang-Undangan Indonesia di Kawasan Wonorejo, Surabaya. [Skripsi]. Institut Sepuluh Nopember Surabaya.

Djohan, T. S. 2005. Kemelimpahan Plankton di Ekosistem Hutan Bakau Segara Anakan, Cilacap. [Skripsi]. Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada. Eldridge, J. 1992. Management of Habitat for Breeding and Migrating Shorebirds

in The Midwest. Fish and Wildlife 13(2):1-14.

Elfidasari, D. Junardi. 2006. Keragaman Burung Air di Kawasan Hutan Mangrove Peniti, Kabupaten Pontianak. Biodiversitas 7 (1): 63-66. Ericson, P. G. P. I. Envall. M. Irestedt and J. A. Norman. 2003. Inter-familial

relathionships of The Shorebirds (Aves: Charadriiformes) based on nuclear DNA Sequence Data. BMC Evolutionary Biology 3(16): 1-14. Faaborg, J. 1988. Ornithology An Ecological Approach. Prentice Hall Inc. New

Jersey.

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara : Jakarta. Gonzales, J. C. T. 1993. An Avian Survey of Puerto Galera. Oriental Mindoro,

Philipine. Asian Life Science 2(2): 163:176.

Harrison, C. J. O. 1987. Waders and Shorebirds. Woldon Owen Inc. New York. Hasudungan, F. 2012. Burung Air Migran di Jalur Terbang. Warta Konservasi

Lahan Basah 20 (2).Wetlands International-Indonesia Programme. Hasudungan, F. 2009. Pengenalan Burung Air dan Habitatnya. Kuliah Umum


(47)

Helvoort, B.V. 1981. Bird Populations in The Rural Ecosistems of West Java. Nature Conservation Depertment. Netherlands.

Howes, J. Y. R. Noor dan D. Bakewell. 2003. Panduan Studi Burung Pantai. Wetlands International-Indonesia Programme. Bogor.

Iqbal, M. H. Mulyono. R. Kadarisman. Surahman. 2010. A new Southernmost Record of White-Faced Plover Charadrius dealbatus. Wader Study Group Bulletin 117 (8) : 190.

Ismanto. 1990. Kelimpahan dan Pola Penyebaran Burung – Burung Merandai di Cagar Alam Pulau Rambut. [Skripsi]. IPB. Bogor.

Jumilawaty, E dan T. A. Aththorick. 2007. Studi Habitat dan Populasi Bangau Bluwok (Mycteria cinerea) di Percut Sei Tuan, Sumatera Utara. Laporan Hibah Bersaing Dikti.

Johnsing, A. J. T dan J. Joshua. 1994. Avifauna in Three Vegetation Types on Mundanthurrai Plateau. South India. Journal of Tropical Ecology (10): 323.

Jumilawaty, E. 2012. Kesesuaian Habitat dan Distribusi Burung Air di Percut Sei Tuan, Sumatera Utara. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Kirby, J. S. 2008. Key Conservation Issues for Migratory Land and Waterbird

Species on The World’s Major Flyways. Bird Conservation International. Auckland.

Kozulin, A. 2001. Numbers and Distribution of Wintering Waterfowl in Belarus.

Acta Zoologica Lituanica 11(3):260-265.

Krebs, C.J. 1978. Ecological Methodology. Harper dan Row Publisher. New York.

MacKinnon, J. K. Phillipps dan B. V. Balen. 1998. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi LIPI. Bogor.

MacKinnon, J. K. Phillipps dan B. V. Balen. 2010. Panduan Lapanagan Pengenalan Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi LIPI. Bogor.

Magurran, A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Princeton University Press. New Jersey.

Magurran, A. E. 2004. Measuring Biological Diversity. Blacwell Publishing Company. USA.

Noor, Y. R., M. Khazali.,I. N. N Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA dan Wetlands International-Indonesia Programme. Bogor.

Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Partnership of East Asian-Australasian Flyway (EAAF). 2010. Flyways of Migratory Birds. www.eaaflyway.net

Peterson, R. T. 1980. Bird Ecology and Conservation. Oxford University Press. New York.

Putra, C. A. 2011. Keanekaragaman Jenis Burung Air di Kawasan Pesisir Pantai Timur Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan.


(48)

Rose, P. M dan D. A. Scott. 1994. Waterfowl Population Estimates. IWRB. United Kingdom.

Ruskhanidar, Hambal. 2007. Kajian Pemanfaatan Jenis Burung Air di Pantai Utara Indramayu, Jawa Barat. Buletin Plasma Nutfah (10)1:43-48.

Sibuea, T. T. Y. R. Noor. J. S. Marcel dan A. Susmianto. 1996. Panduan Lapangan Untuk Jaringan Kerja Burung Bangau, Pelatuk Besi dan Paruh Sendok di Indonesia. Wetlands International–Indonesia Programme. Bogor.

Sibuea, T. T. 1997. Konservasi Burung Air dan Lahan Basah di Indonesia. Seminar Nasional Pelestarian Burung dan Ekosistemnya Dalam Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Pusat Antar Universitas IPB. Bogor.

Siregar, A. J. 2008. Buletin Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara.

http//:walhi-sumut.or.id.

Sozer, R. Y. Saaroni.P. F. Nurwatha. 1999. Jenis-jenis Burung Dilindungi yang Sering Diperdagangkan. Yayasan Pribumi Alam Lestari. Bandung. Stewart, R. E. 2001. Technical Aspects of Wetlands as Bird Habitat.

http//:water.usgs.gov/nwaum/WSP2425/birdhabitat.html.

Sujatnika., P. Joseph. T.R. Soehartono. M.J. Crosby dan A. Mardiastuti. 1995. Melestarikan Keanekaragaman Hayati Indonesia : Pendekatan Daerah Burung Endemik. PHPA/BirdLife International-Indonesia Programme. Jakarta.

Sukmantoro, W. M. Irham. W. Novarino. F. Hasudungan. N. Kemp. M. Muchtar. 2007. Daftar Burung Indonesia no. 2. Indonesian Ornithologists’s Union.

Bogor.

Weller M. W. 2004. Wetland Birds: Habitat Resources and Conservation Implications. Cambridge University Press. Cambridge.

Wirasiti, N. N., N. M. R. Suarni, A. A. G. R. Dalem. 2004. Jenis-Jenis dan Karateristik Burung yang Ditemukan di Kawasan Bedugul dan Sekitarnya. [Skripsi]. Universitas Udayana. Bali.

Wisnubudi, G. 2009. Penggunaan Strata Vegetasi Oleh Burung di Kawasan Wisata Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Vis Vitalis 02(2): 41. Zwart, L and J. H. Wanink. 1993. How the Food Supply Harvestable by Waders

in the Wadden Sea Depends on the Variation in Energy Density, Body Weight, Biomass, Burying, Depth and Behaviour of Tidal-flat Invertebrates. Neth J Sea Res. 31:441-476.


(49)

LAMPIRAN

Lampiran A. Nilai Kelimpahan Relatif Burung Air di Kawasan Pantai Labu

Famili Spesies P.Ancol P.Baru P.M.Indah

Ardeidae 1. Ardea cinerea 0,22 - -

2. Ardea purpurea 0,22 0,189 0,314

3. Bulbucus ibis 0 0,661 2,83

4. Butorides striatus 1,836 0,519 1,006

5. Egretta alba 2,717 5,544 5,031

6. Egretta garzeta 6,021 3,822 8,616 7. Egretta intermedia 1,836 2,548 3,333

Ciconiidae 8. Mycteria cinerea 0,367 - -

Charadriidae 9. Charadrius alexandrinus - 8,139 1,95 Charadrius

alexandrinus-dealbatus - - 0,063

10. Charadrius lesschenaultii 0,294 6,204 3,459 11. Charadrius mongolus 0,367 3,24 3,522 12. Charadrius veredus - 1,533 1,321 13. Pluvialis fulva 0,147 9,884 21,38 14. Pluvialis squatarola - 2,1 0,629

Laridae 15. Chlidonias leucopterus 0,073 0,071 0,503

Phalacrocoridae 16. Phalacrocorax niger 0,073 0,189 0,063

Rallidae 17. Amaurornis phoenicurus 0,073 0,024 0,189

18. Gallinula chloropus - - 0,566

19. Galliralus striatus - - 0,063

20. Porzana cinerea - - 0,063

Scolopacidae 21. Arenaria interpres 13,22 3,09 2,704

22. Calidris alba - 2,194 4,151

23. Calidris canutus 0,073 1,699 0,503 24. Calidris ferruginea - 2,218 0,44 25. Calidris ruficolis - 0,094 0,503 26. Limicola falcinellus - 0,142 0

27. Limosa laponica - 0,991 0,063

28. Numenius arquata - 1,132 1,698 29. Numenius phaeopus 0,514 1,958 22,96 30. N. madagascariensis - 0,047 - 31. Tringa cinereus 18,5 4,152 2,956 32. Tringa hypoleucos 5,14 1,816 0,943 33. Tringa totanus 45,52 1,345 0,44

Sternidae 34. Sterna albifrons 0,367 4,506 2,453 35. Sterna bengalensis - 2,335 1,069 36. Sterna hirundo 2,349 23,1 3,836 37. Sterna nilotica 0,073 0,047 0,377


(50)

(51)

(52)

(1)

27. K P C O F G S

: Animalia : Chordata : Aves

: Charadriiformes : Scolopacidae : Pluvialis : Pluvialis fulva

Berukuran sedang (25 cm), bertubuh kekar dengan kepala besar dan paruh pendek besar. Berwarna kuning coklat keemasan dengan garis mata, sisi muka, dan tubuh bagian bawah pucat. Tidak ada warna kontras pada garis sayap sewaktu terbang. Iris coklat, paruh hitam, tungkai abu-abu.

28. K

P C O F G S

: Animalia : Chordata : Aves

: Charadriiformes : Scolopacidae : Pluvialis

: Pluvialis squatarola

Berukuran sedang (28 cm), burung air bertubuh gemuk dengan paruh pendek yang kuat. Perbedaan dengan Cerek kernyut: ukuran tubuh dan paruh lebih besar serta pada warna (tubuh bagian atas abu-abu kecoklatan, tubuh bagian bawah keputihan). Perbedaan lainnya: sewaktu terbang, tungging & bagian sisi atas ekor putih, garis putih pada sayap dan bercak hitam pada pangkal sayap bawah.


(2)

29. K P C O F G S

: Animalia : Chordata : Aves

: Charadriiformes : Scolopacidae : Numenius : Numenius arquata

Berukuran sangat besar (55 cm), berwarna coklat bercoret. Kaki panjang, paruh sangat panjang dan melengkung ke bawah. Tunggir putih berubah menjadi putih dan bergaris coklat pada ekor. Perbedaannya dengan Gajahan timur: tunggir dan ekor lebih putih, sayap bawah putih; dengan Iris coklat, paruh coklat, kaki biru keabuan.

30. K

P C O F G S

: Animalia : Chordata : Aves

: Charadriiformes : Scolopacidae : Numenius

:Numenius madagascariensis

Berukuran sangat besar (57 cm), berwarna coklat bercoret. Kaki panjang, paruh sangat panjang dan melengkung ke bawah. Ketika terbang, sayap bawah bergaris (Gajahan besar: sayap bawah putih). Iris coklat, paruh hitam dengan dasar merah muda, kaki abu-abu.


(3)

31. K P C O F G S

: Animalia : Chordata : Aves

: Charadriiformes : Scolopacidae : Numenius

: Numenius phaeopus

Berukuran besar (43 cm), berwarna coklat bercoret dengan alis pucat. Garis mahkota hitam, kaki panjang, dan paruh melengkung ke bawah. Mirip Gajahan besar, tetapi jauh lebih kecil dan secara proporsional paruh lebih pendek tetapi beberapa individu mempunyai tunggir putih dan sayap bawah mendekati ras phaeopus. Iris coklat, paruh hitam, kaki coklat kehitaman.

32. K

P C O F G S

: Animalia : Chordata : Aves

: Charadriiformes : Scolopacidae : Tringa

: Tringa cinereus

Berukuran sedang (23 cm), berwarna abu-abu. Paruh panjang dan sedikit melengkung ke atas. Bagian atas abu-abu, alis putih, bulu primer hitam mencolok. Bagian bawah putih, kaki relatif pendek. Pinggir belakang yang putih dan sempit pada sayap terlihat mencolok sewaktu terbang. Iris coklat, paruh hitam dengan dasar.


(4)

33. K P C O F G S

: Animalia : Chordata : Aves

: Charadriiformes : Scolopacidae : Tringa

: Tringa hypoleucos

Berukuran agak kecil (20 cm), berwarna coklat dan putih, paruh pendek. Bersifat tidak kenal lelah. Bagian atas coklat, bulu terbang kehitaman. Bagian bawah putih dengan bercak abu-abu coklat pada sisi dada. Ciri khas sewaktu terbang adalah garis sayap putih, tunggir tidak putih, ada garis putih pada bulu ekor terluar. Iris coklat, paruh abu-abu gelap, kaki hijau zaitun pucat.

34. K

P C O F G S

: Animalia : Chordata : Aves

: Charadriiformes : Scolopacidae : Tringa

: Tringa totanus

Berukuran sedang (28 cm). Kaki jingga kemerahan dan bagian pangkal paruh merah. Bagian atas abu-abu kecoklatan, bagian bawah putih, dada bercoretan coklat. Sewaktu terbang, tunggir yang putih terlihat jelas dan bulu sekunder yang putih memberikan kesan yang jelas di pinggir sayap. Ekor seluruhnya bergaris-garis halus hitam dan putih. Iris coklat, paruh: pangkal merah dan ujung hitam, kaki jingga merah.


(5)

35. K P C O F G S

: Animalia : Chordata : Aves

: Charadriiformes : Sternidae : Sterna

: Sterna albifrons

Berukuran kecil (24 cm), berwarna pucat dengan ekor sedikit menggarpu. Pada musim panas: dahi putih, mahkota, tengkuk, dan garis mata hitam. Pinggir depan sayap lebih gelap dan pinggir belakang sayap putih.. Iris coklat, paruh kuning dengan ujung hitam, kaki kuning.

36. K

P C O F G S

: Animalia : Chordata : Aves

: Charadriiformes : Sternidae : Sterna

: Sterna bengalensis

Berukuran sedang (40 cm), berjambul. Mirip Dara-laut jambul, tetapi berukuran lebih kecil, dahi hitam pada saat bulu biak, paruh jingga khas. Pada musim dingin: dahi dan mahkota berubah menjadi putih, jambul tetap hitam. Burung anak: mirip dewasa tidak berbiak, tetapi berbintik kecoklatan pada tubuh bagian atas dan bulu terbang abu-abu gelap. Iris coklat, paruh jingga, kaki hitam.


(6)

37. K P C O F G S

: Animalia : Chordata : Aves

: Charadriiformes : Sternidae : Sterna

: Sterna hirundo

Berukuran agak kecil (35 cm). Tengkuk hitam (pada musim dingin), ekor menggarpu rdalam. Dewasa tidak berbiak: sayap atas dan punggung abu-abu; penutup ekor atas, tungging, dan ekor putih. Ciri lainnya: dahi putih, mahkota berbintik hitam putih, tengkuk hitam, tubuh bagian bawah putih. Iris coklat, pangkal paruh hitam (musim dingin) dan merah (musim panas).

38. K

P C O F G S

: Animalia : Chordata : Aves

: Charadriiformes : Sternidae : Sterna

: Sterna nilotica

Berukuran sedang (39 cm), berwarna pucat. Ekor sedikit menggarpu, paruh hitam besar. Dewasa pada musim dingin: tubuh bagian bawah putih, bagian atas abu-abu, kepala putih dengan tengkuk berbintik abu-abu, ada bercak hitam melalui mata. Pada musim panas: seluruh topi hitam. Iris coklat, paruh dan kaki hitam.