Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori Chapter III V

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain penelitian
Desain yang dipakai adalah cross sectional dengan Variabel independen pada
penelitian ini adalah CagA (+) dan CagA (-) serta variabel dependen adalah kadar
serum TNF α.
3.2. Tempat dan Waktu
3.2.1 Tempat
Penelitian akan dilakukan di Unit Endoskopi RSU Adam Malik Medan dan
RS jejaring FK USU setelah mendapat persetujuan Komisi Etik Penelitian Bidang
Kesehatan dan instansi terkait.

3.2.2 Waktu
Penelitan dimulai dengan penelusuran kepustakaan, konsultasi judul,
penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian dan analisis data serta
penyusunan laporan yang membutuhkan waktu mulai bulan September 2016
sampai dengan November 2016.

3.3. Subjek Penelitian
Subyek penelitian ini diambil dari populasi penderita gastritis H pylori yang

memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan, dan secara tertulis bersedia ikut
serta dalam penelitian ini dengan menandatangani formulir persetujuan tindakan
medis (informed consent).

3.4. Kriteria
3.4.1. Kriteria Inklusi
1. Pria dan wanita yang sedang tidak hamil usia > 18 tahun.
2. Pasien dengan diagnosis gastritis H pylori

21
Universitas Sumatera Utara

3. Menerima pemberian informasi dan persetujuan partisipasi bersifat sukarela
dan tertulis untuk menjalani pemeriksaan fisik, laboratorium, gastroskopi dan
biopsi yang diketahui serta disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang
Kesehatan.

3.4.2. Kriteria Eksklusi
1. Pasien yang pernah mendapat terapi eradikasi H.pylori dalam 6 bulan terakhir
atau sedang dalam terapi antibiotika yang lazim dipakai dalam terapi eradikasi

2. Konsumsi Proton Pump Inhibitor, H2 receptor antagonist, NSAID, steroid,
alkohol selama 48 jam terakhir.
3. Penderita penyakit sistemik
4. Pasien tidak kooperatif

3.5. Populasi dan Sampel
3.5.1. Populasi
Penderita gastritis H pylori yang datang ke Unit Endoskopi RSU Adam Malik
Medan & RS jejaring FK USU pada bulan September 2016-November 2016.

3.5.2. Sampel
Penderita Gastritis H pylori yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang
diambile secara consecutive sampling.

3.6. Besar Sampel
Untuk penghitungan sampel penelitian digunakan 10 data awal dari studi
pendahuluan. Untuk mendapatkan nilai S dan X1-X2. Untuk menetapkan besar
sampel penelitian dapat digunakan rumus perhitungan besar sampel dengan
analitik komparatif numerik tidak berpasangan 2 kelompok : 28


22
Universitas Sumatera Utara

Dimana :
n
=

=
Z
=
S
=
x1 –x2 =

jumlah subjek
nilai normal berdasarkan α = 0,05 dan Zα = 1,64
1,28 ; pada 1- = 0,90
Standar deviasi = 285,62
selisih minimal yang dianggap bermakna = 250


3.7. Cara Kerja
Setiap pasien yang datang ke Unit Endoskopi RSUP. H. Adam Malik Medan
dan RS jejaring FK USU dengan keluhan dispepsia yang sesuai dengan kriteria
klinis. Setelah memenuhi kriteria penelitian, pasien mengisi surat persetujuan
setelah mendapat penjelasan. Sampel penelitian dipilih secara konsekutif terhadap
pasien yang memenuhi kriteria, sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

3.8. Prosedur penelitian
3.8.1. Skoring dispepsia
Dalam penelitian ini responden diwawancarai berdasarkan kuesioner.
Terhadap pasien dilakukan wawancara mengenai karakteristik responden
(meliputi umur, jenis kelamin, lama penyakit, berat badan, tinggi badan),
dilakukan wawancara dengan menggunakan The Porto Alegre Dyspeptic
Symptoms Questionnaire (PADYQ) yang merupakan instrumen analisis
kuantitatif dari gejala dispepsia. Terdapat 11 pertanyaan untuk menilai frekuensi
(skor 0-4), durasi (skor 0-3), dan intensitas (skor 0-5) dari 5 gejala dispepsia
(nyeri perut bagian atas, mual, muntah, kembung perut bagian atas, perut cepat
kenyang) selama 30 hari terakhir. Rentang skor dari 0 (tanpa gejala) sampai 44
(gejala berat). Pasien dengan total skor 6 atau lebih didiagnosis sebagai dispepsia.


3.8.2. Pemeriksaan endoskopi
Semua pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan skop yang terletak di
depan (Olympus, Tokyo, Jepang).
1. Prosedur endoskopi dilakukan oleh seorang endoskopis berpengalaman yang
sama pada tiap pemeriksaan subyek
2. Endoskopi dilakukan setelah subyek berpuasa semalaman (10-12 jam)
23
Universitas Sumatera Utara

3. Dilakukan biopsi pada 1 tempat (A1/A2). seperti berikut yaitu:
a. Kurvatura mayor dan minor antrum distal (A1-A2)
b. Bila ada hal mencurigakan, seperti mukosa kemerahan tetapi tidak pada
tempat yang sudah disebutkan, biopsi juga dapat dilakukan

3.8.3. Deteksi infeksi H pylori
Untuk mendeteksi H pylori dilakukan pemeriksaan serologi (CLO). Jika terjadi
perubahan warna dari kuning menjadi merah, magenta, merah muda, oranye tua
mengindikasikan adanya H.pylori dinyatakan dengan infeksi H pylori positif.

3.8.4. Pemeriksaan CLO

1. Persiapan Pasien
a. Pasien sebaiknya menghentikan penggunaan antibiotik dan turunan
Bismut 3 minggu sebelum biopsi dilakukan
b. Pasien sebaiknya tidak sedang mendapatkan terapi proton pump inhibitors
2 minggu sebelum biopsi dilakukan
2. Pengerjaan CLO test
a. Adaptasikan CLO Test pada suhu kamar (7-10 menit) sebelum tes
dilakukan. Tarik label (tapi label tidak dilepas dari cangkang), sehingga
gel yang berwarna kuning dalam keadaan terbuka/tanpa penutup.
b. Gunakan peralatan/ aplikator yang bersih untuk menekan keseluruhan
spesimen/ hasil biopsi ke dalam gel. Pastikan bahwa keseluruhan spesimen
telah terbenam di dalam gel.
c. Rekatkan kembali label pada cangkang dan catat data-data pasien pada
label tentang:
1) Nama Pasien
2) Tanggal dan jam berapa spesimen dimasukan/disisipkan ke dalam gel
d. Jika dikehendaki/jika perlu lebih cepat, CLO Test yang sudah dikerjakan
diletakan pada tempat yang bersih diinkubasikan pada temperatur 3040oC. Inkubasi jangan lebih dari 3 jam.

24

Universitas Sumatera Utara

e. Perubahan warna pada gel segera dicatat sebagai HASIL POSITIF. Dari 75%
tes yang positif menunjukan perubahan warna pada gel dalam waktu 20 menit.
f. Inkubasi suhu kamar selama 1 jam dapat meningkatkan menjadi 85% pasien
positif dapat dideteksi. Inkubasi suhu kamar selama 3 jam dapat meningkatkan
menjadi 90% pasien positif dapat dideteksi. Inkubasi suhu kamar selama 3-24
jam dapat meningkatkan sebanyak 5% pasien positif dapat dideteksi.
3. Interpretasi Hasil
a. Pada hasil positif terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah,
magenta, merah muda, oranye tua mengindikasikan adanya H.pylori
b. Spesimen yang mengandung darah maka akan memberikan warna dari
darah tersebut di seputar spesimen saja. Warna darah ini mudah dibedakan
dengan perubahan warna karena hasil positif
c. Jika gel tetap berwarna kuning setelah tes dilakukan maka hasil = NEGATIF.
d. Tes dapat disimpan pada suhu kamar selama 24 jam, jika hasil tetap
NEGATIF, diperpanjang penyimpanannya sampai 72 jam. Jika tetap tidak
terjadi perubahan warna, maka hasil = NEGATIF.
4. Pemeriksaan


CLO

dilakukan

oleh

ahli

gastroenterohepatologi

yang

mengerjakan endoskopi.

3.8.5. Pemeriksaan CagA (+) dan CagA (-)
Proses pengambilan spesimen dimana jaringan hasil biopsi sebanyak 3 mm hingga
7 mm dimasukkan ke dalam tube Eppendorf 1,5 ml steril yang berisi normal saline
(NaCl 0,9 %) dan dibekukan pada -80OC.Saat sampel siap untuk diektraksi
DNA,sampel dipindahkan kedalam 190 ul larutan yang mengandung 0,1 M of TrishHcl
(pH7,5) dan 1 % SDS.Kemudian, 10 ul larutan proteinase K (10 mg/ml) ditambahkan

ke dalam larutan. Sampel diinkubasi pada 55oC semalaman.Kemudian ekstraksi DNA
sampel dilakukan dengan menggunakan Geneaid Genomic DNA Mini Kit Tissue
(Geneaid, Cat No : GT100) mengikuti instruksi kit.Hasil ekstraksi DNA siap untuk
diamplifikasi. Proses amplifikasi menggunakan PCR (Polymerase Chain Reaction)
dengan volume total 25 ul.Reaksi dilakukan dengan menggunakan GoTaq Green
Master Mix (Promega,Ref: M7122).Kit siap pakai ini mengandung GoTag DNA

25
Universitas Sumatera Utara

Polymerase di dalam Buffer Reaksi 2x (pH 8,5), 400Um dNTPs, 3Mm MgCl2,Loading
Dye Kuning dan Biru.Amplifikasi dilakukan menggunakan Veriti therma cycler
(ABI,USA) dengan menggunakan program sebagai berikut.Denaturasi awal pada 95oC
selama 10 menit,diikuti 35 siklus denaturasi pada 95oC selama 30 detik., annealing
selama 60 detik ,elongasi pada 72oC selama 30 detik dan elongasi final pada 72oC
selama 5 menit.Hasil amplifikasi PCR divisualisasikan dengan menggunakan
elektroforesa gel agarose 2% dalam buffer TAE yang mengandung 3ug/100ml EtBr.
100bp DNA Ladder(Fermentas,Germany) digunakan untuk menentukan ukuran pita
DNA.Gel dilihat dan direkam menggunakan Gel-Doc System (Bio-Rad,USA).
3.8.6. Pemeriksaan TNF α

1. Bahan disiapkan dengan cara :
a. Bila menggunakan serum, memakai Serum Separator Tube (SST) dan
dibiarkan sampel menggumpal selama 30 menit

sebelum dilakukan

sentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan minimal 1000g. Pisahkan
serum dengan segera dan simpan sampel pada suhu < -20°C.
b. Bila menggunakan plasma, kumpulkan sampel dengan menggunakan
pengawet EDTA atau sitrat sebagai antikoagulannya. Sentrifus selama 15
menit pada 1000g selama 30 menit. Segera simpan dalam suhu mean
9. Endoskopi
Suatu teknik atau metode yang ditunjuk untuk melihat lebih jauh bagian-bagian
yang ada dalam tubuh dengan cara memasukkan sebuah alat berupa tabung yang

28
Universitas Sumatera Utara

fleksibel yang dilengkapi kamera kecil diujung alat tersebut. Pada pasien gastritis,
endoskopi dilakukan untuk melihat permukaan gaster yang mengalami kerusakan

yang disebabkan oleh berbagai faktor dan selanjutnya dilakukan biopsi.
10. Biopsi
Merupakan prosedur medis yang meliputi pengambilan sampel kecil dari
jaringan sehingga dapat diperiksa di bawah mikroskop untuk mengetahui
derajat keparahan suatu penyakit. Biopsi pada pasien gastritis dilakukan 4 kali,
2 di antrum dan 2 di corpus dimana di daerah tersebut merupakan daerah
habitat dari H.pylori dan di daerah corpus yang paling sering mengalami
atrophic gastritis hingga terjadinya suatu gastric cancer.
11. Umur
Dihitung saat pemeriksaan, menurut kartu penduduk, apabila > 6 bulan
dibulatkan keatas dan apabila < 6 bulan dibulatkan ke bawah.
12. Lamanya sakit: dalam bulan, dihitung sejak peserta penelitian merasa sakit di
daerah perut baik dalam keadaan istirahat maupun aktivitas sampai diperiksa
peneliti.
13. Lamanya penelitian: dalam bulan dihitung mulai saat pertama kali dilakukan
endoskopi.
14. Berat badan: dalam kilogram (kg) diukur menggunakan timbangan model ZT 120,
peserta penelitian ditimbang tanpa alas kaki dan menggunakan pakaian dalam.
15. Tinggi badan: dalam centimeter (cm) diukur menggunakan timbangan model
ZT 120, peserta penelitian berdiri tegak tanpa alas kaki

3.10. Rencana Pengolahan dan Analisis Data
1. Editing data
Dilakukan untuk :
a. memeriksa apakah semua pertanyaan sudah terisi jawabannya
b. memeriksa jawaban dan data responden apakah jelas dan dapat dibaca.
Bila terdapat kekurangan, pewawancara akan mewawancarai ulang responden
tersebut.

29
Universitas Sumatera Utara

2. Coding
Diletakkan pada sisi kanan kuesioner untuk setiap variabel dan pertanyaan
dalam kuesioner satu demi satu.
3. Data Entry
Yaitu memindahkan data dari tempat pengumpulan data ke dalam komputer.
Program yang digunakan adalah SPSS versi 22. Entry data dilakukan pada lembar
Data View, di mana setiap baris mewakili satu responden dan setiap kolom
mewakili tiap variabel.
4. Data Cleaning
Data cleaning merupakan pengecekan kembali data entry dengan cara:
a.

Mengetahui data missing
apakah ada data yang masih belum terisi

b.

Mengetahui variasi data
mengeluarkan distribusi frekuensi, nilai minimum dan maksimum masingmasing variabel. Uji normalitas data menggunakan Shapiro and Wilk’s Wtest untuk mengetahui normalitas distribusi data.

5. Revisi Data
Kalau ada kesalahan, lihat lagi data asli dalam kuesioner, kemudian dilakukan
revisi. Setelah melakukan tahap Data Cleaning dan revisi, berarti data sudah siap
untuk dianalisis.
6. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat yaitu dengan
menganalisis distribusi frekuensi variabel independen dan dependen,
sedangkan analisis bivariat merupakan analisis variabel-variabel yang diteliti
(independen) yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat
(dependen). Adapun dalam analisis ini menggunakan uji t-test independen bila
distribusi data normal atau dengan uji Mann Whitney bila distribusi data tidak
normal. Besarnya penyimpangan yang diinginkan (α) adalah 0,05.

30
Universitas Sumatera Utara

3.11.Kerangka Operasional

Pasien Abdominal Discomfort
Wawancara PADYQ

Dispepsia
Gastroskopi
CLO test :

Biopsi

- gel tetap kuning (negatif)
- gel berubah warna

Gastritis

H. pylori (+)

menjadi merah (positif).

H. pylori (-)

PCR

EKSKLUSI

H.pylori

H.pylori

CagA+

CagA-

KADAR SERUM TNF α

ELISA test

ANALISIS DATA

31
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1

Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteriksik Responden
Dengan tingkat kepercayaan 95%, dan dari hasil penjumlahan besar sampel yang
menggunakan pilot study maka didapatkan jumlah minimal sampel untuk n1 = n2
sebanyak 9 orang. Sehingga penelitian ini membutuhkan jumlah sampel minimal 18
orang. Tetapi pada akhirnya total sampel yang terkumpul mencapai 30 orang.
Penelitian ini diikuti oleh 30 orang pasien yang telah memenuhi kriteria
inklusi. Sebanyak 18 orang pasien (60%) adalah laki-laki dan 12 orang pasien
(40%) adalah perempuan, dengan rerata umur 53,5 tahun. CagA (+) dijumpai pada
21 orang (70%) dan CagA (-) dijumpai 9 orang (30%). Nilai median TNF-α
adalah 2,49.
Mayoritas responden bersuku Batak yaitu sebanyak 16 orang (53,3%), Jawa
sebanyak 6 orang (20%), Aceh sebanyak 5 orang (16,7%), Melayu sebanyak 2
orang (6,7%), dan India sebanyak 1 orang (3,3%). Berdasarkan Agama, mayoritas
beragama Islam sebanyak 23 orang (76,7%), Kristen sebanyak 6 orang (20%),
Hindu sebanyak 1 orang (3,3%). Berdasarkan Tingkat pendidikan, mayoritas
SMA sebanyak 20 orang (66,7%), SI sebanyak 3 orang (10%), SMP sebanyak 4
orang (13,3%), SD sebanyak 3 orang (10%). Berdasarkan pekerjaan, mayoritas
pasien yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah Wiraswasta sebanyak
14 orang (46,7 %), diikuti dengan Ibu rumah tangga sebanyak 12 orang (40%),
Pegawai sebanyak 3 orang (10 %), Mahasiswa sebanyak 1 orang (3,3%).
Tabel 4.1 Karakteristik Demografi dan Klinis Subjek Penelitian
Variabel
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Umur

n = 30
18 (60%) a
12 (40%)
53,5 (20 – 68) b

32
Universitas Sumatera Utara

Variabel
n = 30
Suku
Batak
16 (53,3%) a
Jawa
6 (20%)
Aceh
5 (16,7%)
Melayu
2 (6,7%)
India
1 (3,3%)
Agama
Islam
23 (76,7%) a
Kristen
6 (20%)
Hindu
1 (3,3%)
Tingkat pendidikan
SD
3 (10%) a
SMP
4 (13,3%)
SMA
20 (66,7%)
S1
3 (10%)
Pekerjaan
Wiraswasta
14 (46,7%) a
Ibu rumah tangga
12 (40%)
Pegawai
3 (10%)
Mahasiswa
1 (3,3%)
CagA
Positif
21 (70%) a
Negatif
9 (30%)
TNF-α serum
2,49 (0,74 – 37,76) b
a
Data kategorik: n(%)
b
Data numerik, distribusi tidak normal: median (minimum – maksimum)
4.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok gastritis H.pylori
dengan CagA (+) dan CagA (-)
Penelitian diikuti oleh 30 orang pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi
dan terbagi menjadi dua kelompok dengan jumlah masing-masing 21 orang
berdasarkan H.pylori dengan CagA (+) dan 9 orang dengan CagA (-). Subyek
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak pada kelompok pasien H.pylori dengan
CagA (+) 12 orang (66,7%). Rerata umur di kedua kelompok tidak berbeda yaitu
50,5 + 12,3 tahun pada kelompok H.pylori dengan CagA(+) dan 52,3 + 12,8
tahun pada kelompok H.pylori dengan CagA (-).
Suku terbanyak di kedua kelompok adalah Batak dengan pekerjaan terbanyak
pada kelompok H.pylori CagA (+) adalah ibu rumah tangga berjumlah 9 orang (75%)
dan pegawai di kelompok H.pylori dengan CagA (-) berjumlah 6 orang (42,9%).

33
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 Karakteristik Demografi dan Klinis Subjek Penelitian Berdasarkan
Kelompok CagA (+) dan CagA (-)
Variabel
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Umur
Suku
Batak
Jawa
Aceh
Melayu
India
Agama
Islam
Kristen
Hindu
Tingkat
pendidikan
SD
SMP
SMA
S1
Pekerjaan
Wiraswasta
Ibu
rumah
tangga
Pegawai
Mahasiswa

CagA(+)
(n=21)

CagA(-)
(n=9)

Total

p
0,626

12 (66,7%)
9 (75%)
50,5 + 12,3

6 (33,3%)
3 (25%)
52,3 + 12,8

18 (100%)
12 (100%)
51,1 + 12,3

10 (62,5%) a
6 (100%)
2 (40%)
2 (100%)
1 (100%)

6 (37,5%)
0 (100%)
3 (60%)
0 (0%)
0 (0%)

16 (100%)
6 (100%)
5 (100%)
2 (100%)
1 (100%)

15 (65,2%)
5 (83,3%)
1 (100%)

8 (34,8%)
1 (16,7%)
0 (0%)

23 (100%)
6 (100%)
1 (100%)

2 (66,7%)
3 (75%)
15 (75%)
1 (33,3%)

1 (33,3%)
1 (25%)
5 (25%)
2 (66,7%)

3 (100%)
4 (100%)
20 (100%)
3 (100%)

3 (100%)
9 (75%)
8 (57,1%)
1 (100%)

0 (0%)
3 (25%)
6 (42,9%)
0 (0%)

3 (100%)
12 (100%)
14 (100%)
1 (100%)

0,718

4.1.3 Perbandingan kadar TNF-α serum pada pasien H. pylori dengan CagA (+)
dan (-)
Pada data ini didapatkan nilai rata-rata TNF-α pada pasien dengan H. pylori
CagA (+) adalah 3,48 (0,74-37,76) dengan p 0,001 dan nilai rata-rata TNF-α pada
pasien dengan H. pylori CagA (-) adalah 1,29 (0,87-2,51).

34
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.3 Perbandingan TNF-α serum antara pasien H. pylori dengan CagA (+)
dan (-)
CagA

TNF-α serum

p

Positif

3,48 (0,74 – 37,76)

0,001*

Negatif

1,29 (0,87 – 2,51)

Data numerik, distribusi tidak normal: median (minimum - maksimum)
*p 75% pada usia > 60
tahun. Di Asia, prevalensi H.pylori sangat tinggi .22 Dari penelitian ini, diperoleh
rerata usia pasien 53,5 tahun. Hal ini hampir sama dengan penelitian Siregar et al
pada tahun 2015 yang meneliti 80 pasien dengan rerata usia 46-60 tahun. Hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Brazil pada tahun 2015 oleh
Zabaglia et al, dimana rerata usia dari 134 pasien yang diteliti menderita gastritis
H.pylori adalah 40,3 ± 24,2 tahun.2

4.2.2 Perbedaan kadar CagA (+) dan CagA (-) pada gastritis H.pylori positif
Dua faktor virulensi yang telah terlibat dalam proses Gastritis H.pylori adalah
CagA dan VacA, yang disekresikan oleh H. pylori. Kedua faktor virulensi ini
polimorfik dan mempengaruhi banyak jalur. CagA dan VacA, juga telah terbukti
mempengaruhi keadaan penyakit, dan kemungkinan faktor virulensi yang paling
baik dipelajari dari H. pylori. Strain H pylori dapat dibagi atas 2 kelompok yaitu
strain tipe 1 dan tipe 2. Strain tipe 1 dengan CagA dan VacA (+) sedangkan tipe 2
dengan CagA (-) dan sistesis VacA yang in aktif. Dibandingkan dengan tipe 2,
tipe 1 lebih berperan dalam timbulnya ulkus peptikum, radang dan kerusakan
jaringan. 11
Berdasarkan penelitian ini, dimana didapati strain CagA pada 21 pasien
(70%), dan strain CagA negatif pada 9 pasien (30%). Hal ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Zalewska et al tahun 2009 di Poland yang

36
Universitas Sumatera Utara

memeriksa 43 pasien gastritis dengan H.pylori (+), didapati 29 pasien (67,44%)
dengan strain CagA (+) dan 14 pasien ( 32,56%) dengan strain CagA (-).
Zhu et al menyatakan dalam penelitian in vitro yang dikerjakan pada tahun
2005 bahwa CagA berperan sebagai onkoprotein potensial.28 Disamping itu,
Strain CagA (+) lebih sering dikaitkan dengan ulkus peptikum, Gastritis atrofi,
dan adenokarsinoma lambung dibandingkan dengan strain CagA (-).

29,30

Gzyl et

al melaporkan bahwa prevalensi H. pylori strain CagA (+) di Polandia adalah
72,4%.31 Penelitian yang dilakukan oleh Dzierżanowska et al melaporkan
prevalensi strain CagA (+) dijumpai 60,0%. 32
Perbedaan kombinasi genotype dari vacA menyebabkan perbedaan level
patogenitas seperti s1am1 dan s1bm1 menghasilkan jumlah toksin yang sangat
tinggi dan merupakan genotype yang paling virulen dibandingkan dengan s1m1
yang hanya menghasilkan virulensi yang moderate. Genotipe s1am1 dan s1bm1
dilaporkan sering terjadi pada kasus akut gastritis, ulkus peptikum, dan karsinoma
lambung, sementara itu genotype s2m1 dan s2m2 hanya dijumpai pada ulkus
lambung7,20
Hal ini sangat sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Zalewska et al
pada tahun 2004-2005 yang telah mengumpukan 43 pasien dengan gastritis kronik
dengan H.pylori positif menunjukkan bahwa dijumpai 96,6% yang strain H. pylori
CagA (+) dan dikaitkan dengan VacA genotipe s1, tepatnya dengan s1a. Adanya
hubungan yang sangat signifikan antara CagA positif dan VacA genotipe s1.4
Karena sebagian besar H.pylori dengan strain Vaca s1 dan CagA (+),
sehingga diyakini kedua strain virulensi ini saling terkait,33,34 meskipun 2 elemen
genetik ini tidak memiliki hubungan fisik pada kromosom H. pylori.35

4.2.3 Perbedaan kadar TNF-α pada gastritis H.pylori dengan CagA (+) dan
CagA (-)
Pada gastritis kronis terjadi inflamasi pada mukosa lambung selama >2
minggu sehingga terjadi peningkatan sitokin pada darah.23 Infeksi H.pylori
berkontribusi terhadap rekrutmen neutrofil dan limfosit yang menyebabkan kerusakan
epitel melalui pelepasan sitokin, salah satunya TNF-α. Infeksi H. pylori menginduksi

37
Universitas Sumatera Utara

peradangan kronis aktif dengan infiltrasi neutrofil, limfosit T, sel B, dan sel plasma.
Infiltrasi sel T pada mukosa lambung menghasilkan sitokin proinflamasi utama,
seperti TNF-α, interleukin (IL)-1, IL-6, IL-8, dan interferon- . 10
TNF-α berperan untuk meningkatkan reaksi inflamasi dan diyakini berperan
penting dalam kerusakan mukosa gaster akibat H.pylori. TNF-α menyebabkan
kaskade inflamasi terhadap infeksi, respons inflamasi berlebihan di mukosa gaster
yang berhubungan dengan inhibisi sekresi asam lambung dan kerentanan yang
lebih tinggi terhadap Ca gaster. 20
Disebutkan bahwa TNF-α memainkan peran penting dalam pertahanan host
terhadap infeksi oleh bakteri Gram-negatif, produksi TNF-α sangat dipengaruhi
oleh endotoksin.38 Tingkat infeksi mukosa terhadap sitokin ini signifikan lebih
tinggi di pasien H. pylori positif dibandingkan pada pasien H. pylori negatif.
TNF-α dapat menjadi kunci sitokin pada gastritis H. pylori.36,37 Seperti yang
dilakukan oleh Rivalino et al di medan pada tahun 2014, menyatakan bahwa kadar
serum TNF-α secara signifikan meningkat pada subyek dengan H. pylori positif
dibandingkan dengan H. pylori negatif. Hal ini didukung juga oleh penelitian
yang dilakukan di Medan pada tahun 2014 oleh Alamsyah et al, dimana dijumpai
kadar TNF-α serum yang tinggi berhubungan dengan derajat gastritis berdasarkan
infiltrasi limfosit. Selain itu, kadar serum TNF-α secara signifikan juga lebih
tinggi pada pasien yang terinfeksi H. pylori.10
TNF-α merupakan sitokin pada respon imun humoral dan selular. Hal ini
menyimpulkan bahwa kadar TNF-α pada darah dan mukosa lambung akan
meningkat saat terjadi infeksi H. pylori. Hal ini semakin membuktikan bahwa
infeksi H. pylori tidak hanya menstimulasi reaksi imunitas selular tetapi juga
imunitas humoral. Dengan demikian, infeksi H. pylori tidak hanya bersifat lokal
tetapi juga dapat menyebabkan infeksi sistemik. 12
Seperti yang sudah dijelaskan dari tinjauan pustaka bahwa H.pylori memiliki
virulensi yang menyebabkan perbedaan perjalan penyakit pada strain dari
virulensi H.pylori. Dikatakan pada hampir semua penelitian yang telah dilakukan
bahwa H.pylori dengan CagA (+) lebih banyak dijumpai dibandingkan dengan
Cag A (-). Sering juga dihubungkan H.pylori dengan strain CagA positif lebih
38
Universitas Sumatera Utara

memungkinkan menjadi ulkus peptikum, gastritis atopik, bahkan sampai
adenocarsinoma lambung. 4
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar serum TNF α

pada

penderita gastritis H.pylori dengan CagA (+) dan CagA (-). Secara teori disebutkan
bahwa peningkatan sitokin akan semakin meningkat apabila bakteri yang
menginfiltrasi lebih infeksius, dalam hal ini yaitu H.pylori dengan CagA positif.
Untuk mengevaluasi hubungan antara H. pylori CagA / Vaca genotipe dan
ekspresi TNF- α pada biopsi lambung, tingkat ekspresi TNF-α dievaluasi dengan
PCR kuantitatif. Waktu sebenarnya PCR mengukur sinyal fluorescent yang
sebanding dengan jumlah amplified DNA. Dalam studi invitro telah menyatakan
bahwa urease, CagA, dan membran protein-1 H. pylori menginduksi TNF-α pada
sel tubuh manusia.37,39 Hal ini sangat sesuai dengan penelitian ini ditemukan
perbandingan rerata yang signifikan dengan nilai p< 0,001, dimana kadar TNF-α
pada kelompok pasien Gastritis H.pylori dengan CagA positif lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok Gastritis H.pylori dengan CagA (-) yang
cenderung lebih rendah.

26

penelitian ini juga didukung oleh Zabaglia et al yang

juga menyebutkan bahwa ekspresi TNF-α secara signifikan lebih tinggi pada
pasien gastritis dengan H.pylori positif di Brazil pada tahun 2015. 2
Bodger et al melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara IL-6, IL-8,
TNF-α pada pasien yang terinfeksi H.pylori. Sitokin ini berkorelasi dengan derajat
inflamasi dan aktivitas neutrofil, di mana makin tinggi kadar sitokin sebanding
dengan peningkatan derajat inflamasi dan aktivitas neutrofil. Menurut Rad et al,
ekspresi mRNA TNF-α adalah lebih tinggi di H. pylori (+) pada biopsi lambung
di antrum daripada di jaringan kontrol,40 tetapi tidak ada data mengenai penelitian
invivo bahwa pentingnya TNF-α pada infeksi H. pylori yang disebabkan oleh
berbagai virulen.
Ekspresi sitokin mukosa bisa dipengaruhi oleh sitokin gen polimorfisme.
Beberapa polimorfisme telah dilaporkan dalam TNF-promotor, yang sebagian
besar adalah functionally silent.41 Namun, dalam kelompok terinfeksi H. pylori,
Rad et al menyatakan tidak perbedaan signifikan pada tingkat TNF-α diantara

39
Universitas Sumatera Utara

allele carrier yang berbeda, sehingga menyimpulkan bahwa polimorfisme tidak
mempengaruhi ekspresi TNF-α dalam berbagai infeksi.42 Pengamatan serupa
dibuat dalam kelompok pasien Korea dengan Kim et al, meskipun fakta bahwa
pada populasi Asia, prevalensi allele TNF-α berbeda dari pasien Kaukasia.43 H.
pylori berperan penting dalam karsinogenesis melalui inisiasi, promosi, dan
perkembangan sel-sel kanker. Peran sitokin proinflamasi, terutama TNF-α,
dilaporkan oleh Suganuma et al 37, yang menyatakan bahwa TNF-α menginduksi
protein (Tipalpha) yang dikonfirmasi bahwa protein tersebut merupakan protein
karsinogenik pada H. pylori.
Banyak perubahan yang disebabkan oleh infeksi H. pylori tampaknya
bergantung pada cag PAI, yang dikodekan oleh sistem sekresi tipe IV yang
memainkan peran penting dalam patogenesis infeksi pada lambung.44 Pada studi
oleh Reider et al,45 semua H. pylori CagA (+)

kuat hubungannya pada

peradangan di antrum dengan peningkatan proliferasi sel epitel maupun ekspresi
sitokin proinflamasi. Tetapi berbeda dalam penelitian Zalewska et al, dimana
ekspresi TNF-α di mukosa lambung tidak menunjukkan hubungan statistik pada
H.pylori CagA positif.4
CagA telah ditemukan memiliki fungsi untuk mengaktifkan The nuclear
factor of activated T cell (NFAT) pada sel epitel lambung.46 NFAT akan
merespon untuk mengaktifkan jalur transduksi sinyal yang berbeda, CagA dapat
menyebabkan proliferasi, apoptosis, atau diferensiasi, tergantung pada pengaturan
sel. Anehnya, VacA, disebutkan mempunyai aktivitas yang menggagalkan dalam
mengaktifkan NFAT, dengan demikian juga memainkan peran dalam menentukan
nasib epitel lambung sel. Ini adalah titik spekulasi apakah interaksi ini bisa
memodulasi ekspresi TNF-α di mukosa lambung terhadap pasien dengan H.
pylori CagA (+) / Vaca (+).4
Adanya strain H.pylori yang lebih patogen disebutkan tidak menginduksi
perubahan pada ekspresi TNF-α. Dan sebagai tambahan, adanya strain H pylori
CagA, VacA, DupA tidak berhubungan dengan perbedaan ekspresi pada TNF-α. 2

40
Universitas Sumatera Utara

Beberapa penelitian yang menganalisa secara molekular pada mRNA
lambung telah menghasilkan bukti bahwa infeksi H.pylori dengan strain CagA (+)
berhubungan dengan peningkatan transkripsi IL8, IL-1α dan IL-1 dibandingkan
dengan infeksi H.pylori dengan strain CagA (-).

18

Mekanisme ini menunjukkan

terjadinya peningkatan mekanisme inflamasi pada infeksi H.pylori dengan strain
CagA positif. Hal ini menunjukkan semakin erat dengan peningkatan sitokinsitokin proinflamasi seperti TNF-α.
Telah dijumpai persamaan teori dan hasil penelitian ini, yang menunjukkan
adanya perbedaan kadar TNF-α pada Gastritis H.pylori dengan Cag A (+)
dibandingkan dengan Gastritis H.pylori dengan Cag A (-). Dimana TNF-α lebih
tinggi secara signifikan pada Gastritis H.pylori dengan Cag A positif.

4.2.4 Keterbatasan Penelitian
Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, pertama, penelitian ini tidak
menilai derajat keparahan gastritis secara histopatologi sehingga sulit untuk
dijadikan marker diagnostik dan prognostik pada gastritis H.pylori. Kedua,
penelitian ini tidak menilai faktor virulensi H.pylori lain seperti VacA dan BabA,
sehingga kadar TNF-α tidak dapat dihubungkan dengan virulensi lainnya seperti
VacA dan BabA

dari gastritis H.pylori. Ketiga, tidak dilakukan penilaian

polimorfisme genetik pada pasien yang berhubungan spesifik secara molekuler
pada berbagai jenis penyakit termasuk pada H.pylori.

41
Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar serum TNF α lebih
tinggi secara signifikan pada pasien gastitis H.pylori dengan CagA (+)
dibandingkan dengan Cag A (-).

5.2 Saran
Perlunya penelitian lebih lanjut, dengan sampel yang lebih banyak, yang
menghubungkan dengan derajat keparahan gastritis secara histopatologi, penilaian
faktor virulensi lain kuman H. Pylori seperti VacA dan BabA serta pemeriksaan
polimorfisme lebih spesifik untuk melihat hubungannya dengan peningkatan
kadar sitokin dalam darah.

42
Universitas Sumatera Utara

Personalia
1. Peneliti Utama

:

dr. Fitri Armanti Karo

2. Pembimbing I

:

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD KGEH

NIP

:

19540220 198011 1 001

Pangkat / Gol.

:

Guru Besar / IV C

3. Pembimbing II

:

dr. Leonardo Basa Dairi, Sp.PD-KGEH

NIP

:

19590114 198303 1 003

Pangkat / Gol.

:

Penata Muda / IV A

4. Peneliti Pembantu :

PPDS Stase Divisi Gastroentero-Hepatologi,
Peserta pendidikan SP-2 Dept. IPD. FK USU

43
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori

0 0 20

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori

0 0 2

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori

0 1 5

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori

0 0 15

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori

0 0 5

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori

0 0 10

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

0 1 18

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

0 0 2

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

0 0 4

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi Chapter III V

0 0 23