Implementasi United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNTOC) Dalam Pencegahan Dan Penindakan Perdagangan Orang Di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari
pelanggaran harkat dan martabat manusia. Tindak pidana perdagangan orang,
khususnya perempuan dan anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan
baik terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Tindak pidana perdagangan orang
bahkan melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan
penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya.
Jaringan pelaku tindak pidana perdagangan orang memiliki jangkauan operasi
tidak hanya antarwilayah dalam negeri tetapi juga antarnegara. Praktek
perdagangan orang tersebut menjadi ancaman serius terhadap masyarakat,
bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi
penghormatan terhadap hak asasi manusia sehingga upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana perdagangan orang serta perlindungan dan
rehabilitasi korban perlu dilakukan baik pada tingkat nasional, regional maupun
internasional.
Kasus Perdagangan manusia (Human Trafficking) adalah masalah
internasional. Kasus yang merupakan pelanggaran HAM berat ini ada hampir di
setiap negara di dunia. Pemecahan demi pemecahan berusaha dicari oleh dunia
internasional guna meminimalisir kasus ini namun belum ada suatu titik terang
yang menunjukkan penurunan kasus atau korban perdagangan manusia
1
Universitas Sumatera Utara
2
. Perdagangan manusia memang telah menjadi fenomena umum yang
terjadi di banyak negara berkembang.1
Perdagangan
manusia
berbeda
dengan penyelundupan.
Pada
penyelundupan, orang-orang yang diselundupkan umumnya meminta bayaran dari
para penyelundup, sedangkan dalam kasus perdagangan manusia, umumnya
terjadi penipuan sehingga korban tidak mendapatkan timbal balik apapun. Dalam
penyelundupan, orang-orang yang diselundupkan tidak diberi kewajiban apapun,
dalam arti mereka datang ketempat tujuan secara cuma-cuma. Sedangkan para
korban trafficking mengalami perbudakan yang merugikan saat mereka sampai di
tempat
tujuan.
Umumnya
para
korban
trafficking
adalah
orang-
orang yang mudah terbujuk oleh janji-janji palsu sang traffickers. Beberapa
traffickers menggunakan taktik-taktik manipulasi untuk menipu korbannya
diantaranya dengan intimidasi, rayuan, pengasingan, ancaman, penyulikan dan
penggunaan obat-obatan terlarang.
Orang-orang yang dijual umumnya berasal dari daerah miskin dimana
peluang untuk mendapatkan penghasilan amat terbatas. Bisa juga mereka berasal
dari korban pengungsian atau orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal.
Kebanyakan dari mereka masuk ke negara lain dibawa oleh traffickers melalui
perbatasan. Karena kontrol yang kurang diperbatasan
inilah,
mereka
bisa
dengan leluasa lolos dan masuk ke negara tersebut. Disisi lain ada persepsi
masyarakat bahwa bekerja ke luar negeri akan mendapatkan gaji yang relatif lebih
besar sekalipun sebagai pembantu rumah tangga, dibandingkan bekerja di dalam
1
Perdagangan Manusia (Kerja Paksa) diakses dari
http://duniaclassik.co.id/2013/04/human-trafficking-forced-labor.html pada tanggal 2 maret 2015
pukul 13.35 WIB
Universitas Sumatera Utara
3
negeri. Kondisi seperti ini selalu dimanfaatkan oleh sindikat traficking untuk
mengeksploitasi perempuan dan anak dalam posisi dikendalikan, meskipun
perjanjian kerja yang dijanjikan tidak sesuai, bahkan mereka dieksploitasi menjadi
pelacur baik diluar negeri maupun di dalam negeri. Situasi semacam inilah yang
merupakan santapan bagi sindikat trafficking untuk melakukan perekrutan,
bahkan nyaris jauh dari jangkauan hukum. Biasanya sindikat diawali dengan
transaksi utang piutang antara pemasok/agen tenaga kerja ilegal dengan
korban/keluarga. Jika korban/keluarga tidak mampu untuk menyelesaikan
transaksi yang telah disepakati maka keluarga terpaksa mengorbankan perempuan
dan anak untuk pelunasannya, karena pelakunya selalu melibatkan orang-orang
terdekat, kuat, berpengaruh di dalam masyarakat, seperti keluarga terdekat,
tetangga, teman, orang yang berpengaruh/dipercaya2.
Fenomena perdagangan perempuan dan anak sudah lama berkembang di
berbagai negara, seperti; Saudi Arabia, Jepang, Malaysia, Hongkong Taiwan,
Singapura yang menjadi negara tujuan dari perdagangan orang dan termasuk
juga Indonesia yang menjadi negara sumber, transit, maupun penerima dalam
tindak
perdagangan
orang.
Tidak
ada
Negara
yang
kebal
terhadap
trafficking, setiap tahunnya diperkirakan 600.000-800.000 laki-laki, perermpuan
dan
anak
diperdagangkan
internasional.3Report
atau
laporan
menyeberangi
dari
perbatasan-perbatasan
pemerintahan
Amerika
Serikat
2
Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33150/4/Chapter%20I.pdf
pada tanggal 2 Maret 2016 pukul 13.35 WIB
3
Laporan Perdagangan Manusia, Deplu AS, 14 Juni 2004 (diadaptasi dari makalah Upaya
Pencegahan dan Penindakan Perdagangan Or ang di Negara PBB)
Universitas Sumatera Utara
4
memperkirakan lebih dari seperuh dari para korban yang diperdagangkan secara
internasional diperjual-belikan untuk eksploitasi seksual.4 Menurut PBB
perdagangan manusia ini adalah sebuah perusahaan kriminal terbesar ketiga
tingkat dunia yang menghasilkan 9,5 juta US$ dalam pajak tahunan menurut
intelijen AS. Perdangan manusia juga merupakan salah satu perusahaan kriminal
yang paling menguntungkan dan sangat terkait dengan pencucian uang (money
laundring),perdagangan narkoba, pemalsuan dokumen dan penyeludupan
manusia. Hal ini merupakan realitas yang tidak bisa dipungkiri dan perdagangan
ini tidak lagi terbatas pada batas wilayah negara melainkan berlangsung lintas
batas. Pola perdagangannyapun mengalami perubahan, tidak lagi hanya dilakukan
oleh perseorangan melainkan sindikat-sindikat terorganisir yang disinyalir
memiliki kegiatan ilegal lainnya seperti penjualan obat-obatan adiktif dan senjata.
Bertambah maraknya masalah perdagangan Perempuan dan Anak-anak
maupun Pria yang terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia dan negara
berkembang lainya telah menjadi perhatian masyarakat internasional dan
organisasi internasional, khususnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lahirnya
Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang,
Terutama Perempuan dan Anak-Anak (Protocol To Prevent, Suppress And
Punish Trafficking in Persons, Especially Women And Children) sebagai salah
satu protokol yang dihasilkan dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi (United Nations
4
Lihat Report ADB yang menyatakan palin tidak sebanyak satu s.d dua juta jiwa
diestimasi telah diperjual-belikan setiap tahun di seluruh dunia. Sebagaian besar penjualan orang
berasal dari negara miskin 150.000 dari Negara Asia Barat dan 225.000 dari Negara Asia
Tenggara
Universitas Sumatera Utara
5
Convention Against Transnational Organized Crime) pada tanggal 12-15
Desember 2000 di Palermo5, merupakan instrument internasional yang sangat
membantu dalam pencegahan dan memerangi kejahatan perdagangan orang,
khususnya perdagangan perempuan dan anak.
Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang
paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban
diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan prostitusi atau bentuk eksploitasi
seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain, misalnya kerja
paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa perbudakan itu yang
juga banyak dilakukan oleh laki-laki. Pelaku tindak pidana perdagangan orang
melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau
penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan
orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan
ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi bayaran atau manfaat
sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas
korban6.
Perdagangan perempuan dan anak merupakan salah satu bentuk
pelanggaran HAM berat terhadap perempuan, karena di dalamnya ada unsur
ancaman, penyiksaan, penyekapan, kekerasan seksual, sebagai komoditi yang
dapat diperjual belikan, yang semuanya merupakan pelanggaran terhadap HAM.
Imam Santoso, “Hukum Pidana Internasional”, Jurnal Program Pasca Sarjana
Universitas Krisnadwiayana, Yakarta, hal 108
6
Penjelsan Umum Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang.
5
Universitas Sumatera Utara
6
Dalam situasi laki-laki, perempuan dan anak yang diperdagangkan, hak-hak
mereka terus dilanggar, karena mereka kemudian ditawan, dilecehkan dan dipaksa
untuk bekerja di luar keinginan mereka. Mereka ditempatkan dalam kondisi
seperti perbudakan, tidak lagi memiliki hak untuk menemukan nasib sendiri,
hidup dalam situasi ketakutan dengan rasa tidak aman. Bahkan kadang diperburuk
oleh keadaan ketika dia tidak memiliki identitas yang jelas, sehingga mereka takut
meminta bantuan kepada pihak yang berwenang karena takut diusut dan
dideportasi. Juga status sosial mereka menyebabkan mereka dilecehkan oleh
majikan.
Eksploitasi perempuan dan anak-anak dalam dunia prostusi lokal maupun
global adalah petanggaran hak asasi manusia karena jelas telah mereduksi tubuh
mereka menjadi komoditi. Sementara itu, perdagangan perempuan dan anak-anak
telah dianggap sebagai "kenikmatan" bagi para pengguna jasa prostitusi dan
sebagai sumber penghasilan bagi mereka yang bergerak di dalam dunia prostitusi,
perdagangan perempuan dan praktek-praktek yang berhubungan dengan bisnis.
Pada dasarnya, perdagangan perempuan dan anak-anak ini merupakan bentuk
kekerasan seksual dan menempatkan perempuan dan anak-anak dalam suatu
kondisi fisik dan mental yang sangat merusak dan tergradasi.
Bentuk-bentuk pelanggaran HAM tersebut dapat terjadi pada saat proses
perekrutan, transpotasi saat sampai di negara tujuan, dan saat proses perdagangan.
Pelanggaran yang terjadi berupa : penipuan, penyekapan, ancaman dan
penggunaan kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan pemutusan akses dengan
keluarga dan/atau bantuan jenis apapun, hak atas informasi, penyiksaan, kondisi
Universitas Sumatera Utara
7
hidup yang buruk, perempuan dipaksa melacur , kondisi kerja yang tidak layak,
penghapusan akses ke kesehatan, penyitaan identitas dan dokumen perjalanan,
pelanggaran terhadap aspek budaya/agama, penolakan akses kebangsaan,
pendidikan, perempuan dipaksa menikah dengan orang yang tidak mereka
inginkan, diskriminasi, kehilangan kontrol terhadap hidup, penyangkalan terhadap
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. penahanan dan dipenjara/penahanan illegal
dengan tuduhan palsu, penganiayaan dan perkosaan dalam penahanan,
pelanggaran dalam aspek hukum, pemaksaan pemeriksaan dan perawatan
kesehatan.7
Bentuk perdagangan perempuan dan anak tidak hanya terbatas pada
prostitusi paksaan atau perdagangan seks, melainkan juga meliputi bentuk-bentuk
eksploitasi, kerja paksa dan praktek seperti perbudakan di beberapa wilayah dalam
sektor informal, termasuk kerja domestik dan istri pesanan. Berbagai bentuk
kekerasanpun dialami oleh para korban, seperti kekerasan fisik, psikologis, sosial,
dan ekonomi yang dialami baik sejak saat perekrutan maupun pemilik tempat
kerja.
Pada dasarnya, perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun:
orang-orang dewasa dan anak-anak, laki-laki maupun perempuan yang pada
umumnya berada dalam kondisi rentan, seperti misalnya: laki-laki, perempuan
dan anak-anak dari keluarga miskin yang berasal dari pedesaan atau daerah
kumuh perkotaan; mereka yang berpendidikan dan berpengetahuan terbatas; yang
terlibat masalah ekonomi, politik dan sosial yang serius; anggota keluarga yang
Retno Santi, Jurnal “HAM Dalam Praktek Panduan Melawan Perdagangan Perempuan
dan Anak” Lembaga Advokasi Buruh Migran Indonesia Solidaritas Perempuan, 2000, hal. 33 -35
7
Universitas Sumatera Utara
8
menghadapi krisis ekonomi seperti hilangnya pendapatan suami/orang tua,
suami/orang tua sakit keras, atau meninggal dunia; anakanak putus sekolah;
korban kekerasan fisik, psikis, seksual; para pencari kerja (termasuk buruh
migran); perempuan dan anak jalanan; korban penculikan; janda cerai akibat
pernikahan dini; mereka yang mendapat tekanan dari orang tua atau
lingkungannya untuk bekerja; bahkan pekerja seks yang menganggap bahwa
bekerja di luar negeri menjanjikan pendapatan lebih.
Modus operandi rekrutmen terhadap kelompok rentan tersebut biasanya
dengan rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, menipu atau
janji palsu, menjebak, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat
dengan hutang, mengawini atau memacari, menculik, menyekap, atau
memperkosa. Modus lain berkedok mencari tenaga kerja untuk bisnis
entertainment, kerja di perkebunan atau bidang jasa di luar negeri dengan upah
besar. Ibu-ibu hamil yang kesulitan biaya untuk melahirkan atau membesarkan
anak dibujuk dengan jeratan utang supaya anaknya boleh diadopsi agar dapat
hidup lebih baik, namun kemudian dijual kepada yang menginginkan. Anak-anak
di bawah umur dibujuk agar bersedia melayani para pedofil dengan memberikan
barang-barang keperluan mereka bahkan janji untuk disekolahkan.
Korban yang direkrut di bawa ke tempat transit atau ke tempat tujuan
sendiri-sendiri atau dalam rombongan, menggunakan pesawat terbang, kapal atau
mobil tergantung pada tujuannya. Biasanya agen atau calo menyertai mereka dan
menanggung biaya perjalanan. Untuk ke luar negeri, mereka dilengkapi dengan
visa turis, tetapi seluruh dokumen dipegang oleh agen termasuk dalam
Universitas Sumatera Utara
9
penanganan masalah keuangan. Seringkali perjalanan dibuat memutar untuk
memberi kesan bahwa perjalanan yang ditempuh sangat jauh sehingga sulit untuk
kembali. Di tempat tujuan, mereka tinggal di rumah penampungan untuk beberapa
minggu menunggu penempatan kerja yang dijanjikan. Tetapi kemudian mereka
dibawa ke bar, pub, salon kecantikan, rumah bordil dan rumah hiburan lain, dan
mulai dilibatkan dalam kegiatan prostitusi. Mereka diminta menandatangani
kontrak yang tidak mereka mengerti isinya. Jika menolak, korban diminta
membayar kembali biaya perjalanan dan “tebusan” dari agen atau calo yang
membawanya. Jumlah yang biasanya membengkak itu menjadi hutang yang harus
ditanggung oleh korban.
Di Indonesia praktik perdagangan perempuan sebagaimana juga terjadi di
negara-negara Asia Tenggara biasanya identik dengan kekerasan dan pekerjaanpekerjaan yang diketahui paling banyak dijadikan sebagai tujuan perdagangan
perempuan dan anak adalah : buruh migran, pekerja seks komersil, perbudakan
berkedok pernikahan dalam bentuk pengantin pesanan, pekerja anak, pekerja di
jermal, pengemis, pembantu rumah tangga, adopsi, pernikahan dengan laki-laki
asing untuk tujuan eksploitasi, pornognafi, pengedar obat terlarang dan dijadikan
korban pedofilia.
Maraknya trafficking di Indonesia dikarenakan Indonesia itu tidak hanya
sebagai negara sumber, transit, maupun penerima, akan tetapi juga menjadi negara
yang termasuk bagian dari sindikat Internasional. Kadang-kadang meningkatnya
perdagangan perempuan dan anak ini dipengaruhi juga oleh faktor lain yaitu
adanya "permintaan dan penawaran" dari pihak yang ingin menikmati,
Universitas Sumatera Utara
10
menggunakan, maupun mendapatkan keuntungan dari korban, di sampimg itu
tidak menutup kemungkinan kondisi dan situasi dari korban itu sendiri yang
menyebabkan timbulnya kejahatan perdagangan perempuan dan anak.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
Pengaruh
Transnational
United
Organized
Crime
Nations
Convention
(UNTOC)
sebagai
Against
konvensi
internasional dalam menangani masalah perdagangan orang?
2. Bagaimana pengaturan mengenai hukum di Indonesia dalam
menangani masalah kejahatan transnasional dalam hal perdagangan
orang sebelum Indonesia menjadi peserta UNTOC?
3. Bagaimana implementasi UNTOC dalam pencegahan dan penindakan
perdagangan orang di Indonesia
C. Tujuan dan ManfaatPenulisan
Suatu penulisan skripsi perlu memiliki suatu tujuan di dalam penulisan
skripsi tersebut, sehingga dapat memberikan arah dan jawaban atas
permasalahan yang ada. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk
mengetahui
pengaruh
United
Nations
Convention
Against
Transnational Organized Crime (UNTOC) Sebagai Konvensi Internasional
Dalam Menangani Masalah Perdagangan Orang di Negara Peserta dan
Indonesia
Universitas Sumatera Utara
11
2. Untuk mengetahui mengetahui tinjauan yuridis terhadap penanganan dan
pencegahan kejahatan perdagangan orang di Indonesia sebelum Indonesia
menjadi negara peserta UNTOC.
3. Untuk mengetahui peranan UNTOC dalam penanganan kejahatan
transnasional perdagangan orang dan implementasinya di Indonesia.
Selain itu bobot dari suatu penulisan ditentukan dari manfaaatnya. Dalam
penulisan skripsi ini penulis mengharapkan agar terwujud manfaat dan kegunaan
yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu di bidang hukum internasional
khususnya dalam pelaksanaan Konvensi PBB yang mengatur mengenai
kejahatan transnasional terorganisir mengenai perdagangan orang di
Indonesia
2. Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan
pemikiran dan masukan bagi para pihak yang membaca skripsi ini.
Terutama bagi para pihak yang peduli dan tertarik dengan permasalahan
kejahatan perdagangan orang.
D. Keaslian Penulisan
Bahwa skripsi dengan judul “IMPLEMENTASI UNITED NATIONS
CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (UNTOC)
DALAM PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN PERDAGANGAN ORANG DI
INDONESIA”telah diperiksa melalui penelusuran kepustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan sepengetahuan penulis belum pernah ditulis oleh
Universitas Sumatera Utara
12
siapapun di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Data yang digunakan
guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi yang diperoleh
dari berbagai media, baik itu media cetak atau pun pengumpulan informasi
melalui internet. Maka apabila di kemudian hari terdapat judul dan objek
pembahasan yang sama sebelum tulisan ini dibuat maka penulis siap untuk
mempertanggung jawabkannya secara moral dan ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka
Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United
Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC) yang telah
diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang
Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional
Yang Terorganisasi) menyebutkan sejumlah kejahatan yang termasuk dalam
kategori kejahatan lintas negara terorganisir, yaitu pencucian uang, korupsi,
perdagangan gelap tanaman dan satwa liar yang dilindungi, kejahatan terhadap
benda seni budaya (cultural property), perdagangan manusia, penyelundupan
migran serta produksi dan perdagangan gelap senjata api. Konvensi juga
mengakui keterkaitan yang erat antara kejahatan lintas negara terorganisir dengan
kejahatan terorisme, meskipun karakteristiknya sangat berbeda. Meskipun
kejahatan perdagangan gelap narkoba tidak dirujuk dalam Konvensi, kejahatan ini
masuk kategori kejahatan lintas negara terorganisir dan bahkan sudah diatur jauh
Universitas Sumatera Utara
13
lebih lengkap dalam tiga Konvensi terkait narkoba sebelum disepakatinya
UNTOC. Perkembangan kualitas tindak pidana atau kejahatan menunjukan bahwa
batas- batas teritorial antara satu negara dan negara lain di dunia, baik dalam satu
kawasan maupun berbeda kawasan sudah semakin menghilang. Pada dewasa ini,
hampir dapat dipastikan bahwa semua jenis atau bentuk kejahatan tidak dapat lagi
hanya dipandang sebagai yuridiksi kriminal suatu negara, akan tetapi sering
diklaim termasuk yuridiksi kriminal lebih dari satu atau dua negara, sehingga
dalam perkembangannya kemudian telah menimbulkan masalah konflik yuridiksi
yang
sangat
mengganggu
hubungan
internasional
antarnegara
yang
berkepentingan di dalam kasus tindak pidana tertentu yang bersifat lintas batas
teritorial. Sejumlah asumsi tentang kejahatan transnasional dapat ditemukan
dibanyak publikasi saat ini. Asumsi yang paling penting adalah: kejahatan
transnasional pada dasarnya merupakan suatu fenomena baru yang muncul pada
1990-an, untuk sebagian besar terhubung dengan skala besar organisasi kriminal
yang sering memiliki latar belakang etnis tertentu, dan secara teratur bekerja
bersama-sama dengan organisasi kriminal di negara lain, kejahatan transnasional
terutama disebabkan oleh proses globalisasi selama tiga dekade terakhir dan
merembes ke dalambisnis yang sah dan pemerintah. 8
F. Metode Penelitian
1.
Jenis Penelitian
8
Diakses dari http://www.kompasiana.com/isharyanto/globalisasi-dan-kejahatan- pada
tanggal 2 Juni 2016 Pukul 13.40 WIB
Universitas Sumatera Utara
14
Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif-empiris,
dimana merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan
adanya penambahan berbagai unsur empiris, yang artinya metode ini mengenai
implementasi ketentuan hukum normatif dalam masyarakat baik norma hukum
yang berasal dari hukum Internasional seperti Konvensi PBB tentang Kejahatan
Transnasional Terorganisir atau UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST
TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (UNTOC)
tahun 2000 tentang
tindak pidana kejahatahan transnasional yang terorganisir maupun norma hukum
yang berasal dari hukum nasional seperti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009
tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang tindak pidana
kejahatan transnasional yang terorganisasi.
2.
Metode Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan. Sumber data diperoleh dari:
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum mengikat yang
termasuk dalam sumber sumber hukum internasional sesuai Pasal 38
ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional. Dalam tulisan ini
mencakup: hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang
beradad, dan putusan pengadilan internasional maupun doktrin.
Selain sumber-sumber hukum internasional, penulisan skripsi ini juga
mempergunakan peraturan perundang-undangan yang terdapat di
Universitas Sumatera Utara
15
Indonesia seperti Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia
tahun
1945.
Undang-Undang,
Peraturan
Pemerintah,
maupun
peraturan di tingkat yang lebih rendah.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, yakni: buku hukum, termasuk skripsi, thesis,
disertasi hukum dan jurnal hukum, serta kamus hukum.
3) Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, mencakup:
a.
Bahan-bahan yang memberikan petunjuk-petunjuk maupun
penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder;
b.
Bahan-bahan primer, sekunder, dan tersier (penunjang) diluar
bidang hukum.
3.
Analisis Data
Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya
merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan
hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klarifikasi terhadap bahan-bahan
hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis data, yaitu:
a.
Memilih ketentuan-ketentuan yang berisi kaidah-kaidah hukum yang
mengatur masalah penangan Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan
Orang di Indonesia oleh UNTOC
Universitas Sumatera Utara
16
b.
Data yang berupa sumber hukum internasional dan hukum nasional ini
dianalisis secara induktif kualitatif.
4.
Teknik Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dengan
mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun secara
induktif. Pada proses deduktif, bertolak dari suatu proposisi umum yang
kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir pada suatu kesimpulan
(pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.9
Sedangkan pada prosedur induktif, proses berawal dari proposisi-proposisi
khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan
(pengetahuan baru) berupa asas umum.10
Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dilakukan
dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun
secara induktif, sehingga akan dapat diperoleh jawaban terhadap permasalahanpermasalahan yang telah disusun.
A. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman dalam upaya mendapatkan jawaban atas
rumusan masalah, maka pembahasan akan diuraikan secara garis besar melalui
sistematika penulisan. Tujuannya agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemikiran
dalam menguraikan lebih lanjut mengenai inti permasalahan yang akan dicari
9
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada,
2007), Hal. 11
10
Ibid., Hal. 10
Universitas Sumatera Utara
17
jawabannya. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari 5 (lima) bab yang
terdapat di dalam skripsi. Setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab yang akan
mendukung keutuhan pembahasan setiap bab. Sistematikanya adalah sebagai
berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Bab ini berisi pengantar yang didalamnya terurai
mengenai
latar
belakang
penulisan
skripsi,
perumusan masalah, dilanjutkan dengan tujuan dan
manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian, dan diakhiri
dengan sistematika penulisan skripsi.
BAB II
: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENANGANAN
DAN
PENCEGAHAN
TRANSNASIONAL
KEJAHATAN
PERDAGANGAN
MANUSIA
SEBELUM INDONESIA MENJADI PESERTA UNTOC
Bab
ini
membahas
Kebijakan
Pemerintah
Indonesia dalam penanganan Perdagangan Orang
sebelum UNTOC. Bab ini juga membahas kondisi
dan peraturan pemerintah yang terkait sebelum dan
sesudah menjadi peserta UNTOC.
Universitas Sumatera Utara
18
BAB III
: PENGARUH
UNITED
NATIONS
CONVENTION
AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
(UNTOC)
SEBAGAI
KONVENSI INTERNASIONAL
DALAM MENANGANI MASALAH PERDAGANGAN
ORANG
Bab
ini
menguraikan
tentang
pengertian
perdagangan orang secara umum, latar belakang
berdirinya UNTOC serta menguraikan negaranegara yang turut menjadi peserta UNTOC,
mejelaskan perkembangan kejahatan transnasional
di dunia dan pengaruh UNTOC dalam menangani
masalah perdagangan orang.
BAB IV
: IMPLEMENTASI
PENCEGAHAN
UNTOC
DAN
DALA
PENINDAKAN
PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
Universitas Sumatera Utara
19
Bab ini membahas pengaruh UNTOC dalam
penanganan perdagangan orang di dunia dan bab
ini
juga
membahas
implementasi
konvensi
UNTOC di Indonesia.
BAB V
: PENUTUP
Pada bab akhir ini, penulis mengambil kesimpulan
terhadap pembahasan mulai dari BAB I sampai
dengan BAB IV dan juga memberikan saran-saran
yang
mungkin
pembahasan
terhadap
berguna
tentang
pencegahan
bagi
perkembangan
Implementasi
perdagangan
UNTOC
orang
di
Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari
pelanggaran harkat dan martabat manusia. Tindak pidana perdagangan orang,
khususnya perempuan dan anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan
baik terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Tindak pidana perdagangan orang
bahkan melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan
penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya.
Jaringan pelaku tindak pidana perdagangan orang memiliki jangkauan operasi
tidak hanya antarwilayah dalam negeri tetapi juga antarnegara. Praktek
perdagangan orang tersebut menjadi ancaman serius terhadap masyarakat,
bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi
penghormatan terhadap hak asasi manusia sehingga upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana perdagangan orang serta perlindungan dan
rehabilitasi korban perlu dilakukan baik pada tingkat nasional, regional maupun
internasional.
Kasus Perdagangan manusia (Human Trafficking) adalah masalah
internasional. Kasus yang merupakan pelanggaran HAM berat ini ada hampir di
setiap negara di dunia. Pemecahan demi pemecahan berusaha dicari oleh dunia
internasional guna meminimalisir kasus ini namun belum ada suatu titik terang
yang menunjukkan penurunan kasus atau korban perdagangan manusia
1
Universitas Sumatera Utara
2
. Perdagangan manusia memang telah menjadi fenomena umum yang
terjadi di banyak negara berkembang.1
Perdagangan
manusia
berbeda
dengan penyelundupan.
Pada
penyelundupan, orang-orang yang diselundupkan umumnya meminta bayaran dari
para penyelundup, sedangkan dalam kasus perdagangan manusia, umumnya
terjadi penipuan sehingga korban tidak mendapatkan timbal balik apapun. Dalam
penyelundupan, orang-orang yang diselundupkan tidak diberi kewajiban apapun,
dalam arti mereka datang ketempat tujuan secara cuma-cuma. Sedangkan para
korban trafficking mengalami perbudakan yang merugikan saat mereka sampai di
tempat
tujuan.
Umumnya
para
korban
trafficking
adalah
orang-
orang yang mudah terbujuk oleh janji-janji palsu sang traffickers. Beberapa
traffickers menggunakan taktik-taktik manipulasi untuk menipu korbannya
diantaranya dengan intimidasi, rayuan, pengasingan, ancaman, penyulikan dan
penggunaan obat-obatan terlarang.
Orang-orang yang dijual umumnya berasal dari daerah miskin dimana
peluang untuk mendapatkan penghasilan amat terbatas. Bisa juga mereka berasal
dari korban pengungsian atau orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal.
Kebanyakan dari mereka masuk ke negara lain dibawa oleh traffickers melalui
perbatasan. Karena kontrol yang kurang diperbatasan
inilah,
mereka
bisa
dengan leluasa lolos dan masuk ke negara tersebut. Disisi lain ada persepsi
masyarakat bahwa bekerja ke luar negeri akan mendapatkan gaji yang relatif lebih
besar sekalipun sebagai pembantu rumah tangga, dibandingkan bekerja di dalam
1
Perdagangan Manusia (Kerja Paksa) diakses dari
http://duniaclassik.co.id/2013/04/human-trafficking-forced-labor.html pada tanggal 2 maret 2015
pukul 13.35 WIB
Universitas Sumatera Utara
3
negeri. Kondisi seperti ini selalu dimanfaatkan oleh sindikat traficking untuk
mengeksploitasi perempuan dan anak dalam posisi dikendalikan, meskipun
perjanjian kerja yang dijanjikan tidak sesuai, bahkan mereka dieksploitasi menjadi
pelacur baik diluar negeri maupun di dalam negeri. Situasi semacam inilah yang
merupakan santapan bagi sindikat trafficking untuk melakukan perekrutan,
bahkan nyaris jauh dari jangkauan hukum. Biasanya sindikat diawali dengan
transaksi utang piutang antara pemasok/agen tenaga kerja ilegal dengan
korban/keluarga. Jika korban/keluarga tidak mampu untuk menyelesaikan
transaksi yang telah disepakati maka keluarga terpaksa mengorbankan perempuan
dan anak untuk pelunasannya, karena pelakunya selalu melibatkan orang-orang
terdekat, kuat, berpengaruh di dalam masyarakat, seperti keluarga terdekat,
tetangga, teman, orang yang berpengaruh/dipercaya2.
Fenomena perdagangan perempuan dan anak sudah lama berkembang di
berbagai negara, seperti; Saudi Arabia, Jepang, Malaysia, Hongkong Taiwan,
Singapura yang menjadi negara tujuan dari perdagangan orang dan termasuk
juga Indonesia yang menjadi negara sumber, transit, maupun penerima dalam
tindak
perdagangan
orang.
Tidak
ada
Negara
yang
kebal
terhadap
trafficking, setiap tahunnya diperkirakan 600.000-800.000 laki-laki, perermpuan
dan
anak
diperdagangkan
internasional.3Report
atau
laporan
menyeberangi
dari
perbatasan-perbatasan
pemerintahan
Amerika
Serikat
2
Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33150/4/Chapter%20I.pdf
pada tanggal 2 Maret 2016 pukul 13.35 WIB
3
Laporan Perdagangan Manusia, Deplu AS, 14 Juni 2004 (diadaptasi dari makalah Upaya
Pencegahan dan Penindakan Perdagangan Or ang di Negara PBB)
Universitas Sumatera Utara
4
memperkirakan lebih dari seperuh dari para korban yang diperdagangkan secara
internasional diperjual-belikan untuk eksploitasi seksual.4 Menurut PBB
perdagangan manusia ini adalah sebuah perusahaan kriminal terbesar ketiga
tingkat dunia yang menghasilkan 9,5 juta US$ dalam pajak tahunan menurut
intelijen AS. Perdangan manusia juga merupakan salah satu perusahaan kriminal
yang paling menguntungkan dan sangat terkait dengan pencucian uang (money
laundring),perdagangan narkoba, pemalsuan dokumen dan penyeludupan
manusia. Hal ini merupakan realitas yang tidak bisa dipungkiri dan perdagangan
ini tidak lagi terbatas pada batas wilayah negara melainkan berlangsung lintas
batas. Pola perdagangannyapun mengalami perubahan, tidak lagi hanya dilakukan
oleh perseorangan melainkan sindikat-sindikat terorganisir yang disinyalir
memiliki kegiatan ilegal lainnya seperti penjualan obat-obatan adiktif dan senjata.
Bertambah maraknya masalah perdagangan Perempuan dan Anak-anak
maupun Pria yang terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia dan negara
berkembang lainya telah menjadi perhatian masyarakat internasional dan
organisasi internasional, khususnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lahirnya
Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang,
Terutama Perempuan dan Anak-Anak (Protocol To Prevent, Suppress And
Punish Trafficking in Persons, Especially Women And Children) sebagai salah
satu protokol yang dihasilkan dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi (United Nations
4
Lihat Report ADB yang menyatakan palin tidak sebanyak satu s.d dua juta jiwa
diestimasi telah diperjual-belikan setiap tahun di seluruh dunia. Sebagaian besar penjualan orang
berasal dari negara miskin 150.000 dari Negara Asia Barat dan 225.000 dari Negara Asia
Tenggara
Universitas Sumatera Utara
5
Convention Against Transnational Organized Crime) pada tanggal 12-15
Desember 2000 di Palermo5, merupakan instrument internasional yang sangat
membantu dalam pencegahan dan memerangi kejahatan perdagangan orang,
khususnya perdagangan perempuan dan anak.
Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang
paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban
diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan prostitusi atau bentuk eksploitasi
seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain, misalnya kerja
paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa perbudakan itu yang
juga banyak dilakukan oleh laki-laki. Pelaku tindak pidana perdagangan orang
melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau
penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan
orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan
ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi bayaran atau manfaat
sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas
korban6.
Perdagangan perempuan dan anak merupakan salah satu bentuk
pelanggaran HAM berat terhadap perempuan, karena di dalamnya ada unsur
ancaman, penyiksaan, penyekapan, kekerasan seksual, sebagai komoditi yang
dapat diperjual belikan, yang semuanya merupakan pelanggaran terhadap HAM.
Imam Santoso, “Hukum Pidana Internasional”, Jurnal Program Pasca Sarjana
Universitas Krisnadwiayana, Yakarta, hal 108
6
Penjelsan Umum Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang.
5
Universitas Sumatera Utara
6
Dalam situasi laki-laki, perempuan dan anak yang diperdagangkan, hak-hak
mereka terus dilanggar, karena mereka kemudian ditawan, dilecehkan dan dipaksa
untuk bekerja di luar keinginan mereka. Mereka ditempatkan dalam kondisi
seperti perbudakan, tidak lagi memiliki hak untuk menemukan nasib sendiri,
hidup dalam situasi ketakutan dengan rasa tidak aman. Bahkan kadang diperburuk
oleh keadaan ketika dia tidak memiliki identitas yang jelas, sehingga mereka takut
meminta bantuan kepada pihak yang berwenang karena takut diusut dan
dideportasi. Juga status sosial mereka menyebabkan mereka dilecehkan oleh
majikan.
Eksploitasi perempuan dan anak-anak dalam dunia prostusi lokal maupun
global adalah petanggaran hak asasi manusia karena jelas telah mereduksi tubuh
mereka menjadi komoditi. Sementara itu, perdagangan perempuan dan anak-anak
telah dianggap sebagai "kenikmatan" bagi para pengguna jasa prostitusi dan
sebagai sumber penghasilan bagi mereka yang bergerak di dalam dunia prostitusi,
perdagangan perempuan dan praktek-praktek yang berhubungan dengan bisnis.
Pada dasarnya, perdagangan perempuan dan anak-anak ini merupakan bentuk
kekerasan seksual dan menempatkan perempuan dan anak-anak dalam suatu
kondisi fisik dan mental yang sangat merusak dan tergradasi.
Bentuk-bentuk pelanggaran HAM tersebut dapat terjadi pada saat proses
perekrutan, transpotasi saat sampai di negara tujuan, dan saat proses perdagangan.
Pelanggaran yang terjadi berupa : penipuan, penyekapan, ancaman dan
penggunaan kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan pemutusan akses dengan
keluarga dan/atau bantuan jenis apapun, hak atas informasi, penyiksaan, kondisi
Universitas Sumatera Utara
7
hidup yang buruk, perempuan dipaksa melacur , kondisi kerja yang tidak layak,
penghapusan akses ke kesehatan, penyitaan identitas dan dokumen perjalanan,
pelanggaran terhadap aspek budaya/agama, penolakan akses kebangsaan,
pendidikan, perempuan dipaksa menikah dengan orang yang tidak mereka
inginkan, diskriminasi, kehilangan kontrol terhadap hidup, penyangkalan terhadap
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. penahanan dan dipenjara/penahanan illegal
dengan tuduhan palsu, penganiayaan dan perkosaan dalam penahanan,
pelanggaran dalam aspek hukum, pemaksaan pemeriksaan dan perawatan
kesehatan.7
Bentuk perdagangan perempuan dan anak tidak hanya terbatas pada
prostitusi paksaan atau perdagangan seks, melainkan juga meliputi bentuk-bentuk
eksploitasi, kerja paksa dan praktek seperti perbudakan di beberapa wilayah dalam
sektor informal, termasuk kerja domestik dan istri pesanan. Berbagai bentuk
kekerasanpun dialami oleh para korban, seperti kekerasan fisik, psikologis, sosial,
dan ekonomi yang dialami baik sejak saat perekrutan maupun pemilik tempat
kerja.
Pada dasarnya, perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun:
orang-orang dewasa dan anak-anak, laki-laki maupun perempuan yang pada
umumnya berada dalam kondisi rentan, seperti misalnya: laki-laki, perempuan
dan anak-anak dari keluarga miskin yang berasal dari pedesaan atau daerah
kumuh perkotaan; mereka yang berpendidikan dan berpengetahuan terbatas; yang
terlibat masalah ekonomi, politik dan sosial yang serius; anggota keluarga yang
Retno Santi, Jurnal “HAM Dalam Praktek Panduan Melawan Perdagangan Perempuan
dan Anak” Lembaga Advokasi Buruh Migran Indonesia Solidaritas Perempuan, 2000, hal. 33 -35
7
Universitas Sumatera Utara
8
menghadapi krisis ekonomi seperti hilangnya pendapatan suami/orang tua,
suami/orang tua sakit keras, atau meninggal dunia; anakanak putus sekolah;
korban kekerasan fisik, psikis, seksual; para pencari kerja (termasuk buruh
migran); perempuan dan anak jalanan; korban penculikan; janda cerai akibat
pernikahan dini; mereka yang mendapat tekanan dari orang tua atau
lingkungannya untuk bekerja; bahkan pekerja seks yang menganggap bahwa
bekerja di luar negeri menjanjikan pendapatan lebih.
Modus operandi rekrutmen terhadap kelompok rentan tersebut biasanya
dengan rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, menipu atau
janji palsu, menjebak, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat
dengan hutang, mengawini atau memacari, menculik, menyekap, atau
memperkosa. Modus lain berkedok mencari tenaga kerja untuk bisnis
entertainment, kerja di perkebunan atau bidang jasa di luar negeri dengan upah
besar. Ibu-ibu hamil yang kesulitan biaya untuk melahirkan atau membesarkan
anak dibujuk dengan jeratan utang supaya anaknya boleh diadopsi agar dapat
hidup lebih baik, namun kemudian dijual kepada yang menginginkan. Anak-anak
di bawah umur dibujuk agar bersedia melayani para pedofil dengan memberikan
barang-barang keperluan mereka bahkan janji untuk disekolahkan.
Korban yang direkrut di bawa ke tempat transit atau ke tempat tujuan
sendiri-sendiri atau dalam rombongan, menggunakan pesawat terbang, kapal atau
mobil tergantung pada tujuannya. Biasanya agen atau calo menyertai mereka dan
menanggung biaya perjalanan. Untuk ke luar negeri, mereka dilengkapi dengan
visa turis, tetapi seluruh dokumen dipegang oleh agen termasuk dalam
Universitas Sumatera Utara
9
penanganan masalah keuangan. Seringkali perjalanan dibuat memutar untuk
memberi kesan bahwa perjalanan yang ditempuh sangat jauh sehingga sulit untuk
kembali. Di tempat tujuan, mereka tinggal di rumah penampungan untuk beberapa
minggu menunggu penempatan kerja yang dijanjikan. Tetapi kemudian mereka
dibawa ke bar, pub, salon kecantikan, rumah bordil dan rumah hiburan lain, dan
mulai dilibatkan dalam kegiatan prostitusi. Mereka diminta menandatangani
kontrak yang tidak mereka mengerti isinya. Jika menolak, korban diminta
membayar kembali biaya perjalanan dan “tebusan” dari agen atau calo yang
membawanya. Jumlah yang biasanya membengkak itu menjadi hutang yang harus
ditanggung oleh korban.
Di Indonesia praktik perdagangan perempuan sebagaimana juga terjadi di
negara-negara Asia Tenggara biasanya identik dengan kekerasan dan pekerjaanpekerjaan yang diketahui paling banyak dijadikan sebagai tujuan perdagangan
perempuan dan anak adalah : buruh migran, pekerja seks komersil, perbudakan
berkedok pernikahan dalam bentuk pengantin pesanan, pekerja anak, pekerja di
jermal, pengemis, pembantu rumah tangga, adopsi, pernikahan dengan laki-laki
asing untuk tujuan eksploitasi, pornognafi, pengedar obat terlarang dan dijadikan
korban pedofilia.
Maraknya trafficking di Indonesia dikarenakan Indonesia itu tidak hanya
sebagai negara sumber, transit, maupun penerima, akan tetapi juga menjadi negara
yang termasuk bagian dari sindikat Internasional. Kadang-kadang meningkatnya
perdagangan perempuan dan anak ini dipengaruhi juga oleh faktor lain yaitu
adanya "permintaan dan penawaran" dari pihak yang ingin menikmati,
Universitas Sumatera Utara
10
menggunakan, maupun mendapatkan keuntungan dari korban, di sampimg itu
tidak menutup kemungkinan kondisi dan situasi dari korban itu sendiri yang
menyebabkan timbulnya kejahatan perdagangan perempuan dan anak.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
Pengaruh
Transnational
United
Organized
Crime
Nations
Convention
(UNTOC)
sebagai
Against
konvensi
internasional dalam menangani masalah perdagangan orang?
2. Bagaimana pengaturan mengenai hukum di Indonesia dalam
menangani masalah kejahatan transnasional dalam hal perdagangan
orang sebelum Indonesia menjadi peserta UNTOC?
3. Bagaimana implementasi UNTOC dalam pencegahan dan penindakan
perdagangan orang di Indonesia
C. Tujuan dan ManfaatPenulisan
Suatu penulisan skripsi perlu memiliki suatu tujuan di dalam penulisan
skripsi tersebut, sehingga dapat memberikan arah dan jawaban atas
permasalahan yang ada. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk
mengetahui
pengaruh
United
Nations
Convention
Against
Transnational Organized Crime (UNTOC) Sebagai Konvensi Internasional
Dalam Menangani Masalah Perdagangan Orang di Negara Peserta dan
Indonesia
Universitas Sumatera Utara
11
2. Untuk mengetahui mengetahui tinjauan yuridis terhadap penanganan dan
pencegahan kejahatan perdagangan orang di Indonesia sebelum Indonesia
menjadi negara peserta UNTOC.
3. Untuk mengetahui peranan UNTOC dalam penanganan kejahatan
transnasional perdagangan orang dan implementasinya di Indonesia.
Selain itu bobot dari suatu penulisan ditentukan dari manfaaatnya. Dalam
penulisan skripsi ini penulis mengharapkan agar terwujud manfaat dan kegunaan
yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu di bidang hukum internasional
khususnya dalam pelaksanaan Konvensi PBB yang mengatur mengenai
kejahatan transnasional terorganisir mengenai perdagangan orang di
Indonesia
2. Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan
pemikiran dan masukan bagi para pihak yang membaca skripsi ini.
Terutama bagi para pihak yang peduli dan tertarik dengan permasalahan
kejahatan perdagangan orang.
D. Keaslian Penulisan
Bahwa skripsi dengan judul “IMPLEMENTASI UNITED NATIONS
CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (UNTOC)
DALAM PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN PERDAGANGAN ORANG DI
INDONESIA”telah diperiksa melalui penelusuran kepustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan sepengetahuan penulis belum pernah ditulis oleh
Universitas Sumatera Utara
12
siapapun di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Data yang digunakan
guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi yang diperoleh
dari berbagai media, baik itu media cetak atau pun pengumpulan informasi
melalui internet. Maka apabila di kemudian hari terdapat judul dan objek
pembahasan yang sama sebelum tulisan ini dibuat maka penulis siap untuk
mempertanggung jawabkannya secara moral dan ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka
Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United
Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC) yang telah
diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang
Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional
Yang Terorganisasi) menyebutkan sejumlah kejahatan yang termasuk dalam
kategori kejahatan lintas negara terorganisir, yaitu pencucian uang, korupsi,
perdagangan gelap tanaman dan satwa liar yang dilindungi, kejahatan terhadap
benda seni budaya (cultural property), perdagangan manusia, penyelundupan
migran serta produksi dan perdagangan gelap senjata api. Konvensi juga
mengakui keterkaitan yang erat antara kejahatan lintas negara terorganisir dengan
kejahatan terorisme, meskipun karakteristiknya sangat berbeda. Meskipun
kejahatan perdagangan gelap narkoba tidak dirujuk dalam Konvensi, kejahatan ini
masuk kategori kejahatan lintas negara terorganisir dan bahkan sudah diatur jauh
Universitas Sumatera Utara
13
lebih lengkap dalam tiga Konvensi terkait narkoba sebelum disepakatinya
UNTOC. Perkembangan kualitas tindak pidana atau kejahatan menunjukan bahwa
batas- batas teritorial antara satu negara dan negara lain di dunia, baik dalam satu
kawasan maupun berbeda kawasan sudah semakin menghilang. Pada dewasa ini,
hampir dapat dipastikan bahwa semua jenis atau bentuk kejahatan tidak dapat lagi
hanya dipandang sebagai yuridiksi kriminal suatu negara, akan tetapi sering
diklaim termasuk yuridiksi kriminal lebih dari satu atau dua negara, sehingga
dalam perkembangannya kemudian telah menimbulkan masalah konflik yuridiksi
yang
sangat
mengganggu
hubungan
internasional
antarnegara
yang
berkepentingan di dalam kasus tindak pidana tertentu yang bersifat lintas batas
teritorial. Sejumlah asumsi tentang kejahatan transnasional dapat ditemukan
dibanyak publikasi saat ini. Asumsi yang paling penting adalah: kejahatan
transnasional pada dasarnya merupakan suatu fenomena baru yang muncul pada
1990-an, untuk sebagian besar terhubung dengan skala besar organisasi kriminal
yang sering memiliki latar belakang etnis tertentu, dan secara teratur bekerja
bersama-sama dengan organisasi kriminal di negara lain, kejahatan transnasional
terutama disebabkan oleh proses globalisasi selama tiga dekade terakhir dan
merembes ke dalambisnis yang sah dan pemerintah. 8
F. Metode Penelitian
1.
Jenis Penelitian
8
Diakses dari http://www.kompasiana.com/isharyanto/globalisasi-dan-kejahatan- pada
tanggal 2 Juni 2016 Pukul 13.40 WIB
Universitas Sumatera Utara
14
Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif-empiris,
dimana merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan
adanya penambahan berbagai unsur empiris, yang artinya metode ini mengenai
implementasi ketentuan hukum normatif dalam masyarakat baik norma hukum
yang berasal dari hukum Internasional seperti Konvensi PBB tentang Kejahatan
Transnasional Terorganisir atau UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST
TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (UNTOC)
tahun 2000 tentang
tindak pidana kejahatahan transnasional yang terorganisir maupun norma hukum
yang berasal dari hukum nasional seperti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009
tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang tindak pidana
kejahatan transnasional yang terorganisasi.
2.
Metode Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan. Sumber data diperoleh dari:
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum mengikat yang
termasuk dalam sumber sumber hukum internasional sesuai Pasal 38
ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional. Dalam tulisan ini
mencakup: hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang
beradad, dan putusan pengadilan internasional maupun doktrin.
Selain sumber-sumber hukum internasional, penulisan skripsi ini juga
mempergunakan peraturan perundang-undangan yang terdapat di
Universitas Sumatera Utara
15
Indonesia seperti Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia
tahun
1945.
Undang-Undang,
Peraturan
Pemerintah,
maupun
peraturan di tingkat yang lebih rendah.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, yakni: buku hukum, termasuk skripsi, thesis,
disertasi hukum dan jurnal hukum, serta kamus hukum.
3) Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, mencakup:
a.
Bahan-bahan yang memberikan petunjuk-petunjuk maupun
penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder;
b.
Bahan-bahan primer, sekunder, dan tersier (penunjang) diluar
bidang hukum.
3.
Analisis Data
Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya
merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan
hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klarifikasi terhadap bahan-bahan
hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis data, yaitu:
a.
Memilih ketentuan-ketentuan yang berisi kaidah-kaidah hukum yang
mengatur masalah penangan Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan
Orang di Indonesia oleh UNTOC
Universitas Sumatera Utara
16
b.
Data yang berupa sumber hukum internasional dan hukum nasional ini
dianalisis secara induktif kualitatif.
4.
Teknik Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dengan
mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun secara
induktif. Pada proses deduktif, bertolak dari suatu proposisi umum yang
kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir pada suatu kesimpulan
(pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.9
Sedangkan pada prosedur induktif, proses berawal dari proposisi-proposisi
khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan
(pengetahuan baru) berupa asas umum.10
Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dilakukan
dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun
secara induktif, sehingga akan dapat diperoleh jawaban terhadap permasalahanpermasalahan yang telah disusun.
A. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman dalam upaya mendapatkan jawaban atas
rumusan masalah, maka pembahasan akan diuraikan secara garis besar melalui
sistematika penulisan. Tujuannya agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemikiran
dalam menguraikan lebih lanjut mengenai inti permasalahan yang akan dicari
9
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada,
2007), Hal. 11
10
Ibid., Hal. 10
Universitas Sumatera Utara
17
jawabannya. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari 5 (lima) bab yang
terdapat di dalam skripsi. Setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab yang akan
mendukung keutuhan pembahasan setiap bab. Sistematikanya adalah sebagai
berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Bab ini berisi pengantar yang didalamnya terurai
mengenai
latar
belakang
penulisan
skripsi,
perumusan masalah, dilanjutkan dengan tujuan dan
manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian, dan diakhiri
dengan sistematika penulisan skripsi.
BAB II
: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENANGANAN
DAN
PENCEGAHAN
TRANSNASIONAL
KEJAHATAN
PERDAGANGAN
MANUSIA
SEBELUM INDONESIA MENJADI PESERTA UNTOC
Bab
ini
membahas
Kebijakan
Pemerintah
Indonesia dalam penanganan Perdagangan Orang
sebelum UNTOC. Bab ini juga membahas kondisi
dan peraturan pemerintah yang terkait sebelum dan
sesudah menjadi peserta UNTOC.
Universitas Sumatera Utara
18
BAB III
: PENGARUH
UNITED
NATIONS
CONVENTION
AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
(UNTOC)
SEBAGAI
KONVENSI INTERNASIONAL
DALAM MENANGANI MASALAH PERDAGANGAN
ORANG
Bab
ini
menguraikan
tentang
pengertian
perdagangan orang secara umum, latar belakang
berdirinya UNTOC serta menguraikan negaranegara yang turut menjadi peserta UNTOC,
mejelaskan perkembangan kejahatan transnasional
di dunia dan pengaruh UNTOC dalam menangani
masalah perdagangan orang.
BAB IV
: IMPLEMENTASI
PENCEGAHAN
UNTOC
DAN
DALA
PENINDAKAN
PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
Universitas Sumatera Utara
19
Bab ini membahas pengaruh UNTOC dalam
penanganan perdagangan orang di dunia dan bab
ini
juga
membahas
implementasi
konvensi
UNTOC di Indonesia.
BAB V
: PENUTUP
Pada bab akhir ini, penulis mengambil kesimpulan
terhadap pembahasan mulai dari BAB I sampai
dengan BAB IV dan juga memberikan saran-saran
yang
mungkin
pembahasan
terhadap
berguna
tentang
pencegahan
bagi
perkembangan
Implementasi
perdagangan
UNTOC
orang
di
Indonesia.
Universitas Sumatera Utara