T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kemampuan Visual Thinking Siswa Kelas VII SMP dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan T1 Full text

KEMAMPUAN VISUAL THINKING SISWA KELAS VII SMP DALAM
MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN

Tugas Akhir
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
pada Universitas Kristen Satya Wacana

Oleh :
Fitri Pebri Liani
202013058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017

1

2


3

4

5

KEMAMPUAN VISUAL THINKING SISWA KELAS VII SMP DALAM
MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN
Fitri Pebri Liani, Helti Lygia Mampouw
Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga
Email: 202013058@student.uksw.edu

Abstrak
Visual thinking merupakan suatu proses berpikir yang bertujuan untuk menggambarkan dan menceritakan
informasi secara jelas dengan mengaitkan ide-ide yang muncul. Kemampuan visual thinking berkaitan dengan
kemampuan memahami masalah. Menurut Bolton, langkah-langkah visual thinking terdiri dari looking, seeing,
imagining, dan showing & telling . Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan visual thinking siswa
kelas VII SMP dalam menyelesaikan soal cerita pecahan ditinjau dari perbedaan kemampuan matematika.
Kemampuan matematika didasarkan pada nilai matematika Ulangan Akhir Semester 1 tahun ajaran 2016/2017.

Subjek terdiri dari 3 siswa kelas VII SMP masing-masing 1 subjek pada kemampuan matematika tinggi, sedang
dan rendah. Data berupa jawaban tertulis dan hasil wawancara dari penyelesaian soal cerita pecahan kategori
mudah dan sulit. Diperoleh hasil bahwa subjek berkemampuan matematika tinggi dapat menyelesaikan soal
cerita dan langkah-langkah visual thinking dengan baik. Subjek berkemampuan matematika sedang dan rendah
belum bisa menyelesaikan soal cerita pecahan dan tidak dapat menghitung dengan benar sehingga kedua subjek
tersebut belum bisa menyelesaikan langkah showing & telling , namun sudah bisa melewati langkah looking,
seeing, dan imagining. Diharapkan penelitian ini menjadi salah satu acuan untuk memahami kemampuan visual
thinking sehingga dapat meningkatkan kemampuan visual thinking siswa.
Kata Kunci: Visual Thinking, Soal Cerita Pecahan

PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terpenting untuk dipelajari karena
banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang akan merasa mudah memecahkan masalah
dengan bantuan matematika, karena sifatnya yang memberi kebenaran berdasarkan alasan logis dan
sistematis. Materi matematika yang dipelajari pada tingkat sekolah menengah merupakan kelanjutan
dari materi yang dipelajari pada saat tingkat sekolah dasar. Contohnya pada materi pecahan yang
sudah diperkenalkan kepada siswa sejak kelas 1 SD yang akan dipelajari lebih dalam lagi di kelas VII
SMP.
Kelancaran dari materi sebelumnya akan mempermudah siswa dalam memahami materi
pecahan seperti operasi hitung bilangan dan pengukuran. Contohnya merubah pecahan menjadi

desimal, maka siswa harus mampu membagi dan mengalikan dengan lancar. Berdasarkan Kurikulum
2013, mata pelajaran matematika materi pecahan pada tingkat sekolah dasar memuat kompetensi inti
yaitu memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan
menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan
benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah.
Secara umum, bilangan pecahan dapat dinyatakan dalam bentuk “ ”, dengan a dan b adalah
bilangan bulat, b≠0, dan b bukan faktor dari a, bilangan a disebut pembilang dan b disebut penyebut
(Jazuli: 2016). Contohnya: , , , dan lain sebagainya. Banyak kegiatan yang berhubungan dengan
bilangan pecahan pada kehidupan sehari-hari seperti dalam membagi kue menjadi beberapa bagian,
diskon yang ditawarkan di toko, pembelian gula, dan lain-lain. Pecahan melalui benda konkrit gambar
dan lambangnya dapat dilihat pada gambar 1.

1 bagian

bagian

bagian

bagian


Gambar 1. Contoh pecahan dalam bentuk gambar

6

Permasalahan pecahan dalam matematika dapat disajikan dalam bentuk soal cerita. Bentuk
soal tersebut mempunyai penyelesaian yang bertahap. Siswa terlebih dahulu memahami soal cerita,
kemudian menarik kesimpulan obyek yang harus diselesaikan dan memisalkan dengan simbol-simbol.
Setelah itu baru diselesaikan sampai tujuan dari permasalahan tersebut diselesaikan. Seringkali siswa
masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal cerita pecahan.
Menurut Piaget (Solso, dkk, 2007:369), siswa sekolah dasar masih berada pada tahap operasi
konkrit (umur 7–11 tahun) dengan karakteristik kemampuan konservasi, kemampuan
mengklasifikasikan dan menghubungkan pemahaman tentang angka, berpikir konkret, perkembangan
pikiran tentang reversibilitas. Ketika mempelajari pecahan pada kelas VII, siswa sudah bergerak
melampaui penalaran tentang pengalaman konkret, dan berpikir dengan cara yang lebih abstrak,
idealis, dan logis karena sudah masuk pada tahap operasional-formal (11 tahun keatas) dengan
karakteristik pikiran bersifat umum dan menyeluruh, berpikir proporsional, kemampuan membuat
hipotesis, perkembangan idealisme yang kuat. Tingkat kesulitan soal materi pecahan yang dihadapi
siswa pun akan berbeda sehingga memungkinkan banyaknya kesalahan yang dilakukan oleh siswa.
Vale (Wiryanto, 2014) menemukan bahwa siswa akan lebih banyak berpeluang untuk
melakukan kesalahan pada operasi pecahan jika pembelajaran materi pecahan hanya menitikberatkan

pada menghafal rumus dan prosedur operasi tanpa ada perhatian yang cukup pada makna pecahan.
Selain itu, kekomplekan karakteristik dan konsep pecahan membutuhkan tahapan pemahaman yang
membuatnya tidak bisa dipahami dalam waktu yang relative singkat. Siswa dapat meminimalkan
kesalahan dalam mengerjakan soal pecahan dengan menggunakan kemampuan visual.
Kemampuan visual memang penting dalam menyelesaikan permasalahan matematika dan
perlu dilatihkan kepada siswa. Modelminds (2012) menyebutkan 10 alasan visual thinking itu penting
dalam memecahkan masalah yang kompleks yaitu: (1) Visual thinking membantu memahami masalah
yang kompleks menjadi lebih mudah; (2) Hasil visualisasi masalah yang komplek, menjadi mudah
dalam berkomunikasi dan bagi orang lain untuk menyelesaikannya; (3) Visual thinking membantu
orang berkomunikasi lintas budaya dan bahasa; (4) Visual thinking membuat komunikasi dari sisi
emosional menjadi lebih baik; (5) Visualisasi membantu memfasilitasi pemecahan non-linear; (6)
Visualisasi dari masalah memungkinkan orang untuk berpikir bersama dengan setiap ide orang lain
dengan menciptakan bahasa bersama; (7) Pemetaan visual dari sebuah masalah dapat membantu
untuk melihat kesenjangan dari solusi dapat ditemukan; (8) Visualisasi membantu orang untuk
mengingat, membuat ide konkrit dan menciptakan hasil yang lebih akurat pada akhirnya; (9) Visual
thinking dapat memberikan gambaran sangat penting belajar dari kesalahan; (10) Visualisasi berfungsi
sebagai motivasi yang besar mencapai tujuan.
Siswa yang sudah terampil menggunakan visual thinking, maka akan dapat merasakan
manfaatnya. Arcavi (2003:217) menegaskan bahwa visual thinking merupakan kemampuan, proses
dan produk dari penciptaan, interpretasi, penggunaan dan refleksi atas gambar, image, diagram dalam

pikiran yang direpresentasikan pada kertas atau dengan alat teknologi, dengan tujuan menggambarkan
dan menceritakan informasi, memikirkan dan mengembangkan ide-ide yang sebelumnya tidak
diketahui. Dalam kehidupan sehari-hari, secara sadar atau tidak ketika ditanya alamat suatu tempat
akan lebih mudah menyampaikan informasi tentang alamat tersebut dengan menuangkannya dalam
bentuk peta (gambar). Itu termasuk salah satu berpikir visual (visual thinking).
Namun, Surya (2010) menemukan sebagian besar siswa SMP/MTs tidak dapat
mempresentasikan (memvisualisasi pemikirannya) pada soal cerita matematika dan cenderung tidak
dapat memecahkan soal matematika tersebut. Dalam penelitiannya, masih terdapat kesalahan pada
jawaban tertulis siswa dalam mengerjakan soal cerita dengan cara merepresentasikan. Kesalahan
tersebut dapat dilihat pada gambar 2.

7

a

b

Gambar 2. Kesalahan siswa dalam mengerjakan soal cerita dengan cara merepresentasikan pada
gambar (a) siswa A, (b) siswa B


Gambar 2, Siswa A tidak menjelaskan apa yang dijawab hanya berupa representasi gambar tanpa
penjelasan banyak potongan pada seloyang kue bika Ambon. Kesalahan siswa B, muncul angka tanpa
makna atau penjelasan dan proses tidak ada tanda “=” serta penempatan tanda “=” yang salah. Dari
hasil jawaban tertulis kedua siswa tersebut dapat dilihat kemampuan visualisasi dalam memahami dan
menggambarkan apa yang ada dipikiran siswa. Tampak bahwa dalam menvisualisasikan soal cerita
masih dirasa sulit dan dapat memunculkan miskonsepsi yang mengakibatkan siswa mengalami
kesalahan dalam menyelesaikan jawaban akhirnya.
Melihat hal ini, maka penulis menjadikan salah satu dasar kemampuan visual thinking sebagai
hal yang perlu diketahui sehubungan dengan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah,
sehingga peneliti bermaksud mendeskripsikan kemampuan visual thinking siswa kelas VII Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dalam menyelesaikan soal cerita matematika pada materi pokok pecahan
berdasarkan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan
kemampuan visual thinking siswa kelas VII-C SMP Negeri 2 Kaliwungu dalam menyelesaikan soal
cerita pecahan berdasarkan kemampuan matematika. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dalam
bentuk tulisan-tulisan, gambar-gambar, rangkaian kata-kata, dokumen, dan bahasa tubuh. Data
tersebut dikumpulkan oleh peneliti sebagai instrumen utama. Subjek terdiri dari 3 siswa yang dipilih
berdasarkan nilai matematika Ulangan Akhir Semester 1 Tahun Ajaran 2016/2017 dengan rentang
nilainya yaitu 85-93 kategori berkemampuan matematika tinggi, 70-75 kategori berkemampuan

matematika sedang, dan 40-60 kategori berkemampuan matematika rendah. Rentang nilai tersebut
disusun dengan batas atas nilai tertinggi siswa yaitu 93 dan batas bawah nilai terendah siswa yaitu 40.
Ditinjau dari kurikulum 2006 siswa kelas VII SMP telah mempelajari materi tentang pecahan.
Adapun subjek dengan kategori yang akan diteliti dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Pemilihan Subjek Berdasarkan Hasil UAS
Inisial Subjek
Nilai UAS
Kategori Kemampuan Matematika
T
93
Tinggi
S
70
Sedang
R
40
Rendah

Data dikumpul dengan menggunakan empat metode, yaitu: tes tertulis, wawancara,
pengamatan, dan dokumentasi. Metode tes tertulis menggunakan instrumen berupa soal-soal tes

tertulis yang akan diujikan kepada subjek dan sudah memenuhi indikator. Setelah itu, dilakukan
wawancara dengan instrumennya berupa pedoman wawancara yang nantinya akan membantu saat
pelaksanaan wawancara. Dokumentasi juga diperlukan dalam pengumpulan data sebagai bukti telah
dilakukannya penelitian serta dapat memperkecil kesalahan pada saat menganalisis data. Pengambilan
data tes tertulis dilakukan dengan cara setiap subjek diberikan 2 paket soal yang setiap paketnya
berisikan 2 soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dan yang sulit. Jarak antara paket
satu dengan paket dua diberikan selang 2 minggu. Adapun indikator yang digunakan untuk
mendeskripsikan subjek dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah dapat dilihat pada
tabel 2.
8

Tabel 2. Indikator Soal*
Langkahlangkah
Looking

Seeing

Imagining

Definisi


Indikator

Mengidentifikasikan masalah dengan aktivitas
melihat dan membaca serta mengumpulkan
informasi dalam suatu permasalahan
Mengerti dan memahami keterkaitan antara yang
diketahui dan yang ditanyakan dengan aktivitas
menyeleksi
dan
mengelompokkan
serta
merencanakan pemecahan masalah dalam suatu
permasalahan
Menentukan pola dengan aktivitas menggambarkan
masalah serta menuliskan solusi pemecahan
masalah dalam suatu permasalahan
Menjelaskan apa yang diperoleh dari permasalahan
tersebut dan mempresentasikan hasilnya.


Mencari tahu informasi yang ada
pada soal.
Memahami apa yang diminta
pada soal.

Mensketsa atau membuat coretcoretan dari apa yang diketahui
pada soal sampai apa yang dicari.
Menyelesaikan perhitungan soal
cerita pecahan.

Showing
&
Telling
*) Diadaptasi dari langkah-langkah visual thinking menurut Bolton (Ariawan 2016)

HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
1. Kemampuan Visual Thinking Subjek Berkemampuan Matematika Tinggi (T)
Subjek diberikan 2 soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dan yang sulit.
Jawaban tertulis T dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dapat
dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Jawaban tertulis T dalam mengerjakan soal cerita
pecahan menggunakan bilangan yang mudah

Jawaban tertulis T pada soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah diawali dengan
menuliskan yang diketahui yaitu ibu membeli 10 donat dibagikan kepada 4 anak. Langkah
. Jadi, kesimpulannya setiap anak memperoleh
bagian.
pekerjaannya yaitu
Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada
pada soal. Hasil jawaban tertulis T menunjukkan yang diketahui pada soal “Ibu membeli 10 donat
dibagikan kepada 4 anak”. Konsistensi ditunjukkan oleh T dari jawaban wawancara dimana T telah
menyatakan bahwa “Ibu membeli 10 donat dibagikan kepada empat anaknya”. Hasil jawaban tertulis
dan lisan ini menunjukkan bahwa T telah benar-benar paham informasi yang terdapat pada soal dan T
telah memiliki kemampuan looking dengan baik.
Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada
soal. Hasil dari jawaban T pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa bagian yang diperoleh
setiap anak”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa T telah paham apa yang diminta atau ditanyakan
pada soal dan T telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.
Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada
soal. T diminta merepresentasikan 10 donat seperti apa. Berikut ini adalah representasi dan cuplikan
wawancaranya.

9

P

: Ini kan ibu membeli 10 donat. Sebelum kamu
mengerjakan, apakah kamu membayangkan donatnya
itu?
T : Membayangkan.
P : Bentuk donatnya tuh seperti apa to? Kalau boleh
dicorat coret disini ya. (sambil memberikan selembar
kertas).
T : (menggambarkan 10 donat yang berbentuk lingkaran)
P : Terus?
T : Dibagi keempat anaknya. Setiap anak mendapat duadua. Dibagi empat kan dapatnya 2. Nah masih 2 dan
dibagi lagi 4 mendapat setengah. (sambil menunjuknunjuk gambar).
P : Mbaginya gimana ?
T : (menunjukkan cara membagi dua donat dengan
membuat garis dipertengahan lingkaran yang
dimisalkan donat sehingga menjadi bagian yang
sama).
P : Jadi ini, segini itu buat 1 anak? (sambil menunjuk
bagian donat yang telah dibagi menjadi dua bagian
yang sama).
T : Ya, 1 anak.
Gambar 4. Hasil representasi dari 10 donat dan wawancara dengan T

Gambar 4, terlihat bahwa T merepresentasikan 10 donat dengan 10 lingkaran yang kemudian
membagi 2 donat menjadi 4 bagian yang sama dengan menarik garis pada bagian tengah lingkaran.
Sebelum mengerjakan soal, Ia membayangkan bentuk dari donat. Dari cara-caranya menjelaskan dan
menggambarkan, Ia paham betul bagaimana cara untuk merepresentasikan melalui gambar. Tampak
bahwa Ia menjelaskan dengan cepat dan tepat. Ia menjelaskan bahwa 10 donat diberikan setiap anak
dua-dua kemudian ditambah sisanya setengah-setengah. Jadi, setiap anak mendapatkan
bagian
donat. Hasil representasi T menunjukkan bahwa T memiliki kemampuan imagining dengan baik dan
kreatif.
Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan
mempresentasikan hasil jawaban. T dapat menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan soal yaitu
dengan menuliskan model matematikanya terlebih dahulu. Cara menyelesaikannya pun sudah tepat,
sehingga mendapatkan jawaban yang tepat. Berikut adalah cuplikan wawancaranya.
P
T

: Ini caranya sudah bener ? Gimana ini caranya? (sambil menunjuk pekerjaannya).
:
.

P

: Ini

T

: 10 dibagi 4 kan 2 masih sisa diperkecil lagi

dapat dari mana? (sambil menunjuk pekerjaan subjek).
.

Hasil jawaban tertulis dan lisan menunjukkan bahwa T konsisten menjelaskan cara pengerjaannya
yaitu 10 dibagi 4 sama dengan 2 masih sisa . Kemudian Ia memperkecil bentuknya menjadi
.
Kesimpulannya setiap anak mendapatkan

bagian donat. Jadi, T telah memiliki kemampuan

showing & telling dengan baik.
Pada soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit, cara T mengerjakan tidak jauh
berbeda. Jawaban tertulisnya dapat dilihat pada gambar 5.

10

Gambar 5. Jawaban tertulis T dalam mengerjakan soal cerita pecahan
menggunakan bilangan yang sulit

Jawaban tertulis T pada soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit diawali dengan
menuliskan apa yang diketahui yaitu Budi dan Ani mempunyai 2 cokelat rasa Midi Merah dan rasa
Almond. Budi menghabiskan rasa Almond, Ani menghabiskan rasa Midi Merah. Selanjutnya, Ia
menyelesaikan dengan langkah

. Jadi Budi dan Ani menghabiskan

bagian cokelat.
Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada
pada soal. Hasil jawaban tertulis T menunjukkan yang diketahui pada soal. Konsistensi ditunjukkan
oleh T dari jawaban wawancara dimana T telah menyatakan bahwa “Budi dan Ani mempunyai 2
batang cokelat rasa Midi Merah dan Almond. Budi menghabiskan rasa Almond, Ani menghabiskan
rasa Midi Merah”. Hasil jawaban tertulis dan lisan ini menunjukkan bahwa T telah benar-benar paham
informasi yang terdapat pada soal dan T telah memiliki kemampuan looking dengan baik.
Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada
soal. Hasil dari jawaban T pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa bagian dari keseluruhan
cokelat yang telah mereka habiskan”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa T telah paham apa yang
diminta atau ditanyakan pada soal dan T telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.
Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada
soal. T diminta untuk merepresentasikan 2 cokelat batangan, rasa Almond dan rasa Midi Merah.
Berikut ini adalah representasi dan cuplikan wawacaranya.
P :

Coba disketsakan 2 cokelat batangan itu
seperti apa. (sambil memberikan selembar
kertas)
T : (menggambarkan 2 cokelat batangan
dengan bentuk persegi panjang yang satu
diberi tulisan Almond dan yang satunya
Midi Merah)
P : Berarti sempet membayangkan itu ya?
T : Iya.
Gambar 6. Hasil representasi dari 2 cokelat batangan dan wawancara dengan T

Berdasarkan hasil wawancara, T sebelumnya membayangkan terlebih dahulu bentuk 2 cokelat
batangan, sehingga ia merepresentasikan secara jelas. Ia merepresentasikan 2 cokelat batangan dengan
bentuk 2 persegi panjang. Di situ juga terdapat keterangan rasa Almond dan Midi Merah. Berdasarkan
representasinya, Ia mampu menggambarkan secara visual 2 cokelat batangan dan tidak menggunakan
bantuan penggaris ketika menggambar. Jadi, T memiliki kemampuan imagining dengan baik dan
kreatif.
Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan
mempresentasikan hasil jawaban. T dapat menjelaskan bagaimana cara mengerjakan soal yang telah
diberikan. Caranya yaitu
= = 1 = 1 . Berikut ini adalah cuplikan wawancaranya.
11

P
T

: Terus cara mengerjakannya gimana ?
: (sambil mengerjakan kembali dikertas yang telah diberikan). Kan Budi menghabiskan
Ani menghabiskan

dan

Midi Merah dan itu ditambahkan sama dengan disamakan penyebutnya

menjadi per enam. Sama dengan = 1 diperkecil 1 .
P
T
P
T

:
:
:
:

Sama ya dengan yang ini? (sambil menunjuk pekerjaan subjek sebelumnya)
Iya.
Jadi kesimpulannya?

P

: Iya.

Mereka menghabiskan

bagian cokelat.

Konsisten pada jawaban tertulis dan lisan menunjukkan bahwa T mampu menjelaskan secara rinci
bagaimana proses pekerjaannya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Ia juga mampu
menyelesaikan soal cerita pecahan dengan menuliskan model matematikanya terlebih dahulu yang
kemudian dikerjakan dengan menyamakan penyebutnya. Jadi, T memiliki kemampuan showing &
telling dengan baik.
2. Kemampuan Visual Thinking Subjek Berkemampuan Matematika Sedang (S)
S diberikan 2 soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dan yang sulit. Jawaban
tertulisnya pada soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Jawaban tertulis S dalam mengerjakan soal cerita
pecahan menggunakan bilangan yang mudah

Gambar 7. menunjukkan bahwa jawaban tertulis S dalam mengerjakan soal cerita pecahan
menggunakan bilangan yang mudah yaitu langsung menuliskan angka pecahannya
. Ia tidak
menuliskan apa yang diketahui terlebih dahulu melainkan langsung menuliskan model
matematikanya.
Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada
pada soal. Hasil dari jawaban S pada saat wawancara menyatakan bahwa “Ada 3 anak, Lala, Nila, dan
Dodi, mereka membeli 5 buah tahu bulat”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa S paham informasi
yang terdapat pada soal dan S telah memiliki kemampuan looking dengan baik.
Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada
soal. Hasil dari jawaban S pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa bagian yang diperoleh
setiap anak?”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa S telah paham apa yang diminta atau ditanyakan
pada soal dan S telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.
Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada
soal. S diminta untuk membuat coretan pada langkah ini. Menurutnya, 5 tahu bulat dapat digambarkan
dengan 5 lingkaran. Berikut ini adalah representasi dan cuplikan wawancaranya.
P :

Terus ini membaginya gimana ? Berarti? Satu orang
dapetnya ?
S : Satu-satu. (sambil menunjuk 3 buah gambar tahu
bulat)
P : Terus masih?
S : 2 dibagi 3.
P : Untuk berapa orang?
S : 3 (sambil menarik garis pada gambar sebanyak 3
bagian).
Gambar 8. Hasil representasi dari 5 tahu bulat dan wawancara dengan S

Berdasarkan hasil representasinya, setelah menggambar 5 lingkaran S membagi 2 lingkaran menjadi 6
bagian yang sama. Ia membagi 1 lingkaran menjadi 3 bagian dengan menarik garis tanpa bantuan
12

penggaris. Konsistensi ditunjukkan S pada saat wawancara, Ia membuat coret-coret dengan
menggambarkan 5 tahu bulat. Kemudian Ia membagi tahu bulat agar sama dengan cara membagi satusatu tahu bulat kepada 3 anak. 2 tahu yang tersisa dibaginya menjadi 6 bagian yang sama yaitu satu
tahu bulat dibagi 3 bagian. Jadi, S mampu merepresentasikan soal tersebut sehingga memiliki
kemampuan imagining dengan baik dan kreatif.
Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan
mempresentasikan hasil jawaban. S diminta menjelaskan bagaimana langkah pekerjaannya. Ia
membutuhkan waktu yang lama untuk berpikir sehingga dapat menjawab pertanyaan yang diberikan.
Berikut ini adalah cuplikan wawancaranya.
P
S
P

: Terus ini pekerjaanmu gimana ?
: 5 dibagi 3.
: Dapetnya ?

S

:

P

: Caranya gimana to ini? Coba jelaskan. Ditulis disini (sambil memberikan selembar kertas
pada subjek).
: (menghitung). 5 dibagi 3.
: Dapetnya ?
: 2.
: Coba dicoret-coret dulu.
: (menghitung)
: 5 dibagi 3?

S
P
S
P
S
P

S :

.

.

P : Duanya dapet dari mana?
S : Turahan dari 5 bagi 3.
P : Setiap anak mendapat?
S :
.

Jawaban lisan S pada saat wawancara menunjukkan bahwa S menuliskan 5 dibagi 3 ke dalam model
matematikanya menjadi . Sebelumnya jawaban pada tes tertulis adalah
, namun setelah
diwawancarai Ia menjawab

. Ia selalu menjawab 5 dibagi 3 itu mendapat 2. Jawabannya berbeda

karena salah menghitung. Ia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menjawab dengan benar
karena belum lancar dalam menghitung dan juga lupa cara menyelesaikan soal pecahan. Jadi, S belum
memiliki kemampuan showing & telling dengan baik.
S juga diberikan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit. Jawaban tertulisnya
dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Jawaban tertulis S dalam mengerjakan soal
cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit

Jawaban tertulis S dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit yaitu
langsung menuliskan model matematikanya tanpa menuliskan yang diketahui terlebih dahulu. Ia
mengerjakan dengan cara
.
Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada
pada soal. S tampak grogi dalam menjadi sehingga jawabannya seperti tidak nyambung dan salah

13

mengucapkan kata gram menjadi garam. Hasil dari jawaban S pada saat wawancara menyatakan
bahwa “
dikurangi .
itu gram permen untuk adiknya, dan sebelum diberikan pada adiknya
dimakan

gram terlebih dahulu”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa S paham informasi yang

terdapat pada soal dan S telah memiliki kemampuan looking dengan baik.
Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada
soal. Hasil dari jawaban S pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa sisa permen yang
diberikan kepada adik”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa S telah paham apa yang diminta atau
ditanyakan pada soal dan S telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.
Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada
soal. S diminta untuk merepresentasikan permen seperti apa. Berikut ini adalah representasi dan
cuplikan wawancaranya.
P :
S :

Menurutmu permen ini gimana to bentuknya?
(menggambarkan pada kertas yang telah diberikan).

Gambar 10. Hasil representasi dari permen dan wawancara dengan S

Menurut S, bentuk permen yang dimaksud dalam soal adalah seperti pada gambar 10. Berdasarkan
hasil wawancara, Ia dapat membayangkan permen dan merepresentasikannya. Jadi, Ia mampu
menggambarkan permen dan dapat merepresentasikan sesuai dengan kemampuan imagining yang ia
miliki.
Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan
mempresentasikan hasil jawaban. S menjelaskan cara pekerjaannya yaitu
. Ia belum bisa
mengerjakan soal bentuk pecahan dengan angka yang sulit. Berikut ini adalah cuplikan
wawancaranya.
P
S
P
S
P
S
P
S
P
S
P
S
P

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Jadinya gimana pekerjaannya?
4 kali 4, 16. Ditambah 7.
Ditambah berapa?
Ditambah 1. 17…
17 per?
4.
Terus ini? (sambil menunjuk pekerjaan subjek).
Dikurang. Ini dikurang hasilnya 64. (sambil menunjuk pekerjaannya)
Dapet 64 dari mana?
(diam sejenak).
Disini aja coret-coretannya. (sambil memberikan kertas pada subjek).
(sambil corat coret). 17 dikurang 7, 7. Ehh, 17 dikurangi 7………..

S
P
S
P

:
:
:
:

S
P
S
P
S

:
:
:
:
: (sambil menghitung)

Ini kan

. 64 ini dapet dari mana? (sambil menunjuk pekerjaan subjek). Kok ini bisa

16?
(diam sejenak).
Ini coret-coretannya ini gimana caranya? (sambil menunjuk pekerjaan subjek).
Salah. Ini salah. (sambil menunjuk pekerjaannya).
Ohh. Terus? Ini kan jadi 16? Terus ininya kamu dapet 64 dari mana? (sambil menunjuk
pekerjaan subjek).
Ini bagi ini kali ini. (sambil menunjuk pekerjaannya).
Terus ini?
16 bagi 8, 2. Dikali 7, 14.
Hasilnya jadi?
.

P : Ohh gitu. Hasil pekerjaanmu ini dengan ini kenapa berbeda? (sambil menunjuk pekerjaannya).
S : Salah hitung.

Dalam menjelaskan pekerjaannya, S tampak bingung dan masih sulit dalam menghitung. Sebelumnya,
Ia mendapatkan hasil , namun setelah diwawancarai mendapatkan hasil . Ia terbilang masih
14

lamban dalam menghitung, dan masih salah-salah sehingga mendapatkan hasil yang salah juga.
Dalam mengerjakan soal bentuk pecahan pun Ia lupa caranya, ketika diminta untuk mengingat tetap
masih bingung. Konsistensi jawaban tertulis dan lisan yang menghasilkan jawaban yang salah
menunjukkan bahwa S belum memiliki kemampuan showing & telling dengan baik.
3. Kemampuan Visual Thinking Subjek Berkemampuan Matematika Rendah (R)
R diberikan 2 soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dan yang sulit.
Jawaban tertulisnya dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit dapat
dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Jawaban tertulis R dalam mengerjakan soal cerita
pecahan menggunakan bilang yang sulit

Jawaban tertulis R dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit adalah
. Ia tidak menuliskan apa yang diketahui terlebih dahulu, namun langsung menuliskan
bentuk pecahannya. Cara mengerjakan soal bentuk pecahannya yaitu dengan menjumlahkan langsung
bagian pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut sehingga mendapatkan hasil .
Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada
pada soal. Sebelumnya, R diminta untuk membaca soal. Hasil dari jawaban R pada saat wawancara
menyatakan bahwa “Budi dan Ani mempunyai 2 cokelat rasa Midi Merah dan Almot. Budi
menghabiskan bagian cokelat, Ani menghabiskan bagian cokelat”. Hasil lisan ini menunjukkan

bahwa R paham informasi yang terdapat pada soal dan R telah memiliki kemampuan looking dengan
baik.
Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada
soal. Hasil dari jawaban R pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa bagian dari keseluruhan
cokelat yang telah mereka habiskan”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa R telah paham apa yang
diminta atau ditanyakan pada soal dan R telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.
Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada
soal. R merepresentasikan 2 cokelat batangan dengan bentuk 2 persegi panjang. Berikut ini adalah
representasi dan cuplikan wawancaranya.
P :
R :

Cokelat batang tuh seperti apa to?
(menggambarkan 2 cokelat batangan dengan bentuk persegi
panjang yang satu diberi tulisan Almond dan yang satunya Midi
Merah).

Gambar 12. Hasil representasi dari 2 cokelat batangan dan wawancara dengan R

Berdasarkan hasil representasi, R menggambarkan 2 persegi panjang dengan memberi keterangan rasa
cokelat yaitu Midi Merah dan Almond. Ia masih bingung membagi bagian cokelat batangan. Namun,
Ia dapat merepresentasikan bentuk dari 2 cokelat batangan. Jadi, R memiliki kemampuan imagining
dengan baik dan kreatif.
Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan
mempresentasikan hasil jawaban. R menjelaskan langkah pekerjaannya yaitu
. Berikut
ini adalah cuplikan wawancaranya.
15

P
R

: Terus gimana caranya? Tolong jelaskan caramu ini.
: yang dihabiskan Ani yang Midi Merah (sambil menunjukkan gambarnya) ditambah cokelat

P
R
P
R

yang dimakan Budi rasa Almot.
: Terus kenapa ini dijumlahkan? (sambil menunjuk pekerjaan subjek)
: Dijumlahin keseluruhan yang dimakan.
: Ohh karena itu. Terus itu caranya gimana ?
:

P
R

: Ini yang atas dijumlahkan, yang bawah dijumlahkan. Kalau pecahan itu langsung dijumlahkan
gitu? Itu penyebutnya yang mana to?
: (diam sejenak)

Hasil dari jawaban tertulis dan lisan menunjukkan bahwa R belum memiliki kemampuan showing &
telling dengan baik. R masih bingung dengan jawabannya. Ia lupa cara mengerjakan soal pecahan
sehingga langsung menjumlahkan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut. Jadi,
Ia mendapatkan hasil yang belum benar.
Pada soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit, langkah pekerjaan R tidak jauh
berbeda caranya. Jawaban tertulisnya dapat dilihat pada gambar 13.

Gambar 13. Jawaban tertulis R dalam mengerjakan soal
cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit

Gambar 13. Jawaban tertulis R dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang
sulit menunjukkan cara mengerjakannya yaitu
. Jadi, permen yang Kitty berikan pada
adiknya adalah sebanyak

gram. Ia menggunakan cara yang sama ketika mengerjakan soal cerita

pecahan dengan angka yang sulit sebelumnya yaitu langsung mengurangkan bagian pembilang
dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut.
Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada
pada soal. Sebelumnya, R diminta untuk membaca soal. Hasil dari jawaban R pada saat wawancara
gram permen untuk adiknya. Tetapi Kitty sebelumnya
menyatakan bahwa “Kitty membeli
diberikan kepada adiknya, Kitty telah memakan gram”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa R paham
informasi yang terdapat pada soal dan R telah memiliki kemampuan looking dengan baik.
Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada
soal. Hasil dari jawaban R pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa sisa permen yang ia
berikan pada adiknya”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa R telah paham apa yang diminta atau
ditanyakan pada soal dan R telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.
Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada
soal. R merepresentasikan permen dengan bentuk oval. Berikut ini adalah representasi dan cuplikan
wawancaranya.
P
R
P
R

:
:
:
:

Terus permennya seperti apa?
(menggambar permen).
Ini berapa jumlahnya?
.

Gambar 14. Hasil representasi dari permen dan wawancara dengan R

16

Hasil representasi dan lisan R pada saat wawancara menunjukkan bahwa R dapat menggambarkan
permen sesuai dengan bayangannya. Ia memberikan keterangan
gram pada gambar tersebut. Jadi,
R memiliki kemampuan imagining dengan baik dan kreatif.
Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan
mempresentasikan hasil jawaban. R menjelaskan bagaimana cara mengerjakan soal dan mendapatkan
hasil yaitu dengan cara langsung mengurangkan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan
penyebut. Berikut ini adalah cuplikan wawancaranya.
P : Terus caramu ini gimana ini? (sambil menunjuk pekerjaan subjek).
R : Kan
diambil . 7 diambil 1 gak bisa diambil sini satunya. (sambil menunjuk
pekerjaannya).
Ohh gitu? Jadinya gimana ?
(sambil mengerjakan kembali pada kertas yang telah diberikan).
Gimana ?
7 diambil 1 gak bisa. Satunya dipinjemin 4.
Terus?
11 diambil 7 masih 4. 8 diambil 4 gak bisa, empatnya dipinjemin satunya. Disini
(sambil menunjukkan pekerjaannya) jadi 14 diambil 8 masih 6. Yang 4 ini tinggal 2
kak. (sambil menunjuk pekerjaannya)
P : Gitu? Hmm. Dulu pelajaran pecahan caranya begitu diajarinnya ?
R : (menganggukkan kepala).
P
R
P
R
P
R

:
:
:
:
:
:

Konsistensi dari jawaban tertulis dan lisan R menunjukkan bahwa R belum memiliki kemampuan
showing telling dengan baik. R mengerjakan bentuk pecahan secara langsung dan meminjam angka
didepannya karena tidak bisa dikurangkan. Pemikirannya ketika mengerjakan soal tersebut yaitu
sehingga mendapatkan hasil yang belum benar.
PEMBAHASAN
Hasil subjek dalam penelitian ini kemudian dianalisis berdasarkan indikator visual thinking.
Adapun hasil analisis subjek dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah pada setiap indikatornya
adalah sebagai berikut.
Looking. Menurut Bolton (Ariawan, 2016), looking yaitu siswa mengidentifikasikan masalah
dengan aktivitas melihat dan membaca serta mengumpulkan informasi dalam suatu permasalahan.
Hasil dari penelitian ini, subjek dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah dapat
menyebutkan informasi apa saja yang terdapat pada soal cerita pecahan yang diberikan. Jadi, ketiga
subjek tersebut sudah memenuhi indikator looking.
Seeing. Subjek dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah mampu
memahami soal cerita pecahan. Pertanyaan yang terdapat pada soal cerita pecahan tersebut dapat
disebutkan oleh ketiga subjek. Hal tersebut sejalan dengan pengertian seeing menurut Bolton
(Ariawan 2016), yaitu siswa mengerti dan memahami keterkaitan antara yang diketahui dan yang
ditanyakan dengan aktivitas menyeleksi dan mengelompokkan serta merencanakan pemecahan
masalah dalam suatu permasalahan.
Imagining. Cara merepresentasikan soal cerita pecahan oleh subjek dengan kemampuan
matematika tinggi, sedang, dan rendah berbeda-beda. Ketiga subjek tersebut merepresentasikan sesuai
dengan pemikirannya masing-masing. Namun pada intinya mereka sudah mampu merepresentasikan
soal cerita pecahan. Hal tersebut juga dipengaruhi dengan tingkat kreativitasnya. Siswa dengan
kemampuan tinggi cenderung memiliki tingkat kreativitas yang lebih tinggi dari pada siswa yang
berkemampuan rendah. Sedangkan tingkat peningkatannya tidak menunjukkan hubungan yang linier
bahwa siswa yang berkemampuan tinggi akan mengalami peningkatan kreativitas yang lebih banyak
dibandingkan siswa yang berkemampuan rendah. (Akhmad Jufriadi, dkk: 2014).
Showing & Telling. Sesuai kemampuan matematikanya, subjek dengan kemampuan
matematika tinggi dapat menyelesaikan masalah yang terdapat pada soal cerita pecahan dengan lancar
dan benar. Subjek dengan kemampuan matematika sedang dan rendah masih kesulitan dalam
menghitung karena kedua subjek tersebut belum lancar dalam perkalian, pembagian, penjumlahan,
dan pengurangan matematika. Dalam menjawab pertanyaan, kedua subjek tersebut tidak dapat
menyelesaikan permasalahan yang ada sehingga pada tahap ini belum bisa tercapai indikatornya. Hal
17

tersebut sejalan dengan hasil penelitian Surya (2010) yang menemukan kesalahan dalam jawaban
tertulis siswa dalam mengerjakan soal cerita dengan cara merepresentasikan pada gambar.
PENUTUP
Temuan penelitian ini, didapatkan bahwa subjek dengan kemampuan matematika tinggi dapat
menyelesaikan langkah-langkah visual thinking dengan baik. Ia dapat menyebutkan informasi
(looking) dan memahami pertanyaan yang dimaksud pada soal cerita pecahan ( seeing), dapat
menggambarkan setiap objek dalam soal dan merepresentasikan caranya (imagining), dan dapat
menyelesaikan soal cerita pecahan sesuai aturan yang digunakan pada operasi bentuk pecahan
(showing & telling). Selanjutnya untuk subjek berkemampuan matematika sedang dan rendah sudah
bisa mencari informasi yang berada pada soal cerita pecahan ( looking), dapat memahami pertanyaan
yang dimaksud pada soal cerita pecahan (seeing), dan dapat menggambarkan atau merepresentasikan
soal cerita pecahan (imagining). Pada langkah penyelesaian soal cerita pecahan (showing & telling),
kedua subjek tersebut belum bisa mengerjakan dengan lancar ketika menggunakan bilangan yang sulit
sehingga terdapat kesalahan pada jawaban akhir.
Subjek dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah ketika membaca soal
masih terbilang lamban, banyak kata-kata yang hilang. Subjek dengan kemampuan matematika
sedang dan rendah masih kesulitan dan belum lancar dalam hal menambah, mengurang, membagi,
dan mengalikan angka. Kedua subjek tersebut juga belum lancar dalam menyelesaikan soal pecahan.
Saran bagi peneliti lain, penelitian ini menarik untuk diteliti karena masih banyak siswa yang
mengalami kesulitan dalam merepresentasikan dan menjawab soal cerita matematika. Pilihlah materi
yang lain agar visual thinking dapat terlihat lagi secara mendalam. Bagi siswa, kemampuan visual
thinking perlu diasah lagi sehingga dapat mempermudah dalam menyelesaikan matematika yang
kompleks. Selanjutnya bagi guru, perhatikan konsep yang diberikan kepada siswa apakah sudah
tersampaikan dengan baik dan benar karena banyak siswa yang belum mengerti materi pecahan
namun sudah dianggap bisa dan lanjut pada materi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Solso, dkk. 2007. Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga.
Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Hlm: 83.
Arbayani, Syari. dkk. 2014. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Berbantuan Wingeom untuk
Meningkatkan Kemampuan Visualisasi Siswa di SMA Negeri 1 Pulau Laut Timur. Prosiding
Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema
“Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP Universitas Negeri
Malang.
Archavi A. 2003. The Role of Visual Representations in the learning of mathematics Educational
Studies in Mathematics.
Ariawan, Rezi. 2016. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking Disertai Aktivitas Quick
On The Draw Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Suska Journal of
Mathematics Education Vol. 2, No. 1, Hlm 20 – 30.
Djaelani, Aunu Rofiq. 2013. Teknik Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualitatif Vol. 20, No 1.
Jufriadi, Akhmad dan Hena Dian Ayu. (2014). Meningkatkan Kreativitas dan Pemahaman Pecahan
Melalui Penerapan Strategi Open Ended Problem Bersetting Kooperatif. Seminar Nasional
Penelitian, Universitas Kanjuruhan Malang, Vol. 2, No 1, Hlm 574.
Novrini, P. Siagian, dan E. Surya. 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi
Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Visual Thinking dalam
Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas VIII SMP. Jurnal Paradikma , Vol. 8, No 3, Hlm
84-97.
Presmeg, N. 1986. Visualization and Mathematical Giftedness Educational Studies in Mathematics,
Vol. 17 (3), 297-311.
Scristia. 2013. Visual Thinking Matematis dalam Discovery Learning. Prosiding SNMPM Universitas
Sebelas Maret Vol. 1, Hlm 75-84.
Surya, E. 2010. Visual Thinking dalam Memaksimalkan Pembelajaran Matematika Siswa Dapat
Membangun Karakter Bangsa, Jurnal ABMAS, Media Komunikasi dan Informasi Pengabdian
Kepada Masyarakat, Th 10, No 10.
18

_. 2013. Peningkatan Kemampuan Representasi Visual Thinking pada Pemecahan Masalah Matematis
dan Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kontekstual Universitas
Pendidikan Indonesia .
_.Visual thinking dalam Memaksimalkan Pembelajaran Matematika, op.cit
Wiryanto. 2014. Representasi Siswa Sekolah Dasar dalam Pemahaman Konsep Pecahan (Jurnal
Pendidikan Teknik Elektro) Vol. 03 Hlm 593 – 603.
Jazuli, Akhmad. 2016. Bilangan pecahan, (Online), http://kakajaz.blogspot.co.id diakses tanggal 3
Februari 2016

19

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA KONTEN SHAPE AND SPACE BERDASARKAN MODEL RASCH

69 778 11

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

AN ANALYSIS OF GRAMMATICAL ERRORS IN WRITING DESCRIPTIVE PARAGRAPH MADE BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MALANG

44 306 18

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Kesesuaian konsep islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur

0 86 111