PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA B

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS
PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN
KREATIVITAS SISWA
Arlin Muzdalifah
(140210102104)
Jurusan Pendidikan Fisika
Universitas Jember, Jember, Indonesia
ABSTRAK
Telah dikembangkan suatu model pembelajaran Fisika berbasis problem
solving yang dapat meningkatkan keaktifan dan kreativitas siswa. Model ini
dikembangkan menggunakan metode R and D melalui langkah-langkah 4-D,
yaitu: define, design, develop, and disseminate. Subyek dalam implementasi
model adalah siswa kelas VII SMPN 1 Ambulu tahun ajaran 2014/2015 yang
terdiri dari 60 siswa. Metode yang digunakan dalam implementasi model adalah
kuasi eksperimental dengan desain randomized control group pretest-postest
design. Data keaktifan siswa diperoleh dari lembar observasi, dilengkapi hasil
kreativitas siswa diperoleh dari tes essay dan observasi selama penelitian
berlangsung. Data dianalisis menggunakan uji gain. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pembelajaran Fisika berbasis problem solving dapat meningkatkan
keaktifan dan kreativitas siswa pada topik Suhu, Pemuaian dan Kalor.
Kata Kunci: Model pembelajaran berbasis problem solving, keaktifan,

kreativitas.
ABSTRACT
It has been developed a model of problem solving in learning physics that is
able to improve the activity and creativity of student. This model is developed by
using R and D method passing by the 4-D steps, namely define, design, develop,
and disseminate. The subject in implementing model is seventh grade student of
SMPN 1 Ambulu between 2014 and 2015 consisting of sixty students. The
method used implementing model is quasi experiment with randomized control
group pre-test and post-test design. The data of activity is gained by observation
sheet completed with the creativity of student got by essay test and observation
during research taking place. The data is analyzed by using gain test. The result of
test indicates that problem solving in learning is able to improve the activity and
creativity of student on some topics, namely temperature, expansion and heat.
Keywords: Problem solving based learning model, activity, creativity.
PENDAHULUAN

2

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-undang No. 20 tahun 2003).
Pendidikan dapat mencerminkan kecerdasan serta harkat dan martabat suatu
bangsa. Oleh karena itu, manusia berupaya mengembangkan dirinya melalui
pendidikan sehingga mampu menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi
akibat adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang
sangat pesat. Untuk tampil unggul dalam keadaan yang mudah berubah dan
kompetitif tersebut, diperlukan kemampuan memperoleh, memilih, dan mengolah
informasi, kemampuan untuk dapat berpikir secara kritis, logis, sistematis, dan
kreatif, serta kemampuan untuk bekerja sama secara efektif. Sikap dan cara
berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui model pembelajaran yang dapat
meningkatkan keaktifan dan kreativitas siswa sehingga siswa dapat mengahadapi
dampak sebagai akibat dari perkembangan tersebut.
Adanya mata pelajaran Fisika di sekolah diharapkan setiap siswa mampu
mengembangkan pengetahuan dan konsep-konsep Fisika yang dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mengahasilkan manusia yang mempunyai
kemampuan dan potensi yang dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan
bangsa dan negara (Astra, Umiatin, dan Jannah, 2012: 135-136). Douglas C.
Giancoli (1998) mendefinisikan Fisika sebagai ilmu pengetahuan yang paling

mendasar, karena berhubungan dengan perilaku dan struktur benda. Fisika adalah
bagian ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai peristiwa alam, meliputi
segala sebab dan akibatnya serta aspek terhadap kehidupan manusia.
Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara dengan guru Fisika SMPN
1 Ambulu menunjukkan bahwa keaktifan dan kreativitas siswa dalam proses
belajar Fisika masih rendah. Proses belajar mengajar di kelas cenderung berpusat
pada guru, sehingga siswa memiliki ruang terbatas untuk mengembangkan
kreativitasnya. Penggunaan model pembelajaran konvensional pada setiap
pembelajaran Fisika mengakibatkan siswa kurang aktif karena siswa hanya
menerima apa yang disampaikan oleh guru, akibatnya siswa mudah jenuh kurang
inisiatif, dan bergantung pada guru.
Pembelajaran Fisika adalah sama dengan mengembangkan kemampuan
Problem Solving, dan keberhasilannya diukur dengan sejumlah masalah yang
dipecahkansiswa dengan benar (Bascones, et al., 1985). Fisika adalah mata
pelajaran yang sukar bagi siswa (Osborne, Simon, dan Colins, 2003). Kebanyakan
siswa dapat dengan mudah menerima pengetahuan tentang Fisika, tetapi sukar
mengaplikasikan pengetahuan secara fleksibel dalam memecahkan masalah
(Larkin dan Reif, 1979). Hal tersebut menjadi kesulitan yang berkembang dalam
Problem Solving Fisika, sehingga saat ini telah ada metode umum yang efektif
untuk pembelajaran Fisika dengan model Problem Solving (Mestre, et al., 1996).

Berdasarkan hasil penelitian pengembangan yang telah dilakukan, model
pembelajaran problem solving untuk pembelajaran Fisika dilaksanakan dengan
lima langkah pembelajaran, yaitu: (1) pemahaman masalah (2) menampilkan
masalah secara Fisika (3) merencanakan strategi pemecahan, (4) menjalankan
rencana, dan (5) evaluasi dan perluasan terhadap hasil pemecahan (Warimun,
2012).

3

Pada penelitian sebelumnya, pengembangan model pembelajaran Fisika
berbasis problem solving dapat meningkatkan kemampuan metakognisi dan
pemahaman siswa (Mariati, 2012). Model tersebut menuntut siswa untuk dapat
memecahkan masalah Fisika secara kolaboratif sehingga siswa di dorong untuk
mengumpulkan dan mengolah data yang relevan dengan masalah, bekerja sama
antar anggota kelompok, membuat keputusan yang bijak, serta
mengkomunikasikan hasil yang diperolehnya. Dalam proses tersebut, siswa akan
didorong untuk aktif dan berpikir kreatif. Oleh karena itu, peneliti mencermati
pentingnya keaktifan dan kreativitas belajar siswa dalam Fisika dengan
mengembangkan model pembelajaran Fisika berbasis problem solving untuk
meningkatkan keaktifan dan kreativitas siswa kelas VII SMPN 1 Ambulu pada

topik Suhu, Pemuaian dan Kalor. Proses Problem Solving dalam konteks ini
dilakukan melalui penyelidikan berbasis eksperimen dan masalah yang disajikan
berupa masalah kontekstual.
METODE
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 1 Ambulu tahun ajaran
2014/2015 yang terdiri dari 60 siswa. Metode yang digunakan dalam pengembangan model pembelajaran Fisika berbasis Problem Solving adalah R and D
(research and development) melalui langkah-langkah 4-D, yaitu: define, design,
develop and disseminate (Thiagarajan, et al., 1974). Perancangan model
pembelajaran Fisika berbasis Problem Solving (MPF-BPS) menggunakan metode
studi literatur dan studi lapangan. Sedangkan pengembangan MPF-BPS
menggunakan validasi pakar, uji coba terbatas, dan uji coba skala luas. Dalam
penerapan MPF-BPS menggunakan kuasi eksperimen dengan desain penelitian,
yaitu randomized pretest-posttest control group design (Mariati, 2012: 154).
Sintaks MPF-BPS yang berhasil dikembangkan diadaptasi dari Arends
(2004). Adapun fase-fase model pembelajaran berbasis masalah ini, yaitu:
mengorientasikan siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar,
membimbing penyelididkan individual dan kelompok, mengembangkan dan
menyajikan hasil penyelidikan, dan penguatan dan penyelidikan.
Aspek keaktifan diperoleh melalui lembar observasi hasil pengamatan
selama proses pembelajaran. Data dianalisis menggunakan analisis lembar

observasi. Untuk memperoleh data keaktifan siswa digunakan persamaan:
∑ skor yang diperole h x 100
Nilai=
∑ skor maksimal
(Depdiknas, 2003).
Kemampuan keaktifan dibedakan menjadi 4 kategori:
81,25 ¿ x ≤ 100 = kategori sangat aktif
62,50 ¿ x ≤ 81,25 = kategori aktif
43,75 ¿ x ≤ 62,50 = kategori kurang aktif
25,00 ¿ x ≤ 43,75 = kategori sangat kurang aktif
dengan x adalah nilai yang diperoleh (TIM peneliti program pasca sarjana UNY
2003-2004). Untuk mengetahui peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran
Fisika digunakan uji gain sebagai berikut:

4

X́ ak h ir − X́ awal
100 − X́ awal
(Wiyanto, 2008).
Keterangan :

g > 0,7% = Peningkatan tinggi
0, 3 % ≤ g ≤ 0.7% = Peningkatan sedang
g < 0,3 % = Peningkatan rendah
Data hasil kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran Fisika
diolah menggunakan persamaan sebagai berikut:
∑ skor yang diperole h x 100
Nilai=
∑ skor maksimal
(Arikunto, 2007).
Kemampuan berpikir kreatif dibedakan menjadi tiga kriteria:
68% - 100% = kreatif
67% - 33% = cukup kreatif
< 33% = kurang kreatif
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam
pembelajaran Fisika digunakan uji gain:
S −S
⟨ g ⟩= post pre
100 −S pre
(Wiyanto, 2008).


⟨ g ⟩=

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian yang dilakukan di SMPN 1 Ambulu, populasi terjangkau
berasal dari kelas VII yang terdiri dari delapan kelas. Dari populasi terjangkau
diambil dua sampel. Oleh karena itu, diperlukan analisis terhadap keaktifan dan
kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum diberikan perlakuan. Dari delapan
kelas, kelas VII C dipilih sebagai kelas eksperimen dan kelas VII E sebagai kelas
kontrol. Masing-masing kelas terdiri dari 30 siswa. Keaktifan dan kreativitas
siswa dinyatakan oleh % gain pada topik Suhu, Pemuaian dan Kalor.
Data keaktifan siswa dalam pembelajaran Fisika pada topik Suhu,
Pemuaian, dan Kalor di tunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Fisika pada
topik Suhu, Pemuaian, dan Kalor.
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
No
.
1


Aspek Keaktifan
Aktif dalam
pembelajaran di
kelas:
a. Bertanya
b. Menanggapi
c. Menulis

Rerata Rerata
Tes
Tes
Awal Akhir

54,75
55
78,25

70,25
65,75
85,25


gain
(%)

Rerata Rerata
Kategori
Tes
Tes
Awal Akhir

gain
(%)

Kategori

0,3
0,2
0,3

Sedang

Rendah
Sedang

0,5
0,5
0,5

Sedang
Sedang
Sedang

50,75
60,25
78,65

75,15
79,75
89,75

5

rangkuman

2

Aktif dalam kegiatan
percobaan:
a. Melakukan
percobaan
b. Menjawab
pertanyaan
c. Cara mengukur

74,35

88,25

0,5

Sedang

75

90

0,6

70

80,75

0,4

Sedang

72,35

88,75

0,6

70,65

80,25

0,3

Sedang

73

88

0,5

65

0,2

Rendah

60,25

78,85

0,5

Aktif dalam kegiatan
presentasi:
a. Mengemukakan
pendapat dengan
58,25
3 baik
b. Menyimak
presentasi kelompok
56,75
lain
56,65
c. Menyimpulkan
Keterangan: Skor maksimum = 100

Sedang
Sedang
Sedang

Sedang
66,25
70

0,2
0,3

Rendah
Sedang

52,35
58,65

70,25
74,35

0,4
0,4

Persentase peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran Fisika pada
topik Suhu, Pemuaian, dan Kalor ditunjukkan pada Tabel 1. Perbandingan
persentase peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran Fisika (% gain) pada
topik Suhu, Pemuaian, dan Kalor untuk tiap aspek keaktifan yang dicapai kelas
kontrol berturut-turut sebesar 0,3%; 0,2%; 0,3%; 0,5%; 0,4%; 0,3%; 0,2%; 0,2%;
dan 0,3%, sedangkan persentase peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran
Fisika (% gain) pada topik Suhu, Pemuaian, dan Kalor untuk tiap aspek keaktifan
yang dicapai kelas eksperimen berturut-turut sebesar 0,5%; 0,5%; 0,5%; 0,6%;
0,6%; 0,5%; 0,5%; 0,4%; dan 0,4%. Dari hasil tersebut, tampak bahwa kelas
eksperimen mencapai kategori sedang untuk semua aspek keaktifan.
Berdasarkan Tabel 1, persentase peningkatan keaktifan siswa dalam
pembelajaran Fisika (% gain) pada topik Suhu, Pemuaian, dan Kalor paling tinggi
yang dicapai kelas eksperimen adalah aspek melakukan percobaan 0,6% dan
menjawab pertanyaan 0,6%. Pada Tabel 1 tampak bahwa persentase peningkatan
keaktifan siswa dalam pembelajaran Fisika pada kelas eksperimen lebih tinggi
dibandingkan dengan persentase peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran
Fisika pada kelas kontrol. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa penerapan
MPF-BPS pada topik Suhu, Pemuaian, dan Kalor lebih efektif meningkatkan
setiap aspek keaktifan siswa dalam pembelajaran Fisika dibandingkan dengan
penggunaan model pembelajaran konvensional.
Keaktifan siswa dalam pembelajaran Fisika dapat dikembangkan melalui
penerapan MPF-BPS karena siswa didorong untuk tanggap terhadap
permasalahan yang diberikan oleh guru. Siswa di dorong untuk memecahkan
permasalahan tersebut dan dapat menyampaiakan pendapatnya di kelas dengan
baik. Melalui proses Problem Solving, lebih mudah mendorong siswa untuk
bertanya karena siswa memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi terutama pada
usia-usia remaja.

Sedang
Sedang

6

Penerapan MPF-BPS menuntut siswa untuk memecahkan masalah secara
kelompok sehingga siswa harus mampu bekerja sama antar anggota kelompok dan
mengemukakan ide/gagasannya dalam kelompok tersebut. Karena dalam proses
Problem Solving pada konteks ini dilakukan melalui penyelidikan berbasis
eksperimen dan masalah yang disajikan berupa masalah kontekstual, oleh karena
itu siswa ditantang dan didorong untuk mampu merancang eksperimen yang akan
dilakukan, memilih data/informasi yang relevan dengan masalah, memilih alat
yang tepat dan efisien, mampu menggunakan alat sesuai dengan kegunaan dan
memperhatikan keselamatan kerja, mampu menyimpulkan hasil eksperimen
sesuai dengan tujuan percobaan. Kemudian, setelah melakukan percobaan, siswa
dapat mengkomunikasikan hasil diskusinya menggunakan bahasa yang baik dan
benar. Di samping itu, siswa lainnya dapat menanggapi hasil diskusi dari
kelompok lain.
Berdasarkan proses penerapan MPF-BPS tersebut, siswa lebih aktif
melakukan kegiatan belajar daripada guru sehingga dalam konteks ini keaktifan
siswa dapat ditingkatkan. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian yang
tertera pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa nilai persentase peningkatan
keaktifan siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan
persentase peningkatan keaktifan siswa pada kelas kontrol.
Penerapan MPF-BPS juga dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam
pembelajaran Fisika. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang tertera
pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Penilaian Kreativitas Siswa dalam Pembelajaran Fisika pada
topik Suhu, Pemuaian, dan Kalor.
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
Aspek
Rerata Rerata
Rerata Rerata
No.
Penilaian
gain
gain
Tes
Tes
Kategori
Tes
Tes
Kategori
Kreativitas
(%)
(%)
Awal Akhir
Awal Akhir
Berpikir
1 lancar
50,75 59,95 0,2
Rendah 60,75 80,25 0,5
Sedang
Berpikir
2 luwes
49,75
63 0,3
Sedang
57,95 79,75 0,5
Sedang
3 Orisinal
55,25
70 0,3
Sedang
58 79,45 0,5
Sedang
4 Elaborasi
52,75 60,75 0,2
Rendah 60,25
78 0,4
Sedang
5 Evaluasi
57,35
72 0,3
Sedang
62 80,45 0,5
Sedang
Keteranga: Skor maksimum = 100
Persentase peningkatan kreativitas siswa dalam pembelajaran Fisika pada
topik Suhu, Pemuaian, dan Kalor ditunjukkan pada Tabel 2. Perbandingan
persentase peningkatan kreativitas siswa dalam pembelajaran Fisika (% gain)
pada topik Suhu, Pemuaian, dan Kalor yang dicapai kelas kontrol berturut-turut
sebesar 0,2%; 0,3%; 0,3%; 0,2%; dan 0,3%, sedangkan persentase peningkatan
kreativitas siswa dalam pembelajaran Fisika (% gain) pada topik Suhu, Pemuaian,
dan Kalor yang dicapai kelas eksperimen berturut-turut sebesar 0,5%; 0,5%;
0,5%; 0,4%; dan 0,5%. Dari hasil tersebut, tampak bahwa kelas eksperimen
mencapai kategori sedang untuk semua aspek kreativitas.

7

Berdasarkan Tabel 2, persentase peningkatan kreativitas siswa dalam
pembelajaran Fisika (% gain) pada topik Suhu, Pemuaian, dan Kalor paling tinggi
yang dicapai kelas eksperimen adalah aspek berpikir lancar, berpikir luwes,
orisinal, dan evaluasi yang masing-masing memperoleh persentase sebesar 0,5%.
Pada Tabel 2 tampak bahwa persentase peningkatan kreativitas siswa dalam
pembelajaran Fisika pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan
persentase peningkatan kreativitas siswa dalam pembelajaran Fisika pada kelas
kontrol. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa penerapan MPF-BPS pada topik
Suhu, Pemuaian, dan Kalor lebih efektif meningkatkan kreativitas siswa dalam
pembelajaran Fisika dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran
konvensional.
Kreativitas siswa dalam pembelajaran Fisika dapat dikembangkan melalui
penerapan MPF-BPS karena dalam memecahkan masalah siswa didorong untuk
menghasilkan berbagai variasi gagasan, jawaban dari pertanyaan dan dapat
menyampaikan gagasan dan jawaban tersebut secara lancar. Siswa juga ditantang
dan didorong untuk mampu menemukan penyelesaian masalah dengan cara yang
baru dan unik (kemampuan berpikir orisinal) setelah membaca atau mendengan
gagasan-gagasan dari guru maupun dari siswa lainnya. Selain itu, dala
memecahkan masalah siswa harus mampu memperkaya dan mengembangkan
ide/gagasannya serta dapat mempertimbangkan ide/gagasannya.
PENUTUP
Telah dikembangkan model pembelajaran Fisika yang cocok dengan
karakteristik ilmu fisika, yang diberi nama model pembelajaran Fisika berbasis
Problem Solving. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan model
pembelajaran Fisika berbasis Problem Solving dapat meningkatkan persentase
keaktifan dan kreativitas siswa pada topik Suhu, Pemuaian, dan Kalor dalam
kategori sedang. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran Fisika berbasis Problem Solving lebih efektif
meningkatkan keaktifan dan kreativitas siswa dibandingkan model pembelajaran
konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R. I. 2004. Learning to Teach 5th Ed. Boston: McGrawHill.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Astra, I. M., Umiatin, & Jannah, M. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran
Problem Posing Tipe Pre-Solution Posing terhadap Hasil Belajar Fisika
dan Karakter Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 8: 135-143.
Bascones, J., Novak, V. & Novak, J. D. 1985. Alternative Instructional Systems
and The Development of Problem-Solving Skills in Physics. European
Journal of Science Education, 7(3): 213-261.
Depdikbud. 2003. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Semarang: Aneka Ilmu.
Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian.
Depdiknas.

8

Giancoli, Douglas C. 1998. Fisika Jilid 1 Edisi Kelima. Terjemahan oleh Yuhilza
Hanum. 2001. Jakarta: Erlangga.
Larkin, J. H. & Reif, F. 1979. Understanding and Teaching Problem-Solving in
Physics. European Journal of Science Education, 1(2): 191-203.
Mariati, P. S. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Berbasis
Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi dan
Pemahaman Konsep Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 8:
152-160.
Mestre, J. P., Dufresne, R. J., Gerace, W. J., Hardiman, P. T. & Tonger, J. S. 1996.
Promoting Skilled Problem-Solving Behavior Among Beginning Physics
Students. Journal of Research in Science Teaching, 30: 303-317.
Osborne, J., Simon, S. & Colins, S. 2003. Attitudes Towards Science: A review of
the Literature and its Implications. International Journal of Science
Education, 25(9): 1049-1080.
Thiagarajan, S., Semmel, D. S. & Semmel, M. 1974. Instructional Development
for Trainning Teachers of Exceptional Children. Source Book. Bloominton:
Center for Innovation on Teaching the Handicapped.
Tim Peneliti Progam Pasca Sarjana UNY. 2003. Penyususnan Instrument dan
Penilaian. Yogyakarta: UNY.
Warimun, E. S. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran Problem-Solving
melalui Pembelajaran Topik Optika pada Mahasiswa Pendidikan Fisika.
Prosiding Seminar Nasional Fisika di Jurusan Fisika FMIPA UNSRI
Palembang pada tanggal 4 Juli 2012. ISBN (13) 978-979-19544-9.
Wiyanto. 2008. Menyiapkan Guru Sains Mengembangkan Kompetensi
Laboratorium. Semarang: UNNES Press.