Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Menjadi Perantara Dalam Menyerahkan Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862 Pid.Sus 2015 PN.MDN)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus narkotika di Indonesia sedang berada di level yang sangat
mengkhawatirkan. Sebagaimana kita ketahui juga penggunaan narkotika ini juga
memiliki dampak yang dapat merusak generasi muda Indonesia dan merusak
keadaan ekonomi negara karena transaksinya diketahui besar dan berasal dari luar
negeri bahkan terkadang melibatkan pihak-pihak penguasa yang ikut ambil bagian
dari hasil yang sudah bisa diperkirakan mencapai jutaan bahkan ratusan juta
rupiah. 4
Istilah narkotika ini juga tidak asing lagi bagi masyarakat karena diketahui
sudah begitu banyak media elektronik dan media cetak yang memberitakan
mengenai penggunaan narkotika dan bagaimana akibat dari penggunaannya juga
tidak jarang diberitakan bagaimana zat terlarang tersebut bisa beredar di kalangan
masyarakat. 5
Masalah penyalahgunaan narkotika mempunyai tingkat bahaya yang
kompleks. Penggunaan narkotika dapat merusak pola kehidupan keluarga,
masyarakat bahkan kehidupan anak remaja baik di sekolah maupun dibangku
perkuliahan yang mengancam kelangsungan hidup generasi zaman sekarang serta
masa depan mereka dan masa depan bangsa. Di zaman sekarang ini, narkotika
merupakan musuh terbesar negara karena penggunaannya yang tidak mengenal

4

Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta : Penerbit Djambatan, 2007),
cetakan ketiga, hlm. 2.
5
AR. Sujono, Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang No. 35 Tahun
2009 tentang Narkotika, (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), cetakan pertama, hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara

usia baik tua maupun muda. Namun, usia muda dianggap paling rentan dan
strategis oleh pedagang gelap narkotika.
Narkotika dan psikotropika adalah zat yang digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu kesehatan. Penggunaan kedua zat
tersebut harus sepengetahuan dokter atau pihak yang berwenang, sebab efek
setelah mengkonsumsinya bisa membuat orang ketagihan. Tetapi penggunaan zat
ini sudah diluar batas. Angka orang yang ketagihan zat narkotika ini pun sudah
sangat meningkat. Permintaan terhadap narkoba di pasar gelap pun sudah semakin
besar pula. Bahkan tidak jarang orang menjual jasanya untuk menjadi perantara
(kurir) untuk mengahantarkan zat terlarang tersebut sampai ke tangan si

pemesan. 6 Kasus sebagai perantara narkotika inilah yang akan penulis bahas
dibab-bab berikutnya.
Dalam pemberitaan media massa, seringkali terdengar bagaimana orang
yang menggunakan narkotika ditemukan sudah meregang nyawa dalam
penggunaan dosisnya yang berlebihan (over dosis). Terdengar pula bagaimana
seorang anak tega menghabisi nyawa orang tuanya hanya karena tidak diberi uang
padahal sang orang tua mungkin tidak menyadari kalau si anak adalah pecandu
narkotika. Sungguh sebuah pengaruh luar biasa dari bahaya penggunaan narkotika
yang perlu untuk ditanggulangi lebih komprehensif. 7
Keberadaan Undang-Undang Narkotika yaitu Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan perubahan dengan amandemen
dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, merupakan suatu
6
7

Gatot Supramono, Op.cit., hlm. XIV
AR. Sujono, Bony Daniel, Op.cit., hlm.2

Universitas Sumatera Utara


upaya politik hukum pemerintah Indonesia dalam penanggulangan tindak pidana
narkotika. Pembentukan Undang-Undang diharapkan dapat menanggulangi
peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dengan menggunakan sarana
hukum pidana / penal. 8
Situasi ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan melalui hukum
menjadi salah satu titik problem yang harus segera ditangani dan negara harus
sudah memiliki kertas biru atau blue print untuk dapat mewujudkan seperti apa
yang dicita-citakan pendiri bangsa ini, namun mental dan moral yang merusak
serta sikap mengabaikan atau tidak hormat terhadap sistem hukum dan tujuan
hukum dari pada bangsa Indonesia yang memiliki tatanan hukum yang baik,
sebagai gambaran bahwa penegakan hukum merupakan karakter atau jati diri
bangsa Indonesia sesuai apa yang terkandung dalam isi dari Pancasila dan
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 9
Artidjo Alkostar sebagai Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung
RI mengungkapkan bahwa penegakan hukum merupakan kewibawaan suatu
negara. Apabila penegakan hukum di suatu negara tidak bisa diciptakan maka
kewibawaan negara tersebut pun runtuh. 10
Dunia hukum di Indonesia tengah mendapat sorotan yang amat tajam dari
seluruh lapisan masyarakat, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari
sekian banyak bidang hukum, dapat dikatakan bahwa hukum pidana menempati

peringkat pertama yang bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan yang luar
8

H. Siswanto. S, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 tahun
2009, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), hlm. 60
9
http://randyrinaldi.blogspot.co.id/2013/11/bagaimana-kondisi-hukum-danpenegakan.html, diakses pada 9 April 2016.
10
Loc.cit

Universitas Sumatera Utara

biasa dibandingkan dengan bidang hukum lainnya. Bidang hukum pidana
merupakan bidang hukum yang paling mudah untuk dijadikan indikator apakah
reformasi hukum yang dijalankan di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau
belum. 11
Kondisi hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada
pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakan hukum,
kesadaran hukum, kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan
dengan proses berlangsungnya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai

peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di
Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di Indonesia
itu dapat dibeli, yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang
banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Ada
pengakuan di masyarakat bahwa karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak
hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakan hukum secara
menyeluruh dan adil. Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas
belaka tetapi juga dipermainkan seperti barang dagangan. Hukum yang
seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat, telah berubah menjadi
semacam mesin pembunuh karena didorong oleh perangkat hukum yang moratmarit. 12
Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang
hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi

11

Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum, (Yogyakarta : Genta Publishing, 2009), cetakan
kedua, hlm. vii.
12
http://randyrinaldi.blogspot.co.id/2013/11/bagaimana-kondisi-hukum-danpenegakan.html, diakses pada 9 April 2016


Universitas Sumatera Utara

masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari
golongan

sasaran

(masyarakat),

disamping

mampu

membawakan

atau

menjalankan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Selain itu, maka golongan
panutan harus dapat memanfaatkan unsur-unsur pola tradisional tertentu, sehingga
menggairahkan partispasi dari golongan sasaran atau masyarakat luas. Golongan

panutan juga harus dapat memilih waktu dan lingkungan yang tepat di dalam
memperkenalkan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang baru serta
memberikan keteladanan yang baik. 13
Penegak hukum juga harus melakukan tindakan ketat di dalam wilayah
Indonesia. Dari studi kasus yang penulis lakukan, penulis mengambil kasus yang
dilakukan oleh Kepolisian Resor Kota Medan, yaitu mengenai penangkapan kurir
itu sendiri. Terdakwa Muliadi alias Mulia, warga Dusun Blang Raya, Aceh,
diadili Pengadilan Negeri Medan, dengan dakwaan kepemilikan 96 gram
Narkotika jenis sabu sesuai dengan 112 dan 114 Undang-Undang tentang
Narkotika. Menurut Kelly Wahyudi saksi 1 dari Polresta Medan, terdakwa disuruh
temannya yaitu Marzuki Hamid untuk memesan Narkotika sebanyak 100 gram
kepada teman yang lain bernama Naja dan kemudian Terdakwa disuruh oleh
Marzuki Hamid ke Jalan Gajah Mada untuk bertemu Naja yang kemudian
menyerahkan narkotika tersebut untuk diserahkan lagi kepada Marzuki Hamid di
Jalan Asrama Pondok Kelapa Kelurahan Sei Sikambing C-II Kecamatan Medan
Helvetia Kota Medan tepatnya di Hotel Antara II Kamar 208, dimana pada saat itu
saksi Kelly Wahyudi dan 4 anggota Polresta Medan lainnya sudah berada disitu

13


Satjipto Rahardjo, Op.cit., hlm. 10.

Universitas Sumatera Utara

untuk melakukan penangkapan Terdakwa karena sedang melakukan jebakan
dimana sebelumnya saksi Marzuki Hamid telah lebih dahulu ditangkap dan atas
informasi Marzuki Hamid bahwa Narkotika yang diperolehnya adalah dari
Terdakwa sehingga saksi Kelly Wahyudi menyuruh saksi Marzuki Hamid untuk
kembali memesan Narkotika jenis sabu kepada Terdakwa.
Terdakwa kemudian di hukum penjara 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar
Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dalam Persidangan di Pengadilan Negeri
(PN) Medan, pada Hari Kamis tanggal 17 September 2015. Dalam amar
putusannya, majelis hakim yang diketuai Supomo mengatakan, bahwa Terdakwa
Muliadi alias Mulia telah terbukti melakukan perbuatan tanpa hak menjadi
perantara dalam jual beli narkotika golongan I bukan tanaman yang beratnya
melebihi 5 gram sesuai Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika.
Bahwa sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Terdakwa
Muliadi alias Mulia warga Dusun Blang raya Desa Teupin Breuh Aceh Timur,
umur 31 tahun, berjenis kelamin laki-laki, hukuman 9 (sembilan) tahun penjara

potong masa tahanan yang telah dijalani dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,(satu milyar rupiah) subsidair 3 bulan.
Sesuai dengan kasus diatas, peredaran narkotika sudah meluas bahkan
hampir ke pelosok negeri, hal ini tidak terlepas dari peran kurir itu sendiri. Berarti,
kurir sangat dibutuhkan oleh para gembong narkoba untuk melancarkan bisnis
pemasokan barang haramnya.

Universitas Sumatera Utara

Dari uraian latar belakang diatas, sebagaimana yang telah penulis
paparkan, maka faktor inilah yang telah melatarbelakangi penulis untuk
mengangkatnya menjadi topik pembahasan dalam penulisan skripsi dengan judul
“Penegakan

Hukum

Terhadap

Tindak

Pidana


Menjadi

Perantara

Menyerahkan Narkotika (Studi Putusan No. 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dapat dirumuskan berbagai masalah yang berhubungan dengan penegakan
hukum terhadap narkotika di Indonesia, yang diajukan sebagai pokok kajian
penulisan skripsi ini penulis rumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan Perundang-Undangan Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika di Indonesia?
2. Bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana yang menjadi
perantara dalam menyerahkan narkotika berdasarkan Undang-Undang
Nomor35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Studi Putusan Pengadilan
Negeri Medan no. 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN) ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk


mengetahui

dan

mengkaji

efek

yuridis

tindak

pidana

penyalahgunaan Narkotika di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika dari sudut pandang Hukum Pidana.
2. Untuk mengetahui penerapan Undang-Undang Nomor 35 tentang
Narkotika terhadap tindak pidana menjadi perantara dalam menyerahkan

Universitas Sumatera Utara

Narkotika (Analisis putusan PN Medan No. 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN)
dan memberi pengetahuan kepada masyarakat terhadap resiko yang sangat
tinggi walaupun hanya sebatas melakukan pekerjaan menjadi perantara
(kurir) narkoba dan tidak terbukti juga, semasa tugasnya menggunakan
narkotika.
Penulisan skripsi ini juga penulis berharap dapat bermanfaat :
1. Secara Teoritis
Penelitian terhadap kasus ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk
peraturan lain yang ada hubungannya dengan tindak pidana narkotika yang
dilakukan oleh kurir dan bahaya penyalahgunaannya.
Hasil penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
serta perbendaharaan koleksi karya ilmiah dan memberikan kontribusi yang
memfokuskan terhadap peredaran atau penyaluran narkotika yang secara gelap
di pasaran. Dan diharapkan agar dapat membuka pikiran pada mahasiswa yang
membaca skripsi ini untuk tidak mendekatkan diri kepada barang terlarang ini.
2. Secara Praktis
a. Hasil dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi kontribusi
pemikiran membantu para penegak hukum untuk upaya penanggulangan
dan pemberantasan kasus-kasus narkotika yang semakin marak, dengan
demikian

meningkatkan

profesonalisme

aparat

dalam

tugas

&

wewenangnya khususnya dalam peredaran narkotika.
b. Penulisan ini juga diharapkan memberikan masukan kepada para pelaksana
hukum di bidang Hukum Pidana, khususnya mengenai bentuk perbuatan

Universitas Sumatera Utara

tindak pidana narkotika, sanksi pidana terhadap tindak pidana narkotika
dan subjek hukum pelaku tindak pidana narkotika.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi yang berjudul
Menjadi

Perantara

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana

Menyerahkam

Narkotika

(Studi

Putusan

No.

1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN) adalah benar karya penulis. Sehubungan dengan
keaslian judul skripsi, Penulis telah melakukan pengecekkan pada perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada tanggal 1 Maret 2016 untuk
membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Bila ternyata di kemudian hari ditemukan skripsi yang sama sebelum
skripsi ini dibuat, Penulis siap bertanggung jawab sepenuhnya untuk diuji. Penulis
menyusun skripsi ini berdasarkan referensi peraturan perundang-undangan, bukubuku, media cetak maupun media elektronik.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan adalah proses, cara, perbuatan, menegakkan. 14 Selain itu
hukum memiliki beberapa pengertian atau definisi dari hukum, antara lain:
Hukum adalah 15:
1. Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan
oleh penguasa atau pemerintah;
2. Undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat;
14

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2005: 1155
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2005: 410

15

Universitas Sumatera Utara

3. Patokan (kaidah,ketentuan) mengenai peristiwa (alam, dsb) yang tertentu;
4. Keputusan (pertimbangan) yang diterapkan oleh hakim (di pengadilan); vonis.
Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai,
ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Penegakan hukum
bukanlah merupakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri, melainkan mempunyai
hubungan timbal-balik yang erat dengan masyarakatnya. 16
Hukum dibuat untuk dilaksanakan. Hukum tidak dapat lagi disebut hukum
apabila tidak pernah dilaksanakan. Oleh karena itu, hukum dapat disebut
konsisten dengan pengertian hukum sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan. Di
dalam kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan hukum terkandung tindakantindakan yang harus dilakukan, seperti penegakan hukum. Hukum dalam
wujudnya sebagai peraturan, jelas tidak dapat melakukan semuanya. Disinilah
masuknya peranan para penegak hukum yang tidak lain adalah manusia-manusia.
Beberapa permasalahan mengenai penegakan hukum, tentunya tidak dapat
terlepas dari kenyataan, bahwa berfungsinya hukum sangatlah tergantung pada
hubungan yang serasi antara hukum itu sendiri, penegak hukum, fasilitasnya dan
masyarakat yang diaturnya. Kepincangan pada salah satu unsur, tidak menutup
kemungkinan akan mengakibatkan bahwa seluruh sistem akan terkena pengaruh
negatifnya. Misalnya, kalau hukum tertulis yang mengatur suatu bidang
kehidupan tertentu dan bidang-bidang lainnya yang berkaitan berada dalam
kepincangan. Maka seluruh lapisan masyarakat akan merasakan akibat pahitnya.

16

Satjipto Rahardjo, Op.cit., hlm. 12

Universitas Sumatera Utara

Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, penegakan-penegakan hukum
dilakukan melalui manusia. Atas dasar penglihatan tersebut, manusia yang
menjalankan penegakan hukum benar-benar menempati kedudukan yang penting
dan menentukan. Apa yang dikatakan dan dijanjikan oleh hukum, pada akhirnya
akan menjadi kenyataan melalui tangan orang-orang tersebut. Apabila kita melihat
segala sesuatu dari pandangan tersebut, maka menjadi relevan untuk berbicara
mengenai berbagai faktor yang memberikan pengaruh terhadap para penegak
hukum.
Indonesia adalah negara hukum yang senantiasa mengutamakan hukum
sebagai landasan dalam seluruh aktivitas negara dan masyarakat. Komitmen
Indonesia sebagai negara hukum pun selalu dan hanya dinyatakan secara tertulis
dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang 1945 hasil amandemen. Dimanapun juga,
sebuah Negara menginginkan negaranya memiliki penegak-penegak hukum dan
hukum yang adil dan tegas dan bukan tebang pilih.Tidak ada sebuah sabotase,
diskriminasi dan pengistimewaan dalam menangani setiap kasus hukum baik
Pidana maupun Perdata. Seperti istilah di atas, ‘Runcing Kebawah Tumpul
Keatas’ itulah istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi penegakan hukum
di Indonesia. 17
Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia
hukum di peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan
merupakan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini.
Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil, seperti anak

17

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

dibawah umur saudara Hamdani yang mencuri sandal jepit bolong milik
perusahaan dimana ia bekerja di Tangerang, Nenek Minah yang mengambil tiga
butir kakao di Purbalingga, serta Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua
biji semangka langsung ditangkap dan dihukum seberat beratnya. Sedangkan
seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik
negara dapat bebas berkeliaran dengan bebasnya. Berbeda halnya dengan kasuskasus yang hukum dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki
kekusaan, jabatan dan nama. Proses hukum yang dijalankan begitu berbelit-belit
dan terkesan menunda-nunda. Seakan-akan masyarakat selalu disuguhkan
sandiwara dari tokoh-tokoh negara tersebut. Tidak ada keputusan yang begitu
nyata. Contohnya saja kasus Gayus Tambunan, pegawai Ditjen Pajak Golongan
III menjadi miliyarder dadakan yang diperkirakan korupsi sebesar 28 miliar, tetapi
hanya dikenai 6 tahun penjara, kasus Bank Century dan yang masih hangat saat
ini Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akhil Mochtar ditangkap dalam Operasi
Tangkap Tangan. Dalam operasi itu, KPK telah menyita uang dollar Singapura
senilai Rp 3 miliar yang menunjukkan penegakan hukum di bangsa Indonesia
dalam kondisi awas, hampir semua kasus diatas prosesnya sampai saat ini belum
mencapai keputusan yang jelas. Padahal semua kasus tersebut begitu merugikan
negara dan masyarakat kita. 18
Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang dapat
digolongkan sebagai sesuatu yang abstrak termasuk ide tentang keadilan,
kepastian hukum dan kemanfaatan sosial. Apabila berbicara tentang penegakan
18

http://indrioktasmpbodhist.blogspot.co.id/2015/10/kondisi-hukum-dan-penegakanhukum-di.html, diakses pada 3 Mei 2016

Universitas Sumatera Utara

hukum, maka pada hakekatnya berbicara tentang penegakan ide-ide serta konsepkonsep yang merupakan abstrak tersebut.
Menurut Prof. Eddy Hiariej, ada empat faktor yang harus dimiliki untuk
menegakan hukum yaitu undang-undang, profesionalisme penegak hukum, sarana
dan prasarana hukum serta budaya hukum masyarakat. Parahnya, keempat hal
tersebut belum dimiliki oleh Indonesia. 19
Dirumuskan secara lain, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk
mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide
tersebut merupakan hakekat dari penegakan hukum. 20
2. Pengertian Tindak Pidana
Perbuatan tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk yaitu
kejahatan dan pelanggaran, sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu
yang terdapat dalam buku II dan buku III yang memuat perincian berbagai jenis
tindak pidana. Tujuannya adalah guna melindungi kepentingan hukum yang
dilanggar, kepentingan hukum pada dasarnya dapat dirinci dalam 3 (tiga) jenis :
1. Kepentingan hukum perorangan
2. Kepentingan hukum masyarakat
3. Kepentingan hukum negara. 21

19

http://www.umy.ac.id/penegakan-hukum-di-indonesia-antara-cita-dan-fakta.html,
diakses pada 15 Maret 2016)
20
Satjipto Rahardjo, Op.cit., hlm.12
21
Moh. Taufik Makarao, Suhasril dan H. Moh. Zakky, Tindak Pidana Narkotika,
(Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), cetakan pertama, hlm. 41

Universitas Sumatera Utara

Untuk memahami rumusan hukum dari setiap tindak kejahatan dan
pelanggaran, perlu diketahui asas-asas hukum pidana, beberapa asas penting
adalah sebagai berikut 22 :
1. Tindak Pidana mempunyai 2 (dua) sifat :
a. Formil
Dalam tindak pidana ini yang diancam dengan hukuman oleh
undang-undang adalah perbuatannya.
b. Materil
Dalam tindak pidana ini yang diancam adalah akibatnya.
2. Tindak Pidana mempunyai 2 (dua) unsur :
a. Obyektif
Unsur ini terdiri atas suatu perbuatan atau suatu akibat.
b. Subyek
Unsur ini adalah suatu kehendak atau tujuan yang ada dalam jiwa
pelaku, yang dirumuskan dengan istilah sengaja, niat dan maksud.
3. Tindak Pidana terdiri atas
a. Tindak pidana dolus atau yang dilakukan dengan sengaja
b. Tindak pidana kulpa atau yang dilakukan tanpa sengaja
4. Tindak Pidana mempunyai 3 (tiga) bentuk
a. Pokok, dimana semua unsur dari tindak pidana dirumuskan
b. Gekwalifikasir, disebutkan nama kejahatan disertai dengan
unsur pemberatan, misalnya pembunuhan yang direncanakan
lebih dahulu.
22

Ibid. hlm. 42

Universitas Sumatera Utara

c. Geprivilegeerd, hanya dicantumkan nama kejahatannya yang
disertai unsur peringanan.
3. Pengertian Tindak Pidana Perantara Narkotika
Peredaran narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
penyaluran atau penyerahan narkotika baik dalam rangka perdagangan, bukan
perdagangan, maupun pemindahtanganan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Siapa saja dapat menjadi perantara narkotika. Dalam Undang-Undang
Narkotika terdapat importir dan eksportir termasuk pihak yang dapat menyalurkan
narkotika. Undang-Undang Narkotika menyebut importir dan eksportir sebagai
penyalur narkotika, karena Undang-Undang menghendaki pemisahan penyalur
yang berkedudukan sebagai importir dan eksportir dengan penyalur yang
berkedudukan sebagai pedagang besar farmasi. 23
Perantara dalam kasus ini dimaksudkan adalah orang yang menjualkan
barang atau mencarikan pembeli untuk melakukan perdagangan dan dijadikan
sebagai penengah.
Pengertian kurir dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
utusan yang menyampaikan sesuatu yang penting dengan cepat. Dalam tulisan ini,
perantara narkotika adalah orang yang mengantar atau menjemput narkotika untuk
diserahkan kepada seseorang atau meletakkan di suatu tempat. 24
Sebagai orang yang menghubungkan antara penjual dan pembeli, maka
atas tindakannya tersebut, perantara akan mendapat imbalan atau keuntungan. Jika
23
24

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 174
http://kbbi.web.id, diakses pada 16 Maret 2016

Universitas Sumatera Utara

seseorang menghubungkan penjual kepada pembeli, dan orang tersebut sudah
mendapatkan barang berupa narkotika, maka sudah dapat digolongkan menjadi
perantara dalam jual beli. Imbalan atau kepentingan itulah yang dianggap penting
jika diperoleh si perantara. Imbalan dan keuntungan itu merupakan faktor penting,
karena tanpa itu, tidak bisa disebut sebagai perantara. 25
Jika seorang telah mempertemukan penjual dengan pembelinya, tetapi
tidak mendapatkan jasa atau keuntungan, maka orang tersebut bukan sebagai
perantara jual beli, melainkan sebagai penghubung saja. 26
4. Pengertian Peraturan Perundang – Undangan
Perundang-undangan diartikan sebagai proses pembuatan peraturan
negara. Dengan kata lain, tata cara mulai dari perencanaan (perancangan),
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan akhirnya pengundangan peraturan
yang bersangkutan. Peraturan perundang-undangan meliputi segala peraturan,
baik yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah, tidak
hanya terbatas pada undang – undang. 27
Peraturan perundang-undangan adalah keputusan tertulis negara atau
pemerintah yang berisi petunjuk atau pola tingkah laku yang bersifat dan
mengikat secara umum. Bersifat dan berlaku secara umum maksudnya tidak
mengidentifikasi individu tertentu sehingga berlaku bagi setiap subjek hukum
yang memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam ketentuan mengenai pola
tingkah laku tersebut. Dalam kenyataan, terdapat juga peraturang perundang-

25

http://stopnarkobaa.blogspot.com, diakses pada 20 Maret 2016
Ibid.
27
M. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-Undangan, (Bandung : Alumni,
2003), cetakan pertama, hlm. 13
26

Universitas Sumatera Utara

undangan, seperti undang-undang yang berlaku untuk kelompok tertentu, objek
tertentu, serta daerah atau waktu tertentu. 28
Pengertian peraturan perundang-undangan menurut Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 adalah peraturan tertulis yang dibentuk
oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
Berdasarkan pengertian ini, maka yang disebut dengan peraturan perundangundangan bentuknya pasti tertulis. Dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang dan mengikat secara umum.
Pembentuk peraturan perundang-undangan ada dua, yaitu :
1. Lembaga negara, dan
2. Pejabat yang Berwenang.
Pejabat yang berwenang dapat diartikan sebagai pejabat yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan

memiliki kewenangan yang sah untuk

membentuk suatu peraturan perundang-undangan.
Setiap peraturan perundang-undangan memiliki nomenklatur atau tata
nama yang berbeda-beda. Nomenklatur itu dapat merupakan tata nama yang
menyebut nama peraturan dan lembaga pembentuknya, juga dapat diberikan tanpa
menyebut lembaga pembentuknya. Contoh nomenklatur peraturan perundangundangan yang menyebut nama peraturan dan lembaganya adalah peraturan
presiden, peraturan gubernur, peraturan Mahkamah Agung. Sedangkan contoh

28

Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan, (Jakarta : INDHILL.CO, 1992)

hlm. 24

Universitas Sumatera Utara

nomenklatur yang tidak menyebut lembaga pembentuknya, hanya berupa nama
peraturannya adalah Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, dan sebagainya. 29
Nomenklatur

suatu

peraturan

perundang-undangan

pada

dasarnya

menunjuk pada bentuk hukum suatu peraturan perundang-undangan. Bentuk
hukum peraturan perundang-undangan ini harus ada atau diberikan terhadap setiap
produk keputusan penguasa. 30
Untuk mengatur masyarakat dan menyelenggarakan kesejahteraan umum
seluruh rakyat, pemerintah mengeluarkan berbagai macam peraturan negara yang
biasanya disebut peraturan perundang-undangan.
Adapun bentuk-bentuk dan tata urutan peraturan perundangan Republik
Indonesia sekarang ini menurut Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 adalah sebagai
berikut :
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Ketetapan MPR)
c. Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang (Perpu)
d. Peraturan Pemerintah (PP)
e. Keputusan Presiden (Keppres)
f. Peraturan peraturan pelaksana lainnya.

29

Widodo Ekatjahjana, Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, (Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti, 2008) hlm. 46
30
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dimana metode
pendekatan Yuridis dalam penelitian ini yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan
atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta Norma-Norma Hukum yang
terdapat pada peraturan Perundang-Undangan, Asas-Asas Hukum, Kaedah
Hukum, dan Sistematika Hukum serta mengkaji ketentuan Perundang-Undangan,
dan bahan-bahan hukum lainnya. 31
Pendekatan normatif yaitu pendekatan yang memandang hukum sebagai
doktrin atau seperangkat aturan yang bersifat normatif (law in book). Pendekatan
ini dilakukan melalui upaya pengkajian atau penelitian hukum kepustakaan.
Dalam hal ini, penulis menganalisis asas-asas hukum, norma-norma hukum dan
pendapat para sarjana. 32
2. Data dan Sumber Data
Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder dimana adapun yang
dimaksud dengan data sekunder adalah data yang tidak diperoleh dari sumber
yang pertama, melainkan data yang diperoleh dari bahan pustaka. Seperti data
yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian
laporan, buku harian, surat kabar, makalah, dan lain sebagainya.

31

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Bayu Media
Publishing, 2005), hlm.29.
32
http://duniainformatikaindonesia.blogspot.co.id, diakses pada 4 Mei 2016.

Universitas Sumatera Utara

Di dalam penulisan data sekunder yang digunakan berupa :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat atau yang
membuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang-undangan, dan
putusan hakim. 33 Bahan hukum yang digunakan penulis yaitu Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder diartikan sebagai bahan hukum yang tidak
mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan
hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu
bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan suatu petunjuk kemana
penelitian akan mengarah. Yang dimaksudkan dengan bahan sekunder disini
adalah doktrin-doktrin yang ada di dalam buku, jurnal hukum, dan internet.
Bahan hukum sekunder penelitian ini juga berupa putusan yang diperoleh
dari Pengadilan Negeri Medan, Provinsi Sumatera Utara yang berkaitan dengan
narkotika dan kurir narkotika. 34
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan

33

https://lawmetha.wordpress.com/2011/05/19/metode-penelitian-hukum-normatif.html
diakses pada 9 April 2016
34
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang tersier dari penelitian
ini yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. 35
4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dari penulisan ini adalah melalui penelitian
kepustakaan (library research) untuk mendapatkan pemahaman yang selanjutnya
akan dimasukkan dalam penelitian ini berupa teori-teori, doktrin, karya ilmiah,
majalah, peraturan perundang-undangan dan lainnya, yang berkaitan dengan
penelitian ini.
Penelitian kepustakaan (studi kepustakaan) adalah tekhnik pengumpulan
data dengan cara membaca, memahami dan mempelajari serta mencatat data yang
diperoleh.
5. Analisis Data
Data dianalisis secara kualitatif berpedoman kepada peraturan perundangundangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif yuridis, dengan mengadakan
penelitian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
menghubungkan data. Bahan tersebut kemudian dijadikan bahan masukan untuk
menjawab permasalahan dalam skripsi ini.
Bahan sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa
dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan
dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif
dilakukan denganmenerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan

35

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

topik skripsi ini sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan
penelitian yang dirumuskan.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca yang dibuat
dengan terperinci dan sistematis agar para pembaca mudah dan dapat memahami
maknanya.
Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling
berhubungan satu dengan yang lain, dapat dilihat sebagai berikut :
BAB I

PENDAHULUAN
Pendahuluan memuat mengenai gambaran umum penelitian skripsi
yang terdiri dari

latar belakang, permasalahan, tujuan dan

pemanfaatan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II

PERKEMBANGAN

PERATURAN

UNDANG-UNDANG

REPUBLIK INDONESIA NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG
NARKOTIKA DI INDONESIA
Perkembangan
Undang-Undang

pengaturan
Nomor

mengenai
35

Tahun

narkotika
2009

di

berdasarkan
Indonesia,

membandingkan keberadaan tindak pidana narkotika sebelum dan
sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, dan
ketentuan hukum yang mengatur mengenai tindak pidana menjadi
perantara narkotika.

Universitas Sumatera Utara

BAB III

ANALISIS HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA
MENJADI PERANTARA DALAM MENYERAHKAN
NARKOTIKA PADA STUDI PUTUSAN NOMOR
1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN
Bab ini berisikan tentang uraian dari kasus Pengadilan negeri
Medan nomor 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN, yaitu mengenai posisi
kasus, dakwaan, tuntutan, dan putusan hakim serta analisis
terhadapnya.

BAB IV

PENUTUP
Bab ini merupakan hasil pembahasan dari keseluruhan skripsi ini
yang dibuat dalam bentuk kesimpulan yang disertai saran-saran
dari penulis.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)

2 81 104

Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polri Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479/Pid.B/2011/Pn.Mdn)

1 50 102

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Menjadi Perantara Dalam Menyerahkan Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN)

0 19 113

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Menjadi Perantara Dalam Menyerahkan Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862 Pid.Sus 2015 PN.MDN)

0 0 7

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Menjadi Perantara Dalam Menyerahkan Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862 Pid.Sus 2015 PN.MDN)

0 0 1

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Menjadi Perantara Dalam Menyerahkan Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862 Pid.Sus 2015 PN.MDN)

0 0 46

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Menjadi Perantara Dalam Menyerahkan Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862 Pid.Sus 2015 PN.MDN)

0 6 3

Cover Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polri Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479Pid.B2011Pn.Mdn)

0 1 9

Abstract Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polri Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479Pid.B2011Pn.Mdn)

0 0 1

Reference Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polri Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479Pid.B2011Pn.Mdn)

0 0 4