Karakterisasi Simplisia dan Isolasi Agar dari Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus sebagai Media Pertumbuhan Bakteri

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan
Morfologi rumput laut Gracilaria sp. tidak memiliki perbedaan antara
akar, batang dan daun. Tanaman ini berbentuk batang yang disebut talus dengan
berbagai bentuk percabangannya. Secara alami, Gracilaria sp. hidup dengan
melekatkan holdfast pada substrat yang berupa pasir, lumpur, karang, kulit
kerang, karang mati, batu maupun kayu, pada kedalaman sekitar 10 sampai 15
meter di bawah permukaan air (Angkasa, dkk., 2011).
Ciri-ciri dari Gracilaria verrucosa, yaitu talus silindris, licin dan berwarna
kuning coklat atau kuning hijau. Percabangan berseling tidak beraturan, memusat
ke arah pangkal. Cabang lateral memanjang menyerupai rambut, ukuran panjang
sekitar 25 cm dengan diameter talus 0,5 - 1,5 mm (Anggadiredja, dkk., 2006).

2.1.1 Habitat dan Sebaran Rumput Laut
Pertumbuhan Gracilaria umumnya lebih baik di tempat dangkal daripada
di tempat dalam. Substrat tempat melekatnya dapat berupa batu, pasir, lumpur dan
lain-lain, kebanyakan lebih menyukai intensitas cahaya yang lebih tinggi. Suhu
merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan pembiakan. Suhu optimum
untuk pertumbuhan adalah antara 20 - 28°C, tumbuh pada kisaran kadar garam

yang tinggi dan tahan sampai pada kadar garam 50 permil. Dalam keadaan basah
dapat tahan hidup di atas permukaan air (exposed) selama satu hari (Aslan, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Rumput laut jenis Gracilaria sp. juga sudah dibudidayakan di beberapa
daerah, seperti di sepanjang Pantai Utara Jawa, antara lain daerah Serang, Bekasi,
Karawang, Indramayu, Brebes, Tegal, Pemalang, Jepara dan Lamongan. Di
daerah Nusa Tenggara Barat, antara lain Sekotong, Lombok Barat dan Teluk
Cempi, serta Dompu. Di daerah Sulawesi Selatan meliputi Jeneponto, Takalar,
Maros, Bulukumba, Sinjai, Bone, Wajo dan Palopo. Selain itu, di daerah
Lampung juga telah banyak dibudidayakan. Jenis Gracilaria yang telah
dibudidayakan, antara lain Gracilaria verrucosa, Gracilaria chilensis, Gracilaria
gigas dan Gracilaria lichenoides (Murdinah, 2012).
2.1.2 Perkembangbiakan Rumput Laut
Perkembangbiakan rumput laut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara
vegetatif dengan talus dan secara generatif dengan talus diploid yang
menghasilkan spora. Perbanyakan secara vegetatif dikembangkan dengan cara
stek, yaitu potongan talus yang kemudian tumbuh menjadi tanaman baru.
Sementara, perbanyakan secara generatif dikembangkan melalui spora, baik

alamiah maupun melalui budidaya. Pertemuan dua gamet membentuk zigot yang
selanjutnya berkembang melalui pembelahan dalam sporogenesis menjadi
gametofit (Anggadiredja, dkk., 2006).
Sifat-sifat oseanografi, seperti sifat kimia-fisika air dan substrat,
macamnya substrat serta dinamika/pergerakan air, merupakan faktor-faktor yang
sangat menentukan pertumbuhan Gracilaria sp. (Angkasa, dkk., 2011).
2.1.3 Sistematika Tumbuhan
Berdasarkan hasil identifikasi LIPI, taksonomi rumput laut Gracilaria
verrucosa (Hudson) Papenfus diklasifikasikan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Divisi : Rhodophyta
b. Kelas : Florideophyceae
c. Bangsa : Gracialariales
d. Suku : Gracilariaceae
e. Marga : Gracilaria
f. Jenis

: Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus


2.1.4 Nama Daerah
Gracilaria verrucosa dikenal dengan nama daerah bulung rambu (Bali)
atau sango-sango (Sulawesi) (Anggadiredja, dkk., 2006).

2.2 Kandungan Kimia
Rumput laut Gracilaria verrucosa menghasilkan metabolit primer
senyawa hidrokoloid yang disebut agar. Jenis rumput laut yang termasuk dalam
kelas Rhodophyceae (alga merah) mengandung pigmen antara lain adalah klorofil
a, klorofil d, α dan β karoten, lutein, zeaxanthin, fikosianin, dan fikoeritrin.
Fikoeritrin merupakan pigmen yang dominan yang menyebabkan warna merah
(Anggadiredja, dkk., 2006).

2.3 Agar
Agar merupakan hidrokoloid rumput laut yang memiliki kekuatan gel
yang sangat kuat. Senyawa ini dihasilkan dari proses ekstraksi rumput laut kelas
Rhodophyceae, terutama genus-genus Gracilaria dan Gelidium (Anggadiredja,
dkk., 2006).

Universitas Sumatera Utara


2.3.1 Struktur Agar
Agar terdiri atas dua fraksi polimer yaitu agarosa dan agaropektin. Fraksi
agarosa merupakan polimer netral bebas sulfat mampu membentuk gel. Agarosa
terdiri atas rantai D-galaktosa yang berikatan secara posisi α-1,4 dan posisi 3,6anhidro-L-galaktosa dan rantai D-galaktosa yang berikatan secara β-1,4 dengan
rantai 3,6-anhidro-L-galaktosa. Sementara itu, fraksi agaropektin merupakan
polimer bermuatan mengandung sulfat sekitar 3-10% dan tidak mempunyai
kemampuan untuk membentuk gel (Glicksman, 1983).
Struktur kedua jenis galaktan penyusun agar menurut ini diilustrasikan
pada Gambar 2.1 berikut (Winarno, 1990):
a.

b.

Gambar 2.1. Struktur galaktan penyusun agar

Keterangan:
a.

Agarosa; (1  3) D-galaktosa dan (1  4) anhydro-L-galaktosa


b.

Agaropektin; (1  3) D-galaktosa dan (1  4) L-galaktosa-6-sulfat

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Sifat Fisiko-Kimia Agar
Sifat fisika dari agar yaitu tidak berbau atau berbau lemah, tidak berwarna
sampai kuning pucat, bening. Agar dapat berbentuk gumpalan potongan
memanjang dengan lebar 2 mm sampai 5 mm, kadang-kadang dalam bentuk
kepingan, agak liat dan sukar dipatahkan (Depkes RI, 1995).
Agar tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas. Pada
temperatur 32º-39° C berbentuk bekuan (solid) dan tidak mencair pada suhu di
bawah 85º C (Aslan, 1998).
Agar sangat stabil dalam keadaan kering, tetapi pada suhu tinggi dan pH
rendah agar akan mengalami degradasi yaitu pecahnya polimer galaktosa menjadi
monomer yang sederhana (Winarno, 1990).

2.4 Tumbuhan Penghasil Agar

Agarophyte adalah kelompok rumput laut yang dapat digunakan sebagai
bahan-bahan baku pembuatan agar. Sedangkan Agaroidophyte merupakan
kelompok ganggang merah yang memproduksi senyawa yang mempunyai sifat
seperti agar, tetapi dengan daya gelasi dan viskositas yang berbeda. Dari
kelompok Agarophyte yang terkenal adalah spesies dari genus Gracilaria,
Pterocladia sp., spesies Acanthopeltis japonica dan Ahnfeltia plicata (Aslan,
1998).
Bahan baku utama yang digunakan dalam produksi agar di Indonesia
adalah ganggang dari jenis rambukasang (Gracilaria sp.), paris (Hypnea) dan
kades (Gelidium sp.). Dari ketiga jenis rumput laut tersebut, jenis rambukasang
yang paling banyak digunakan. Hal ini karena di samping mudah diperoleh dan

Universitas Sumatera Utara

murah harganya, jenis rambukasang mampu menghasilkan agar tiga kali lipat dari
jenis lainnya (Winarno, 1990).
Berbagai negara memiliki sumber rumput laut yang berbeda bagi produksi
agar. Di Jepang, rumput laut utama yang digunakan dalam produksi agar adalah
Gelidium amansii yang mengandung rendemen agar 25-30% dari berat kering. Di
Amerika


Serikat,

untuk

produksi

agar

digunakan

ganggang

Gelidium

cartilaginerum sebagai bahan baku. Sedangkan di Filipina, agar-agar untuk
makanan diproduksi dari Gracilaria verrucosa. Walaupun demikian, biasanya
dalam produksi agar, ganggang yang digunakan tidak hanya ganggang sejenis,
tetapi merupakan campuran dari beberapa jenis ganggang. Campuran yang
biasanya dilakukan di Jepang dengan mutu produk yang baik adalah Gelidium

amansii (45%), Gelidium japanicum (10%), Acanthopeltis (5%), Campylaephora
(10 %), Gracilaria (15 %), Ceramium (5 %) dan Gelidium sp. (10%) (Winarno,
1990).

2.5 Penggunaan Agar
Pemanfaatan agar pada dasarnya berkaitan dengan sifat agar yang
memiliki kemampuan membentuk gel yang baik, tingginya histeresis, sifat unik
gelnya yang dapat kembali mencair dan memadat dengan pemanasan dan
pendinginan (reversible), serta ditunjang oleh karakteristik sifat fisik teksturnya
yang spesifik. Selain itu, pemanfaatan utama agar juga ditentukan oleh sifat titik
lelehnya (melting point) yang tinggi. Meskipun agar dapat dimanfaatkan pada
berbagai macam jenis aplikasi, secara umum 80% penggunaannya adalah untuk

Universitas Sumatera Utara

pangan dan sisanya 20% pada bidang non-pangan termasuk aplikasi yang
berkaitan dengan farmasi dan bioteknologi (Armisen & Galatas, 2000).
Dalam industri pangan, agar digunakan sebagai bahan pengental pada
industri es krim, jeli, permen dan pastry. Agar juga digunakan dalam pembuatan
shorbat, es krim, dan keju untuk pembentukan emulsi/stabilizer. Di Jepang, agar

digunakan sebagai fortifikasi untuk serat pangan sehingga lebih menguntungkan
bagi kesehatan. Agar juga digunakan sebagai penjernih pada berbagai industri
minuman seperti bir, anggur, kopi dan sebagai penstabil pada minuman cokelat.
Pada konsentrasi 0,1-1%, agar biasa digunakan sebagai penstabil pada yoghurt,
keju, permen dan produk bakery (Murdinah, dkk., 2012).
Pemanfaatan agar dalam industri nonpangan, antara lain untuk kebutuhan
industri farmasi sebagai obat pencahar, pembungkus kapsul untuk antibiotik dan
vitamin, atau campuran bahan pencetak contoh gigi. Dalam industri kosmetik agar
dimanfaatkan dalam pembuatan krem, lotion, lipstik dan sabun. Pada industri
tekstil, agar bermutu tinggi digunakan untuk melindungi kemilau sutera.
Sementara pada industri kulit, agar berguna sebagai pengilap permukaan yang
halus dan kekakuan kulit sebagai campuran pembuatan pelekat kayu lapis. Agar
juga dimanfaatkan dalam pembuatan pelat film, pasta gigi, semir sepatu dan
kertas. Selain dimanfaatkan pada industri-industri tersebut, agar juga bermanfaat
dalam bidang bioteknologi dan mikrobiologi (Murdinah, dkk., 2012).
Dalam bidang bioteknologi, agar biasanya digunakan dalam bentuk
agarosa. Agarosa merupakan agar yang telah diturunkan kandungan sulfatnya
sedemikian rupa sehingga kandungannya sangat rendah dan biasanya digunakan
sebagai bahan baku pembuatan gel untuk elektroforesis yang sering digunakan


Universitas Sumatera Utara

pada proses pemurnian dan isolasi protein. Agarosa merupakan matriks yang idela
bagi difusi dan pergerakan elektrokinetik biopolimer, dan gelnya merupakan
medium antikonveksi, yang secara biologi stabil dengan sifat ionik yang
terkontrol (Murdinah, dkk., 2012).
Dalam dunia kromatografi, kolom yang berisi partikel gel agarosa sudah
diproduksi komersial dan dipasarkan dengan merek dagang Sepharose (dari
Pharmacia) dan Bio-Gel A (Bio-Rad). Agarosa tersebut telah digunakan secara
luas sebagai media untuk pemisahan berat molekul dengan berat lebih dari
250.000 DA atau disebut kromatografi eksklusi dan untuk pemisahan campuran
protein, virus dan ribosom (Murdinah, dkk., 2012).
Dalam bidang mikrobiologi, agar digunakan dalam bentuk bakto agar.
Bakto agar merupakan agar yang telah dimurnikan dengan mereduksi kandungan
pigmen, pengotor dan kandungan bahan-bahan asing (organik dan anorganik)
serendah mungkin sehingga dapat mendukung pertumbuhan mikroba secara
umum (Abdullah, 2004).
Bakto agar merupakan produk agar yang digunakan secara luas sebagai
media pertumbuhan bakteri untuk pengujian maupun isolasi bakteri. Bakto agar
biasa digunakan dalam kultur bakteri patogen maupun nonpatogen. Agar tidak

mudah dicerna oleh bakteri serta memiliki kekuatan gel yang baik, elastis, jernih
dan stabil sehingga sesuai untuk media pertumbuhan bakteri. Penggunaan agar
sebagai media pertumbuhan bakteri biasanya pada konsentrasi 1,2-1,5%. Sekitar
1/6 dari total penggunaan agar di Amerika Serikat umumnya sebagai media kultur
bakteri (Murdinah, dkk., 2012).

Universitas Sumatera Utara

2.6 Cara Ekstraksi Agar di Berbagai Negara
Cara ekstraksi agar yang dilakukan berbeda-beda di berbagai negara yaitu:
a. Di negara Selandia Baru
Ekstraksi agar dilakukan selama 4 jam pada suhu 95-100° C dan
perendaman dilakukan selama 1 jam pada suhu 20-24°C dalam asam asetat
0,2% (Winarno, 1990).
b. Di negara Australia
Ekstraksi agar dilakukan selama 2-4 jam menggunakan larutan asam
fosfat dengan pH 5 (Winarno, 1990).
c. Di negara Amerika Serikat
Ekstraksi agar dilakukan selama 6 jam menggunakan larutan asam
fosfat dengan pH 6-8 (Winarno, 1990).
d. Di negara Filipina
Ekstraksi agar dilakukan selama 4 jam menggunakan air suling dan
asam sulfat (Trono dan Fortes, 1988).

2.7 Sterilisasi
Sterilisasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk tujuan
membunuh atau menghilangkan mikroorganisme yang tidak diinginkan pada
suatu objek atau spesimen.
Cara-cara sterilisasi yaitu (Beisher, 1991):
a. Sterilisasi dengan bahan kimia
Contoh: senyawa fenol dan turunannya. Desinfektan ini digunakan
misalnya untuk membersihkan area tempat bekerja.

Universitas Sumatera Utara

b. Sterilisasi kering
Digunakan untuk alat-alat gelas misalnya cawan petri, tabung reaksi. Cara
ini cocok untuk alat-alat gelas karena tidak ada pengembunan dan tetes air.
c. Sterilisasi basah
Biasanya menggunakan uap panas bertekanan dalam autoklaf. Media
biakan, larutan dan kapas dapat disterilkan dengan cara ini. Autoklaf
merupakan suatu alat pemanas bertekanan tinggi, dengan meningkatnya
suhu air maka tekanan udara akan bertambah dalam autoklaf yang tertutup
rapat. Sejalan dengan meningkatnya tekanan di atas tekanan udara normal,
titik didih air meningkat. Biasanya pemanasan autoklaf berada pada suhu
121° C selama 15 menit.
d. Filtrasi bakteri
Digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang terurai atau tidak tahan
panas. Metode ini didasarkan pada proses mekanik yaitu menyaring semua
bakteri dari bahan dengan melewatkan larutan tersebut melalui lubang
saringan yang sangat kecil.
e. Incenerasi
Sterilisasi dengan pemanasan atau pembakaran pada api langsung.
Misalnya untuk sterilisasi jarum ose dan pinset.

2.8 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang. Sekarang namanya dipakai untuk menyebutkan sekelompok

Universitas Sumatera Utara

mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian
kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro, 1987).
Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh (Pratiwi ,2008):
a. Temperatur
Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh temperatur. Setiap
mikroorganisme mempunyai temperatur optimum yaitu temperatur di
mana terjadi kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel
yang maksimal. Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
denaturasi protein sedangkan temperatur yang sangat rendah aktivitas
enzim akan terhenti. Berdasarkan batas temperatur dibagi atas tiga
golongan:
- Psikrofil, tumbuh pada temperatur -5 sampai 30oC dengan optimum 1
sampai 20oC.
-

Mesofil, tumbuh pada temperatur 10 sampai 45oC dengan optimum 20
sampai 40oC.

-

Termofil, tumbuh pada termperatur 25 sampai 80oC dengan optimum
50 sampai 60oC.

b. pH
pH optimum bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun
ada beberapa mikroorganisme yang dapat tumbuh pada keadaan yang
sangat asam atau alkali (Pelczar dan Chan, 2006).
c. Tekanan osmosis
Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel
karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Medium yang

Universitas Sumatera Utara

baik untuk pertumbuhan sel adalah medium isotonis terhadap sel tersebut.
Dalam larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel sehingga
menyebabkan sel membengkak, sedangkan dalam larutan hipertonik air
akan keluar dari sel sehingga membran plasma mengerut dan lepas dari
dinding sel (plasmolisis) (Pratiwi, 2008; Lay, 1996).
d. Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen di kenal mikroorganisme di bagi menjadi
5 golongan yaitu (Pratiwi, 2008):
-

Anaerob obligat, hidup tanpa oksigen, oksigen toksik terhadap
golongan ini.

-

Anaerob aerotoleran, tidak mati dengan adanya oksigen.

-

Anaerob fakultatif, mampu tumbuh baik dalam suasana dengan atau
tanpa oksigen.

-

Aerob obligat, tumbuh subur bila ada oksigen dalam jumlah besar.

-

Mikroaerofilik, hanya tumbuh baik dalam tekanan oksigen yang
rendah.

e. Nutrisi
Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan
pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan
menjadi dua yaitu makroelemen (elemen yang diperlukan dalam jumlah
banyak) dan mikroelemen (trace element yaitu elemen nutrisi yang
diperlukan dalam jumlah sedikit) (Pratiwi, 2008).
2.8.1 Morfologi Bakteri
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat di bagi atas tiga
golongan (Dwidjoseputro, 1987) yaitu:

Universitas Sumatera Utara

a. Golongan basil
Golongan basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Basil dapat
bergandengan dua-dua, atau terlepas satu sama lain, yang bergandenggandengan panjang disebut streptobasil, yang dua-dua disebut diplobasil.
b. Bentuk kokus
Golongan kokus merupakan bakteri yang bentuknya serupa bola-bola
kecil. Golongan ini tidak sebanyak golongan basil. Kokus ada yang
bergandeng-gandengan panjang serupa tali leher, disebut streptokokus, ada
yang bergandengan dua-dua, disebut diplokokus, ada yang mengelompok
berempat, disebut tetrakokus, kokus yang mengelompok serupa kubus
disebut sarsina.
c. Golongan spiril
Golongan spiril merupakan bakteri yang bengkok atau berbengkokbengkok serupa spiral. Bakteri ini tidak banyak terdapat, karena itu
merupakan golongan yang paling kecil, jika dibandingkan dengan
golongan kokus maupun golongan basil.
2.8.2 Bakteri Staphylococcus aureus
Sistematika bakteri Staphylococcus aureus menurut Bergey edisi ke-7
(Dwidjoseputro, 1987) adalah sebagai berikut:
a. Divisi

: Protophyta

b. Kelas

: Schizomycetes

c. Bangsa : Eubacteriales
d. Suku

: Micrococcaceae

e. Marga

: Staphylococcus

f. Jenis

: Staphylococcus aureus

Universitas Sumatera Utara

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, aerob atau
anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter
0,8 – 1,0 μm, tidak membentuk spora dan tifak bergerak, koloni berwarna kuning.
Bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 370C tetapi paling baik membentuk pigmen
pada suhu 20-250C. koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus,
menonjol dan berkilau membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada
kulit, selaput lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui
kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz,
2001).
2.8.3 Bakteri Escherichia coli
Sistematika bakteri Escherichia coli menurut Bergey edisi ke-7
(Dwidjoseputro, 1987) adalah sebagai berikut :
a. Divisi : Protophyta
b. Kelas : Schizomycetes
c. Bangsa : Eubacteriales
d. Suku : Enterobacteriaceae
e. Marga : Escherichia
f. Jenis

: Escherichia coli

Escherichia coli disebut juga Bacterium coli, merupakan bakteri gram
negatif, aerob atau anaerob fakultatif, panjang 1 - 4 μm, lebar 0,4 - 1,7 μm,
berbentuk batang, tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37°C tetapi
dapat tumbuh pada suhu 8-40°C, membentuk koloni yang bundar, cembung, halus
dan dengan tepi rata. Eschericia coli biasanya terdapat dalam saluran cerna

Universitas Sumatera Utara

sebagai flora normal. Bakteri ini dapat menjadi patogen bila berada diluar usus
atau dilokasi lain dimana flora normal jarang terdapat (Jawetz, 2001).
2.8.4 Fase Pertumbuhan Bakteri
Bakteri mengalami pertumbuhan yang dapat dibagi dalam 4 fase menurut
(Pratiwi, 2008; Dwidjoseputro, 1998) yaitu:
1. Fase lag
Pada saat dipindahkan ke media yang baru, bakteri tidak langsung tumbuh
dan membelah, meskipun kondisi media sangat mendukung untuk
pertumbuhan. Bakteri biasanya akan mengalami masa penyesuaian untuk
menyeimbangkan pertumbuhan.
2. Fase log
Selama fase ini, populasi meningkat dua kali pada interval waktu yang
teratur. Jumlah koloni bakteri akan terus bertambah seiring lajunya
aktivitas metabolisme sel.
3. Fase tetap
Pada fase ini terjadi kompetisi antara bakteri untuk memperoleh nutrisi
dari media untuk tetap hidup. Sebagian bakteri mati sedangkan yang lain
tumbuh dan membelah sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi
tetap.
4. Fase kematian
Pada fase ini, sel bakteri akan mati lebih cepat daripada terbentuknya sel
baru. Laju kematian mengalami percepatan yang eksponensial (Lee,
1983).

Universitas Sumatera Utara

Jumlah sel

Fase stasioner
Fase
kematian

Fase log

Fase lag
Waktu
Gambar 2.2. Kurva Fase Pertumbuhan Bakteri
2.8.5 Media Pertumbuhan Bakteri
Media biakan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu:
a. Berdasarkan asalnya, media dibagi atas:
1) Media sintetik
Media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara
terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium fosfat.
2) Media non-sintetik
Media yang kandungan dan isinya tidak diketahui secara terperinci dan
menggunakan bahan yang terdapat di alam. Contohnya: ekstrak daging,
pepton (Lay, 1996).
b. Berdasarkan kegunaannya, dapat dibedakan menjadi:
1) Media selektif
Media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan yang dapat
menghambat perkembang biakan mikroorganisme yang tidak diinginkan
dan membolehkan perkembang biakan mikroorganisme tertentu yang
ingin diisolasi.

Universitas Sumatera Utara

2) Media diferensial
Media ini digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari
berbagai jenis dalam suatu lempengan agar.
3) Media diperkaya
Media ini digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh
dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada terdapat
dalam jumlah sedikit (Irianto, 2006).
c. Berdasarkan konsistensinya, dibagi atas (Irianto, 2006):
1) Media padat/ solid
2) Media semi solid
3) Media cair
2.8.6 Metode Isolasi Biakan Bakteri
a. Cara gores
Ose yang telah steril dicelupkan ke dalam suspensi mikroorganisme yang
diencerkan, lalu dibuat serangkaian goresan sejajar yang tidak saling
menutupi di atas permukaan agar yang telah padat.
b. Cara sebar
Suspensi mikroorganisme yang telah diencerkan diinokulasikan secara
merata dengan menggunakan hockey stick pada permukaan media padat.
c. Cara tuang
Pengenceran inokulum yang berturut-turut diletakkan pada cawan petri
steril dan dicampurkan dengan medium agar cair, lalu dibiarkan memadat.
Koloni yang berkembang akan tertanam di dalam media tersebut (Stanier,
et al., 1982).

Universitas Sumatera Utara

2.8.7 Pewarnaan Gram
Mikroorganisme dapat dilihat dengan mikroskop biasa,

tanpa

diwarnai; yakni dengan cara-cara khusus misalnya menggunakan kondesor medan
gelap. Tetapi pengamatan yang demikian lebih sulit dan tidak dapat dipakai untuk
melihat bagian-bagian sel dengan seksama karena umumnya sel mikroorganisme
bersifat transparan. Hal ini karena sitoplasma sel mikroba memiliki indeks bias
yang hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair dan
mikroba tidak mengabsorbsi atau membiaskan cahaya. Kontras antara sel dan
latar belakangnya dapat diperjelas dengan cara mewarnai sel-sel mikroba tersebut
dengan zat-zat warna (Waluyo, 2010).
Pewarnaan Gram memilahkan bakteri menjadi 2 kelompok, yakni bakteri
Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif berwarna ungu yang
disebabkan kompleks warna kristal violet-iodium tetap dipertahankan meskipun
diberi larutan pemucat. Sedangkan bakteri Gram negatif berwarna merah karena
kompleks warna tersebut larut sewaktu pemberian larutan pemucat dan kemudian
mengambil zat warna yang kedua yang berwarna merah. Perbedaan hasil dalam
pewarnaan tersebut disebabkan perbedaan struktur, terutama dinding sel kedua
kelompok bakteri tersebut. Karena kemampuannya membedakan suatu kelompok
bakteri tertentu dengan kelompok lainnya, pewarnaan Gram juga disebut
pewarnaan diferensial (Waluyo, 2010).
Penyebab perbedaan pewarnaan Gram dimungkinkan karena komposisi
dinding sel bakteri Gram positif berbeda dengan bakteri Gram negatif. Dinding sel
yang lebih tebal pada bakteri Gram positif menyusut oleh perlakuan alkohol
karena terjadi dehidrasi, menyebabkan pori-pori dinding sel menutup sehingga

Universitas Sumatera Utara

mencegah larutnya kompleks zat warna ungu kristal-iodium pada langkah
pemucatan. Sedangkan bakteri Gram negatif memiliki kandungan lipid yang lebih
tinggi pada dinding sel dan lipid tersebut dapat larut dalam alkohol dan aseton.
Larutnya lipid oleh zat pemucat yang digunakan dalam pewarnaan Gram diduga
memperbesar pori-pori dinding sel dan inilah penyebab proses pemucatan antara
dinding sel Gram negatif lebih cepat (Waluyo, 2010).

Universitas Sumatera Utara