Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis. Terdapat
beberapa spesies Mycobacterium, antara lain : M. Tuberculosis, M. africanum M.
Bpovis, M. Leprae, dan sebagianya yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan

Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium
tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai

MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberkulosis) yang terkadang bisa
menganggu penegakkan diagnosis dan pengobatan Tb untuk pemerikasaan
bakteriologis yang mampu melakukan identifikasi terhadap Mycobacterium
tuberculosis menjadi sarana diagnosis ideal untuk TB (Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis, 2014)
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis dan Asia Tenggara menjadi regional dengan jumlah terbesar angka


kasus TB yaitu 33% dan seluruh kasus TB didunia (Konsesus, 2010). Berdasarkan
data terbaru WHO dalam Global TB Report tahun 2014, Indonesia merupakan
negara yang menduduki peringkat ke-5 negara tertinggi prevalensi kasus Tb
tertinggi didunia setelah India, China, Nigeria, Pakistan. Afrika Selatan
menduduki peringkat ke-6, Indonesia tercatat mempunyai kasus baru 327.103
pada tahun 2013 dengan angka kematian 25 jiwa per 100.000 penduduk (Global
TB Report, 2014).

1
Universitas Sumatera Utara

2

Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama pengendalian TB
karena dapat memutuskan rantai penularan. Meskipun Program Pengendalian TB
Nasional telah berhasil mencapai target angka penemuan dan angka kesembuhan,
penatalaksanaan TB di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum
sesuai dengan strategi Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) dan
penerapan standar pelayanan berdasar International Standards for Tuberculosis

Care (ISTC) (Permenkes No. 13, 2013)

Di Indonesia penerapan strategi DOTS hanya dilaksanakan di pusat
kesehatan masyarakat (puskesmas). Seiring berjalannya waktu, strategi DOTS
mulai dikembangkan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) dan rumah
sakit baik pemerintah maupun swasta. Hasil survei prevalens TB tahun 2004
melaporkan bahwa pola pencarian pengobatan sebagian besar pasien TB ketika
pertama kali sakit adalah rumah sakit sehingga melibatkan rumah sakit untuk
melaksanakan strategi DOTS menjadi sesuatu yang penting yang memberikan
kontribusi berarti terhadap upaya penemuan pasien TB (Depkes, 2010).
Usaha keras yang dilakukan berhasil membawa Indonesia sebagai negara
pertama di Regional Asia Tenggara yang mencapai target TB global yang
dicanangkan waktu itu yaitu Angka Penemuan Kasus (Crude Detection
Rate/CDR) diatas 70% dan Angka Keberhasilan Pengobatan (Treatment Success
Rate/ TSR) diatas 85% pada tahun 2006 (Renstra Kemenkes, 2015).

Tahun 2015-2019 target program pengendalian TB akan disesuaikan
dengan target pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional II dan
harus disinkronkan pula dengan target Global TB Strategy paska 2015 dan target


2
Universitas Sumatera Utara

3

SDGs (Sustainble Development Goals) (Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis, 2014).
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 - 2019,
Indonesia tetap memakai prevalensi TB, yaitu 272 per 100.000 penduduk secara
absolut (680.000 penderita) dan hasil survey prevalensi TB 2013 - 2014 yang
bertujuan untuk menghitung prevalensi TB paru dengan konfirmasi bakteriologis
pada populasi yang berusia 15 tahun ke atas di Indonesia menghasilkan : 1).
Prevalensi TB paru smear positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas
adalah 257 (dengan tingkat kepercayaan 95% 210 - 303) 2). Prevalensi TB paru
dengan konfirmasi bakteriologis per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas
adalah 759 (dengan interval tingkat kepercayaan 95% 590 - 961) 3). Prevalensi
TB paru dengan konfirmasi bakteriologis pada semua umur per 100.000 penduduk
adalah 601 (dengan interval tingkat kepercayaan 95% 466 - 758); dan 4).
Prevalensi TB semua bentuk untuk semua umur per 100.000 penduduk adalah 660
(dengan interval tingkat kepercayaan 95% 523 - 813), diperkirakan terdapat

1.600.000 (dengan interval tingkat kepercayaan 1.300.000 - 2.000.000) orang
dengan TB di Indonesia (Renstra Kemenkes, 2015).
Public-Private Mix (PPM) adalah keterlibatan seluruh penyedia kesehatan

publik dan swasta, formal dan informal dalam penyediaan perawatan TB sesuai
dengan International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) untuk pasien yang
telah atau diduga menderita TB. Belum terdapat komitmen kuat dari pihak
manajemen (pimpinan rumah sakit) dan tenaga medis (dokter umum dan spesialis)
serta paramedis dalam penanggulangan TB sesuai ISTC. Laporan hasil evaluasi
Joint External TB Monitoring Mission (JEMM) 2011 menyebutkan, dari sekitar

Universitas Sumatera Utara

4

1523 rumah sakit di Indonesia, hanya 38% yang melaksanakan program DOTS.
Public private mix memungkinkan semua penyedia layanan kesehatan untuk

berpartisipasi dalam memberikan gabungan yang tepat dari tugas pelayanan
kesehatan yang selaras dengan program pengendalian penyakit nasional dan

dilaksanakan secara lokal (Permenkes No. 13, 2013).
Ketidakpatuhan untuk berobat secara teratur bagi penderita TB tetap
menjadi hambatan untuk mencapai angka kesembuhan yang tinggi. Tingginya
angka putus obat mengakibatkan tingginya kasus resistensi kuman terhadap OAT
(obat anti TB) yang membutuhkan biaya yang lebih besar dan bertambah lamanya
pengobatan. Angka putus obat di rumah sakit di Jakarta pada tahun 2006 sekitar
7%. Berdasarkan laporan Subdit TB Depkes RI tahun 2009, proporsi putus obat
pada pasien TB paru kasus baru dengan hasil basil tahan asam (BTA) positif
berkisar antara 0,6%-19,2% dengan angka putus obat tertinggi yaitu di provinsi
Papua Barat; angka putus obat di Jakarta pada tahun 2009 sebesar 5,7%.
Ketidakpatuhan juga merupakan salah satu penyebab terjadinya TB MDR
(Permenkes No.13, 2013).
Multi drug resistant TB (MDR TB) didefinisikan sebagai resistensi

terhadap dua agen anti-TB lini pertama yaitu isoniazide (INH) dan rifampisin.
MDR TB berkembang selama pengobatan TB ketika mendapatkan pengobatan
yang tidak adekuat. Hal ini dapat terjadi karena beberapa alasan; Pasien mungkin
merasa lebih baik dan menghentikan pengobatan, persediaan obat habis atau
langka, atau pasien lupa minum obat. Awalnya resistensi ini muncul sebagai
akibat dari ketidakpatuhan pengobatan. Selanjutnya transmisi strain TB MDR

menyebabkan terjadinya kasus resistensi primer. Tuberkulosis paru dengan

Universitas Sumatera Utara

5

resistensi dicurigai kuat jika kultur basil tahan asam (BTA) tetap positif setelah
terapi 3 bulan atau kultur kembali positif setelah terjadi konversi negatif. Directly
observed therapy (DOTS) merupakan sebuah strategi baru yang dipromosikan

oleh World Health Organization (WHO) untuk meningkatkan keberhasilan terapi
TB dan mencegah terjadinya resistensi (Alfin, 2012).
Resistansi kuman M.tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan dimana
kuman sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT. TB resistan OAT pada
dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari pengobatan
pasien TB yang tidak adekuat dan penularan dari pasien TB resistan OAT.
Penatalaksanaan TB resistan OAT lebih rumit dan memerlukan perhatian yang
lebih banyak daripada penatalaksanaan TB yang tidak resistan (Permenkes No.
13, 2013).
The


Green

Light

Committe

(GLC) memperkenalkan manajemen

penanganan pasien TB Resistan Obat yang disebut sebagai Programmatic
Management Drug Resistan TB (PMDT). Dalam Rencana Global Pengendalian

TB (The Global Plan to Stop TB) 2006-2015 yang telah direvisi, secara global
direncanakan untuk mengobati sekitar 1,6 juta pasien TB MDR di dunia pada
tahun 2006 sampai 2015. Jumlah tersebut merupakan 61% dari beban kasus TB
MDR yang ada di negara-negara dengan beban TB tinggi (Multi Drug Resistent
Surveilance & Response WHO, 2014). Prevalensi TB MDR di dunia diperkirakan

2-3 kali lipat lebih tinggi dari insidens. Angka kematian akibat TB MDR saat ini
mencatat dalam WHO Global Report Tuberculosis 2014 didunia terdapat sekitar

210.000 kasus. Menurut WHO, ada 300.000 kasus TB yang dilaporkan dan
ditangani dengan program TB Nasional pada tahun 2013. Dari temuan kasus

Universitas Sumatera Utara

6

tersebut, 136.000 kasus ditemukan dan diindikasi mengalami TB Multi Drug
Resistent (TB MDR). 97 orang dari kasus TB MDR yang dtemukan mendapat

pengobatan dan menjalani pengobatan tahap dua di Tahun 2013 (Multi Drug
Resistent Surveilance & Response WHO, 2014).

Kasus temuan TB MDR tersebut, 48 % pasien TB MDR secara global
yang melakukan pengobatan sukses dan 5 orang dari 27 kasus di negara yang
mengalami TB MDR tinggi mempunyai kesuksesan sebesar lebih dari 70% dalam
pengobatan. Hampir 10 persen kasus TB-MDR berkembang menjadi TB-XDR
(resisten terhadap obat secara ektensif). Kurang dari 20 persen pasien dengan TBXDR mendapatkan pengobatan yang tepat. Indonesia berada di peringkat ke 8
dari 27 negara dengan beban TB-MDR terbanyak di dunia (Multi Drug Resistent
Surveilance & Response WHO, 2014).


Indonesia telah melakukan beberapa survei resistansi OAT untuk
mendapatkan data resistansi OAT. Survei tersebut diantaranya dilakukan di
Kabupaten Timika Papua pada tahun 2004, menunjukkan data kasus TB MDR
diantara kasus baru TB adalah sebesar 2 %; di Provinsi Jawa Tengah pada tahun
2006, data kasus TB MDR diantara kasus baru TB adalah 1,9 % dan kasus TB
MDR pada TB yang pernah diobati sebelumnya adalah 17,1 %; di Kota Makasar
pada tahun 2007, data kasus TB MDR diantara kasus baru TB adalah sebesar 4,1
% dan pada TB yang pernah diobati sebelumnya adalah 19,2 %. (Permenkes
No.13, 2013).
Beberapa penyebab utama resistensi obat TB di Indonesia telah
diidentifikasi, antara lain, Implementasi DOTS rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lain yang masih rendah kualitasnya, peningkatan ko-infeksi TB-HIV,

Universitas Sumatera Utara

7

sistem surveilans yang lemah, dan penanganan kasus TB resisten obat yang belum
memadai (Strategi Nasional TB, 2011).

Banyak hal terkait dengan TB-MDR dan XDR seperti diagnosis dan
penatalaksanaannya. Untuk diagnostic sangat dibutuhkan laboratorium yang
terjamin dalam hal pemeriksaan resistensi obat antituberkulosis (OAT) lini
pertama dan kedua. Dalam penatalaksanaannya dibutuhkan ketersediaan obatobatan yang terjamin, kontinu dan adekuat. Belum tersedianya OAT lini kedua
juga menjadi kendala dalam pengobatan TB-MDR dan XDR di Indonesia
(Soepandi, 2010).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan
memiliki penderita TB MDR paling tinggi. Pada tahun 2012 bulan Juli-Desember,
308 orang penderita suspek, yang positif TB Resistan Obat sebanyak 48 orang
namun yang bersedia diobati hanya 13 orang. Tahun 2013 dari 248 orang
penderita suspect, yang positif TB Resistan Obat sebanyak 71 namun yang
bersedia diobati hanya 62 orang. Dari 93 penderita TB-Resisten Obat data bulan
Januari-Oktober 2014, sebanyak 93 orang bersedia untuk diobati. Sementara
target di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2013 estimated TB Resistan Obat
suspect sebanyak 800 orang, expected Resistan Obat diagnosis sebanyak 320

orang, yang diobati 240 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2014).
Untuk Kota Medan tercatat, Puskesmas Helvetia memiliki Pasien 7 pasien
TB MDR dan termasuk salah satu Puskesmas yang paling banyak menangani
pasien TB MDR. Kasus TB XDR (Extendent Drug Resistent) juga pertama kali di

Puskesmas Helvetia dan pertama kali ada di Provinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

8

Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut
tentang “Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat
Penderita Tuberkulosis Multi Drug Resistence (TB MDR) di Puskesmas Helvetia
Tahun 2016”.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat merumuskan permasalahan faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi perilaku keluarga terhadap kepatuhan minum
obat Pasien Resisten Obat di Puskesmas Helvetia.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
keluarga terhadap kepatuhan berobat Pasien TB MDR di Puskesmas Helvetia.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk

mengetahui

faktor

presdiposi

(presdiposing

factors)

yang

mempengaruhi perilaku keluarga dalam mendorong pasien TB MDR minum
obat.
b. Untuk mengetahui faktor pemungkin (enabling factors) perilaku keluarga
dalam memepengaruhi kepatuhan pasien berobat TB MDR
c. Untuk

mengetahui

faktor

pendorong

(reinforcing

factors)

yang

mempengaruhi perilaku keluarga dalam pengobatan pasien TB MDR
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat untuk, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

9

a. Untuk pasien tuberkulosis resisten paru, agar dapat memperbaiki kebiasaankebiasaan yang dimiliki sehingga dapat mendapatkan hasil pengobatan yang
maksimal.
b. Untuk Instansi Pendidikan
Sebagai informasi dalam pengembangan dan penelitian di bidang
pendidikan terutama yang berkaitan dengan variabel yang sama dengan
daerah yang berbeda.
c. Untuk Puskesmas
Memberikan bahan masukan, Informasi dan dukungan yang baik kepada
pasien dan keluarga terkait TB MDR untuk tetap patuh berobat.
d. Untuk Pemerintah
Menjadikan perbaikan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada
pasien tuberkulosis resisten obat, baik dukungan moril dan materil untuk
meningkatkan perilaku pasien tuberkulosis resisten obat yang lebih baik lagi
dalam melakukan pengobatan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Penatalaksanaan Program Penanggulangan Tuberkulosis Multi Drugs Resisten (TB-MDR) di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015

13 125 111

Prevalensi Risiko Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB-MDR) di Kota Depok tahun 2010 - 2012

2 18 45

Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

3 65 142

HUBUNGAN ANTARA KETIDAKPATUHAN MINUM OBAT DENGAN KEJADIAN TUBERCULOSIS PARU MULTI DRUG RESISTANCE (TB MDR) Hubungan Antara Ketidakpatuhan Minum Obat Dengankejadian Tuberculosis Paru Multi Drug Resistance (Tb MDR) Di Puskesmas Nogosari Boyolali.

0 1 16

Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 0 18

Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 0 36

Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 3 3

Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 0 10

MDR TB (Multi Drug Resistant Tuberculosis) Reversi

0 0 7