Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

(1)

LAMPIRAN 1

LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MELAKUKAN WAWANCARA

NAMA :

UMUR :

JENIS KELAMIN :

PEKERJAAN :

TINGKAT PENDIDIKAN :

AGAMA :

HUBUNGAN DENGAN PENDERITA :

Dengan menyatakan kesediaan untuk melakukan wawancara dan menjadi informan untuk penelitian skripsi ini.

Medan,………2016 Informan


(2)

LAMPIRAN 2

PEDOMAN WAWANCARA

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keluarga terhadap kepatuhan minum obat penderita TB MDR. Semua pertanyaan mengandung 5W dan 1H

A. Faktor Presdisposisi Probing

Pengetahuan

1. Bagaimana Bapak/ Ibu mengetahui salah satu anggota keluarga Bapak/ Ibu menderita TB MDR?

2. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang TB MDR?

3. Apa saja yang Bapak/Ibu ketahui tentang kelebihan dan kekurangan dalam menjalani pengobatan TB MDR?

4. Bagaimana pengobatan TB MDR yang Bapak/Ibu ketahui? Berapa lama kah pengobatannya TB MDR?

5. Apakah pasien mengalami efek samping dalam tahap pengobatan? Dan bagaimana cara mengatasi efek samping dalam pengobatan?

6. Apakah Bapak/Ibu mengetahui cara penularan TB MDR? Bagaimana cara pencegahan TB MDR?

7. Pengobatan apa saja yang sudah dilakukan penderita TB MDR yang Bapak/ Ibu ketahui?

Sikap


(3)

2. Bagaimana sikap Bapak/Ibu untuk membantu mengatasi efek samping obat yang dialami oleh penderita?

3. Bagaimana sikap Bapak/Ibu selama proses pengobatan penderita TB MDR?

Kepercayaan Probing

1. Jika menemukan ada yang batuk dalam waktu lama, apa anggapan bapak/Ibu? Jelaskan.

2. Apa anggapan masyarakat tentang penyakit yang dialami keluarga Bapak/Ibu?

3. Pengobatan apa saja yang Bapak/Ibu percayai selama proses pengobatan penderita TB MDR? Jelaskan.

4. Selama melakukan proses pengobatan Bapak/Ibu, menurut Bapak/Ibu pengobatan yang seperti apa yang dapat menyembuhkan penyakit TB MDR?

B. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) Probing

1. Bagaimana jarak yang ditempuh Bapak/Ibu untuk mencapai akses pelayanan kesehatan (puskesmas) ? (Dalam satuan jarak KM) 2. Bagaimana waktu yang ditempuh Bapak/Ibu untuk mencapai akses

pelayanan (puskesmas) ? (Dalam satuan waktu, menit atau jam) 3. Transportasi apakah yang Bapak/Ibu gunakan untuk sampai pada akses


(4)

C. Faktor Pendorong (Reinforcing Factors) Probing

1. Apakah dukungan petugas yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap Bapak/ Ibu untuk kepatuhan minum obat penderita TB MDR mulai dari tahap positif terkena sampai tahapan pemeriksaan berkala, dan

pengobatan?

2. Adakah dukungan kader LSM, kader TB Puskesmas, dan LSM TB MDR untuk membantu kepatuhan minum obat penderita TB MDR? Jelaskan.


(5)

LAMPIRAN 3

Berikut Data Pasien TB MDR Kota Medan, tercatat mulai Januari 2012-Mei 2015 sebagai berikut :

No Fasilitas Kesehatan

Jumlah

Total 2012 2013 2014 Mei

2015

1 Puskesmas Tuntungan 2 2

2 Puskesmas Simalingkar 0

3 Puskesmas Kedai Durian 0

4 Puskesmas Medan Johor 2 2

5 Puskesmas Amplas 2 2 2 6

6 Puskesmas Bromo 1 1

7 Puskesmas Tegal Sari 1 1

8 Puskesmas Desa Binjai 0

9 Puskesmas Medan Denai 1 1

10 Puskesmas Medan Area Selatan

1 1

11 Puskesmas Sukaramai 0

12 Puskesmas Kota Matsum 0

13 Puskesmas Teladan 2 2

14 Puskesmas Pasar Merah 0

15 Puskesmas Simpang Limun 2 2

16 Puskesmas Kampung Baru 0

17 Puskesmas Polonia 0

18 Puskesmas Padang Bulan 0

19 Puskesmas PB Selayang 1 5 6

20 Puskesmas Medan Sunggal 1 1

21 Puskesmas Desa Lalang 1 1

22 Puskesmas Helvetia 2 4 1 7

23 Puskesmas Bestari 1 1 2

24 Puskesmas Darussalam 3 3

25 Puskesmas Rantang 0

26 Puskesmas Glugur Kota 0

27 Puskesmas Pulo Brayan 1 1

28 Puskesmas Sei Agul 0


(6)

30 Puskesmas Sentosa Baru 1 1

31 Puskesmas Sering 1 1 2

32 Puskesmas Mandala 0

33 Puskesmas Medan Deli 0

34 Puskesmas Titi Papan 1 1

35 Puskesmas Pekan Labuhan 0

36 Puskesmas Medan Labuhan 0

37 Puskesmas Martubung 1 1

38 Puskesmas Desa Terjun 3 3

39 Puskesmas Belawan 2 2

40 RSU Haji Adam Malik 3 5 4 12

41 RS Bina Kasih/Lapas 1 1 2

42 RS AL Belawan 1 1

43 Praktek Dokter 1 1

Total 5 24 37 4 70


(7)

LAMPIRAN 4

DOKUMENTASI

Gambar. 1 Wawancara bersama Petugas TB MDR Puskesmas Helvetia


(8)

Gambar. 3 Salah satu pasien TB MDR Puskesmas Helvetia


(9)

Gambar. 5 Salah satu sediaan injeksi untuk Pasien TB MDR


(10)

Gambar. 7 Peringatan pada sediaan obat TB

Gambar. 8 Paket sediaan obat yang diminum Pasien TB MDR sesuai dengan berat badan normal


(11)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama TY, dkk 2006. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta: PERPARI.

Achniar, Ni‟mah 2014. Riwayat Kepatuhan Pengobatan TB Pasien TB MDR (MULTIDRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS) di Kabupaten Jember

2014, Universitas Jember,

http://repository.unje.ac.id/bitstream/handle/123456789/566768/Achniar%2 0Irtina. Diakses Tanggal 19 April 2016

Andita Puri, Nomi. 2010. Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Kesembuhan Pasien TB paru Kasus Baru strategi DOTS, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Alfin, Said Khailullah 2012. Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) Sebuah Tinjauan Kepustakaan. Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, http://alfinzone.files.wordpress.com/2012/05/mdr-tb.pdf. Diakses Tanggal 10 Oktober 2015

Azmah, Dzul 2014. Profil Pengamatan Faktor Resiko pada Pasien Multi Drug Resistant Tuberkulosis Paru di RSUP H. Adam Malik tahun 2012. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Azwar, S, 2011. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, edisi 2. Liberty, Yogyakarta: 23 Pustaka pelajar.

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 3. EGC, Jakarta.

Devyna, Yulia 2013. Pengetahuan dan kepatuhan keluarga dalam Perawatan Penyakit ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Purnama Dumai Tahun 2012. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2014. Evaluasi TB Resistan Obat Tahun 2013, Medan.

Erawatyningsih E, dkk. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Berobat pada Penderita Tuberkulosis Paru. NTB. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 3.

Global TB Report WHO, 2014. 19 Th Edition Global, WHO Press. (www.who.int/about/licensing/copyright_form/en/index.html) Di Akses 10 Desember 2015.

Helper, Sahat P Manalu 2011. Faktor Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Ketaatan Berobat Penderita TB Paru di Kabupaten Tangerang. Puslitbag Ekologi dan Status Kesehatan. Jakarta Pusat.

Hutapea, Tahan P. 2008. Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis. Jurnal Respirologi Indonesia RSUD Dr.

Saiful Anwar.

http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/Dukungan%20Keluarga.pdf. Di Akses 14 Mei 2016.

I Made, Satyawan. 2013. Hubungan Persepsi dan Tingkat Pengetahuan Penderita TB dengan kepatuhan Pengobatan di Kecamatan Buleleng. Universitas

Pendidikan Ganesha, Singaraja Bali.

http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JPI/article/viewFile/1411/1272 Diakses 12 Juli 2016.


(12)

Irnawati, Ni Made dkk. 2014. Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada penderita Tuberkulosis di Puskesmas Motoboi Kecil Kota Kotamobagu. Jurnal Kesehatan Komunitas dan Tropik.

http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JKKT/article/view/1127. Di

Akes 25 Juni 2016

Kementerian Kesehatan RI, 2015. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, Keputusan Menteri Kesehatan RI NOMOR HK.02.02/Menkes/52/2015.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Indonesia Bebas Tuberkulosis.

Kementerian Kesehatan RI. Rencana Aksi Nasional: Public Private Mix Pengendalian TB Indonesia: 2011- 2014. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta, 2011.

Kementerian Kesehatan RI. Terobosan menuju akses universal: Strategi pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta, 2010

Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana TB (Konsesus) 2010-2014. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta, 2010

Leida dkk, 2012. Hubungan antara pekerjaan, PMO, Pelayanan kesehatan, dukungan keluarga, dan diskriminasi dengan perilaku berobat pasien TB

Paru. Unversitas Hasanuddin. Makassar.

http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/3282 Di Akses 20 Juni 2016.

Loriana, Rina dkk, 2012. Efek Konseling Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Kepatuhan berobat penderita Tuberkulosis Paru di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Samarinda, Universitas Mulawarman. http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/file/1445b949d295c948aeb541ca379aefb.pdf. diakses tanggal 19 April 2016.

Mochammad, Haqi Maulana 2011. Gambaran Pengawasan Menelan Obat (PMO) DiPuskesmas Genuk dan Bangetayu Semarang, Universitas Muhammadiyah Semarang. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-haqimaulan-6181-2-babii.pdf. Di Akses Tanggal 10 Januari 2016.

Nainggolan, Tisna Glory Nazar 2013. Pengaruh Komunikasi Teraupetik Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru Rawat Jalan RSUD Sidikalang Kabupaten Dairi. Magister Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Sumatera Utara, Medan.

Notoatmodjo S. 2003. Konsep Perilaku Kesehatan Buku Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Profil Puskesmas Helvetia, 2015. Laporan Tahunan Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2015, Medan.

Rahmat, 2012. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesembuhan Penderita TB Paru Di Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah (Skripsi). Makassar: FKM Universitas Hasanuddin;2012


(13)

Republik Indonesia, 2006. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksana di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta.

Republik Indonesia, 2013. Pedoman Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat. Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 13. Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Soekidjo Notoatmodjo, 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka. Hal: 75-77.

Soepandi, Priyanti Z, 2010. Penelitian Diagnosis dan Penatalaksanaan TB MDR. Departemen Pulmonologi-Ilmu Respirasi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan RSUP Persahabatan, Jakarta.

Sugiyono, 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabet. Hal:1-2, 52, 63-65, 76.

Sumarman dan Krisnawati Bantas 2012. Peran Pengawas Minum Obat dan Kepatuhan Periksa Ulang Dahak Fase Akhir Pengobatan Tuberkulosis di Kabupaten Bangkalan (Skripsi). Jakarta. Epidemiologi FKM Universitas Indonesia.

Sumange A 2010. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru Di Puskesmas Wonomulyo Kab. Polewali mandar (Skripsi). Makassar: FKM Universitas Hasanuddin

World Health Organization, 2007. International Standard for Tuberculosis Care. TBCTA. Geneva.

World Health Organization 2010. Public private mix for TB care and control: A toolkit. Geneva:WHO Press

World Health Organization, 2014. Multidrug and Extensively Drug-Resistant TB (M/XDR-TB): 2014 Global Report on Surveillance and Response. Geneve: WHO Press.

Zuliana I, 2009. Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan dan Faktor Peran Pengawas Menelan Obat terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita TB Paru Dalam Pengobatan Di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat, Medan


(14)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik penelitian penggumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari generalisasi.

Obyek dalam penelitian kualitatif adalah obyek yang alamiah sehingga metode penelitian ini sering disebut metode naturalistik. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang nampak. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif tidak menekankan generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih adalah salah satu Puskesmas yang mempunyai pasien TB Resisten Obat yaitu Puskesmas Helvetia. Untuk Kota Medan tercatat, Puskesmas Helvetia memiliki Pasien 7 pasien TB MDR dan termasuk salah satu Puskesmas yang paling banyak menangani pasien TB MDR. Kasus TB XDR (Extendent Drug Resistant) yang merupakan fase TB berikutnya setelah TB MDR (Multi Drug Resistant) juga pertama kali ditemukan di Puskesmas Helvetia dan


(15)

pertama kali ada di Provinsi Sumatera Utara, dan sehingga penulis tertarik untuk melakukan peneliti di Puskesmas Helvetia

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan antara Desember 2015 sampai Mei 2016. 3.3 Pemilihan Informan

Pemilihan Informan dilakukan dengan kesesuaian dan kecukupan meliputi 3 orang keluarga Penderita TB MDR, 1 orang Petugas TB MDR Puskesmas Helvetia, 1 orang Dokter TB MDR Puskesmas Helvetia, dan 1 orang Ketua Organisasi TB MDR.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian yang digunakan adalah wawancara, dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disediakan dan memakai recorder sebagai alat perekam untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga terhadap kepatuhan minum obat penderita Tuberkulosis MDR (Multi Drug Resistant) di Puskemas Helvetia.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat peneliti adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode


(16)

kualitatif, penguasaan teori, dan wawasan terhdapan bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan.

Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data yang lebih banyak pada observasi berperan serta (participation observation), wawancara mendalam (indepth interview) dan dokumentasi. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Maka, pada penelitian ini penulis menggunakan sumber data primer.

Maka menurut Lincoln and Guba (Sugiyono, 2009) mengemukakan ada tujuh langkah dalam penggunana wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif, yaitu :

1. Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan

2. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan 3. Mengawali atau membuka alur wawancara

4. Melangsungkan alur wawancara

5. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya 6. Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan

7. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh (Sugiyono, 2009)


(17)

3.6Definisi Operasional Variabel

3.6.1 Faktor Presdiposisi (Predisposising Factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, dan sebagainya

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah pemahaman pasien TB Resistan Obat dengan informasi mengenai TB Resistan Obat tentang penyebab penyakit, sumber informasi, kapan dikatakan seseorang sudah menderita TB Resistan Obat, cara penularan, cara pengobatan, lama pengobatan, efek samping obat, bagaimana jika tidak patuh berobat, bagaimana mengatasi, cara pencegahan.

b. Sikap adalah respon tertutup pasien TB Resistan Obat terhadap penyakit TB Resistan Obat, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan meliputi penyakit TB Resistan Obat yang memerlukan pengobatan yang panjang, memerlukan pemeriksaan laboratorium berulang, mempunyai efek samping obat. c. Kepercayaan mengambarkan pasien percaya terhadap keyakinan dan

budaya yang sudah menjadi kebiasaan dalam pengobatan TB MDR.

3.6.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan dalam pengobatan TB MDR.

a. Jarak Tempuh adalah seberapa jauh jarak dalam satuan jarak kilometer yang dilalui untuk menjangkau tempat pelayanan kesehatan dalam pengobatan TB MDR.


(18)

b. Waktu Tempuh adalah waktu dalam satuan waktu (jam atau menit) yang dibutuhkan untuk menjangkau tempat pelayanan kesehatan dalam pengobatan TB MDR.

c. Akses Pelayanan adalah pasien menggunakan transportasi yang seperti apa untuk sampai ke pelayanan kesehatan yang menyebabkan mereka patuh minum obat dalam pengobatan TB MDR.

3.6.3 Faktor Pendorong (Reinforsing Factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat dalam pengobatan TB MDR.

a. Dukungan Petugas kesehatan dalam pengobatan TB Resisten Obat ada efek samping obat yang luarbiasa yang tidak diharapkan. Maka, peran petugas menyampaikan informasi yang tepat dalam pengobatan terhadap pasien.

b. Kader, merupakan dukungan yang diberikan orang yang bergerak dalam pengobatan TB MDR. Penggerak LSM ataupun pasien TB MDR yang sudah sembuh yang membantu memberikan semangat.

3.6.4 Perilaku Keluarga, menjadi faktor penting dalam kepatuhan pasien dalam tahap pengobatan sehingga dapat menjadi patuh dalam pengobatan dalam pengobatan TB MDR. Adanya kepedulian dan dukungan keluarga menjadi pengaruh dalam kepatuhan minum obat penderita TB MDR.

3.6.5 Kepatuhan minum obat pasien, gambaran sejauh apa pasien TB Resisten Obat dalam melakukan tahap pengobatan pasien. Dari pengobatan tahap awal pasien, dimulai dari tahap injeksi, sampai tahap pengobatan secara oral rutin selama dua tahun.


(19)

3.6.6 TB MDR (Tuberkulosis Multi-Drug Resistant), TB yang terjadi karena resisten terhadap rifampisin dan isoniazid, dengan atau tanpa OAT lainnya, atau TB biasa tahap satu yang tidak selesai pengobatan selama enam bulan, atau kontak langsung dengan penderita TB MDR lainnya. Penyakit seperti apa yang dipahami oleh pasien agar mau menjalani pengobatan.

3.6.7 Obat TB MDR, fase pengobatan 18-24 bulan yang diketahui keluarga dan pasien TB MDR mulai dari fase awal yaitu tahapan suntik, konversi ke tahapan minum obat, sampai pemeriksaan rutin kultur sampai dinyatakan negatif bebas kuman hingga dinyatakan sembuh.

3.7 Metode Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, teknik analisis data yang digunakan sudah jelas, yaitu arahan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam proposal. Data disajikan dalam bentuk matrix kemudian data di analisa menggunakan teori dan pustaka yang ada. Data diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data. Data yang diperoleh pada umumnya adalah data kualitatif, sehingga teknik analisis data yang digunakan belum ada pola yang jelas. Analisi data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai dilapangan.

Menurut Nasution (1988) menyatakan analisis telah mulai sejak dirumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data lebih difokuskan selama proses dilapangan bersamaan dengan pengumpulan data.


(20)

Miles and Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data yaitu :

a. Data Reduction (Reduksi Data), merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting , dicari tema dan polanya.

b. Data Display (Penyajian Data) setelah mereduksi data, maka penyajian data dilakukan secara terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga semakin mudah dipahami. Dalam penelitian ini menggunakan teks yang naratif, dan grafik.

c. Conclusion Drawing/Verification (Kesimpulan/ verifikasi) kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukan merupakan kesimpulan yang kredibel. (Sugiyono, 2009).


(21)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Puskesmas Helvetia

Puskesmas Medan Helvetia terletak di Jalan Kemuning Perumnas Helvetia, Kelurahan Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia. Puskesmas Helvetia mempunyai luas wilayah kerja 11,60 Km2 dan jumlah lingkungan sebanyak 88 lingkungan. Batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Medan Sunggal

2. Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Medan Barat dan Medan Petisah

3. Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Medan Sunggal, dan 4. Sebelah utara berbatasan degan Kabupaten Deli Serdang.

4.1.2 Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia

Puskesmas Helvetia adalah salah satu Puskesmas rawat inap di Kota Medan dengan luas tanah 410,75 m2, luas tanah rumah dinas Dokter 357, 75 m2, luas tanah rumah dinas paramedis masing masing 178,875 m2. Luas bangunan Puskesmas 350 m2 dan luas bangunan rumah dinas masing-masing 100 m2. Keadaan rumas dinas dokter rusak berat dan tidak ditempati. Puskesmas Helvetia diresmikan pada tahun 1979 oleh Walikota Medan AS Rangkuti. Puskesmas


(22)

Helvetia melakukan pelayanan kesehatan terhadap 7 kelurahan yang ada di wilayah kerja kecamatan Medan Helvetia, yaitu:

1. Kelurahan Helvetia

2. Kelurahan Helvetia Tengah 3. Kelurahan Helvetia Timur 4. Kelurahan Tanjung Gusta 5. Kelurahan Sei Sikambing C II 6. Kelurahan Dwikora

7. Kelurahan Cinta Damai

Pada wilayah kerja Puskesmas Helvetia terdapat 2 buah Puskesmas Pembantu (Pustu), yaitu Puskesmas Pembantu Tanjung Gusta yang terletak di jalan Gaperta Ujung kelurahan Tanjung Gusta dan Puskesmas Pembantu Dwikora yang terletak di jalan Setia Luhur Kelurahan Dwikora. (Profil Puskesmas Helvetia, 2015)


(23)

Sumber : Kantor Camat Helvetia, Tahun 2015

Gambar 4.1


(24)

4.1.3 Data Umum Puskesmas Medan Helvetia 4.1.3.1 Data Geografis

Wilayah kerja Puskesmas Medan Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia ini terdiri dari :

 Luas wilayah kerja : 11,60 km2  Jumlah kelurahan : 7 kelurahan  Jumlah lingkungan : 88 lingkungan

4.1.3.2 Data Demografis

Kecamatan Medan Helvetia terdiri atas 7 kelurahan dengan jumlah penduduk yang dicakup oleh Puskesmas Helvetia sebanyak 145.239 jiwa yang terdiri dari 31.652 kepala keluarga.

Puskesmas Helvetia mempunyai layanan penyakit IMS (Infeksi Menular Seksual), layanan HIV/AIDS dan layanan khusus untuk TB Paru. (Profil Puskesmas Helvetia, 2015)

4.2 Karakteristik Informan

Karakteristik dari masing-masing informan pada penelitian ini melialah pada tabel berikut.


(25)

Tabel 4.1 Karakteristik Informan

No. Informan Jenis

Kelamin

Umur (THN)

Tingkat Pendidikan

Pekerjaan

Jabatan

1 AS Perempuan 54 SMP Jualan Bakso Ibu Pasien

2 DH Perempuan 48 SPK PNS Istri Pasien

3 IS Perempuan 29 SMA Wiraswasta Istri Pasien

4 DP Perempuan 55 PT PNS Petugas TB

MDR

5 LM Perempuan 42 PT Dokter

Puskesmas

Dokter TB MDR

6 LK Perempuan 27 SMA Tidak Ada Ketua LSM

Pejuang Sehat Bermanfaat

(PESAT)

Dari data yang didapatkan di lapangan, terdapat 7 orang penderita TB MDR, dua orang diantaranya meninggal, dua orang default atau tidak melanjutkan minum obat lagi karena tidak diketahui keberadaannya. Maka, dari tabel di atas dapat terlihat bahwa jumlah informan pada penelitian ini ialah 3 orang keluarga penderita TB MDR, Petugas TB MDR Puskesmas, Dokter TB Puskesmas Helvetia, Ketua LSM Pejuang Sehat Bermanfaat (PESAT) yang menaungi pasien TB MDR di Kota Medan.

4.3 Hasil Wawancara Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keluarga terhadap kepatuhan minum obat pasien Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB-MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016 4.3. 1 Pernyataan Informan tentang Faktor Predisposisi yang mempengaruhi

perilaku keluarga terhadap kepatuhan minum obat pasien Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB-MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan


(26)

Tabel 4.2 Matriks Pernyataan Informan tentang Pengetahuan sebagai salah satu Faktor Predisposisi

No Tema Pernyataan Keterangan

1

Pengetahuan tentang TB MDR pertama kali

menderita

“Awalnya itu ga ada yang tau ini penyakit apa (TB MDR) kok kayak gini sakitnya. Panasnya kok kencang kali, terus nanti tengah malam uhuk-uhuk (batuk). Dan A (Anak

Informan) pernah kena TB biasa, sebulan lagi ga teratur minum obat. Berobat ke Adam Malik, darisana saya baru tau TB MD, tapi saya (ibu pasien) ga mau banyak pikir,

dijalani saja”

Informan 1

“Waktu pertama kali kita tau

penyakit ini (TB MDR) menular kita agak sedikit takut,tapi setelah pengobatan sesuai ketentuan paramedis (pengobatan standar TB MDR) ya kita ikuti.”

Informan 2

“Saya bingung sebenarnya penyaktnya seperti apa,batuknya lama, muntah-muntah sampai muntah darah. Cemas juga waktu tau, apalagi sebelumnya TB biasa kambuh lagi jadi MDR ini. Setelah dijelaskan petugas puskesmas, baru saya mengerti”

Informan 3

“Mereka (keluarga pasien) ya menganggap ya TB MDR itu berbahaya, ada mereka (keluarga pasien)yang bertanya, ada yang tidak kena bisa terkena penyakit ini (TB MDR). Tapi, kita (petugas TB MDR) coba obatin dan kasih penyuluhan bahwa TB itu bukan penyakit keturunan tapi penyakit menularkan. Respon mereka (keluarga pasien) yang obatin ajalah, gitu”

Informan 4

“Rata-rata pada syoklah (keluarga pasien TB MDR), sedangkan minum obat selama enam bulan atau setahun saja sudah berat. Tapi kita (dokter TB) terangkan kalau TB MDR yang penting jangan minum obat. Rajin kontrol, dan kita (dokter


(27)

No Tema Pernyataan Keterangan TBMDR) selalu kasih semangat”

“Kalau keluarga saya, kalau waktu itu mereka belum tau ini apa itu TB MDR. Anggapan mereka, penyakit yang berbahaya. Jadi, saya setelah dinyatakan terkena TB MDR. Saya jadinya, tinggal sendiri”

Informan 6

2 Pengetahuan tentang TB MDR

“Penyakitnya (TB MDR)bisa sembuh kalau teratur minum obatnya, ada efek samping saat minum obatnya. Mual muntah, memang dibilang bu D (petugas TB MDR) kalau minum obat ini (TB MDR) efek sampingnya begitu”

Informan 1

“Penyakit TB diatas TB biasa yang berobat enam bulan. Yang kumannya sudah kebal dari pengobatan TB biasa, karena minum obat selama enam bulan tidak teratur”

Informan 2 “TB biasa yang tidak sembuh,

kemudian lanjut makan obat lagi

selama dua tahun” Informan 3 “TB MDR disebabkan oleh beberapa

faktor, gagalnya pengobatan kategori I, kambuh, terus

ketidakpatuhan pasien (minum obat), tapi kebanyakan pasien saya

(Petugas TB MDR) memang sudah gagal pada tahap pengobatan pada TB biasa.”

Informan 4

TB MDR itu pasien-pasien yang sudah resistensi dengan obat TB biasa, bisa menyangkut karena ketidakpatuhan minum obat, sehingga menjadi TB MDR.”

Informan 5

“Dari TB yang sudah berulang, yang tidak teratur minum obat sewaktu TB biasa”

Informan 6

3

“Kekurangan kalau minum obat ini, banyak mengeluh dia (pasien TB MDR), menderita, muntah luar biasa, terus kayak berhalusinasi. Kelebihannya, dia jadi punya banyak


(28)

No Tema Pernyataan Keterangan

Pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangan dalam pengobatan TB MDR

kawan habis berobat dari Adam Malik. Dari Pesat (Organisasi TB MDR) itulah sering main kerumah” “Kelebihannya ya, dia (Pasien TB MDR) jadi patuh minum obat sebelumnya dia mana mau

dengarkan saya (istri pasien) waktu masih minum obat TB biasa. Udah dibilang sama dokter, baru dia percaya ini obat terakhir.

Kekurangnnya, efek samping obat (oyong, ngilu-ngilu, muntah) yang dirasakan suami saya.”

Informan 2

“Efek samping yang luar biasa itu yang ga bisa ditahankan, apalagi kalau siap minum obat langsung pusing, pandangan kabur, kadang agak pekak ga bisa dengar.

Kelebihannya kalau minum obat, Ibu D (petugas TB MDR) selalu ingatkan saya. Perhatiannya petugas

puskesmas terbaiklah.”

Informan 3

“Kelebihannya obatnya sudah dipaketkan, jadi memudahkan kita (petugas TB MDR) dalam ngasih obat. Kekurangannya, logistik obat TB MDR sering terlambat, aqua destnya ga ada, masker untuk pasien juga. Ya, terpaksa bahkan dari pakai uang saya sendiri untuk kesembuhan pasien itu sendiri.”

Informan 4

“Kalau soal kelebihan dan

kekurangan, saya rasa menyangkut efek samping yang banyak

dikeluhkan oleh pasien TB MDR. Ga tahan, takut gagal sembuh. Bahkan kita (petugas TB MDR) juga sering ditolak keluarga pasien kalau turun ke lapangan mendatangi rumahnya untuk patuh minum obat.”

Informan 5

“Kalau dari saya tidak ada

(kelebihan, kekurangan), cuman dari pasien lain kekurangannya mereka mengeluhkan adanya keterlambatan obat.”


(29)

No Tema Pernyataan Keterangan

4 Pengetahuan tentang pengobatan TB MDR

“Pengobatannya yang dijalani sudah lima bulan berobat suntik, kontrol ke Adam Malik (RS Adam Malik) habis itu dinyatakan negatif, tidak suntik lagi. Lanjut minum obat setiap hari kecuali hari minggu sampai

dinyatakan kumannya tidak ada lagi. Terus kontrol kesana (RS Adam Malik).”

Informan 1

“Pengobatannya 2 tahun paling lama, tapi Bapak (Pasien TB MDR) 18 bulan, setelah dites udah negatif semua. Suntik setiap hari selama enam bulan, habis itu minum obat.”

Informan 2 “Awalnya disuntik selama 6 bulan,

lanjut minum obat sampai hilang kuman di paru-parunya. Kira-kira minum obat hampir 2 tahunlah suami saya.”

Informan 3

“Pengobatannya TB MDR itukan paling lamakan kalau fase awal dia itukan 6-7 bulan. Setelah dinyatakan negatif, habis itu sambung lagi satu tahun 8 bulan hampir dua tahun lah minum obat.”

Informan 4

“Enam bulan suntik. Terus habis itu

sambung minum obat tablet.” Informan 5 “Minimal suntik itu enam bulan,

setelah itu fase lanjutan itu minum obat. Ada yang sampai 2 tahun, kalau saya yang sampai 21 bulan.”

Informan 6

5

Pengetahuan tentang efek samping yang dirasakan dan mengatasi

efek samping pengobatan TB MDR

“Muntah luar biasa, terus kayak berhalusinasi.

Mengatasi efek samping :

Pokoknya dia ingin tenang, maunya kalau minum obat tidak boleh ada suara. Terus pas mau minum obat, harus disediain kebutuhan nya (Anak Informan-Pasein TB MDR) harus ada cemilan.”

Informan 1

“Efek samping itu datangnya setelah minum obat, contohnya setelah minum obat itu dia (Pasien TB MDR) oyong mual. Mengatasi efek sampingnya : Makan obat itu diganti


(30)

No Tema Pernyataan Keterangan jadi malam, tidurnya jadi lebih

enak.”

“Selama minum obat, mual muntah, pusing, agak pekak. Itulah.

Cara mengatasinya: Saya (Istri pasien), bantu menyemangati aja.”

Informan 3 “Cemas, merasa stres, merasa ah

udahlah ga mau makan obat lagi, kepalanya, ulu hatinya ngisap. Kalau badannya patah-patah, kepalanya berat.

Mengatasi efek samping: Cukup makan panadol, pasien aja untuk TB biasa ya. Ya, kalau MDR ya makan aja panadolnya. Itu yang saya (Petugas TB MDR)anjurkan ke pasien”

Informan 4

“Ada ya gelisah, ada ngoceh sendiri, ada yang halusinasi, ada yang mau mati katanya (pasien TB MDR). Kalau dari kita (Dokter TB MDR), pelan-pelan kita inikan. Kita kasih penyuluhan, diberitahukan ke keluarganya untuk mendampingi.”

Informan 5

“Kalau efek sampingnya itu bisa sampe ga bisa jalan, sampe ngesot ke kamar mandi pernah.

Mengatasi efek samping: Cuman kalau itu sih dilawan aja sih, dilawan aja. kebetulan waktu itu saya harus masuk sendiri. Jadi, ga mungkin saya minta bantuan keluarga saya.”

Informan 6

6

Pengetahuan tentang penularan dan pencegahan TB MDR

“Semua sendiri, kamar sendiri. Barang, tidur juga sendiri. Kita pisahkan biar ga tertular.”

Informan 1 “Bapak (Suami Informan) tidur

sendiri di luar, sampai dahaknya dinyatakan negatif. Embernya itu sudah siapkan khusus untuk muntah. Muntah itu disiram dibersihkan dulu, direndam pake bayclin itu.

Pencegahan: Dibuang, baru siram lagi bayclin lagi, siram lagi. Itu ga


(31)

No Tema Pernyataan Keterangan kita pegang-pegang itu, gitu aja.”

“Kalau kita bicara langsung, tanpa pakai masker bisa tertular. Makanya dia (pasien TB MDR) dirumah pake masker. Dia mau pake masker, tapi kadang kalau ga tahan dibukanya cuman menjauh. Demi anak-anaklah.”

Informan 3

“Penularannya dari hacim (bersin) ketika bersin yang tidak di tutup. Saya ingatka pasien ini (Pasien TB MDR) harus pakai masker, buang dahak jangan sembarangan”

Informan 4

“Pencegahan disarankan pemakaian masker, karena pasien TB MDR wajib kita suruh pake masker kalau berobat. Hindari kontak langsung kalau ada anak kecil, anak bayi. Karena penularan TB MDR juga lewat kontak langsung.”

Informan 5

“Penggunaan masker sebagai pencegahan, beberapa pasien kadang mengeluhkan pake maskerpun sesak napas. Paling kalau batuk kita (Organisasi TB MDR) bilang coba dibuka sekali-kali, cuman kalau lagi batuknya jangan dibuka. Terus jangan buang dahak sembarangan karena penyakit tertular, etika batuk diajarkan kepada pasien TB MDR.”

Informan 6

7

Pengetahuan tentang pengobatan yang sudah dilakukan penderita TB

MDR

“Ada, herbal. Paling itulah, selain obat yang dipake dari rumah sakit. Ada ramuan itu, ramuan kampung. A (pasien TB MDR) udah minum segala macam herbal,malah jadi gangguan lambung. Badannya makin kurus”

Informan 1

“Pengobatannya itu aja kami pake obat medis (Obat Suntik dan Minum Obat Tablet sesuai standar

Pengobatan TB MD) Kalau obat yang lain, propolis.itu pun dikasih keluarga, karena kalau kita

(keluarga pasien) tolak kita jadi ga


(32)

No Tema Pernyataan Keterangan enak sama keluarga.”

Tidak ada pengobatan lain, kita (keluarga pasien) cuman minum obat dari puskesmas.

Informan 3 “Kalau saya (Petugas TB MDR)

bilang sama pasien,walapun sama obat sensei atau obat apapun. Yang penting kamu makan obat saya, tapi apapun yang kalian bilang tanpa makan obat TB tidak akan sembuh.”

Informan 4

“Itu kan biasanya (pemberian obat) yang ke petugas, Ibu itu (Petugas TB MDR) yang tau. Tapi setau saya, biasanya pasien ada tanya-tanya jamu-jamu, entah ada ramuan. Saya bilang saya ga tau.”

Informan 5

“Saya disuntik dipuskesmas, habis itu ambil obatnya dipuskesmas. Kebetulannya, kalau dimedan ini obatnya boleh dibawa pulang. Seharusnya sih ga boleh, diminum didepan petugas. Pengobatan saya lakukan sesuai prosedur.”

Informan 6

Berdasarkan data diatas, dapat dilihat beberapa informan, masih ada yang belum memiliki pemahaman diawal, tapi setelah menjalin pengobatan sehingga tau informasi yang ada.


(33)

Tabel 4.3 Matriks Pernyataan Informan tentang Sikap sebagai salah satu Faktor Predisposisi

No Tema Pernyataan Keterangan

1

Sikap keluarga pertama kali mengetahui penyakit

TB MDR

“Ibu ga mau banyak pikir,

namanya orang tua ya. Beban anak jadi sakit kayak gini (TB MDR), kadang ibu (Ibu pasien TB MDR) nangis, tapi tetap menjaga makan supaya ga ngedrop. Kasian adeknya masih ada yang kecil.”

Informan 1

“Keluarga masih datang jenguk ke kamar tidur, macam menjenguk penyakit biasa aja gitu. Ya, mau bagaimana kita tetap harus

menjalaninya. Apalagi ini penyakit menular”

Informan 2

“Ya saya bilang tadi, bingung awalnya sebenarnya ini penyakit apa (TB MDR). Tapi dikasih tau kan pengobatannya, cara

pencegahan, makanannya sama bu D (Petugas TB MDR) diikuti saja, biar cepat sembuh.”

Informan 3

“Mereka (Keluarga pasien) sampai sini tidak ada masalah, karena sampai sini sudah tau penyakitnya. Kalau ada tanya saya jelaskan, yang bermasalah paling diwaktu pengobatan.”

Informan 4

“Syok, beberapa keluarga mendengar lamanya pengobatan apalagi setelah minum obat banyak yang ga tahan dengan efek

samping.”

Informan 5

“Ada yang keluarganya

mendukung, ada yang beberapa kasus dia ditinggalkan istri atau suaminya. Ada, yang meninggal istrinya juga.”

Informan 6

2

“A (Anak Informan-Pasien TB MDR) tidak mau diganggu kalau sudah minum obat, karena tidak suka bising. Jadi, kita mengerti”


(34)

No Tema Pernyataan Keterangan

Sikap keluarga membantu mengatasi

efek samping pengobatan TB MDR

“Efek sampingnya kalau sudah minum obat timbul oyong, sikap kita(istri pasien) ya kita ganti waktu minum obatnya jadi malam. Kalau Bapak muntah kita siapkan wadahnya, kita (keluarga)temanin”

Informan 2

“Menemanilah, kadang malam ditemanin. Kalau pusing disuruh tidur, karena dia dirumah aja selama sakit.”

Informan 3 “Saya hanya kasih saran ke

keluarga pasien untuk gizinya. Pertama dikasihlah foodingnya juga ya, efek samping ini banyak akibatnya. Kadang-kadang, kurang nutrisi dalam tubuhnya ya. kayak pasien saya bilang, saya kan bilang ada jus tomat. Kalian bisa

bervariasi kasih jusnya, kalau yang mampu sih silahkan aja pake anggur atau apa. Kedua, pouding telor itu boleh. Efek samping ini boleh, apapun efek samping ini coba kamu cari apapun pekerjaan kamu”

Informan 4

“Keluarga sadar sendiri kalau ini memang pengobatan MDR yang baik. Tadinya kayak merongrong kita (Dokter TB MDR) ya kan, sok-sok ga mau. Ga mau makan obat, apa ga ada yang lain. Tapikan obatnya udah ini lagi, mau gimana. Terpaksa mereka (pasein TB MDR) hadapi, paling saya kasih

penyuluhan soal efek samping”

Informan 5

“Saya hadapi sendiri. Jadi, gini (efek samping) saya tidak cerita keluarga saya. Saya tidak mau membebani mereka, jadi biar saya berjuang sendiri aja. nanti saya buktikan sama mereka bahwa saya bisa.”


(35)

No Tema Pernyataan Keterangan

3

Sikap keluarga terhadap proses pengobatan TB MDR

“Saya pernah ikut kontrol ikut ke Adam Malik. Ibu obat ini memang luarbiasa. Nanti ibu jangan panik, ini sembuh, banyak gangguannya. Banyak efeknya semua, tapi ga apa bu.”

Informan 1

“Iya, saya kan medis (bidan). Saya kan tau pengobatannya gimana penyakit seperti apa. Kumannya seperti apa, ya walaupun dibilang orang bawa ke penang. Bawa ke ini, saya tau persis. Kalau kuman ini, memang asli kumankan ya. penyakit medis gitu. Dari luar itu, ya kita pake obat dokter dulu lah”

Informan 2

“Lama kan, pengobatannya. Apa boleh buat, kita jalani aja. padahal TB biasa suami saya rajin minum obat. Tapi tetap kambuh juga. “

Informan 3 “Ada, welcome. Pokoknya kalau

saya (Petugas TB MDR), mau TB MDR, mau TB apa, mau HIV. Saya ga pernah, malah aku berfikir malah, aduh kasihan banget dia kena ini ya. kalau saya sebagai petugas menolak, dia (pasien TB MDR) kemana lagi.”

Informan 4

“Yang saya (Dokter TB MDR) kasih, edukasi aja. Ya paling kita

bilang tingkatkan kesabarannya.” Informan 5 “Kalau keluarga sekedar

menyemangati aja lewat telfon, udah minum obat belum. Atau sebatas kebutuhan apa nih yang kurang, paling nanti mereka beli antarkan kerumah. Gizinya masih terpenuh, kalau kebutuhan rumah terpenuhi lah.”

Informan 6

Dari beberapa informan diatas, informan bersikap berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, serta informasi yang didapatkan ketika berobat.


(36)

4.4 Matriks Pernyataan Informan tentang Kepercayaan sebagai salah satu Faktor Predisposisi

No Tema Pernyataan Keterangan

1

Anggapan terhadap batuk dalam jangka

waktu lama

“Ya, bagaimana lagi. Sudah memang udah jalannya. Ikuti saja kan, mudah-mudahan masih sembuh ya kan.”

Informan 1 “Batuk lama itu, kira-kira itu

penyakit apa kita patut curigai. Mau itu teman, ada hubungan atau kawan, kita bisa menganjurkan berobat segera. Periksakan, supaya lebih cepat diketahui. Jadi, gampang mengobatinya.”

Informan 2

“Kita pikir penyakit apapula kan, tapi kita yang kurang tahu kalau ga dapat informasi dari bu D (Petugas TB MDR)”

Informan 3

“Saya kan udah gini bilang, MDR ini dapat saya udah dari rumah sakit. Jadi, proses awal saya ga tau”

Informan 4 “Banyak yang ga tau, tapi setelah

sampai di puskesmas kita jelaskan sesuai dengan gejala yang diderita pasien.”

Informan 5 “Ada kebetulan saya melakukan

hospital visite TB MDR ini penyakit apa? Penyakit gila ini katanya, soalnya diobatin kok jadi tambah sakit ini, ga betul ini katanya”

Informan 6

2

Kepercayaan masyarakat tentang

TB MDR

“Masa bodoh lah. Biasa aja, cuman dianggap orang sakit karena

masyarakat kan ga tau”

Informan 1 “Kalau tanggapan masyarakat,

kitakan ga bisa perfikir apa. Namanya dia (masyarakat)

nanggapain itu ya terserah mereka, kita ga bisa melarang mereka berpikian apa. Kita (keluarga pasien) hanya berusaha

menyakinkan pun, penyakit menular pun itu bisa sembuh”

Informan 2

“Masyarakat sini ga tau dia sakit


(37)

No Tema Pernyataan Keterangan “Masyarakat belum terlalu mengerti

dengan TB MDR, mereka tau TB. Walaupun kita sosialisasikan, tapi mereka cuman taunya TB.”

Informan 4 “Ga ada, karena kan rata-rata kan

kita ga ada bilang

kemana-kemanakan. Cuman si pasiennya kita kasih edukasi itu tadi. Pak, itu bisa menularkan kemana-mana”

Informan 5 “Saya ga tau ya, karena selama

pengobatan saya jarang bergaul sih. Paling kalau keluar ke adam malik udah, habis itu balik ke rumah lagi. Mungkin juga lingkungan juga ga tau, tapi pernah terjadi ini”

Informan 6

3

Kepercayaan keluarga terhadap pengobatan

TB MDR

“Itulah disana muntah gitu, dia ga batuk gitu. Keluar darah, disitulah ke orang tua. Tadinya, katanya A(Pasien TB MDR) dibuat orang. Itulah yang keluar disana darah segar. Ada, herbal. Paling itulah, selain obat yang dipake dari rumah sakit”

Informan 1

“Ya itu tadi, obat yang medis (Obat TB MDR) itu tadi. Kalau obat yang lain itu tadi, karena diantar gratis. Kan ga ada beli.”

Informan 2 “Ga ada, kami ikutin anjuran aja.

makanan dijaga,foodingnya teratur

minum obat.” Informan 3

“Ada banyak. Kadang mereka (keluarga pasien) ada bilang boleh ga dicampur obat ini dengan sensei bu? Kalian (keluarga pasien) kalau mau makan apa saja boleh asal mampu beli, tapi obat TB tidak boleh putus.”

Informan 4

“Seolah-olah menuntut kita itu, apa kita (DokterTB MDR) ga ada obat lain. Itu yang susah kita

menginikannya (menjelaskannya), padahal walaupun ada pilihan lain saya ga akan ngasih pilihan orang itu (pengobatan selain TB MDR). Makan obat segini banyak, ya kan”


(38)

No Tema Pernyataan Keterangan “Ada beberapa pasien ga percaya,

yang nyoba jalur herbal. Untuk yang pake herbal, ada yang meninggal. Terus ada juga yang dia mangkir dikarena kan karena faktor ekonomi” Informan 6 4 Kepercayaan terhadap pengobatan yang dilalui selama pengobatan TB MDR

“Iya, kan sempat putus obat juga. Sampai nangis lah juga saya, harus apa. Pertama, ga mau dia ke Adam Malik. Kayaknya A (Pasien TB-MDR), walaupun kadang semangat kadang percaya diri pasti sembuh. Percaya (Pengobatan TB MDR, apalagi nengok P (organisasi TB MDR) itukan. Semangat, patuh minum obat. Makannya garus kuat harus banyak makan, petugasnya memeberikan penyemangat.”

Informan 1

“Ga ada. Dari luar itu, ya kita pake obat dokter dulu lah. Gausah yang lain, yang jelas kalau MDR itu diobatin dulu”

Informan 2 “Yang kita jalani inilah, walaupun

kata orang begini begini, kita dengarin kata bu D (Petugas TB MDR) dari puskesmas aja”

Informan 3 “Yang penting kamu (pasien TB

MDR) makan obat saya, tapi apapun yang kalian bilang tanpa makan obat TB tidak akan sembuh. “

Informan 4 “Saya pun ga tau, cuman mereka

(keluarga Pasien TB MDR) sering tanya gitu. Ga bisa diginiin gitu, ntah jamu-jamu. Biasanya kayak gitu, ntah ada ramuan. Obat cina, sering juga nanyain mereka”

Informan 5

“Obat TB MDR, karena pasien beberapa ada yang mangkir. Masih bisa kami (organisasi TB MDR) ajak untuk balik (berobat. Karena

berfikiran masih sehat-sehat, paling gitu Cuma empat bulan. Habis itu keluar darah banyak dibaa ke Adam Malik. Yaudah suntik dari awal lagi, padahal sudah konversi itu dari suntik”


(39)

4.3. 2 Pernyataan Informan tentang Faktor Pemungkin (Enabling Factors) yang mempengaruhi perilaku keluarga terhadap kepatuhan minum obat pasien Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB-MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan

Tabel 4.5 Matriks Pernyataan Informan tentang Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

No Tema Pernyataan Keterangan

1 Jarak Tempuh

“Ga terukur lagi lah, jauhnya. 20

KM lebih ada lah”. Informan 1 “Berapa ya, 200 meter? Ga ah, lebih

lah pak. Setengah kilo lah. Kita belok sini sana, setengah kilo adalah sampe”.

Informan 2 “Berapa ya, ga tau pula saya

berapa jaraknya. Tapi ga jauh kali lah. Adalah kurang lebih 1

kilometer”

Informan 3 “Paling dekat Helvetia sinilah, dekat

perumnas. Paling jauh si A (pasien

TB MDR) itu sampai binjai.” Informan 4 “Titi papan, atau brayan sana yang

paling jauh. Kan brayan, titi papan arah mau ke belawan sanakan”

Informan 5 “Saya kemarin dari padang bulan,

ke puskesmas darussalam kemarin” Informan 6

2

Waktu tempuh untuk mencapai akses

pelayanan

“Pagi pergi dia, jam 8 sampai jam

9.” Informan 1

“Sebentar kali lah, sampe 5 menit pak? Kan dekat kali puskesmas dari

sini.” Informan 2

“Ga lama kali lah, ga jauh kali.

Setengah jam adalah.” Informan 3 “Yang paling dekat disini aja, ya

memang ada ini. Dekat kantor polisi, depannya itulah rumahnya. Itu ajalah yang jauhnya.”

Informan 4 “Kurang tau saya. Nanti coba tanya

bu D (Petugas TB MDR) ya” Informan 5 “Kalau ga macet kadang mau

setengah jam, paling lama sejam.” Informan 6

3

Transportasi yang digunakan untuk

mencapai akses pelayanan

“Iya, waktu itu sendiri. Kadang sama bapak (Ayah Pasien TB MDR) juga, kadang naik angkot sendiri. Kadang naik becak, kadang naik angkot”.


(40)

No Tema Pernyataan Keterangan “Naik kereta, kadang-kadang kalau

sama anak. Dibawanya mobil, Jalan

kaki pernah.” Informan 2

“Naik becak pernah, naik angkot pernah, pernah kereta juga, pernahlah semua”

Informan 3 “Ada yang naik becak, ada yang

naik kereta, naik mobil.” Informan 4 “Yang saya tau naik angkot, yang

dosen itulah naik mobil, sepeda motor ada juga. Ntah naik angkot, naik becaknya orang itu ya.”

Informan 5

“Naik angkot.” Informan 6

Dari pernyataan di atas diketahui bahwa jarak tempuh dengan kilometer, dan bahkan dengan tranportasi umum pun pasien semangat untuk melakukan pengobatan di dukung faktor eksternal dan menyakini kesembuhan.

4.3. 3 Pernyataan Informan tentang Faktor Pendorong (Reinforcing Factors) yang mempengaruhi perilaku keluarga terhadap kepatuhan minum obat pasien Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB-MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan


(41)

Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan tentang Faktor Pendorong (Reinforcing Factors)

No Tema Pernyataan Keterangan

1 Dukungan Petugas TB MDR

“Intinya nasehat-nasehat itu, sebenarnya sudah lebih dari cukup. Ga bisa bilang lagi, ga bisa terukur lagi. Dikasih nasehat, bahkan dipeluk lagi”.

Informan 1 “Iya, itulah, berceramah dengan dokter Y

(dokter TB MDR) ya rajin kali. Ga berhenti-henti, kalau mau dikasih saran. Semangatnya karena dia ini ya, karena dia (suami informan) sempat sakit oyong itu supaya dia jangan sampai putus asa”

Informan 2

“Banyak lah yang diberikan bu D (Petugas TB MDR), kadang aku di telfonnya. Gimana keadaan suami saya (Pasien TB MDR), sempat juga aku curhat sama ibu itu (Petugas TB MDR).”

Informan 3 “Aku (Petugas TB MDR) hanya

memberikan semangat aja, makan obat dengan teratur. Fooding, jangan banyak yang dipikirin. Semua itu kalau kita pikirin, ga akan MDR aja. penyakit yang biasa pun bisa jadi lebih parah. Makanya semangatin diri aja.”

Infroman 4

“Ya itulah, dia (keluarga dan pasien TB MDR) harus dikasih edukasi sebenarnya. Sebenarnya idealnya setiap datang ya, kita (Dokter TB MDR) kasih semangat”

Informan 5 “Kalau petugasnya welcome, otomatis

pasien betah disitu. Mau suntik gitukan, ayo suntik gitu masuk gitukan. Kayaknya, kalau mereka nyapa aja, say hello aja kan”

Informan 6

2

Dukungan Kader LSM TB MDR

“Mereka sering kemari main, kadang telfon-telfonan. Kadang kasih semangat, kadang minta pulsapun karena dia jual pulsa kan. Mungkin memang cuman sederhana, ini cuman dikasih pengingat itu dari I (Anggota Organisasi TB MDR). Kayak ini (menunjukkan barang

pemberian Organisasi TB MDR), kadang susu dikasih, susu dancow.”

Informan 1

“Ada sih kader-kader TB tapi tau kita (Istri Pasien TB MDR) dia main medis (bidan). Paling ada beberapa yang jumpa, bertanya cemana bapak bu? Oh,


(42)

No Tema Pernyataan Keterangan udah bereslah itu, percaya.”

“Belum ada, paling tanya keadaaan aja kalau ke puskesmas jumpa. Tapi P (Organisasi TB MDR) Pernah jumpa dengan saya ”

Informan 3 “Penyuluhan kesehatan. Biasanya mereka

buat di kalau dekat, 10 rumah dari sini. Dekat rumah, datangi keplingnya.”

Infroman 4 “Kemarin itu mau kunjungan rumah, apa

udah jalan saya belum tau. Bu D (Petugas

TB MDR) yang tau, yang koordinir”. Informan 5 “Jadi, P (Organisasi TB MDR) disini

juga menampung keluhan-keluhan pasien. Terus nanti kita sampaikan ke Wasor, buat rumah singgah kemarin, kita hospital visit home visit untuk pasien mangkir.”

Informan 6

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa setiap yang diterima pasien, dukungan keluarga, petugas, dan LSM merupakan pendorong besar untuk tetap menjalin pengobatan oleh Pasien TB MDR. Dan dukungan petugas yang paling banyak mempengaruhi pasien untuk sembuh.


(43)

BAB V PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, Puskesmas Helvetia mempunyai penderita TB MDR sebanyak 7 orang. Dari 7 orang penderita TB MDR, 3 orang masih menjalani pengobatan, 2 orang tidak diketahui keberadaanya, dan 2 orang lagi meninggal dunia.

5.1 Faktor Predisposisi yang mempengaruhi perilaku keluarga terhadap kepatuhan minum obat penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB-MDR)

5.1.1 Pengetahuan

5.1.1.1 Pengetahuan informan tentang TB MDR pertama kali menderita Berdasarkan hasil penelitian dengan 6 informan, keluarga terkejut dan ada yang tidak mengetahui penyakit ini awalnya. Rendahnya pengetahuan keluarga terhadap penyakit ini, mengakibatkan respon keluarga beragam. Seperti kutipan berikut ini :

“Awalnya itu ga ada yang tau ini penyakit apa (TB MDR) kok kayak gini sakitnya. Panasnya kok kencang kali, terus nanti tengah malam uhuk-uhuk (batuk). Dan A (Anak Informan) pernah kena TB biasa, sebulan lagi ga teratur minum obat….” (Informan 1)

Berbeda dengan informan lainnya, yang sudah memiliki pendidikan tinggi mengetahui penyakit TB MDR ini ketika pertama kali mengetahui keluarga ada yang menderita. Seperti kutipan berikut :

“Waktu pertama kali kita tau penyakit ini (TB MDR) menular kita agak sedikit takut,tapi setelah pengobatan sesuai ketentuan paramedis (pengobatan standar TB MDR) ya kita ikuti.” (Informan 2)


(44)

Sedangkan menurut informan lain, keluarga bingung ketika mengetahui penyakit TB MDR, ditambah lagi riwayat penyakit suami informan (Penderita TB MDR) juga pernah mengalami pengobatan TB biasa. Setelah mendapatkan informasi dari petugas, Informan lainnya memahami tentang penyakit TB MDR. Seperti kutipan berikut:

“Saya bingung sebenarnya penyaktnya seperti apa,batuknya lama, muntah-muntah sampai muntah-muntah darah. Cemas juga waktu tau, apalagi sebelumnya TB biasa kambuh lagi jadi MDR ini. Setelah dijelaskan petugas puskesmas, baru saya mengerti” (Informan 3).

Sementara itu, menurut petugas TB MDR yang menangani penderita TB dan keluarga tidak mengetahui TB MDR ketika salah satu keluarga ada yang menderita TB MDR. Seperti kutipan wawancara berikut ini :

“Mereka (keluarga pasien) ya menganggap ya TB MDR itu berbahaya, ada mereka (keluarga pasien)yang bertanya, ada yang tidak kena bisa terkena penyakit ini (TB MDR). Tapi, kita (petugas TB MDR) coba obatin dan kasih penyuluhan bahwa TB itu bukan penyakit keturunan tapi penyakit menularkan…”

Informasi yang diperoleh dari informan lainnya, seorang penderita TB MDR dan juga penggerak organisasi khusus penderita TB MDR menuturkan saat pertama kali keluarga mengetahui penyakit TB MDR yang diderita. Seperti kutipan berikut:

“Kalau keluarga saya, kalau waktu itu mereka belum tau ini apa itu TB MDR. Anggapan mereka, penyakit yang berbahaya. Jadi, saya setelah dinyatakan terkena TB MDR. Saya jadinya, tinggal sendiri” (Informan 6)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peran keluarga paling besar dalam kesembuhan. Tingkat pendidikan pasien dan keluarga juga mempengaruhi pengetahuan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan terhadap pengobatan pasien TB MDR.


(45)

Ketidaktauan soal penyakit dan pengobatan dapat mempengaruhi pola pengobatan yang dilakukan oleh penderita TB MDR dan keluarga.

Dengan mempunyai pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini memakan waktu lama, tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri (bukan paksaan) (Notoatmojo, 2010).

Hal ini juga ditemukan pada penelitian sebelumnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan kurang (SMP) dan cukup (SMA) lebih banyak dengan kejadian TB paru dibanding dengan pendidikan yang baik (PT) ditegaskan oleh (Depkes, 2001), bahwa kebanyakan kasus tuberkulosis (60%) dari kalangan berpendidikan rendah. Hal ini sesuai dengan temuan (Nurmila., dkk, 2010) bahwa tingkat pendidikan rendah, angka kejadian Tuberkulosis Paru lebih tinggi (54,4%) dari 48 responden (Loriana, 2012).

5.1.1.2 Pengetahuan tentang TB MDR

Sementara itu dari keluarga pasien ada yang belum memahami secara baik, pengetahuan keluarga pasien tentang TB MDR juga dipengaruhi dengan fase berobat yang dijalani oleh pasien TB MDR dan keluarga pasien dengan informasi yang didapat ketika berobat TB MDR di pelayanan kesehatan, seperti dijelaskan sebagai berikut:

“Penyakitnya (TB MDR) bisa sembuh kalau teratur minum obatnya, ada efek samping saat minum obatnya. Mual muntah, memang dibilang bu D (petugas TB MDR) kalau minum obat ini (TB MDR) efek sampingnya begitu” (Informan 1)


(46)

Sementara informan lain, mengungkapkan penyakit TB MDR seperti hal berikut:

“TB biasa yang tidak sembuh, kemudian lanjut makan obat lagi selama dua tahun” (Informan 3)

Kutipan dari informan yang merupakan petugas TB MDR juga baik, seperti ungkapan berikut :

“TB MDR disebabkan oleh beberapa faktor, gagalnya pengobatan kategori I, kambuh, terus ketidakpatuhan pasien (minum obat), tapi kebanyakan pasien saya (Petugas TB MDR) memang sudah gagal pada tahap pengobatan pada TB biasa.” (Informan 4)

Senada dengan penuturan informan lain dokter TB MDR juga menuturkan hal yang sama. Seperti berikut ini:

“Penyakit TB diatas TB biasa yang berobat enam bulan. Yang kumannya sudah kebal dari pengobatan TB biasa, karena minum obat selama enam bulan tidak teratur” (Informan 5)

Pengetahuan informan tentang TB MDR ada yang sudah memahami langsung dengan baik, tetapi adanya informan yang pengetahuannya belum secara baik memahami TB MDR. Tetapi memahaminya setelah melakukan pengobatan seperti apa ya disampaikan pada kutipan diatas. Petugas menyampaikan informasi yang baik kepada keluarga pasien yang dalam hal ini adalah Ibu dari Penderita TB MDR. Hasil penelitian ini sejalan dengan dalam penelitian, Basaria Hutabarat (2007) menemukan pengaruh peran keluarga terhadap kepatuhan minum obat penderita Kusta di Kabupaten Asahan.

Berbagai teori tentang kepatuhan berobat dan usaha agar berperilaku patuh berobat dikemukakan, antara lain :

1). Kepatuhan berobat sangat dipengaruhi oleh perilaku penderita


(47)

diskusi dan partisipasi dari penderita (Sarwono, 1993; Notoadmodjo, 1997); 3). Agar perilaku penderita lebih patuh dibutuhkan memperkuat driving force dengan menggalakkan persuasi dan memberi informasi (teori Force field Analysis dari Lewis) (Hutapea, 2008).

5.1.1.3 Pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangan dalam pengobatan TB MDR

Pengetahuan informan tentang kelebihan dan kekurangan dalam pengobatan TB MDR menjadi faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan pasien minum obat. Terutama kekurangan pengobatan TB MDR ini adalah efek samping samping obat, jumlah obat yang banyak dan keterlambatan obat yang sampai di Puskesmas. Seperti penuturan berikut :

“ Efek samping yang luarbiasa, yang ga tertahankan. Itu aja menurut saya” (Informan 3)

Hal senada juga disampaikan terkait efek samping, seperti berikut :

“Kelebihannya ya, dia (Pasien TB MDR) jadi patuh minum obat sebelumnya dia mana mau dengarkan saya (istri pasien) waktu masih minum obat TB biasa. Udah dibilang sama dokter, baru dia percaya ini obat terakhir. Kekurangnnya, efek samping obat (oyong, ngilu-ngilu, muntah) yang dirasakan suami saya.” (Informan 2)

“Kalau dari saya ga ada, cuman dari pasien lain mereka mengeluhkan adanya keterlambatan obat bisa jadi kekurangan”. (Informan 6)

Dan ada juga yang mengatakan bahwa pengobatan ini sudah tersedia di Puskesmas dan sudah dipaketkan sehingga tidak membebani pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelebihan dan kekurangan pengobatan menjadi pengaruh dalam kepatuhan minum obat pada pasien untuk tetap bertahan menjalani pengobatan. Pengetahuan, sikap dan kepatuhan berobat sebelum dan


(48)

setelah kelompok kontrol keluarga pasien mempengaruhi bagaimana menghadapi proses pengobatan.

Hal tersebut sesuai yang dikemukakan oleh (Azwar, 2011), bahwa pengetahuan, dan sikap individu, keluarga, dan masyarakat sangat tergantung pada pola-pola yang diaktualisasikan keluarga, tingkat maturitas dan perkembangan individu, pengetahuan yang didapat, kesehatan dan budaya komunitas setempat.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan petugas TB MDR, pengadaan logistik juga sering mengalami keterlambatan pengadaan obat, kekurangan stok alat kesehatan berupa aqua destilasi, dan masker. Sehingga sering kali, petugas menggunakan pendanaan pribadi dalam mengadakan logistik pengobatan. Sistem yang pendistribusian logistik dan pengadaan obat-obatan TB MDR dilakukan oleh RSUP H. Adam Malik yang kemudian didistribusikan ke Puskesmas yang menangani TB MDR. Oleh karena itu, hal ini juga dikeluhkan oleh petugas TB MDR sebagai kekurangan dalam pengobatan TB MDR.

5.1.1.4 Pengetahuan tentang pengobatan TB MDR

Berdasarkan hasil wawancara, keluarga pasien sudah mengetahui pengobatan TB MDR, fase dan bentuknya. Karena sudah menjalani, dan dijelaskan oleh petugas kesehatan saat melakukan pengobatan. Serta ada keluarga yang memang memiliki pekerjaan dibidang kesehatan.

“Pengobatannya TB MDR itukan paling lama kalau fase awal dia itukan 6-7 bulan kan suntik gitukan. Sudah negatifkan, habis itu sambung lagi satu tahun 8 bulan hampir dua tahun lah. Saya kan medis jadi tau” (Informan 4)

“Minimal suntik itu enam bulan, setelah itu fase lanjutan itu minum obat. Ada yang sampai 2 tahun, kalau saya yang sampai 21 bulan”(Informan 6)


(49)

Pada penelitian ini, ditemukan bahwa dokter TB MDR belum memahami perjalanan pengobatan pasien TB MDR yang ditangani oleh Puskesmas Helvetia disebabkan baru beberapa bulan menjabat sebagai penanggungjawab sebagai dokter TB MDR sehingga tidak banyak mengetahui bagaimana pengobatan yang dijalani pasien TB MDR. Seperti kutipan berikut ini :

“ Waktu saya belum penanggungjawab sebenarnya,..”

“Saya belum pernah case finding, kalau dokter Y pernah…, kalau pengobatan TB MDR seumur hidup ya..”

Peranan petugas kesehatan dalam melayani pasien TB Paru diharapkan dapat membangun hubungan yang baik dengan pasien. Unsur kinerja petugas kesehatan mempunyai pengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan terhadap pasien Tuberkulosis Paru yang secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap keteraturan berobat pasien yang pada akhirnya juga menentukan hasil pengobatan, sejalan dengan penelitian Erawatyningsih dkk (2009) dan Zuliana (2009) yang menemukan bahwa pelayanan kesehatan tidak berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru.

Hubungan yang saling mendukung antara pelayanan kesehatan dengan penderita TB MDR serta keyakinan penderita terhadap pelayanan kesehatan merupakan faktor yang penting bagi penderita untuk menyelesaikan pengobatannya. Ditambah lagi pada penelitian ini, diketahui bahwa pengetahuan pengobatan yang dimiliki oleh keluarga dikarenakan penyuluhan yang berulang yang dilakukan oleh petugas TB MDR dalam masa pengobatan di Puskesmas Helvetia.


(50)

Pola pengobatan TB MDR belum banyak diketahui oleh masyarakat, khususnya keluarga. Hal ini ditunjukkan oleh keluarga dengan pengetahuan yang dimiliki sebelum dan sesudah pengobatan. Prinsip pemberian pengobatan adalah rawat jalan penuh dengan pasien datang untuk mengambil dan minum obat di fasilitas layanan kesehatan setiap hari selama masa pengobatan. Kebijakan Program Nasional mengenai pengawasan pengobatan adalah melakukan pengawasan penuh selama masa pengobatan TB MDR. Pada masa pengobatan TB MDR dilakukan pemberian obat suntik atau fase intensif yang direkomendasikan adalah berdasarkan konversi kultur. Obat suntik diteruskan sekurang-kurangnya 6 bulan dan minimal 4 bulan setelah hasil sputum atau kultur pertama yang menjadi negatif. Pendekatan individual termasuk hasil kultur, sputum, foto toraks dan keadaan klinis pasien juga dapat membantu memutuskan penghentian pemakaian obat suntik.

Lamanya pengobatan berdasarkan konversi kultur. Panduan yang direkomendasikan adalah meneruskan pengobatan minimal 18 bulan setelah konversi kultur. Sampai saat ini belum ada data yang mendukung pengurangan lama pengobatan. Pengobatan lebih dari 24 bulan dapat dilakukan pada kasus kronik dengan kerusakan paru luas.

Pada informasi yang didapatkan, pasien TB MDR Puskesmas Helvetia ditemukan pengobatan dilakukan dengan pasien TB MDR bersama keluarga mengambil obat yang akan diminum selama satu minggu dan tidak diminum didepan petugas. Hal ini tidak sesuai dengan kebijakan yang sudah ditetapkan kalau pengawasan minum obat pada pasien TB MDR dilakukan didepan petugas, tetapi pengontrolan dan pemantauan minum obat pasien TB MDR dilakukan oleh


(51)

petugas TB MDR lewat telefon genggam. Hal ini dianggap efektif oleh petugas, karena beberapa pasien mengeluhkan pada saat pengobatan pasien TB MDR tidak nyaman dengan kondisi di Puskesmas sehingga memilih untuk meminum obat di rumah dengan bantuan keluarga pasien TB MDR sebagai pengawas minum obat.

5.1.1.5 Pengetahuan tentang efek samping dan cara mengatasi efek samping pengobatan TB MDR

Berdasarkan hasil penelitian, 6 orang informan mengeluhkan tentang efek samping. Efek samping yang dihadapi pasien beragam dari penuturan informan, dan cara mengatasi yang berbeda. Ada yang mengganti waktu minum obat ataupun mengkonsumsi makanan pendamping sambil minum obat dengan konsultasi terlebih dahulu dengan petugas kesehatan. Seperti penuturan berikut ini :

“Kan itu efek samping itu datangnya setelah minum obat, contohnya setelah minum obat itu dia datang oyong mual. Mengatasi efek sampingnya : Makan obat itu kita tukar jadi malam, jadi, paling tidak jadi enak tidur gitu kan” (Informan 2) Disamping itu, ada penuturan informan tentang efek samping obat yang lain, dan mengatasi efek samping dengan cara berbeda. Berikut kutipannya : “Muntah luar biasa, terus kayak berhalusinasi.

Mengatasi efek samping :

Pokoknya dia ingin tenang, maunya kalau minum obat tidak boleh ada suara. Terus pas mau minum obat, harus disediain kebutuhan nya (Anak Informan-Pasein TB MDR) harus ada cemilan.” (Informan 1)

Pada penelitian ini, diketahui bahwa pasien mengalami hal beragam, tetapi petugas TB MDR menjalankan pemantauan terhadap efek samping yang terjadi pada pasien dengan tepat. Seperti yang dijelaskan pada Permenkes no. 13 tahun 2013. Pemantauan terjadinya efek samping sangat penting pada pengobatan pasien TB MDR, karena dalam paduan OAT MDR terdapat OAT lini kedua yang


(52)

memiliki efek samping yang lebih banyak dibandingkan dengan OAT lini pertama. Semua OAT yang digunakan untuk pengobatan pasien TB MDR mempunyai kemungkinan untuk timbul efek samping baik ringan, sedang, maupun berat. Bila muncul efek samping pengobatan, kemungkinan pasien akan menghentikan pengobatan tanpa memberitahukan TAK/petugas fasyankes (default), sehingga KIE mengenai gejala efek samping pengobatan harus dilakukan sebelum pasien memulai pengobatan TB MDR. Selain itu penanganan efek samping yang baik dan adekuat adalah kunci keberhasilan pengobatan TB MDR. Pengawasan dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Pemantauan efek samping selama pengobatan.

1) Deteksi dini efek samping selama pengobatan sangat penting, karena semakin cepat ditemukan dan ditangani maka prognosis akan lebih baik, untuk itu pemantauan efek samping pengobatan harus dilakukan setiap hari. 2) Efek samping OAT berhubungan dengan dosis yang diberikan.

3) Gejala efek samping pengobatan harus diketahui petugas kesehatan yang menangani pasien, dan juga oleh pasien dan keluarga.

4) Semua efek samping pengobatan yang dialami pasien harus tercatat dalam formulir efek samping pengobatan.

b. Tempat penatalaksanaan efek samping

1) Fasyankes TB MDR menjadi tempat penatalaksanaan efek samping pengobatan, tergantung pada berat atau ringannya gejala.

2) Dokter fasyankes satelit TB MDR akan menangani efek samping ringan sampai sedang; serta melaporkannya ke fasyankes rujukan TB MDR.


(53)

3) Pasien dengan efek samping berat dan pasien yang tidak menunjukkan perbaikan setelah penanganan efek samping ringan atau sedang harus segera dirujuk ke fasyankes rujukan TB MDR.

c. Beberapa efek samping OAT MDR dan penatalaksanaannya

Kemudian, pasien TB MDR menangani efek samping samping obat seperti grastritis atau nyeri pada tulang dengan penanganan yang baik melalui edukasi yang dilakukan oleh petugas TB MDR. Seperti penuturan salah seorang informan yang juga merupakan petugas TB MDR :

“Cemas, merasa stres, merasa ah udahlah ga mau makan obat lagi, makannya sakit banget. Kepalanya, ulu hatinya ngisap. Kalau badannya patah-patah, kepalanya berat. Mengatasi efek samping: Cukup makan panadol, pasien aja untuk TB biasa ya. Ya, kalau MDR ya makan aja panadolnya” (Informan 4)

Berbeda dengan penuturan informan yang lain, menurutnya efek samping yang terjadi dilakukan dengan melawan efek yang dihasilkan oleh obat TB MDR. Seperti kutipan berikut :

“Kalau efek sampingnya itu bisa sampe ga bisa jalan, sampe ngesot ke kamar mandi pernah.

Mengatasi efek samping: Cuman kalau itu sih dilawan aja sih, dilawan aja. kebetulan waktu itu saya harus masuk sendiri. Jadi, ga mungkin saya minta bantuan keluarga saya.” (Informan 6)

Maka, ini sejalan dengan kondisi bahwa pasien banyak mengeluhkan efek samping dari obat. Selain efek samping, berat badan pasien TB MDR juga harus dikontrol melalui pemantauan yang berkala. Pengobatan pasien TB MDR dimulai bila sudah terkonfirmasi TB MDR berdasarkan hasil uji kepekaan M.tuberculosis. Selama menjalani pengobatan, pasien harus dipantau secara ketat untuk menilai respons pengobatan dan identifikasi efek samping sejak dini. Gejala TB pada umumnya (batuk, berdahak, demam dan BB menurun) pada umumnya membaik


(54)

dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Konversi dahak dan biakan merupakan indikator respons pengobatan. Pemeriksaan dahak dan biakan dilakukan setiap bulan sampai terjadi konversi biakan dan setiap 2 bulan sekali setelah terjadi konversi biakan.

5.1.1.6 Pengetahuan tentang penularan dan pencegahan TB MDR

Hasil wawancara menunjukkan, bahwa pengetahuan penularan dan pencegahan pasien dapat di lihat dari keseharian pasien TB MDR dan interaksi keluarga yang didapatkan dari berbagai sumber informasi. Beberapa informan menjelaskan, bahwa ada yang memisahkan langsung antara pasien TB MDR dengan keluarga. Seperti penuturan informan berikut :

“Semua sendiri, kamar sendiri. Barang, tidur juga sendiri. Kita pisahkan biar ga tertular.” (Informan 1)

Keseharian pasien TB MDR menurut Informan (Ibu Pasien TB MDR), selain terpisahkan kamar juga menggunakan masker penutup hidung dimana-dimana. Pencegahan dan penularan dilakukan dengan pengetahuan yang diberikan petugas TB MDR, dokter TB MDR, dan kader LSM organisasi TB MDR yang rutin mengunjungi pasien TB MDR ini. Kemudian, penuturan dari informan yang lain dalam mengatasi pencegahan dan penularan TB MDR menggunakan alat yang menjaga tidak terjadi penyebaran kuman. Tindakan ini didasari dengan latar pendidikan Informan (Istri Pasien TB MDR) yang berprofesi dalam bidang kesehatan. Berikut hasil wawancara berikut :

“Embernya itu, besok kalau ga dipake lagi untuk apa. Simpan aja, pake itu lagi siapa tau besok muntah lagi. Dah, siapkan. Muntah itu disiram dibersihkan dulu, direndam pake bayclin itu.

Pencegahan: Dibuang, baru siram lagi bayclin lagi, siram lagi. Itu ga kita pegang-pegang itu, gitu aja.” (Informan 2)


(55)

Organisasi TB MDR yang bergerak dengan baik melakukan kunjungan berkala pada beberapa pasien yang mangkir dan menjelaskan bagaimana penularan dan pencegahan pada pasien yang didatangi. Menurut penuturan informan, beberapa teknis seperti etika batuk juga diajarkan pada pasien TB MDR yang dilakukan kunjungan. Seperti kutipan berikut :

“Untuk masker, beberapa pasien kadang mengeluhkan pake maskerpun sesak napas. Paling kalau batuk kita bilang coba dibuka sekali-kali, cuman kalau lagi batuknya jangan dibuka. Terus jangan buang dahak sembarangan, etika batuk diajarkan” (Informan 6)

Penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolan manajemen kontak yang dilakukan keluarga belum sepenuhnya baik, didasari pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga dan pasien. Seperti yang dijelaskan dan diatur pada Permenkes no. 13 bahwa manajemen Kontak Erat Pasien TB Resistan Obat, pencegahan penularan dan diagnosis dini pasien TB/ TB MDR seringkali terlambat dilaksanakan, hal tersebut dikarenakan pelacakan kontak erat pasien yang belum dilaksanakan dengan optimal. Definisi kontak erat adalah orang yang tinggal dalam satu ruangan selama beberapa jam sehari dengan pasien TB MDR, misalkan anggota keluarga, teman kerja seruangan dll. Berdasarkan pengalaman, kontak erat pasien TB MDR yang kemudian sakit TB sebagian besar juga sebagai pasien TB MDR.

Pelacakan Kontak Erat Pasien TB MDR pada Dewasa, dilakukan setelah seorang didiagnosis sebagai TB MDR maka harus segera dilakukan pelacakan kontak erat pasien. Kontak erat dengan gejala TB merupakan kriteria suspek TB MDR ke-8. Kontak erat dewasa yang mempunyai gejala TB, maka orang tersebut harus dievaluasi sesuai prosedur suspek TB MDR. Bila hasil menunjukkan TB


(56)

MDR maka segera mulai pengobatan TB MDR, bila hasil tidak TB MDR maka dilakukan seperti tersebut di bawah

ini:

a. Pemberian antibiotika yang tidak efektif untuk TB, misalnya trimetrophim atau sulfamethoxazole

b. Bila dengan pemberian antibiotik gejala TB masih tetap ada, maka evaluasi pemeriksaan fisik dan laboratorium diulang dengan pengambilan spesimen melalui pemeriksaan bronkoskopi.

c. Bila hasil masih tetap negatif dan kontak kasus indeks tetap bergejala TB, maka dilakukan pemeriksaan apusan BTA dan biakan sekali setiap bulan selama minimal 3 bulan, ditambah evaluasi foto dada jika dianggap perlu. Bila ditemukan kontak erat yang mempunyai gejala TB berusia di bawah 15 tahun, disarankan untuk segera konsul ke Spesialis Anak.

Kontak erat TB MDR yang tidak menunjukkan gejala TB, tetap tetap diawasi sampai dengan dua tahun.

5.1.1.7 Pengetahuan tentang pengobatan yang sudah dilakukan penderita TB MDR

Tenaga Kesehatan di Puskesmas Helvetia sudah ada yang mengikuti pelatihan, hanya saja jumlah SDM yang mengikutinya masih sangat sedikit. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan beberapa informan yang merupakan tenaga kesehatan diketahui bahwa informan mengetahui tentang TB MDR tidak lebih mendalam.

Dari hasil wawancara, dua informan pernah melakukan pengobatan selain pengobatan TB MDR terlebih dahulu, ada yang menggunakan pengobatan herbal


(1)

xi

BAB V PEMBAHASAN ……….…. 5.1 Faktor Predisposisi yang mempengaruhi perilaku keluarga terhadap kepatuhan minum obat pasien Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB-MDR)………... 5.1.1 Pengetahuan.………... 5.1.1.1 Pengetahuan informan tentang TB MDR pertama kali menderita... 5.1.1.2 Pengetahuan tentang TB MDR………... 5.1.1.3 Pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangan dalam pengobatan

TB MDR...………... 5.1.1.4 Pengetahuan tentang pengobatan TB MDR... 5.1.1.5 Pengetahuan tentang efek samping dan cara mengatasi efek samping pengobatan………... 5.1.1.6 Pengetahuan tentang penularan dan pencegahan TB MDR………… 5.1.1.7 Pengetahuan tentang pengobatan yang sudah dilakukan penderita TB MDR……….. 5.1.2 Sikap.……….. 5.1.2.1 Sikap keluarga pertama kali mengetahui penyakit TB MDR...…….. 5.1.2.2 Sikap keluarga membantu mengatasi efek samping pengobatan TB

MDR……… 5.1.2.3 Sikap keluarga terhadap proses pengobatan TB MDR………... 5.1.3 Kepercayaan………... 5.1.3.1 Anggapan terhadap batuk dalam jangka waktu lama…..……… 5.1.3.2 Kepercayaan masyarakat tentang TB MDR………..…….. 5.1.3.3 Kepercayaan keluarga terhadap pengobatan TB MDR...……… 5.1.3.4 Kepercayaan terhadap pengobatan yang dilalui selama pengobatan

TB MDR………..……… 5.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factors) perilaku keluarga dalam memepengaruhi kepatuhan pasien berobat Tuberkulosis Multi-Drug

Resistant (TB-MDR)………

5.2.1 Jarak Tempuh………...……… 5.2.2 Waktu Tempuh………..……… 5.2.3 Akses Fasilitas………... 5.3 Faktor Pendorong (Reinforcing Factors) yang mempengaruhi perilaku keluarga dalam pengobatan pasien TB MDR... 5.3.1 Dukungan Petugas………... 5.3.2 Kader TB MDR………... BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………...….. 6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ...

77 77 77 77 79 81 82 85 88 91 93 93 95 96 97 97 98 100 101 102 102 104 104 105 105 107 110 110 111 DAFTAR PUSTAKA ………..………..…………... 113


(2)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1

Tabel 4.1 Tabel 4.2

Tabel 4.3

Tabel 4.4

Tabel 4.5

Tabel 4.6

Lokus gen yang terlibat dalam resistensi obat pada

mikobakterium tuberkulosis……... Karakteristik Informan………... Matriks Pernyataan Informan tentang Pengetahuan sebagai salah satu Faktor Predisposisi... Matriks Pernyataan Informan tentang Sikap sebagai salah satu Faktor Predisposisi... Matriks Pernyataan Informan tentang Kepercayaan sebagai salah satu Faktor Predisposisi... Matriks Pernyataan Informan tentang Faktor Pemungkin

(Enabling Factors)…………...

Matriks Pernyataan Informan tentang Faktor Pendorong

(Reinforcing Factors)...

26 59

60

67

71

75


(3)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.2

Gambar 2.3 Gambar 4.1

Kerangka Teori Lawrence Green……….. Kerangka Konsep Penelitian…….……… Peta Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia………...………

47 48 57


(4)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6

Lembar Persetujuan untuk melakukan wawancara Pedoman Wawancara

Data Puskesmas yang menangani kasus TB MDR Surat Izin Penelitian

Surat Keterangan Selesai Penelitian Dokumentasi


(5)

xv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yolanda Silvia Dhani

Tempat Lahir : Pekanbaru

Tanggal Lahir : 10 Juli 1992

Suku Bangsa : Minang

Agama : Islam

Nama Ayah : Maiyulis Dhani

Suku Bangsa Ayah : Minang

Nama Ibu : Murni

Suku Bangsa Ibu : Minang

Pendidikan Formal

1. TK/Tamatan tahun : TK Diniyah Putri Pekanbaru/1999 2. SD/ Tamatan tahun : SDN 002 Sukajadi Pekanbaru/2005 3. SLTP/Tamatan tahun : SMPN 5 Pekanbaru/2008

4. SLTA/Tamatan tahun : SMK Farmasi Ikasari Pekanbaru /2010 5. Lama studi di FKM USU : 2011-2016

Riwayat Organisasi

1. Ketua Bidang Promosi Keislaman UKMI FKM USU Periode 2013-2014 2. Ketua Departemen Pemberdayaan Perempuan KAMMI Merah Putih USU

Periode 2013-2014


(6)

3. Sekretaris Departemen Kebijakan Publik KAMMI Merah Putih USU Periode 2014-2015

4. Sekretaris Umum UKMI AD-DAKWAH USU Periode 2014-2015

5. Sekretaris Departemen Informasi dan Komunikasi KAMMI Merah Putih USU Periode 2015

6. Ketua Divisi Bidang Penelitian dan Pengembangan Dakwah Training Center UKMI AD-DAKWAH USU Periode 2015-2016

7. Sekretaris Departemen Hubungan Masyarakat Pengurus Daerah KAMMI Medan Periode 2015-2016


Dokumen yang terkait

Analisis Penatalaksanaan Program Penanggulangan Tuberkulosis Multi Drugs Resisten (TB-MDR) di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015

13 125 111

Prevalensi Risiko Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB-MDR) di Kota Depok tahun 2010 - 2012

2 18 45

HUBUNGAN ANTARA KETIDAKPATUHAN MINUM OBAT DENGAN KEJADIAN TUBERCULOSIS PARU MULTI DRUG RESISTANCE (TB MDR) Hubungan Antara Ketidakpatuhan Minum Obat Dengankejadian Tuberculosis Paru Multi Drug Resistance (Tb MDR) Di Puskesmas Nogosari Boyolali.

0 1 16

Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 0 18

Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 0 9

Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 0 36

Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 3 3

Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 0 10

MDR TB (Multi Drug Resistant Tuberculosis) Reversi

0 0 7