Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumbuhan Mahkota Dewa (P. macrocarpa (Scheff.) Boerl.)

17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff.) Boerl.)

2.1.1. Morfologi Tumbuhan Mahkota Dewa

Tanaman mahkota dewa sebenarnya berasal dari Papua, oleh karena itu dinamakan
Phaleria papuana . Selain itu, ada sederet nama untuk menyebut tanaman ini.

Diantaranya adalah trimahkota, mahkota ratu, mahkota raja, dan pusaka dewa.
Sementara itu, orang Banten menyebutnya raja obat.

Tanaman mahkota dewa berbentuk perdu yang berumur tahunan. Tinggi
tanaman umumnya 1-3 m, tetapi ada yang bisa mencapai 5 m. Batang berwarna
cokelat danbercabang banyak. Daunnya berbentuk lonjong, lansing memanjang, dan
lancip. Buah bulat, terdiri atas kulit, daging, cangkang, dan biji. Kulit ketika buah
muda berwarna hijau, dan setelah tua akan menjadi merah marun. Daging berwarna

putih dan rasanya sepat agak manis. Cangkang brwarna cokelat dan sangat beracun,
sementara bijinya berwarna putih. Bunga mahkota dewa muncul sepanjang tahun dan
bergerombol dari ketiak daun (Santoso, 2008).

2.1.2

Sistematika Tumbuhan Mahkota Dewa

Sistematika tumbuhan mahota dewa adalah sebagai beikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Dicotyledon


Universitas Sumatera Utara

18

Kelas

: Thymelaeales

Famili

: Thymelaeaceae

Genus

: Phaleria

Sepesies

: Phaleria macrocarpa


Nama daerah
Melayu

: Simalakama

Jawa

: Makuto ijo

( Hartono, 2004).

2.2. Senyawa Flavonoida

Flavonoid merupaka salah satu golongan fenol

terdapat di alam yang terbesar.

Flavonoid sebenarnya terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat
ditemukan pada setiap ekstak tumbuhan. Semua varian flavonoid saling berkaitan

karena alur biosintesis yang sama, yang merupakan alur sikimat dan alur asetatmalonat (Markham, 1988).

Pada umumnya flavonoid terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida.
Gugugsan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Gugus
hidroksil selalu terdapat pada karbon no. 5 dan no. 7 pada cincin A. Pada cicin B
gugusan hidroksil atau alkoksil terdapat pada karbon no. 3 dan no. 4. Flavonoid
tedapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari dan akar
(Sirait, 2000).

Flavonoid memberikan keindahan pada bunga dan buah-buahan di alam.
Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antosianin memberikan warna
merah,ungu atau biru. Secara biologis, flavonoid memainkan peranan penting dalam
penyerbukan tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoid mempunyai rasa pahit
hingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu (Sastrohamidjojo,1996).

Istilah flavonoida dikenakan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal
dari kelompok senyawa yang paling umum yaitu flavon. Suatu jembatan oksigen
terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto dan atom karbon benzena yang

Universitas Sumatera Utara


19

terletak di sebelah cincin B membentuk cincin baari tipe 4-piron. Senyawa
heterosiklik ini pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan
tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi
yang paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok
senyawa ini. Suatu jembatan oksigen yang melibatkan atom karbon sentral dari rantai
C3 dalam alam hanya terdapat dalam jumlah yang terbatas. Selain sambungan atom
karbon, senyawa flavonoida juga mempunyai pola oksigenasi dalam cincin
benzenanya. Subtituennya kemungkinan berupa –OH, OCH3, -O-CH2-O- atau
glikosida (Manitto, 1992).

2.2.1. Struktur dasar senyawa flavonoida

Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat
yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Berikut digambarkan struktur dasar
flavonoid :

A


Gambar 2.1

C

C

C

B

Kerangka dasar flavonoid

2.2.2. Klasifikasi senyawa flavonoida

1. Flavonoid O-glikosida
Flavonoida biasanya terdapat sebagai flavonoida O-glikosida. Pada senyawa tersebut
satu gugus hidroksil flavonoida atau lebih terikat pada satu gula atau lebih dengan
ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam. Pengaruh glikosilasi menyebabkan
flavonoida menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air ataupun cairan.

Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat walaupun galaktosa, ramnosa,
xilosa dan arabinosa juga sering ditemukan.

Universitas Sumatera Utara

20

2. Flavonoid C-glikosida
Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut
terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan
asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Jenis gula yang terlibat lebih
sedikit dibandingkan dengan gula pada O-glikosida.

3. Flavonoid Sulfat
Flavonoida sulfat adalah golongan flavonoida lain yang mudah larut dalam air.
Senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat pada hidroksi fenol
atau gula. Secara teknis senyawa ini sebenarnya bisulfat karena terdapat sebagai
garam yaitu flavon-O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida bisulfat, bagian bisulfat
terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada suatu gula.


4. Biflavonoid
Biflavonoida merupakan flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah
flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang
sederhana dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan karbon-karbon atau ikatan eter.
Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi biflavonoida dapat berjenis sama
atau berbeda, dan letak ikatannya berbeda-beda. Banyak sifat fisika dan kimia
biflavonoida menyerupai sifat monoflavonoida pembentuknya dan akibatnya kadangkadang biflavonoida sukar dikenali. Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida.

5. Aglikon flavonoid yang aktif-optik
Sejumlah aglikon flavonoida mempunyai atom karbon asimetrik dengan demikian
dapat menunjukkan keaktifan optik (memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang
termasuk dalam golongan flavonoida ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin,
pterokarpan, rotenoid dan beberapa biflavonoida (Markham, 1988).

Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan
keragaman pada rantai C3 yaitu :

Universitas Sumatera Utara

21


1. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai
antioksidan dan antiimflamasi. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh
udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih
dapat dilakukan.

B

O

A

C
OH
O

Flavonol


2. Flavon
Flavon berbeda dengan

flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-

hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi
warnanya. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Jenis
yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula
melalui ikatan karbon. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok
senyawa flavonoida.

B
O

A

C
O

Flavon


Universitas Sumatera Utara

22

3. Isoflavon
Merupakan isomer flavon, jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin (senyawa
pelindung) dalam tumbuhan untuk pertahanan terhadap penyakit. Beberapa isoflavon
(misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila
diuapi amonia, tetapi kebanyakan tampak sebagai bercak lembayung yang pudar
dengan amonia berubah menjadi coklat.
O

A

C
B
O

Isoflavon

4. Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga.
Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah
jeruk, dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat
dalam buah anggur dan jeruk.

O

A

B

C
O

Flavanon

5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika
dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena
konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

Universitas Sumatera Utara

23

B

O

A

C
OH
O

Flavanonol

6. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.
Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir
dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat
sebagai antioksidan.

O

OH

Katekin

7. Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan
berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin,
apiferol.

B

O

C

A

OH
HO

OH

Leukoantosianidin

8. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir

Universitas Sumatera Utara

24

semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan
buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu
struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin
ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau
glikosilasi.
O

OH

Antosianin

9. Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila
dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena
hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas
dalam pengembang air.

B

A
O

Khalkon

10. Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.
Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah rose dan tampak pada kromatografi
kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah
menjadi merah jingga bila diberi uap ammonia (Robinson, 1995)
O

A

CH

B

O

Auron

Universitas Sumatera Utara

25

2.2.3. Sifat kelarutan flavonoida

Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa
fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Jika dibiarkan dalam
larutan basa, dimana terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai
sejumlah gugus hidroksil yang tersulih, atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa
polar, maka pada umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH),
methanol

(MeOH),

butanol

(BuOH),

aseton,

dimetilsulfoksida

(DMSO),

dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain.
Adanya gula yang terikat pada flavonoida cenderung menyebabkan flavonoida
lebih mudah larut dalam air. Dengan demikian campuran pelarut di atas dengan air
merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang
polar seperti isoflavon, flavanon, flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung
lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988).

2.3 Teknik Pemisahan

2.3.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi atau zat dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dapat digolongkan berdasarkan bentuk
campuran yang diekstraksi dan proses pelaksanaannya. Berdasarkan bentuk campuran
yang diekstraksi, maka ekstraksi dibedakan menjadi:
1. Ekstraksi padat-cair
Zat yang diekstrasi terdapat di dalam campuran yang berbentuk padatan. Ekstraksi
jenis ini banyak dilakukan di dalam usaha mengisolasi zat berkhasiat yang terkandung
di dalam bahan alam.
2. Ekstraksi cair-cair
Zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi caircair sering juga disebut ekstraksi pelarut untuk memisahkan logam-logam tertentu
didalam air.

Universitas Sumatera Utara

26

Menurut proses pelaksanaannya ekstraksi dibedakan menjadi:
1. Ekstraksi berkesinambungan (kontiniu)
Pada ekstraksi kontiniu, pelarut yang sama digunakan secara berulang-ulang sampai
proses ekstraksi selesai. Tersedia berbagai alat untuk jenis ekstraksi ini, seperti alat
soklet.
2. Ekstraksi bertahap
Pada ekstraksi bertahap, setiap kali ekstraksi selalu digunakan pelarut yang baru
sampai proses ekstraksi selesai. Alat yang biasanya digunakan adalah corong pisah
(Yazid, 2005).
2.3.2 Kromatografi

Kromatografi merupakan metode umum dalam pemisahan campuran berdasarkan fasa
diam dan fasa gerak. Fasa gerak dapat berupa gas atau cairan dan fasa diam berupa
padatan atau lapisan cairan yang disokong oleh padatan. Fasa gerak akan bergerak
melewati fasa diam dan senyawa-senyawa dalam campuran akan bergerak secara
kontiniu diantara kedua fasa sesuai dengan koefisien distribusi (Rodig, 1997)

Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa
diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat
disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena
fase gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi,
yaitu:

1. Fasa gerak cair-fasa diam padat (kromatografi serapan):
a. Kromatografi lapis tipis
b. Kromatografi penukar ion
2. fasa gerak gas-fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat
3. fasa gerak cair-fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas
4. fasa gerak gas-fasa diam zat cair, yakni:
a. Kromatografi gas-cair
b. Kromatografi kolom kapiler

Universitas Sumatera Utara

27

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa
senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam
dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa terhadap senyawa
yang lain (Sastrohamidjojo, 1991).

2.3.3 Kromatografi Lapis Tipis

Teknik kromatografi lapis tipis sering dilakukan dengan menggunakan lempeng atau
gelas plastik yang dilapisi fasa diam dan fasa geraknya merupakan pelarut. Campuran
yang akan dianalisis diteteskan pada dasar lempeng dan perlarutnya akan bergerak
naik oleh gaya kapiler (Bresnick, 2005).

Fasa diam yang digunakan pada kromatografi lapis tipis merupakan penyerap
berukuran kecil dengan diameter partikel 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata
partikel fasa diam maka semakin baik kinerja kromatografi lapis tipis dalam hal
efesiensi dan resolusi (Ganjar, 2007).

Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada
kromatografi lapis tipis, akan tetapi yang paling umum digunakan adalah silika gel
(asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatome) dan selulosa,
sedangkan untuk fasa geraknya dapat berupa hampir segala macam pelarut atau
campuran pelarut (Gritter, 1991).

Menurut Markham (1988), Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk
tujuan berikut:
1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom
2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi
4. Isolasi flavonoida murni skala kecil
5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap dan
pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas.

Universitas Sumatera Utara

28

Faktor reterdasi (Rf) merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas
dan kromatografi lapis tipis. Harga Rf adalah ukuran kecepatan migrasi suatu
komponen pada kromatogram. Rf didefenisikan sebagai perbandingan jarak yang
ditempuh komponen terhadap jarak yang ditempuh pelarut atau fasa gerak.
Rf =

jarak yang ditempuh komponen
jarak yang ditempuh pelarut

(Yazid, 2005).

2.3.4. Kromatografi Kolom

Pada kromatografi kolom fasa diam dan zat cair ditempatkan didalam tabung kaca
berbentuk silinder, pada bagian bawah tertutup dengan katup atau keran dan fasa
geraknya dibiarkan mengalir ke bawah malalui gaya berat.

Kromatografi kolom biasanya dibuat dengan menuangkan suspensi fasa diam
dan pelarut sesuai kedalam kolom dan dibiarkan memadat. Selanjutnya pelarut
diturunkan sampai tepat pada bagian atas penyerap dan cuplikan yang akan dipisahkan
diletakkan pada bagian atas penyerap kemudian fasa gerak dimasukkan dan dibiarkan
mengalir melewati kolom. Komponen campuran turun berupa pita dengan laju
berlainan, kemudian hasil pemisahan dari kolom dikumpulkan sebagai fraksi.
Kromatografi kolom merupakan bentuk kromatografi cair.

2.3.5

Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Metode kromatografi juga dapat dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis
preparatif yaitu pemisahan yang terdiri atas sejumlah senyawa serupa yang sukar dan
kadang-kadang lama dipisahkan. Kromatografi lapis tipis preparatif adalah cara ideal
untuk memisahkan cuplikan kecil (50 mg sampai 1 g). Penyerap yang dipakai adalah
silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran
senyawa hidrofil. Ketebalan adsorben yang sering dipakai 0,5 – 2 mm. Ukuran plat
kromatografi biasanya 20x20 cm atau 20x40 cm.

Universitas Sumatera Utara

29

Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat
kromatografi lapis tipis preparatif. Pelarut yang baik adalah pelarut organik seperti nheksana , etil asetat, dan diklorometana. Cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan
berupa garis pada salah satu sisi dari plat lapisan besar dan dikembangkan secara
tegak lurus pada garisan cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa
pita. Pita penyerap tersebut diharapkan mengandung komponen campuran murni
kemudian dikerok dari plat kaca dengan spatula dan ditampung dengan logam tipis
atau kertas lilin. Penyerap diletakkan dalam corong kaca memakai kertas saring lalu
dielusi beberapa kali dengan pelarut yang cocok (Gritter, 1991).

2.3

Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu analisis kimia fisika yang mengamati tentang
interaksi atom dan molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam
instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer.
Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut
sebagai spektometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang
bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer.

2.4.1 Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)

Spektofotometer ultraviolet-visibel melibatkan energi elektronik yang cukup besar
pada molekul yang dianalisis. Suatu molekul yang sederhana apabila dikenakan
radiasi elektromagnetik akan mengabsopsi radiasi elektromagnetik yang energinya
sesuai. Interaksi tersebut akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat
keadaan eksitasi. Apabila pada molekul sederhana tersebut hanya terjadi transisi
elektronik pada satu macam gugus maka akan terjadi suatu absorpsi yang merupakan
garis spektrum (Muldja,1995).

Universitas Sumatera Utara

30

Spektrum ultraviolet terentang dari 100-400 nm. Absorpsi cahaya ultraviolet
atau visible mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari
orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi
lebih tinggi.Absorpsi oleh suatu sampel kemudian diukur pada perbagai panjang
gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum
(Fessenden,1994).

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi karena itu menunjukkan
pita serapan kuat pada daerah spektrum ultraviolet dan spektrum tampak (Harborne,
1987). Spektrum flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut
metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang 240-285
nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi
maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat dan pola
oksigenasinya. Ciri khas spektrum adalah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I
dalam dhidroflavon, dihidroflavonol dan isoflavon serta kedudukan pita I pada
spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang
tinggi. Petunjuk mengenai rentang maksima utama yang diperkirakan untuk setiap
jenis flavonoida adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Rentang Serapan Spektrum UV-Tampak flavonoida
Pita II (nm)

Pita I (nm)

Jenis flavonoida

250-280
250-280
250-280
245-275

310-350
330-360
350-385
310-330 bahu
Kira-kira 320 puncak
300-330 bahu
340-390

Flavon
Flavonol (3-OH tersubtitusi)
Flavonol (3-OH bebas)
Isoflavon
Isoflavon (5-deoksi-6,7dioksigenasi)
Flavanon dan dihidroflavonol
Khalkon

275-295
230-270
(kekuatan rendah)
230-270
(kekuatan rendah)
270-280

380-430
Auron
465-560
Antosianidin dan antosianin

(Markham, 1988).

Universitas Sumatera Utara

31

2.3.1

Spektrofotometri Inframerah (FT-IR)

Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami getaran (vibrasi) atau
osilasi. Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan
kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini
berada dalam keadaan tereksitasi (excited vibration state) energi yang terserap ini
akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar.
Banyaknya energi yang diadsorbsi oleh suatu ikatan bergantung pada perubahan
dalam momen ikatan seperti vibrasi atom yang saling berikatan lebih besar
perubahannya dalam momen ikatan mengakibatkan absorpsi sejumlah energi juga
lebih besar.

Ikatan non polar tidak mengabsorpsi radiasi inframerah karena tidak ada
perubahan momen ikatan apabila atom-atom saling berisolasi. Ikatan non polar relatif
(ikatan C-C dan C-H dalam molekul organik) menyebabkan absorpsi yang lemah.
Pada ikatan polar ( seperti C-O) menunjukkan absorpsi yang kuat (Fessenden, 1994).

2.4.1 Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Spektrometer Resonansi Magnetik

Inti

(Nuclear Magnetic Resonance, NMR)

merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini
memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.
Spektrum Resonansi Magnetik Inti memberikan informasi mengenai lingkungan
kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur
gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Creswell, 1982).

Terperisai dan tidak terperisai merupakan istilah relatif. Untuk memperoleh
pengukuran yang kuantitatif diperlukan suatu titik rujukan. Senyawa yang dipilih
untuk rujukan adalah tetrametilsilana (CH3)4Si, yang proton-protonnya menyerap
pada ujung kanan spektrum NMR (Fessenden, 1982). Pada beberapa spektrum NMR
akan terlihat sinyal TMS pada angka nol sehingga sinyal ini tidak perlu dianalisa.
TMS dipilih sebagai standar karena:

Universitas Sumatera Utara

32

1. TMS mempunyai 12 atom hidrogen yang keseluruhannya mempunyai lingkungan
kimia yang sama, sehingga menghasilkan sinyal singlet yang kuat karena
mengandung banyak atom hidrogen
2. Elektron-elektron pada ikatan C-H dalam senyawa ini berada dekat dengan
hidrogen jika dibanding dengan senyawa lain. Ini berarti inti hidrogen sangat
terlindungi dari medan magnet eksternal sehingga dibutuhkan medan magnet yang
besar untuk membawa atom hidrogen ke kondisi resonansi (Dachriyanus, 2004).

Absorbsi kebanyakan proton lain dijumpai dibawah medan absorbsi TMS.
Selisih antara posisi absorbsi TMS dan posisi absorbsi suatu proton tertentu disebut
pergeseran kimia. Pergeseran kimia dinyatakan sebagai bagian tiap juta (ppm) dari
radio frekuensi yang kita gunakan (Fessenden, 1982).

Universitas Sumatera Utara