Efektivitas Polri Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Di Kabupaten Labuhanbatu (Studi Kasus Polres Labuhanbatu)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Republik

Indonesia

telah

mengatur

fungsi

dan

tugas

aparat


kepolisian.Sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 13 tentang tugas
dari kepolisian. 1
“Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum;
dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat”.
Namun, dalam kenyataannya masih banyak ditemui aparat
kepolisian belum melaksanakan apa yang telah dicantumkan di dalam
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tersebut, terutama penanggulangan
kejahatan atau biasa disebut kriminalitas.
Masalah kejahatan di Indonesia beberapa tahun terakhir ini sering
kali dipersoalkan oleh kalangan masyarakat maupun praktisi hukum. Hal
ini dikarenakan dampak kejahatan itu dapat dirasakan secara langsung oleh
masyarakat. Dampak dari kejahatan tersebut dapat menimbulkan rasa tidak
aman, kecemasan, ketakutan, dan kepanikan ditengah masyarakat.
Dampak negatif dan kejahatan yang begitu buruk bukanlah suatu
asumsi yang dibuat-buat dalam menyikapi maraknya kejahatan yang
terjadi dalam lingkungan masyarakat. Sebab dalam kenyataannya
kejahatan tidak hanya merugikan masyarakat secara fisik saja, tetapi juga
menyangkut psikis seseorang atau suatu kelompok masyarakat.
1


Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Masalah kejahatan adalah salah satu masalah sosial yang selalu
menarik dan menuntut perhatian yang serius dari waktu ke waktu terlebih
lagi menurut asumsi umum serta beberapa hasil pengamatan dan penelitian
berbagai pihak, terdapat kecendrungan perkembangan peningkatan dari
bentuk dan jenis kejahatan tertentu baik secara kualitas maupun kuantitas.
Faktor masalah ekonomi sebagai salah satu pendorong terjadinya
kejahatan, sering terjadi dimanapun. Hal ini dikarenakan keadaan ekonomi
yang berkembang dalam suatu Negara memberikan pengaruh yang sangat
besar terhadap pokok-pokok kehidupan seseorang. Dalam hal ini, Plato
memberikan pandangan bahwa disetiap Negara dimana didalamnya
banyak terdapat orang miskin, maka secara diam-diam

akan banyak

terdapat penjahat, pelanggar agama, dan penjahat dari berbagai macam

corak. 2 Sekarang ini demi memenuhi kebutuhan hidup, seseorang tidak
memikirkan sebab dari perbuatannya itu. Hal ini telah bertentangan
dengan nilai-nilai moral dalam pancasila. Bahkan bagi sebagian pelaku
tindak pidana tidak takut kepada aparat hukum yang mengatur keamanan
dan ketertiban umum.
Salah satu bentuk kriminalitas yang mempunyai frekuensi tertinggi
adalah tindak pidana pencurian kendaraan bermotor. Kejahatan pencurian
kendaraan bermotor merupakan kejahatan terhadap harta benda yang tidak
lajim terjadi di negara-negara berkembang selanjutnya dikatakan bahwa
kejahatan pencurian kendaraan bermotor beserta isi-isinya merupakan sifat
2

Ridwan Hasibuan, Ediwarman, Asas-asas Kriminologi, (Medan: USU Pres, 1994), hal

25.

Universitas Sumatera Utara

kejahatan yang menyertai pembangunan. 3 Sebagaimana perkembangan
kehidupan manusia pencurianjuga mengalami beberapa pola kemajuan

baik dalam teknik pelaksanaannya maupun pelakunya. Teknik pelaksanaannya
bermula dari pola sederhana seperti mencuribarang secara langsung,
kemudian berkembang mejadi pola yang lebih canggih, yaitu dengan
mengikutsertakan suatu instrumen dalam melakukan proses mengambil
sesuatu. Begitu pula dengan pola pelakunya dari perseorangan
berkembang menjadi suatu kelompok yang bekerja secara terorganisir.
Walaupun kejahatan berkembang sedemikian rupa, tetap menimbulkan
satu akibat yang sama yaitu merugikan masyarakat. 4
Pencurian kendaraan bermotor yang akhir-akhir ini banyak terjadi
dalam masyarakat, seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Labuhanbatu.
Apabila kita melihat media massa terutama media cetak , banyak sekali
berita berkaitan dengan pencurian kendaraan bermotor. Seperti yang dapat
kita lihat pada kasus pencurian yang terjadi di Kabupaten Labuhanbatu
yang mengakibatkan hilangnya sepeda motor milik satpam di kantor
pegadaian syariah yang dilakukan oleh seorang pemuda pengangguran 5,
residivis pelaku curanmor kembali diringkus tersangka merupakan
residivis kasus pencurian kendaraan bermotor tahun 2002 dan 2006 6, dan
pihak Polres Labuhanbatu juga mengamankan 12 orang tersangka kasus

3


Soerjono Soekamto, Hartono Widodo dan Chalimah Sutanto, Penanggulangan
Pencurian Kendaraan Bermotor (Jakarta: Penerbit Aksara, 1998), hal 20
4
Ibid
5
http://www.metrosiantar.com/ketahuan-curi-sepeda-motor-satpam/, diakses pada tanggal
30 April 2014, jam 09.30 WIB
6
http://www.metrosiantar.com/residivis-pelaku-curanmor-kembali-diringkus/, diakses pada
tanggal 30 April 2014, jam 09.45 WIB

Universitas Sumatera Utara

pencurian sepeda motor selain itu 15 mesin judi jackpot juga diamankan
pihak kepolisian ditambah lagi 2 tersangka diduga sindikat pembuat
STNK palsu 7.
Dari data diatas, hal yang perlu disadari adalah bahwa peristiwa
tersebut telah mengganggu norma kehidupan masyarakat, karena
masyarakat membutuhkan keadaan yang tertib dan aman dalam menjalani

kehidupannya. Dari situlah letak peran besar aparat penegak hukum dalam
memberantas kejahatan demi terciptanya ketertiban umum. Namun perlu
diingat bahwa memberantas kejahatan bukanlah usaha yang mudah
dilakukan sebab kejahatan sendiri adalah suatu gejala norma di setiap
masyarakat yang bercirikan heterogenitas dan perkembangan sosial dan
karena itu tidak mungkin dimusnahkan sampai habis. 8
Polisi sebagai salah satu unsur utama sistem peradilan pidana
merupakan pranata sosial

yang melaksanakan fungsi pengadilan

sosial.Keseluruhan fungsi tersebut baik sebagai unsur sistem peradilan
pidana ataupun alat pengandalian sosial berkaitan dengan peranan pokok
Polisi dalam mencegah dan menanggulangi kejahatan. Dengan demikian
bekerjanya Polisi di dalam masyarakat masyarakat senantiasa pada satu
pihak bertolak dari aturan-aturan hukum pidana dan hukum acara pidana
yang berlaku, sedangkan pada pihak lain melakukan penegakan hukuman
dalam bentuk reaksi sosial formal terhadap kejahatan. 9
7


www.metrosiantar.com/12-tersangka-curanmor-dan-15-mesin-jackpot-diamankan/,
diakses pada tanggal 30 April 2014, jam 10.30 WIB
8
Soedjono Dirjosisworo, Sosiolo-Kriminologis (Bandung : Sinar Baru, 1984), hal.170
9
Soerjono Soekamto, Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor (Jakarta, PT Bina
Aksara, 1988), hal.12

Universitas Sumatera Utara

Apabila kejahatan memang tidak dapat ditanggulangi secara total,
upaya yangdapat ditempuh adalah mengurangi dan menekan laju
kriminalitas sampai pada angka terendah. Hal dapat ini dirancang melalui
upaya preventif maupun upaya represif.

10

Upaya-upaya ini harus

dirancang secara selektif dan sistematik agar dapat mencapai hasil yang

optimal. Sebab bukan tidak mungkin bila suatu upaya penanggulangan
justru menjadi pemicu pesatnya laju kriminalitas, hanya karena kurang
tepatnya sistem yang diterapkan dalam menjalankan upaya tersebut.
Upaya penanggulangan bukan semata-mata menjadi formula pemberantasan
kejahatan yang dapat dilakukan tanpa pertimbangan secara matang dari
berbagai segi yang menopang bangunan kejahatan itu sendiri.
Pada garis besarnya masalah-masalah sosial yang timbul karena
pencurian kendaraan bermotor dirasakan sangat mengganggu kehidupan
masyarakat khususnya di kabupaten Labuhanbatu, akibatnya sangat
memilukan, kehidupan masyarakat menjadi resah perasaan tidak aman
bahkan sebagian anggota-anggotanya menjadi terancam hidupnya.
Problem tadi pada hakikatnya menjadi tanggung jawab bersama.
Dari latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut bagaimana Profesionalisme Polri sebagai Penegak
Hukum dalam menanggulangi hal tersebut, maka penulis mencoba untuk
menyajikan satu karya ilmiah berupa Skripsi dengan judul “Efektivitas
Polri Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Kendaraan
Bermotor di Polres Kabupaten Labuhanbatu” (Studi pada Polres
Labuhanbatu).
10


Ibid, hal 28

Universitas Sumatera Utara

B. Rumusan Masalah
1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan
pencurian kendaraan bermotor di Kabupaten Labuhanbatu.
2. Bagaimana upaya dan hambatan yang dihadapi Penyidik Polres sebagai
Sub sistem Peradilan Pidana dalam menanggulangi tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor di Kabupaten Labuhanbatu.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ialah :
1. Untuk mengetahui apa alasan si pelaku sehingga melakukan kejahatan.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa upaya penanggulangan dan kendala
yang dihadapi Polres Labuhanbatu dalam menanggulangi tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor.
Manfaat Penelitian :
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Manfaat Teoritis
a) Penulisan skripsi ini dapat menjadi bahan kajian terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya mengenai peran
Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kendaraan
bermotor di Kabupaten Labuhanbatu.
b) Memberikan kontribusi kepada kalangan akademisi dan praktisi,
penambahan informasi dan pengatahuan hukum umumnya dan
perkembangan hukum pidana di masa yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara

2. Manfaat Praktis
Sebagai masukan dan untuk menambah wawasan bagi penulis khusunya, dan
para pembaca umumnya termasuk masukan bagi aparat penegak hukum
maupun praktisi hukum dalam menentukan kebijakan untuk menangani dan
menyelesaikan perkara-perkara tindak pidana pencurian kendaraan bermotor
di Wilayah Hukum Polres Labuhanbatu.

D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelitian di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

maka judul skripsi yang berjudul “Efektivitas Polri Dalam Menanggulangi Tindak
Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor di Polres Kabupaten Labuhanbatu (Studi
Kasus di Polres Labuhanbatu)” belum pernah diajukan. Dengan demikian, maka
penulisan ini adalah asli dan dapat di pertanggung jawabkan.

E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Efektivitas
Defenisi atau pengertian Efektivitas menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia yaitu 11Efektivitas berasal dari kata efektif (kata sifat) yaitu efektif
adalah :
a. ‘ada efeknya’ (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)
b. ‘manjur atau mujarab’ (tentang obat)
c. ‘dapat membawa hasil’ (tentang usaha, tindakan)
d. ‘mulai berlaku’ (tentang undang-undang, peraturan)
11

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan
Nasional, 2003), hal 284

Universitas Sumatera Utara

Sementara itu, efektivitas memiliki pengertian ‘keefektifan’. Keefektifan
adalah:
a. keadaan berpengaruh, hal berkesan
b. kemanjuran, kemujaraban (tentang obat)
c. keberhasilan (tentang usaha, tindakan)
d. hal mulai berlakunya (tentang undang-undang, peraturan)
Pengertian Evektifitas menurut para ahli yaitu : 12
a. Menurut Effendy
”Komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan
sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah
personil

yang

ditentukan”.

Efektivitas

menurut

pengertian

di

atas mengartikan bahwa indikator efektivitas dalam arti tercapainya
sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya merupakan sebuah
pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang
telah direncanakan.
b. Menurut Susanto
“Efektivitas merupakan daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat
kemampuan pesan-pesan untuk mempengaruhi”. Menurut pengertian
Susanto diatas,efektivitas bisa diartikan sebagai suatu pengukuran akan
tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya secara matang.
c. Menurut Agung Kurniawan
“Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi
kegiatan

program

atau

misi)

daripada

suatu

organisasi

atau

12

http://madhienyutnyut.blogspot.com/2012/02/pengertian-efektifitas-menurut-para.html,
diakses pada tanggal 30 April 2014, jam 20.00 WIB

Universitas Sumatera Utara

sejenisnyayangtidak

adanya

tekanan

atau

ketegangan

diantara

pelaksanaannya”.
d. Menurut Roulette
Efektivitas adalah dengan melakukan hal yang benar pada saat yang tepat
untuk jangka waktu yang panjang, baik pada organisasi organisasi tersebut
dan pelanggan.
e. Menurut Hodge
Efektivitas sebagai ukuran suksesnya organisasi didefenisikan sebagai
kemampuan organisasi untuk mencapai segala keperluannya.Ini berarti
bahwa organisasi mampu menyusun dan mengorganisasikan sumber daya
untuk mencapai tujuan.
Pada umumnya efektivitas sering dihubungkan dengan efisiensi dalam
pencapaian tujuan organisasi. Padahal suatu tujuan atau saran yang telah
tercapai sesuai dengan rencana dapat dikatakan efektif, tetapi belum tentu
efisien. Walaupun terjadi suatu peningkatan efektivitas dalam suatu
organisasi maka belum tentu itu efisien. Jelasnya, jika sasaran atau tujuan
telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya dapat
dikatakan efektif. Jadi bila suatu pekerjaan itu tidak selesai sesuai waktu
yang telah ditentukan, maka dapat dikatakan tidak efektif. Efektivitas
merupakan gambaran tingkat keberhasilan atau keunggulan dalam

Universitas Sumatera Utara

mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan adanya keterkaitan antara
nilai-nilai yang bervariasi. 13
2. Pengertian Pidana dan Tindak Pidana
a. Pengertian Pidana
Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang pada dasarnya dapat
dikatakan

sebagain

suatu

penderitaan

(nestapa)

yang

sengaja

dikenakan/dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah
melakukan suatu tindak pidana.
Menurut Moeljatno mengatakan bahwa hukum Pidana adalah
bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara, yang
mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:
1). Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana
tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
2). Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan
pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3). Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut.
Menurut Satochid Kartanegara, bahwa Hukum Pidana dapat
dipandang dari beberapa sudut, yaitu:
13

Sedarmayanti, Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2001), hal 21

Universitas Sumatera Utara

1). Hukum Pidana dalam arti objektif, yaitu sejumlah peraturan yang
mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan terhadap
pelanggarannya diancam dengan hukuman.
2). Hukum Pidana dalam arti subjektif, yaitu sejumlah peraturan yang
mengatur hak Negara untuk menghukum seseorang yang melakukan
perbuatan yang dilarang.
Menurut Soedarto, mengatakan bahwa Hukum Pidana merupakan
sistem sanksi yang negatif, ia diterapkan, jika sarana lain sudah tidak
memadai, maka hukum pidana dikatakan mempunyai fungsi, yang
subsider. Pidana termasuk juga tindakan (maatregelen), bagaimanapun
juga merupakan suatu penderitaan, sesuatu yang dirasakan tidak enak oleh
orang lain yang dikenai, oleh karena itu, hakikat dan tujuan pidana dan
pemidanaan, untuk memberikan alasan pembenaran (justification) pidana
itu.
b. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam
hukum pidana Belanda yaitu stafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat
dalam WvS Belanda atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tetapi
tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana
tersebut. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi
dari istilah itu. 14
14

Martiman Prodjo Hamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta :PT.
Pradnya Paramita, 1997), Hal 15.

Universitas Sumatera Utara

Menurut

Pompe,

sebagaimana

yang dikemukakan

oleh

Bambang

Poernomo, pengertian strafbaar feitdibedakan menjadi : 15
1). Defenisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah
suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si
pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata
hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.
2).Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar
feit” adalah suatu kejadiaan (feit) yang oleh peraturan perundangundangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.
Simons

mendefinisikan

tindak

pidana

sebagai

suatu

perbuatan

(handeling) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan
dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh
seseorang yang mampu bertanggung jawab. Rumusan pengertian tindak
pidana oleh simons dipandang sebagai rumusan yang lengkap karena akan
meliputi : 16
1). Diancam dengan pidana oleh hukum
2). Bertentangan dengan hukum
3). Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld)
4). Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.
Van Hmamel juga sependapat dengan rumusan tindak pidana dari
simons, tetapi menambahkan adanya “sifat perbuatan yang mempunyai sifat
15

Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hal

91.
16

Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag 1, (Jakarta: Grafindo, 2002), hal 69

Universitas Sumatera Utara

dapat dihukum”. Jadi, pengertian tindak pidana menurut Van Hamael meliputi
lima unsur, sebagai berikut: 17
1). Diancam dengan pidana oleh hukum
2). Bertentangan dengan hukum
3). Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld)
4). Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.
5). Sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum.
3. Pengertian Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan
teknik untuk pergerakannya, dan digunakan untuk transportasi darat.
Umumnya kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran dalam
(perkakas atau alat untuk menggerakkan atau membuat sesuatu yang
dijalankan dengan roda, digerakkan oleh tenaga manusia atau motor
penggerak, menggunakan bahan bakar minyak atau tenaga alam). Kendaraan
bermotor memiliki roda, dan biasanya berjalan di atas jalanan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992, yang dimaksud
dengan peralatan teknik dapat berupa motor atau peralatan lainnya yang
berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga
gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan. Pengertian kata kendaraan
bermotor dalam ketentuan ini adalah terpasang pada tempat sesuai dengan
fungsinya. Termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor adalah kereta
17

Roni Wiyanto. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia.(Bandung: C.V.Mandar Maju, 2012),

hal 160.

Universitas Sumatera Utara

gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan dengan kendaraan
bermotor sebagai penariknya. 18
Jenis Kendaraan bermotor menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 44 juli 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi tanggal 14
Juli 1993 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan :
1). sepeda motor
2). mobl penumpang (termasuk juga dari jenis Mobil Keluarga)
3). mobil bus
4). mobil barang
5). kendaraan khusus
Yang dimaksud dengan kendaraan bermotor dalam Skripsi ini adalah
sepeda motor dan mobil yang dalam faktanya seperti banyak terjadi tindak
pidana pencurian.
4. Pengertian Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Tindak pidana
Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan
kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal policy).Kebijakan ini
pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial
(social policy) yang terdiri dari kebijakan untuk kesejahteraan sosial (socialwelfare policy) dan kebijakan untuk perlindungan masyarakat (social-defence
policy). 19

18

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi.
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal 73.
19

Universitas Sumatera Utara

Pencegahan

kejahatan

merupakan

tindakan

untuk

memberikan

perlindungan dan menghindari rasa takut masyarakat dari gangguan
kejahatan.Selanjutnya pengamanan terhadap masyarakat tidak semata-mata
terfokus pada para pelaku kejahatan, tetapi juga pada kecenderungan dalam
mengendalikan kejahatan itu sendiri.Untuk mencegah dan memberikan
perlindungan masyarakat terhadap gangguan kejahatan maka dilakukan
tindakan kepolisian. Adapun tindakan kepolisian yang dimaksud adalah 20
a. Melakukan eliminasi terhadap faktor-faktor kriminogen yang ada dalam
masyarakat.
b. Menggerakkan potensi masyarakat dalam hal mencegah dan mengurangi
kejahatan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa upaya
memberikan perlindungan masyarakat dari rasa takut terhadap gangguan
kejahatan harus dilakukan secara tegas.Namun demikian kebijakan yang
bersifat pencegahan lebih diutamakan yaitu dengan melakukan eliminasi
terhadap faktor korelatif kriminogen dengan menggerakkan potensi dan
partisipasi masyarakat.Termasuk melakukan kegiatan pencegahan pada
daerah rawan dan kegiatan penindakan terhadap kejahatan yang muncul.
Kegiatan pencegahan kejahatan ini sebaiknya dilakukan secara terorganisir
kemungkinan besar kegiatan pencegahan kejahatan tidak akan berjalan secara
efektif dan tidak mendapat hasil yang maksimal.

20

Muhamad Kemal Darmawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, (Bandung: PT: Citra
Aditya Bakti, 2005), hal 42.

Universitas Sumatera Utara

Upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi 2
(dua), yaitu lewat jalur penal (hukum pidana) dan non-penal (bukan/di luar
hukum

pidana).

21

Upaya

penanggulangan

menitikberatkanpada
(penindasan/pemberantasan/penumpasan)

lewat

jalur

penal

repressive

sifat
sesudah

lebih

kejahatan

terjadi,

sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat preventive
(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. 22
Kegiatan pencegahan kejahatan terbagi 3 (tiga) pendekatan yaitu : 23
a. Pendekatan sosial, biasanya disebut dengan Social Crime Prevention yaitu
segala perhatian dan kegiatan ditujukan untuk menumpas akar penyebab
kejahatan dan kesempatan individu untuk melakukan pelanggaran. Yang
menjadi sasaran adalah populasi umum (masyarakat) atau pun kelompokkelompok yang secara khusus mempunyai risiko tinggi untuk melakukan
pelanggaran.
b. Pendekatan situsional, biasa disebut sebagai Situational Crime Prevention
yaitu segala perhatian diarahkan untuk mengurangi kesempatan seseorang
atau kelompok untuk melakukan pelanggaran.
c. Pendekatan kemasyarakatan, biasa disebut Community Based Crime
Prevention yaitusegala langkah ditujukan untuk memperbaiki kapasitas
masyarakat untuk mengurangi kejahatan dengan jalan meningkatkan kapasitas
mereka/potensi masyarakat untuk menggunakan sosial kontrol informal.

21

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2005), hal 42.
22
Loc.cit
23
Muhamad Kemal Darmawan, Op.cit, hal. 17

Universitas Sumatera Utara

Penanggulangan

kejahatan

dapat

diartikan

secara

luas

dan

sempit.Dalam pengertian yang luas, maka pemerintah beserta masyarakat
sangat berperan.Bagi pemerintah adalah keseluruhan kebijakan yang
dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang
bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. 24
Peran pemerintah yang begitu luas, maka kunci dan strategis dalam
menanggulangi kejahatan meliputi ketimpangan sosial, diskriminasi
nasional, standar hidup yang rendah, pengangguran dan kebodohan di antara
golongan besar penduduk.Bahwa upaya penghapusan sebab dari kondisi
menimbulkan kejahatan harus merupakan strategi pencegahan kejahatan
yang mendasar.
Secara sempit lenbaga yang bertanggung jawab atas usaha pencegahan
kejahatan adalah polisi.Namun karena terbatasnya sarana dan prasarana yang
dimiliki oleh polisi telah mengakibatkan tidak efektifnya tugas mereka.Lebih
jauh polisi juga tidak memungkinkan mencapai ideal pemerintah, sarana dan
prasarana yang berkaitan dengan usaha pencegahan kejahatan.Oleh karena
itu, peran serta masyarakat dalam kegiatan pencegahan kejahatan menjadi hal
yang sangat diharapkan.

F. Metode Penelitian
1). Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah dengan metode pendekatan yuridis normatif,
yaitu dengan pengumpulan data serta studi kepustakaan maupun studi
24

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1981), hal. 114.

Universitas Sumatera Utara

lapangan dan menggambarkan kondisi dengan melakukan riset langsung
ke lapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan
penelitian.
2). Jenis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jenis data, yaitu :
a). Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya. 25
Pengumpulan data ini dilakukan melalui wawancara atau interview,
baik terstruktur maupun tidak terstruktur dengan petugas Kepolisian di
bagian Sat Reskrim.
b). Data sekunder yaitu data yang berkaitan erat dengan data primer yang
digunakan untuk membantu menganalisis pada data primer yang
diperoleh dilapangan. 26 Data sekunder ini dilakukan dengan cara studi
kepustakaan, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,
peraturan perundang-undangan, serta laporan Kepolisian Resort
Kabupaten Labuhanbatu pada bagian Sat Reskrim.
3). Teknik Analisis Data
Menggunakan metode deskriptif analisis dalam menyelesaikan penulisan
ini. Penulisan menggunakan metode analisis seperti tersebut diatas sebab
penulis ingin menggambarkan secara jelas mengenai tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor yang akhir-akhir ini marak sekali terjadi,
dengan mengadakan penelitian terhadap fakta-fakta yang ada di lapangan

25

Soejono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: Universitas Indonesia, 1986)

hal 11
26

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

serta kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam melakukan
penanggulangan tindak pidana pencurian.

G. Sistematika Penulisan
Penelitian dan penulisan skripsi ini terdiri dari bab dan sub bab yang
terbagi kedalam empat bab. Empat bab yang terkandung dalam skripsi ini meliputi :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini terdapat uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka
(Efektivitas,pidana dan tindak pidana,dan kendaraan bermotor), metode
penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.
BAB

II

FAKTOR-FAKTOR

PENYEBAB

TERJADINYA

TINDAK

PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN
LABUHANBATU
Dalam bab ini mempunyai pembahasan mengenai faktor-faktor penyebab
terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor dan usur-unsur tindak
pidana pencurian.
BAB III UPAYA DAN HAMBATAN PENYIDIK POLRI SEBAGAI SUB
SISTEM PERADILAN PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK
PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN
LABUHANBATU
Dalam bab ini membahas tentang Polri sebagai Sub Sistem Peradilan Pidana,
data delik pencurian kendaraan bermotor, dan upaya dalam menanggulangi

Universitas Sumatera Utara

pencurian kendaraan bermotor dan hambatan yang dihadapi Polri dalam
menanggulangi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor.
BAB IV KESIMPULAN
Merupakan bagian akhir yang berisikan beberapa kesimpulan dan saran hasil
penulisan.

Universitas Sumatera Utara