Peranan Polisi Dalam Menanggulangan Tindak Pidana Pencurian Kelapa Sawit (Studi Pada Polsek Sosa Kabupaten Padang Lawas)

(1)

PERANAN POLISI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN KELAPA SAWIT

(Studi Pada Polsek Sosa Kabupaten Padang Lawas)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh : Mhd. Kolan Nst NIM : 100200312

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERANAN POLISI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN KELAPA SAWIT

(Studi Pada Polsek Sosa Kabupaten Padang Lawas)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh : Mhd. Kolan Nst NIM : 100200312

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

(Dr. M. Hamdan, SH, MH) NIP : 195703261986011001

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Madiasa Ablisar. SH, MS Dr. Marlina. SH, MH NIP : 196104081986011002 NIP : 197503072002122002


(3)

ABSTRAK Mhd. Kolan Nst* Dr.Madiasa Ablisar.SH.MS**

Dr. Marlina. SH, MH***

Tindak pidana pencurian kelapa sawit merupakan bentuk kriminalitas yang mempunyai frekuensi tertinggi di kabupaten Padang Lawas pada wilayah hukum Polsek Sosa. Tindak pidana dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

sandang dan pangan, karena kebutuhan tersebut tidak bisa didapatkan dengan cara yang legal, maka dilakukan dengan cara yang illegal. Penulisan skripsi ini

mengangkat beberapa permasalahan yaitu pengaturan tentang peran kepolisian serta peran kepolisian sektor sosa dalam menanggulangi tindak pidana pencurian serta hambatan dan upaya yang dilakukan oleh polsek sosa dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kelapa sawit.

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang bersifat kualitatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.

Pengaturan tentang peran kepolisian di dalam Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002, Peraturan Pemerintah Republik Iindonesia Nomor 2 tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia, Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor, peran polsek sosa melakukan metode perlakuan dan

penghukuman, hambatan yang dihadapi pihak kepolisian meliputi hambatan inter ( dari dalam) dan hambatan ektern (dari luar), sedangkan upaya yang dilakukan oleh kepolisian upaya non penal. Upaya non penal merupakan tindakan-tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan dan sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor pemicu terjadinya kejahatan seperti melakukan patroli rutin, melakukan kegiatan Binmas sampai ketingkat desa-desa.

Kata kunci : Peran, Tindak Pidana Pencurian

*Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**Dosen I, Staf Pengajar Fakultas Hukum USU ***Dosen II, Staf Pengajar Fakultas Hukum USU


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillahirabbilalamin puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi tepat pada waktunya. Tidak lupa pula shalawat beriring salam diberikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman Jahiliyah ke zaman berilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Penulisan skripsi yang berjudul “PERANAN POLISI DALAM

MENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KELAPA SAWIT (STUDI PADA POLSEK SOSA KABUPATEN PADANG LAWAS)” merupakan karya tulis ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi bertujuan untuk melatih mahasiswa untuk berpikir kritis dan mampu menuangkan berbagai ide dan pemikirannya secara terstruktur. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan ilmu pengetahuan, meskipun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.


(5)

Selama proses perkuliahan hingga penulisan skripsi ini berjalan, penulis banyak mendapatkan bantuan, dukungan dan bimbingan serta masukan dari berbagai pihak. Secara khusus, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara atas dukungan yang besar terhadap seluruh mahasiswa/i di dalam lingkungan Kampus Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM, selaku Wakil Dekan II dan

juga selaku Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. OK.Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM, selaku Dosen Pembimbing

Akademik. Terima kasih kepada bapak yang selama ini telah memberikan bimbingan dan nasehat-nasehat kepada penulis dalam menjalankan program studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Dr. M. Hamdan, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Ibu Liza Erwina, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana


(6)

8. Bapak Dr. Madiasa Ablisar, S.H., MS selaku Dosen Pembimbing I penulis yang telah memberikan petunjuk, masukan, bimbingan, motivasi dan bantuan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini;

9. Ibu Dr. Marlina, S.H. M.H, selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah

memberikan petunjuk, masukan, bimbingan, motivasi dan bantuan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini;

10. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar yang sangat berperan dalam

kehidupan penulis selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11. Kepada kedua Orang Tua, Ayahanda H. Aspan Nasution dan Ibunda

Hj.Maslaini Siregar yang telah memberikan segala sesuatunya selama proses perkuliahan dan penulisan skripsi;

12. Saudara kandung penulis Kakak Erna Fitriani, Nurmiah Nst, Ikhsan M.,

Zoprianum, M. Taufik, yang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan penulis yang telah memberikan do‟a, dukungan dan bantuannya selama penulisan skripsi ini;

13. Teman-teman mahasiswa yang telah menjadi teman penulis dalam masa-masa

menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan terdapat banyak kekurangan oleh karenanya dibutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan yang dapat digunakan bagi penegakan hukum di Indonesia dan semoga pihak-pihak yang telah membantu penulis


(7)

dalam proses penulisan skripsi ini mendapatkan pahala dan berkah dari Allah SWT. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Assalamu‟alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh.

Medan, Oktober 2015

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

1. Pengertian Peran... 9

2. Pengertian Peranan ... 10

3. Pengertian Polisi ... 11

4. Pengertian Penanggulangan ... 12

5. Pengertian Pidana dan Tindak Pidana ... 12

a. Pengertian pidana ... 12

b. Pengertian Tindak Pidana ... 16

6. Pengertian Pencurian ... 19

7. Pengertian Kelapa Sawit ... 27

F. Metode Penelitian... 28


(9)

BAB II PENGATURAN TENTANG PERAN POLISI DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN KELAPA SAWIT ... 33

A. Undang- undang RI Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian

Republik Indonesia... 34

B. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003

tentang Disiplin Anggota Kepolisian Negara Indonesia ... 43

C. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Nomor 23 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian

Sektor ... 45

BAB III PERAN POLSEK SOSA KABUPATEN PADANG LAWAS DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PADANG

LAWAS ... 48

A.Kepolisian Sektor Sosa dalam Sistem Peradilan Pidana ... 48

B.Tugas Kepolisian dalam Menangani Kasus Tindak Pidana

Pencurian Kelapa Sawit yang terjadi di Wilayah Hukum Polsek kabupaten Padang lawas ... 50

C.Peranan Polsek Sosa Dalam Menanggulangi Tindak Pidana


(10)

BAB IV HAMBATAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH POLSEK SOSA DALAM MENANGGULANGI

TINDAK PIDANA PENCURIAN ... 65

A. Hambatan-hambatan yang terjadi dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Kelapa sawit ... 65

B. Upaya yang di lakukan oleh Polsek Sosa dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Kelapa Sawit ... 65

C. Faktor-faktor Pendukung dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Kelapa Sawit ... 68

BAB V PENUTUP ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 73


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Luas Wilayah Hukum Polsek Sosa di Kabupaten Padang Lawas

Provinsi Sumatera utara ... 50 Tabel 2. Rekapitulasi Tindak Pidana Pencurian Kelapa Sawit pada Wilayah

Hukum Polsek Sosa Kabupaten Padang lawas


(12)

ABSTRAK Mhd. Kolan Nst* Dr.Madiasa Ablisar.SH.MS**

Dr. Marlina. SH, MH***

Tindak pidana pencurian kelapa sawit merupakan bentuk kriminalitas yang mempunyai frekuensi tertinggi di kabupaten Padang Lawas pada wilayah hukum Polsek Sosa. Tindak pidana dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

sandang dan pangan, karena kebutuhan tersebut tidak bisa didapatkan dengan cara yang legal, maka dilakukan dengan cara yang illegal. Penulisan skripsi ini

mengangkat beberapa permasalahan yaitu pengaturan tentang peran kepolisian serta peran kepolisian sektor sosa dalam menanggulangi tindak pidana pencurian serta hambatan dan upaya yang dilakukan oleh polsek sosa dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kelapa sawit.

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang bersifat kualitatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.

Pengaturan tentang peran kepolisian di dalam Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002, Peraturan Pemerintah Republik Iindonesia Nomor 2 tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia, Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor, peran polsek sosa melakukan metode perlakuan dan

penghukuman, hambatan yang dihadapi pihak kepolisian meliputi hambatan inter ( dari dalam) dan hambatan ektern (dari luar), sedangkan upaya yang dilakukan oleh kepolisian upaya non penal. Upaya non penal merupakan tindakan-tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan dan sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor pemicu terjadinya kejahatan seperti melakukan patroli rutin, melakukan kegiatan Binmas sampai ketingkat desa-desa.

Kata kunci : Peran, Tindak Pidana Pencurian

*Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**Dosen I, Staf Pengajar Fakultas Hukum USU ***Dosen II, Staf Pengajar Fakultas Hukum USU


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang tinggi dan keanekaragaman hayati. Sumber daya alam (disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada umumnya. Kondisi alam tersebut memberikan peluang bagi sebagian besar masyarakat Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian. Salah satu keanekaragaman hayati yang memiliki pertumbuhan tinggi di Indonesia adalah kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit jadi primadona sehingga Indonesia menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia, hal ini disebabkan karena memberikan manfaat positif pertumbuhan ekonomi yang

dirasakan masyarakat dan pelaku usaha kelapa sawit.1

Kabupaten Padang Lawas dengan ibukota Sibuhuan merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten ini diresmikan pada tangggal 10 Agustus 2007 dengan Undang- undang Nomor 38 Tahun 2007 tentang Kabupaten Padang Lawas. Kabupaten ini lahir bersamaan dengan lahirnya kabupaten Padang Lawas Utara yang juga pemekaran dari kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara diundangkan lewat Undang- undang Nomor 37 Tahun 2007. Pada saat mekar kabupaten Padang Lawas meliputi Sembilan (9) Kecamatan, yaitu kecamatan Barumun, Lubuk Barumun,

1

http://ditjenbun.pertanian.go.id/setditjen/berita-238-pertumbuhan-areal-kelapa-sawit-meningkat.html, diakses pada tanggal 11 Juni 2015 jam 12.28 WIB


(14)

Ulu Barumun, Sosopan, Barumun Tengah, Huristak, Sosa, Hutaraja Tinggi dan kecamatan Batang Lubu Sutam. Namun di tahun 2010 pemerintah melakukan pemekaran kecamatan Barumun Selatan. Pecahan dari kecamatan Barumun, kecamatan Aek Nabara Barumun, kecamatan Sihapas Barumun, kecamatan Barumun Barat, dan pecahan dari kecamatan Barumun Tengah. Jumlah kecamatan di kabupaten Padang Lawas sebanyak empat belas (14) kecamatan. Jumlah penduduk kabupaten Padang Lawas sekitar 248.371 jiwa dengan luas keseluruhan

sekitar 3.892,74 Km2.

Secara geografis kabupaten Padang Lawas, berada di wilayah paling selatan provinsi Sumatera Utara. Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Mandailing Natal, provinsi Sumatera Utara dan kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Rokan Hulu, provinsi Riau. Sebelah Utara Berbatasan dengan kabupaten Padang Lawas Utara dan sebelah Barat berbatasan kabupaten Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal. Kabupaten

ini terletak di antara 1o 26‟- 2o11‟ LU dan 91o01 – 95o53‟ BT dengan luas wilayah

sebesar 4.229,99 Km2 dan ketinggian berkisar antara 0 – 1.915 m diatas

permukaan laut. Tanah di kabupaten Padang Lawas didominasi oleh tanah bergunung dengan luas 279.773 Ha ( 66, 13% ) dan hanya 26.863 Ha ( 6, 35% )

berupa tanah datar.2

Di Padang Lawas ( disingkat Palas) sendiri tingkat pertumbuhan kelapa sawit sangat tinggi dikarenakan sumber daya alam dan lingkungan. Palas memiliki kekayaan sumber daya alam serta potensi tanah yang sangat mendukung

2


(15)

untuk bertanam kelapa sawit bahkan masyarakat Palas mengalihfungsikan seperti perkebunan karet menjadi perkebunan kelapa sawit. Pertumbuhan kelapa sawit yang semakin meningkat di kabupaten Padang Lawas sehingga banyak perusahaan pengelola minyak kelapa sawit sebagai penampung penjualan kelapa sawit masyarakat. Keberadaan pabrik-pabrik memberikan pendapatan daerah sendiri untuk Palas, terutama memberikan lapangan pekerjaan bagi warga yang tidak memiliki pekerjaan tetap.

Sehubungan dengan semakin luasnya perkebunan kelapa sawit tidak luput juga dari berbagai kriminalitas yang terjadi. Tindak kejahatan tersebut dilakukan oleh seseorang/individu atau kelompok untuk melakukan pencurian kelapa sawit yang dimiliki oleh masyarakat dan juga perusahaan perkebunan kelapa sawit. Timbulnya kriminalitas disebabkan oleh adanya berbagai kepentingan sosial, yaitu adanya gejala-gejala kemasyarakatan, seperti krisis ekonomi. Faktor utama penyebab terjadinya pencurian tersebut adalah faktor ekonomi dari sipelaku.

Secara universal, manusia mempunyai kebutuhan yang selalu ingin terpenuhi termasuk kebutuhan sandang dan pangan, baik sebagai alat untuk memperoleh mempertahankan kehidupan maupun hanya sebatas pemenuhan hasrat ingin memiliki atau bahkan sebagai peningkatan status sosial. Kebutuhan sandang dan pangan dapat dipenuhi menjadi sebuah hal yang legal dan menjadi sebuah ibadah dalam agama. Namun harapan itu tidak selamanya terpenuhi karena beragamnya sifat dan cara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan malakukan tindak pidana.


(16)

Menurut teori ekonomi, sebab-sebab kejahatan didasarkan pada gagasan dari konsep manusia berakal dan faktor yang berkaitan dengan gagasan dari pilihan ekonomi. Menurut ahli ekonomi, karena individu mempunyai keperluan untuk memuaskan usaha mereka dan ketika dihadapkan pada pilihan, individu menggunakan sebuah pilihan rasional dan diantar alternatif akan memuaskan kebutuhan mereka, dalam hal ini merupakan kondisi sosial, tetapi mereka tidak

tertarik menerangkan apa sebab atau bentuk pilihan itu. 3

Masalah ekonomi sebagai salah satu pendorong terjadinya kejahatan, sering terjadi dimanapun, dikarenakan keadaan ekonomi yang berkembang dalam suatu negara memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pokok-pokok kehidupan seseorang. Dalam hal ini, Plato memberikan pandangan bahwa disetiap negara dimana didalamnya banyak terdapat orang miskin, maka secara diam-diam akan banyak terdapat penjahat, pelanggar agama, dan penjahat dari berbagai

macam corak.4

Kriminalitas yang mempunyai frekuensi tertinggi di Padang Lawas pada wilayah hukum Polsek Sosa adalah pencurian kelapa sawit, dalam masyarakat masih marak dan bahkan menjadi masalah yang cukup serius karena banyak pihak yang merasa dirugikan akibat dari perbuatan orang-orang yang tidak bertanggungjawab sehingga memerlukan pemecahan, oleh karena itu diperlukan usaha penanggulangan atau setidaknya pencegahan yang baik dari semua pihak, baik aparat hukum maupun masyarakat yang harus diidentifikasi agar dapat

3

Marlina, Hukum Panitensier, Refika Aditama, Bandung , 2011,Hal.120 4

Ridwan Hasibuan, Ediwarman, Asas-asas Kriminologi, USU Pres, Medan, 1994, Hal.25


(17)

berjalan secara tertib, terarah, dan terencana. Semua pihak harus bekerjama sama dalam mengaktualisasikan nilai-nilai agama, budaya dan hukum serta menindak tegas para pelaku pencurian agar sedapat mungkin bisa menekan laju perkembangannya, karena bukan tidak mungkin pencurian akan terus bertambah dimasa-masa yang akan datang, bahkan akan menjadi fenomena yang biasa dalam masyarakat, sehingga semakin banyak orang yang menjadi korban perbuatan orang-orang yang tidak bertanggungjawab.

Negara Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat), hal ini berarti bahwa di dalam Negara Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan berdasarkan hukum. Hukum menjadi titik sentral orientasi strategis sebagai pemandu dan acuan semua aktivitas dalam kehidupan, berbangsa, dan bermasyarakat. Agar supaya hukum ditaati baik oleh individu yang dilengkapi dengan bidang penegakan hukum, salah satu diantaranya adalah

lembaga kepolisian.5

Prinsip-prinsip negara hukum dapat diwujudkan dengan norma-norma hukum atau peraturan perundang-undangan, diperlukan juga aparat pengemban dan penegak hukum profesional, berwibawa, didukung oleh sarana dan prasana. Setiap negara hukum memiliki aparat penegak hukum, termasuk kepolisian yang secara universal mempunyai tugas dan fungsi menjaga ketertiban. Di dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia

5Untung S. Rajab, 2003, Kedudukan dan Fungsi Polisi Republik Indonesia Dalam Sistem Ketatanegaraan (berdasarkan UUD 1945), CV. Utomo, Bandung, hal.1


(18)

telah mengatur fungsi dan tugas aparat kepolisian. Sebagaimana yang tercantum

di dalam pasal 13 tentang tugas dari kepolisian.6

“Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.

Polisi sebagai salah satu unsur utama sistem peradilan pidana merupakan pranata sosial yang melaksanakan fungsi pengadilan sosial. Keseluruhan fungsi tersebut baik sebagai unsur sistem peradilan pidana ataupun alat pengendalian sosial berkaitan dengan pranata pokok polisi dalam mencegah dan menanggulangi kejahatan. Dengan demikian bekerjanya polisi di dalam masyarakat senantiasa pada satu pihak bertolak dari aturan-aturan hukum pidana dan hukum acara pidana yang berlaku, sedangkan pada pihak lain melakukan penegakan hukuman dalam

bentuk reaksi sosial formal terhadap kejahatan.7

Kejahatan memang tidak dapat ditanggulangi secara total, upaya yang dapat ditempuh adalah mengurangi dan menekan laju kriminalitas sampai pada angka terendah. Hal ini dapat dirancang melalui upaya preventif maupun upaya

represif.8 Upaya-upaya ini harus dirancang secara selektif dan sistematik agar

dapat mencapai hasil yang optimal. Sebab bukan tidak mungkin bila suatu upaya penanggulangan justru menjadi pemicu pesatnya laju kriminalitas, hanya karena kurang tepatnya sistem yang diterapkan dalam menjalankan upaya tersebut. Upaya penanggulangan bukan semata-mata menjadi formula pemberantasan kejahatan yang

6

Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 Kepolisian Republik Indonesia

7Soerjono Soekanto, Penanggulangan Pencurian Kenderaan Bermotor, PT Bina Aksara, Jakarta, 1998, hal.12


(19)

dapat dilakukan tanpa pertimbangan secara matang dari berbagai segi yang menopang bangunan kejahatan itu sendiri.

Dari latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana profesionalisme Polri sebagai penegak hukum dalam menanggulangi hal tersebut, maka penulis membuat suatu karya tulis

ilmiah (skripsi) dengan judul “Peranan Polisi dalam Menanggulangi Tindak

Pidana Pencurian Kelapa Sawit” (Studi pada Polsek Sosa Kabupaten Padanglawas).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dikemukan rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan tentang peran polisi dalam penanggulangan tindak

pidana?

2. Bagaimana peran polisi Polsek Sosa kabupaten Padang Lawas dalam

menanggulangi tindak pidana pencurian?

3. Apa hambatan dan upaya yang dilakukan oleh Polsek Sosa dalam

menanggulangi tindak pidana pencurian kelapa sawit? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang peran polisi dalam

penanggulangan tindak pidana pencurian kelapa sawit.

2. Untuk mengetahui peran polisi Polsek Sosa kabupaten Padang Lawas


(20)

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dan upaya yang dilakukan Polsek Sosa dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kelapa sawit.

Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a) Penulisan skripsi ini dapat menjadi bahan kajian terhadap perkembangan

ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya mengenai peran Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kelapa sawit di kabupaten Padang Lawas.

b) Memberikan kontribusi kepada kalangan akademisi dan praktisi,

penambahan informasi dan pengetahuan hukum umumnya dan perkembangan hukum pidana masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Sebagai masukan atau pedoman bagi para penegak hukum maupun praktisi dalam kebijakan untuk menangani dan menyelesaikan perkara-perkara tindak pidana pencurian khususnya

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelusuran belum diketemukan karya ilmiah lain dengan judul “Peranan Polisi dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Kelapa Sawit (Studi pada Polsek Sosa Kabupaten Padang Lawas)”. Penelitian ini juga bukan merupakan duplikasi ataupun plagiat, sehingga karya penulisan ini merupakan karya asli dan dapat dipertanggungjawabkan.


(21)

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Peran

Istilah peran dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.

Menurut Friedman, peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau

harapan orang lain menyangkut peran tersebut.9

Menurut Soerjono soekanto yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Seorjono soekanto mengatakan tentang peran yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai peranan normatif. Peran normatif dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban dinas perhubungan dalam penegakan hukum mempunyai arti penegakan hukum secara total enforcement, yaitu penegakan hukum secara penuh. Sedangkan peran ideal, dapat diterjemahkan sebagai peran yang diharapkan dilakukan oleh pemegang peranan tersebut. Misalnya dinas perhubungan sebagai suatu organisasi formal tertentu diharapkan berfungsi dalam penegakan hukum dapat bertindak sebagai pengayom bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan

9

http://www.sarjanaku.com/2013/01/pengertian-peran-defenisi-menurut-para.html?m=1, diakses pada tanggal 01 agustus 2015 jam 22.00 WIB


(22)

ketertiban, keamanan yang mempunyai tujuan akhir kesejahteraan masyarakat, artinya peranan yang nyata.

Peran merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status) yang dimiliki oleh seseorang, sedangkan status merupakan sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang apabila seseorang melakukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu fungsi. 2. Pengertian Peranan

Peranan dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah bagian tugas utama yang harus dilaksanakan.

Soekanto mengatakan peranan (role) merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status), apabila seseorang melakukan hak dan kewajiban sesuai

dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan.10

Peranan menurut Grass, Mascon, dan MC Eachern yang dikutip dalam buku pokok-pokok pikiran dalam sosiologi karangan David Bery adalah sebagai perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok yang menempati kedudukan sosial tertentu.

Tiap-tiap individu mempunyai banyak peranan sesuai dengan status yang dimiliki oleh individu dalam situasi tertentu. Hubungan peranan dengan status adalah sedemikian erat. Tidak ada status tanpa peranan dan tidak ada peranan

tanpa status (the are no roles with out statuses or statues without role). Status

biasanya dirumuskan sebagi pangkat atau kedudukan seorang individu dalam suatu kelompok, atau kedudukan kelompok dalam hubungannya dengan

10

http://kaghoo.blogspot.com/2010/11/pengertian-peranan.html?m=1, diakses pada tanggal 24 Agustus 2015 jam 19.00 WIB


(23)

kelompok lain (the rank or position of individual group of group in relation to other gruop), sedangkan peranan adalah tingkah laku seseorang yang menempati

status tertentu (the behavior of who occopies a certain status).11

Berdasarkan definisi diatas, peranan adalah perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok untuk melaksakan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemegang peran sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.

3. Pengertian Polisi

Secara teoritis pengertian polisi tidak ditemukan, tetapi penarikan dan pengertian polisi dapat dilakukan dari pengertian kepolisian sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik

Indonesia yang termuat dalam Pasal 1 ayat (1).12

“Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga

polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Fungsi daripada kepolisian seperti tercantum dalam Pasal 2

Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.13

“Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.

Kata polisi berasal dari suatu buku yang ditulis oleh Plato, seorang filsuf Yunani kuno yang berisi tentang teori dasar Polis atau negara kota. Pada zaman itu kelompok-kelompok manusia membentuk himpunan yang merupakan satu

11

Jusmadi Sikumbang, Mengenal Sosiologi dan Sosiologi Hukum, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2010, Hal.69-70

12

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia 13Ibid


(24)

kota (mungkin semacam dusun terpencil di Indonesia). Kelompok tersebut membentuk benteng-benteng yang merupakan pagar, pertahanan dari ancaman yang datang dari luar. Dalam kondisi seperti itu, diperlukan kekuatan untuk menegakkan aturan yang disepakati, agar dipatuhi untuk mempertahankan diri dari ancaman pihak luar Polis. Kekuataan inilah yang kemudian disebut kepolisian

dan eksistensinya melahirkan polisi.14

4. Pengertian Penanggulangan

Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” penanggulangan berasal dari kata”tanggulang” yang berarti menghadapi, mengatasi. Kemudian ditambah awalan “pe” dan akhiran “an” sehingga menjadi penaggulangan yang berarti proses, cara, perbuatan menanggulangi.

Penanggulangan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mencegah, menghadapi, atau mengatasi suatu keadaan mencakup aktivitas preventif dan sekaligus berupaya untuk memperbaiki perilaku seseorang yang telah dinyatakan bersalah.

5. Pengertian Pidana dan Tindak Pidana a. Pengertian Pidana

Menurut sejarah, istilah pidana secara resmi dipergunakan oleh rumusan Pasal VI Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 untuk peresmian nama Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Sekalipun dalam Pasal IX-XV masih tetap dipergunakan istilah hukum pidana. Penggunaan istilah pidana diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama sering juga digunakan

14


(25)

istilah lain yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan hukuman,

pemberian pidana dan hukuman pidana.15

Sebelum mengenal arti dari pidana terlebih dahulu mengerti akan pengertian hukum pidana itu sendiri. Sebagian besar para ahli hukum berpendapat bahwa hukum pidana adalah kumpulan aturan yang mengandung larangan dan akan mendapatkan sanksi pidana atau hukuman bila dilarang. Sanksi dalam hukum pidana jauh lebih keras dibanding dengan akibat sanksi hukum lainnya, akan tetapi pidana tidak mengadakan norma baru melainkan mempertegas sanksi belaka sebagai ancaman pidana sehingga hukum pidana

adalah hukum sanksi belaka. 16

Menurut Simons hukum pidana itu dapat dibagi menjadi hukum pidana

dalam arti objektif atau strafrecht in objectieve zin dan hukum pidana dalam

arti subjeltif atau strafrecht in subjective zin. Hukum pidana dalam arti objektif adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius poenale. Simons merumuskan hukum pidana objektif sebagai :

1. Keseluruhan larangan dan perintah yang oleh negara diancam dengan

nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati.

2. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk

penjatuhan pidana lain.

3. Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan

penerapan pidana.

15

Marlina, Op.Cit hal.13 16Ibid, Hal.15


(26)

Hukum pidana dalam arti sujektif bisa diartikan secara luas dan sempit, yaitu

sebagai berikut :17

1. Dalam arti luas

Hak negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu.

2. Dalam arti sempit

Hak untuk menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang.

Hak ini dilakukan oleh badan-badan peradilan. Jadi ius puniendi adalah hak

mengenakan pidana. Hukum pidana dalam arti subjektif (ius puniendi) yang

merupakan peraturan yang mengatur hak negara dan alat perlengkapan negara untuk mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melanggar larangan dan perintah yang telah diatur di dalam hukum pidana itu diperoleh negara dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh hukum

pidana dalam arti objektif (ius poenale). Dengan kata lain ius puniendi harus

berdasarkan kepada ius poenale.

Menurut Pompe, hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana

dan apakah macamnya pidana.18

Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang pada dasarnya dapat

dikatakan sebagai suatu penderitaan (nestapa) yang sengaja dikenakan/dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana.

17

Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, USU Pres, Medan, 2013, hal. 1-2 18


(27)

Menurut Van Hammel, pidana (Straf) merupakan suatu penderitaan yang

bersifat khusus yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk

menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus

ditegakkan oleh negara.19

Bonger mengatakan pidana adalah mengenakan suatu penderitaan karena orang itu telah melakukan suatu perbuatan yang merugikan masyrakat.

Dengan di berikannya sanksi/ hukaman kepada para pelaku tindak pidana bertujuan untuk memberikan efek jera dan mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana (to prevent recidivism).

Sejak tahun 1972 mengenai tujuan pemidanaan telah menjadi pemikiran para perancang perundang-undangan, hal ini terbukti dengan telah diaturnya tujuan pemidanaan dalam pasal 2 konsep tahun1971/1972, kemudian tujuan pemidaan tersebut mengalami perubahan pada konsep Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tahun 1982/1983 dalam Buku I, yang selanjutnya dalam konsep rancangan KUHP tahun 1991/1992 yang tujuan pemidanaan isinya sama dengan pada konsep KUHP 1982/1983, selanjutnya dalam konsep KUHP Nasional 2000 mengenai tujuan pemidanaan secara tegas diatur dalam Pasal 50,

yang menentukan bahwa :20

(1) Pemidanaan bertujuan untuk:

1. Mencegah dilakukanya tindak pidana dengan mencegah norma hukum

demi pengayoman masyarakat.

19

Marlina, Hukum Panitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011, hal.18 20Ibid


(28)

2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikanyya orang yang baik dan berguna.

3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,

memulihkan keseimbangan dan mendatangkan serta rasa damai dalam masyarakat.

4. Membebaskan krasa bersalah pada terpidana

(2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak

diperkenankan merendahkan martabat manusia. b. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum

pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS

Belanda atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana tersebut. Kerena itu para

ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu.21

Istilah yang digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun

dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit

adalah :

a. Tindak Pidana

b. Peristiwa Pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya Mr.R.tresna dan Pompe

Pompe merumuskan bahwa straafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain dari pada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Sedangkan R. Tresna

21

Martiman Prodjo Hamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta, PT.Paradnya Paramita, 1997, hal. 15


(29)

merumuskan bahwa peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana yang diadakan tindakan

penghukuman.22

Peristiwa tidak saja menunjuk pada perbuatan manusia, melainkan mencakup pada seluruh kejadian yang tidak saja disebabkan oleh adanya perbuatan manusia semata, tetapi juga oleh alam, seperti matinya seseorang disambar petir atau tertimbun tanah longsor yang tidak penting dalam hukum pidana, baru menjadi penting dalam hukum pidana apabila kematian orang itu diakibatkan oleh perbuatan manusia baik aktif maupun pasif.

c. Delik

Sebenarnya berasal dari bahasa latin “delictum” juga digunakan untuk

menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Delik

merupakan perbuatan yang dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.

d. Pelanggaran pidana.

e. Perbuatan yang boleh dihukum f. Perbuatan yang dapat dihukum g. Perbuatan pidana

Istilah peristiwa pidana atau tindak pidana adalah sebagai terjemahan dari

istilah bahasa Belanda “Strafbaar feit” atau “delict” . Menurut bahasa Indonesia

di samping istilah peristiwa pidana untuk terjemahan “strafbaar feit” atau “delict”

22Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hal. 72


(30)

sebagaimana yang dipakai oleh Mr. R. Tresna dan E Utrecth) dikenal pula beberapa terjemahan yang lain seperti:

a. Tindak pidana b. Perbuatan pidana c. Pelanggaran pidana

d. Perbuatan yang boleh dihukum

e. Perbuatan yang dapat dihukum.23

Tindak pidana bisa dijatuhkan hukuman pidana harus memenuhi unsur- unsur dari tindak pidana tersebut, seperti pendapat para ahli dibawah ini:

Pompe mengatakan bahwa unsur dari strafbaar feit terdiri atas: a. Wederrechtelijkheid (unsur melawan hukum)

b. Schuld (unsur kesalahan)

c. Subsociale (unsur bahaya/gangguan/merugikan)24

Menurut Moeljatno unsur-unsur atau elemen-elemen yang harus ada dalam

suatu perbuatan pidana, adalah25:

1. Kelakuan dan akibat (dapat disamakan dengan perbuatan).

2. Hal atau keadaan yang menyertai perbuatan.

3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana.

4. Unsur melawan hukum objektif yaitu sifat melawan hukum yang terletak

pada keadaan objektif, yang merujuk kepada keadaan lahiriah yang menyertai perbuataan, yang tidak perlu dirumuskan lagi sebagai unsur atau

23Kansil, 2004, Pokok-Pokok Hukum Pidana, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, Hal. 36-37 24Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, USU Pres, Medan, 2013hal.104

25Ibid.


(31)

elemen tersendiri ( yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bertentangan dengan hukum).

5. Unsur melawan hukum subjektif adalah sifat melawan hukumnya suatu

keadaaan tidak terletak pada keadaan objektif, tetapi terletak pada keadaan subjektif, yaitu terletak dalam hati sanubari terdakwa, atau dapat dikatakan bahwa sifat melawan hukumnya perbuatan tergantung kepada bagaimana sikap batinnya terdakwa.

6. Pengertian Pencurian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa kata “pencurian diartikan

sebagai perkara atau perbuatan mencuri”. Pengertian ini berbeda dengan

pengertian sebagaimana dirumuskan dalam perundang-undangan. Hal tersebut dapat dimaklumi sebab pengertian menurut perundang-undangan haruslah memenuhi unsur-unsur yang lengkap dari suatu pasal yang didakwakan jika terjadi pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan itu sendiri maupun untuk merumuskan sebuah tindakan apakah masuk kategori tindak pidana atau

bukan.26

Tindak pidana pencurian dalam hukum positif dijelaskan pada BAB XXII KUHP, yaitu mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak.

Para sarjana hukum tidak memberikan defenisi tentang pencurian, akan tetapi unsur-unsur dan elemen-elemennya saja yang berdasarkan Pasal 362 Kitab

26

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hal 177


(32)

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi “Barang siapa mengambil suatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda

sebanyak-banyaknya Rp. 900,-.”.27

Berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHP diatas maka unsur-unsur tindak pidana pencurian sebagai berikut:

1. Perbuatan Mengambil

Unsur pertama dari pencurian ini adalah mengambil barang, maksudnya membawa barang tersebut di bawah penguasaannya yang menyebabkan barang yang diambil tidak lagi menjadi milik dari pemilik semula. Menurut pendapat

Lamintang yang secara lengkap dalam bahasa Belanda yakni : Wegnemen is ene

gedraging wa ardor man het goed bring thin zijn feitolijke heerrchappij, be doeling die men opzichte van dat goed verder koestert. (mengambil itu adalah suatu prilaku yang membuat suatu benda berada dalam penguasaannya yang nyata atau benda dalam kekuasaannya atau di dalam detensinya, terlepas dari maksudnya tentang apa yang diinginkan dengan benda tersebut. Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan selesai, apabika barang tersebut sudah pindah tempat. Bila orang baru memegang saja barang tersebut, dan belum berpindah tempat, maka orang tersebut belum dapat dikatakan mencuri, akan

tetapi ia baru mencoba mencuri.28 Seiring dengan kasus hukum yang berkembang

27

R. Soesilo. 1995. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya, Politeia: Bogor.Hal: 249

28Ibid,


(33)

di masyrakat, maka pencurian pun tidak hanya dikategorikan memindahkan barang atau benda saja.

Perkembangan hukum pidana menyebabkan perbuatan mengambil dapat ditafsirkan luas, seperti yang dipakai oleh pembuat undang-undang yaitu tidak terbatas dengan tangan saja melainkan biasa juga mengambil dengan kaki, atau dengan menggigit atau dengan menggunakan satu macam alat lain, sebagaimana ajaran teori alat dalam hukum pidana. Contoh kasus hukum pidana yang melakukan penafsiran “mengambil” adalah pencurian arus listrik. mengambil aliran listrik dari suatu tempat yang dikehendaki. dengan cara menempatkan sepotong kabel untuk mengalirkan muatan arus listrik tanpa melalui alat ukur Perusahaan Listrik Negara ( PLN ), telah dapat dikategorikan sebagai kejahatan pencurian.

Berdasarkan rumusan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa pencurian adalah perbuatan yang sengaja dilakukan dengan jalan mengambil barang milik orang lain baik seluruhnya atau sebagian dimana barang tersebut adalah

kepunyaan orang lain dengan maksud ingin dimiliki dengan melawan hukum.29

2. Yang diambil harus “suatu barang”

Barang sebagai objek pencurian adalah barang berharga yang ekonomis dan barang berharga tidak ekonomis. Barang berharga ekonomis dimaksudkan adalah barang tersebut mempunyai nilai uang atau setidak-tidaknya dapat ditukarkan dengan uang. Sedangkan barang berharga tidak ekonomis yaitu barang yang tidak memiliki nilai tukar uang, tetapi menurut ukuran pihak korban

pencurian, barang tersebut mempunyai nilai dan berharga.30

29

Lamintang, P.A.F, Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Harta

Kekayaan, Sinar Baru : Bandung,1989, hal.13 30Ibid,


(34)

Menurut R. Soesilo, barang yang dimaksud adalah segala sesuatu barang yang berwujud maupun barang yang tidak berwujud. Barang yang berwujud misalnya uang, baju, kalung, dan sebagainya akan tetapi manusia tidak termasuk. Barang tidak berwujud dalam hal ini seperti gas, listrik.

3. Barang itu “seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain”.

Secara sederhana penulis akan memberikan contoh mengenai barang yang seluruhnya kepunyaan orang lain. Misalnya : si A membeli sepeda motor yang kemudian sepeda motor tersebut dicuri oleh si B. Sepeda motor ini sepenuhnya milik si A sehingga si B sama sekali tidak mempunyai hak milik atas sepeda motor tersebut yang telah dicurinya.

Pengertian sebahagian kepunyaan orang lain, misalnya: si A bersama si B membeli sepeda motor, maka sepeda tersebut kepunyaan si A dan si B ( disebut milik bersama ) yang kemudian disimpan di rumah si A, kemudian dicuri oleh B. atau A dan B menerima warisan dari C, disimpan dirumah A, kemudian dicuri oleh B, kemudian dicuri oleh B. Dalam hal ini barang yang dicuri si B sebahagian kepunyaan si A.

4. Pengambilan dilakukan dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimiliki.

Orang karena keliru mengambil barang orang lain itu bukan pencurian. Seseorang menemui barang dijalan kemudian diambilnya, bila waktu mengambil tersebut sudah ada maksud untuk memiliki barang itu maka perbuatan tersebut masuk pencurian. Jika waktu mengambil pikiran seseorang barang akan diserahkan pada polisi, akan tetapi serenta datang dirumah barang itu dimiliki untuk diri sendiri (tidak diserahkan kepada polisi) maka ia salah dan masuk


(35)

penggelapan (Pasal 372), karena waktu barang itu dimilikinya sudah berada

ditangannya.31

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebagaimana diatur dalam Buku II Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 terdapat 5 kualifikasi pencurian sebagai berikut:

a. Pencurian biasa

b. Pencurian dengan pemberatan

c. Pencurian ringan

d. Pencurian dengan kekerasan

e. Pencurian dalam kalangan keluarga

Untuk memahami lebih jelas terhadap kualifikasi pencurian tersebut akan dijelakan satu persatu:

a. Pencurian biasa

Jenis pencurian ini diatur dalam Pasal 362 KUHP. Pasal 362 tersebut merupakan dasar pencurian dan juga menjadi tolak ukur apakah suatu peristiwa pencurian termasuk dalam pencurian biasa, berat, ringan, dan lain-lain. Suatu hal penting yang perlu diperhatikan adalah perbuatan pembuat harus memenuhi rumusan Pasal 362 KUHP.

Dari rumusan Pasal 362 KUHP tersebut, ditarik suatu rumusan yang akan dipergunakan menentukan kategori pencurian biasa sebagai berikut :

1. Perbuatan mengambil;

2. Yang diambil adalah sesuatu barang;

31

R.Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya, Politeia: Bogor, 1995, hal.252


(36)

3. Barang tersebut seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain;

4. Maksud hendak memiliki secara melawan hukum.

Apabila semua unsur diatas telah dilakukan oleh si pencuri, maka akan dijatuhi hukuman penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak Rp. 900,--.(Sembilan ratus rupiah).

b. Pencurian dengan pemberatan

Dirumuskan dalam Pasal 363 KUHP, yang berbunyi :32

(1) Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun:

1. Pencurian ternak (KUHP 101)

2. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir gempa bumi, atau

gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang;

3. Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup

yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak (yang punya); (KUHP 98, 167 s, 365)

4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih:

(KUHP 364)

5. Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ke tempat

kejahatan itu atau dapat mencapai barang untuk diambilnya, dengan jalan membongkar, memecah, atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.(KUHP 99 s, 364 s)

32

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya, Politeia: Bogor, 1995, hal.250-251


(37)

(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.(KUHP 35, 366,486)

c. Pencurian ringan

Pencurian ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP yang berbunyi:33

“Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 Nomor 5, asal saja tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, maka jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, dihukum sebagaiman pencurian ringan dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan

atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-“

R. Soesilo mengatakan pencurian barang yang harganya tidak dapat dinilai dengan uang, tidak masuk pencurian ringan. Suatu tindak pidana pencurian ringan bisa dikatakan apabila pencurian barang tersebut bernilai ekonomis.

Pengecualian dari pencurian ringan meskipun harganya tidak lebih dari Rp. 250, jika :

1. Barang yang dicuri adalah hewan.

2. Dilakukan pada waktu kebakaran ataupun malapetaka yang lain.

3. Pencurian pada waktu malam dalam rumah atau pekarangan tertutup yang

ada rumahnya, oleh orang yang berada disitu tidak mengetahui kejadian itu atau tidak atas kehendak orang yang mempunyai hak.

4. Pencurian yang disertai dengan kekerasan (Pasal 365).

33

R.Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya, Politeia: Bogor, 1995, hal. 364


(38)

d. Pencurian dengan kekerasan

Jenis pencurian ini diatur dalam Pasal 365 KUHP sebagai berikut :

1. Dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun, dihukum

pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan (terpergok) supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya yang turut melakukan kejahatan itu akan melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu tetap, ada ditangannya. (KUHP 89, 335).

2. Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan:

a. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam didalam sebuah rumah

atau pekarangan tertutup, yang ada rumahnya atau di jalan umum atau didalam kereta api atau trem yang sedang berjalan. (KUHP 98,363). B

b. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih.

(KUHP 363 butir 4).

c. Jika sitersalah masuk ketempat melakukan kejahatan itu dengan jalan

membongkar atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. (KUHP 99, 100, 364 s).

d. Jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat. (KUHP

90).

3. Hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun dijatuhkan jika karena perbuatan itu ada orang mati. (KUHP 35, 89, 366).


(39)

4. Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dijatuhkan, jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat atau mati, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih dan disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam butir no.1 dan 3. (KUHP 339, 366, 486).

e. Pencurian dalam kalangan keluarga

Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 367 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

1. Jika pembuat atau pembantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam

bab ini ada suami (isteri) dari orang yang kena kejahatan itu, tidak bercerai meja makan dan tempat tidur atau bercerai harta benda, maka pembuat atau pembantu ini tidak dapat dituntut hukuman.

2. Jika ia suaminya (isterinya) yang sudah diceraikan meja makan, tempat tidur

atau harta benda, atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin, baik dalam keturunan lurus, maupun keturunan yang menyimpang dalam derajat yang kedua, maka bagi ia sendiri hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan kejahatan itu.

3. Jika menurut adat istiadat keturunan ibu, kekuasaan bapak dilakukan oleh

orang lain dari bapak kandung (sendiri), maka ketentuan dalam ayat kedua berlaku juga bagi orang itu.

7. Pengertian Kelapa Sawit

Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan


(40)

keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memengaruhi perilaku

pembungaan dan produksi buah sawit.34

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan salah satu faktor penting dalam penyelesaian suatu permasalahan yang diteliti, dimana metode penelitian merupakan prosedur atau langkah-langkah yang di anggap efektif dan efisien dalam mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data untuk menjawab masalah yang diteliti.

Metode penelitian hukum yang digunakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini meliputi :

1). Jenis Penelitian

Dalam suatu penelitian sangat dibutuhkan suatu metode penelitian, metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam

34

http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit, diakses pada tanggal 15 Juni 2015 jam 13.30 WIB


(41)

peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang

hidup dalam masyarkat.35

2). Jenis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jenis data, yaitu :36

a) Data primer atau data dasar yaitu data yang diperoleh langsung dari

sumbernya,baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi.

Pengumpulan data ini dilakukan melalui wawancara atau interview, baik

terstruktur maupun tidak terstruktur dengan petugas kepolisian di bagian Sat Reskrim.

b) Data sekunder yaitu data yang yang diperoleh melalui bahan pustaka.

Data sekunder dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan 3 bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier.

1. Bahan hukum primer terdiri dari :

a) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tenteng Hukum Acara Pidana

b) Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik

Indonesia

c) Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang Disiplin Anggota

Kepolisian Negara Indonesia

35

H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal. 105 36Ibid,


(42)

d) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2010 tentang Sususan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolsian Sektor.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan sekunder yang digunakan untuk mendukung bahan hukum primer berupa dari hasil penelitian, data yang diperoleh dari instansi atau lembaga, serta buku-buku kepustakaan yang dijadikan referensi yang dapat menunjang penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder seperti internet, kamus besar bahasa Indonesia

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk meneliti suatu objek dibutuhkan metode dalam mengumpulkan data-data supaya hasil penelitian benar-benar efektif dan bisa dipertanggung jawabkan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua metode pangumpulan data, antara lain:

1. Metode Penelitian Kepustakaan

Library risearch merupakan metode penelitian yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan,

buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.37 Hal tersebut

dilakukan untuk memperluas dan memperdalam pemikiran, penulisan serta untuk menentukan teori-teori yang mampu mendukung penelitian lapangan.

37Ibid


(43)

2. Metode Penelitian Lapangan

Field research merupakan metode penelitian dengan terjun langsung kelapangan dalam hal ini adalah Polsek Sosa kabupaten Padang Lawas untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan judul penelitian, yang mana dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara (interview). Wawancara adalah sebuah dialog atau tanya jawab yang dilakukan oleh dua orang atau

lebih yaitu pewawancara dengan responden atau narasumber. Dalam field

research ini juga pewawancara membuat kerangka dan membuat garis-garis besar atau pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara. Penyusunan pokok-pokok ini dilakukan sebelum wawancara.

4. Analisis Data

Analisa data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriftif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif yaitu suatu kegiatan ynag dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam

menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.38

G. Sistematika Penulisan

Dalam karya ilmiah yang baik, maka pembahasan harus diuraikan secara sistematis, agar penulisannya lebih terarah dan lebih mudah dipahami, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur. Sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah:

38Ibid,


(44)

BAB I :Berisikan pendahuluan yang didalamnya diuraikan mengenai latar belakang masalah penulisan skripsi, perumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan skripsi, keaslian skripsi, tinjauan pustaka yang mengemukakan berbagai defenisi, rumusan dan berbagai istilah yang terdapat dalam judul untuk memberi batasan dalam pemahaman mengenai istilah-istilah tersebut, dan terakhir diuraikan sistematika penulisan.

BAB II :dalam bab ini adalah tentang pengaturan tentang peran polisi dalam

penanggulangan tindak pidana, dalam hal secara universal bagaimana upaya Kepolisisan dalam menaggulangi tindak pidana pencurian, serta faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindak pidana pencurian.

BAB III : dalam bab ini membahas peran, tugas dan wewenang Polsek Sosa dalam menangani dan menanggulangi tindak pidana pencurian kelapa sawit di wilayah hukum Sosa kabupaten Padanglawas.

BAB IV : dalam bab ini akan membahas mengenai hambatan dan upaya Polsek Sosa dalam penanggulangan tindak pidana pencurian kelapa

sawit, serta faktor pendukung dalam penanganan upaya

penanggulangan tindak pidana pencurian kelapa sawit di kecamatan Sosa.


(45)

BAB II

PENGATURAN TENTANG PERAN POLISI

DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN KELAPA SAWIT

Keberadaan organisasi Polri di dalam lingkup TNI dan menyatu dangan ABRI seperti yang terjadi pada masa Orde Baru menjadikan Polri sebagai seorang yang terlatih dalam menggunakan senjata namun dalam tugas pokoknya sebagai penegak hukum menjadi kurang terlatih, karena menganggap kurang dibutuhkan. Hal ini didadasarkan pada pemahaman dan kebiasaan yang berlaku di lingkungan militer yang dididik secara keras. Akibat dari pola militeristik dalam organisasi Polri tersebut menjadikan masyarakat selalu takut kepada polisi apabila ditangkap

dan dimasukkan ke remah tahanan.39

Keberadaan Kepolisian Negara di Indonesia walaupun merupakan institusi peninggalan penjajah, namun secara teoritis kelahirannya bermula dari kebutuhan masyarakat untuk menciptakan situasi dan kondisi aman, tertib, tentram, dan damai dalam kehidupan sehari-hari.

Pada awalnya eksistensi kepolisian di Indonesia tidak ada diatur secara jelas dan tegas dalam UUD 1945, lain halnya dengan Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Angkatan Laut yang diatur secara tegas dalam pasal 10 UUD 1945, yakni “ Presiden memegang kekuasaan tertingggi atas Angkatan Darat, Angkatan

Laut, Angkatan Udara”. Ketentuan dalam pasal 30 ayat (5) UUD 1945

mensyaratkan adanya tindak lanjut pembentukan undang-undang yang mengatur

39

Yoyo Ucok Suyono, Hukum Kepolisian (Kedudukan Polri dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia setelah Perubahan UUD 1945), lasksbang Grafika, Yogyakarta, 2013, Hal.iii


(46)

tentang susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan Polri dalam menjalankan tugasnya.

Pada tahun 1999 merupakan momentum keluarnya Polri dari unsur angkatan bersenjata sehingga kedudukan bersifat polri mandiri untuk menentukan kebijakan organisasinya tanpa pengaruh dari tentara. Polri mempunyai program yaitu polisi yang profesional dan mandiri. Pada tahun 2000 Kepolisian Negara Republik Indonesia benar-benar lepas dari ABRI dan secara struktural polri tidak satu atap lagi dengan Departemen Pertahanan dan Keamanan, sehingga Polri bisa

menentukan organisasinya sendiri.40

Adanya pengaturan tentang pelaksaan tugas dan fungsi Kepolisian Republik Indonesia membuktikan bahwa polri merupakan organisasi yang bersifat mandiri yang berada dibawah kendali Presiden.

D. Undang- undang RI Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Lahirnya Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 28 tahun 1997 tidak dapat dipisahkan dengan adannya reformasi di bidang hukum yang terjadi di Indonesia, bahkan dapat dikatakan sebagai hasil dari adanya reformasi. Dikatakan demikian, karena reformasi mampu mendobrak aksistensi Polri yang telah berpuluh-puluh tahun sebagai bagian atau unsur ABRI dirubah sebagai Polri yang mandiri. Secara filosofis lahirnya Undang-undang No. 2 tahun 2002 karena terjadinya pergeseran

40Ibid,


(47)

paradigma dalam sistem ketatanegaraan, dan adanya penegasan pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia.

Perubahan militeristik Polri ini menjadi sangat penting, karena eksistensi

polri sebagai penegak hukum (law enforcement) dengan mendekatkan sudut

legalistik organisasi dan mekanisme kerja kepolisian, Polri adalah agensi

pelaksana “the rule of criminal procedure” (RCP) yang diberi kekuasaan oleh

undang-undang untuk mempertahankan dan memelihara ketertiban dan keamanan sebagai yang diatur dalam “the rule of criminal code” (RCC), yang secara umum

berlaku “code of conduct for law enforcement officials” yang telah ditetapkan

dalam Kongres Perserikatan Bangsa Bangsa ke-VII dan ke-VIII tentang “ The

Prevention of Crime and treat-ment of Offenderrs”.

Keberhasilan cita-cita undang-undang tersebut sangatlah ditentukan oleh profesionalisme polri, yang didukung dengan instrumen hukum yang memberikan ketegasan batas tugas dan wewenangnya. Dilihat tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Undang-undang Nomor 2 tahun tahun 2002, dapat dikaji dari pendekatan tugas pokok Polri dan wewenang Polri yang meliputi wewenang umun dan khusus. Menurut pasal 13 tugas pokok Kepolisian Negara

Republik Indonesia adalah;41

a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum, dan

c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

41

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia


(48)

Keamanan yang asal katanya aman adalah suatu kondisi yang bebas dari segala macam bentuk gangguan dan hambatan. Sedangkan pengertian Ketertiban adalah suatu keadaan dimana segala kegiatan dapat berfungsi dan berperan sesuai ketentuan yang ada. Pengertian keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas)

menurut Pasal 1 Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2

tahun 2002 disebutkan bahwa suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainnya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan,

ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman yang mengandung

kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Ditinjau dari sudut subjeknya penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Proses penegakan hukum dalam arti luas yaitu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Setiap yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Arti sempit, penegakan hukum


(49)

itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

Penegakan hukum ditinjau dari sudut objeknya yaitu dari segi hukumnya. Arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataan „law enforcement’ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan perkataan penegakan hukum dalam arti luas dan dapat pula digunakan istilah

penegakan peraturan dalam arti sempit.42

Polri yang mampu menjadi pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang selalu menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia, pemelihara keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (meliputi aspek security, surety, safety dan peace) sehingga masyarakat bebas dari gangguan fisik maupun psykis.

42

http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf. Sabtu 11 april 2015, jam 8.48 WIB


(50)

Rincian dari tugas-tugas pokok kepolisian tersebut, tercantum dalam pasal

14 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 yaitu;43

(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :

a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap

kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana

sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

43

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia


(51)

i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum

ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya

dalam lingkup tugas kepolisian; serta

l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(1) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Polisi disemua negara dalam melaksanakan penegakan hukum di lapangan adalah wewenangnya sama. Berkaitan dengan wewenang kepolisian meliputi wewenang umum dan wewenang khusus. Wewenang khusus sebagaimana dirumuskan dalam pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian yang meliputi :

a. menerima laporan dan/atau pengaduan

b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

menggangguketertiban umum;

c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam


(52)

e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;

f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian

dalam rangka pencegahan;

g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i. mencari keterangan dan barang bukti;

j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam

rangka pelayanan masyarakat;

l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan

pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m.Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Berkaitan dengan wewenang khusus kepolisian, antara lain : pertama, kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan ( Pasal 5 ayat 2), dan kedua Kepolisian Republik Indonesia memiliki kewenangan sesuai dengan pasal 15 ayat (2) UU Nomor 2 tahun2002 tentang Kepolisia yaitu:

a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan

masyarakat lainnya;

b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;

c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;


(53)

e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;

f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan

usaha di bidang jasa pengamanan;

g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan

petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan

memberantas kejahatan internasional;

i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang

berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian

internasional;

k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas

kepolisian.

Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian mengatur tentang wewenang polisi di bidang proses pidana :

a.Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan

b.Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

perkara untuk kepentingan penyidikan

c.Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka

penyidikan;

d.Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa


(54)

e.Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

g.Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

h.Mengadakan penghentian penyidikan;

i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang

berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri

sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Kewenangan dalam melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) huruf i dapat dilaksanakan oleh penyelidik atau penyidik, dengan syarat :

a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum

b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut

dilakukan

c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya


(55)

e. Menghormati hak asasi manusia.

E. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Kepolisian Negara Indonesia.

Dewasa ini tidak ada batas yang jelas antara kehidupan pribadi dan kehidupan di pekerjaan, apalagi tuntutan masyarakat akan peranan Kepolisian Negara Republik Indonesia pada semua kegiatan masyarakat, sangat besar dan tidak mengenal waktu. Kegiatan Polisi, khususnya karena hal itu merupakan identitas dua puluh empat jam terus menerus. Seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sedang tidak bertugas, tetap dianggap sebagai sosok polisi yang selalu siap memberikan perlindungan kepada masyarakat. Peraturan ini juga mengatur tata kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku pribadi dalam kehidupan bermasyarakat. Selain dari pada itu dalam. Peraturan Pemerintah ini diatur pula tata cara pemeriksaan, tata cara penjatuhan hukuman disiplin, serta tata cara pengajuan keberatan apabila anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman disiplin itu merasa keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya.

Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu setiap Ankum wajib memeriksa lebih dahulu dengan seksama Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan pelanggaran disiplin itu. Hukuman disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin itu dapat diterima oleh rasa keadilan.


(56)

Penjatuhan tindakan atau hukuman disiplin, hendaknya para Ankum harus pula mempertimbangkan suasana lingkungan dan suasana emosional anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar disiplin, dan mempertimbangkan pula penggunaan kewenangan yang berlebihan dan tidak proporsional, yang punya dampak merusak kredibilitas Kepolisian Negara Republik Indonesia pada umumnya.

Meskipun telah disusun peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia ini dengan sebaik mungkin, namun keberhasilan penerapannya akan ditentukan oleh komitmen seluruh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, terhadap pembentukan disiplinnya dengan titik berat pada keberhasilan pelaksanaan tugas sesuai amanat dan harapan warga masyarakat.

Peraturan pemerintah mengatur tentang tugas kepolisian pada pasal 4 huruf (a) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 dengan tegas dijelaskan bahwa setiap anggota kepolisian harus memberikan perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat.44 Dalam

hal ini pengayoman dan pelayanan anggota kepolisian diwajibkan untuk melayani mengayomi apabila adanya aduan atau laporan dari masyarakat. Hal ini dapat memberikan dampak positif antara masyarakat dengan pihak kepolisian dengan adanya koordinasi langsung dari masyarat dalam bentuk partisipasi warga dalam upaya penanggulangan tindak pidana pencurian kelapa sawit sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara masyarakat dengan anggota kepolisian.

44

Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Kepolisian Negara Indonesia.


(1)

diharapkan ketika mereka keluar, akan menjadi orang yang berguna di dalam masyarakat.

3. Upaya yang dilakukan Polsek sosa dalam penanggulangan tindak pidana pencurian kelapa sawit pada wilayah hukumnya yaitu Kebijakan non penal merupakan tindakan-tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan dan sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya kejahatan. Pola pencegahan di kepolisian menyangkut dua fungsi utamanya, yaitu fungsi pereventif dan pre-emtif. Fungsi preventif merupakan upaya kepolisian untuk mencegah bertemunya unsur niat dan unsur kesempatan sebagai rumus terjadinya kejahatan

Upaya yang dilakukan dalam bertindak preventif yaitu :

1) Mengadakan patroli pada daerah yang rawan terjadi tindak pidana pencurian kelapa sawit

2) Melakukan kegiatan Binmas/Polmas pada tingkat Desa-desa Upaya yang dilakukan Polsek Sosa dalam bertindak pre-emtif yaitu : 1) Melakukan deteksi dini terhadap para pelaku kejahatan dengan

mengumpulkan informasi identitas pelaku kejahatan

2) Melaksanakn kring serse dalam mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan

4. Hambatan yang dihadapi Polsek Sosa untuk menanggulangi tindak pidana pencurian kelapa sawit.

a. Jarak tempuh yang cukup jauh dari Mako Polsek sosa ke lokasi-lokasi rawan terjadi tindak kejahatan.


(2)

b. Jumlah personil Polsek Sosa yang masih terbatas bila dibandingkan dengan luas wilayah hukum Polsek Sosa

c. Lokasi-lokasi titik rawan tiindak pidana pencurian masih banyak medan yang ditempuh oleh kenderaan roda 2 maupaun roda 4

5. Faktor pendukung dalam upaya penanggulangan tindak pidana pencurian kelapa sawit.

a. Pemberdayaan fungsi Unit Binmas dengan dibentuknya FKPM / Polmas di desa-desa untuk menciptakan masyarakat yang sadar hukum

b. Mendirikan pos polisi di lokasi yang jauh dijangkau dari Polsek Sosa untuk kecepatan tiba dilokasi terjadinya tindak pidana pencurian

c. Menjalin kemitraan dengan petugas PAM Swakarsa dalam hal melaksanakan tugas pokoknya dilingkungan tempat masing-masing.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Kepada pihak Kepolisian diharapkan supaya lebih meningkatkan kinerja kepolisian sesuai dengan amanah yang telah dibebankan, untuk terciptanya keamanan, ketertiban, ketentram, serta tegaknya hukum di dalam masyarakat. Untuk menciptakan suasana tersebut jumlah personil kepolisian juga harus ditambahkan pada Mako Polsek Sosa bila dibandingkankan dengan luas wilayah hukum Polsek Sosa.


(3)

2. Kepada pemerintah khususnya pemerintahan kabupaten Padang Lawas agar menciptakan ruang lingkup kerja yang lebih banyak, untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat Padang Lawas. Ekonomi masih menjadi faktor utama pelaku kejahatan melakukan tindak pidana pencurian.

3. Kepada masyarakat Padang lawas khususnya masyarakat kecamatan Sosa, Hutaraja Tinggi, dan Batanglubu Sutam yang berada di wilayah hukum Polsek Sosa supaya ikut serta bersama dengan kepolisian dalam menuntaskan dan setidaknya meminimalisir pencurian kelapa sawit.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A.BUKU-BUKU

Marlina, Hukum Panitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011

Ridwan Hasibuan dan Ediwarman, Asa-asas Krimonologi, USU Pres, Medan, 1994

Rajab, Untung S, Kedudukan dan Fungsi Polisi Republik Indonesia Dalam Sistem Ketatanegaraan (berdasarkan UUD 1945), CV.Utomo, Bandung, 2003 Soekanto, Soerjono, Penanggulangan Pencurian Kenderaan Bermotor, PT. Bina

Aksara, Jakarta, 1998

Sikumbang, Jusmadi, Mengenal Sosiologi, Sosiologi Hukum, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2010

Zainuddin, Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2014 Kunarto, Etika Kepolisian, PT. Cipta Manunggal, Jakarta, 1996

Ekaputra, Mohammad, Dasar-dasar Hukum Pidana, USU Pres, Medan, 2013 Hamidjojo, Martiman Prodjo, Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana, PT.

Paradnya Paramita, Jakarta, 1997

Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002

Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, PT. Paradnya Paramita, Jakarta, 2004 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamur Besar Bahasa Indonesia, 2000 Soesilo, R, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta


(5)

Lamintang, P.A.F, Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan terhadap Harta Kekayaan, Sinar Baru, Bandung, 1989

Suyono, Yoyo Ucok, Hukum Kepolisian (kedudukan Polri dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia setelah Perubahan UUD 1945), Laskbang Grafika, Yogyakarta, 2013

Hamjah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010 Pangaribuan, Luhut M.P, dkk, Menuju Sistem Peradilan Pidana yang Akusatorial

dan Adversarial: butir-butir pikiran peradi untuk draft RUU KUHAP, Papas Sinar Sinanti, Jakarta, 2010

Mulyadi, Mahmud, Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana, USU Pres, Medan, 2009

Bakhri, H Syaiful, Kebijakan kriminal: Dalam Perspektif Pembaruan Sistem Peradilan Pidana, Total Media, Yogyakarta, 2010

Simanjuntak, Nikolas, Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2009

Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana Konsep, Komponen, &

Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Penerbit Widya Padjadjaran, Bandung, 2009

Arief, Barda Nawawi, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijkan hukum Pidana dalam

Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media grup, Jakarta, 2007

Ediwarman, Penegakan hukum pidana dalam perspektif kriminologi, Genta Publishing


(6)

B.PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 Kepolisian Republik Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Kepolisian Negara Indonesia

Perkap Nomor 23 tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor

C.INTERNET

http://ditjenbun.pertanian.go.id/setditjen/berita-238-pertumbuhan-areal-kelapa sawit-meningkat.html

http://www.sarjanaku.com/2013/01/pengertian-peran-defenisi-menurut para.html?m=1

http://kaghoo.blogspot.com/2010/11/pengertian-peranan.html?m=1 http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit

http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf

D.SUMBER DATA LAINNYA

Data Kepolisian Polsek Sosa, Luas Wilayah Hukum Polsek Sosa

Data Kepolisian Polsek Sosa, Rekapitulasi Tindak Pidana Kelapa Sawit pada Wilayah Hukum Polsek Sosa tahun 2010-2014