Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Pb (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 JENGKOL
Tumbuhan jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan Jering adalah termasuk
dalam famili Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan ini memiliki nama latin
Pithecellobium lobatum Benth. dengan nama sinonimnya yaitu A.Jiringa,
Pithecellobium jiringa, dan Archindendron pauciflorum. Tumbuhan ini merupakan
tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara [18]. Tumbuhan ini juga banyak
ditemukan di Malaysia dan Thailand. Tumbuhan ini merupakan pohon di bagian
barat Nusantara, tingginya sampai 26 m, dibudidayakan secara umum oleh penduduk
di Jawa dan di beberapa daerah tumbuh menjadi liar. Tumbuh paling baik di daerah
dengan musim kemarau yang tidak terlalu panjang [19].
Gambar tanaman jengkol beserta kulit dan bijinya pada bagian dalam dapat
dilihat pada gambar 2.1 berikut.
Keterangan : a = Kulit Jengkol
b = Daging Buah Jengkol
Gambar 2.1 Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) [18]
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman jengkol banyak mengandung zat,
antara lain adalah sebagai berikut: protein, kalsium, fosfor, asam jengkolat, vitamin
6
Universitas Sumatera Utara
A dan B1, karbohidrat, minyak atsiri, saponin, alkaloid, terpenoid, steroid, tanin, dan
glikosida [19].
2.2 KULIT JENGKOL
Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa) selama ini tergolong limbah organik yang
berserakan di pasar tradisional dan tidak memberikan nilai ekonomis [19].
Selama ini, ekstrak kulit buah jengkol digunakan sebagai larvasida untuk
mencegah penyakit demam berdarah dan sebagai herbisida alami untuk pengendalian
gulma di sawah tanpa menghambat pertumbuhan padi [20].
Menurut Gusnidar dkk. [13], kandungan hara kulit jengkol dapat dilihat pada
tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kandungan Hara Kulit Jengkol [13]
Parameter Pengamatan
Kadar (%)
Air
65,56
N-total
1,82
P-total
0,32
K-total
2,10
Ca-total
0,27
Mg-total
0,25
C-total
44,02
2.3 LIMBAH CAIR INDUSTRI PELAPISAN LOGAM
Setiap hari, industri, pertanian dan populasi secara umum menggunakan air dan
melepas banyak senyawa dalam limbah cairnya. Banyak artikel yang telah menulis
tentang adanya senyawa polutan pada limbah cair dan lingkungan perairan.
Pengolahan limbah cair sangat penting untuk mengurangi senyawa yang beracun
tetapi efisiensinya tidak begitu jelas [21]. Limbah industri yang mengandung logam
berat dalam konsentrasi yang tinggi dapat membahayakan kesehatan dan kerusakan
lingkungan. Sasaran pengendalian limbah yang mengandung ion logam berat adalah
menurunkan kadarnya sampai batas tidak membahayakan kesehatan lingkungan [5].
Logam berat telah dilepas secara besar-besaran ke lingkungan karena
peningkatan pertumbuhan industri dan merupakan hal yang diperhatikan oleh dunia.
7
Universitas Sumatera Utara
Kadmium, seng, tembaga, nikel, timah, merkuri, dan kromium sering ditemukan
pada limbah cair industri, dimana berasal dari pelapisan logam, aktivitas
pertambangan, produksi cat, pestisida, produksi pigmen, industri percetakan dan
fotografi dan sebagainya. Berbagai penelitian mengacu pada pembuatan adsorben
yang murah sebagai pengganti metode pengolahan limbah yang memerlukan biaya
yang mahal seperti presipitasi, pertukaran ion, elektroflotasi, membran separasi,
elektrodialisis, ekstraksi solven dan sebagainya [22].
Meningkatnya kebutuhan akan produk yang menggunakan proses elektroplating
menyebabkan perkembangan industri elektroplating yang berada di Indonesia
semakin meningkat. Perkembangan industri tersebut memberikan manfaat, namun
menimbulkan dampak negatif dari limbah yang dihasilkan. Limbah dari proses
elektroplating merupakan limbah logam berat yang termasuk dalam limbah B3 [23].
Pada industri elektroplating terdapat limbah yang berasal dari bahan-bahan
kimia yang digunakan dan proses pelapisan. Bahan-bahan kimia yang digunakan
beracun sehingga limbah yang dihasilkan berbahaya bagi kesehatan manusia baik
yang terlibat langsung dengan kegiatan industri maupun yang di sekitar perusahaan.
Limbah cair dari industri pelapisan logam umumnya mengandung krom (Cr),
tembaha (Cu), seng (Zn), nikel (Ni), kadmium (Cd) dan timbal (Pb) karena logamlogam ini digunakan dalam proses produksi [5].
Karakteristik dan tingkat toksisitas dari air limbah elektroplating bervariasi
tergantung dari kondisi operasi dan proses pelapisan serta cara pembilasan yang
dilakukan. Pembuangan langsung limbah dari proses elektroplating tanpa pengolahan
terlebih dahulu dapat merusak lingkungan. Limbah tersebut dapat mencemari
lingkungan dan makhluk hidup di dalamnya baik dalam bentuk larutan, koloid,
maupun bentuk partikel lainnya. Mengingat penting dan besarnya dampak yang
ditimbulkan bagi lingkungan maka diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum
limbah dibuang ke lingkungan [23].
2.4 LOGAM TIMBAL (Pb)
Timbal adalah sebuah unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu-batuan,
tanah, tumbuhan dan hewan. Timbal 95% bersifat anorganik dan pada umumnya
dalam bentuk garam anorganik yang kurang larut dalam air. Selebihnya berbentuk
8
Universitas Sumatera Utara
timbal organik. Timbal organik ditemukan dalam bentuk senyawa Tetra Ethyl Lead
(TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML). Jenis senyawa ini hampir tidak larut dalam air,
namun dapat dengan mudah larut dalam pelarut organik misalnya dalam lipid.
Timbal tidak mengalami penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai
partikel. Karena timbal merupakan sebuah unsur maka tidak mengalami degradasi
(penguraian) dan tidak dapat dihancurkan [24].
Timbal dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat baterai, amunisi, produk
logam (logam lembaran, solder dan pipa), perlengkapan medis (penangkal radiasi
dan alat bedah), cat, keramik, peralatan kegiatan ilmiah/praktek (papan sirkuit/CB
untuk komputer) dan sebagainya [24].
Timbal akan berikatan dengan eritrosit di dalam tubuh. Timbal akan
berdistribusi ke dalam ginjal dan hati serta ke dalam tulang dan sebagian kecil ke
dalam gigi. Timbal dapat mempengaruhi pengeluaran zat kapur. Keracunan timbal
dapat menyebabkan berbagai gejala seperti kepala pusing, suhu badan menurun,
gangguan penglihatan, rambut rontok, muka pucat disertai bibir berwarna abu-abu,
sukar tidur, lemah otot dan nyeri [5].
2.5 ADSORPSI
Limbah cair memiliki beberapa tingkatan tertentu dalam proses pengolahannya.
Tingkatan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Pengolahan Pendahuluan (PreTreatment)
Dilakukan sebelum proses pengolahan yaitu pembersihan-pembersihan limbah
cair berupa pengambilang benda-benda terapung maupun benda-benda mengendap
seperti pasir.
2) Pengolahan Tingkat Pertama (Primary Treatment)
Pengolahan primer bertujuan untuk menghilangkan bahan padat tersuspensi
dengan cara pengendapan atau pengapungan dimana proses sedimentas banyak
dilakukan pada pengolahan primer ini.
3) Pengolahan Tingkat Kedua (Secondary Treatment)
Pada pengolahan tingkat kedua dilakukan proses biologis untuk menghilangkan
bahan organik di dalam limbah cair melalui oksidasi biochemis. Metode yang sering
digunakan pada fase ini adalah lumpur aktif.
9
Universitas Sumatera Utara
4) Pengolahan Tingkat Ketiga (Tertiary Treatment)
Pada pengolahan tingkat ketiga, kontaminan tertentu dihilangkan agar limbah
cair dapat digunakan kembali. Pengolahan ini meliputi penggunaan chlorin untuk
menghancurkan mikroorganisme patogen, penggunaan tawas untuk menghilangkan
senyawa fosfor, penghilangan sisa bahan organik dan senyawa-senyawa yang
menimbulkan warna menggunakan adsorben tertentu serta menghilangkan bahan
padat terlarut menggunakan proses membran.
[25]
Pada penelitian ini dilakukan proses adsorpsi menggunakan adsorben kulit jengkol
untuk menjerap ion logam Pb (II) yang merupakan pengolahan tingkat ketiga dalam
pengolahan limbah cair.
Adsorpsi adalah salah satu dari proses pengolahan fisika kimia yang terbukti
efektif dalam mengurangi logam berat dari limbah cair [22]. Adsorpsi merupakan
metode yang efektif dan murah untuk mengolah limbah cair yang mengandung
logam berat. Proses adsorpsi menawarkan fleksibilitas dalam desain dan operasinya
pada berbagai kasus sehingga menghasilkan produk akhir yang memiliki kualitas
baik [26].
Adsorpsi adalah fenomena permukaan. Ketika cairan murni (gas atau cair)
dikontakkan dengan permukaan padat (adsorben), gaya tarik antar molekul cairanpadat menyebabkan beberapa molekul fluida (adsorbat) menjadi berkumpul pada
permukaan. Hal ini menciptakan daerah padat pada molekul cairan yang
membentang beberapa diameter molekuler di dekat permukaan (fase terjerap). Untuk
campuran multikomponen, komponen tertentu dari campuran (bahan terjerap yang
dipilih) berkumpul pada permukaan akibat adanya perbedaan kekuatan tarik cairanpadat diantara komponen-komponen. Fasa terjerap ini memiliki komposisi yang
berbeda dari fasa cairan bulk yang menjadi dasar pemisahan dengan teknologi
adsorpsi [27].
Mekanisme yang terjadi pada proses adsorpsi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Molekul-molekul adsorbat berpindah dari fase bagian terbesar larutan ke
permukaan interface, yaitu lapisan film yang melapisi permukaan adsorben.
2.
Molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan ke permukaan luar dari adsorben.
10
Universitas Sumatera Utara
3.
Molekul-molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan luar adsorben menyebar
menuju pori-pori adsorben. Fase ini disebut dengan difusi pori.
4.
Molekul adsorbat menempel pada permukaan pori-pori adsorben.
[28]
Adsorpsi dapat dibedakan menjadi adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Adsorpsi
fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals antara adsorbat dengan permukaan
adsorben. Adsorpsi fisika ikatannya relatif lemah, bersifat reversibel dan dapat
membentuk lapisan multilayer. Adsorpsi kimia terjadi karena terbentuk ikatan
kovalen atau ion antara adsorbat dengan adsorben. Adsorpsi kimia ikatannya kuat,
tidak reversibel dan memberntuk lapisan monolayer [29].
Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi yaitu :
1.
Konsentrasi Adsorbat
Pada umumnya adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi adsorbat
tetapi tidak berbanding langsung.
2.
Sifat Adsorben
Semakin besar permukaan yang kontak dengan adsorbat maka akan semakin
besar pula adsorpsi yang terjadi.
3.
Temperatur
Reaksi yang terjadi pada adsorpsi biasanya eksotermis, oleh karena itu adsorpsi
akan besar jika temperatur rendah.
4.
Waktu kontak dan pengadukan
Waktu kontak yang cukup diperlukan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi.
Jika fasa cair yang berisi adsorben diam, maka difusi adsorbat akan berlangsung
lambat. Karena itu diperlukan pengadukan untuk mempercepat proses adsorpsi.
5.
pH larutan
Senyawa yang terdisosiasi lebih mudah diserap daripada senyawa terionisasi.
Semakin asam pH maka proses pengionan akan semakin besar dan sebaliknya.
Karena kecenderungan ini maka adsorpsi akan berlangsung baik pada pH asam.
Akan tetapi tidak demikian karena pada umumnya adsorpsi meningkat pada kisaran
pH dimana senyawa organik bermuatan netral dan senyawa ini terdisosiasi.
[24]
11
Universitas Sumatera Utara
2.6 ADSORBEN
Karbon aktif merupakan adsorben yang paling sering digunakan dalam
mengurangi kontaminan logam berat. Namun akhir-akhir ini ditemukan karbon aktif
masih relatif mahal. Penelitian mengenai adsorben yang murah dan mudah diperoleh
menjadi bahan pertimbangan saat ini [26].
Secara umum, ukuran pori adsorben dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis, yaitu
micropore, mesopore dan macropore.
1.
Micropore adalah pori-pori dengan ukuran lebih kecil dari 2 nm dan ini
merupakan area dimana adsorpsi dominan terjadi. Volume pori-pori ini berkisar
antara 0,15 - 0,5 ml/g.
2.
Mesopore adalah pori-pori dengan ukuran 2 - 50 nm dan merupakan area
adsorpsi dominan kedua setelah micropore. Mesopore sering juga disebut
transitional pore atau area transisi. Volume mesopore berkisar antara 0,02 - 10 ml/g.
3.
Macropore adalah pori-pori dengan ukuran lebih besar dari 50 nm dan berfungsi
sebagai pintu masuk adsorbat menuju ke dalam micropore.
[30]
Sifat utama yang membedakan adsorben fasa gas dan cair adalah distribusi dan
ukuran pori-porinya. Karbon adsorben gas biasanya memiliki jumlah pori-pori paling
banyak pada area micropore sedangkan karbon adsorben fasa cair memiliki jumlah
pori-pori terbanyak pada area transisi. Namun pada umumnya, adsorben fasa cair
memiliki luas permukaan hampir sama dengan adsorben gas, tapi dengan volume
pori-pori yang lebih besar [30].
Adsorben dinyatakan murah apabila terdapat banyak di alam, memerlukan
sedikit proses dan merupakan produk samping pada limbah industri. Limbah
tanaman merupakan bahan yang ekonomis untuk dijadikan adsorben. Penelitian telah
banyak dilakukan dengan menggunakan limbah tanaman yang tidak digunakan lagi
sebagai adsorben. Beberapa keuntungan menggunakan limbah tanaman adalah
memerlukan teknik sederhana, proses yang sedikit, kapasitas adsorpsi yang baik,
adsorpsi yang selektif dari ion logam berat, biaya yang murah, banyak terdapat di
lingkungan secara bebas dan mudah diregenerasi [22].
12
Universitas Sumatera Utara
2.7 BILANGAN IODIN
Bilangan iodin merupakan parameter utama yang digunakan untuk melihat
karakteristik dari adsorben maupun karbon aktif. Bilangan ini sering ditulis dengan
satuan mg/g. Bilangan ini mengukur kandungan mikropori dengan cara menyerap
iodin dari larutan [31].
Dalam menentukan kapasitas adsorpsi adsorben, bilangan iodin telah digunakan
pada berbagai penelitian. Kemampuan adsorben dalam penyerapan senyawa iodin
menunjukkan kemampuan adsorben tersebut untuk menjerap komponen dengan berat
molekul yang rendah. Iodin merupakan suatu senyawa yang sedikit larut dalam air
dan merupakan senyawa nonpolar. Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterkaitan
antara karakterisasi adsorben dengan mengukur kemampuan adsorpsinya terhadap
larutan iodin dengan adsorptivitas karbon aktif terhadap senyawa nonpolar [30].
Iodin merupakan senyawa yang memiliki tekanan uap tinggi sehingga dalam
suhu ruang iodin mudah menguap. Pada proses adsorpsi, iodin diadsorpsi dan dijerap
oleh adsorben berupa karbon aktif maupun adsorben yang dimodifikasi dalam fase
padatan. Proses adsorpsi terjadi karena gaya intermolekular lebih besar dari gaya
tarik antar molekul atau gaya tarik menarik yang relatif lemah antara adsorbat
dengan permukaan adsorben yang melibatkan gaya Van der Waals dan ikatan
hidrogen [30].
Proses adsorpsi dimulai saat molekul-molekul adsorbat pada larutan iodin
berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben yang disebut
sebagai difusi eksternal. Kemudian adsorbat berada di permukaan adsorben dan
sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pori-pori adsorben yang disebut difusi
internal. Apabila kapasitas adsorpsi masih sangat besar akan teradsorpsi dan terikat
pada bagian permukaan [30].
Pada proses pelarutannya, iodin yang sedikit larut dalam air ditambahkan ke
dalam larutan kalium iodida (KI) untuk mempercepat pelarutan iodin karena
terbentuknya ion triiodida berdasarkan reaksi:
I2 + I-
I3-
[30]
Kemudian pada proses titrasi iodin dengan natrium tiosulfat akan terjadi reaksi
seperti berikut:
I2 + 2S2O32-
2I- + S4O62-
[30]
13
Universitas Sumatera Utara
Proses dalam menentukan bilangan iodin pada adsorben menggunakan reaksi
redoks. Reaksi redoks merupakan reaksi oksidasi-reduksi dimana oksidasi
merupakan setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi yang
disertai kehilangan elektron, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi yang disertai dengan memperoleh elektron [30].
2.9 DESKRIPSI PROSES
Berdasarkan pemilihan proses pembuatan adsorben dari kulit jengkol pada tabel
2.3 dan beberapa penelitian menggunakan adsorben tertentu sebagai literatur
tambahan, kulit jengkol yang akan diproses menjadi adsorben adalah adsorben yang
melewati ayakan 100 mesh. Ukuran ini diadopsi dari penelitian oleh Uzami Hamzah
dkk. [12]. Untuk memodifikasi adsorben dipilih aktivasi kimia menggunakan asam
nitrat 4 N dengan variasi suhu aktivasi yaitu 70, 80 dan 90 dan variasi suhu
pengeringan yaitu 100, 110 dan 120 oC. Variasi ini diadopsi dari penelitian oleh
Agus dan Agnes [32], yang menggunakan suhu aktivasi 80 oC dan suhu pengeringan
110, 120, 130 dan 140 oC. Dalam hal ini penelitian disesuaikan pada rentang yang
berdekatan dengan suhu tersebut. Adapun variasi waktu aktivasi dan waktu
pengeringan yang digunakan sama, yaitu 60, 90 dan 120 menit. Variasi waktu ini
berdekatan dengan waktu aktivasi yang dilakukan oleh Hamzah [12].
Adsorben yang dihasilkan kemudian dianalisa kemampuan adsorpsinya terhadap
iodin yang dinyatakan dengan bilangan iodin. Adsorben yang memiliki bilangan
iodin tertinggi selanjutnya akan digunakan sebagai adsorben dalam mengurangi
kadar logam Pb (II) dalam limbah cair industri pelapisan logam.
Pada proses adsorpsi, digunakan adsorben yang melewati ayakan 100 mesh,
volume limbah cair 50 mL, kecepatan pengadukan 30 rpm, waktu kontak 30 menit
yang diadopsi dari penelitian Hamzah [12] pada kondisi optimum yang diperoleh.
Pada proses ini dijaga pH 5 yang diadopsi dari jurnal yang ditulis oleh Sud dkk. [17],
dimana proses adsorpsi Pb (II) optimum pada pH 5 berdasarkan beberapa penelitian
terdahulu. Pada proses ini dilakukan variasi dosis adsorben sebesar 0,5 ; 1 dan 1,5 gr
per 50 mL limbah cair untuk mengetahui jumlah adsorben yang optimum dalam
mengurangi kandungan logam Pb (II) dalam industri pelapisan logam.
14
Universitas Sumatera Utara
Adsorben yang digunakan dalam penelitian ini akan dianalisa gugus - gugus
fungsinya dengan menggunakan spektrofotometri FTIR, yang direncanakan
sebanyak tiga kali, yaitu sebelum dan sesudah aktivasi dan sesudah adsorpsi.
Sehingga dengan analisa tersebut dapat dilihat gugus - gugus fungsi pada adsorben
untuk kemudian dikaji sejauh mana kemampuan adsorpsi adsorben terhadap logam
Pb (II) dalam limbah cair industri pelapisan logam.
15
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 JENGKOL
Tumbuhan jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan Jering adalah termasuk
dalam famili Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan ini memiliki nama latin
Pithecellobium lobatum Benth. dengan nama sinonimnya yaitu A.Jiringa,
Pithecellobium jiringa, dan Archindendron pauciflorum. Tumbuhan ini merupakan
tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara [18]. Tumbuhan ini juga banyak
ditemukan di Malaysia dan Thailand. Tumbuhan ini merupakan pohon di bagian
barat Nusantara, tingginya sampai 26 m, dibudidayakan secara umum oleh penduduk
di Jawa dan di beberapa daerah tumbuh menjadi liar. Tumbuh paling baik di daerah
dengan musim kemarau yang tidak terlalu panjang [19].
Gambar tanaman jengkol beserta kulit dan bijinya pada bagian dalam dapat
dilihat pada gambar 2.1 berikut.
Keterangan : a = Kulit Jengkol
b = Daging Buah Jengkol
Gambar 2.1 Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) [18]
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman jengkol banyak mengandung zat,
antara lain adalah sebagai berikut: protein, kalsium, fosfor, asam jengkolat, vitamin
6
Universitas Sumatera Utara
A dan B1, karbohidrat, minyak atsiri, saponin, alkaloid, terpenoid, steroid, tanin, dan
glikosida [19].
2.2 KULIT JENGKOL
Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa) selama ini tergolong limbah organik yang
berserakan di pasar tradisional dan tidak memberikan nilai ekonomis [19].
Selama ini, ekstrak kulit buah jengkol digunakan sebagai larvasida untuk
mencegah penyakit demam berdarah dan sebagai herbisida alami untuk pengendalian
gulma di sawah tanpa menghambat pertumbuhan padi [20].
Menurut Gusnidar dkk. [13], kandungan hara kulit jengkol dapat dilihat pada
tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kandungan Hara Kulit Jengkol [13]
Parameter Pengamatan
Kadar (%)
Air
65,56
N-total
1,82
P-total
0,32
K-total
2,10
Ca-total
0,27
Mg-total
0,25
C-total
44,02
2.3 LIMBAH CAIR INDUSTRI PELAPISAN LOGAM
Setiap hari, industri, pertanian dan populasi secara umum menggunakan air dan
melepas banyak senyawa dalam limbah cairnya. Banyak artikel yang telah menulis
tentang adanya senyawa polutan pada limbah cair dan lingkungan perairan.
Pengolahan limbah cair sangat penting untuk mengurangi senyawa yang beracun
tetapi efisiensinya tidak begitu jelas [21]. Limbah industri yang mengandung logam
berat dalam konsentrasi yang tinggi dapat membahayakan kesehatan dan kerusakan
lingkungan. Sasaran pengendalian limbah yang mengandung ion logam berat adalah
menurunkan kadarnya sampai batas tidak membahayakan kesehatan lingkungan [5].
Logam berat telah dilepas secara besar-besaran ke lingkungan karena
peningkatan pertumbuhan industri dan merupakan hal yang diperhatikan oleh dunia.
7
Universitas Sumatera Utara
Kadmium, seng, tembaga, nikel, timah, merkuri, dan kromium sering ditemukan
pada limbah cair industri, dimana berasal dari pelapisan logam, aktivitas
pertambangan, produksi cat, pestisida, produksi pigmen, industri percetakan dan
fotografi dan sebagainya. Berbagai penelitian mengacu pada pembuatan adsorben
yang murah sebagai pengganti metode pengolahan limbah yang memerlukan biaya
yang mahal seperti presipitasi, pertukaran ion, elektroflotasi, membran separasi,
elektrodialisis, ekstraksi solven dan sebagainya [22].
Meningkatnya kebutuhan akan produk yang menggunakan proses elektroplating
menyebabkan perkembangan industri elektroplating yang berada di Indonesia
semakin meningkat. Perkembangan industri tersebut memberikan manfaat, namun
menimbulkan dampak negatif dari limbah yang dihasilkan. Limbah dari proses
elektroplating merupakan limbah logam berat yang termasuk dalam limbah B3 [23].
Pada industri elektroplating terdapat limbah yang berasal dari bahan-bahan
kimia yang digunakan dan proses pelapisan. Bahan-bahan kimia yang digunakan
beracun sehingga limbah yang dihasilkan berbahaya bagi kesehatan manusia baik
yang terlibat langsung dengan kegiatan industri maupun yang di sekitar perusahaan.
Limbah cair dari industri pelapisan logam umumnya mengandung krom (Cr),
tembaha (Cu), seng (Zn), nikel (Ni), kadmium (Cd) dan timbal (Pb) karena logamlogam ini digunakan dalam proses produksi [5].
Karakteristik dan tingkat toksisitas dari air limbah elektroplating bervariasi
tergantung dari kondisi operasi dan proses pelapisan serta cara pembilasan yang
dilakukan. Pembuangan langsung limbah dari proses elektroplating tanpa pengolahan
terlebih dahulu dapat merusak lingkungan. Limbah tersebut dapat mencemari
lingkungan dan makhluk hidup di dalamnya baik dalam bentuk larutan, koloid,
maupun bentuk partikel lainnya. Mengingat penting dan besarnya dampak yang
ditimbulkan bagi lingkungan maka diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum
limbah dibuang ke lingkungan [23].
2.4 LOGAM TIMBAL (Pb)
Timbal adalah sebuah unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu-batuan,
tanah, tumbuhan dan hewan. Timbal 95% bersifat anorganik dan pada umumnya
dalam bentuk garam anorganik yang kurang larut dalam air. Selebihnya berbentuk
8
Universitas Sumatera Utara
timbal organik. Timbal organik ditemukan dalam bentuk senyawa Tetra Ethyl Lead
(TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML). Jenis senyawa ini hampir tidak larut dalam air,
namun dapat dengan mudah larut dalam pelarut organik misalnya dalam lipid.
Timbal tidak mengalami penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai
partikel. Karena timbal merupakan sebuah unsur maka tidak mengalami degradasi
(penguraian) dan tidak dapat dihancurkan [24].
Timbal dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat baterai, amunisi, produk
logam (logam lembaran, solder dan pipa), perlengkapan medis (penangkal radiasi
dan alat bedah), cat, keramik, peralatan kegiatan ilmiah/praktek (papan sirkuit/CB
untuk komputer) dan sebagainya [24].
Timbal akan berikatan dengan eritrosit di dalam tubuh. Timbal akan
berdistribusi ke dalam ginjal dan hati serta ke dalam tulang dan sebagian kecil ke
dalam gigi. Timbal dapat mempengaruhi pengeluaran zat kapur. Keracunan timbal
dapat menyebabkan berbagai gejala seperti kepala pusing, suhu badan menurun,
gangguan penglihatan, rambut rontok, muka pucat disertai bibir berwarna abu-abu,
sukar tidur, lemah otot dan nyeri [5].
2.5 ADSORPSI
Limbah cair memiliki beberapa tingkatan tertentu dalam proses pengolahannya.
Tingkatan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Pengolahan Pendahuluan (PreTreatment)
Dilakukan sebelum proses pengolahan yaitu pembersihan-pembersihan limbah
cair berupa pengambilang benda-benda terapung maupun benda-benda mengendap
seperti pasir.
2) Pengolahan Tingkat Pertama (Primary Treatment)
Pengolahan primer bertujuan untuk menghilangkan bahan padat tersuspensi
dengan cara pengendapan atau pengapungan dimana proses sedimentas banyak
dilakukan pada pengolahan primer ini.
3) Pengolahan Tingkat Kedua (Secondary Treatment)
Pada pengolahan tingkat kedua dilakukan proses biologis untuk menghilangkan
bahan organik di dalam limbah cair melalui oksidasi biochemis. Metode yang sering
digunakan pada fase ini adalah lumpur aktif.
9
Universitas Sumatera Utara
4) Pengolahan Tingkat Ketiga (Tertiary Treatment)
Pada pengolahan tingkat ketiga, kontaminan tertentu dihilangkan agar limbah
cair dapat digunakan kembali. Pengolahan ini meliputi penggunaan chlorin untuk
menghancurkan mikroorganisme patogen, penggunaan tawas untuk menghilangkan
senyawa fosfor, penghilangan sisa bahan organik dan senyawa-senyawa yang
menimbulkan warna menggunakan adsorben tertentu serta menghilangkan bahan
padat terlarut menggunakan proses membran.
[25]
Pada penelitian ini dilakukan proses adsorpsi menggunakan adsorben kulit jengkol
untuk menjerap ion logam Pb (II) yang merupakan pengolahan tingkat ketiga dalam
pengolahan limbah cair.
Adsorpsi adalah salah satu dari proses pengolahan fisika kimia yang terbukti
efektif dalam mengurangi logam berat dari limbah cair [22]. Adsorpsi merupakan
metode yang efektif dan murah untuk mengolah limbah cair yang mengandung
logam berat. Proses adsorpsi menawarkan fleksibilitas dalam desain dan operasinya
pada berbagai kasus sehingga menghasilkan produk akhir yang memiliki kualitas
baik [26].
Adsorpsi adalah fenomena permukaan. Ketika cairan murni (gas atau cair)
dikontakkan dengan permukaan padat (adsorben), gaya tarik antar molekul cairanpadat menyebabkan beberapa molekul fluida (adsorbat) menjadi berkumpul pada
permukaan. Hal ini menciptakan daerah padat pada molekul cairan yang
membentang beberapa diameter molekuler di dekat permukaan (fase terjerap). Untuk
campuran multikomponen, komponen tertentu dari campuran (bahan terjerap yang
dipilih) berkumpul pada permukaan akibat adanya perbedaan kekuatan tarik cairanpadat diantara komponen-komponen. Fasa terjerap ini memiliki komposisi yang
berbeda dari fasa cairan bulk yang menjadi dasar pemisahan dengan teknologi
adsorpsi [27].
Mekanisme yang terjadi pada proses adsorpsi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Molekul-molekul adsorbat berpindah dari fase bagian terbesar larutan ke
permukaan interface, yaitu lapisan film yang melapisi permukaan adsorben.
2.
Molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan ke permukaan luar dari adsorben.
10
Universitas Sumatera Utara
3.
Molekul-molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan luar adsorben menyebar
menuju pori-pori adsorben. Fase ini disebut dengan difusi pori.
4.
Molekul adsorbat menempel pada permukaan pori-pori adsorben.
[28]
Adsorpsi dapat dibedakan menjadi adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Adsorpsi
fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals antara adsorbat dengan permukaan
adsorben. Adsorpsi fisika ikatannya relatif lemah, bersifat reversibel dan dapat
membentuk lapisan multilayer. Adsorpsi kimia terjadi karena terbentuk ikatan
kovalen atau ion antara adsorbat dengan adsorben. Adsorpsi kimia ikatannya kuat,
tidak reversibel dan memberntuk lapisan monolayer [29].
Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi yaitu :
1.
Konsentrasi Adsorbat
Pada umumnya adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi adsorbat
tetapi tidak berbanding langsung.
2.
Sifat Adsorben
Semakin besar permukaan yang kontak dengan adsorbat maka akan semakin
besar pula adsorpsi yang terjadi.
3.
Temperatur
Reaksi yang terjadi pada adsorpsi biasanya eksotermis, oleh karena itu adsorpsi
akan besar jika temperatur rendah.
4.
Waktu kontak dan pengadukan
Waktu kontak yang cukup diperlukan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi.
Jika fasa cair yang berisi adsorben diam, maka difusi adsorbat akan berlangsung
lambat. Karena itu diperlukan pengadukan untuk mempercepat proses adsorpsi.
5.
pH larutan
Senyawa yang terdisosiasi lebih mudah diserap daripada senyawa terionisasi.
Semakin asam pH maka proses pengionan akan semakin besar dan sebaliknya.
Karena kecenderungan ini maka adsorpsi akan berlangsung baik pada pH asam.
Akan tetapi tidak demikian karena pada umumnya adsorpsi meningkat pada kisaran
pH dimana senyawa organik bermuatan netral dan senyawa ini terdisosiasi.
[24]
11
Universitas Sumatera Utara
2.6 ADSORBEN
Karbon aktif merupakan adsorben yang paling sering digunakan dalam
mengurangi kontaminan logam berat. Namun akhir-akhir ini ditemukan karbon aktif
masih relatif mahal. Penelitian mengenai adsorben yang murah dan mudah diperoleh
menjadi bahan pertimbangan saat ini [26].
Secara umum, ukuran pori adsorben dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis, yaitu
micropore, mesopore dan macropore.
1.
Micropore adalah pori-pori dengan ukuran lebih kecil dari 2 nm dan ini
merupakan area dimana adsorpsi dominan terjadi. Volume pori-pori ini berkisar
antara 0,15 - 0,5 ml/g.
2.
Mesopore adalah pori-pori dengan ukuran 2 - 50 nm dan merupakan area
adsorpsi dominan kedua setelah micropore. Mesopore sering juga disebut
transitional pore atau area transisi. Volume mesopore berkisar antara 0,02 - 10 ml/g.
3.
Macropore adalah pori-pori dengan ukuran lebih besar dari 50 nm dan berfungsi
sebagai pintu masuk adsorbat menuju ke dalam micropore.
[30]
Sifat utama yang membedakan adsorben fasa gas dan cair adalah distribusi dan
ukuran pori-porinya. Karbon adsorben gas biasanya memiliki jumlah pori-pori paling
banyak pada area micropore sedangkan karbon adsorben fasa cair memiliki jumlah
pori-pori terbanyak pada area transisi. Namun pada umumnya, adsorben fasa cair
memiliki luas permukaan hampir sama dengan adsorben gas, tapi dengan volume
pori-pori yang lebih besar [30].
Adsorben dinyatakan murah apabila terdapat banyak di alam, memerlukan
sedikit proses dan merupakan produk samping pada limbah industri. Limbah
tanaman merupakan bahan yang ekonomis untuk dijadikan adsorben. Penelitian telah
banyak dilakukan dengan menggunakan limbah tanaman yang tidak digunakan lagi
sebagai adsorben. Beberapa keuntungan menggunakan limbah tanaman adalah
memerlukan teknik sederhana, proses yang sedikit, kapasitas adsorpsi yang baik,
adsorpsi yang selektif dari ion logam berat, biaya yang murah, banyak terdapat di
lingkungan secara bebas dan mudah diregenerasi [22].
12
Universitas Sumatera Utara
2.7 BILANGAN IODIN
Bilangan iodin merupakan parameter utama yang digunakan untuk melihat
karakteristik dari adsorben maupun karbon aktif. Bilangan ini sering ditulis dengan
satuan mg/g. Bilangan ini mengukur kandungan mikropori dengan cara menyerap
iodin dari larutan [31].
Dalam menentukan kapasitas adsorpsi adsorben, bilangan iodin telah digunakan
pada berbagai penelitian. Kemampuan adsorben dalam penyerapan senyawa iodin
menunjukkan kemampuan adsorben tersebut untuk menjerap komponen dengan berat
molekul yang rendah. Iodin merupakan suatu senyawa yang sedikit larut dalam air
dan merupakan senyawa nonpolar. Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterkaitan
antara karakterisasi adsorben dengan mengukur kemampuan adsorpsinya terhadap
larutan iodin dengan adsorptivitas karbon aktif terhadap senyawa nonpolar [30].
Iodin merupakan senyawa yang memiliki tekanan uap tinggi sehingga dalam
suhu ruang iodin mudah menguap. Pada proses adsorpsi, iodin diadsorpsi dan dijerap
oleh adsorben berupa karbon aktif maupun adsorben yang dimodifikasi dalam fase
padatan. Proses adsorpsi terjadi karena gaya intermolekular lebih besar dari gaya
tarik antar molekul atau gaya tarik menarik yang relatif lemah antara adsorbat
dengan permukaan adsorben yang melibatkan gaya Van der Waals dan ikatan
hidrogen [30].
Proses adsorpsi dimulai saat molekul-molekul adsorbat pada larutan iodin
berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben yang disebut
sebagai difusi eksternal. Kemudian adsorbat berada di permukaan adsorben dan
sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pori-pori adsorben yang disebut difusi
internal. Apabila kapasitas adsorpsi masih sangat besar akan teradsorpsi dan terikat
pada bagian permukaan [30].
Pada proses pelarutannya, iodin yang sedikit larut dalam air ditambahkan ke
dalam larutan kalium iodida (KI) untuk mempercepat pelarutan iodin karena
terbentuknya ion triiodida berdasarkan reaksi:
I2 + I-
I3-
[30]
Kemudian pada proses titrasi iodin dengan natrium tiosulfat akan terjadi reaksi
seperti berikut:
I2 + 2S2O32-
2I- + S4O62-
[30]
13
Universitas Sumatera Utara
Proses dalam menentukan bilangan iodin pada adsorben menggunakan reaksi
redoks. Reaksi redoks merupakan reaksi oksidasi-reduksi dimana oksidasi
merupakan setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi yang
disertai kehilangan elektron, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi yang disertai dengan memperoleh elektron [30].
2.9 DESKRIPSI PROSES
Berdasarkan pemilihan proses pembuatan adsorben dari kulit jengkol pada tabel
2.3 dan beberapa penelitian menggunakan adsorben tertentu sebagai literatur
tambahan, kulit jengkol yang akan diproses menjadi adsorben adalah adsorben yang
melewati ayakan 100 mesh. Ukuran ini diadopsi dari penelitian oleh Uzami Hamzah
dkk. [12]. Untuk memodifikasi adsorben dipilih aktivasi kimia menggunakan asam
nitrat 4 N dengan variasi suhu aktivasi yaitu 70, 80 dan 90 dan variasi suhu
pengeringan yaitu 100, 110 dan 120 oC. Variasi ini diadopsi dari penelitian oleh
Agus dan Agnes [32], yang menggunakan suhu aktivasi 80 oC dan suhu pengeringan
110, 120, 130 dan 140 oC. Dalam hal ini penelitian disesuaikan pada rentang yang
berdekatan dengan suhu tersebut. Adapun variasi waktu aktivasi dan waktu
pengeringan yang digunakan sama, yaitu 60, 90 dan 120 menit. Variasi waktu ini
berdekatan dengan waktu aktivasi yang dilakukan oleh Hamzah [12].
Adsorben yang dihasilkan kemudian dianalisa kemampuan adsorpsinya terhadap
iodin yang dinyatakan dengan bilangan iodin. Adsorben yang memiliki bilangan
iodin tertinggi selanjutnya akan digunakan sebagai adsorben dalam mengurangi
kadar logam Pb (II) dalam limbah cair industri pelapisan logam.
Pada proses adsorpsi, digunakan adsorben yang melewati ayakan 100 mesh,
volume limbah cair 50 mL, kecepatan pengadukan 30 rpm, waktu kontak 30 menit
yang diadopsi dari penelitian Hamzah [12] pada kondisi optimum yang diperoleh.
Pada proses ini dijaga pH 5 yang diadopsi dari jurnal yang ditulis oleh Sud dkk. [17],
dimana proses adsorpsi Pb (II) optimum pada pH 5 berdasarkan beberapa penelitian
terdahulu. Pada proses ini dilakukan variasi dosis adsorben sebesar 0,5 ; 1 dan 1,5 gr
per 50 mL limbah cair untuk mengetahui jumlah adsorben yang optimum dalam
mengurangi kandungan logam Pb (II) dalam industri pelapisan logam.
14
Universitas Sumatera Utara
Adsorben yang digunakan dalam penelitian ini akan dianalisa gugus - gugus
fungsinya dengan menggunakan spektrofotometri FTIR, yang direncanakan
sebanyak tiga kali, yaitu sebelum dan sesudah aktivasi dan sesudah adsorpsi.
Sehingga dengan analisa tersebut dapat dilihat gugus - gugus fungsi pada adsorben
untuk kemudian dikaji sejauh mana kemampuan adsorpsi adsorben terhadap logam
Pb (II) dalam limbah cair industri pelapisan logam.
15
Universitas Sumatera Utara