Dominasi Dan Dinamika Etnis Melayu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kwala Gunung Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara

BAB II
PROFIL, KOMPOSISI DAN EKSISTENSI ANTAR SUKU

II.1. Profil Kesukuan di Desa Kwala Gunung
Dalam setiap pemilihan umum di Indonesia isu kesukuan tiba-tiba
menguat dan sangat kental dalam diri sebagian calon pemilih. Rasa yang muncul
dari pandangan pertama atau dari kesamaan tempat asal dan dimana dibesarkan.
Baik disadari penuh atau hanya setengah-setengah. Kesukuan adalah salah satu
bagian kecil dari primordialisme disamping isu kepercayaan, adat istiadat, tradisi
dan sebagainya. Saat mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan dan
bentuk interaksi suku yang terasa dominan atau memang sedarah.27
Isu kesukuan dalam pemilu atau pemilihan kepala desa bukan hal baru
lagi. Walaupun terkesan strategi politik klasik, nyatanya mengangkat isu
kesukuan masih menjadi topik yang laku dijual dalam perhelatan pemilihan
kepala desa di beberapa daerah. Isu kesukuan, putra daerah, isu agama, bergaris
keturunan raja, ahli waris, selalu menjadi tema kampanye untuk meraup suara dari
calon pemilih. Isu primordial memang tidak melanggar hukum selagi tidak
mengandung fitnah terhadap lawan politik dan mengadudombakan rakyat dan
secara positif primordialisme itu sendiri merupakan suatu kekayaan budaya
bangsa yang harus dijaga eksistensinya dalam ruang lingkup Bhinneka Tunggal
                                                            

27

Hefner, RW . Politik Multikulturalisme: Menggugar Realitas Kebangsaan. 2011. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius. Hal.13.

32
 

Universitas Sumatera Utara

Ika, dengan syarat tidak menggunakan isu tersebut sebagai alat untuk kepentingan
segelintir orang yang punya ambisi kekuasaan.28
Hal ini rupanya berbanding terbalik pada kenyataan praksis. Kebanyakan
aktor politik justru menggunakan isu ini sebagai senjata ampuh untuk
memenangkan pemilihan kepala desa. Isu kesukuan tentunya menjadi sangat
subur ketika dilemparkan dalam pemilih tradisional yang masih memilih
berdasarkan emosional dan loyalitas. Realitas ini merupakan bentuk kejanggalan
dalam demokrasi (dari, oleh dan untuk rakyat). Jika demokrasi itu oleh rakyat
maka seharusnya penentuan tipikal pemimpin, berdasarkan pertimbangan pribadi
rakyat bukannya dimainkan oleh segelintir elit. Rakyat bawah selalu dijadikan

obyek isu para elit pragmatis. Rakyat berada pada posisi pasif yang siap menerima
segala gempuran isu, sementara elit politik berpangku tangan melihat reaksinya.
Isu kesukuan memang bukan hal baru dari proses demokrasi di tingkat
lokal ketika mengalihkan perhatian

masyarakat pemilih dari penilaian

sesungguhnya atas seorang calon, baik kecerdasan, kebijakan, jiwa kepemimpinan
serta ide-ide brilian yang seharusnya lebih ditonjolkan untuk kemajuan daerahnya.
Dari sudut integritas bangsa, kampanye dengan mengangkat isu primordial
berpotensi bahaya laten terhadap kesatuan dan persatuan bangsa. Dengan
menonjolkan aspek agama dan suku tertentu berarti menganaktirikan agama dan
suku lainnya.29

                                                            
28
29

Faturochman, Konflik: Ketidak-adilan dan Identitas. 2003, Yogyakarta : PPSK UGM, Hal.1
Ibid,, Faturochman.,Hal.20


33
 

Universitas Sumatera Utara

Kesukuan merupakan bagian dari fakta sejarah atas berdirinya negara ini.
Indonesia lahir dari rahim kebhinnekaan, di mana kesukuan merupakan salah satu
bagian terpenting dari komponen kemajemukan sebuah bangunan bangsa. Sejalan
dengan proses demokratisasi di Indonesia sering timbul gejala-gejala negatif
seperti ekses-ekses yang mementingkan kelompok dan suku sendiri (sukuisme),
adanya kecenderungan untuk menggunakan nilai-nilai kelompok. Kesukuan
berkaitan dengan lahirnya demokrasi di dunia.
Maraknya proses demokrasi yang sejalan dengan politik desentralisasi
dimana pemerintah pusat memberikan hak kepada pemerintah daerah untuk
memperoleh kebebasan dan pengakuan politik dalam pemilihan kepala daerah
sendiri. Kesukuan yang menjadi ikatan yang sangat emosional dan mendalam
telah melahirkan perjuangan kelompok-kelompok etnis tertentu dari dominasi
etnis mayoritas. Kesukuan berkaitan pula dengan kebudayaan masing-masing
yang memiliki ciri khas dari kelompok etnis tersebut, dalam kelompok tersebut

terjadi keterikatan antara orang-orang dalam kelompok tersebut atau dikenal
sebagai primordialisme. Sehingga tidak jarang keterikatan etnis ini dimanipulasi
dan dijadikan alat atau kendaraan oleh kelompok elit dalam memperebutkan
sumber kekuasaan, terutama di desa yang penduduknya heterogen.30
Pemilihan kepala desa merupakan salah satu bentuk pelaksanaan
demokrasi yang bertujuan untuk menciptakan sebuah tatanan pemerintahan desa
yang bersih, akuntabel dan demokratis di ruang lingkup desa. Pemilihan kepala
                                                            
30

Barker, C, Cultural Studies. Teori dan Praktek, 2006, Yogyakarta: Kreasi Wacana, Hal.23.

34
 

Universitas Sumatera Utara

desa yang karena konsekuensi dari otonomi daerah yang mana sejak jaman orde
lama pemilihan ini sudah bersifat langsung, yaitu pemilihan kepala desa dengan
melibatkan seluruh rakyat di desa yang memiliki hak pilih, karenanya Pemilihan

Kepala Desa kini menjadi arena pertarungan elit di desa yang ingin berkuasa.
Dalam masyarakat yang multietnik di desa, dinamika politik senantiasa
memiliki situasi yang lebih tinggi dibandingkan pada desa yang relatif homogen.
Hal tersebut dapat kita lihat pada kontestasi politik di tingkat lokal pada beberapa
pemilihan kepala desa di seluruh Indonesia. Aspek etnis tidak boleh dilupakan
perannya dalam pemilihan kepala desa di Indonesia. Mobilisasi pemilih dapat
dilakukan dengan mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan etnisitas, baik etnis,
agama dan sebutan penduduk asli atau pendatang.31
Latar belakang etnis kandidat sedikit banyak mempengaruhi pilihan
pemilih. Ini terutama terjadi di wilayah-wilayah yang mempunyai perimbangan
etnis dimana ada dua atau lebih suku dominan di wilayah tersebut. Meski
gambaran posisi etnis agak berbeda antara suatu daerah dengan daerah lainnya.
Beragamnya

etnis

yang

mendiami


Desa

Kwala

Gunung

telah

menyebabkan suburnya politik identitas etnis. Mobilisasi dukungan digunakan
dengan memanfaatkan komunikasi politik dengan pesan utama, putra daerah dan
etnisitas lainnya. Ditambah lagi dengan disparitas agama yang dianut. Wacana
tersebut juga menguat dalam penentuan kepala desa. Mereka berlomba-lomba
melobi dukungan, kesukuan menjadi hal yang sangat menentukan namun nilai                                                            
31

Hardiman, F. Budi. Demokrasi Deliberatif, 2009, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, Hal.70.

35
 


Universitas Sumatera Utara

nilai kesukuan yang transenden begitu merasuk dalam politik lokal manakala
berbagai aturan formal tetap bersifat sekuler.
Desa Kwala Gunung merupakan salah satu desa di Kecamatan Lima
Puluh, Kabupaten Batu Bara. Desa Kwala Gunung terdiri dari 5 Dusun. Jumlah
penduduk di Desa Kwala Gunung berjumlah 2.179 jiwa dengan jumlah
perempuan 1.018 jiwa dan laki-laki berjumlah 1.158 jiwa dengan 470 KK.
Keragaman budaya atau "cultural diversity" adalah keniscayaan yang ada di Desa
Kwala Gunung. Keragaman budaya Desa Kwala Gunung adalah sesuatu yang
tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat
majemuk, selain kebudayaan kelompok suku, masyarakat Desa Kwala Gunung
juga terdiri dari berbagai etnis bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan
dari berbagai kebudayaan kelompok etnis yang ada didaerah tersebut. Dengan
jumlah penduduk 2.179 orang dimana mereka tinggal tersebar di 5 dusun. 32
Salah satu yang perlu dilihat dalam hal ini adalah aspek demografi di Desa
Kwala Gunung. Persentase kesukuan di Desa Kwala Gunung yaitu dari 2.179
penduduk di Desa Kwala Gunung 67% penduduknya bersuku Jawa, 26% suku
Melayu, 5% suku Batak dan 2% suku yang lainnya. Sejarah Desa Kwala Gunung
menunjukkan bahwa, dalam setiap pelaksanaan pemilihan kepala desa baik pasca

reformasi selalu dimenangkan oleh calon bersuku Melayu meskipun di Desa
Kwala Gunung penduduk dominannya adalah suku Jawa.
Kesukuan menjadi aspek yang penting dalam hubungan politik di Desa
                                                            
32

Data dari Kantor Kepala Desa Kwala Gunung

36
 

Universitas Sumatera Utara

Kwala Gunung. Pada dasarnya term ini muncul karena menyangkut gagasan
tentang pembedaan, dikotomi antara kami dan mereka dan pembedaan atas klaim
terhadap dasar, asal-usul dan karakteristik budaya. Kesukuan di Kwala Gunung
adalah hasil dari proses hubungan, bukan karena proses isolasi. Jika tidak ada
pembedaan antara orang dalam dan orang luar, maka tidak ada yang namanya
Kesukuan. Kesukuan adalah kelompok tersebut telah menjalin hubungan, kontak
dengan kelompok etnis yang lain dan masing-masing menerima gagasan dan ideide perbedaan di antara mereka, baik secara kultural maupun politik.

Kesukuan di Desa Kwala Gunung pada sendirinya merupakan konsep baru
dalam kajian ilmu politik. Konsepsi tentang politik kesukuan mulai mengemuka
karena elit dominan kalah melawan minoritas. Kemunculan politik kesukuan
diawali oleh tumbuhnya kesadaran yang mengidentikkan mereka ke dalam suatu
golongan atau kelompok etnis tertentu. Kesadaran ini kemudian memunculkan
solidaritas kekelompokan dan kebangsaan. Politik kesukuan mengacu kepada
politik “kelompok kesukuan” dan minoritas kecil sementara penafsiran kelompok
etnis bisa mencakup bangsa etnis (ethnic nation) di Desa Kwala Gunung. Pada
konteks ini, biasanya kelompok kesukuan di Desa Kwala Gunung tidak memiliki
wilayah tertentu dalam menentukan pilihan. Tujuan mereka pun berbeda dengan
konsep kesukuan pada umumnya.
Identifikasi identitas kesukuan seperti yang lazim dilakukan pada
masyarakat yang multietnik senantiasa diarahkan pada situasi dan konteks dimana
seseorang berada. Dalam konteks politik pada daerah multietnik terutama pada

37
 

Universitas Sumatera Utara


saat pemilihan kepala desa, identifikasi identitas kesukuan menjadi kemestian
dalam perilaku dan komunikasi politik baik dalam aktifitas dan peran politik
maupun dalam kehidupan sosial secara umum, terutama dalam rangka menarik
simpati calon pemilih, meningkatkan popularitas dan tujuan politik lainnya.33
Proses sosial menandai sekelompok masyarakat di Desa Kwala Gunung
bisa dipakai untuk “menunjuk” (labeling), dan berlangsung dalam sebuah generasi
yang dipengaruhi oleh kekuasaan. Proses pendeskripsian ini dalam perpektif
sejarah berfungsi seolah-olah seperti deskripsi terhadap sekelompok orang dan
bagi kelompok itu deskripsi sebagai aturan bertindak di Desa Kwala Gunung.
Dalam hal ini di Desa Kwala Gunung suku Jawa lalu dianggap punya perangai
halus, pintar membawa dan mengendalikan diri, sementara suku Melayu dianggap
lebih hidup bersahaja dari pada bersusahpayah meningkatkan kesejahteraan.
Selain itu, orang Melayu memiliki harga diri yang tinggi, dan gemar memberikan
makna tersirat dari setiap ucapannya dan suku Batak yang terlihat sangat tegas
dan agak kasar.
Dalam sejarah etnisitas di Desa Kwala Gunung terdapat hubungan antara
kekuasaan yang dominan. Selama hubungan kekuasaan masih berupa persaingan,
kesukuan terbatas pada rules of conduct sehingga disebut cultural identity. Begitu
hubungan mulai jadi perebutan hegemoni, etnisitas menjadi political ethnicity
yang bisa memicu konflik, selain itu hegemoni kekuasaan berhasil menjadikan

kekuasaan di Desa Kwala Gunung berdaulat yang mampu bertahan. Kondisi
                                                            
33

Hardiman, F. Budi.., Op.,Cit.,Hal.89.

38
 

Universitas Sumatera Utara

etnisitas di Desa Kwala Gunung lebih kepada bentuk mekanisme saja karena
pilihan yang rasional dalam pemilihan.
Secara substansi pemahaman etnisitas di Desa Kwala Gunung melihat
kesukuan sebagai sesuatu yang “primordial” dan menempatkannya sebagai
sebuah kesukuan yang cenderung tetap, perspektif constructivist melihat kesukuan
sebagai sesuatu yang bisa berubah dan tidak menetap. Bagi penganut perspektif
ini, kesukuan etnik bersifat situasional dan bisa setiap saat bergeser atau berubah
jika situasi atau konteks perubahan sosial. Etnisitas dalam kajian politik di
Indonesia terutama di Desa Kwala Gunung merupakan aspek yang dianggap
penting dan mendapatkan tempat yang cukup besar meskipun mengalami pasang
surut seirama dengan naik turunnya perhatian ilmuan politik terhadap isu
kesukuan itu sendiri, sedangkan munculnya politik kesukuan di Desa Kwala
Gunung diawali tumbuhnya kesadaran orang yang mengidentikkan diri mereka ke
dalam salah satu kelompok kesukuan tertentu, yang kesadaran itu memunculkan
solidaritas kelompok. Dari teori post-strukturalis34 kemudian post-modernitas35
yang mengkritik modernitas khususnya terhadap wacana kesukuan dalam konteks
politik (ethnic politic).
Suku-suku yang ada di Desa Kwala Gunung berada dalam kawasan yang
sama dan berkembang amat pesat dari daerah pertanian terutama tanaman padi
yang merupakan persawahan. Dari dulu kawasan Desa Kwala Gunung merupakan
                                                            
34

Post-strukturalis adalah faktor sosial budaya berpengaruh dalam mendefenisikan tubuh dengan
kakakter ilmiah, universal dan tergantung tempat yang berkaitan dengan budaya.
35
Post-Modernitas merujuk pada suatu epos, jangka waktu, zaman, masa sosial dan politik yang
biasanya terlihat mengiringi era modern dalam suatu pemahaman sejarah.

39
 

Universitas Sumatera Utara

kawasan pertanian dengan hasil andalan seperti padi (pemasok stok beras
nasional) dan biji-bijian (seperti jagung), kelapa yang dipergunakan sebagai bahan
multiguna untuk kebutuhan keseharian (diperas untuk santan, dibuat minyak
kelapa,cuka atau gula), coklat (daerah pengekspor coklat terbesar di Indonesia),
serta hasil lainnya. Kini desa ini berkembang menjadi kawasan multi usaha karena
pola pertanian/perkebunan dan perikanan yang menjadi fondasi utama pendapatan
masyarakat Desa Kwala Gunung.

II.2. Komposisi Antar Suku
Kesukuan merupakan identitas sosial yang berbeda dengan identitas diri
dan kelompok sosial. Kesukuan lebih memeberikan pemahaman tentang
pemahaman diri sebagai kepribadian. Identitas ini dimiliki oleh setiap individu
dan tidak dimiliki secara komunal.
Berbeda halnya dengan kesukuan, kepribadian dan identitas dimaknai
secara individu oleh kelompok sosial. Kadangkala kelompok sosial juga masih
membawa identitas dirinya dalam kelompok, sedangkan kelompok sosial adalah
gabungan dari dua orang atau lebih. Biasanya mereka memiliki pemahaman
tentang pandangan hidup, atribut dan definisi yang sama untuk mendefinisikan
siapa mereka selain itu kelompok sosial biasanya membentuk karakter yang
berbeda dengan kelompok yang lain. Hal ini dilakukan dikarenakan ada keinginan
kelompok untuk berbeda dengan kelompok yang lain.36
                                                            
36

Hardiman, F. Budi..,Op.,Cit .,Hal.100.

40
 

Universitas Sumatera Utara

Kesukuan adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari
pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial
bersamaan dengan signifikansi nilai dan emosional dari keanggotaan tersebut.
Identitas sosial yang dimiliki oleh seorang anggota kelompok atas kelompoknya
yang dianggap sesuai dengan identitas yang ada pada dirinya. Keberadaannya
pada kelompok akan membentuk ikatan emosi antara dirinya dan kelompoknya.37
Pemerintahan desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat
memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat desa/kelurahan dan
keberhasilan pembangunan nasional, karena perannya yang besar, maka perlu
adanya peraturan-peraturan atau Undang-Undang yang berkaitan dengan
pemerintahan desa yang mengatur tentang pemerintahan desa, sehingga roda
pemerintahan berjalan dengan optimal. Hal inilah yang menjadi salah satu latar
belakang munculnya kebijakan anggaran yang baru dari pemerintah Indonesia.
Dari 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) desa atau nagori yang berada di
Indonesia, diantaranya terletak di Kabupaten Batu Bara. Kabupaten Batu Bara
adalah sebuah kabupaten yang berada di Sumatera Utara dan Kota Lima Puluh
adalah ibu kota kabupaten ini. Kabupaten ini memiliki 7 (Tujuh) kecamatan dan
keseluruhan kecamatan terdiri dari 103 (seratus tiga) desa. Desa Kwala Gunung
adalah salah satu desa yang terdapat di Kabupaten Batu Bara, dimana Desa Kwala
Gunung adalah sebagai objek penelitian. Desa Kwala Gunung, berjarak 10
(sepuluh) kilometer dari jalan besar Siantar –Kisaran.
                                                            
37

Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin dan Leo Suryadinata, , Indonesia’s Population. Series No. 7,
Singapore, Institute of Southeast Asian Studies, 2004 Hal.78.

41
 

Universitas Sumatera Utara

Desa Kwala Gunung memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.179 jiwa yang
mana komposisinya :38
Komposisi kesukuan di Desa Kwala Gunung
Etnis

Jumlah

Persen (%)

Jawa

1.459 Jiwa

67%

Melayu

567 Jiwa

26%

Batak Toba dan Mandailing 65 Jiwa

3%

Batak Karo

22 Jiwa

1%

Batak Simalungun

22 Jiwa

1%

Lainnya

44 Jiwa

2%

Jumlah

2.179 Jiwa

100%

Sumber : Kantor Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh.
Desa Kwala Gunung merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Lima
Puluh Kabupaten Batu Bara. Desa Desa Kwala Gunung adalah salah satu jenis
desa yang dapat dikategorikan sebagai desa swakarsa, yakni desa yang sedang
berkembang. Dimana kita ketahui desa ini masih alami yang belum banyak
mendapatkan

fasilitas-fasilitas

memadai.Secara

struktur

dan

infrastuktur

pembanguann di Desa Kwala Gunung belum merata, sehingga membuat
kehidupan dari masyarakat masih berada tahap pembangunan.
Suku bangsa di Desa Kwala Gunung biasanya membentuk suatu
komunitas yang berdasarkan kesukuan dominan yang terdiri dari:
                                                            
38

Kantor Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh.

42
 

Universitas Sumatera Utara

1. Dusun 1 mayoritas suku Jawa.
2. Dusun 2 mayoritas suku Melayu.
3. Dusun 3 mayoritas suku Jawa.
4. Dusun 4 mayoritas suku Jawa.
5. Dusun 5 mayoritas suku Jawa.39
Desa Kwala Gunung terdiri dari kondisi alam yang masih alami, secara
topografis merupakan daerah yang berhawa panas apalagi menjelang sore hari
sangat terasa suasananya. Mayoritas etnik yang mendiami pemukiman penduduk
adalah etnik Jawa, selebihnya adalah etnis Melayu, Batak dan Lainnya. Dengan
kondisi seperti ini, suasana keragaman budaya dalam aktivitas yang dilakukan
warga semakin jelas tampak. Artinya kondisi penduduk yang homogen, tercermin
di sana yang melahirkan kemajemukan kondisi sosiokultural penduduk.
Masyarakat Desa Kwala Gunung membangun hubungan kerjasama
masyarakat dalam bergotong royong dan saling toleransi, sikap seperti itu
memberikan kelayakan yang cukup dalam menciptakan suasana harmonis dalam
bermasyarakat. Timbulnya suatu masalah atau konflik kepentingan, dapat
diselesaikan secara damai dan terbuka melalui suatu musyawarah pencapaian
perdamaian dalam masyarakat. Dilihat dari konflik yang sering terjadi pada
masyarakat adalah selalu tentang batas tanah penduduk, dengan demikian suasana
penduduk yang harmonis dan rukun, masih tercipta dengan kondisi masyarakat

                                                            
39

Kantor Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh.

43
 

Universitas Sumatera Utara

yang heterogen. Tetapi bukan berarti tidak ada konflik yang terjadi pada warga,
tetap ada sekalipun konflik tersebut hanyalah masalah intern desa.
Desa Kwala Gunung terdiri dari 5 dusun dengan bermayoritas suku Jawa.
Bahasa yang sering digunakan setiap hari adalah Bahasa Indonesia. Hal ini
dikarenakan banyaknya masyarakat Jawa yang menikah dengan suku lain
terutama etnis Jawa dan Melayu. Itu sebabnya mereka memakai bahasa Indonesia
sebagai bahasa sehari-hari karena akulturasi budaya yang telah bercampur.
Masyarakat Desa Kwala Gunung, juga memiliki sawah dan ladang yang
luas. Sawah dan ladang mereka miliki, dikerjakan sendiri dan tidak ada istilah
juragan. Setelah panen yang mereka tanam mereka langsung menjualnya. Bahkan
mereka tidak lupa membuat syukuran dengan masing-masing suku.

II.3. Eksistensi Antar Suku
Aktivitas para politisi yang meningkat dalam hal pembentukan opini
publik membuat isu kesukuan menjadi public relation dalam aktivitas politik di
Desa Kwala Gunung dimana ini menjadi alat dalam pembentukan opini publik.
Keterikatan antara isu kesukuan dan proses kampanye calon kepala desa di Desa
Kwala Gunung berangkat dari pemahaman tentang sekelompok orang yang
menaruh perhatian pada sesuatu hal yang sama, mempunyai minat dan
kepentingan yang sama.40
                                                            
40

Maunati Yekti. Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik Kebudayaan.2004. Yogyakarta:LKIS.
Hal.65.

44
 

Universitas Sumatera Utara

Opini Kesukuan merupakan pendapat kelompok masyarakat atau sintesa
dari pedapat dan diperoleh dari suatu diskusi sosial dari pihak-pihak yang
memiliki kaitan kepentingan. Dalam menentukan opini publik, yang dihitung
bukanlah jumlah mayoritasnya (numerical majority) namun mayoritas yang
efektif (effective majority). Memahami opini seseorang, apalagi opini publik,
bukanlah sesuatu yang sederhana. Haruslah dipahami opini yang sedang beredar
di segmen publiknya. Opini sendiri memiliki kaitan yang erat dengan pendirian
(attitude). lebih lanjut, opini mempunyai unsur sebagai molekul opini, yaitu belief
(kepercayaan tentang sesuatu), attitude (apa yang sebenarnya dirasakan
seseorang), dan perception (persepsi).41
Wilayah suku bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka
ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah.
Masyarakatnya terdiri atas banyak suku, dari Sabang sampai Merauke. Setiap
kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya masingmasing yang bersumber dari pemikiran-pemikiran atau dari suatu kebiasaan yang
terkait dengan lingkungan dimana kelompok masyarakat itu berada.
Kehidupan kelompok masyarakat di Desa Kwala Gunung tidak terlepas
dari kebudayaannya, sebab kebudayaan ada karena adanya masyarakat
pendukungnya. Salah satu maksud dari kebudayaan adalah adat istiadat yang
berhubungan erat dengan aspek kehidupan masyarakat, seperti halnya dengan
seni. Kehadiran kesenian bukan hanya sebagai hiburan semata namun juga
                                                            
41

Maunati Yekti., Op.,Cit.,Hal.34.

45
 

Universitas Sumatera Utara

merupakan ungkapan suatu kehidupan yang sangat sarat dengan makna dan
simbol-simbol dari setiap suku di Desa Kwala Gunung, dengan demikian kesenian
sebagai bagian dari kebudayaan harus mengandung keseluruhan pengertian nilai,
norma, ilmu pengetahuan serta seluruh struktur-struktur sosial, religius
ditambahkan segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas dari
suatu masyarakat. Sehingga masyarakat dari suku manapun dapat menghasilkan
kebudayaan sebagai saran hasil karyadan cipta yang harus memiliki kesanggupan
untuk mengungkapkan atau mengabdikan pola kehidupan masyarakat yang
mencerminkan identitas tata nilai budaya pada jamannya untuk dilestarikan dan
diwariskan dari generasi ke generasi.
Hubungan antara kesukuan dan kemenangan kepala desa di Desa Kwala
Gunung dalam hal ini dipengaruhi pengikat identitas sosial. Identitas sosial
berdasarkan pada pemahaman tindakan manusia dalam konteks sosialnya. Hal ini
penting dilakukan untuk mengetahui posisi siapa kita dan siapa mereka, siapa diri
(self) dan siapa yang lain. Dalam perkembanganya, identitas sosial banyak
memberikan

pemahaman

tentang

pembentukan

diri

sosial

yangpositif.

Pembentukan diri sosial ini memiliki peranan yang sangat penting. Konsep diri
individu memperoleh eksistensinya jika dia sudah melebur dalam identitas
kelompok. Bahkan secara dominan konsep diri dibentuk berdasarkan pada
identitas kelompok. identitas ditentukan oleh pengetahuan individu tentang
kategori sosial dan kelompok sosial.42
                                                            
42

Hardiman, F. Budi. Demokrasi Deliberatif, 2009, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, Hal.70.

46
 

Universitas Sumatera Utara

Masyarakat Jawa sangat kental dengan masalah tradisi dan budaya. Tradisi
dan budaya Jawa hingga akhir-akhir ini masih mendominasi tradisi dan budaya
nasional di Indonesia. Nama-nama Jawa juga sangat akrab di telinga warga Desa
Kwala Gunung, begitu pula jargon atau istilah-istilah Jawa. Hal ini membuktikan
bahwa tradisi dan budaya Jawa cukup memberi warna dalam berbagai
permasalahan di Desa Kwala Gunung, termasuk juga di berbagai desa di
Indonesia. Di sisi lain, ternyata tradisi dan budaya Jawa tidak hanya memberikan
warna dalam politik lokal, tetapi juga berpengaruh dalam keyakinan dan praktekpraktek keagamaan. Masyarakat Jawa yang memiliki tradisi dan budaya yang
banyak dipengaruhi ajaran dan kepercayaan Hindhu dan Buddha terus bertahan
hingga sekarang, meskipun mereka sudah memiliki keyakinan atau agama yang
berbeda, seperti Islam, Kristen, atau yang lainnya.
Masyarakat Jawa di Desa Kwala Gunung mayoritas dan hampir semua
beragama Islam, sehingga sampai sekarang belum bisa meninggalkan tradisi dan
budaya Jawanya. Masyarakat Jawa di Desa Kwala Gunung yang menganut Islam
melakukan berbagai aktivitas sehari-hari juga dipengaruhi oleh keyakinan,
konsep-konsep, pandangan-pandangan, nilai-nilai budaya, dan norma-norma yang
kebanyakan berada di alam pikirannya. Menyadari kenyataan seperti itu, maka
orang Jawa tidak suka memperdebatkan pendiriannya atau keyakinannya tentang
Tuhan. Mereka tidak pernah menganggap bahwa kepercayaan dan keyakinan
sendiri adalah yang paling benar dan yang lain salah. Sikap batin yang seperti

47
 

Universitas Sumatera Utara

inilah yang merupakan lahan subur untuk tumbuhnya toleransi yang amat besar
baik di bidang kehidupan beragama maupun di bidang-bidang yang lain.
Tradisi dan budaya itulah yang barangkali bisa dikatakan sebagai sarana
pengikat orang Jawa di Desa Kwala Gunung yang memiliki status sosial yang
berbeda dan begitu juga memiliki agama dan keyakinan yang berbeda.
Kebersamaan di antara mereka tampak ketika pada momen-momen tertentu
mereka mengadakan upacara-upacara (perayaan) baik yang bersifat ritual maupun
seremonial yang sarat dengan nuansa keagamaan termasuk pemilihan Kepala
Desa di Desa Kwala Gunung tahun 2015 yang lalu.
Agama, tradisi dan adat istiadat merupakan hal penting dalam kehidupan
orang Melayu. Sangat pentingnya adat, sehingga memunculkan istilah “biar mati
anak, asal jangan mati adat”, yang berarti anak atau manusia manapun pastinya
akan mati, tetapi kematian itu jangan menjadikan adat tidak berlaku. Hal tersebut
dikarenakan bagi orang Melayu kematian adat dapat merusak tatanan kehidupan.
Oleh sebab itu, adat diharapkan tidak bergantung pada hidup mati seseorang,
tetapi tetap dipelihara oleh masyarakat yang memerlukannya.
Hal ini terjadi dalam eksitensi suku Melayu di di Desa Kwala Gunung
menunjukkan bahwa bagi orang Melayu adat istiadat serta budaya merupakan
sesuatu yang harus dipelihara secara terus menerus untuk memastikan tatanan
kehidupan yang telah dibentuk sejak lama itu tidak punah. Sehingga dengan
begitu keberadaan atau eksistensi mereka pun bisa diakui.

48
 

Universitas Sumatera Utara

Masyarakat Melayu dalam proses panjang perubahan sosial, politik, dan
ekonomi yang mereka alami. Akan tetapi, diluar itu masih ada aktor-aktor lain
yang terlibat dalam konversi masyarakat suku Melayu mengarahkan mereka untuk
melakukan perubahan. Aktor-aktor tersebut mewakili berbagai pihak terutama
dalam politik dari tingkat desa. Eksistensi suku Melayu dalam perpolitikan di di
Desa Kwala Gunung berjalan secara lambat namun pasti. Dominasi etnis Melayu
atas etnis Jawa terjadi karena akulturasi budaya dan mendapat pengaruh dari luar.
Perubahan yang dimaksud dalam hal ini bukan hanya perubahan yang
terjadi pada masyarakat suku Melayu dalam berbagai aspek kehidupannya seperti
agama, adat istiadat, dan aspek kultural lainnya, tetapi juga perubahan pola
ekonomi dan pola relasi antar aktor yang terlibat dalam proses panjang konversi
yang sudah berjalan sejak lama dan bertahap tersebut. Dengan demikian, apa yang
dialami oleh masyarakat Melayu ini merupakan bentuk dari perubahan sosial yang
berjalan secara lambat atau perlahan (evolusi)43.
Eksistensi suku Melayu sebenarnya sudah berjalan sejak lama dan secara
perlahan melalui proses konversi terhadap masyarakat Jawa di Desa Kwala
Gunung di berbagai sisi kehidupan mereka, mulai dari pendaratan, Islamisasi, dan
pendidikan tanpa menimbulkan konflik atau perlawanan yang masif.
Konversi itu adalah bagian dari proses perubahan sosial yang sudah pasti
terjadi pada masyarakat suku Melayu yang hidup di tengah-tengah lingkungan dan
masyarakat yang mengalami perubahan sangat cepat di Desa Kwala Gunung.
                                                            
43

Ibid., Hardiman, Hal.93.

49
 

Universitas Sumatera Utara

Apalagi Islam itu sendiri bukanlah hal baru bagi meraka, bahkan sudah menjadi
bagian dari budaya dan tradisi masyarakat Melayu, sehingga ketika pola-pola
relasi lainnya sudah berubah maka konversi agama hanya akan mengikuti saja
proses perubahan tersebut.
Sementara eksistensi suku batak tidak teralalu dominan di Desa Kwala
Gunung, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara tersebut. Ada beberapa
faktor selain tipe kepemimpinan, di Desa Kwala Gunung faktor agama juga sangat
menentukan relasi kekuasaan yang terbangun dalam dinamika politik desa di Desa
Kwala Gunung. Mayoritas suku batak yang tinggal di Desa Kwala Gunung
beragama Kristen yang sangat sulit menembus posisi utama perpolitikan di Desa
Kwala Gunung khususnya untuk menduduki posisi kepala desa.

50
 

Universitas Sumatera Utara