Prevalensi Nyeri Kepala Setelah Punksi Dura Pasca Anestesi Spinal Pada Operasi Elektif Di Rsup Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Anestesi spinal berkembang pada akhir 1800an. Pada tahun 1891, Wynter dan
Quincke mengaspirasikan cerebrospinal fluid (CSF) dari rongga subaraknoid untuk
terapi

peningkatan

hipertensi

intrakranial

berhubungan

dengan

meningitis

tuberkulosa. Diameter kateter dan trochar yang dipakai berkisar 1mm dan

kemungkinan menyebabkan nyeri kepala setelah punksi dura /post-dural puncture
headache (PDPH). Akan tetapi, semua subjek Quincke dan Wynters meninggal
setelahnya (Turnbull dan Shepherd, 2003).
Tahun 1895, John Corning, neurologis dari New York, mengenalkan anestesi
lokal dari medula spinalis dengan kokain yang mempunyai efek terapi. Corning
menginjeksi 110mg kokain ke rongga Torakal 11/12 pada seorang pria untuk
mengatasi kebiasaan masturbasinya (Turnbull dan Shepherd, 2003).
Operasi anestesi spinal pertama pada manusia dilakukan oleh Bier dari Kiel,
Jerman, pada tahun 1898, dengan menggunakan 0.5% kokain. Teknik ini langsung
ditinggalkan beberapa saat karena toksisitas dan efek samping yang merugikan dari
kokain.Tropakokain kemudian diperkenalkan tahun 1895, dan stovain dan prokain
pada tahun 1904.Obat-obat jenis ini mempunyai efek toksik yang lebih sedikit tetapi
juga kurang poten dari kokain. Pada tahun 1923, anestesi spinal menjadi kurang
diminati karena tercatat memiliki efek samping seperti nyeri kepala, abducens nerve
palsy, retensi urin dan inkontinensia anal, tetapi tidak ditemukan gejala neurologik
yang permanen(Maltby, Hutter dan Clayton, 2000).
Setelah itu anestesi spinal mempunyai hasil rekam medik yang baik. Dan
sering digunakan untuk operasi abdomen bagian atas, dan torakoplasti, tiroidektomi
dankraniotomi, tanpa akibat yang buruk.Pada tahun 1937, Macdonald Critchley
melakukan diskusi tentang post-spinal neurological syndrome meliputi lesi dari

cauda equina dan conus medullaris dengan inkontinensia dan retensi urin, dan

Universitas Sumatera Utara

radikulomielitis dengan flaccid paraplegia atau kelemahan kedua ekstremitas
bawah(Maltby, Hutter dan Clayton, 2000).
Anestesi spinal mempunyai efek samping seperti: nyeri kepala, nyeri
punggung, dan kerusakan saraf yang bisa menyebabkan nyeri dan malafungsi. Ada
juga beberapa efek samping yang masih kontroversial diantaranya sindroma cauda
equina dan iritasi radikular transien atau gejala neurologik transien. Sindroma cauda
equina merupakan malafungsi atau kelumpuhan saraf yang permanen yang
disebabkan dari kerusakan saraf-saraf spinal yang berhubungan erat dengan anestesi
spinal secara kontinu. Tingginya konsentrasi dari obat anestesi lokal juga bisa
menyebabkan toksisitas kimiawi pada saraf. Iritasi radikular transien atau gejala
neurologik transien menimbulkan nyeri yang menusuk dan menekan pada kedua kaki
mulai dari paha belakang dan bertahan selama 24-48 jam. Keadaan ini bisa dipicu
dengan anestesi 5% hiperbarik lidokain (Burgi, 2013).
Komplikasi dari anestesi spinal sendiri adalah hipotensi, di mana dapat
menurunkan 20-30% tekanan darah sistolik dari normal. Pada pasien obstetrik,
hipotensi bisa menyebabkan penurunan perfusi uteroplasental, hipoksia pada fetus,

dan asidosis (Tsen, 2008).
Insidensi dari nyeri kepala setelah punksi dura /post-dural puncture
headacheadalah 66% pada tahun 1898 di Amerika Serikat.Tingginya insidensi ini
dianggap disebabkan oleh penggunaan jarum dengan ukuran yang besar, kemiringan
yang sedang, dan cutting spinal needles (jarum 5, 6, dan 7). Pada tahun 1956,
diperkenalkan jarum berukuran 22G dan 24G, insidensinya diperkirakan menjadi
11% (Turnbull dan Shepherd, 2003).

Universitas Sumatera Utara

1, 26G Atraucanâ Double Bevel Design; 2, 26G Sprotteâ Style
Pencil Point; 3, 22G Whitacre Style Pencil Point; 4, 16G Tuohy Needle;
5, 17G Barkers Spinal Needle; 6, Large Gauge Spinal Needle; 7, 18G
Crawford Needle.

Gambar 1.1. Jenis-jenis Jarum Anestesi Spinal
Sekarang dipakainya fine gauge pencil-point needles seperti Whitacre dan
Sprotte yang menghasilkan penurunan yang drastis pada insidensi nyeri kepala
setelah punksi dura /post-dural puncture headache(Turnbull dan Shepherd, 2003).
Mengurangi ukuran dari jarum spinal sendiri menghasilkan dampak

penurunan pada insidensi PDPH. Insidensinya adalah ~40% dengan jarum 22G; 25%
dengan jarum 25G; 2-12% dengan jarum Quincke 26G;dan