Efektifitas Pelayanan Pengguna Tunanetra Pada Perpustakaan Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perpustakaan Khusus
Dalam Undang Undang No.43 Bab I Pasal I “Perpustakaan adalah institusi pengelola
koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara professional dengan sisitem
yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan
rekreasi para pemustaka”.
Menurut Hasugian (2009 : 74), timbulnya berbagai bentuk perpustakaan disebabkan
oleh berbagai faktor yakni :
1. Koleksi atau bahan perpustakaan
2. Masyarakat / pengguna yang dilayaninya
3. Instansi dimana perpustakaan itu berada

Maka dengan adanya berbagai faktor tersebut diatas timbul berbagai jenis
perpustakaan,yang salah satu diantaranya ialah perpustakaan khusus. Berikut ini merupakan
beberapa pendapat para ahli mengenai definisi perpustakaan khusus.
Menurut Hasugian (2009 : 81) “Perpustakaan Khusus adalah perpustakaan yang
diselenggarakan oleh lembaga atau instansi negara, pemerintah, pemerintah daerah
ataupun lembaga atau instansi swasta yang layanannya diperuntukkan bagi pengguna
di lingkungan lembaga atau instansi yang bersangkutan”.


Menurut Sutarno NS (2000 : 39) “Perpustakaan Khusus adalah tempat penelitian dan
pengembangan, pusat kajian, serta penunjang pendidikan dan pelatihan sumber daya
manusia / pegawai ”.

Menurut P Sumardji (1999 : 16) “Perpustakaan khusus merupakan perpustakaan
dengan koleksinya yang bersifat khusus, yang digunakan sebagai sarana penunjang
mengembangkan pengetahuan bagi masyarakat khusus (lingkungan khusus) dalam
bidang tertentu”.

Sehingga perpustakaan khusus merupakan salah satu penyebar informasi di
lingkungan instansi atau organisasi yang menaunginya dan memiliki fungsi penting bagi para
penggunanya untuk mendapatkan informasi yang relevan sesuai dengan instansi atau
organisasi yang bersangkutan. Oleh karena itu perpustakaan khusus harus benar - benar
6
Universitas Sumatera Utara

melaksanakan fungsinya tersebut demi tercapainya kesesuaian antara tujuan instansi atau
organisasi dengan fungsi perpustakaan.

2.1.1 Tujuan Perpustakaan Khusus

Tujuan didirikannya perpustakaan khusus tidak hanya memberikan layanan kepada
pemustaka serta meningkatkan kegemaran membaca, namun juga untuk memperluas
wawasan dan pengetahuan pemustaka. Hal tersebut sesuai dengan (Bimbingan Teknis
Perpustakaan Khusus, 2010 : 3) bahwa : Tujuan perpustakaan khusus adalah untuk memenuhi
kebutuhan bahan perpustakaan/informasi di lingkungannya dalam rangka mendukung
pengembangan dan peningkatan lembaga maupun kemampuan sumber daya manusia.
Tujuan perpustakaan secara umum menurut Sutarno NS (2006 : 53) adalah
“Menghimpun, menyediakan, mengolah, memelihara, dan mendayagunakan semua koleksi
bahan pustaka, menyediakan sarana pemanfaatannya, dan melayani masyarakat pengguna,
yang membutuhkan informasi dan bahan bacaan”.
Tujuan perpustakaan khusus menurut Hasugian (2009 : 82) adalah“Perpustakaan yang
hanya menyediakan koleksi khusus yang berkaitan dengan misi dan tujuan dari
organisasi atau lembaga yang memilikinya dan biasanya hanya memberikan
pelayanan yang khusus hanya kepada staf organisasi atau lembaganya saja”.

2.1.2 Visi dan Misi
Visi Perpustakaan Khusus
Visi adalah masa depan yang dicita-citakan, predictable (dapat diprediksi), dan dapat
diperhitungkan untuk diwujudkan berdasarkan dan berpijak pada kondisi, kekuatan,
kenyataan, dan kemampuan, yang dimiliki sekarang. Dengan kata lain, visi adalah suatu

mimpi tentang masa depan yang akan datang tapi menjadi kenyataan. Jadi visi sangat penting
buat suatu perpustakaan begitu pula dengan perpustakaan khusus supaya semua yang telah
ditargetkan dalam mendirikan suatu perpustakaan khusus dapat terwujud sesuai dengan
lembaga induknya. Menurut Sutarno NS (2006 : 51) “Visi perpustakaan khusus adalah sama
dengan visi lembaga induknya yang bersangkutan”.
Misi Perpustakaan Khusus
Misi merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi, sehingga misi merupakan pokok pokok kegiatan yang harus dirumuskan agar lebih realistis untuk mencapainya. Misi untuk
setiap perpustakaan tentu akan berbeda dengan perpustakaan yang lain kerena visinya pun
berbeda.
7
Universitas Sumatera Utara

Namun pada prinsipnya menurut Zulfikar Zen (2006 : 52) secara garis besar misi
perpustakaan dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Memberikan layanan informasi yang sesuai dengan kebutuhan pemakainya.
b. Mendukung dan berpartisipasi dalam program – program perpustakaan bagi
masyarakat pemakainya.
c. Memberikan kemudahan kepada pengembangan informasi peningkatan ilmu
pengetahuan dan ketrampilan.
d. Menciptakan dan memantapkan kebiasaan membaca masyarakat pengguna

perpustakaan tersebut.

2.1.3 Tugas Perpustakaan Khusus
Berdasarkan Buku Pedoman Pengelolaan Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi
(1999 : 34) tugas perpustakaan khusus adalah “Menyusun kebijakan dan melakukan tugas
rutin untuk mengadakan, mengolah, dan merawat pustaka serta mendayagunakannya baik
bagi instansi tersebut maupun diluar instansi tersebut”.
Tugas perpustakaan khusus instansi pemerintah adalah:
1. Menunjang terselenggaranya pelaksanaan tugas lembaga induknya dalam bentuk
penyediaan materi perpustakaan dan akses informasi.
2. Mengumpulkan terbitan dari dan tentang lembaga induknya.
3. Memberikan jasa perpustakaan dan informasi.
4. Mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menunjang tugas
perpustakaan.
5. Meningkatkan literasi informasi. Untuk keperluan tersebut diatas dibutuhkan
kerjasama yang erat antara pustakawan dan peneliti agar semua koleksi serta
fasilitas yang disediakan betul betul yang dibutuhkan oleh user (pengguna).

2.1.4 Fungsi Perpustakaan Khusus
Fungsi perpustakaan selalu dikaitkan dengan jenis perpustakaan dan misi yang

diembannya. Berikut ini adalah fungsi perpustakaan secara umum yaitu :
1. Fungsi penyimpanan, bertugas menyimpan koleksi (informasi) karena tidak mungkin
semua koleksi dapat dijangkau oleh perpustakaan.
2. Fungsi informasi, perpustakaan berfungsi menyediakan berbagai informasi untuk
masyarakat.

8
Universitas Sumatera Utara

3. Fungsi pendidikan, perpustakaan menjadi tempat dan menyediakan sarana untuk
belajar baik dilingkungan formal maupun non formal.
4. Fungsi rekreasi, masyarakat dapat menikmati rekreasi kultural dengan membaca dan
mengakses berbagai sumber informasi hiburan seperti : Novel, cerita rakyat, puisi,
dan sebagainya.
5. Fungsi kultural, Perpustakaan berfungsi untuk mendidik dan mengembangkan
apresiasi budaya masyarakat melalui berbagai aktifitas, seperti : pameran,
pertunjukkan, bedah buku, mendongeng, seminar, dan sebagainya.

Fungsi perpustakaan khusus secara khusus yaitu :
a. Mengembangkan koleksi yang menunjang kinerja lembaga induknya. Dalam hal ini,

perpustakaan khusus menyediakan koleksi yang berkaitan dengan instansi sebagai
langkah awal memperkenalkan dan membantu kinerja lembaga yang itu sendiri.
b. Menjadi focal point untuk informasi terbitan lembaga induknya, yaitu menyediakan
koleksi yang berhubungan dengan panduanpanduan birokrasi, koleksi yang sesuai
dengan kebutuhan kedinasan dan perlu melakukan identifikasi kebutuhan koleksi
berdasarkan kebutuhan personal.
c. Mengorganisasi lembaga induknya. Merupakan pusat informasi tentang substansi
kedinasan.
d. Mendayagunakan koleksi, dilakukan dalam rangka memberikan layanan kepada para
pemustaka, sehingga peningkatkan secara umum kegemaran membaca harus menjadi
budaya, mencerdaskan seluruh personal/karyawan agar menjadi cerdas dalam rangka
memberikan layanan secara prima dan profesional.
e. Menerbitkan literature sekunder dan tersier dalam bidang lembaga induknya, baik
cetak maupun elektronik. Dalam hal ini biasaanya lembaga induk dapat menerbitkan
majalah atau buletin mengenai profil lembaga dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
f. Menyelenggarakan pendidikan pemustaka, hal ini sangat penting karena penggunaan
perpustakaan menyebabkan tidak banyak pemustaka yang mau memanfaatkan jasa
layanan perpustakaan. akibatnya pemustaka kurang tahu tentang kegunaan
perpustakaan, begitu juga dengan bahan pustakanya. sehingga membutuhkan
dorongan dan ajakan untuk berkunjung ke perpustakaan.

g. Melestarikan materi perpustakaan, baik preventif maupun kuratif; Menyediakan
sarana atau tempat untuk menghimpun berbagai sumber informasi untuk dikoleksi
secara terus menerus, diolah dan diproses.
9
Universitas Sumatera Utara

h. Ikut serta dalam kerjasama perpustakaan serta jaringan informasi. Agar dapat
membantu secara maksimal, maka perpustakan berperan aktif dalam membangun
kerjasama dengan perpustakaan lain dan melakukan berbagai inovasi baru supaya
menjadi perpustakan yang lebih baik.
Poernomowati (2010 : 4) dalam (Bimbingan Teknis Perpustakaan Khusus, 2010)

2.2 Koleksi Perpustakaan Khusus
Koleksi merupakan salah satu faktor utama (pilar) bagi perpustakaan. Adanya koleksi
yang memadai dan beragam akan dapat memenuhi kebutuhan informasi bagi pemustaka.
Oleh karena itu, pemanfaatan koleksi harus dimaksimalkan. Dalam (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2003 : 711) Pemanfaatan mengandung arti “proses, cara dan pembuatan
memanfaatkan sesuatu untuk kepentingan sendiri”. Berdasarkan pengertian tersebut, maka
dapat disimpulkan pemanfaatan koleksi perpustakaan adalah suatu proses atau cara
memanfaatkan koleksi yang ada di perpustakaan untuk menemukan informasi yang

dibutuhkan. Contoh pemanfaatan koleksi di perpustakaan adalah menggunakan koleksi
perpustakaan dan meminjam buku untuk digunakan agar dapat bermanfaat diluar
perpustakaan. Menurut (Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi, 2004 : 160)
“Koleksi adalah sejumlah pustaka tentang suatu perkara tertentu, atau jenis tertentu, yang di
kumpulkan oleh seseorang atau suatu perpustakaan”. Sedangkan berdasarkan Yuyum (2010 :
7) dalam Bimbingan Teknis Perpustakaan Khusus, 2010 “Koleksi Perpustakaan khusus
adalah semua hasil karya tulis, karya cetak (printed materials), dan atau karya rekam (non
printed materials) yang dikumpulkan dan diproses berdasarkan aturan tertentu untuk
dilayankan dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi pemustaka, dan dikembangkan
sesuai dengan kepentingan pemustaka dengan memperhatikan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi”. Pengertian tersebut juga didukung (KEP- 014/J.A/2/1998 Pasal 1
ayat 4 dalam Muryani, 2001 : 8) menyebutkan : 16 “koleksi adalah semua bahan pustaka
tulisan, cetakan dan rekaman, baik yang berupa buku, peraturan perundang-undangan,
terbitan berkala, lembar lepas, media pandang dengar maupun bentuk grafis”.

Besar kecilnya koleksi perpustakaan tergantung pada jumlah anggota, bidang
spesialisasi, serta dana yang tersedia, disamping itu besar kecilnya dan ragam koleksinya juga
tergantung pada jenis perpustakaan. Koleksi suatu perpustakaan khusus adalah tidak terletak
dalam banyaknya jumlah bahan pustaka atau jenis terbitan lainnya melainkan ditekankan
kepada kualitas koleksinya, agar dapat mendukung jasa penyebaran informasi muktahir serta

10
Universitas Sumatera Utara

penelusuran informasi. Koleksi perpustakaan khusus difokuskan pada koleksi muktahir di
dalam subyek yang menjadi tujuan perpustakaan tersebut atau untuk mendukung kegiatan
badan induknya.
Pembinaan koleksi perpustakaan khusus menekankan pada beberapa jenis bahan
pustaka seperti referensi, buku teks, majalah, jurnal ilmiah, hasil penelitian dan sejenisnya
dalam bidang khusus, baik dalam bentuk tercetak maupun media rekam lainnya.

2.3 Pelayanan Pengguna
Pelayanan perpustakaan merupakan salah satu kegiatan utama di setiap perpustakaan
dalam melayani penggunanya. Bagian layanan berhubungan secara langsung dengan pemakai
dan sekaligus merupakan barometer keberhasilan penyelenggaran perpustakaan. Oleh karena
itu dari layanan akan dikembangkan gambaran dan citra perpustakaan, sehingga seluruh
kegiatan perpustakaan akan diarahkan dan terfokus kepada bagaimana memberikan layanan
yang baik sebagaimana dikehendaki oleh masyarakat pengguna.
Menurut Zulfikar Zen (2006 : 90) “Layanan yang baik adalah layanan yang dapat
memberikan rasa senang dan puas kepada pemakai”. Baik buruknya citra perpustakaan juga
ditentukan bagian ini. Oleh karena itu setiap perpustakaan selalu berupaya penuh guna

memuaskan pemakai perpustakaan tersebut.
Menurut Darmono (2006 : 34) dalam pelayanan, perlu diperhatikan asas sebagai
berikut :
1. Selalu berorientasi kepada kebutuhan dan kepentingan pemakai perpustakaan.
2. Layanan diberikan atas dasar keseragaman, keadilan, merata dan memandang
pemakai perpustakaan sebagai satu kesatuan yang menyeluruh dan tidak dipandang
secara individual.
3. Layanan perpustakaan dilandasi dengan tata aturan yang jelas dengan tujuan umtuk
mengoptimalkan fungsi layanan. Peraturan perpustakaan perlu didukung oleh semua
pihak agar layanan perpustakaan dapat berjalan dengan baik.
4. Layanan dilaksanakan dengan mempertimbangkan faktor kecepatan, ketepatan, dan
kemudahan dengan didukung oleh administrasi yang baik.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan adalah sebuah organisasi
yang bergerak di bidang jasa penyebarluasan informasi karena itu perpustakaan harus
menyediakan bahan – bahan yang diperlukan oleh penggunanya kapan pun bahan pustaka
diperlukan. Pelayanan pengguna merupakan bagian kegiatan perpustakaan. Pelayanan
11
Universitas Sumatera Utara


pengguna yaitu kegiatan pemberian layanan, bimbingan informasi agar pemakai perpustakaan
dapat menggunakan bahan pustaka dengan mudah, cepat dan tepat serta jelas dimengerti oleh
pemakai perpustakaan.

2.3.1 Pengertian Pelayanan Pengguna
Salah satu kegiatan utama perpustakaan adalah melaksanakan kegiatan pelayanan
pemakai yang berupa layanan bahan pustaka dan menyebarluaskan informasi yang dimiliki
oleh perpustakaan tersebut. Melalui pelayanan perpustakaan tersebut pengguna akan
memperoleh informasi secara optimal serta memanfaatkan berbagai sarana penelusuran
yang tersedia, seperti katalog dan OPAC (Online Public Access Cataloging).
Dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi : Buku Pedoman (2004 : 71)
menyatakan bahwa pelayanan perpustakaan adalah pemberian informasi dan
fasilitas kepada pengguna dapat memperoleh informasi yang dibutuhkannya secara
optimal dari berbagai media dan memanfaatkan berbagai alat bantu penelusuran
yang tersedia

Sedangkan menurut Darmono (2006 : 134), bahwa definisi layanan perpustakaan
adalah “Suatu layanan yang menawarkan semua bentuk koleksi yang dimiliki perpustakaan
kepada pemakai yang datang ke perpustakaan dan meminta informasi yang dibutuhkannya”.
Dengan kata lain tujuan layanan perpustakaan adalah cara untuk mempertemukan pembaca
(pemakai) dengan bahan pustaka yang mereka minati dan membantu memenuhi kebutuhan
dan tuntutan masyarakat tentang informasi yang sesuai dengan kebutuhan. Jadi hakikat
layanan perpustakaan adalah penyediaan segala bentuk informasi kepada pemakai dan
penyediaan segala alat bantu penelusurannya.
Selain pendapat di atas Gronroos (dalam Ratminto, 2005:2) pelayanan adalah suatu
aktifitas atau serangkaian aktifitas yang bersifat tidak kasat mata yang terjadi sebagai akibat
adanya interaksi yang berupa pemberian bantuan kepada pemakai perpustakaan dalam proses
peminjaman dan pengembalian pustaka.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan pengguna adalah kegiatan
pemberian bantuan kepada pengguna untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan agar para
pengguna dapat memanfaatkan bahan pustaka sebaik-baiknya.

12
Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Tujuan Pelayanan Pengguna
Sebagai organisasi perpustakaan harus mempunyai tujuan yang jelas agar
perpustakaan dapat menentukan target yang akan dicapai. Setiap perpustakaan mempunyai
tujuan-tujuan yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya tujuan perpustakaan adalah kepuasan
pengguna.
Darmono (2006 : 135) menyatakan bahwa tujuan layanan perpustakaan adalah
membantu memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat tentang informasi yang
sesuai dengan kebutuhan. Membantu memenuhi kebutuhan dimaksudkan agar
memberikan layanan kepada pengguna untuk mencari informasi yang dibutuhkan
dengan cepat dan tepat sedangkan tuntutan masyarakat tentang informasi yang
dibutuhkan yang sesuai dengan kebutuhan dimaksud agar segala kebutuhan informasi
sesuai dengan yang dikehendaki pembaca.

Dari paparan di atas dapat diambil kesimpulan yaitu tujuan pelayanan adalah
memberikan

jasa

pelayanan

perpustakaan

kepada

pengguna

perpustakaan

untuk

mendayagunakan bahan pustaka atau informasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna
dengan demikian koleksi bahan pustaka dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin demi
pencapaian tujuan perpustakaan.

2.3.3 Fungsi Pelayanan Pengguna
Dalam buku Pedoman Perguruan Tinggi Depdikbud (2004: 3), menyatakan bahwa
perputakaan adalah sebagai tempat mengumpulkan, melestarikan, mengolah, menyediakan,
pemanfaatan menyebarluaskan informasi.
Fungsi pelayanan perpustakaan adalah mempertemukan pembaca dengan bahan
pustaka yang mereka minati. Harus di usahakan agar perpustakaan menyelenggarakan
kegiatan yang membuat pembaca senang datang ke perputakaan.
Perpustakaan juga berfungsi mengembangkan pendidikan, para pengguna diharapkan
dapat memanfaatkan bahan-bahan pustaka yang tersedia, baik fisik maupun non fisik.
Dengan membaca kita akan berpikir, mengikuti logika yang di berikan oleh pengarang. Karna
pandai berlogika dan kaya pengalaman yang di peroleh dari bacaan, kita menjadi cerdas.
Dengan demikian dalam mengikuti berbagai masalah, kita akan tau cara memecahkannya.

13
Universitas Sumatera Utara

2.3.4 Jenis Pelayanan Pengguna
Jenis layanan yang diberikan perpustakaan ada beberapa macam. Jenis layanan
biasanya juga dipengaruhi oleh jenis perpustakaan dan masyarakat yang dilayaninya.
Sebagaimana layaknya perpustakaan lain, perpustakaan khusus harus dapat memberikan
layanan yang efektif, cepat dan professional terhadap semua pemakai perpustakaan. Prinsip
pelayanan yang dilaksanakan harus mengacu pada sistem manajemen mutu dan pelayanan
prima yaitu mendudukkan kepuasan konsumen sebagai tujuan / sasaran perpustakaan. Berikut
ini merupakan jenis layanan perpustakaan beserta penjelasannya menurut beberapa para ahli
perpustakaan.
1. Layanan Sirkulasi
Dalam Buku Pedoman Umum Penyelenggaran Perpustakaan Khusus (1999 : 37)
“Layanan sirkulasi adalah kegiatan peredaran koleksi perpustakaan di luar perpustakaan”.
Pelayanan ini ditujukan agar pengguna perpustakaan dapat meminjam dan membaca bahan
pustaka lebih leluasa sesuai kesempatan yang ada perpustakaan.
Menurut Darmono (2001: 141) layanan sirkulasi atau layanan peminjaman dan
pengembalian bahan pustaka adalah ”Satu kegiatan di perpustakaan yang melayani
peminjaman dan pengembalian buku.” Layanan pengembalian dan peminjam bahan pustaka
merupakan kegiatan yang dilakukan hampir semua perpustakaan.
Sedangkan menurut Zulfikar Zen (2006 : 93) layanan sirkulasi adalah “Kegiatan
melayani pemakai jasa perpustakaan dalam pemesanan, peminjaman, dan pengembalian
bahan pustaka beserta penyelesaian administrasinya.”
Menurut Darmono (2001 : 144) bagian layanan sirkulasi mempunyai tugas melayani
pengunjung perpustakaan khususnya dalam hal berikut ini:
1) Mengawasi keluarnya setiap bahan pustaka dari ruang perpustakaan.
2) Pendaftaran anggota perpustakaan
3) Peminjaman dan pengembalian bahan pustaka
4) Memberikan sanksi bagi anggota yang terlambat mengembalikan pinjaman
5) Memberikan peringatan bagi anggota yang belum mengembalikan pinjaman
6) Menentukan penggantian buku yang dihilangkan anggota
7) Membuat statistik sirkulasi
8) Penataan koleksi di jajaran / rak

Adapun kegiatan kerja yang dilaksanakan layanan sirkulasi adalah keanggotaan,
peminjaman, perpanjangan, denda (sanksi) dan bebas pustaka.
14
Universitas Sumatera Utara

1. Keanggotaan
Pendaftaran anggota adalah salah satu tugas layanan sirkulasi. Setiap perpustakaan
harus menentukan siapa yang boleh dan berhak menjadi anggota perpustakaan. Selain itu
perpustakaan juga menentukan persyaratan apa saja yang perlu dipenuhi oleh pengguna untuk
menjadi anggota perpustakaan. Dalam hal ini perpustakaan melakukan pencatatan
keanggotaan dalam pendaftaran anggota dan membuat kartu anggota yang digunakan untuk
melaksanakan peminjaman.
Menurut Martoatmodjo (1994 : 4), kegunaan dari pendaftaran anggota adalah sebagai
berikut :
1) Mengukur daya guna perpustakaan bagi mereka yang dilayaninya.
2) Mengukur kedudukan sosialnya dengan jalan mengetahui sejumlah buku yang
dipinjam oleh para pembaca.
3) Mengetahui golongan peminjam untuk mengetahui pula kebutuhan pengguna, dapat
digunakan sebagai data perbandingan dengan perpustakaaan lain.

2. Peminjaman
Menurut Syahrial - Pamundjak (2000 : 97) yang dimaksud dengan “Peminjaman
adalah kegiatan pengedaran koleksi perpustakaan, baik untuk dibaca didalam perpustakaan
maupun untuk dibawa keluar perpustakaan”.
Salah satu penyelenggara administrasi peminjaman adalah dengan menggunakan
kartu buku. Untuk itu setiap buku di beri kartu buku, dimana tercatat tanda buku, nama
pengarang, judul, dan nomor buku induk. Kartu buku ini tersimpan dalam kantong buku yang
disediakan. Jika ada orang yang sedang meminjam buku , maka buku dan kartu bukunya serta
kartu anggota diserahkan kepada petugas sirkulasi, kemudian petugas sirkulasi melakukan
tiga tindakan:
1) Nomor anggota dan tanggal pengembalian dicatat pada kartu buku
2) Tanda buku dan tanda pengembalian dicatat pada kartu anggota
3) Tanggal pengembalian dicatat pada buku yang telah disediakan.
Untuk menghindari kesalahan peminjaman, maka perlu dilakukan pencatatan terhadap
bahan pustaka yang dipinjam. Pada suatu perpustakaan cara pencatatan peminjaman buku
dipilih dengan situasi dan kondisi perpustakaan tersebut. Salah satu cara untuk
menyelenggarakan peminjaman adalah dengan menggunakan kartu buku. Selain dengan
menggunakan sistem kartu buku, masih ada sistem lain yang dapat digunakan.

15
Universitas Sumatera Utara

Menurut Buku Pedoman Perguruan Tinggi Depdikbud (2004 : 74), berdasarkan
jangka waktunya, cara peminjaman bahan pustaka dibedakan menjadi tiga macam :
1) Peminjaman biasa, misalnya 1 minggu sampai dengan 2 minggu.
2) Peminjaman jangka pendek, misalnya 1 hari sampai dengan 3 minggu.
3) Peminjaman jangka panjang, misalnya 1 bulan sampai 1 semester.

3. Pengembalian
Menurut Buku Pedoman Perguruan Tinggi Depdikbud (2004 : 81) “Buku yang
dipinjamkan kepada pengguna harus kembali pada waktunya dan petugas juga harus
melihatkeadaan buku tersebut rusak maka peminjam harus memperbaiki atau menggantinya”.

Ada dua cara pengembalian yang biasa dilakukan perpustakaan.
1) Pengguna membawa langsung bahan pustaka yang hendak dikembalikan ke meja
layanan.
2) Pengguna

mengembalikan

buku

dengan

memasukkannya

ke

dalam

kotak

pengembalian.

Langkah kerja yang dilakukan oleh petugas dalam prosedur pengembalian bahan pustaka
adalah sebagai berikut :
a. Pengguna datang sendiri ke bagian pelayanan sirkulasi untuk menyerahkan bahan
pustaka yang akan dipinjam.
b. Petugas menerima dan memeriksa keutuhan serta tanggal pengembalian pada lembar
tanggal pngembalian.
c. Petugas mengambil kartu buku dari kotak kartu buku atas dasar tanggal kembali yang
tertera pada lembar tanggal.
d. Petugas mengambil kartu peminjaman dari kotak kartu peminjaman atas dasar nomor
anggota yang tertera pada lembar tanggal dan kartu buku.
e. Petugas membubuhkan stempel tanda kembali pada kartu buku, lembar tanggal dan
kartu peminjaman.
f. Petugas mengembalikan kartu buku pada catalog kartu buku dan kartu peminjaman
pada kotak kartu peminjaman.
g. Petugas mengelompokkan bahan pustaka, yang rusak dikembalikan ke rak atau
dikirim kebagian pemeliharaan koleksi. Apabila koleksi rusak tidak diperbaiki di
usulkan untuk disiangi.
16
Universitas Sumatera Utara

4. Perpanjangan
Perpanjangan dapat diberikan jika tidak ada pengguna lain yang memesan bahan
pustaka itu. Perpanjangan hanya dapat di lakukan dua kali saja yang di lakukan petugas
perpustakaan untuk memperpanjang bahan pustaka yaitu dengan mencatat pada kartu dan slip
pengembalian dengan cara menstempel tanggal kembali yang baru, lalu memberikan buku
tersebut kepada peminjam.
Berdasarkan Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi Depdikbud ( 2004 : 83 )
prosedur perpanjangan waktu peminjaman di lakukan dengan cara:
1) Pengguna membawa buku yang di pinjam ke meja layanan.
2) Petugas memeriksa formulir penempaham.
3) Jika tidak ada menempah, petugas membubuhkan tanggal yang baru
4) Pada kartu pinjaman dan girik buku.
5) Jika ada yang menempah, petugas tidak memberikan izin perpanjangan.

Untuk melaksanakan prosedur perpanjangan masa pinjam di perlukan :
a. Kartu pinjam
b. Kartu buku
c. Stempel tanggal kembali

Perpanjangan masa peminjaman dilakukan berdasarkan jangka waktu tersendiri
lazimnya buku hanya boleh di perpanjang selama dua kali. Perpanjangan bahan pustaka yang
di pinjam dilakukan peminjaman dengan cara datang langsung ke perpustakaan dengan
membawa bahan pustaka yang dipinjam dan melapor kepada petugas perpustakaan bahan
pustaka yang akan dipinjam.

5. Penagihan
Berdasarkan Buku Pedoman Perguruan Tinggi Depdikbud (2004 : 83) “Bila pengguna
tidak mengembalikan bahan pustaka pada waktunya perpustakaan akan menagih buku agar
segera di kembalikan”. Menurut Syahrial-Pamundjak (2000 : 97 ) Prosedur penagihan bahan
pustaka sebagai berikut :
1) Petugas memeriksa keterlambatan pengembalian berdasarkan tanggal kembali bahan
perpustakaan, pekerjaan ini harus di lakukan setiap hari.
2) Petugas membuat surat penagihan rangkap dua, Lembar pertama dikirimkan kepada
peminjam, sedangkan lembar kedua disimpan sebagai pertinggal.
17
Universitas Sumatera Utara

3) Bila bahan di kembalikan setelah ditagih, petugas memprosesnya berdasarkan proses
pengembalian.

6. Sanksi
Menurut Buku Pedoman Perguruan Tinggi Depdikbud (2004 : 83) pemberian sanksi
adalah “Suatu kegiatan/tugas pelayanan sirkulasi yang berupa kegiatan pemerikasaan atas
pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna serta pemberian sanksi atas pelanggaran
tersebut”.
Pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna perpustakaan dapat berupa :
1) Terlambat pengembalian bahan pustaka.
2) Mengembalikan bahan pustaka dalam keadaan rusak.
3) Membawa bahan pustaka tampa prosedur yang berlaku.
4) Menghilangkan bahan pustaka.
5) Melanggar tata tertib perpustakaan.

Dalam buku Pedoman Perguruan Tinggi Depdikbud ( 2004 : 84) ada beberapa jenis
sanksi yang dikenakan kepada pengguna antara lain:
a. Denda
b. Sanksi administrative, misalnya tidak boleh meminjam bahan perpustakaan dalam
waktu tertentu
c. Sanksi akademik, berupa pembatalan hak dalam kegiatan belajar mengajar.

Prosedur yang ditempuh yaitu :
a. Petugas menetapkan tingkat pelanggaran pengguna.
b. Berdasarkan tingkat pelanggaran tersebut, petugas menetapkan sanksi
c. Untuk sanksi administrative, petugas langsung menyelesaikan menurut peraturan
perpustakaan
d. Untuk sanksi akademik, kepala perpustakaan mengusulkannya kepada pimpinannya
perguruan tinggi agar memberi sanksi kepada pengguna tersebut.

7. Bebas Pustaka
Menurut Buku Pedoman Perguruan Tinggi Depdikbud (2004 : 85) “Surat keterangan
bebas pustaka diberikan kepada pengguna sebagai bukti bahwa ia tidak mempunyai pinjaman

18
Universitas Sumatera Utara

atau kewajiban lain kepada perpustakaan”. Pemberian surat keterangan bebas pustaka
dimasuksudkan agar koleksi terpelihara dan pengguna mematuhi peraturan perpustakaan.
Pemberian surat bebas pustaka memiliki fungsi untuk mencegah atau menekan
kemungkinan hilangnya bahan-bahan pustaka karena mahasiswa telah menyelesaikan studi
atau staf/pegawai administrasi pensiun.
Menurut Syahrial-Pamundjak (2000 : 97) prosedur pemberian surat keterangan bebas
pustaka dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :
1) Pengguna yang membutuhkan tanda bukti bebas pustaka menyerahkan tanda
pengenal.
2) Petugas mengambil kartu peminjaman berdasarkan pada nomor anggota yang tertera
pada tanda pengenal.
3) Petugas memeriksa ada tidaknya peminjaman yang belum di kembalikan pada kartu
peminjaman.
4) Kartu peminjaman yang menunjukkan bahwa pengguna tidak mempunyai
peminjaman distempel pada bebas pustaka.
5) Petugas memeriksa tanda bukti bebas pustaka dengan identitas pengguna

2.4 Pelayanan Pengguna Tunanetra
Pemanfaatan perpustakaan saat ini tidak hanya terpusat pada salah satu jenis elemen
masyarakat saja namun telah merambah ke berbagai lapisan masyarakat salah satunya
penyandang tunanetra sebagai pemustaka dalam kategori kelompok khusus. Penyandang
tunanetra ternyata memberikan tanggapan yang positif terhadap keberadaan perpustakaan
yang secara khusus di desain bagi penyandang tunanetra. Seiring dengan respon positif
penyandang tunanetra dalam memanfaatkan perpustakaan, tidak dapat dipungkiri bahwa
tunanetra merupakan individu yang memiliki keterbatasan visual sehingga kadang kala
kemampuan mereka dalam mengkonsepsi makna terkait kehidupan sehari-hari mengalami
hambatan atau gangguan.
Dalam konteks pendidikan seseorang dikatakan tunanetra apabila untuk mencapai
prestasi belajar yang optimal diperlukan berbagai adaptasi atau penyesuaian komponen
pendidikan. Ketunanetraan ini berimplikasi langsung pada kemampuan tunanetra dalam
mengakses informasi. Hal ini berarti bahwa kebutaan akan mengakibatkan keterbatasan dasar
pada individu, seperti dalam jenjang variasi pengalaman, kemampuan memperoleh sesuatu
atau melakukan perjalanan, dan mengontrol lingkungan dalam hubungannya dalam alam
sekitar.
19
Universitas Sumatera Utara

Persatuan Tunanetra Indonesia / Pertuni (2004) mendefinisikan ketunanetraan sebagai
berikut: Orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta
total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan
penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya
normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas).
Khoerunnisa (2010 : 1) menyatakan bahwa tunanetra adalah suatu kondisi dari mata
atau indra penglihatan yang karena sesuatu hal tidak berfungsi sebagai mana mestinya,
sehingga mengalami keterbatasan dan atau ketidakmampuan melihat.
Selain pendapat di atas Saputro (2009 : 2) menyatakan bahwa tunanetra adalah
seseorang yang mengalami gangguan penglihatan, baik itu kebetulan total atau sebagian,
sehingga untuk beraktifitas, khususnya komunikasi tulisan memerlukan alat bantu teknik
khusus (huruf braille).
Dari uraian di atas dapat menghasilkan kesimpulan bahwa tunanetra adalah hilangnya
indra penglihatan sehingga mengalami keterbatasan dan ketidakmampuan untuk melihat
dengan sempurna dengan kata lain harus menggunakan alat bantu berupa tulisan huruf
braille.
Safaruddin (2010 : 8) menyatakan bahwa prinsipnya pengelolaan perpustakaan dan
lingkungan belajar penyandang tunanetra sama dengan pengelolaan perpustakaan dan
lingkungan belajar orang-orang nonberkebutuhan khusus. Namun demikian ada hal-hal
khusus yang tidal menjadi kebutuhan orang pada umumnya tetapi menjadi kebutuhan
penyandang tunanetra. Oleh karena itu perpustakaan dan lingkungan belajar penyandang
tunanetra perlu dikelola oleh pihak yang tetkait dengan strategi khusus antara lain,
1) Setiap ruang perpustakaan, tempat dimana penyandang tunanetra memperoleh
informasi dan tempat duduk, meja, sampai rak-rak buku perlu diberi tandayang dapat
diraba oleh tunanetra. Tanda ini dapat berupa tulisan hurus Braille maupun tandatanda tertentu, misalnya relief-relief gambar.
2) Pengaturan ruangan hendaknya memperhatikan keluluasaan gerak pada penyandang
tunanetra agar tidak menggangu mobilitas mereka. Ruangan hendaknya tidak terlalu
sempit dan jarak antara rak satu dengan rak yang lainnya dapat dilalui oleh dua orang
atau lebih.
3) Layanan berbasis teknologi diperlukan bagi penyandang tunanetra untuk mengakses
informasi. Layanan perpustakaan bagi tunanetra yang mempunyai kelainan
sedemikian rupa tentu saja memerlukan berbagai alat yang dapat membantu
penyandang tunanetra untuk dapat mengakses informasi. Berbagai alat bantu yang
20
Universitas Sumatera Utara

telah dikembangkan oleh berbagai pihak yang menaruh minat pada teknologi layanan
bagi tunanetra, menghasilkan alat-alat yang bersifat manual, mekanis, sampai alat
elektronik yang canggih.

Dari urain di atas menyatakan bahwa pengelolaan perpustakaan untuk tunanetra harus
memadai fasilitas, memberi tanda dengan huruf braille di rak-rak buku agar dapat diraba
penyandang tunanetra dan ruang geraknya tidak terlalu sempit.
Safaruddin (2010 : 7) menyatakan bahwa pelayanan pengguna tunanetra adalah
layanan berbasis teknologi bagi tunanetra yang mempunyai kelainan diharapkan dapat
membantu penyandang tunanetra untuk dapat mengakses informasi. Berbagai alat
bantu yang telah dikembangkan oleh berbagai pihak yang menaruh minat pada
teknologi layanan bagi tunanetra, menghasilakan alat-alat yang bersifat manual,
mekanis, sampai alat elektronik yang canggih, seperti Komputer dengan program Job
Acces With Speech (JAWS), Printer Braille (Impact Printer), Open Book scanner,
DAISY Player (Digital Ascesible System Player), Buku bicara (Digital Talking Book),
Termoform, dan telesensory.

Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa pelayanan pengguna tunanetra
adalah memberikan layanan kepada pengguna tunanetra dengan segala keterbatasan fisik di
milikinya dalam mencari informasi sesuai dengan kebutuhannya sehingga informasi yang
dibutuhkan dapat terpenuhi.

2.4.1 Komputer Berbicara
Khoerunnisa (2010 : 4) menyatakan bahwa Komputer Berbicara adalah Komputer
dengan program JAWS. Komputer yang memudahkan penyandang tunanetra
mengakses informasi dari internet maupun ketika mengetik adalah computer yang
memiliki aplikasi screen reader yang disebut JAWS.

Cara kerja aplikasi screen reader yaitu komputer menerangkan tampilan yang ada
pada layar monitor (screen) dengan suara. Mulai dari menu program yang tersedia, sampai
menginformasikan dimana letak kursor dan menerangkan tulisan apa saja yang terbaca pada
screen (membaca kata perkata maupun huruf demi huruf).
Suara yang dihasilkan oleh JAWS terkesan seperti robot yang berlogat barat.
Kecepatannya pun dapat diatur, dipercepat maupun diperlambat. Program JAWS dapat juga
21
Universitas Sumatera Utara

mentranslate kata dari Bahasa Indonesia ke bahasa Inggris (saduran dari kamus Hasan
Sadili). Pembrailannya pun menggunakan dua program, yaitu Duxbury dan MBC MBC
(Mitra Netra Braille Conventer). Duxbury merupakan program dari luar negeri, sedangkan
MBC berasal dari Indonesia. Persamaan dari keduanya adalah dapat mengubah tulisan Braille
ke tulisan awas maupun sebaliknya. Namun, proses ini memilki kelemahan yaitu file yang
disimpan formatnya akan berubah dan simbol-simbol khusus (misal arab dan metematika)
tidak dapat dikonversikan langsung.

Gambar 1. Komputer Berbicara
Sumber : http://lptsurabaya.blogspot.com/ (2012)
Dari uraian di atas komputer berbicara adalah komputer yang menggunakan program
jaws yang mengeluarkan suara saat di gunakan penyandang tunanetra dengan berbahasa
inggris.

2.4.2 Huruf Braille
Perkembangan Braille di Indonesia sejak tahun 1975 telah disusun buku pedoman
menulis Braille menurut EYD, kemudian pada tahun 2000 telah disempurnakan/ dilengkapi
sesuai perkembangan teknologi dan informasi, maka diterbitkanlah sistem Braille Indonesia
bidang Bahasa Indonesia (Kepmendiknas, Nomor: 052/U/2000, tanggal 13 April 2000),
bidang Matematika (Kepmendiknas Nomor: 056/U/2000, tanggal 13 April 2000), bidang
Fisika (Kepmendiknas Nomor: 054/U/2000, tanggal 13 April 2000), bidang Kimia
(Kepmendiknas Nomor: 055/U/2000, tanggal 13 April 2000). Selain itu telah selesai disusun
sistem Braille Musik yang berorientasi pada simbol musik Braille Internasional.
Huruf Braille disusun terdiri dari enam titik timbul dengan posisi vertikal dan dua titik
horizontal (seperti pola kartu domino). Titik itmbul itu diberi nama nomor urut 1-2-3, 4-5-6.
Huruf Braille antara menulis dan membaca memiliki cara berkebalikan. Menulis huruf Braille
tidak dapat langsung dapat dibaca seperti menulis huruf cetak. Cara menulisnya dari arah kiri

22
Universitas Sumatera Utara

dengan membuat tusukan pada reglet kemudian untuk membacanya kertas dibalik dibaca dari
arah kiri ke kanan. Jika hanya titik pertama dari baris pertama yang timbul, itu huruf a, jika
titik pertama dan kedua dari baris pertama yang timbul itu huruf b. Tulisan braille terdiri dari
63 karakter, yang meliputi huruf, angka, tanda baca, tanda ulang, huruf besar .
Pada tahun 1932, tulisan braille diakui sebagai Standard English Braille oleh
perwakilan dari perkumpulan penyandang cacat netra seInggris Raya dan Amerika Serikat.
Untuk melengkapi dan menyempurnakan tulisan braille, pada tahun 1065 The Nemeth Code
of Braille Mathematics and Scientific Notation memodifikasi tulisan braille yang mewakili
bermacam-macam simbol khusus yang digunakan untuk bidang matematika dan teknik. Di
samping itu juga, masih banyak tulisan braille yang dimodifikasi untuk penulisan notasi
musik, tulisan cepat (stenografi) dan macam-macam bahasa di dunia. Saat ini, tulisan tangan
dengan menggunakan tulisan braille sudah dimungkinkan dengan menggunakan alat yang
bernama ”slate”. Yang terdiri dari 2 buah lembaran baja, yang dihubungkan dengan
menggunakan sendi yang berguna untuk memasukkan selembar kertas diantaranya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa tulisan penemuan Louis Braille sangat berperan
penting untuk membantu para penyandang cacat netra mengatasi kendala dalam bersosialisasi
dan berkomunikasi antar sesama penyandang cacat netra dan dengan masyarakat umum.
Kendala ini dapat teratasi karena masalah pokok penyandang cacat netra adalah individu
yang mempunyai kelainan fisik (physical handicap) yang berpengaruh terhadap fungsi sosial
dan fungsi emosional, yang termanifestasi dalam bentuk gangguan kepribadian (sikap pasif
dan sikap ragu) serta gangguan dalam penyesuaian diri (rendah diri, kurang berani mengenal
orang lain, merasa tidak berguna). Karena tulisan braille sudah diakui sebagai standar cetakan
dan tulisan bagi penyandang cacat netra, sehingga para penyandang cacat netra tidak perlu
takut dan cemas untuk berkomunikasi dengan sesamanya, karena mereka mempunyai
”tulisan” sebagai akses yang bisa dipakai sebagai identitas diri, dimana hal ini nantinya akan
menumbuhkan keberanian mereka untuk berkomunikasi dengan orang normal dan melakukan
tugas dan fungsinya dalam masyarakat, tanpa terganggu oleh ketunaannya, sama dengan
orang normal.
Jane Ware (2002 : 2) menyatakan bahwa Huruf Braille adalah kode didasarkan pada
enam titik, disusun dalam dua kolom tiga titik. Ada berbagai jenis kode braille. variasi
menggunakan ini dari enam titik untuk mewakili semua huruf dari alfabet, angka, tanda baca
dan kelompok yang sering terjadisurat. orang buta membaca dari kiri ke kanan di halaman
dengan sentuhan ringan, menggunakan satu atau kedua tangan. Bantalan lembut jari-jari
digunakan untuk merasakan titik terangkat, karena ini lebih sensitif dibandingkan dengan
23
Universitas Sumatera Utara

ujung jari. Sebagian besar pembaca braille terlihat membaca huruf braille oleh penglihatan.
Jari sensitif dibutuhkan untuk membaca braille. Ukuran huruf braille yang umum digunakan
adalah dengan tinggi sepanjang 0.5 mm, serta spasi horizontal dan vertikal antar titik dalam
sel sebesar 2.5 mm.

Gambar 2. Huruf Braille
Sumber : http://www.klikpositif.com/news/read/8338/ownfone-luncurkan-ponsel-brailleuntuk-tunanetra.html (2014)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa huruf braille adalah kode didasarkan
enam tiitk dengan membaca dari kiri ke kanan yang di susun dalam dua kolom tiga titik.

2.4.3 Printer Braille
Khoerunnisa (2010 : 4) menyatakan bahwa Printer Braille memiliki cara kerja yang
mirip dengan printer dot matrix. Proses pencetakan dilakukan dengan cara pengetukan pada
kertas, sehingga printer ini lebih bersuara jika dibandingkan dengan printer tinta. Printer
braille terdiri dari dua tipe, yaitu COMET dan BRAILLO NORWAY (tipe 200 dan 400).
Perbedaan dari dua tipe ini terletak pada hasil cetakannya. Printer COMET hanya dapat
mencetak dari dua sisi (satu muka), sedangkan BRAILLO NORWAY dapat mencetak dua
sisi (bolak-balik).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa printer braille mengeluarkan suara
dengan memiliki 2 tipe yaitu COMET dan BRAILLO NORWAY perbedaannya pada saat
mencetak.

24
Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Printer Braille
Sumber : http://www.livingmadeeasy.org.uk/ (2014)
2.4.4 Digital Ascesible System (DAISY) Player
PlayerDigital Ascesible System (DAISY)Player. DAISY Player digunakan untuk
mempermudah penyandang tunanetra untuk memperoleh informasi dari buku tertentu yang
telah diubah menjadi bentuk suara. Kecepatan dan volume suara dapat diatur sedemikian rupa
sesuai kebutuhan. Buku bicara yang digunakan untuk DAISY player ini berupa compact disk.

Gambar 4. DAISY Player
Sumber : http://www.dlf-data.org.uk/ (2012)
2.4.5 Buku bicara (Digital Talking Book)
Buku bicara pada dasarnya memilki cara kerja yang hampir sama dengan buku bicara
dalam bentuk compact disk (CD). Hanya saja pengoperasian kaset bicara harus menggunakan
radio tape.

Gambar 5. Digital Talking Book
Sumber : http://www.visiinklusi.com/ (2013)

2.4.6 Termoform
Termoform merupakan mesin pengganda (copy) bacaan penyandang tunanetra dengan
penggunakan kertas khusus, yaitu braillon.

25
Universitas Sumatera Utara

Gambar 6. Termoform
Sumber : http://www.proses-tek.com/ (2011)

2.4.7 Telesensory
Telesensory merupakan suatu alat yang digunakan untuk memperbesar huruf awas
agar terbaca oleh penderita tunanetra low vision.

Gambar 7. Telesensory
Sumber : http://www.telesensory.com/ (2008)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan pengguna tunanetra adalah
memberikan layanan kepada penyadang tunanetra dengan memberikan fasilitas buku secara
manual yaitu buku braille maupun teknologi seperti komputer berbicara, buku elektronik,
yang menggunakan program jaws. Dengan adanya layanan perpustakaan berbasis teknologi,
diharapkan dapat memfasilitasi penyandang tunanetra untuk mengakses informasi,
memotivasi penyandang tunanetra mencintai perpustakaan dan dapat mewujudkan
perpustakaan ideal bagi penyandang tunanetra. Pihak yang terkait harus juga lebih
26
Universitas Sumatera Utara

memperhatikan penyandang tunanetra dengan memberikan layanan perpustakaan berbasis
teknologi agar supaya penyandang tunanetra termotivasi untuk mencintai perpustakaan
sehingga dapat terwujudnya tujuan dari perpustakaan.

27
Universitas Sumatera Utara