T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Yang Seseorang Menjadi Gay: Studi Latar Belakang Seseorang Menjadi GAY di Kota Semarang T1 Full text

FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI SESEORANG
MENJADI GAY DI KOTA SEMARANG

ARTIKEL TUGAS AKHIR

Oleh
Khori Khoraima
132013052

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017

FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI SESEORANG
MENJADI GAY DI KOTA SEMARANG

ARTIKEL TUGAS AKHIR

Oleh

Khori Khoraima
132013052

Disetujui oleh :

Drs. Sumardjono Pm., M.Pd
Pembimbing I

Setyorini,M.Pd
Pembimbing II

FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI SESEORANG
MENJADI GAY DI KOTA SEMARANG
Oleh : Khori Khoraima
Program Studi Bimbingan dan Konseling-FKIP-UKSW
Pembimbing I : Drs. Sumardjono Pm, M.Pd.
Pembimbing II : Setyorini, M.Pd.
Program Studi Bimbingan dan Konseling-FKIP-BK

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang melatarbelakangi
seseorang menjadi Gay di Kota Semarang. Metode penelitian menggunakan
pendekatan Kualitatif Kirk and Miller (Lexy J. Moleong, 2010). Teknik
pengumpulan data dengan menggunakan observasi dan wawancara. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep Milles &
Huberman 2007, Analisis data dalam tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian
data, penarikan kesimpulan. Subyek penelitian yaitu tiga orang Gay yang berusia
20-40 tahun yang ada di Kota Semarang. Berdasarkan hasil pengumpulan data dan
hasil analisis data dapat diketahui hasil penelitian faktor yang melatarbelakangi
seseorang menjadi Gay di Kota Semarang . Hasil penelitian menunjukkan faktor
yang melatarbelakangi seseorang menjadi Gay di Kota Semarang adalah faktor
pola asuh orang tua, faktor budaya, faktor latar belakang sosial, faktor teman
sebaya.
Kata Kunci : Faktor latar belakang, Gay

1

PENDAHULUAN
Hakekatnya manusia sebagai
mahkluk sosial pasti tidak bisa hidup

sendiri tanpa bantuan orang lain.
Manusia akan bersosialisi dengan
lingkungan dan masyarakat luas.
Dalam bersosialisasi di masyarakat
pasti adanya norma sosial yang harus
dijalani untuk menjadi pedoman
hidup di masyarakat. Norma sosial
berfungsi agar menghindari konflik
atau pertentangan antar individu.
Norma sosial berkaitan dengan
perilaku apa yang diterima oleh
masyarakat dan apa yang tidak
pantas untuk dilakukan yang akan
menjadi kan sebuah sanksi sosial.
Piaget
(Hurlock,
1980)
mendefinisikan remaja sebagai usia
individu
berintegrasi

dengan
masyarakat dewasa, usia individu
anak sudah tidak lagi berada di
bawah tingkat orang-orang yang
lebih tua. Terutama masalah hak
dirinya sendiri. Secara psikologis,
masa remaja adalah usia individu
berintegrasi dengan masyarakat
dewasa. Perubahan intelektual yang
khas, dari cara berfikir remaja ini
memungkinkan untuk mencapainnya
integrasi, dalam hubungan sosial
orang dewasa, yang kenyataannya
merupakan ciri khas umum dari
periode perkembangan ini.
Pada tahun 1973 American
Psychiatric
Ascociation
(APA)
mencabut homoseksual sebagai

gangguan mental (mental disorder)
dari DSM (Diagnostic and Statistical
Manual) atau di Indonesia disebut
dengan PPDGJ (Panduan Pedoman
Diagnosis
Gangguan
Jiwa).
Homoseksual tidak digolongkan
sebagai salah satu bengtuk gangguan

jiwa di indonesia dimulai sejak tahun
1983 atau semenjak PPDGJ II.
Menurut
peneliti
dicabutnya
homoseksual sebagai pengganti
gangguan mental (mental disorder)
bukan berarti masyarakat secara
umum menerima keadaan umum
homoseksual.

Masih
banyak
tanggapan dan respon negative
mengenai para kaum homoseksual
yang menjadikan keberadan mereka
tidak gampang terlihat di masyarakat
umum.
American
Psychiatric
Assotiation (1975), perhimpunan
psikiatri dan psycologi Austria dan
Selandia Baru (1973), menganjurkan
disamping hal tsb diatas agar sesuai
pihak yang bekerja dalam bidang
kesehatan jiwa yang sudah lama
dikaitkan
dengan
orientasi
homoseksual.
Sekarang gay sudah tidak

langka, bahkan kita kerap sekali
berjumpa di mall-mall. Mereka tidak
sungkan
memperlihatkan
identitasnya dengan bergandengan
tangan, bahkan berciuman. Gay lebih
gampang di jumpai daripada lesbian
hal tersebut didasari oleh tingkah dan
perilaku yang mudah dikenali.
Aktivis hak-hak lesbian, gay,
biseksual, dan transgender (LGBT)
Dede Oetomo menyebut jumlah gay
di Indoneia ada ratusan ribu orang.
Bahkan ada yang memperkirakan 3
persen dari penduduk Indonesia
adalah kaum LGBT. Data itu dia
peroleh dari rilis Kementerian
Kesehatan di tahun 2006. Jumlah gay
saat itu 760 ribuan orang. Sementara
waria 28 ribu orang. "Angka ini

ketika dicari di internet juga tidak
ada. Kalau lesbi tidak ada data. Soal
jumlah pasti tidak ada yang tahu.
Ada yang bilang 3 persen dari jumlah
2

penduduk Indonesia," jelas Dede
kepada suara.com di Surabaya, Jawa
Timur pekan lalu. Penelitian ini
diharapkan
dapat
memberikan
gambaran
kepada
masyarakat
mengenai
faktor
yang
melatarbelakangi seseorang menjadi
gay.

Melalui
penelitian
ini
diharapkan mampu memberikan
informasi kepada masyarakat untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
melatarbelakangi individu menjadi
gay dilihat dari latar belakang sosial,
budaya, pola asuh dan pengaruh
teman sebaya.

LANDASAN TEORI
Menurut Freud (Johana,
Hadiyono,1986), Kehidupan ini
berpengaruh terhadap terjadinya
Homoseksualitas. Pengalaman hidup
dapat membuat seseorang terpaku
pada keadaan seksual Pragenital.

Orang homoseks mempunyai daya
tarik yang luar biasa kepada ibunya
diperkuat sikap ayah yang tidak
mempunyai arti. Ia mengatakan
homoseks
sebagai
kemunduran
dalam perkembangan nafsu seksual.
Dimana seseorang homoseksual
kembali dimasa seksual awal, yaitu
Masa Narsistik dan Otoerotik, terjadi
fiksasi masa oral dan anal, tindakan
ini seolah-olah ia kembali ke masa
hubungan yang hangat anatara ibu
dan anaknya, simana ia ketakutan
akan kehilangan buah dada ibu dan
faces yang berakibat ia takut akan
kastrasi dan kehilangan jenisnya.
Faktor Yang Melatarbelakangi
Seseorang Menjadi Gay

1. Faktor Pola Asuh Orang
Tua

Pola asuh anak adalah cara,
bentuk atau strategi pendidikan
keluarga yang dilakukan orang tua
kepada anak. Pembentukan pribadi
anak yang positif tidak terlepas dari
pola asuh anak yang diterapkan
orang tua di dalam keluarga. Diana
Baumrind
(Gorman,
2003)
mendefiniskan pola asuh adalah
perlakuan
orang
tua
dalam
memenuhi kebutuhan, memberi
perlindungan dan mendidik anak
dalam kehidupan sehari-hari, yang
selanjutnya dibedakan menjadi :
1. Authoritarian (Otoriter) ,
yang
mana
gaya
pengasuhan orang tua
dengan
cara
memberitahukan
anak
untuk melakukan sesuai
yang
dikatakan
dan
diperintah oleh orang
tuanya. Orang tua lebih
banyak menghukum dan
sangat
mengandalkan
anak. Orang tua hanya
peduli agar anak patuh
kepada orang tuanya.
Orang tua menetapkan
banyak aturan di rumah
tangga
dan
sangat
bergantung
pada
hukuman
2. Authoritative (Berkuasa),
gaya pengasuhan orang
tua adalah disiplin, ketat,
tegas dan adil dengan
menekankan pada pola
komunikasi dengan anak
serta
berpengharapan
tinggi agar anak memiliki
kematang moral. Gaya
pengasuhan ini sangat
kurang
menekankan
hukuman fisik. Orang tua
3

melibatkan anak dalam
proses
pengambilan
keputusan dan dalam
menetapkan aturan yang
mengikat keluarga. Orang
tua bersikap hangat pada
anak, menetapkan disiplin
yang adil tetapi ketat serta
sangat
mengandalkan
mengkomuniksikan
moralitas dalam budaya
mendewasakan anak.
3. Permissive
(permisif),
gaya pengasuhan orang
tua sangat longgar dan
strukturnya
tidak
konsisten. Anak diberikan
kebebasan luas dalam
menetapkan
kegiatan,
aturan
dan
jadwal
kegiatan. Anak harus
sering
mengalami
keharusan
mengambil
keputusan sendiri yang
sebenarnya tidak nyaman
untuk dilakukan oleh
anak. Orang tua sedikit
sekali menetapkan aturan
rumah tangga dan amat
jarang menghukun anak.
Sebagai akibat dari penerapan
gaya asuh orang tua tersebut
(Braumind,
1983,
dalam
Grobman,2003)
mendiskripsikan
anak
yang
diasuh
dengan
authorotarian cenderung kurang
memiliki kompetensi sosial. Anak
agresif dan kurang memperdulikan
hak-hak orang lain, kebanyakan
bergaul
dengan sebaya
yang
berperilaku
“nakal/menyimpang”
serta mengembangkan moralitas
yang bersumber dari luar diri sendiri.
Anak dari gaya asuh authoritative
cendderung lebih memiliki percaya

diri dan merasa berkemampuan.
Anak menunjukkan sikap sosial yang
lebih besar, suka bereksplorasi dan
menghargai orang lain. Dipihak lain,
anak yang di asuh dengan gaya
pemissive cenderung kurang matang,
perilakunya impulsif/terdorong nafsu
serta sukar menimbang dari sudut
pandang orang lain.
2. Faktor Sosial Budaya
Di
dalam
konsep
fungsionalisme struktural dijelaskan
bahwa masyarakat dilihat sebagai
sebuh hal yang terdiri dari sistem
maupun unsur dalam sistem (subsistem) yang akan menentukan
bagaimana kehidupan sosial dalam
suatu masyarakat dapat berjalan
dengan
baik.
Menurut
teori
fungsionalisme struktural, maka
ketika salah satu sistem maupun subsistem dalam masyarakat tidak
berfungsi sebagaimana mestinya
dapat menyebabkan terciptanya
penyimpangan dalam diri eorang
individu yang terkait dengan sistem
maupun sub-sistem tersebut. Perilaku
menyimpang yang muncul dalam diri
seorang gay diakibatkan oleh
sosialisasi dari sistem maupun subsistem dalam masyarakat yang
berjalan tidak semestinya. Beberapa
unsur masyarakat yang dapat
dikatakan sebagai sistem yang
membentuk masyarakat anatara lain
adalah lingkungan keluarga dan
pergaulan.
Kartono (1989) mengatakan
bahwa dalam sudut pandang
sosiologi,
penyimpangan
dimungkinkan
terjadi
karena
seseorang menerapkan peran sosial
yang
menunjukan
perilaku
menyimpang. Bagaimana seseorang

4

dapat memainkan peran sosial yang
menyimpang sangat terkait dengan
sosialisasi yang ia dapat dalam
sistem masyarakat tempat ia berada.
Seperti telah dijelaskan diatas,
keluarga dan lingkungan pergaulan
akan
sangat
mempengaruhi
pembentukan peranan sosial seorang
individu, hal ini dikarenakan
keluarga dan lingkungan pergaulan
merupakan salah satu sistem
penompang masyarakat dimana
seorang individu memiliki intensitas
interaksi yang tinggi terhadapnya.
Dalam konteknya sebagai salah satu
bentuk penyimpangan sosial seorang
gay pada awalnya memperoleh
sosialisasi
untuk
menjadi
homoeksual dari lingkungan dan
keluarganya.
Salah satu fenomena yang
saat ini terjadi dalam kajian
homoseksual adalah bergesernya
pandangan dan reaksi masyarakat
terhadap
gaum
gay
maupun
homoseksual secara keseluruhan.
Seiring dengan berkembangnya
perubahan sosial kontemporer seperti
kampanye hak asasi manusia dan
kesetaraan gender maka keseluruhan
hal tersebut turut mempengaruhi
perspektif masyarakat terhadap kaum
homoseksual. Beberapa negara saat
ini mulai melegalkan homoseksual
serta pernikahan sesama jenis, hal ini
dilandasi
oleh
gagasan
antidiskriminasi
sebagai
wujud
perlindungan hak asasi manusia.
Namun dalam ruang lingkup yang
lebih luas, hingga saat ini masih
muncul banyak perdebatan mengenai
moralitas seorang homoseksual.
Perdebatan ini dipicu oleh kenyataan
bahwa homoseksual telah melanggar
mayoritas nilai dan norma yang ada

dalam agama, budaya, maupun
humun yang dianut dan diterapkan
oleh mayoritas masyarakat dunia saat
ini.
Namun
diluar
segala
kontroversinya, hingga saat ini gay
telah terbukti mampu menunjukan
eksistensi ditengah masyarakat yang
menentangnya. Kaum gay yang telah
terorganisir dalam banyak kelompok
homoseksual mampu menemukan
solidaritas yang didasari persamaan
sebagai kaum gay. Solidaritas yang
muncul tersebut selanjutnya menjadi
media sosialisasi mereka yang
bertujuan agar kaum gay dapat
diterima oleh masyarakat luas.
3. Faktor Teman Sebaya
Menurut Santrock (2007),
mengatakan bahwa kawan-kawan
sebaya adalah anak-anak atau remaja
yang memiliki usia atau tingkat
kematangan yang kurang lebih sama.
Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa teman sebaya
adalah hubungan individu anak-anak
atau remaja dengan tikat usia yang
sama serta melibatkan keakraban
yang
relatif
besar
dalam
kelompoknya.
Menurut
Santrock
2007
mengatakan bahwa peran terpenting
dari teman sebaya adalah:
a. Sumber
informasi,
mengenai dunia di
luar keluarga.
b. Sumber
kognitif,
untuk
pemecahan
masalah
dan
memperoleh
pengetahuan.
c. Sumber
untuk

emosional,

5

mengungkapkan
ekspresi dan identitas
diri.
Melalui interaksi dengan
teman sebaya , anak-anak dan remaja
mempelajari modus relasi yang
timbal baliknya secara simetris. Bagi
beberapa remaja, pengalaman ditolak
atau diabaikan dapat membuat
mereka merasa kesepian dan
bersikap bermusuhan. Dari uraian
diatas dapat diketahui bahwa teman
sebaaya sebagai lingkungan sosial
bagi remaja mempunyai peranan
yang
cukup
penting
bagi
perkembangan
kepribadiannya.
Teman sebaya memberikan sebuah
dunia tempat para remaja melakukan
sosialisai dalam suasana yang
mereka ciptakan sendiri (Piaget dan
Sulivan dalam Santrock 2007)
Penelitian terdahulu yang
relevan dengan penelitian ini adalah
“Aku adalah Gay”
oleh Akhir
Aprilia Irawan, mahasiswa studi
Bimbingan dan Konseling Jurusan
Psikologi
Pendidikan
Dan
Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta tahun
2014 juga meneliti homoseksual atau
gay. Penelitian berfokus untuk
mengungkapkan
dan
menggambarkan tentang motif yang
melatarbelakangi pilihan sebagai
gay. Motif yang diungkap dalam
penelitian ini adalah drives dan
incentives.
Perbedaan penelitian diatas
dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti adalah fokus
penelitiannya, pada penelitian ini
peneliti memfokuskan penelitian
untuk mengungkapkan faktor yang

melatarbelakangi seseorang menjadi
gay di Kota Semarang.
METODE
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan Kualitatif (qualitative
research). Kirk and Miller (Lexy J.
Moleong,2010: 4), mendifinisikan
metode kualitatif sebagai suatu
tradisi dalam ilmu pengetahuan yang
bergantung
pada
pengamatan
seseorang.
Subjek penelitian ini dilakukan pada
beberapa subyek seseorang gay
dengan ciri (1) gay, (2) berusia 20-40
tahun, (3) berdomisili di Daerah Kota
Semarang. Instrumen pada penelitian
ini adalah pedoman wawancara dan
pedoman observasi. Imam (2014)
menyatakan bahwa keabsahan data
dengan menggunakan triangulasi
merupakan metode sintesa data
terhadap kebenaran data, data yang
diperoleh harus dicek kebenarannya
dengan menggunakan sumber lain.
Didalam penelitian ini menggunakan
beberapa teknik pengumpulan data
yaitu, pengamatan (observasi) dan
wawancara
(interview).
Dalam
penelitian ini alat pengumpulan data
penelitian yang digunakan meliputi:
kisi-kisi pedoman wawancara dan
kisi-kisi pedoman observasi. Kisikisi pedoman wawancara faktor yang
melatarbelakangi seseorang menjadi
gay adalah sebagai berikut:
Kisi-Kisi Pedoman Wawancara :
1. Faktor Pola Asuh
1.) Pola asuh orang tua
Authoritarian (Otoriter)?
2.) Pola asuh orang tua
Authoritative (Berkuasa)?

6

4.) Dorongan akan rasa
dihargai?
5.) Dorongan akan rasa
diterima apa adanya?
3. Faktor Pengaruh Teman
Sebaya
1.) Sumber informasi ?
2.) Sumber kognitif ?
3.) Sumber emosional ?

3.) Pola asuh orang tua
Permissive (permisif)?
2. Faktor Sosial Budaya
1.) Adanya pengaruh
pikiran?
2.) Adanya pengaruh
mengikuti budaya luar?
3.) Dorongan akan rasa ingin
diakui?
Kisi-kisi pedoman observasi :
Komponen

No
1.

Keadaan
Fisik

Aspek Yang diteliti

Keterangan

a. Kondisi kesehatan informan
saat wawancara.
b.Ekspresi wajah informan saat
wawancara.
c.Sikap dan Perilaku subyek saat
wawancara.

2.

Keadaan
Sosial

a.Sikap dan Perilaku subyek
dengan lingkungan kerja dan
masyarakat.
b.Kegiatan sosial yang dilakukan
subyek dilingkungannya.

3.

Keadaan
Ekonomi

Mengamati gaya dan kehidupan
perekonomian subyek dalam
kesehariannya.

4.

Kegiatan
Keagamaan

Kegiaatan Keagamaan
dilakukan subyek.

yang

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengacu
pada konsep Milles & Huberman (2007).
HASIL PENELITIAN
Hasil Observasi pada Subyek 1, 2 dan 3
NO.
1.

Komponen
Keadaan
Fisik

Aspek yang diteliti
a. Kondisi kesehatan
informan
saat
wawancara.
b.Ekspresi
wajah
informan
saat

S1
a. Informan
keadaan sehat,
hanya terlihat
capek.
b. informan

S2
a. infroman
terlihat sehat
b. Informan
terlihat ceria
saat melakukan

S3
a. informan
terlihat
bugar sehat,
informan
sering

Keterangan
Kesimpulan
observasi
keadaan fisik
pada S,1,2 dan
3
adalah

7

wawancara.
c.Sikap dan Perilaku
subyek saat wawancara.

terlihat bahagia,
sering
bercanda.
c.
informan
sangat terbuka

wawancara
c.
informan
terbuka
saat
memberikan
informasi

a. Informan
jarang bergaul
dengan
masyarakat
dilingkunganny
a. Informan
terkenal orang
yang ramah di
kerjanya.
b.
informan
aktif
dalam
komunitas gay,
informan tidak
mengikuti
kegiatan
apapun
di
masyarakat
Informan
merupakan
individu yang
konsumtif.

a. informan
terkenal dengan
orang yang
ceria dan suka
bercanda
b.
informan
tidak
pernah
bergaul
di
lingkungannya

Informan jarang
melakukan
ibadah

2.

Keadaan
Sosial

a.Sikap dan Perilaku
subyek dengan
lingkungan kerja dan
masyarakat.
b.Kegiatan sosial yang
dilakukan
subyek
dilingkungannya.

3.

Keadaan
Ekonomi

Mengamati gaya dan
kehidupan
perekonomian subyek
dalam kesehariannya.

4.

Kegiatan
Keagamaan

Kegiaatan Keagamaan
yang dilakukan subyek.

berolahraga
b. wajah
informan
senang
c. informan
bukan tipe
orang yang
terbuka, jadi
informan
hanya
menjawab
jika di tanya
a. informan
tipe orang
yang humble
dan ramah
b.
tidak
pernah
mengikuti
kegiatan di
masyarakat

informan dalam
keadaan sehat,
ekspresi wajah
juga
senang
dan sikap saat
wawancara
sangat terbuka

Orang
tua
informan
tergolong pada
kalangan
menengah
keatas
jadi
informan
sangat
konsumtif

a.informan
tergolong
tipe orang
yang mampu
dan
konsumtif

Informan
jarang
beribadah

Informan
sering
melakukan
ibadah

Kesimpulan
observasi
keadaan
ekonomi pad
S1,2 dan 3 ratarata memiliki
keadaan
ekonomi yang
sedangdan
bahkan cukup.
Kesimpulan
observasi
keadaan
agamaan pada
S1,2 dan 3
informan
jarang
sekali
melakukan
ibadah .

Kesimpulan
observasi
keadaan sosial
pada S 1,2 dan
3
adalah
informan
jarang bergaul
dengan
masyarakat dan
hanya
aktif
dalam
komunitas gay
nya

8

Hasil wawancara pada Subyek 1,2 dan 3
No.
1.

Faktor
Faktor
Asuh

Pola

Komponen
Pola asuh orang tua
Authoritarian
(Otoriter)?

S1
Orang
tua
saya
lebih
bersifat
membebaska
n
Orang
tua
tidak
berkuasa

S2
Orang tua
tidak
pernah
memperh
atikan
Orang tua
tidak
berkuasa

S3
Orang tua
saya lebih
membeba
skan

Keterangan
Orang tua S 1, 2,
dan
3
tidak
otoriter terhadap
anaknya.

Orang tua
tidak
berkuasa

Pola asuh orang tua
Permissive
(permisif)?

Iya, Orang
tua
saya
bersifat
longgar

Iya, orang
tua saya
lebih
bersifat
tidak
konsisten

Iya, orang
tua selalu
memberik
an
kebebasan
luas
kepada
saya

Adanya
pikiran?

pengaruh

Iya
saya
selalu
berfikir
tentang gay

Adanya pengaruh
mengikuti budaya
luar?

Iya
saya
selalu
mengikuti
budaya luar
negeri
tentang gay
yang
ada
disana

Iya saya
sering
berfikir
tentang
gay
Iya saya
selalu
mencari
informasi
tetntang
gay yang
ada
di
luar
negeri

Dorongan akan rasa
ingin diakui?

Iyaa
saya
ingin diakui
di mana saya
berada

Iya saya
ingin
diakui

Iya saya
selalu
berfikir
tentang
gay
Iya saya
selalu
mencari
informasi
mengenai
gay yang
ada
di
budaya
luar
negeri
Iyaa saya
ingihn
diakui

Orang tua S 1, 2,
dan
3
tidak
berkuasa, orang
tua lebih bersifat
tidak
memperdulikan
anak, tidak ketat
dan tidak pernah
mengandalkan
anak.
Orang tua S 1, 2
dan 3 mempunyai
orang tua dengan
pola
asuh
permesif.
Anak
diharuskan
mengambil
keputusannya
sendiri
dan
memberikan
kebebasan.
Adanya pengaruh
pikiran terhadap S
1,2 dan 3.

Dorongan akan rasa
dihargai?

Iya
saya
ingin
dihargai di
keluarga dan
lingkungan

Iya saya
ingin
dihargai
di
keluarga

Iya saya
ingin
dihargai
di
keluarga

Pola asuh orang tua
Authoritative
(Berkuasa)?

2.

Faktor Sosial
Budaya

Adanya pengaruh
mengikuti budaya
luar negeri pada
S1,2 dan 3 dalam
mencari informasi
dan
mengikuti
budaya gay dari
budaya
luar
negeri
Pada S 1,2 dan 3
adanya dorongan
akan rasa ingin
diakui
di
manapun mereka
berada
Pada S 1,2 dan 3
adanya dorongan
akan rasa dihargai
dilingkungan
masyarakat dan

9

3.

Faktor
Pengaruh
Teman Sebaya

dan
lingkunga
n

dan
lingkunga
n kerja

lingkungan kerja.

Pada S 1,2 dan 3
adanya
faktor
pengaruh teman
sebaya
dalam
sumber informasi,
yaitu
subyek
selalu
mencari
informasi
mengenai dunia di
luar
keluarga
dengan
teman
sebayanya.
Pada S 1,2 dan 3
adanya
adanya
faktor pengaruh
teman
sebaya
dalam
sumber
kognitif
yaitu,
subyek
selalu
memecahkan
masalahnya,
memperoleh
pengetahuan
sendirian
tanpa
dibantu
oleh
orang
tua
keluarga dan
Pada S 1, 2 dan 3
adanya
adanya
faktor pengaruh
teman
sebaya
dalam
sumber
emosional yaitu,
mereka
mengungkapkan
ekspresi
jika
mereka
berada
diluar lingkungan
yang mendukung
mereka.

Sumber informasi ?

Saya selalu
mencari
informasi
dengan
teman seusia
saya

Saya
selalu
mencari
informasi
dengan
teman
seusia
saya

Saya
selalu
mencari
informasi
dengan
teman
seusia
saya

Sumber kognitif ?

Saya selalu
memecahkan
masalah saya
sendirian
tanpa
bantuan
orang tua

Saya
selalu
memecah
kan
masalah
saya
sendirian

Saya
selalu
memecah
kan
masalah
saya
sendirian
tanpa
bantuan
orang lain
dan
keluarga

Saya
tidak
pernah
mengungkap
kan ekspresi
apa
yang
sedang saya
alami
jika
saya sedang
berada
dirumah dan
ditempat
kerja

Saya tidak
pernah
mengung
kapkan
ekspresi
apa yang
sedang
saya
alami

Saya tidak
pernah
mengung
kapkan
ekspresi
apa yang
sedang
saya
alami.
Saya
mencari
identitas
diri
sendiri
melalui
apa yang
saya tahu

Sumber emosional
?

10

PEMBAHASAN
Setelah
dilaksanakannya
penelitian,
penulis
dapat
menganalisis dan membahas tentang
hasil penelitian yang sudah diperoleh
dan membandingkan dengan teoriteori yang terkait dengan penelitian
ini. Faktor yang melatarbelakangi
seseorang menjadi gay:
1.

Faktor pola
orang tua

asuh

Berdasarkan
hasil
wawancara penelitian ketiga
subyek peneliti, didapatkan
bahwa
faktor
yang
melatarbelakangi seseorang
menajdi Gay karena beberapa
faktor, ada faktor pola asuh
orang tua.
Perkembangan
kecerdasannya
sangat
dipengaruhi
oleh
faktor
lingkungan dan pola asuh
yang
ia
terima
dari
lingkungannya,
tertutama
orang tua. karena sikap,
pengetahuan dan kemampuan
orang tua akan menentukan
apakah kecerdasan anak
semakin berkembang atau
sebaliknya. Tujuan utama
pola asuh yang normal adalah
menciptakan
kontrol.
Meskipun tiap orang tua
berbeda-beda dalam cara
mengasuh anaknya, namun
tujuan utama orang tua dalam
mengasuh anak adalah sama
saja
yaitu
untuk
mempengaruhi,
mengajari
dan mengontrol anak mereka.
Menurut
Slavin
(dalam
Hidayat,
2003)

mengungkapkan pola asuh
orang tua adalah pola
perilaku yang digunakan
orang tua untuk berhubungan
dengan anak-anak.
2.

Faktor sosial budaya

Berdasarkan
hasil
wawancara penelitian ketiga
subyek peneliti, didapatkan
bahwa
faktor
yang
melatarbelakangi seseorang
menjadi Gay karena ada
beberapa
faktor,
salah
satunya
adanya
faktor
budaya.
Pada dasarnya budaya
dan adat istiadat yang berlaku
dalam
suatu
kelompok
masyarakat tertentu sedikit
banyak
mempengaruhi
pribadi masing-masing orang
dalam kelompok masyarakat
tersebut.
Demikian
pula
dengan budaya dan adat
istiadat yang mengandung
unsur homoseksualitad dapat
mempengaruhi
seseorang
menjadi
homoseksualtitas
(Lesbian/Gay)
ataupun
dengan budaya dan istiadat
yang mengandung unsur
seseorang menjadi biseksual.
Mulai dari cara berinteraksi
dengan lingkungan, nilai-nilai
yang
dianut,
sikap,
pandangan maupun pola
pemikiran tertentu berkaitan
dengan orientasi, tindakan,
identitas seksual seseorang
(HM psikologi FK UNUD
diakses
dari
http://hmpsikologi.fkunud.co
m/lgbt-dari-sudut-pandang-

11

psikologi/ pada tanggal 26
April 2017 jam 22:12)
Berdasarkan
hasil
wawancara penelitian ketiga
subyek peneliti, didapatkan
bahwa
faktor
yang
melatarbelakangi seseorang
menjadi Gay karena ada
beberapa
faktor,
salah
satunya adanya faktor latar
belakang sosial.
Jenis
kelamin
seseorang atau Gender adalah
pencirian
manusia
yang
didasarkan
pada
pendefinisian yang bersifat
sosial
budaya,
bukan
pendefinisian yang berasal
dari ciri-ciri fisik biologis
seperti seks. Dalam ilmu
sosial
Gender
adalah
perbedaan
yang
bukan
biologis dan bukan kodrat
Tuhan. Gender merupakan
perbedaan perilaku antara
laki-laki dan perempuan yang
dikontruksi secara sosial,
yakni perbedaan yangb bukan
ketentuan Tuhan, melainkan
diciptakan sendiri melalui
proses kultural dan sosial (
Dr. Riant Nugroho, 2008)
Sementara
itu
Vygotski
(Santrock,2006),
Sigelman dan Rider (2009),
menggambarkan
konteks
sosial budaya sebagai faktor
sentral yang mempunyai efek
terhadap
perkembangan
orientasi seksual seorang.
3.

Faktor teman sebaya
Berdasarkan
hasil
wawancara penelitian ketiga

subyek peneliti, didapatkan
bahwa
faktor
yang
melatarbelakangi seseorang
menjadi Gay karena ada
beberapa
faktor,
salah
satunya adanya faktor teman
sebaya.
Dilirio dkk (2004),
juga
telah
melakukan
penelitian
mengenai
kemungkinan situasi seksual
yang dapat memicu perilaku
seksual pada remaja. Dalam
penelitian tersebut, Dilorio
dkk (2004) telah menemukan
bahwa faktor keluarga dari
kelompok teman sebaya
mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap berkembangnya
orientasi seksual dan perilaku
seksual. Selanjutnya, Jeltove
dkk (2005), yang juga
melakukan penelitian tentang
bahaya perilaku seksual pada
remaja imigran asal Uni
Soviet yang tinggal di
Amerika
mengindikasikan
bahwa remaja imigran lebih
beresiko
memunculkan
perilaku seksual. Artinya
budaya dari kelompok teman
sebaya dan keluarga juga
telah berkonstribusi terhadap
berkembangnya
orientasi
seksual
pada
remaja
pendatang (immigrant).
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan
hasil
penelitian diatas, faktor yang
melatarbelakangi seseorang
menjadi Gay, dapat diambil
kesimpulan sebagi berikut:

12

1.
Faktor Pola asuh
orang tua
Orang tua yang sibuk
bekerja tidak ada waktu
dengan keluarga membuat
anak
kekurangan
kasih
sayang cinta dan perhatian,
membuat orang tua tidak tahu
pertumbuhan
dan
perkembangan
anaknya.membuat
anak
tumbuh
besar
dengan
sendirinya tanpa di dampingi
oleh orang tua.
2.
Faktor Sosial Budaya
Penyebaran
LGBT
khususnya Gay di negeri ini
juga banyak dipengaruhi oleh
serangan
budaya
barat.
Keberadaan
dan
perkembangan kelompok Gay
tidak
terlepas
dari
perkembangan
globalisasi.
Globalisasi
telah
berkontribusi secara nyata
dalam
mengembangbiakan
budaya
dan
identitas
kelompok
homoseksual.
Globalisasi
melahirkan
bentuk baru budaya lokal
yang sejalan dengan budaya
global (Barat).
Kebisaan
perilaku
Gay
selain
dapat
menyebabkan masalah pada
kesehatan
juga
dapat
berakibat pada kehidupan
sosial, yaitu dapat mengikis
keharmonisan hidup yang
tumbuh di masyarakat serta
semakin meningkatkan angka
tindak kemaksiatan yang
pada
akhirnya
sulit
dikendalikan. Di ketahui
bahwa salah satu faktor

lingkungan
sosial
serta
kebiasaan seseorang dalam
bergaul
disinyalir
telah
menjadi faktor latarbelakang
seseorang menjadi Gay.
3.
Faktor Teman sebaya
Faktor
pengaruh
teman sebaya menjadi salah
satu
faktor
yang
melatarbelakangi seseorang
menjadi Gay. Pengalaman
homoseksual
dini
juga
mempunyai
pengaruh
terhadap
penbentukan
identitas pada Gay, adanya
pengalamn seksual terhadap
sesama jenis memberikan
kenikmatan pada subyek
yang ingin di ulanginya
kembali.
Pengalaman
homoseksual usia dini yang
terjadi berulang-ulang dapat
membuat
subyek
pada
akhirnya
menikmati
hubungan
sesama
jenis.
Seringnya dia berada apa
lingkungan Homseksual akan
membuat seseorang bisa
menjadi Gay.
Saran
1. Bagi Kaum Gay
Bagi
kaum
Gay
hendaknya
menghindari
pergaulan
bebas
guna
mencegah penularan HIV
AIDS, mendekatkan diri
kepada Tuhan yang maha
Esa, bisa menjaga sikap saat
berada di luar lingkungan dan
disaat membaur bersama
masyarakat.
2. Bagi Subyek Penelitian
Subyek
penelitian
diharapakan mampu terus
melanjutkan hidupnya dan

13

mengembangkan
potensi
dirinya sebagai manusia dan
anggota masyarakat.
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat
hendaknya memahami bahwa
orang yang memiliki orientasi
seksual homoseksual atau
Gay
memiliki
hak-hak
kehidupan
yang
sama,
toleransi harus terus terjalin,
jangan memandang sebelah
mata pada kaum Gay juga
adalah
bagian
dari
masyarakat
yang
harus
dihargai.
4. Bagi Orang tua
Orang tua hendaknya
menjalin hubungan yang
terbuka dengan anak, menjadi
teman anak sebagai teman
atau sahabat agar orang tua
mengetahui keluhan-keluhan
yang dialami anak.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi
peneliti
selanjutnya, agar membangun
komunikasi yang baik agar
responden lebih nyaman dan
terbuka
dalam
berbagi
informasi.
DAFTAR RUJUKAN
American Psychological Association.
(1975). Policy statement on
discrimination
against
homosexuals.
American
Psychologist, 30, 633.

Ariyanto dan Rido Triawan. 2008.
Jadi Kau Tak Merasa
Bersalah ? Studi Kasus
Diskriminasi dan Kekerasan
terhadap LGBTI. Jakarta:
Arus Pelangi dan

Yayasan Tifa
Hurlock,
E.
B.
(1980).
PsikologiPerkembanganSuat
uPendekatanSepanjangRenta
ngKehidupan,
Edisi
5.
Jakarta: Erlangga.
HM psikologi FK UNUD diakses
dari
http://hmpsikologi.fkunud.co
m/lgbt-dari-sudut-pandangpsikologi/pada tanggal 26
April 2017 jam 22:12 WIB
Irawan, Akhir, Aprillia. 2015. Aku
Adalah Gay (Motif Yang
Melatarbelakangi
Pilihan
Sebagai Gay). Yogyakarta.
Johana, Hadiyono,1986.
Gay/Homoseks.
Kedokteran
Jogjakarta.

Seminar
Fakultas
UGM.

Kartono, Kartini, 1989, Psikologi
Abnormal dan abnormalitas
seksual, Bandung, Mandu
Maju
Moleong, Lexy J. Metodologi
Penelitian Kuantitatif. PT
Remaja Rosdakarya,
Bandung , 2014.

14

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20