Bab 4
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Stum okulasi dini yang digunakan dalam penelitian ini memiliki panjang
batang-akar tunggang 38,3 ± 1,7 cm, diameter 13,61 ± 1,63 mm, dan bobot segar
34,88 ± 9,38 g. Berdasarkan kondisi tersebut, maka bahan percobaan dapat
dikatakan relatif seragam kecuali bobot segar stum.
Ukuran stum di atas masih masuk dalam ukuran stum okulasi dini seperti di
bawah ini: bobot stum okulasi dini bervariasi antara 35-80 g, diameter batang
antara 6–20 mm dengan panjang batang-akar 30-70 cm. Ukuran stum yang
bervariasi ini bergantung pada posisi penyerongan tajuk dari mata okulasi,
panjang/pendeknya pemotongan akar tunggang, didormankan melalui penundaan
pencabutan dan masa penundaan penyerongan, umur stum, kondisi lapangan
pembibitan tempat batang bawah ditanam dan cuaca (Seneviratne dan Nugawela
2006; Santoso dan Lubis 1982; Templeton 1967; RRIM 1964).
Jika daya simpan air bahan media kemasan didasarkan pada perbandingan
bobot kering dan bobot basah bahan dengan bobot kering oven bahan dan faktor
tanpa media kemasan diasumsikan daya simpan airnya 0 (nol), maka pada kondisi
kering angin kertas koran memiliki daya simpan air sebesar 2,61 kali bobot
kering, sedangkan pada kondisi basah sebesar 2,82 kali. Cocopeat kering memiliki
daya simpan air sebesar 1,69 kali dan pada kondisi basah 8,89 kali.
Selama percobaan berlangsung terjadi ganguan hama, penyakit, maupun
gangguan fisiologis. Kisaran kerusakan akibat gangguan tersebut meliputi
serangan hama 0,2%, serangan cendawan embun tepung 1,2%, mati pucuk
(dieback) 0,2%. Gejala serangan cendawan embun tepung pada Gambar 6 dan
gejala dieback pada Gambar 7.
Pengaruh tunggal dari waktu tunda tanam, klon mata entres dan media
kemasan pada perkembangan persentase pecah tunas selama 6 MST ditunjukkan
17
a
b
c
Gambar 6. Daun Karet Terserang Cendawan Embun Tepung (a), Penampakan
Cendawan Embun Tepung (b) dan Daun Karet yang Kembali Sehat
setelah Pembukaan Naungan (c)
pada Tabel 2. Pada 2 dan 4 MST tampak bahwa waktu tunda tanam 7 hari
kecepatan pecah tunas stum lebih tinggi dibandingkan dengan waktu tunda tanam
2 hari. Selanjutnya pada 3, 5 dan 6 MST perbedaan waktu tunda tanam tidak nyata
dalam presentase pecah tunas. Pada 2 MST persentase pecah tunas pada stum
yang ditunda tanam 7 hari telah mencapai lebih dari 50 % dibandingkan dengan
stum yang ditunda tanam 2 hari (Tabel 2)
Gambar 7. Tanda–tanda Tunas Karet Mengalami Mati Pucuk (Dieback) (a), dan
Tunas Mengalami Mati Pucuk yang Kembali Sehat (b)
Pada 2, 3, 4, 5 dan 6 MST tidak terdapat pengaruh yang nyata dari klon
terhadap persentase pecah tunas (Lampiran 2).
18
Tabel 2. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media
Kemasan terhadap Persentase Pecah Tunas (Budbreak) dari 2
sampai dengan 6 MST
Perlakuan
Waktu Tunda Tanam
2 hari
7 hari
Klon Mata Entres
PB 260
PB 330
Media Kemasan
Tanpa media
Cocopeat
Kertas koran
MST
2
3
4
5
6
- - - - - - - - - - - - - - - - - - -(%)- - - - - - - - - - - - - - - - - - 24 30,7 b
76,9
80,0 b
94,5
93,0
24 58,6 a
74,7
87,7 a
92,9
94,2
n
24 42,2
24 47,0
74,3
77,3
82,9
84,9
91,2
96,2
93,5
93,6
16 46,8
16 47,6
16 39,5
81,3 a
77,0 ab
69,1 b
86,3
85,7
79,6
92,0
93,5
95,6
93,6
94,5
92,6
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlakuan yang
sama berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %, n = jumlah populasi dihitung
Penggunaan media kemasan berpengaruh nyata terhadap pecah tunas stum
hanya pada 3 MST (Lampiran 2). Persentase pecah tunas terbesar terjadi pada
perlakuan tanpa menggunakan media, yang berbeda nyata dengan penggunaan
kertas koran, tetapi tidak berbeda nyata dengan cocopeat (Tabel 2).
Terdapat pengaruh interaksi yang nyata antara perlakuan klon dengan media
kemasan terhadap persentase pecah tunas pada 2 dan 3 MST, tetapi tidak ada
interaksi antara waktu tunda tanam dengan klon, waktu tunda tanam dengan klon
serta waktu tunda tanam, klon dan media tanam. Selanjutnya pada 4 MST waktu
tunda tanam berinteraksi dengan media kemasan terhadap persentase pecah tunas,
tetapi tidak ada interaksi antara waktu tunda tanam dengan klon, waktu tunda
tanam dengan klon, serta waktu tunda tanam, klon dan media tanam (Lampiran 2).
Interaksi antara klon dan media kemasan terhadap persentase pecah tunas
pada 2 MST menunjukkan, bahwa pada klon PB 260 tidak terdapat perbedaan
antara macam media kemasan, sedangkan pada klon PB 330 penggunaan media
kertas koran memberikan persentase pecah tunas terkecil berbeda nyata dengan
tanpa media (Tabel 3).
Pada 3 MST, interaksi antara klon dan media kemasan terhadap persentase
pecah tunas hampir sama dengan yang terjadi pada 2 MST di atas (Tabel 3).
Tampak terlihat penggunaan kertas koran pada klon PB 330 memiliki persentase
pecah tunas terkecil, diikuti cocopeat dan terbesar pada tanpa media kemasan.
Persentase pecah tunas pada cocopeat-PB 330 tidak berbeda nyata dengan semua
19
macam media pada PB 260. Penggunaan kertas koran-PB 330 persentase pecah
tunasnya tidak berbeda nyata dengan kertas koran-PB 260 dan tanpa media
kemasan-PB 260.
Tabel 3. Pengaruh Klon Mata Entres dan Media Kemasan terhadap
Persentase Pecah Tunas pada 2 dan 3 MST
Umur
(MST)
Klon Mata
Entres
PB 260
PB 330
PB 260
PB 330
2
3
Media Kemasan
Tanpa media
Kertas koran
Cocopeat
- - - - - - - - - - - - - - - - (%) - - - - - - - - - - - - - - - 36,8 b
45,6 ab
44,3 ab
56,8 a
49,7 ab
34,7 b
73,7 bc
76,2 b
73,1 bc
88,9 a
77,9 b
65,0 c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada umur yang sama
menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %
Tabel 3 menunjukkan persentase pecah tunas tidak selalu tertekan oleh
penggunaan media kemasan, dan klon yang berbeda menunjukkan perbedaan
tanggap dalam penggunaan media kemasan terhadap presentase pecah tunas.
Penggunaan media kemasan kertas koran pada waktu tunda tanam 2 hari
dapat menurunkan persentase pecah tunas (Tabel 4). Pada waktu tunda tanam 7
hari, antar macam media kemasan tidak menunjukkan perbedaan nyata dalam
menghasilkan persentase pecah tunas. Waktu tunda tanam 2 hari-tanpa media
kemasan dan waktu tunda tanam 2 hari-cocopeat tidak berbeda nyata dengan
waktu tunda 7 hari-tanpa media kemasan dan waktu tunda tanam 7 hari-kertas
koran. Cocopeat-waktu tunda penaman terbesar jika tunda tanam lebih lama.
Tabel 4. Pengaruh Waktu Tunda Tanam dan Media Kemasan terhadap
Persentase Pecah Tunas pada 4 MST
Waktu Tunda
Tanam
2 hari
7 hari
Media Kemasan
Tanpa media
Kertas koran
Cocopeat
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (%) - - - - - - - - - - - - - - - - - 87,1 ab
81,6 b
71,4 c
85,5 ab
89,9 a
87,7 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata pada
taraf uji BNT 5 %
20
Pada 5 dan 6 MST menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata semua
perlakuan serta interaksi di antara perlakuan terhadap persentase pecah tunas
(Lampiran 2).
Perkembangan pertumbuhan persentase bibit hidup dari 2 sampai dengan 6
MST dan 81 HST tidak dipengaruhi secara nyata oleh semua perlakuan serta
interaksi di antara perlakuan (Lampiran 3). Tabel 5 menunjukkan rata-rata bibit
hidup selama pengamatan.
Tabel 5. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media
Kemasan terhadap Persentase Bibit Hidup dari 2 sampai dengan
6 MST dan 81 HST
Perlakuan
n
Waktu Tunda Tanam
2 hari
7 hari
Klon Mata Entres
PB 260
PB 330
Media Kemasan
Tanpa media
Cocopeat
Kertas koran
24
24
MST
81
2
3
4
5
6
HST
- - - - - - - - - - - - - - - - - - -(%)- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 96,7
96,5
96,5
96,5
96,5
96,5
95,0
94,8
94,8
94,8
94,8
94,8
24
24
95,6
96,1
95,4
95,9
95,4
95,9
95,4
95,9
95,4
95,9
95,4
95,9
16
16
16
95,9
96,5
95,2
95,6
96,5
94,9
95,6
96,5
94,9
95,6
96,5
94,9
95,6
96,5
94,9
95,6
96,5
94,9
Keterangan: n = jumlah populasi dihitung, MST = minggu setelah tanam, HST = hari setelah
tanam
Tinggi tunas tidak dipengaruhi oleh interaksi semua perlakuan (Lampiran 4).
Hanya kedua klon yang berbeda nyata pada setiap pengamatan terhadap tinggi
tunas (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media
Kemasan terhadap Tinggi Tunas pada 35, 57 dan 79 HST
Perlakuan
Waktu Tunda Tanam
2 hari
7 hari
Klon Mata Entres
PB 260
PB 330
Media Kemasan
Tanpa media
Cocopeat
Kertas koran
24
24
HST
35
57
79
- - - - - - - - - - -(cm) - - - - - - - - - - - - 21,36
23,21
24,46
23,24
24,17
26,51
24
24
19,96 b
24,64 a
21,50 b
25,87 a
23,57 b
27,40 a
16
16
16
23,46
21,70
21,75
24,46
23,19
23,42
25,11
25,46
25,88
n
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama
menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %, n = jumlah populasi dihitung
21
Diameter tunas tidak dipengaruhi oleh perlakuan waktu tunda tanam dan
klon mata entres, serta tidak terdapat interaksi antara perlakuan (Lampiran 5). Hal
ini berarti diameter tunas hanya dipengaruhi secara tunggal oleh perlakuan media
kemasan. Pertumbuhan diameter tunas nyata dipengaruhi oleh macam media
kemasan pada 35 dan 79 HST. Media kemasan secara tidak langsung menekan
pertumbuhan diameter tunas pada pengamatan 35 HST (Tabel 7), tetapi pada
pengamatan 79 HST media kemasan secara tidak langsung mendorong
pertumbuhan diameter tunas.
Tabel 7. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media
Kemasan terhadap Diameter Tunas 35 HST, 57 HST dan 79 HST
Perlakuan
n
Waktu Tunda Tanam
2 hari
7 hari
24
24
HST
35
57
79
- - - - - - - - - - - - - (mm) - - - - - - - - - - 4,11
4,59
5,12
4,27
4,62
5,13
Klon Mata Entres
PB 260
PB 330
24
24
4,12
4,27
4,52
4,70
4,96
5,29
Media Kemasan
Tanpa media
Cocopeat
Kertas koran
16
16
16
4,29 a
4,13 b
4,15 b
4,69
4,61
4,52
4,99 b
5,34 a
5,03 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlakuan
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %, n =
jumlah populasi dihitung
Pemakaian cocopeat meningkatkan bobot kering tunas dan tajuk (Tabel 8),
yang ditunjang oleh diameter tunas yang lebih besar (Tabel 7 pada 79 HST).
Peningkatan bobot kering tunas-tajuk dan diameter tunas tidak dipengaruhi oleh
klon (Lampiran 5 dan 6), tetapi klon hanya berpengaruh terhadap tinggi tunas saja
(Lampiran 4). Selain itu waktu tunda tanam tidak berpengaruh terhadap semua
peubah tajuk (Lampiran 5). Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan media
kemasan dapat meningkatkan bobot kering tunas dan tajuk serta memperbesar
diameter tunas pada stum okulasi dini. Sebaliknya klon dan waktu tunda tanam
tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tunas dan tajuk serta diameter
tunas.
22
Tabel 8. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media
Kemasan terhadap Bobot Kering Tunas, Jumlah Daun, Luas Daun
dan Bobot Kering Tajuk
Perlakuan
Waktu Tunda Tanam
2 hari
7 hari
Klon Mata Entres
PB 260
PB 330
Media Kemasan
Tanpa media
Cocopeat
Kertas koran
Bobot Kering
Tunas
(gram)
Jumlah
daun
24
24
1,24
1,34
8,94
8,93
530,83
539,38
3,69
3,96
24
24
1,14
1,45
8,90
8,98
498,68
571,53
3,50
4,15
16
16
16
1,24 b
1,51 a
1,13 b
8,81
9,06
8,94
506,69
574,03
524,59
3,57 b
4,23 a
3,66 b
n
Luas
daun
(cm2)
Bobot kering
tajuk
(gram)
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlakuan yang
sama berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %, n = jumlah populasi
dihitung
Pada Tabel 9 terlihat bahwa penundaan waktu tanam yang lebih lama (7 hari)
akan berdampak pada penurunan bobot kering akar, sedangkan penggunaan media
kemasan terutama cocopeat akan meningkatkan jumlah akar. Sebaliknya klon
tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah akar yang diukur (Lampiran 7).
Tabel 9. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media
Kemasan terhadap Jumlah Akar Lateral, Panjang Akar Lateral
dan Bobot Kering Akar serta Nisbah Akar Tajuk
Perlakuan
Waktu Tunda Tanam
2 hari
7 hari
Klon Mata Entres
PB 260
PB 330
Media Kemasan
Tanpa media
Cocopeat
Kertas koran
n
Jumlah
Akar
Lateral
Nisbah
Akar
Tajuk
(cm)
Bobot
Kering
Akar
(gram)
Panjang
Akar Lateral
24
24
5,28
5,44
14,99
15,78
2,01 a
1,04 b
0,58 a
0,26 b
24
24
4,78
5,94
15,60
15,17
1,45
1,60
0,42
0,41
16
16
16
4,96 b
6,23 a
4,90 b
15,04
15,40
15,71
1,47
1,66
1,44
0,43
0,41
0,41
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlalukan yang
sama berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %, n = jumlah populasi dihitung
Tidak ada pengaruh interaksi yang nyata antara perlakuan pada peubahpeubah akar lateral. Jadi pengaruh perlakuan hanya berpengaruh secara tunggal,
23
yaitu media kemasan terhadap peubah jumlah akar lateral dan waktu tunda tanam
terhadap bobot kering akar (Lampiran 7).
Tidak ada pengaruh interaksi yang nyata antar perlakuan terhadap nisbah
akar tajuk, selain itu pengaruh perlakuan waktu tunda tanam hanya berpengaruh
secara tunggal pada nisbah akar tajuk (Lampiran 7). Semakin lama penundaan
tanam akan menurunkan nisbah-akar tajuk (Tabel 9). Selajutnya klon dan media
kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah akar tajuk (Lampiran 7).
Pembahasan
Proses okulasi, pemotongan tunas pucuk, pencabutan stum yang diikuti
dengan pemotongan semua akar, proses pengemasan dan penundaan waktu tanam
merupakan faktor-faktor yang menyebabkan adanya perubahan metabolisme
dalam jaringan stum. Perubahan metabolisme tersebut menyebabkan perubahan
dalam viabilitas stum untuk tumbuh dan berkembang kembali. Oleh karena itu
penggunaan media kemasan dan perkiraan waktu tunda tanam diharapkan dapat
menekan perubahan ke arah yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan
kembali stum menjadi bibit.
Interaksi perlakuan antara klon dengan media kemasan dan waktu tunda
tanam dengan media kemasan hanya pada awal pertumbuhan bibit yang
diindikasikan oleh persentase pecah tunas 2 sampai dengan 4 MST (Tabel 4).
Perlakuan media kemasan merupakan pengaturan lingkungan kemasan yang
digunakan selama pengiriman (penundaan tanam) yang diharapkan dapat
mempertahankan kesegaran stum. Selain itu, persentase pecah tunas pada 2
sampai dengan 4 MST telah mencapai persentase tinggi sehingga pada umur
berikutnya pertambahan pesrsentase tidak menyebabkan perbedaan. Oleh karena
pengaruh interaksi ketiga perlakuan hanya nyata pada persentase pecah tunas saat
awal pertumbuhan tetapi tidak nyata pada periode pertumbuhan selanjutnya, maka
secara umum bila dilihat pada masing-masing individu faktor perlakuan tersebut
berpengaruh nyata pada persentase pecah tunas hanya pada umur tertentu saja.
Bahkan khususnya perbedaan klon tidak berbeda nyata selama pertumbuhan bibit
stum (Tabel 2).
Stum karet okulasi dini merupakan jaringan muda yang lebih mudah untuk
menjalankan aktivitas selnya. Waktu tunda tanam, klon dan media kemasan tidak
24
memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase pecah tunas di atas 5 MST
(Tabel 2) dan persentase hidup tunas (Tabel 5). Diduga hingga waktu tunda tanam
7 hari tidak terjadi perubahan yang berarti yang dapat memberikan pengaruh
nyata terhadap pecah tunas dan viabilitas stum. Selain itu waktu tunda tanam 7
hari belum memperlihatkan pengaruh dari kemasan, mungkin karena pada masa
penyimpanan 7 hari belum terjadi perubahan yang berarti dalam hal dehidrasi,
suhu, dan cadangan makanan dalam stum yang dapat berpengaruh terhadap
viabilitas bibit. Menurut Santoso dan Lubis (1982) dan Ballester et al. (1999)
stum karet okulasi dini merupakan meristem tanaman muda yang lebih cepat pulih
dan juvenilitas mata tunas dan batang bawah, yang memungkinkan persentase
bibit hidup tinggi serta kemudahannya dalam berakar.
Pada tabel 10 hasil penelitian Lubis et al. (1982) yang dirujuk kembali oleh
Huzny dan Sunarwidi (1987) dibandingkan dengan hasil penelitian ini,
menunjukkan penggunaan macam media pada stum okulasi hijau dengan waktu
simpan 30 hari persentase hidup bibitnya sama besar dibandingkan dengan macam
media kemasan yang digunakan dengan stum okulasi dini pada waktu tunda
tanam 7 hari. Selain itu pecah tunas telah terjadi pada stum okulasi hijau pada
waktu simpan 30 hari, yaitu pada penggunaan cocopeat dan kertas koran, tetapi
tidak terjadi pada stum okulasi hijau tanpa media kemasan yang sama dengan
semua macam media pada stum okulasi dini. Selanjutnya persentase bibit hidup
pada stum okulasi dini 6 MST dibandingkan dengan stum okulasi hijau 3 BST
(bulan setelah tanam) dalam penggunaan cocopeat dan kertas koran relatif sama
nilainya, demikian juga dengan persentase pecah tunas. Akan tetapi stum okulasi
hijau tanpa menggunakan media kemasan tampak tertekan persentase bibit hidup
dan pecah tunasnya dibandingkan dengan stum okulasi dini tanpa media kemasan.
Viabilitas hidup bibit yang sama pada stum okulasi dini dan hijau pada
waktu tunda tanam masing-masing menunjukkan waktu masing-masing belum
menyebabkan perubahan metabolisme dalam stum yang dapat menurunkan
viabilitas bibit (Tabel 10). Akan tetapi pada stum okulasi hijau terjadi pecah tunas
sebelum tanam pada penggunaan media kemasan cocopeat dan kertas koran. Hal
tersebut dapat terjadi oleh karena kemampuan cocopeat dan kertas koran
menyimpan kelembaban yang memungkinkan selama penyimpanan ada air yang
terserap oleh stum. Air ini digunakan dalam proses respirasi lebih lanjut yang
25
mendorong terjadinya pecah tunas selama penyimpan bibit okulasi hijau,
sedangkan persentase pecah tunas yang lebih besar pada cocopeat dikarenakan
daya simpan airnya yang lebih tinggi dibandingkan kertas koran.
Tabel 10. Persentase Pecah Tunas (Budbreak) dan Hidup serta Bobot Segar
Stum Okulasi Dini dan Hijau
Stum Okulasi Dini
6 Minggu
Waktu Simpan
Media
Setelah
7 hari**
Kemasan
Tanam ***
Hi
Pecah
Hi
Pecah
dup tunas
dup tunas
- - - - - -- - - -(%) - - - - - - - - Tanpa
100
0
95
93
Media *
Stum Okulasi Hijau
Bobot
Basah
(gram)
3 Bulan
Setelah
Bobot
Tanam ***
Basah
Hi
Pecah
Hi
Pecah
dup
tunas
dup
tunas
- - - - - -- - - -(%) - - - - - - - - - (gram)
Waktu Simpan
30 hari**
35
100
0
84
84
200
Cocopeat
100
0
96
94
35
100
28
96
96
220
Kertas
Koran
100
0
94
92
35
100
12
96
96
200
Sumber: Lubis et al. (1982); Huzny dan Sunarwidi (1987); Sutanto 2008
Keterangan: * hanya Menggunakan Pembungkus/Kantong Plastik, ** Waktu Tunda Stum
Sebelum Ditanam dalam Polybag,*** Tanam dalam Polybag, Umur Batang Bawah
Stum Okulasi Mata Tidur pada Stum Okulasi Dini Berumur 5 bulan dan pada Stum
Okulasi Hijau Berumur 8 bulan
Persentase pecah tunas yang relatif sama antara stum okulasi dini dan
okulasi hijau tetapi dicapai pada waktu yang berbeda saat ditanam di polybag
disebabkan masa dormansi yang berbeda yang dipicu oleh umur batang bawah
dan bobot stum yang berbeda (Tabel 10). Diduga perlu waktu yang lebih lama
pada stum okulasi hijau untuk dapat memecah dormansi melalui aktivitas hormon
untuk pemecahan mata tunas, walaupun kedua stum mempunyai tingkat
juvenilitas yang relatif sama.
Persentase bibit hidup stum okulasi hijau tampak tertekan saat ditanam di
polybag karena selama masa simpan tidak menggunakan media kemasan (hanya
kantong plastik), walaupun persentase hidup bibit selama masa simpan tidak
berbeda dengan media kemasan yang lain (Tabel 10). Hal ini menunjukkan
penggunaan media kemasan mempunyai pengaruh pada bibit okulasi hijau setelah
ditanam di polybag. Diduga metabolisme cadangan makanan melalui respirasi
pada stum okulasi hijau tanpa media kemasan dalam menjaga viabilitas lebih
tinggi dibandingkan dengan stum okulasi hijau yang menggunakan cocopaet dan
kertas koran. Respirasi stum okulasi hijau dengan media kemasan tetap terjadi,
26
tetapi dapat ditekan serendah mungkin oleh pengaruh media kemasan yang
menciptakan lingkungan kelembaban disekitar stum selama masa penyimpanan
agar viabilitas bibit tetap tinggi.
Penundaan tanam yang lebih lama (7 hari) mendorong presentase pecah
tunas yang lebih tinggi diawal pertumbuhan stum (Tabel 2), tetapi pada akhir
percobaan bobot kering akar lebih rendah dibandingkan dengan penundaan tanam
2 hari (Tabel 9). Diduga penundaan tanam yang lebih lama mengakibatkan
terjadinya evaporasi (penguapan air) yang lebih banyak pada permukaan stum,
dan respirasi juga terus terjadi untuk menjaga viabilitas stum tetap tinggi (Tabel
5). Respirasi di atas membongkar banyak cadangan makanan yang sebagian
hasilnya digunakan untuk inisiasi pertumbuhan tunas, sehingga masa dormansi
tunas sebagian telah dilalui selama penundaan tanam (Tabel 2). Sisa cadangan
makanan pada stum dengan penundaan tanam yang lebih lama tidak cukup untuk
menunjang pertumbuhan akar sebaik stum yang ditanam dengan penundaan tanam
2 hari (Tabel 9). Menurut Mohr dan Schopfer (1995) dan Hartmann et al. (1997),
kekeringan
jaringan stum yang semakin meningkat melalui evaporasi akan
mempercepat pecah tunas terjadi dan mendorong pertumbuhan tunas lebih lanjut.
Akibatnya stum tanpa akar lebih mudah terserang cekaman air dan rehidrasi
jaringan lebih sulit tanpa adanya sistem perakaran.
Pertumbuhan akar lateral terkait dengan status air jaringan pada stum.
Menurut Taiz dan Zeiger (2002), Mohr dan Schopfer (1995) dan Pilate et al.
(1989) menjelaskan stum semakin lama terpapar kekeringan menyebabkan akar
lateral yang terbentuk lebih sedikit. Hal ini disebabkan cadangan makanan
terserap untuk perkembangan tunas sebelum pecah tunas dan penyembuhan akibat
pelukaan yang tetap berlangsung. Akan tetapi dalam penelitian ini jumlah akar
lateral yang terbentuk pada penundaan tanam 7 hari tidak berbeda nyata dengan
penundaaan tanam 2 hari, demikian juga dengan panjang akar lateral (Tabel 9).
Hal ini menunjukkan pembentukkan akar dan panjang lateral belum tertekan oleh
lamanya penundaan tanam 7 hari. Selain itu perkembangan jumlah dan panjang
akar lateral tampak ditunjang oleh perkembangan tajuk yang lebih awal terbentuk
pada penundaan tanam 7 hari (Tabel 2), sehingga dapat mengimbangi perkembangan akar lateral yang lebih dulu terbentuk pada stum penundaan tanam 2 hari.
Bobot kering tunas dan tajuk lebih tinggi oleh pengaruh cocopeat (Tabel 8).
27
Hal ini menunjukan tingkat fotosintesis lebih tinggi yang ditunjang oleh jumlah
akar lateral lebih banyak (Tabel 9), sehingga lebih mampu menyerap air dan hara
untuk fotosintesis dan pembesaran sel. Fotosintat bersih yang dihasilkan disimpan
terutama untuk pertumbuhan diameter tunas (Tabel 7 pada 79 HST). Diduga
penggunaan cocopeat dapat mempengaruhi kelembaban lingkungan simpan stum
yang lebih baik, karena tekstur cocopeat berupa serbuk dalam kondisi basah
mampu menyimpan air 8,7 kali dibandingkan dengan kertas koran (2,8 kali) dan
tanpa media kemasan (0 kali). Kelembaban lingkungan ini diduga memungkinkan
stum tetap berespirasi untuk menjaga viabilitas bibit, namun dengan tingkat
respirasi seminimal mungkin. Selain itu diduga setelah akar rambut terbentuk dan
dapat berfungsi menyerap air dan hara dapat mendukung aktivitas tunas dan daundaun muda untuk menghasilkan auksin endogen yang mendorong pembesaran sel
(Salisbury dan Ross 1995). Kemudian auksin mendorong perkembangan dan
pertumbuhan panjang batang dan juga akumulasi fotosintat pada massa tajuk
(Taiz dan Zeiger 2002).
Pada jumlah daun dan luas daun tidak berbeda nyata antara perlakuan di
semua faktor (Tabel 8) dan tidak ada interaksi nyata antar perlakuan (Tabel
Lampiran 5). Pada waktu tunda tanam 7 hari sistem tajuk berkembang lebih
dahulu (Tabel 2) yang kemudian menunjang perkembangan akar dalam jumlah
dan panjang akar lateral (Tabel
9), selanjutnya akar ini memungkinkan
menunjang perkembangan tajuk (Tabel 8). Sebaliknya pada waktu tunda tanam 2
hari sistem perakaran yang terbentuk dahulu yang memungkinkan menunjang
perkembangan sistem tajuk (Tabel 2 dan 9). Baik waktu tunda tanam 2 dan 7 hari,
perkembangan sistem tajuk dan sistem akar dapat timbal balik saling menunjang
pertumbuhan bagian lainnya. Hal tersebut di atas memungkinkan jumlah daun dan
luas daun dapat berimbang. Untuk perbedaan media kemasan tidak menjadikan
peubah jumlah dan luas daun berbeda nyata. Hal ini diduga lingkungan
kelembaban yang terbentuk pada masa penyimpanan stum antara perbedaan
media kemasan belum mengakibatkan perubahan yang berarti pada metabolisme
di dalam stum, sehingga jumlah dan luas daun tidak berbeda walaupun menggunakan media kemasan yang berbeda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Stum okulasi dini yang digunakan dalam penelitian ini memiliki panjang
batang-akar tunggang 38,3 ± 1,7 cm, diameter 13,61 ± 1,63 mm, dan bobot segar
34,88 ± 9,38 g. Berdasarkan kondisi tersebut, maka bahan percobaan dapat
dikatakan relatif seragam kecuali bobot segar stum.
Ukuran stum di atas masih masuk dalam ukuran stum okulasi dini seperti di
bawah ini: bobot stum okulasi dini bervariasi antara 35-80 g, diameter batang
antara 6–20 mm dengan panjang batang-akar 30-70 cm. Ukuran stum yang
bervariasi ini bergantung pada posisi penyerongan tajuk dari mata okulasi,
panjang/pendeknya pemotongan akar tunggang, didormankan melalui penundaan
pencabutan dan masa penundaan penyerongan, umur stum, kondisi lapangan
pembibitan tempat batang bawah ditanam dan cuaca (Seneviratne dan Nugawela
2006; Santoso dan Lubis 1982; Templeton 1967; RRIM 1964).
Jika daya simpan air bahan media kemasan didasarkan pada perbandingan
bobot kering dan bobot basah bahan dengan bobot kering oven bahan dan faktor
tanpa media kemasan diasumsikan daya simpan airnya 0 (nol), maka pada kondisi
kering angin kertas koran memiliki daya simpan air sebesar 2,61 kali bobot
kering, sedangkan pada kondisi basah sebesar 2,82 kali. Cocopeat kering memiliki
daya simpan air sebesar 1,69 kali dan pada kondisi basah 8,89 kali.
Selama percobaan berlangsung terjadi ganguan hama, penyakit, maupun
gangguan fisiologis. Kisaran kerusakan akibat gangguan tersebut meliputi
serangan hama 0,2%, serangan cendawan embun tepung 1,2%, mati pucuk
(dieback) 0,2%. Gejala serangan cendawan embun tepung pada Gambar 6 dan
gejala dieback pada Gambar 7.
Pengaruh tunggal dari waktu tunda tanam, klon mata entres dan media
kemasan pada perkembangan persentase pecah tunas selama 6 MST ditunjukkan
17
a
b
c
Gambar 6. Daun Karet Terserang Cendawan Embun Tepung (a), Penampakan
Cendawan Embun Tepung (b) dan Daun Karet yang Kembali Sehat
setelah Pembukaan Naungan (c)
pada Tabel 2. Pada 2 dan 4 MST tampak bahwa waktu tunda tanam 7 hari
kecepatan pecah tunas stum lebih tinggi dibandingkan dengan waktu tunda tanam
2 hari. Selanjutnya pada 3, 5 dan 6 MST perbedaan waktu tunda tanam tidak nyata
dalam presentase pecah tunas. Pada 2 MST persentase pecah tunas pada stum
yang ditunda tanam 7 hari telah mencapai lebih dari 50 % dibandingkan dengan
stum yang ditunda tanam 2 hari (Tabel 2)
Gambar 7. Tanda–tanda Tunas Karet Mengalami Mati Pucuk (Dieback) (a), dan
Tunas Mengalami Mati Pucuk yang Kembali Sehat (b)
Pada 2, 3, 4, 5 dan 6 MST tidak terdapat pengaruh yang nyata dari klon
terhadap persentase pecah tunas (Lampiran 2).
18
Tabel 2. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media
Kemasan terhadap Persentase Pecah Tunas (Budbreak) dari 2
sampai dengan 6 MST
Perlakuan
Waktu Tunda Tanam
2 hari
7 hari
Klon Mata Entres
PB 260
PB 330
Media Kemasan
Tanpa media
Cocopeat
Kertas koran
MST
2
3
4
5
6
- - - - - - - - - - - - - - - - - - -(%)- - - - - - - - - - - - - - - - - - 24 30,7 b
76,9
80,0 b
94,5
93,0
24 58,6 a
74,7
87,7 a
92,9
94,2
n
24 42,2
24 47,0
74,3
77,3
82,9
84,9
91,2
96,2
93,5
93,6
16 46,8
16 47,6
16 39,5
81,3 a
77,0 ab
69,1 b
86,3
85,7
79,6
92,0
93,5
95,6
93,6
94,5
92,6
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlakuan yang
sama berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %, n = jumlah populasi dihitung
Penggunaan media kemasan berpengaruh nyata terhadap pecah tunas stum
hanya pada 3 MST (Lampiran 2). Persentase pecah tunas terbesar terjadi pada
perlakuan tanpa menggunakan media, yang berbeda nyata dengan penggunaan
kertas koran, tetapi tidak berbeda nyata dengan cocopeat (Tabel 2).
Terdapat pengaruh interaksi yang nyata antara perlakuan klon dengan media
kemasan terhadap persentase pecah tunas pada 2 dan 3 MST, tetapi tidak ada
interaksi antara waktu tunda tanam dengan klon, waktu tunda tanam dengan klon
serta waktu tunda tanam, klon dan media tanam. Selanjutnya pada 4 MST waktu
tunda tanam berinteraksi dengan media kemasan terhadap persentase pecah tunas,
tetapi tidak ada interaksi antara waktu tunda tanam dengan klon, waktu tunda
tanam dengan klon, serta waktu tunda tanam, klon dan media tanam (Lampiran 2).
Interaksi antara klon dan media kemasan terhadap persentase pecah tunas
pada 2 MST menunjukkan, bahwa pada klon PB 260 tidak terdapat perbedaan
antara macam media kemasan, sedangkan pada klon PB 330 penggunaan media
kertas koran memberikan persentase pecah tunas terkecil berbeda nyata dengan
tanpa media (Tabel 3).
Pada 3 MST, interaksi antara klon dan media kemasan terhadap persentase
pecah tunas hampir sama dengan yang terjadi pada 2 MST di atas (Tabel 3).
Tampak terlihat penggunaan kertas koran pada klon PB 330 memiliki persentase
pecah tunas terkecil, diikuti cocopeat dan terbesar pada tanpa media kemasan.
Persentase pecah tunas pada cocopeat-PB 330 tidak berbeda nyata dengan semua
19
macam media pada PB 260. Penggunaan kertas koran-PB 330 persentase pecah
tunasnya tidak berbeda nyata dengan kertas koran-PB 260 dan tanpa media
kemasan-PB 260.
Tabel 3. Pengaruh Klon Mata Entres dan Media Kemasan terhadap
Persentase Pecah Tunas pada 2 dan 3 MST
Umur
(MST)
Klon Mata
Entres
PB 260
PB 330
PB 260
PB 330
2
3
Media Kemasan
Tanpa media
Kertas koran
Cocopeat
- - - - - - - - - - - - - - - - (%) - - - - - - - - - - - - - - - 36,8 b
45,6 ab
44,3 ab
56,8 a
49,7 ab
34,7 b
73,7 bc
76,2 b
73,1 bc
88,9 a
77,9 b
65,0 c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada umur yang sama
menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %
Tabel 3 menunjukkan persentase pecah tunas tidak selalu tertekan oleh
penggunaan media kemasan, dan klon yang berbeda menunjukkan perbedaan
tanggap dalam penggunaan media kemasan terhadap presentase pecah tunas.
Penggunaan media kemasan kertas koran pada waktu tunda tanam 2 hari
dapat menurunkan persentase pecah tunas (Tabel 4). Pada waktu tunda tanam 7
hari, antar macam media kemasan tidak menunjukkan perbedaan nyata dalam
menghasilkan persentase pecah tunas. Waktu tunda tanam 2 hari-tanpa media
kemasan dan waktu tunda tanam 2 hari-cocopeat tidak berbeda nyata dengan
waktu tunda 7 hari-tanpa media kemasan dan waktu tunda tanam 7 hari-kertas
koran. Cocopeat-waktu tunda penaman terbesar jika tunda tanam lebih lama.
Tabel 4. Pengaruh Waktu Tunda Tanam dan Media Kemasan terhadap
Persentase Pecah Tunas pada 4 MST
Waktu Tunda
Tanam
2 hari
7 hari
Media Kemasan
Tanpa media
Kertas koran
Cocopeat
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (%) - - - - - - - - - - - - - - - - - 87,1 ab
81,6 b
71,4 c
85,5 ab
89,9 a
87,7 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata pada
taraf uji BNT 5 %
20
Pada 5 dan 6 MST menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata semua
perlakuan serta interaksi di antara perlakuan terhadap persentase pecah tunas
(Lampiran 2).
Perkembangan pertumbuhan persentase bibit hidup dari 2 sampai dengan 6
MST dan 81 HST tidak dipengaruhi secara nyata oleh semua perlakuan serta
interaksi di antara perlakuan (Lampiran 3). Tabel 5 menunjukkan rata-rata bibit
hidup selama pengamatan.
Tabel 5. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media
Kemasan terhadap Persentase Bibit Hidup dari 2 sampai dengan
6 MST dan 81 HST
Perlakuan
n
Waktu Tunda Tanam
2 hari
7 hari
Klon Mata Entres
PB 260
PB 330
Media Kemasan
Tanpa media
Cocopeat
Kertas koran
24
24
MST
81
2
3
4
5
6
HST
- - - - - - - - - - - - - - - - - - -(%)- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 96,7
96,5
96,5
96,5
96,5
96,5
95,0
94,8
94,8
94,8
94,8
94,8
24
24
95,6
96,1
95,4
95,9
95,4
95,9
95,4
95,9
95,4
95,9
95,4
95,9
16
16
16
95,9
96,5
95,2
95,6
96,5
94,9
95,6
96,5
94,9
95,6
96,5
94,9
95,6
96,5
94,9
95,6
96,5
94,9
Keterangan: n = jumlah populasi dihitung, MST = minggu setelah tanam, HST = hari setelah
tanam
Tinggi tunas tidak dipengaruhi oleh interaksi semua perlakuan (Lampiran 4).
Hanya kedua klon yang berbeda nyata pada setiap pengamatan terhadap tinggi
tunas (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media
Kemasan terhadap Tinggi Tunas pada 35, 57 dan 79 HST
Perlakuan
Waktu Tunda Tanam
2 hari
7 hari
Klon Mata Entres
PB 260
PB 330
Media Kemasan
Tanpa media
Cocopeat
Kertas koran
24
24
HST
35
57
79
- - - - - - - - - - -(cm) - - - - - - - - - - - - 21,36
23,21
24,46
23,24
24,17
26,51
24
24
19,96 b
24,64 a
21,50 b
25,87 a
23,57 b
27,40 a
16
16
16
23,46
21,70
21,75
24,46
23,19
23,42
25,11
25,46
25,88
n
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama
menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %, n = jumlah populasi dihitung
21
Diameter tunas tidak dipengaruhi oleh perlakuan waktu tunda tanam dan
klon mata entres, serta tidak terdapat interaksi antara perlakuan (Lampiran 5). Hal
ini berarti diameter tunas hanya dipengaruhi secara tunggal oleh perlakuan media
kemasan. Pertumbuhan diameter tunas nyata dipengaruhi oleh macam media
kemasan pada 35 dan 79 HST. Media kemasan secara tidak langsung menekan
pertumbuhan diameter tunas pada pengamatan 35 HST (Tabel 7), tetapi pada
pengamatan 79 HST media kemasan secara tidak langsung mendorong
pertumbuhan diameter tunas.
Tabel 7. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media
Kemasan terhadap Diameter Tunas 35 HST, 57 HST dan 79 HST
Perlakuan
n
Waktu Tunda Tanam
2 hari
7 hari
24
24
HST
35
57
79
- - - - - - - - - - - - - (mm) - - - - - - - - - - 4,11
4,59
5,12
4,27
4,62
5,13
Klon Mata Entres
PB 260
PB 330
24
24
4,12
4,27
4,52
4,70
4,96
5,29
Media Kemasan
Tanpa media
Cocopeat
Kertas koran
16
16
16
4,29 a
4,13 b
4,15 b
4,69
4,61
4,52
4,99 b
5,34 a
5,03 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlakuan
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %, n =
jumlah populasi dihitung
Pemakaian cocopeat meningkatkan bobot kering tunas dan tajuk (Tabel 8),
yang ditunjang oleh diameter tunas yang lebih besar (Tabel 7 pada 79 HST).
Peningkatan bobot kering tunas-tajuk dan diameter tunas tidak dipengaruhi oleh
klon (Lampiran 5 dan 6), tetapi klon hanya berpengaruh terhadap tinggi tunas saja
(Lampiran 4). Selain itu waktu tunda tanam tidak berpengaruh terhadap semua
peubah tajuk (Lampiran 5). Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan media
kemasan dapat meningkatkan bobot kering tunas dan tajuk serta memperbesar
diameter tunas pada stum okulasi dini. Sebaliknya klon dan waktu tunda tanam
tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tunas dan tajuk serta diameter
tunas.
22
Tabel 8. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media
Kemasan terhadap Bobot Kering Tunas, Jumlah Daun, Luas Daun
dan Bobot Kering Tajuk
Perlakuan
Waktu Tunda Tanam
2 hari
7 hari
Klon Mata Entres
PB 260
PB 330
Media Kemasan
Tanpa media
Cocopeat
Kertas koran
Bobot Kering
Tunas
(gram)
Jumlah
daun
24
24
1,24
1,34
8,94
8,93
530,83
539,38
3,69
3,96
24
24
1,14
1,45
8,90
8,98
498,68
571,53
3,50
4,15
16
16
16
1,24 b
1,51 a
1,13 b
8,81
9,06
8,94
506,69
574,03
524,59
3,57 b
4,23 a
3,66 b
n
Luas
daun
(cm2)
Bobot kering
tajuk
(gram)
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlakuan yang
sama berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %, n = jumlah populasi
dihitung
Pada Tabel 9 terlihat bahwa penundaan waktu tanam yang lebih lama (7 hari)
akan berdampak pada penurunan bobot kering akar, sedangkan penggunaan media
kemasan terutama cocopeat akan meningkatkan jumlah akar. Sebaliknya klon
tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah akar yang diukur (Lampiran 7).
Tabel 9. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media
Kemasan terhadap Jumlah Akar Lateral, Panjang Akar Lateral
dan Bobot Kering Akar serta Nisbah Akar Tajuk
Perlakuan
Waktu Tunda Tanam
2 hari
7 hari
Klon Mata Entres
PB 260
PB 330
Media Kemasan
Tanpa media
Cocopeat
Kertas koran
n
Jumlah
Akar
Lateral
Nisbah
Akar
Tajuk
(cm)
Bobot
Kering
Akar
(gram)
Panjang
Akar Lateral
24
24
5,28
5,44
14,99
15,78
2,01 a
1,04 b
0,58 a
0,26 b
24
24
4,78
5,94
15,60
15,17
1,45
1,60
0,42
0,41
16
16
16
4,96 b
6,23 a
4,90 b
15,04
15,40
15,71
1,47
1,66
1,44
0,43
0,41
0,41
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlalukan yang
sama berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %, n = jumlah populasi dihitung
Tidak ada pengaruh interaksi yang nyata antara perlakuan pada peubahpeubah akar lateral. Jadi pengaruh perlakuan hanya berpengaruh secara tunggal,
23
yaitu media kemasan terhadap peubah jumlah akar lateral dan waktu tunda tanam
terhadap bobot kering akar (Lampiran 7).
Tidak ada pengaruh interaksi yang nyata antar perlakuan terhadap nisbah
akar tajuk, selain itu pengaruh perlakuan waktu tunda tanam hanya berpengaruh
secara tunggal pada nisbah akar tajuk (Lampiran 7). Semakin lama penundaan
tanam akan menurunkan nisbah-akar tajuk (Tabel 9). Selajutnya klon dan media
kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah akar tajuk (Lampiran 7).
Pembahasan
Proses okulasi, pemotongan tunas pucuk, pencabutan stum yang diikuti
dengan pemotongan semua akar, proses pengemasan dan penundaan waktu tanam
merupakan faktor-faktor yang menyebabkan adanya perubahan metabolisme
dalam jaringan stum. Perubahan metabolisme tersebut menyebabkan perubahan
dalam viabilitas stum untuk tumbuh dan berkembang kembali. Oleh karena itu
penggunaan media kemasan dan perkiraan waktu tunda tanam diharapkan dapat
menekan perubahan ke arah yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan
kembali stum menjadi bibit.
Interaksi perlakuan antara klon dengan media kemasan dan waktu tunda
tanam dengan media kemasan hanya pada awal pertumbuhan bibit yang
diindikasikan oleh persentase pecah tunas 2 sampai dengan 4 MST (Tabel 4).
Perlakuan media kemasan merupakan pengaturan lingkungan kemasan yang
digunakan selama pengiriman (penundaan tanam) yang diharapkan dapat
mempertahankan kesegaran stum. Selain itu, persentase pecah tunas pada 2
sampai dengan 4 MST telah mencapai persentase tinggi sehingga pada umur
berikutnya pertambahan pesrsentase tidak menyebabkan perbedaan. Oleh karena
pengaruh interaksi ketiga perlakuan hanya nyata pada persentase pecah tunas saat
awal pertumbuhan tetapi tidak nyata pada periode pertumbuhan selanjutnya, maka
secara umum bila dilihat pada masing-masing individu faktor perlakuan tersebut
berpengaruh nyata pada persentase pecah tunas hanya pada umur tertentu saja.
Bahkan khususnya perbedaan klon tidak berbeda nyata selama pertumbuhan bibit
stum (Tabel 2).
Stum karet okulasi dini merupakan jaringan muda yang lebih mudah untuk
menjalankan aktivitas selnya. Waktu tunda tanam, klon dan media kemasan tidak
24
memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase pecah tunas di atas 5 MST
(Tabel 2) dan persentase hidup tunas (Tabel 5). Diduga hingga waktu tunda tanam
7 hari tidak terjadi perubahan yang berarti yang dapat memberikan pengaruh
nyata terhadap pecah tunas dan viabilitas stum. Selain itu waktu tunda tanam 7
hari belum memperlihatkan pengaruh dari kemasan, mungkin karena pada masa
penyimpanan 7 hari belum terjadi perubahan yang berarti dalam hal dehidrasi,
suhu, dan cadangan makanan dalam stum yang dapat berpengaruh terhadap
viabilitas bibit. Menurut Santoso dan Lubis (1982) dan Ballester et al. (1999)
stum karet okulasi dini merupakan meristem tanaman muda yang lebih cepat pulih
dan juvenilitas mata tunas dan batang bawah, yang memungkinkan persentase
bibit hidup tinggi serta kemudahannya dalam berakar.
Pada tabel 10 hasil penelitian Lubis et al. (1982) yang dirujuk kembali oleh
Huzny dan Sunarwidi (1987) dibandingkan dengan hasil penelitian ini,
menunjukkan penggunaan macam media pada stum okulasi hijau dengan waktu
simpan 30 hari persentase hidup bibitnya sama besar dibandingkan dengan macam
media kemasan yang digunakan dengan stum okulasi dini pada waktu tunda
tanam 7 hari. Selain itu pecah tunas telah terjadi pada stum okulasi hijau pada
waktu simpan 30 hari, yaitu pada penggunaan cocopeat dan kertas koran, tetapi
tidak terjadi pada stum okulasi hijau tanpa media kemasan yang sama dengan
semua macam media pada stum okulasi dini. Selanjutnya persentase bibit hidup
pada stum okulasi dini 6 MST dibandingkan dengan stum okulasi hijau 3 BST
(bulan setelah tanam) dalam penggunaan cocopeat dan kertas koran relatif sama
nilainya, demikian juga dengan persentase pecah tunas. Akan tetapi stum okulasi
hijau tanpa menggunakan media kemasan tampak tertekan persentase bibit hidup
dan pecah tunasnya dibandingkan dengan stum okulasi dini tanpa media kemasan.
Viabilitas hidup bibit yang sama pada stum okulasi dini dan hijau pada
waktu tunda tanam masing-masing menunjukkan waktu masing-masing belum
menyebabkan perubahan metabolisme dalam stum yang dapat menurunkan
viabilitas bibit (Tabel 10). Akan tetapi pada stum okulasi hijau terjadi pecah tunas
sebelum tanam pada penggunaan media kemasan cocopeat dan kertas koran. Hal
tersebut dapat terjadi oleh karena kemampuan cocopeat dan kertas koran
menyimpan kelembaban yang memungkinkan selama penyimpanan ada air yang
terserap oleh stum. Air ini digunakan dalam proses respirasi lebih lanjut yang
25
mendorong terjadinya pecah tunas selama penyimpan bibit okulasi hijau,
sedangkan persentase pecah tunas yang lebih besar pada cocopeat dikarenakan
daya simpan airnya yang lebih tinggi dibandingkan kertas koran.
Tabel 10. Persentase Pecah Tunas (Budbreak) dan Hidup serta Bobot Segar
Stum Okulasi Dini dan Hijau
Stum Okulasi Dini
6 Minggu
Waktu Simpan
Media
Setelah
7 hari**
Kemasan
Tanam ***
Hi
Pecah
Hi
Pecah
dup tunas
dup tunas
- - - - - -- - - -(%) - - - - - - - - Tanpa
100
0
95
93
Media *
Stum Okulasi Hijau
Bobot
Basah
(gram)
3 Bulan
Setelah
Bobot
Tanam ***
Basah
Hi
Pecah
Hi
Pecah
dup
tunas
dup
tunas
- - - - - -- - - -(%) - - - - - - - - - (gram)
Waktu Simpan
30 hari**
35
100
0
84
84
200
Cocopeat
100
0
96
94
35
100
28
96
96
220
Kertas
Koran
100
0
94
92
35
100
12
96
96
200
Sumber: Lubis et al. (1982); Huzny dan Sunarwidi (1987); Sutanto 2008
Keterangan: * hanya Menggunakan Pembungkus/Kantong Plastik, ** Waktu Tunda Stum
Sebelum Ditanam dalam Polybag,*** Tanam dalam Polybag, Umur Batang Bawah
Stum Okulasi Mata Tidur pada Stum Okulasi Dini Berumur 5 bulan dan pada Stum
Okulasi Hijau Berumur 8 bulan
Persentase pecah tunas yang relatif sama antara stum okulasi dini dan
okulasi hijau tetapi dicapai pada waktu yang berbeda saat ditanam di polybag
disebabkan masa dormansi yang berbeda yang dipicu oleh umur batang bawah
dan bobot stum yang berbeda (Tabel 10). Diduga perlu waktu yang lebih lama
pada stum okulasi hijau untuk dapat memecah dormansi melalui aktivitas hormon
untuk pemecahan mata tunas, walaupun kedua stum mempunyai tingkat
juvenilitas yang relatif sama.
Persentase bibit hidup stum okulasi hijau tampak tertekan saat ditanam di
polybag karena selama masa simpan tidak menggunakan media kemasan (hanya
kantong plastik), walaupun persentase hidup bibit selama masa simpan tidak
berbeda dengan media kemasan yang lain (Tabel 10). Hal ini menunjukkan
penggunaan media kemasan mempunyai pengaruh pada bibit okulasi hijau setelah
ditanam di polybag. Diduga metabolisme cadangan makanan melalui respirasi
pada stum okulasi hijau tanpa media kemasan dalam menjaga viabilitas lebih
tinggi dibandingkan dengan stum okulasi hijau yang menggunakan cocopaet dan
kertas koran. Respirasi stum okulasi hijau dengan media kemasan tetap terjadi,
26
tetapi dapat ditekan serendah mungkin oleh pengaruh media kemasan yang
menciptakan lingkungan kelembaban disekitar stum selama masa penyimpanan
agar viabilitas bibit tetap tinggi.
Penundaan tanam yang lebih lama (7 hari) mendorong presentase pecah
tunas yang lebih tinggi diawal pertumbuhan stum (Tabel 2), tetapi pada akhir
percobaan bobot kering akar lebih rendah dibandingkan dengan penundaan tanam
2 hari (Tabel 9). Diduga penundaan tanam yang lebih lama mengakibatkan
terjadinya evaporasi (penguapan air) yang lebih banyak pada permukaan stum,
dan respirasi juga terus terjadi untuk menjaga viabilitas stum tetap tinggi (Tabel
5). Respirasi di atas membongkar banyak cadangan makanan yang sebagian
hasilnya digunakan untuk inisiasi pertumbuhan tunas, sehingga masa dormansi
tunas sebagian telah dilalui selama penundaan tanam (Tabel 2). Sisa cadangan
makanan pada stum dengan penundaan tanam yang lebih lama tidak cukup untuk
menunjang pertumbuhan akar sebaik stum yang ditanam dengan penundaan tanam
2 hari (Tabel 9). Menurut Mohr dan Schopfer (1995) dan Hartmann et al. (1997),
kekeringan
jaringan stum yang semakin meningkat melalui evaporasi akan
mempercepat pecah tunas terjadi dan mendorong pertumbuhan tunas lebih lanjut.
Akibatnya stum tanpa akar lebih mudah terserang cekaman air dan rehidrasi
jaringan lebih sulit tanpa adanya sistem perakaran.
Pertumbuhan akar lateral terkait dengan status air jaringan pada stum.
Menurut Taiz dan Zeiger (2002), Mohr dan Schopfer (1995) dan Pilate et al.
(1989) menjelaskan stum semakin lama terpapar kekeringan menyebabkan akar
lateral yang terbentuk lebih sedikit. Hal ini disebabkan cadangan makanan
terserap untuk perkembangan tunas sebelum pecah tunas dan penyembuhan akibat
pelukaan yang tetap berlangsung. Akan tetapi dalam penelitian ini jumlah akar
lateral yang terbentuk pada penundaan tanam 7 hari tidak berbeda nyata dengan
penundaaan tanam 2 hari, demikian juga dengan panjang akar lateral (Tabel 9).
Hal ini menunjukkan pembentukkan akar dan panjang lateral belum tertekan oleh
lamanya penundaan tanam 7 hari. Selain itu perkembangan jumlah dan panjang
akar lateral tampak ditunjang oleh perkembangan tajuk yang lebih awal terbentuk
pada penundaan tanam 7 hari (Tabel 2), sehingga dapat mengimbangi perkembangan akar lateral yang lebih dulu terbentuk pada stum penundaan tanam 2 hari.
Bobot kering tunas dan tajuk lebih tinggi oleh pengaruh cocopeat (Tabel 8).
27
Hal ini menunjukan tingkat fotosintesis lebih tinggi yang ditunjang oleh jumlah
akar lateral lebih banyak (Tabel 9), sehingga lebih mampu menyerap air dan hara
untuk fotosintesis dan pembesaran sel. Fotosintat bersih yang dihasilkan disimpan
terutama untuk pertumbuhan diameter tunas (Tabel 7 pada 79 HST). Diduga
penggunaan cocopeat dapat mempengaruhi kelembaban lingkungan simpan stum
yang lebih baik, karena tekstur cocopeat berupa serbuk dalam kondisi basah
mampu menyimpan air 8,7 kali dibandingkan dengan kertas koran (2,8 kali) dan
tanpa media kemasan (0 kali). Kelembaban lingkungan ini diduga memungkinkan
stum tetap berespirasi untuk menjaga viabilitas bibit, namun dengan tingkat
respirasi seminimal mungkin. Selain itu diduga setelah akar rambut terbentuk dan
dapat berfungsi menyerap air dan hara dapat mendukung aktivitas tunas dan daundaun muda untuk menghasilkan auksin endogen yang mendorong pembesaran sel
(Salisbury dan Ross 1995). Kemudian auksin mendorong perkembangan dan
pertumbuhan panjang batang dan juga akumulasi fotosintat pada massa tajuk
(Taiz dan Zeiger 2002).
Pada jumlah daun dan luas daun tidak berbeda nyata antara perlakuan di
semua faktor (Tabel 8) dan tidak ada interaksi nyata antar perlakuan (Tabel
Lampiran 5). Pada waktu tunda tanam 7 hari sistem tajuk berkembang lebih
dahulu (Tabel 2) yang kemudian menunjang perkembangan akar dalam jumlah
dan panjang akar lateral (Tabel
9), selanjutnya akar ini memungkinkan
menunjang perkembangan tajuk (Tabel 8). Sebaliknya pada waktu tunda tanam 2
hari sistem perakaran yang terbentuk dahulu yang memungkinkan menunjang
perkembangan sistem tajuk (Tabel 2 dan 9). Baik waktu tunda tanam 2 dan 7 hari,
perkembangan sistem tajuk dan sistem akar dapat timbal balik saling menunjang
pertumbuhan bagian lainnya. Hal tersebut di atas memungkinkan jumlah daun dan
luas daun dapat berimbang. Untuk perbedaan media kemasan tidak menjadikan
peubah jumlah dan luas daun berbeda nyata. Hal ini diduga lingkungan
kelembaban yang terbentuk pada masa penyimpanan stum antara perbedaan
media kemasan belum mengakibatkan perubahan yang berarti pada metabolisme
di dalam stum, sehingga jumlah dan luas daun tidak berbeda walaupun menggunakan media kemasan yang berbeda.