Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Good Corporate Governance terhadap Biaya Keageanan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LandasanTeori 2.1.1. Teori Keagenan

Teori keagenan adalah sebuah kontrak antara pemilik (principal) dan manager (agen) (Jensen dan Meckling, 1976). Kontrak tersebut merupakan kontrak yang terdiri atas agen sebagai pihak yang diberikan tanggung jawab untuk melakukan suatu tugas dan principal yang memberi tugas. Agar kontrak ini berjalan dengan lancar, maka pemilik akan mendelegasikan wewenang pembuatan keputusan kepada manajer. Penataan kontrak agar kepentingan manajer dan pemilik dapat selaras merupakan inti dari teori keagenan.

Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007), yaitu :

1. Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest)

2. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai presepsi masa mendatang (bounded rationality)

3. Manusia selalu menghindari risiko (risk everse)

Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak oppurtunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya.


(2)

Masalah keagenan awalnya dikemukakan oleh Berle dan Means dalam Wang (2010) yang berpendapat bahwa , biaya keagenan terjadi karena adanya pemisahan kepemilikan dan pengelolaan karena kepentingan yang tidak konsisten dari manajemen dan pemegang saham. Jensen dan Meckling dalam Abor (2008) bahwa masalah keagenan muncul akibat adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Ada kepentingan yang berbeda diantara pemegang saham dan manajer dalam mengelola perusahaan. Brigham (2004) menyatakan bahwa , agency cost merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pemegang saham sebagai upaya mendorong direksi agar dapat bekerja memaksimalkan harga saham bukannya bekerja sebagai kepentingan mereka. Untuk itu principal harus memiliki mekanisme pemantauan agar dapat mengendalikan perilaku agen sesuai dengan aturan yang ditentukan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan insentif kompensasi dan melakukan monitoring. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bentuk – bentuk agency cost ,terdiri dari :

1. Biaya Pemantauan

Biaya yang dikeluarkan untuk memantau manajer dengan cara mengukur , mengamati , dan mengendalikan perilaku manajer.

2. Biaya Penjaminan

Biaya ini muncul untuk menjamin manajer agar mengambil keputusan yang tidak merugikan dan sesuai dengan kepentingan pemegangsaham.

3. Kerugian Residu


(3)

Farah dan Andini (2009) menyatakan ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu, pertama dengan meningkatkan kepemlikan saham perusahaan oleh manajemen sehingga manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari keputusan yang salah. Kedua , dengan meningatkan divident payout ratio , dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya. Ketiga , meningkatkan pendanaan dengan hutang. Keempat Institusional investor sebagai monitoring agents.

2.1.2. Corporate Governance ( Tata Kelola Perusahaan)

IICG (The Indonesian Institute for Corporate Governance) mendefinisikan konsep Corporte Governance sebagai serangkaian mekanisme untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan pemangku kepentingan (stakeholders). Hasil survei yang dilakukan Solomon dkk. (2000) menunjukkan bahwa definisi yang diberikan oleh Parkinson (1994) yang paling banyak diterima menyatakan bahwa corporate governance adalah proses supervisi dan pengendalian yang dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa manajemen perusahaan bertindak sejalan dengan kepentingan para pemegang saham. Corporate governance diartikan sebagai sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) mendefenisikan Corporate Governance sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah pada perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham , dengan tetap memperhatikan kepenting


(4)

pemangku lainnya , berlandaskan peraturan perundang – undangan dan norma yang berlaku.

Corporate Governance diperlukan untuk mendorong pasar yang transparan , efisien , dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Corporate Governance diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate Governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka , yakin bahwa manajer tidak akan mencuri / menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek – proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana / kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997 dalam Ujiyantho). Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan agency cost (biaya keagenan).

Perseroan memiliki kerangka kerja corporate governance sesuai dengan Undang – Undang RI No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kerangka kerja ini terdiri dari Rapat umum Pemegang Saham , Dewan Komisaris , Direksi , Komite Audit , Internal Audit dan Sekretaris Perusahaan yang bekerja bersama – sama untuk mengembangkan , menerapkan , memantau dan meninjau sistem kebijakan , prosedur standar operasi dan pengendalian internal yang membantu untuk memastikan perusahaan berjalan secara efektif , adil dan profesional.

Code Of Good Corporate Governance yang diterbitkan oleh Komite Nasional Corporate Governance terdapat 5 prinsip yang harus dilakukan setiap perusahaan , yaitu :


(5)

Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis , perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang – undangan , tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham , kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

Perusahaan berkewajiban mengungkapkan sebagai transaksi penting yang berkaitan dengan perusahaan, seperti kontrak kerja yang bernilai tinggi dengan perusahaan lain , resiko – resiko yang dihadapi dan kebijakan perusahaan yang akan dijalankan.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

3. Responsibilitas (Responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang – undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.


(6)

OECD menyatakan bahwa prinsip tanggung jawab ini menekankan pada adanya system yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada shareholder dan stakeholder. Hal ini dimaksudkan agar tujuan yang hendak dicapai dalam good corporate governance dapat direalisasikan, yaitu untuk mengakomodasikan kepentingan dari berbagai pihak yang berkaitan dengan perusahaan seperti masyarakat, pemerintah , asosiasi bisnis dan sebagainya.

4. Independensi (Independency)

Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG , perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing – masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

5. Kewajiban dan kesetaraan (Fairness)

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

Selain itu, mekanisme corporate governance (tata kelola perusahaan) juga dapat membawa beberapa manfaat antara lain :

1. meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik , meningkatkan efisiensi perusahaan , serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.

2. mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah , yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.


(7)

4. pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders’s values dan dividen.

Berbagai macam definisi yang timbul disebabkan karena pada awalnya corporate governance lahir sebagai prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang harusdikembangkan oleh perusahaan agar tetap survive. Karena menyangkut prinsip dan nilai tersebut maka dalam prakteknya corporate governance muncul di tiap negara dengan isu yang berbeda-beda disesuaikan dengan sistem ekonomi yang ada di setiap negara. Selain itu dalam prakteknya, agar dapat dilaksanakan, prinsip dan nilai corporate governance harus disesuaikan dengan kondisi yang ada pada suatu perusahaan dan sangat tergantung dengan bentuk perusahaan, jenis usaha dan komposisi kepemilikan modal perusahaan.

Esensi dari corporate governance (tata kelola perusahaan) adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam hal ini manajemen lebih terarah dalam mencapai sasaran – sasaran manajemen dan tidak disibukkan untuk hal – hal yang bukan menjadi sasaran pencapaian kinerja manajemen.

Struktur Corporate Governance dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu struktur pengendalian internal dan struktur pengendalian eksternal. Struktur pengendalian eksternal terdiri dari pihak – pihak berkepentingan yang berasal dari luar perusahaan seperti pasar modal , pasar uang , regulator , dan profesi lainnya (paralegal , auditor, dan lain sebagainya). Penelitian ini berfokus pada struktur pengendalian internal perusahaan yang terdiri dari dewan komisaris dan dewan direksi.

2.1.2.1. Indikator Mekanisme Corporate Governance 1. Dewan Komisaris


(8)

Indonesia merupakan negara yang menggunakan konsep two tier, yaitu dimana dewan terdiri dari pemiliik yang bertugas mengendalikan semua kegiatan yang ada di perusahaan yang tingkatnya lebih tinggi dari manajer. Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan / atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada direksi (Pasal 1- butir 6 dan Pasal 108 ayat 1 dan 2 UUPT) sehubungan tanggung jawab dewan komisaris dapat dikatakan bahwa hubungan kepercayaan dan fiduciary duties anggota direksi secara mutatis mutandis berlaku bagi anggota dewan komisaris.

Ukuran dewan komisaris merupakan elemen penting, penelitian Lara, et al. (2005) menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki dewan yang kuat sebagai mekanisme corporate governance mensyaratkan tingkat konservatif yang lebih tinggi daripada perusahaan dengan dewan yang lemah.

Setyawati (2011) mengatakan bahwa dewan komisaris adalah sebuah dewan yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direktur. Di Indonesia Dewan Komisaris ditunjuk oleh RUPS dan di dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dijabarkan fungsi, wewenang dan tanggung jawab dewan komisaris. Untuk melihat besar kecilnya ukuran dewan komisaris dalam suatu perusahaan dilihat dari banyaknya jumlah dewan komisaris perusahaan tersebut.

Tugas dan wewenang dewan komisaris :

1.Melakukan pengawasan atas jalannya PT dan memberikan nasihat kepada direktur. 2. Dalam melakukan tugas , dewan direksi brdasarkan kepada kepentingan PT dan sesuai


(9)

3. Kewenangan khusus dewan komisaris , bahwa dewan komisaris dapat diamanatkan dalam anggaran dasar untuk melaksanakan tugas – tugas tertentu direktur , apabila direktur berhalangan dalam keadaan tertentu.

Menurut KNKG , dewan komisaris merupakan organ perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serat memastikan bahwa perusahaan melaksanakan corporate governance. Namun demikian , dewan komisaris tidak boleh turut serat dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing – masing anggota dewan komisaris adalah setara.

Fungsi dewan komisaris menurut KNKG (2006) , sebagai berikut :

1. Dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. 2. Untuk hal yang diperlukan perusahaan, dewan komisaris dapat memberikan sangsi

pemberhentian sementara kepada anggota direksi, dengan ketentuan harus segera ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan RUPS.

3. Dalam hal terjadi kekosongan dalam direksi atau dalam keadaan tertentu sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang – undangan dan anggaran dasar, untuk sementara dewan komisaris dapat melaksanakan fungsi direksi.

4. Dalam rangka melaksankan fungsinya , anggota dewan komisaris baik secara bersama – sama dan atau sendiri – sendiri berhak mempunyai akses dan memperoleh informasi tentang perusahaan secara tepat waktu dan lengkap.

5. Dewan komisaris harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja sehingga pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan sebagai salah satu alat penilaian kerja mereka.


(10)

6. Dewan komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas , menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh direksi , dalam rangka memperoleh pembebasan dan pelunasan tanggung jawab (acquit et decharge). 7. Dalam melaksanakan tugasnya, dewan komisaris harus membentuk komite. Usulan

dari komite disampaikan kepada dewan komisaris untuk memperoleh keputusan.

Dalam penelitian berfokus pada dewan komisaris independen. Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen , pemegang saham mayoritas , pejabat atau dengan cara lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya, 2006: 135). Komisaris independen diharapkan dapat menciptakan keseimbangan atas berbagai kepentingan para pihak dalam hal pengambilan keputusan bisnis.

2.1.2.1.2. Struktur Kepemilikan

Struktur kepemilikan adalah perbandingan antara jumlah saham yang dimiliki oleh orang dalam (insider) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor (Jahera dan Aurburn , 1996). Struktur kepemilikan saham oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan.

Struktur kepemilikan dapat dibedakan menurut dua sudut pandang yang berbeda (Ituriaga dan Zans dalam Faizal, 2004) yaitu :


(11)

Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham.

2. Pendekatan informasi asimetri

Struktur kepemilikan sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsider melalui pengungkapan informasi.

Ada dua karakter struktur kepemilikan perusahaan yang ada. Karakter kepemilikan tersebut adalah kepemilikan yang menyebar (dispersed ownership) dan kepemilikan yang terkonsentrasi (closely head). Perusahaan dengan kepemilikan yang menyebar akan cenderung memberikan imbalan yang lebih besar pada pihak manajemen dibandingkan perusahaan dengan kepemilikan yang terkonsentrasi (Gilberg dan Idson, 1995).

Struktur kepemilikan pada suatu perusahaan mengimplikasikan adanya pengorbanan dalam pemakaian sumber daya yang efisien agar diperoleh profit yang maksimal , dimana kepemilikan yang tersebar akan mengurangi insentif bagi manajer untuk memaksimumkan profit. Pemusatan kepemilikan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan tersebut dengan meminimumkan agency cost . Namun pemusatan kepemilikan tersebut juga mengandung biaya potensial.

1. Struktur Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan saham manajerial (Managerial Share Ownership) selanjutnya disebut MSO telah dipandang sebagi mekanisme yang dapat menurunkan konflik agensi


(12)

melalui penyelarasan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham. Jensen dan Meckling (1976) meyatakan bahwa kepemilikan saham manajerial dapat menurunkan dorongan manajerial untuk mengkonsumsi perquisites, pengambilalihan kesejahteraan pemegang saham dan untuk mencegah perilaku lain yang tidak memaksimalkan nilai perusahaan.

Born (1988) dalam Junaidi (2006) menyatakan bahwa kepemilikan adalah presentasi kepemilikan saham yang dimiliki oleh direksi, manajer, dan dewan komisaris. Adanya kepemilikan manajemen dalam sebuah perusahaan akan menimbulkan dugaan yang menarik bahwa nilai perusahaan meningkat sebagai akibat kepemilikan mamnajemen yang meningkat.Kepemilikan manajerial dapat mensejajarkan antara kepentingan pemegang saham dengan manajer , karena manajer ikut merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan manajer yang menanggung risiko apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.

2. Struktur Kepemilikan Instusional

Kepemilikan Instusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain keberadaan investor instusional dapat menunjukkan mekanisme corporate governance yang kuat yang dapat digunakan untuk memonitor manajemen perusahaan. Pemegang saham instusional memiliki dorongan untuk memonitor dan mempengaruhi manajemen untuk melindungi investasi mereka yang signifikan.Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional


(13)

diantara pemegang saham dengan manajer. Keberadaan investor instutisional dianggap mampu mengoptimalkan pengawasan kinerja manajemen dengan memonitoring setiap keputusan yang diambil oleh pihak manajemen selaku pengelola perusahaan. Signifikasi institusional ownership sebagai agen pengawas ditekankan melalui investasi mereka yang cukup besar melalui pasar modal. Apabila instutisional mereka tidak puas atas kinerja manajerial , maka mereka akan menjual sahamnya ke pasar (Asbar dkk, 2013). Crutchley et al. (1999) yang mengemukakan bahwa monitoring yang dilakukan institusi mampu mensubtitusi agency cost lain (hutang , deviden , kepemilikan manajerial) sehingga biaya keagenan menurun dan nilai perusahaan meningkat.

2.1.3. Leverage

Leverage adalah tingkat penggunaan utang sebagai sumber pembiayaan perusahaan. Menurut Sawir (2004) leverage keuangan adalah penggunaan sumber dana yang menimbulkan beban tetap keuangan. Beban tetap keuangan yaitu bunga yang harus dibayar tanpa memperdulikan tingkat laba perusahaan. Menurut Sadalia (2010 : 29) financial leverage diartikan sebagai kemampuan perusahaan dalam menggunakan kewajiban-kewajiban keuangan yang sifatnya tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap pendapatan per lembar saham biasa (earning per share). Didalam financial leverage diasumsikan bahwa dividen untuk pemegang saham preferen selalu di bayar setiap akhir periode dimana asumsi ini diperlukan untuk mengetahui berapa jumlah uang yang sesungguhnya tersedia bagi pemegang saham biasa setelah bunga dan dividen untuk pemegang saham preferen dibayarkan pajak. Leverage


(14)

keuangan menyiratkan dua hal penting, dengan menaikkan dana melalui hutang , pemilik dapat mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi terbatas. Kreditor mensyaratkan adanya ekuitas atau dana yang disediakan oleh pemilik sebagai margin pengaman.

Salah satu sebab timbulnya konflik keagenan antara manajer dan pemegang saham disebabkan oleh keputusan pendanaan. Jensen (1976) berpendapat bahwa dengan hutang maka perusahaan harus melakukan pembayaran periodik atas bunga dan prinsipal. Hal ini bisa mengurangi keinginan manajer untuk mengadakan free cash flow guna membiayai kegiatan – kegiatan yang tidak optimal. penggunaan hutang juga akan meningkatkan risiko. Dengan kata lain , perusahaan yang mempergunakan hutang dalam pendanaannya dan tidak mampu melunasi kembali hutang tersebut akan terancam likuiditasnya sehingga pada gilirannya akan mengancam posisi manajemen. Pemegang saham cenderung setuju dengan penggunaan hutang sebagai sumber pembiayaan , sedangkan manajer berusaha untuk menghindari hutang karena akan meningkatkan risiko. Pengukuran financial leverage ini menggunakan rumus dari debt to assetratio.

2.1.4. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan salah satu variabel penting dalam pengelolaan perusahaan. Ukuran perusahaan mencerminkan seberapa besar penjualan yang diperolehperusahaan. Penjualan merupakan kegiatan utama suatu perusahaan yang memiliki pengaruh strategis terhadap perusahaan dan berkaitan dengan kompetisi dalam industri. Agar dapat melakukan penjualan perusahaan membutuhkan aktiva perusahaan. Peningkatan penjualan harus diikuti dengan peningkatan aktiva perusahaan (Weston dan


(15)

perusahaan. Perusahaan besar cenderung mendapat perhatian lebih dari masyarakat luas. Dengan demikian, biasanya perusahaan besar memiliki kecenderungan untuk selalu menjaga stabilitas dan kondisi perusahaan. Untuk menjaga stabilitas dan kondisi ini, perusahaan tentu saja akan berusaha mempertahankan dan terus meningkatkan kinerjanya.

Pada sisi lain, perusahaan dengan skala kecil lebih fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian, karena perusahaan kecil lebih cepat bereaksi terhadap perubahan yang mendadak. Perusahaan besar cenderung memiliki kelebihan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan pengendalian internal perusahaan. Sebaliknya, perusahaan kecil memiliki kesulitan dalam mengevaluasi pengendalian internal dikarenakan belum mempunyai struktur yang formal atau struktur yang baik dalam pengendalian internal mereka.


(16)

2.2. PenelitianTerdahulu

Berikut ini keterangan tentang penelitian terdahulu : Tabel 2.1 PenelitianTerdahulu

No Nama

Peneliti Judul Penelitian

Variabel Penelitian Metode Analisis Data Hasil Penelitian

1. Hongxia Li, Liming cui (2003)

Emprical Study of Capital Structure on Agency Costs in Chinese Listed Firms Variabel dependen: agency cost Variabel independen: ownership structure,corporat e governance ,board size, leverage.

2SLS Capital structure

berpengaruh positif terhadap agency cost

2. Sajid Gul, Muhammad Sajid, Nasir Razzaq, Farman Agency Cost, Corporate Governance Ownership Structure (The case of Pakistan)

Variabel dependen : Agency Cost Variabel Independen: Boardsize, Board Independence, Chair Duality, Remuneration Structure, Managerial Ownership, Institusional Ownership, External Analisis Regresi Berganda 1.Director Ownership berpengaruh positif terhadap agency cost. 2. Institusional ownership memiliki pengaruh

signifikan terhadap agency


(17)

Lanjutan Tabel 2.1 PenelitianTerdahulu

No Nama

Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Analisis Data Hasil Penelitian 4 Paulus

Basuki Hadiprajitno (2013) Struktur Kepemilikan , Mekanisme Tata Kelola Perusahaan , dan Biaya Keagenan di Indonesia Variabel dependen: Biaya Keagenan Variabel Independen : Struktur kepemilikan perusahaan, mekanisme tata kelola perusahaan. Metode analisis regresi berganda Secara keseluruhan pengaruh mekanisme tata kelola perusahaan kurang mendukung teori keagenan.

5. Putu Mudyasan Sudarma D, I Wayan Putra (2014) Pengaruh Good Corporate Governance pada Biaya Keagenan Variabel dependen: Biaya keagenan Variabel Independen: Corporate governance. Analisis regresi sederhana Good Corporate Governance berpengaruh negatif pada biaya keagenan.

2.3. Kerangka Konseptual

Teori keagenan adalah sebagai dasar dalam memahami corporate governance. Teori keagenan adalah sebuah kontrak antara pemilik dan manajer (Jensen dan Meckling, 1976). Munculnya masalah keagenan mengakibatkan adanya biaya keagenan. Masalah keagenan dapat terjadi karena adanya asimetri informasi antara manajemen yang


(18)

memiliki informasi memadai dengan pihak lain yang tidak memiliki sumber dan akses yang memadai untuk memperoleh informasi.

Peran dewan komisaris diharapkan akan meminimalisir permasalahan agensu yang timbul antara dewan diresksi dengan pemegang saham. Dari perspektif teori agensi, dewan komisaris mewakili mekanisme internal utama untuk mengontrol perilaku oportunistik manajemen sehingga dapat membantu menyelaraskan kepentingan pemegang saham dan manajer. Dari fungsi dewan tersebut, terlihat bahwa jumlah komisaris berpengaruh terhadap nilai/kinerja perusahaan.

Kepemilikan manajerial mampu memperkecil biaya keagenan. Kepemilikan manajerial dapat mensejajarkan kepentingan manajer dan pemegang saham. Hal ini dapat terjadi karena manajer ikut merasakan langsung keputusan dan risiko dari setiap keputusan.

Kepemilikan Intitusional mampu memperkecil biaya keagenan. Keberadaan investor institusional dianggap mampu mengoptimalkan pengawasan terhadap kerja manajer dan mengawasi setiap keputusan yang diambil oleh pihak manajemen selaku pengelola.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka model kerangka konseptual yang menegaskan pengaruh Corporate Governance yang diproksikan melalui kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan leverage terhadap biaya keagenan yang diproksikan melalu Asset Turnover (ATO)ditunjukkan pada Gambar 2.1. berikut :


(19)

Sumber: Gul Sajid (2012), Paulus (2013) dimodifikasi. Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada dan tujuan yang ingin dicapai, maka hipotesis atau jawaban sementara yang ingin diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap biaya keagenan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia

2. Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap biaya keagenan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia

Variabel Independen : Ukuran dewan komisaris independen(X1)

Kepemilikan Manajerial(X2) Kepemilikan Institusional(X3)

Variabel kontrol : Financial Leverage (X4) Ukuran Perusahaan(X5)

Variabel dependen : Agency Cost (Y)


(20)

3. Ukuran dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap biaya keagenan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia

4. Variabel kontrol akan mempengaruhi variabel independen terhadap dependen terhadap regresi yang pertama mempengaruhi biaya keagenan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia


(1)

perusahaan. Perusahaan besar cenderung mendapat perhatian lebih dari masyarakat luas. Dengan demikian, biasanya perusahaan besar memiliki kecenderungan untuk selalu menjaga stabilitas dan kondisi perusahaan. Untuk menjaga stabilitas dan kondisi ini, perusahaan tentu saja akan berusaha mempertahankan dan terus meningkatkan kinerjanya.

Pada sisi lain, perusahaan dengan skala kecil lebih fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian, karena perusahaan kecil lebih cepat bereaksi terhadap perubahan yang mendadak. Perusahaan besar cenderung memiliki kelebihan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan pengendalian internal perusahaan. Sebaliknya, perusahaan kecil memiliki kesulitan dalam mengevaluasi pengendalian internal dikarenakan belum mempunyai struktur yang formal atau struktur yang baik dalam pengendalian internal mereka.


(2)

2.2. PenelitianTerdahulu

Berikut ini keterangan tentang penelitian terdahulu : Tabel 2.1 PenelitianTerdahulu

No Nama

Peneliti Judul Penelitian

Variabel Penelitian Metode Analisis Data Hasil Penelitian 1. Hongxia Li,

Liming cui (2003)

Emprical Study of Capital Structure on Agency Costs in Chinese Listed Firms Variabel dependen: agency cost Variabel independen: ownership structure,corporat e governance ,board size, leverage.

2SLS Capital structure berpengaruh positif terhadap agency cost

2. Sajid Gul, Muhammad Sajid, Nasir Razzaq, Farman Agency Cost, Corporate Governance Ownership Structure (The case of Pakistan)

Variabel dependen : Agency Cost Variabel Independen: Boardsize, Board Independence, Chair Duality, Remuneration Structure, Managerial Ownership, Institusional Ownership, External Ownership. Analisis Regresi Berganda 1.Director Ownership berpengaruh positif terhadap agency cost. 2. Institusional ownership memiliki pengaruh

signifikan terhadap agency cost.


(3)

Lanjutan Tabel 2.1 PenelitianTerdahulu

No Nama

Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Analisis Data Hasil Penelitian 4 Paulus

Basuki Hadiprajitno (2013) Struktur Kepemilikan , Mekanisme Tata Kelola Perusahaan , dan Biaya Keagenan di Indonesia Variabel dependen: Biaya Keagenan Variabel Independen : Struktur kepemilikan perusahaan, mekanisme tata kelola perusahaan. Metode analisis regresi berganda Secara keseluruhan pengaruh mekanisme tata kelola perusahaan kurang mendukung teori keagenan.

5. Putu Mudyasan Sudarma D, I Wayan Putra (2014) Pengaruh Good Corporate Governance pada Biaya Keagenan Variabel dependen: Biaya keagenan Variabel Independen: Corporate governance. Analisis regresi sederhana Good Corporate Governance berpengaruh negatif pada biaya keagenan.

2.3. Kerangka Konseptual

Teori keagenan adalah sebagai dasar dalam memahami corporate governance. Teori keagenan adalah sebuah kontrak antara pemilik dan manajer (Jensen dan Meckling, 1976). Munculnya masalah keagenan mengakibatkan adanya biaya keagenan. Masalah keagenan dapat terjadi karena adanya asimetri informasi antara manajemen yang


(4)

memiliki informasi memadai dengan pihak lain yang tidak memiliki sumber dan akses yang memadai untuk memperoleh informasi.

Peran dewan komisaris diharapkan akan meminimalisir permasalahan agensu yang timbul antara dewan diresksi dengan pemegang saham. Dari perspektif teori agensi, dewan komisaris mewakili mekanisme internal utama untuk mengontrol perilaku oportunistik manajemen sehingga dapat membantu menyelaraskan kepentingan pemegang saham dan manajer. Dari fungsi dewan tersebut, terlihat bahwa jumlah komisaris berpengaruh terhadap nilai/kinerja perusahaan.

Kepemilikan manajerial mampu memperkecil biaya keagenan. Kepemilikan manajerial dapat mensejajarkan kepentingan manajer dan pemegang saham. Hal ini dapat terjadi karena manajer ikut merasakan langsung keputusan dan risiko dari setiap keputusan.

Kepemilikan Intitusional mampu memperkecil biaya keagenan. Keberadaan investor institusional dianggap mampu mengoptimalkan pengawasan terhadap kerja manajer dan mengawasi setiap keputusan yang diambil oleh pihak manajemen selaku pengelola.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka model kerangka konseptual yang menegaskan pengaruh Corporate

Governance yang diproksikan melalui kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

dan leverage terhadap biaya keagenan yang diproksikan melalu Asset Turnover (ATO)ditunjukkan pada Gambar 2.1. berikut :


(5)

Sumber: Gul Sajid (2012), Paulus (2013) dimodifikasi. Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada dan tujuan yang ingin dicapai, maka hipotesis atau jawaban sementara yang ingin diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap biaya keagenan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia

2. Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap biaya keagenan pada Variabel Independen :

Ukuran dewan komisaris independen(X1)

Kepemilikan Manajerial(X2) Kepemilikan Institusional(X3)

Variabel kontrol :

Financial Leverage (X4) Ukuran Perusahaan(X5)

Variabel dependen : Agency Cost (Y)


(6)

3. Ukuran dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap biaya keagenan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia

4. Variabel kontrol akan mempengaruhi variabel independen terhadap dependen terhadap regresi yang pertama mempengaruhi biaya keagenan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia


Dokumen yang terkait

Pengaruh Good Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 56 110

Pengaruh Good Corporate Governance Ukuran Perusahaan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 63 101

Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Good Corporate Governance terhadap Biaya Keageanan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

27 222 105

PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, INSTITUSIONAL TERHADAP BIAYA HUTANG MELALUI GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 2 34

Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Good Corporate Governance terhadap Biaya Keageanan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 0 10

Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Good Corporate Governance terhadap Biaya Keageanan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Good Corporate Governance terhadap Biaya Keageanan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 0 9

Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Good Corporate Governance terhadap Biaya Keageanan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 0 3

Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Good Corporate Governance terhadap Biaya Keageanan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

Pengaruh Good Corporate Governance Ukuran Perusahaan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 12