PROPOSAL EKSPERIMEN PRAKTIKUM FISIKA LAN

PROPOSAL EKSPERIMEN PRAKTIKUM FISIKA LANJUTAN 2B

ADVANCED OPTICAL SYSTEM
(SISTEM OPTIK LANJUTAN)

Oleh :
Bagus Hermawan Putranto
1106066252

LABORATORIUM FISIKA LANJUTAN
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA

A. LATAR BELAKANG.
Tak bisa kita pungkiri bahwa optik sudah banyak membantu manusia dalam
memajukan bidang sains dan teknologi. Contohnya saja mikroskop yang sangat
membatu para ahli Biologi dalam mempelajari makhluk hidup yang berukuran
sangat kecil. Kemudian kita mengenal teropong yang sangat membantu para ahli
astronomik dalam melihat bintang-bintang dilangit.
Sehari-hari kita tak lepas dari optik. Optik sudah menjadi bagian tersendiri

dari hidup kita. Semisal kaca mata. Bahkan mata kita sendiri merupakan sistem
optik alami. Oleh karena itulah, dalam kesempatan ini saya akan melakukkan
studi eksperimen tentang sistem optik lanjutan. Yang didalamnya ada kurang
lebih sekitar 10 percobaan.
Harapan saya selaku praktikan yang akan melakukan eksperimen ini adalah
terbentuknya pemikiran-pemikiran tingkat lanjut atau sebuah terobosan dari suatu
sistem optik guna membantu kehidupan manusia.

B. TUJUAN EKSPERIMEN
1.

Mengetahui dan mengidentifikasi kombinasi/perpaduan warna-warna RGB
(Red Green Blue) dengan menggunakan sistem optik.

2.

Melihat, mengetahui, dan mengidentifikasi jalur cahaya putih yang
masuk/jatuh ke prisma dan yang keluar dari prisma.

3.


Mempelajari pemantulan cahaya yang direfleksikan dari 3 jenis cermin yang
berbeda (cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung).

4.

Menghitung panjang fokus dan jari-jari kelengkungan cermin cekung dan
cermin cembung.

5.

Mencari dan menghitung ideks bias dan sudut kritis pada acrylic trapezoid
dengan menggunakan Hukum Snellius.

6.

Mempelajari perbedaan lensa cembung dan lensa cekung serta menghitung
panjang fokusnya.

7.


Menentukkan panjang fokus dari lensa cekung (concave) dengan metode
perhitungan menggunakan persamaan Lensmaker.

8.

Mengukur kedalaman acrylic trapezoid dengan metode Parallax dan metode
Ray-tracing.

9.

Mempelajari sudut datang dan sudut bias dari lensa D-shapped.

10. Menunjukkan umbra dan penumbra dari sebuah bayangan.

C. TEORI DASAR
Refleksi dan refraksi
Garis normal adalah garis tegak lurus pada bidang perbatasan yag dibentuk
melalui tempat jatuhnya sinar. Sudut datang adalah sudut yang dibentuk oleh sinar
datang dengan normal. Sudut pantul adalah sudut yang dibentuk oleh sinar pantul

dengan garis normal. Sudut bias adalah sudut yang dibentuk oleh sinar bias
dengan garis normal. Bidang jatuh adalah bidag tempat garis normal, sinar – sinar
datang, pantul, dan bias berada.

Hukum refleksi dan refraksi :
i.

Sinar pantul, sinar bias, sinar datang terletak pada satu bidang datar, yaitu
bidang jatuh.

ii.

Sudut pantul = sudut datang.

iii.

Perbandingan anatara sinus sudut datang dan sinus sudut bias adalah
konstan untuk setiap dua media dan untuk cahaya dengan panjang
gelombang tertentu (bentuk umum Hukum Snellius).


Hukum Snellius dapat ditulis :
sin = ′ sin

Gambar pembiasan cahaya

Dimana n adalah indeks bias medium 1 dan n’ adalah indeks bias medium 2.

Prisma
Prisma adalah sebuah medium yang dibatasi oleh dua permukaan datar yang
membentuk sudut. Medium tersebut mempunyai indeks bias n dan indeks bias
disekitarnya sebesar 1 (udara).
Saat sinar jatuh ke prisma, kemudian keluar kembali, akan selalu berlaku hukum
Snellius, yaitu :
1

sin �1 =

2

sin �2


dimana n1 adalah indeks bias medium pertama, n2 adalah indeks bias medium
kedua, ϴ1 adalah sudut datang, dan ϴ2 adalah sudut bias. Penentuan besar sudut
datang dan sudut bias terhitung dari garis normal bidang. Garis normal bidang
adalah garis yang tegak lurus dengan permukaan bidang dititik dimana cahaya
jatuh.

Dispersi
Terjadi apabila cahaya jatuh pada permukaan pertama prisma. Hal ini disebabkan
karena perbedaan kecepatan rambat masing-masing sinar monokromatis yang
berjalan di prisma.
Cepat rambat cahaya di vakum adalah maksimum, indeks bias dari media lain
berkisar antara 1 dan 2. Indeks bias suatu medium bergantung pada panjang
gelombang (warna) cahaya. Garis-garis Fraunhofer adalah garis-garis gelap dari
spektrum matahari.

Lensa cekung dan cembung
Lensa adalah medium transparan yang dibatasi oleh dua permukaan bias paling
sedikit satu diantaranya lengkung sehingga terjadi dua kali pembiasan sebelum
keluar dari lensa. Garis hubung antara pusat lengkung kedua permukaan disebut

sumbu utama. Bayangan yang dibuat oleh permukaan pertama merupakan benda
untuk permukaan kedua. Permukaan kedua akan membuat bayangan akhir.

Persamaan Lensmaker’s
Persamaan ini digunakan untuk menghitung besar panjang fokus lensa (baik di
udara ataupun di ruang vakum), berdasarkan jari-jari kelengkungan permukaan
lensa dan indeks bias lensa tersebut.
1

=

−1

1
1

�1 �2

f adalah panjang fokus lensa, R1 adalah besar jari-jari kelengkungan kurvatur
pertama, dan R2 adalah besar jari-jari kelengkungan kuravtur kedua.

Untuk notasi tanda, R akan bernilai positif untuk permukaan konveks dan R akan
bernilai negatif untuk permukaan konkaf.

gambar lensa cekung untuk persamaan Lensmaker’s

D. ALAT DAN BAHAN
1.

1 set peralatan PASCO Basic Optics System

Gambar 1. Set peralatan PASCO Basic Optics System

2.

1 pena warna hitam

3.

1 pena warna biru


4.

1 pena warna merah

5.

1 pena warna hijau

6.

kertas putih bersih secukupnya

7.

1 busur derajat

8.

1 jangka


9.

1 pensil 2B (diraut tajam)

E. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Percobaan 1 : Warna
1.1. Meletakkan sumber cahaya, lensa konveks, dan kertas segaris.
1.2. Mengeset sumber cahaya dibagian yang memancarkan sinar RGB.
1.3. Meletakan lensa konveks dekat dengan sumber cahaya.
1.4. Menghidupkan sumber cahaya.
1.5. Melihat perubahannya.
1.6. Menutup warna hijau. Melihat perubahan.
1.7. Mencatat perubahan-perubahan tersebut

1.8. Mengulangi langkah 1.1-1.8 jika ditutup warna merah dan biru.

Gambar 2. Percobaan warna

1.9. Mencatat perubahannya.


2. Percobaan 2 : Prisma
2.1. Menyusun peralatan seperti pada gambar dibawah.

Gambar 3. Percobaan Prisma

2.2. Memutar trapezoid sampai sudut ϴ pada gambar diatas semaksimal
mungkin dan cahaya terpecah menjadi beberapa warna.

2.3. Mencatat kejadian yang terjadi. Seperti warna apa saja yang terlihat,
warna yang muncul pada sudut ϴ yang terbesar, dan membandingkan
hasilnya dengan bantuan Hukum Snellius.
2.4. Dari tempat yang sama, mengganti sumber cahaya yang awalnya single
white ray dengan RGB.
2.5. Melakukan langkah 2.1-2.3.

3. Percobaan 3 : Refleksi
3.1. Refleksi Cermin Datar
3.1.1. Meletakkan cermin persis didepan sumber cahaya (menggunakan
cahaya single white ray).
3.1.2. Memberikkan titik (memplotting) pada pangkal sumber cahaya dan
titik pemantulan.
3.1.3. Mencari hasil pemantulan dengan bantuan kertas putih.
3.1.4. Memplotting letak pemantulan.
3.1.5. Menggambarkan jalur jalan cahaya beserta garis normalnya
berdasarkan plotting yang dibuat.
3.1.6. Mengukur sudut datang dan sudut pantul sinar. Mengkur sudut
tersebut dari garis normal.
3.1.7. Mencatat hasilnya.
3.1.8. Mengulangi

langkah

3.1.1-3.1.7

sebanyak

3

kali

untuk

memvariasikan data.
3.1.9. Mengulangi langkah 3.1.1-3.1.8, hanya saja sumber cahaya yang
digunakan cahaya RGB.

Gambar 4.1. Percobaan Refleksi Cermin Datar

3.2. Cermin Silindris
3.2.1. Mengatur posisi sumber cahaya dan cermin cekung seperti pada
sub-percobaan 3.1.
3.2.2. Memasang dan mengset sumber cahaya pada pilihan 5 cahaya
paralel.
3.2.3. Melacak jejak sinar pantul dan mencari titik pertemuan 5 cahaya
yang ditembakkan tersebut.
3.2.4. Menamai titik tersebut sebagai titik fokus. Mengukur jarak dari
titik fokus ke cermin dengan cara memplotingnya.
3.2.5. Menggunakan

bantuan

busur

derajat

dan

kompas

untuk

menggambar (memplot) cermin cekung tersebut.
3.2.6. Mengukur jari-jari kelengkungan cermin dari gambar tersebut.
3.2.7. Mencatat hasil yang didapat dari langkah 3.2.4 dan 3.2.6.
3.2.8. Mengganti cermin cekung dengan cermin cembung.

3.2.9. Mengulangi langkah 3.2.1-3.2.7.

Gambar 4.2. Percobaan Refleksi Cermin Cekung & Cembung

4. Hukum Snellius
4.1. Menempatkan sumber cahaya diatas kertas putih bersih
4.2. Menempatkan trapezoid di atas kertas yang sama dan memposisikannya
supaya cahaya dapat menembus secara paralel.

Gambar 5. Percobaan Hukum Snellius

4.3. Menandai dan memplotting sinar datang datang dan sinar yang dibiaskan
dari dan ke trapezoid tersebut.
4.4. Menyingkirkan tarpezoid dan menggambarkan dengan rapih jalannya
sinar, dan melengkapinya dengan garis normalnya pula.
4.5. Mengukur sudut datang ( ϴi ) dan sudut bias dengan bantuan busur
derajat. Memastikan sudut tersebut terhitung dari garis normal.
4.6. Mengulangi langkah 4.2-4.5 selama 3 kali untuk variasi data.

4.7. Menghitung indeks bias trapezoid dengan bantuan Hukun Snellius untuk
masing-masing variasi data.

5. Refleksi Internal Total
5.1. Menempatkan sumber cahaya dan trapezoid pada kertas putih bersih.
5.2. Memposisikan trapezoid seperti pada gambar 6.1.

Gambar 6.1. Percobaan Refleksi Internal Total

5.3. Memutar trapezoid sampai sinar yang direfraksikan muncul banyak warna
dan warna tersebut hilang. Posisi yang benar adalah jika warna merah
tepat baru saja menghilang.
5.4. Mencari sinar pantulnya.
5.5. Memploting semua posisi tersebut di dalam kertas putih.
5.6. Menggambarkan semua jalannya sinar (sinar datang, sinar pantul, dan
sinar bias) lengkap dengan garis normalnya.

Gambar 6.2. Percobaan Refleksi Internal Total

5.7. Mengukur sudut ϴc.
5.8. Mencatat hasilnya.
5.9. Mengulangi percobaan ini 3 kali untuk variasi data.

6. Lensa Cekung dan Cembung
6.1. Meletakkan sumber cahaya dan lensa cekung (konveks) diatas kertas
putih dan menaruhnya segaris.
6.2. Mengeset cahaya keluaran dari sumber cahaya 3 cahaya paralel.
6.3. Menghidupkan sumber cahaya dan melihat jejak cahaya.
6.4. Memploting arah cahaya di kertas putih.
6.5. Mencari titik fokus lensa dengan cara mencari titik pertemuan dari 3
cahaya paralel tersebut.
6.6. Mengukur panjang titik fokus dari lensa.
6.7. Mencatat hasilnya.
6.8. Mengganti lensa cekung dengan lensa cembung (konkaf).
6.9. Mengulangi prosedur nomor 6.1-6.7.
7. Persamaan Lensmaker’s
7.1. Mengeset lensa cekung (konkaf) dan sumber cahaya segaris lurus diatas
kertas putih.
7.2. Mengeset cahaya keluaran dari sumber cahaya berupa 3 cahaya paralel.

7.3. Menyalakan sumber cahaya.
7.4. Menelusuri permukaan lensa dan memplotting permukaan lensa yang
terkena cahaya.
7.5. Menutup cahaya tengah dari 3 cahaya paralel dan menelusuri titik temu
dari 2 cahaya sisanya serta memplotingnya.
7.6. Mengukur jarak dari permukaan lensa ke titik temu tersebut.
7.7. Jari-jari kelengkungan adalah 2 kali lipat jarak tersebut.
7.8. Mencatat jari-jari kelengkungan.
7.9. Menghitung panjang titik fokus dengan persamaan Lensmaker.
7.10. Mengulangi langkah 7.1-7.9 sebanyak 3 kali untuk variasi data.

8. Pengukuran Kedalaman
8.1. Metode Parallax
8.1.1. Menempatkan kertas putih diatas meja yang datar.
8.1.2. Menggunakan penggaris dan pensil untuk membuat sebuah garis
lurus vertikal.
8.1.3. Menempatkan trapezoid diatas garis seperti pada gambar.

Gambar 7.1a. Pengukuran Kedalaman Metode Parallax tahap persiapan.

8.1.4. Dengan menggunakan kedua mata, melihat garis dari bagian atas
trapezoid.
8.1.5. Menahan pensil dekat dengan trapezoid untuk menetukkan posisi
garis yang terlihat.
8.1.6. Ketika pensil dan garis yang terlihat berada pada jarak yang sama
dari mata, tidak ada lagi paralaks diantaranya.
8.1.7. Menandai titik tersebut dengan pensil yang tadi digunakan.

8.1.8. Mengukur jarak d yang merupakan jarak antara titik tersebut dengan
permukaan atas trapezoid.
8.1.9. Mengukur jarak t yang merupakan tinggi trapezoid tersebut.
8.1.10. Menghitung nilai n (indeks bias) dengan persamaan :
=
8.1.11. Mencatat hasilnya.
8.1.12. Mengulangi langkah 8.1.1-8.1.11 sebanyak 3 kali untuk variasi data.

Gambar 7.1b. Pengukuran Kedalaman Metode Parallax tahap pengukuran.

8.2. Metode Ray-tracing
8.2.1. Menempatkan sumber cahaya dan lensa konveks diatas kertas putih
yang bersih
8.2.2. Mengeset cahaya keluaran pada sumber cahaya berupa 5 cahaya
paralel
8.2.3. Menyalakan sumber cahaya tersebut tepat lurus ke lensa.
8.2.4. Menempatkan cermin diantara sumber cahaya dengan lensa
sedemikian rupa sehingga menghalangi 3 cahaya yang berada
ditengah, dan menyisakan 2 cahaya terluar.
8.2.5. Memploting titik pertemuan kedua cahaya tersebut.
8.2.6. Menaruh dan memposisikan trapezoid seperti pada gambar.

Gambar 7.2. Pengukuran Kedalaman Metode Ray-tracing

8.2.7. Menelusuri jejak cahaya dari bagian atas trapezoid.
8.2.8. Mengukur panjang d.
8.2.9. Mengukur panjang t yang merupakan ketinggian trapezoid.
8.2.10. Mencatat hasilnya.
8.2.11. Menghitung indeks bias menggunakan persamaan :
=

9. Lensa D-shaped
9.1. Trial 1
9.1.1. Menempatkan sumber cahaya diatas meja datar dan mengeset
cahaya keluaran berupa cahaya tunggal.
9.1.2. Menempatkan ray table tepat didepan sumber cahaya sedemikian
sehingga cahaya yang datang dari sumber cahaya tepat melewati
pusat ray table.
9.1.3. Menempatkan lensa D-shaped didalam ray table tepat dipusatnya.
9.1.4. Mengatur ray table sehingga cahaya masuk ke bagian yang datar
seperti pada gambar.

Gambar 8. Percobaan Lensa D-shaped

9.1.5. Memutar ray table untuk mengeset sudut datang sinar dari 0o – 80o
(interval 10o).
9.1.6. Mencatat sudut bias dari masing-masing sudut tersebut.
9.2. Trial 2
9.2.1. Mengulangi langkah 9.1.1-9.1.3
9.2.2. Mengatur ray table sehingga cahaya masuk ke bagian yang
cembung.
9.2.3. Memutar ray table untuk mengeset sudut datang sinar. Sudut
datang sinar yang digunakan dalam Trial 2 merupakan sudut bias
bias yang tercatat dalam Trial 1.
9.2.4. Mencatat sudut bias dari masing-masing sudut tersebut.

10. Bayangan
10.1.

Meletakkan optics benches diatas meja datar.

10.2.

Meletakkan sumber cahaya di ujung-ujungnya.

10.3.

Meletakkan layar di tengah benches.

10.4.

Menyalakkan salah 1 sumber cahaya.

10.5.

Menaruh pensil diantara sumber cahaya yang menyala dan layar.

10.6.

Menggeser secara rotasional sumber dan melihat perubahannya.

10.7.

Menaruhnya kembali ditengah.

10.8.

Menyalakan sumber cahaya yang kedua.

10.9.

Membuat sketsa bayangan pensil tersebut.

10.10.

Memberi tanda umbra dan penumbra pada sketsa tersebut.

10.11.

Menarik pensil dari tempat tersebut dan mengarahkan cahaya
langsung ke layar.

10.12.

Melihat perbedaannya.

10.13.

Memblok cahaya dari masing-masing sumber bergantian untuk
menentukkan bagian mana (umbra/penumbra) yang disorot oleh
masing-masing sumber tersebut.

F. HASIL DATA & PENGOLAHAN DATA EKSPERIMEN
1. Warna

tabel hasil percobaan Warna

2. Prisma
a. untuk cahaya polikromatik
Posisi ke-

ϴ datang yang terukur (ϴ1)

ϴ bias yang terukur (ϴ2)

1

47

30

2

15

13

3

5

3

Kemudian dari masing-masing posisi, kita cari indeks bias prisma dengan bantuan
Hukum Snellius. Berdasarkan Literatur, n1 untuk udara bernilai 1.
1

sin �1 =

2

sin �2

2

=

sin �1
.
sin �2

1

Untuk posisi 1
2

=

sin 47
. 1 = 1,463
sin 30

2

=

sin 15
. 1 = 1,151
sin 13

Untuk posisi 2,

Untuk posisi 3,
2

=

sin 5
. 1 = 1,665
sin 3

Sehingga nilai indeks bias rata-rata untuk prisma :
=

1,463 + 1,151 + 1,665
= 1,426
3

Dengan nilai simpangannya :


=

1

� −� 2

=

1,463 −1,426 2 + 1,151 −1,426 2 + 1,665 −1,426 2
3

= 0,122

Dari perhitungan ini didapat nilai indeks bias prisma dari hasil eksperimen :
n = 1,426 ± 0,122

Kesalahan relatif yang didapat :
%



=



× 100% =

0,122
× 100% = 8,6% ≅ 9%
1,426

Kesalahan Literatur yang didapat :
%
= 4,9% ≅ 5%

=



× 100% =

1,500 − 1,426
× 100%
1,500

a. untuk cahaya monokromatik
Posisi ke-

ϴ datang yang terukur (ϴ1)

ϴ bias yang terukur (ϴ2)

1

45

28

2

17

14

3

4

2

Kemudian dari masing-masing posisi, kita cari indeks bias prisma dengan bantuan
Hukum Snellius. Berdasarkan Literatur, n1 untuk udara bernilai 1.
1

sin �1 =
2

=

2

sin �2

sin �1
.
sin �2

1

Untuk posisi 1
2

=

sin 45
. 1 = 1,506
sin 28

2

=

sin 17
. 1 = 1,209
sin 14

Untuk posisi 2,

Untuk posisi 3,
2

=

sin 4
. 1 = 1,998
sin 2

Sehingga nilai indeks bias rata-rata untuk prisma :
=

1,506 + 1,209 + 1,998
= 1,571
3

Dengan nilai simpangannya :


=

1

� −� 2

=

1,506 −1,571 2 + 1,209−1,571 2 + 1,998−1,571 2
3

= 0,188

Dari perhitungan ini didapat nilai indeks bias prisma dari hasil eksperimen :

n = 1,571 ± 0,188

Kesalahan relatif yang didapat :
%



=



0,188
× 100% = 11,97% ≅ 12%
1,571

× 100% =

Kesalahan Literatur yang didapat :
%

=

= 4,73% ≅ 5%



× 100% =

1,500 − 1,571
× 100%
1,500

3. Refleksi
a. Refleksi Cermin Datar
Sinar Datang

Sudut Datang

Sudut Pantul

23

23

35

35

27

27

38

38

Sinar Polikromatik

Sinar RGB

b. Refleksi Cermin Silindris

Panjang Fokus (cm)
Jari-jari Kelengkungan
(cm)

Cermin Cekung

Cermin Cembung

5,7

6,7

11,4

13,4

4. Hukum Snellius
Sudut Datang

Sudut Bias

Indeks bias acrylic yang terhitung

24

16

1,476

15

13

1,151

12

10

1,197

Rata-rata

1,275

Kemudian dari masing-masing variasi data, kita cari indeks bias acrylic dengan
Hukum Snellius. Berdasarkan Literatur, n1 untuk udara bernilai 1.
1

sin �1 =
2

=

2

sin �2

sin �1
.
sin �2

1

Untuk variasi 1
2

=

sin 24
. 1 = 1,476
sin 16

2

=

sin 15
. 1 = 1,151
sin 13

2

=

sin 12
. 1 = 1,197
sin 10

Untuk posisi 2,

Untuk posisi 3,

Sehingga nilai indeks bias rata-ratanya :
=

1,476 + 1,151 + 1,197
= 1,275
3

Dengan nilai simpangannya :


=

1

� −� 2

=

1,476 −1,275 2 + 1,151 −1,275 2 + 1,197 −1,275 2
3

= 0,083

Dari perhitungan ini didapat nilai indeks bias dari hasil eksperimen :
n = 1,275 ± 0,083

Kesalahan relatif yang didapat :


%

=



× 100% =

0,083
× 100% = 6,509% ≅ 7%
1,275

Kesalahan Literatur yang didapat :
%



=

× 100% =

1,500 − 1,275
× 100%
1,500

= 15%

5. Refleksi Internal Total
Data ke-

ϴc yang terukur

1

40,5

2

41,0

3

41,5

Rata-rata

41,0

Nilai simpangannya :
∆�� =

1

� −�

2

=

40,5 − 41

2

+ 41 − 41
3

2

+ 41,5 − 41

2

= 0,2

Sehingga, nilai ϴc yang didapat dari eksperimen :
ϴc = 41,0 ± 0,2
Dengan kesalahan relatif sebesar :
%



=

∆��
0,2
× 100% =
× 100% = 0,48% ≅ 0,5%
��
41,0

Kemudian dengan bantuan Hukum Snellius dan Literatur kita dapat ϴc Literatur :
sin �1 =

1

2

sin �2

sin � = 1 sin 900
sin � =

sin � =

1

1
1,5

� = 41,810
Apabila kita bandingkan kedua hasil tersebut, didapat kesalahan literatur :
%

=

��

1,9% ≅ 2%

−� �

��

× 100% =

41,810 −41,00 0
41,810

× 100% =

6. Lensa Cembung dan Cekung

Panjang Fokus (cm)

Lensa Cembung/Koveks

Lensa Cekung/Konkaf

14,1

6,7

7. Persamaan Lensmaker’s
Data ke-

f (cm)

R (cm)

1

6,8

13,6

2

7,0

14,0

3

7,2

14,4

Rata-rata

7 ,0

14,0

Nilai simpangan rata-ratanya :
∆ =

1

� −� 2

=

6,8−7,0 2 + 7,0−7,0 2 + 7,2−7,0 2
3

= 0,09 ≅ 0,1

Dengan besar kesalahan relatif :
%



=



× 100% =

0,1
× 100% = 1,43% ≅ 1%
7

Sehingga panjang fokus dari eksperimen :
f = 7,0 ± 0,1 cm

Untuk nilai panjang fokus (menurut literatur), diturunkan dari persamaan
Lensmaker’s :
1
1

1
1

�1 �2

−1

=

= 1,5 − 1
1

= 0,5



1 1

� �

−2


= −�

Sehingga besar panjang fokus yang dihitung berdasarkan literatur :
f = -14,0 cm

Oleh karena itu, besar kesalahan literatur yang didapat :
%

=



× 100% =

14 − 7
× 100% = 100%
14

8. Pengukuran Kedalaman

Metode Parallax

d (cm)

t (cm)

n

1,9

3,10

1,632

2,1

3,15

1,500

2,0

3,15

1,575

Rata-rata (Metode Parallax)
Metode RayTracing

1,569

2,1

3,1

1,476

2,2

3,1

1,409

2

3,1

1,550

Rata-rata (Metode Ray-Tracing)

1,478

Dari sini kita mendapat simpangan rata-rata untuk masing-masing metode :
- Metode Parallax
∆ =

1

∆ =

1

� −� 2

=

1,632 −1,569 2 + 1,500 −1,569 2 + 1,575 −1,569 2
3

- Metode Ray-Tracing
� −� 2

=

1,476 −1,478 2 + 1,409−1,478 2 + 1,550 −1,478 2
3

= 0,031 ≅ 0,03
= 0,033 ≅ 0,03

Sehingga, nilai indeks bias yang didapat dari masing-masing metode :
- Metode Parallax
n = 1,569 ± 0,03
- Metode Ray-Tracing
n = 1,478 ± 0,03

Kemudian didapat kesalahan relatif untuk masing-masing metode :
- Metode Parallax
%



=



× 100% =

0,03
× 100% = 1,91% ≅ 2%
1,569

- Metode Ray-Tracing
%



=



× 100% =

0,03
× 100% = 2,03% ≅ 2%
1,478

Kemudian, menurut literatur, nilai indeks biasnya sebesar 1,5, sehingga didapat
kesalahan literatur untuk masing-masing percobaan :
- Metode Parallax
%

=



× 100% =

1,500 −1,569

× 100% =

=



× 100% =

1,500 −1,478

× 100% =

1,500

4,45% ≅ 5%

- Metode Ray-Tracing
%

1,500

1,47% ≅ 2%
9. Lensa D-shaped
Trial 1
Sudut Datang (0)
Sudut Bias (0)
0
0
10
7
20
13,5
30
19,5
40
25,5
50
31
60
35,5
70
39,5
80
41,5

Trial 2
Sudut Datang (0)
Sudut Bias (0)
0
0
7
10
13,5
20
19,5
29,5
25,5
39,5
31
50
35,5
59,5
39,5
70
41,5
80

Kemudian dari hukum Snellius,
1

sin �
2

=

=
sin �
sin �

2

sin �
.

1

dimana nilai n1 untuk udara sebesar 1. Dan kemudian dari situ, kita dapat mencari
nilai indeks bias kaca dari masing-masing sudut.

Trial 1
Sudut Bias
(0 )
0
7
13,5
19,5
25,5
31
35,5
39,5
41,5

Sudut
Datang (0)
0
10
20
30
40
50
60
70
80

Indeks
bias
undefined
1,424872
1,465097
1,497872
1,493081
1,487355
1,491339
1,477322
1,486233

Sudut
Datang (0)
0
7
13,5
19,5
25,5
31
35,5
39,5
41,5

Trial 2
Sudut Bias
(0)
0
10
20
29,5
39,5
50
59,5
70
80

Indeks
bias
undefined
0,7018176
0,6825486
0,6778856
0,6768209
0,6723345
0,6739593
0,6769003
0,6728421

10. Bayangan

G. ANALISIS
1. Warna
Percampuran masing-masing warna menghasilkan warna yang berbeda pula. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan panjang gelombang yang dihasilkan oleh masingmasing warna. Sehingga, apabila digabungkan oleh lensa konfeks, menghasilkan
warna yang berbeda-beda.
Menurut

dasar

teori

yang

ada,

warna

putih dihasilkan apabila

kita

menggabungkan 3 warna utama tersebut (merah,hijau,biru). Namun, dari
percobaan yang dilakukan, nampak berwarna kuning pucat. Tidak putih 100%.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya intensitas cahaya didalam
ruangan mempengaruhi percobaan ini.

2. Prisma
Menurut dasar teori yang ada, indeks bias udara sebesar 1,0 dan indeks bias
acrylic sebesar 1,5. Berdasar eksperimen, indeks bias yang terhitung tidak jauh
berbeda dengan teori yang ada, yaitu sebesar 4,91% dan 4,73%. Perbedaan/selisih
yang terdapat pada pehitungan sebagian besar disebabkan oleh faktor parallax
mata.
Dalam eksperimen, tujuan dari kami mengganti yang awalnya sinar Polikromatik
menjadi sinar RGB adalah agar bisa memprediksi cahaya apa yang akan nampak
saat dibiaskan. Kita tahu nilai indeks bias udara dan acrylic berbeda, sehingga
panjang gelombang yang masuk dengan yang keluar tentu akan berbeda pula
(menurut Hukum Snellius). Namun, dari eksperimen tidak nampak perbedaan
yang begitu signifikan antara cahaya input dan cahaya output. Perbedaannya
hanya diintensitas cahaya outputnya. Hal ini mungkin terjadi karena adanya
gangguan cahaya lingkungan sekitar yang mempengaruhi hasil eksperimen ini.

3. Refleksi
- Refleksi cermin datar
Terlihat dari eksperimen, semakin besar sudut datang, semakin besar pula sudut
pantulnya. Baik itu oleh sinar polikromatik, ataupun oleh sinar RGB. Hal ini
membuktikan kebenaran teori dari pemantulan pada bidang datar.
Kemudian hasil pemantulan dari sinar RGBpun tidak terbalik. Maksudnya, sinar
datang (urut dari kiri ke kanan) merah hijau biru, setelah dipantulkan pun tetap
menjadi merah hijau biru, bukan biru hijau merah. Hal ini dikarenakan, walau
mereka dari 1 sumber, namun titik pantul mereka di cermin datar berbeda.

- Refleksi cermin silindris
Terlihat dari hasil yang didapat bahwa hubungan antara panjang fokus dengan
jari-jari kelengkungan adalah bahwa besar jari-jari kelengkungan hampir setara
dengan 2 kali lipat dari besar panjang fokus.

4. Hukum Snellius
Dari eksperimen didapat indeks bias acrylic yang terhitung 1,275. Jika
dibandingkan dengan teori, selisihnya sebesar 15,02 %. Perbedaan ini disebabkan
oleh faktor parallax mata dan juga intensitas cahaya ruangan yang mempengaruhi
penglihatan.

5. Refleksi Internal Total
Terlihat dari eksperimen dan teori menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda.
Dari keduanya didapat perbedaan sebesar 1,9%. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor. Salah satunya adalah faktor parallax mata yang tidak dapat dihindari.

6. Lensa cekung&cembung
Terlihat nilai panjang fokus yang didapat dari lensa cekung 6,7 cm dan lensa
cembung 14,1 cm.
Dari eksperimen juga terlihat perbedaan signifikan dari sinar yang dibiaskan oleh
lensa cekung dan cembung. Terlihat lensa cekung cenderung menyebar,
sedangkan lensa cembung cenderung mengumpul. Hal ini berpengaruh dalam
pencarian titik fokus dari lensa tersebut. Dimana lensa cekung titik fokusnya
berada di bagian sinar datang, sehingga membuat nilai fokusnya negatif. Negatif
disini berarti berada dibelakang lensa.
7. Persamaan Lensmaker’s
Dari percobaan dan eksperimen menunjukan hasil yang jauh berbeda. Dengan
perbedaan 100%. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Yang utama adalah
ketebalan lensa itu sendiri. Dipercobaa ini, ketebalan lensa diabaikan. Sehingga
lensa dianggap merupakan lensa tipis. Padahal pada kenyataannya ketebalan lensa
tidak dapat diabaikan.

8. Pengukuran kedalaman
Dari eksperimen dengan metode parallax dan ray-tracing, ternyata dengan ray
tracing memberikan hasil yang jauh lebih akurat.

Hal ini disebabkan karena metode parallax sangat bergantung oleh keoptimalan
mata pengamat. Belum lagi pengamat memiliki penyakit mata silindris (walau
kecil) yang membuatnya sulit untuk membuat lurus.

9. Lensa D-shaped
Pada percobaan ini terlihat bahwa seharusnya nilai indeks bias acrylic sebesar 1,5.
Namun, dari percobaan ini, yang hampir mendekati teori jikalau menggunakan
percobaan Trial 1. Seharusnya hukum Snellius dapat diterapkan disini tanpa
pengecualian.
Saya menganalisis beberapa kemungkinan yang menyebabkan hasil ini berbeda.
Salah satu diantaranya adalah penentuan garis normal. Pada saat trial 2, garis
normal merupakan garis yang tegak lurus garis singgung permukaan lensa dititik
cahaya jatuh.

10. Bayangan
Dari percobaan dapat dilihat mana yang umbra dan yang penumbra. Walau agak
sedikit sulit mencari dimana posisinya masing-masing, namun tetap dapat terlihat.

H. KESIMPULAN
1.

Percampuran masing-masing warna RGB menghasilkan warna-warna yang
berbeda, tergantung dari panjang gelombang yang didapat.

2.

Cahaya yang masuk ke prisma, kemudian dibiaskan olehnya, akan berbelok
menurut Hukum Snellius.

3.

Refleksi pada cermin datar akan menghasilkan sudut datang dan sudut pantul
yang sama.

4.

Pertemuan sinar-sinar refleksi pada cermin cekung dan cermin cembung akan
menghasilkan titik api untuk masing-masing cermin.

5.

Panjang fokus cermin cekung yang didapat sebesar 5,7 cm. Sedangkan untuk
cermin cembung sebesar 6,7 cm.

6.

Besar jari-jari kelengkungan cermin pada cermin cekung yang didapat sebesar
11,4 cm. Sedangkan untuk cermin cembung sebesar 13,4 cm.

7.

Besar indeks bias yang terambil dari percobaan sebesar 1,275 ± 0,083.

8.

Besar sudut kritis yang didapat dari percobaan yakni sebesar 41,00 ± 0,20

9.

Perbedaan yang signifikan antara lensa cekung dan lensa cembung adalah
sifat sinar biasnya, dimana lensa cekung bersifat menyebar, sedangkan lensa
cembung bersifat mengumpul.

10. Panjang fokus lensa cekung sebesar 6,7 cm sedangkan untuk lensa cembung
sebesar 14,1 cm.
11. Panjang fokus lensa cekung (konkaf) dengan menggunakan persamaan
Lensmaker’s adalah sebesar -14 cm. Dimana tanda negatif merupakan tanda
dimana bayangan berada dibelakang lensa.
12. Pada pengukuran kedalaman, dengan metode Parallax didapat nilai indeks
biasnya sebesar 1,569 ± 0,03, sedangkan untuk metode Ray-Tracing nilai
indeks biasnya sebesar 1,478 ± 0,03.
13. Sudut datang dan sudut bias pada lensa D-shaped bersifat reversibiliti.
14. Umbra dan penumbra dapat terlihat pada eksperimen ini.

I. TIMELINE
Persentasi & Pengumpulan Proposal
Percobaan 1, 2, & 3
Percobaan 4, 5, & 6
Percobaan 7 & 8
Percobaan 9 & 10
Pembuatan Laporan Akhir Sementara
Persentasi Kelompok Lain
Persentas Kelopompok Lain
Persentasi & Analisis Sementara
Pembuatan Laporan Akhir
Pengumpulan Laporan Akhir

18 Oktober 2013
21 Oktober 2013
22 Oktober 2013
23 Oktober 2013
24 Oktober 2013
25 Oktober 2013 – 7
November 2013
8 November 2013
15 November 2013
22 November 2013
23 November – 5 Desember
2013
6 Desember 2013

J. REFERENSI
Ganijanti, 2010, Gelombang dan Optika, Salemba Teknika, Depok, Indonesia.
Instruction Manual PASCO Basic Optics System Model no. OS-8515C.
Diktat mata kuliah Fisika Dasar 2B : Gelombang dan Optik semester genap tahun
ajar 2011/2012 oleh Bapak Prof. Dr. A. Harsono.

K. LAMPIRAN
Gambar eksperimen warna :

Gambar eksperimen prisma

Gambar eksperimen refleksi

Gambar eksperimen Hukum Snellius

Gambar eksperimen Refleksi Internal Total

Gambar eksperimen Lensa Cekung&Cembung

Gambar eksperimen Persamaan Lensmaker’s

Gambar eksperimen pengukuran kedalaman

Gambar eksperimen lensa D-shaped

Gambar eksperimen bayangan