Rahasia Lulus Kuliah Umur 11 Tahun
Rahasia Lulus Kuliah Umur 11 Tahun1
Siska Yuniati2
Judul Buku: Ditolak di Sekolah Formal, Lulus Kuliah Umur
11 Tahun dengan IPK 4!
Penulis: Moshe Kai Cavalin
Penerjemah: Dina Mardiana
Penerbit: Media Pusindo
Tahun Terbit: 2012
Tebal: vi + 138 halaman
Perjalanan Yogyakarta-Jakarta akan terasa jauh dan
melelahkan ketika kita memilih mengendarai sebuah
mobil. Setidaknya kita membutuhkan waktu 12 jam
untuk mencapainya. Akan tetapi, perjalanan tersebut
akan demikian singkat tatkala kita memilih menumpang
pesawat. Dalam waktu kurang dari satu jam kita sudah
sampai di tempat tujuan. Pilihan terakhir memaksa kita mengeluarkan biaya lebih
mahal, akan tetapi dari segi waktu sungguh terpaut jauh. Apalagi jika selisih waktu itu
memberi kita kesempatan untuk beraktivitas yang lebih berkualitas, tentu masalah uang
akan terlihat sepele.
Tulisan ini tidak berbicara mengenai uang. Namun, ada banyak hal yang dapat kita
peroleh manakala kita jitu menyusun strategi untuk meraih suatu tujuan yang
kelihatannya tidak mungkin. Moshe Kai Cavalin, anak 11 tahun yang lulus kuliah dengan
nilai sempurna, menceritakan kesuksesannya dalam sebuah buku. Ada satu catatan yang
dituliskan Moshe Kai dalam buku tersebut, “Aku tidak genius, dengan strategi dan
metode belajar yang tepat, bisa berprestasi akademis dan meraih banyak trofi dari
kompetisi bela diri, piano, drama, menyelam, dan menerbangkan pesawat ringan”.
Moshe Kai Kavalin lahir di California pada tanggal 14 Februari 1998. Ayahnya sendiri
lahir di Brazil, keturunan dari orang tua yang berdarah Italia, Portugis, Brazil, Jerman,
dan Polandia. Sementara, ibunya lahir di Taiwan, keturunan Taiwan dan Cina Daratan.
Seperti bayi pada umumnya, Moshe Kai, demikian nama yang dipilihnya, memiliki
pertumbuhan yang wajar. Keistimewaan itu muncul berkat pola asuh dan stimulan yang
diberikan oleh kedua orang tua beserta kakek dan neneknya.
Proses belajar yang sebenarnya dimulai segera setelah aku lahir. Ayah berpikir dengan
meletakkan benda-benda yang menarik perhatianku di dalam boks bayi adalah penting
karena melatih interaksi pancainderaku. Musik klasik atau musik yang lembut dimainkan
di sekelilingku dengan suara lirih hampir setiap saat (hal. 10). Ayah Moshe Kai di selasela kesibukannya bekerja memang sangat memperhatikan anaknya. Menurutnya,
1
2
Tulisan ini dipublikasikan pertama kali pada Majalah Bakti Edisi No. 264-THXX-Maret 2013.
Guru MTs Negeri Giriloyo
1
stimulan sensoris adalah yang penting, terutama untuk menyetimululasi kemampuan
audio-visual. Pancaindera seorang anak harus selalu dirangsang. Stimulus audio dan
visual mempercepat perkembangan otak bayi.
Stimulus yang dilakukan ayah Moshe Kai tidak hanya dilakukan di dalam boks bayi,
namun ia juga memanfaatkan keramaian lingkungan untuk menunjukkan benda dan
namanya kepada Moshe Kai. Hal sederhana yang dilakukan adalah membawa Moshe Cai
di depan rumah, menunggu pesawat jet yang akan melintasi angkasa. Begitu pesawat
melintas, ayah Moshe Kai akan menunjuk pesawat dan mengucapkan kata “feitchi”
(bahasa Cina untuk pesawat). Setelah berbulan-bulan dilakukan, pada usia empat bulan
Moshe Kai dapat meniru apa yang ditunjuk dan dikatakan ayahnya.
Melihat perkembangan Moshe kai, kedua orang tuanya terus memberi stimulan,
termasuk menggunakan kartu-kartu bergambar untuk menambah kosakata. Tidak
berhenti di situ, ketahanan fisik juga diperhatikan. Usai makan malam, biasanya Moshe
Kai diajak berkeliling blok dengan berjalan kaki. Moshe Kai juga mengikuti beberapa
kelas bela diri. Ia pun berlatih piano. Beberapa kompetisi bela diri dan piano yang
diikutinya mengantarkannya menjadi juara.
Kehidupan Moshe Kai tidaklah selalu mulus. Moshe Kai pernah mengalami banyak
penolakan ketika mendaftar di sekolah formal. Pada usia 6 tahun ia hanya boleh belajar
di kelas satu, padahal kemampuannya jauh di atas itu. Ayah Moshe tidak mau kalau
anaknya harus mengulang pelajaran yang sudah ia kuasai. Demikian juga untuk kelas
setingkat SMP dan SMA semua menolak menerima Moshe Kai menjadi siswa dengan
berbagai alasan. Ada yang memberi alasan bahwa kehadiran Moshe Kai akan membuat
siswa lain minder. Setelah mengalami berbagai penolakan, akhirnya ayah Moshe Kai
menjatuhkan pilihan home schooling untuk pendidikan anaknya.
Moshe Kai dapat kuliah pada usia delapan tahun lantaran ada sebuah akademi junior,
yaitu East Los Angeles College (ELAC), yang mengizinkannya mengikuti tes masuk. Pada
awal kuliah, Moshe Kai sering diragukan kemampuannya oleh dosen. Hanya saja, Moshe
Kai selalu mengingat nasihat ayahnya yakni: rencanakan, banyak latihan, dan tunjukkan.
Selain menceritakan kisah hidupnya, dalam buku setebal 138 halaman ini Moshe Kai
berbagi rahasia suksesnya. Rahasia tersebut antara lain strategi belajar di rumah dan di
sekolah, mengatur waktu antara bermain dan belajar, pembagian peran ayah dan ibu,
stimulasi sejak dini, panduan membuat aturan, reward, dan punishment, dan lain
sebagainya.
Membaca buku ini kita akan melihat bahwa Moshe Kai tumbuh dan
berkembang dengan kesederhanaan dan penuh keceriaan. Sebuah buku yang
memberikan motivasi pada anak untuk terus berusaha mewujudkan visinya. Juga
sentilan bagi orang tua untuk selalu mendampingi anak-anak dalam menjalani
kehidupannya. Perhatian, cinta, dan kesungguhan orang tua adahlah hal penting yang
dibutuhkan anak-anak untuk meraih masa depan yang lebih cerah.[]
2
Siska Yuniati2
Judul Buku: Ditolak di Sekolah Formal, Lulus Kuliah Umur
11 Tahun dengan IPK 4!
Penulis: Moshe Kai Cavalin
Penerjemah: Dina Mardiana
Penerbit: Media Pusindo
Tahun Terbit: 2012
Tebal: vi + 138 halaman
Perjalanan Yogyakarta-Jakarta akan terasa jauh dan
melelahkan ketika kita memilih mengendarai sebuah
mobil. Setidaknya kita membutuhkan waktu 12 jam
untuk mencapainya. Akan tetapi, perjalanan tersebut
akan demikian singkat tatkala kita memilih menumpang
pesawat. Dalam waktu kurang dari satu jam kita sudah
sampai di tempat tujuan. Pilihan terakhir memaksa kita mengeluarkan biaya lebih
mahal, akan tetapi dari segi waktu sungguh terpaut jauh. Apalagi jika selisih waktu itu
memberi kita kesempatan untuk beraktivitas yang lebih berkualitas, tentu masalah uang
akan terlihat sepele.
Tulisan ini tidak berbicara mengenai uang. Namun, ada banyak hal yang dapat kita
peroleh manakala kita jitu menyusun strategi untuk meraih suatu tujuan yang
kelihatannya tidak mungkin. Moshe Kai Cavalin, anak 11 tahun yang lulus kuliah dengan
nilai sempurna, menceritakan kesuksesannya dalam sebuah buku. Ada satu catatan yang
dituliskan Moshe Kai dalam buku tersebut, “Aku tidak genius, dengan strategi dan
metode belajar yang tepat, bisa berprestasi akademis dan meraih banyak trofi dari
kompetisi bela diri, piano, drama, menyelam, dan menerbangkan pesawat ringan”.
Moshe Kai Kavalin lahir di California pada tanggal 14 Februari 1998. Ayahnya sendiri
lahir di Brazil, keturunan dari orang tua yang berdarah Italia, Portugis, Brazil, Jerman,
dan Polandia. Sementara, ibunya lahir di Taiwan, keturunan Taiwan dan Cina Daratan.
Seperti bayi pada umumnya, Moshe Kai, demikian nama yang dipilihnya, memiliki
pertumbuhan yang wajar. Keistimewaan itu muncul berkat pola asuh dan stimulan yang
diberikan oleh kedua orang tua beserta kakek dan neneknya.
Proses belajar yang sebenarnya dimulai segera setelah aku lahir. Ayah berpikir dengan
meletakkan benda-benda yang menarik perhatianku di dalam boks bayi adalah penting
karena melatih interaksi pancainderaku. Musik klasik atau musik yang lembut dimainkan
di sekelilingku dengan suara lirih hampir setiap saat (hal. 10). Ayah Moshe Kai di selasela kesibukannya bekerja memang sangat memperhatikan anaknya. Menurutnya,
1
2
Tulisan ini dipublikasikan pertama kali pada Majalah Bakti Edisi No. 264-THXX-Maret 2013.
Guru MTs Negeri Giriloyo
1
stimulan sensoris adalah yang penting, terutama untuk menyetimululasi kemampuan
audio-visual. Pancaindera seorang anak harus selalu dirangsang. Stimulus audio dan
visual mempercepat perkembangan otak bayi.
Stimulus yang dilakukan ayah Moshe Kai tidak hanya dilakukan di dalam boks bayi,
namun ia juga memanfaatkan keramaian lingkungan untuk menunjukkan benda dan
namanya kepada Moshe Kai. Hal sederhana yang dilakukan adalah membawa Moshe Cai
di depan rumah, menunggu pesawat jet yang akan melintasi angkasa. Begitu pesawat
melintas, ayah Moshe Kai akan menunjuk pesawat dan mengucapkan kata “feitchi”
(bahasa Cina untuk pesawat). Setelah berbulan-bulan dilakukan, pada usia empat bulan
Moshe Kai dapat meniru apa yang ditunjuk dan dikatakan ayahnya.
Melihat perkembangan Moshe kai, kedua orang tuanya terus memberi stimulan,
termasuk menggunakan kartu-kartu bergambar untuk menambah kosakata. Tidak
berhenti di situ, ketahanan fisik juga diperhatikan. Usai makan malam, biasanya Moshe
Kai diajak berkeliling blok dengan berjalan kaki. Moshe Kai juga mengikuti beberapa
kelas bela diri. Ia pun berlatih piano. Beberapa kompetisi bela diri dan piano yang
diikutinya mengantarkannya menjadi juara.
Kehidupan Moshe Kai tidaklah selalu mulus. Moshe Kai pernah mengalami banyak
penolakan ketika mendaftar di sekolah formal. Pada usia 6 tahun ia hanya boleh belajar
di kelas satu, padahal kemampuannya jauh di atas itu. Ayah Moshe tidak mau kalau
anaknya harus mengulang pelajaran yang sudah ia kuasai. Demikian juga untuk kelas
setingkat SMP dan SMA semua menolak menerima Moshe Kai menjadi siswa dengan
berbagai alasan. Ada yang memberi alasan bahwa kehadiran Moshe Kai akan membuat
siswa lain minder. Setelah mengalami berbagai penolakan, akhirnya ayah Moshe Kai
menjatuhkan pilihan home schooling untuk pendidikan anaknya.
Moshe Kai dapat kuliah pada usia delapan tahun lantaran ada sebuah akademi junior,
yaitu East Los Angeles College (ELAC), yang mengizinkannya mengikuti tes masuk. Pada
awal kuliah, Moshe Kai sering diragukan kemampuannya oleh dosen. Hanya saja, Moshe
Kai selalu mengingat nasihat ayahnya yakni: rencanakan, banyak latihan, dan tunjukkan.
Selain menceritakan kisah hidupnya, dalam buku setebal 138 halaman ini Moshe Kai
berbagi rahasia suksesnya. Rahasia tersebut antara lain strategi belajar di rumah dan di
sekolah, mengatur waktu antara bermain dan belajar, pembagian peran ayah dan ibu,
stimulasi sejak dini, panduan membuat aturan, reward, dan punishment, dan lain
sebagainya.
Membaca buku ini kita akan melihat bahwa Moshe Kai tumbuh dan
berkembang dengan kesederhanaan dan penuh keceriaan. Sebuah buku yang
memberikan motivasi pada anak untuk terus berusaha mewujudkan visinya. Juga
sentilan bagi orang tua untuk selalu mendampingi anak-anak dalam menjalani
kehidupannya. Perhatian, cinta, dan kesungguhan orang tua adahlah hal penting yang
dibutuhkan anak-anak untuk meraih masa depan yang lebih cerah.[]
2