Peran Pemerintah Republik Indonesia Dalam Menanggapi Tuduhan Atas Pelanggaran Ham Di Papua

BAB II
PELANGGARAN HAM DI PAPUA YANG MENIMBULKAN TUDUHAN
TERHADAP INDONESIA

A. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan
istilah human rights dan fundamental rights, dalam bahasa Perancis droit de
I’homme, sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah mensenrechten,
grondrechten, rechten van den mens sering disebut sebagai hak kodrat, hak dasar
manusia atau hak mutlak. Dan pada terjemahan bahasa Indonesia, sampailah pada
kata hak-hak kemanusiaan atau hak-hak asasi manusia.
Secara sederhana Hak Asasi Manusia itu dipahami sebagai hak dasar
(asasi) yang dimiliki oleh manusia, keberadaannya tidak tergantung dan bukan
berasal dari manusia, melainkan dari dzat yang lebih tinggi dari manusia.Oleh
karena itu, hak asasi tidak bisa direndahkan dan dicabut oleh hukum psitif
manapun, bahkan dengan prinsipdemikian hak asasi wajib diadopsi oleh hukum
positif. 15
Secara etimologis, Hak Asasi Manusia terbentuk dari tiga kata, hak, asasi
dan manusia.Dua kata pertama hak dan asasi berasal dari bahasa Arab, sementara
kata manusia adalah kata dalam bahasa Indonesia.Kata hak berasal dari kata
haqqterambil dari akar kata haqqa, yahiqqu, haqqaan yang artinya benar, nyata,

pasti, tetap, dan wajib. Apabila dikatakan, yahiqqu ‘alaika an taf’ala kadza, itu
artinya kamu wajib melakukan seperti ini. Berdasarkan pengertian tersebut, maka
15

Dadang Juliantara, Jalan Kemanusiaan, Panduan untuk Memperkuat Hak Asasi
Manusia, Cetakan kedua, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta, 1999

Universitas Sumatera Utara

hak adalah kewenangan atau kewajiban untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu. Sedangkan kata asas berasal dari kata asasiy yang berasal dari
akar kata assa, yaussu,asasaan artinya membangun, mendirikan, meletakkan.
Dapat juga berarti asal, asas, pangkal, dasar dari segala sesuatu.Dengan demikian,
asasi artinya segala sesuatu yang bersifat mendasar dan fundamental yang selalu
melekat pada objeknya. 16 Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bahasa Indonesia
diartikan sebagai hak-hak mendasar pada diri manusia. 17
Menurut Teaching Human Right yang diterbitkan oleh perserikatan
bangsa-bangsa (PBB), Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat
pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai
manusia. Hak hidup, misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan

segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup. Tanpa hak tersebut
eksistensinya sebagai manusia akan hilang. 18
Senada dengan pengertian di atas adalah pernyataan awal Hak Asasi
Manusia (HAM) yang dikemukakan oleh Jhon Locke. Menurut Jhon Locke Hak
Asasi Manusia adalah “hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan yang Maha
Pencipta kepada manusia sebagai hak kodrati. Oleh karenanya tidak ada kekuatan
apapun di dunia yang bisa mencabutnya.HAM bersifat mendasar (fundamental)
bagi kehidupan manusia dan pada hakekatnya sangat suci, bukan pemberian
manusia atau lembaga kekuasaan. 19

16

Majda El Muhtaj, Op.cit.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1994), hlm. 334.
18
A. Ubaedillah & Abdul Rozak, Pendidikan kewarganegaraan; Pancasila, Demokrasi,
HAM dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 148.
19
Ibid.

17

Universitas Sumatera Utara

Seorang pakar ilmu politik Indonesia Prof. Miriam Budiarjo menyatakan
“HAM adalah hak yang dimiliki setiap orang yang dibawa sejak lahir ke dunia,
hak itu sifatnya universal sebab dipunyai tanpa adanya perbedaan kelamin, ras,
budaya, suku, agama maupun sebagainya”.
Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusiasebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh negara, hukum pemerintah dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
HAM merupakan hak yang melekat dengan kuat di dalam diri manusia.
Keberadaanya diyakini sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
manusia meskipun kemunculan HAM adalah sebagai respon dan reaksi atas
berbagai tindakan yang mengancam kehidupan manusia, namun sebagai hak maka
HAM pada hakikatnya telah ada ketika manusia itu ada di muka bumi. Dengan
kata lain, wacana HAM bukanlah berarti menafikan eksistensi hak-hak asasi yang

sebelumnya memang telah diakui manusia itu sendiri secara universal. 20
Hak Asasi Manusia mencakup segala bidang kehidupan manusia baik
politik, ekonomi, sipil, sosial dan kebudayaan. Kelimanya tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lain. Hak-hak asasi politik dan sipil tidak artinya apabila rakyat
masih harus bergelut dengan penderitaan dan kemiskinan.Tetapi, di lain pihak,
persoalan keamanan kemiskinan, dan alasan lainnya tidak dapat digunakan secara
sadar untuk melakukan pelanggaran HAM dan kebebasan politik serta sosial
20

Theo huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius, 1982),

hlm. 304

Universitas Sumatera Utara

masyarkat.Hak Asasi Manusia tidak mendukung individualisme melainkan
membendungnya dengan melindungi individu, golongan maupun kelompok
ditengah-tengah kekerasan kehidupan modern.HAM merupakan tanda solidaritas
nyata sebuah bangsa degan warganya yang lemah.
Berdasarkan beberapa rumusan Hak Asasi Manusia (HAM) di atas, maka

dapat diketahui beberapa ciri pokok hakikat Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu
sebagai berikut:
1.

Hak Asasi Manusia (HAM) tidak perlu diberikan, dibeli, ataupun
diwarisi. Hak Asasi Manusia adalah bagian dari manusia secara
otomatis.

2.

Hak Asasi Manusia (HAM) berlaku untuk semua orang tanpa

memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal
usul sosial dan bangsa.
3.

Hak Asasi Manusia (HAM) tidak bisa dilanggar. Tidak seorang

pun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain.
Orang tetap mempunyai Hak Asasi Manusia (HAM) walaupun sebuah

negara membuat hukum yag tidak melindungi atau melanggar Hak Asasi
Manusia (HAM).
Pembicaraan tentang keberadaan Hak Asasi Manusia (HAM) tidak terlepas
dari pengakuan terhadap adanya hukum alam (natural law) yang menjadi
cikal bakal bagi kelahiran Hak Asasi Manusia (HAM).
Todung Mulya Lubis menyebutkan ada empat teori HAM, yaitu: 21

21

Todung Mulya Lubis, In Search of Human Rights; Legal-Political Dilemmas of
Indonesia’s New Order, 1966-1990 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 49.

Universitas Sumatera Utara

1.

Hak-hak alami (natural rights). berpandangan bahwa HAM adalah hak yang
dimiliki oleh seluruh manusia pada segala waktu dan tempat berdasarkan
takdirnya sebagai manusia (human rights are rights that belong to all
human beings at all times and in all places by virtue of being born as human

being)

2.

Teori positivis (positivist theory). Berpandangan bahwa karena hak harus
tetuang dalam hukum yang riel, maka dipandang sebagai hak melalui
adanya jaminan konstitusi (rights, then should be created and granted by
constitution, laws and contracts). Pandangan ini secara nyata berasal dari
ungkapan Bentham yang menyatakan, rights is a child of law, from real
laws comes real rights but from imaginary law, laws of nature, come
imaginary rights. Natural right is simple nonsens, natural and impresicible
rights rhetorical nonsens, nonsens upon still.

3.

Teori relativis kultural (cultural relativist theory). Teori ini adalah salah satu
bentuk anti tesis dari teori hak-hak alami (natural rights). Teori ini
berpandangan bahwa menganggap hak itu bersifat universal merupakan
pelanggaran satu dimensi kultural terhadap dimensi kultural yang lain, atau
disebut dengan imperialisme kultural (cultural imperialism). Yang

ditekankan dalam teori ini adalah bahwa manusia merupakan interaksi sosial
dan kultural serta perbedaan tradisi budaya dan peradapan berisikan
perbedaan cara pandang kemanusiaan (different ways of being human). Oleh
karenanya penganut teori ini mengatakan, that rights belonging to all human
being at all times in all places would be the rights of desocialized and
deculturized being.

Universitas Sumatera Utara

4.

Doktrin marxis (Marxist doctrine and human rights). Doktrin Marxis
menolak teori hak-hak alami karena negara atau kolektivitas adalah sumber
galian seluruh hak (repositiory of all rights).

B. Aturan Hukum Internasional dan Nasional Mengenai Hak Asasi
Manusia

Secara empiris-historis tonggak-tonggak penting pemikiran dan gerakan
HAM dapat dilacak kembali pada lahirnya:

a. Magna Charta (Piagam Agung, 1215), 22
b. Glorius Revolution 1688, 23
c. Pemikiran Trias Politika yang dikemukakan oleh Montesquieu (16891755),24
d. Deklarasi Kemerdekaan Amerika, 25
e. Kontrak Sosial, 26 dan sebagainya.
Wacana awal HAM di Eropa dimulai dengan lahirnya Magna Charta yang
membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan absolut
raja, seperti menciptakan hukum tetapi tidak terikat degan peraturan yag mereka
buat, menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus dipertanggungjawabkan
22

Suatu dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja Jhon dari Inggris
kepada bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka.Naskah ini juga sekaligus membatasi
kekuasaan Raja Jhon.
23
Suatu peristiwa perlawanan rakyat tak berdarah terhadap Raja James II, yang pada
akhirnya dengan dikeluarkannya Bill of Rights (Undang-undang Hak, 1689).
24
Yakni sistem politik yang membagi kekuasaan pemerintahan negara dalam tiga bidang,
yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif.

25
Suatu deklarasi yang dikeluarkan oleh rakyat Amerikayang kemudian menjadi bagian
dari undang-undang dasar pada tahun 1791.
26
Suatu teori yang menyatakan bahwa hubungan antara raja dan rakyat didasari oleh suatu
kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah pihak.

Universitas Sumatera Utara

secara hukum. Sejak lahirnya Magna Charta (1215), raja yang melanggar aturan
kekuasaan

harus

diadili

dan

mempertanggungjawabkan


kebijakan

pemerintahannya di hadapan parlemen.Sekalipun kekuasaan para raja masih
sangat dominan dalam hal pembuatan undang- udang, Magna Charta telah
menyulut

ide

tentang

keterikatan

penguasa

kepada

hukum

dan

pertanggungjawaban kekuasaan mereka kepada rakyat. 27
I.

Instrumen Hukum Internasional Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM)
Setelah melalui beberapa perkembangan dalam pengaturan HAM,

perkembangan yang paling penting dalam HAM, termasuk keberadaannya sampai
saat ini, adalah ketika PBB mengesahkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(Universal Declaration of Human Rights 1948), Konvenan Internasional Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya (The International Covenant on Economic, Sosial
and Cultural Right) dan Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik
(International Covenant on Civil and Political Rights), sedang maksud
ditetapkannya kedua kovenan itu adalah untuk menempatkan hak-hak dalam
DUHAM ke dalam perangkat hukum yang mengikat. 28.
UNIVERSAL

DECLARATION

OF

HUMAN

RIGHTS

(UDHR)

/

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA (DUHAM)
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) adalah sebuah
deklarasi yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948
di Palais de Chailot, Paris. DUHAM terdiri dari 30 pasal yang selanjutnya telah
dijabarkan ke dalam perjanjian-perjanjian Internasional, Instrumen Regional
tentang Hak Asasi Manusia dan hukum nasional.
27

A. Ubaedillah & Abdul Rozak, Op.cithlm. 149.
UN Department of Public Information, Basic Fact About UN, UN, New York, 1987,
hlm. 153-154.
28

Universitas Sumatera Utara

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), merupakan langkah
besar yang diambil oleh masyarakat internasional pada tahun 1948. Norma-norma
yang terdapat dalam DUHAM merupakan norma internasional yang disepakati
dan diterima oleh negara-negara di dunia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB).
DUHAM merupakan kerangka tujuan HAM yang dirancang dalam bentuk
umum dan merupakan sumber utama pembentukan dua instrumen HAM, yaitu
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional
tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Menurut DUHAM, terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh setiap
individu yaitu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi); hak legal (hak
jaminan perlindunag hukum); hak sipil dan politik; hak subsistensi (hak jaminan
adanya sumber daya untuk perlindungan hukum); dan hak ekonomi, sosial,
budaya.
Hak-hak yang terdapat dalam DUHAM merupakan realisasi dari hak-hak
dasar yang terdapat dalam Piagam PBB, seperti hak untuk hidup; hak atas
kebebasan dan keamanan diri; pelarangan penyiksaan-perlakuan-penghukuman
lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia;
pelarangan penangkapan sewenang-wenang; hak atas keadilan; hak atas praduga
tak bersalah sampai terbukti bersalah; serta pelarangan hukuman berlaku surut.
Hak-hak dasar tersebut merupakan hak asasi setiap manusia yang harus dihormati
tanpa memandang perbedaan apapun.
Dalam pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil, dan politik
meliputi:

Universitas Sumatera Utara

1.

Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi

2.

Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan

3.

Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam,
tak berperikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan

4.

Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi

5.

Hak untuk pengampunan hukum secara efektif

6.

Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang
sewenang-wenang

7.

Hak untuk peradilan yang independen dan tidak memihak

8.

Hak utuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah

9.

Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan
pribadi, keluarga, tempat tinggal, maupun surat-surat

10.

Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik

11.

Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu

12.

Hak bergerak

13.

Hak memperoleh suaka

14.

Hak atas suatu kebangsaan

15.

Hak untuk menikah dan membentuk keluarga

16.

Hak untuk mempunyai hak milik

17.

Hak bebas berfikir, berkesadaran, dan beragama

18.

Hak bebas berfikir dan menyatakan pendapat

19.

Hak untuk berhimpun dan berserikat

20.

Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang
sama terhadap pelayanan masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi:
1.

Hak atas jaminan sosial

2.

Hak untuk bekerja

3.

Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama

4.

Hak utuk bergabung ke dalam serikat-serikat buruh

5.

Hak atas istirahat dan waktu senggang

6.

Hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan

7.

Hak atas pendidikan

8.

Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari
masyarakat
Banyak negara-negara yang mengadopsi DUHAM ke dalam hukum

domestik negara tersebut.Termasuk pemerintah Indonesia melalui UndangUndang Dasar 1945. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mewajibkan semua
anggotanya untuk melaksanakan apa yang dideklarasikan oleh DUHAM. Hal
tersebut tercantum pada piagam PBB pasal 55 ayat c , yang isinya menyebutkan
bahwa PBB wajib mempromosikan penghargaan dan pelaksanaan HAM dan hakhak fundamental lainnya, seperti kebebasan untuk semua orang, tanpa
memandang ras, jenis kelamin, bahasa, dan agama yang dianutnya.
Selain DUHAM yang berbentuk sebuah deklarasi universal terdapat juga
instrumen hukum Internasional mengenai Hak Asasi Manusia dalam bentuk
Konvenan atau Konvensi, diantaranya:
1. Konvenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik (Internasional
Convenant on Civil and Political Rights)

Universitas Sumatera Utara

konvenan ini merupakan pengaturan lebih rinci mengenai hak sipil dan
politik dalam DUHAM yang mulai berlaku secara Internasional sejak Maret 1976.
Konvenan ini mengatur mengenai:
a.

Hak hidup;

b.

Hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara kejam, tidak
manusiawi atau direndahkan martabatnya;

c.

Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi;

d.

Hak untuk tidak dipenjara semata-mata atas dasar ketidakmampuan
memenuhi kewajiban kontraktual;

e.

Hak atas kpersamaan kedudukan di depan pengadilan atau badan peradilan;
dan

f.

Hak untuk tidak dihukum dengan hukuman yang berlaku surut dalam
penerapan hukum pidana.

2. Konvenan

Internasional

tentang

Hak

Ekonomi,

Sosial

dan

Budaya

(International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights)
Konvenan ini mengukuhkan dan menjabarkan pokok-pokok HAM di
bidang ekonomi, sosial dan budaya dari DUHAM dalam ketentuan-ketentuan
yang mengikat secara hukum.
Indonesia meratifikasi Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya pada 26 Februari 2006.
Ada beberapa pokok dari Konvenan Internasional Ekonomi, Sosial dan
Budaya ini, yaitu:
a.

Hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri dan menyerukan kepada
semua negara, termasuk negara-negara yang bertanggungjawab atas

Universitas Sumatera Utara

pemerintahan Wilayah yang Tidak Berpemerintahan Sendiri dan
Wilayah Perwalian, untuk memajukan perwujudan hak tersebut.
b.

Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, seperti yang tercantum
pada pasal 3 bagian 2, yang menyebutkan bahwa: “Negara Pihak pada
Konvenan ini berjanji untuk menjamin hak yang sama antara laki-laki
dan perempuan untuk menikmati semua hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya yang tercantum dalam Konvenan ini”.

c.

Hak asasi setiap orang di bidang ekonomi, sosial dan budaya yag diatur
dari pasal 6 sampai dengan 15. Negara megakui yakni hak atas
pekerjaan (pasal6), hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan
menyenangkan (pasal7), hak untuk membentuk dan ikut serikat buruh
(pasal 8), hak atas jaminan sosial, temasuk asuransi sosial (pasal 9), hak
atas perlindungan dan bantuan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu,
anak dan remaja (pasal 10), hak atas standar kehidupan yang memadai
(pasal 11), hak untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental
yang tertinggi yang dapat dicapai (pasal 12), hak atas pendidikan (pasal
13 dan 14) dan hak untuk ikut serta dalam kehidupan budaya (pasal 15).

3. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
Konvensi hak anak telah diadaptasi dan terbuka untuk ditandatangani,
diratifikasi dan ditingkatkan dengan resolusi majelis umum pada tanggal 20
November 1989, konvensi ini berlaku sejak September 1990.Konvensi ini telah
dirstifikasi oleh 191 negara, termasuk Indonesia yang telah meratifikasi konvensi
ini melalui Keppres No. 36 Tahun 1990. Dalam Konvensi ini negara harus
menghormati dan menjamin hak bagi setiap anak tanpa diskriminasi ras, warna

Universitas Sumatera Utara

kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lainnya,
kewarganegaraan, asal usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kecacatan,
kelahiran atau status lain. Konvensi ini juga membentuk Komite Hak Anak (CRC)
untuk mengawasi pelaksanaan isi konvensi ini.

4. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (International
Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination)
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial adalah satu dari
resolusi PBB dalam menangani permasalahan dan konflik diskriminasi rasial.
Kovensi ini menekankan bagi setiap negara terutama negara yang telah
meratifikasi dan akan meratifikasi Konvensi ini untuk tidak menciptakan segala
bentuk diskriminasi rasial dan menghapuskannya dari dalam setiap negara, baik
dalam tatanan hukumnya maupun implementasinya ke masyarakat.
Konvensi ini mulai berlaku sejak Januari 1969 dan dirarifikasi atau
disahkan oleh Indonesia melalui Undang-undang No. 29 Tahun 1999.
5. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
(Convention on the Elimination of All forms of Discrimination Against Women)
Konvensi ini mensyaratkan agar negara melakukan segala cara yang tepat
dan tanpa ditunda-tunda untuk menjalankan suatu kebijakan yang menghapus
diskriminasi kepada perempuan serta memberikan kesempatan kepada mereka
untuk mendapatkan HAM dan kebebasan dasar berdasarkan kesetaraan antara
laki-laki dan perempuan. Sejak pemberlakuannya, konvensi ini telah menjadi
instrumen Internasionalyang menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan

Universitas Sumatera Utara

dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan sipil.Dalam pelaksanaanya,
konvensi ini juga mengatur mengenai pembentukan Komite Penghapusan
Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW).Konvensi ini mulai berlaku sejak
September 1981 dan diratifikasi Indonesia melalui Undang-undang No. 7 Tahun
1984.

6. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam (Convention Against
Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment)
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan kejam lainnya, Tidak
Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia, Merupakan Konvensi yang
Mengatur lebih lanjut mengenai apa yang terdapat dalam Konvenan tentang Hak
Sipil dan Politik. Konvensi ini mewajibkan negara untuk mengambil langkahlangkah legislatif, administrasi, hukum atau langkah-langkah efektif lainnya.
Konvensi

ini dalam pelaksanaannya

diawasi oleh

Komite

Menentang

Penyiksaan/Comitee Against Torture (CAT). Konvensi ini mulai berlaku sejak
Januari 1987 dan Indonesia mensahkan Konvensi ini melalui undang-undang No.5
Tahun 1998.
7. Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the
Crime of Genocide)
Konvensi ini menetapkan Genosida sebagai kejahatan Internasional dan
menetapkan

perlunya

kerjasama

Internasional

untuk

mencegah

dan

menghapuskan kejahatan Genosida.Konvensi ini mulai berlaku pada Januari 1951
dan Indonesia meratifikasi Konvensi ini melalui Undang-undang No. 26 Tahun
2000.

Universitas Sumatera Utara

8. Konvensi Mengenai Status Pengungsi (Convention Relating to the Status of
Refugees)
Konvensi ini menentukan empat prinsip HAM dalam menangani
pengungsi, yaitu persamaan hak, tidak adanya pengasingan terhadap hak-hak
mereka, universalitas dari hak-hak mereka, serta hak untuk mencari dan
mendapatkan suaka dari penghukuman.Konvensi ini mulai berlaku sejak April
1954.Indonesia belum mensahkan Konvensi ini walaupun menghadapi banyak
masalah pengungsi.
II.

Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional
Pemerintahan Indonesia di era Reformasi telah melakukan ratifikasi

terhadap Instrumen HAM Internasional untuk mendukung pelaksanaan HAM di
Indonesia.Pada masa pemerintahan B.J. Habibie misalnya, perhatian pemerintah
terhadap

pelaksanaan

HAM

mengalami

perkembangan

yang

sangat

signifikan.Lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan
salah satu indikator keseriusan pemerintahan era Reformasi akan penegakan
HAM. Sejumlah Konvensi HAM juga diratifikasi di antaranya: Konvensi HAM
tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi; Konvensi
menentang penyiksaan dan perlakuan kejam; Konvensi penghapusan segala
bentuk diskriminasi rasial; konvensi tentang penghapusa kerja paksa; Konvensi
tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; serta Konvensi tentang usia
minimum untuk diperbolehkan bekerja. 29
Kesungguhan pemerintahan B.J. Habibie dalam perbaikan pelaksanaaan
HAM ditunjukkan dengan pencanangan program HAM yang dikenal dengan

29

A. Ubaedillah & Abdul Rozak, Op.cit, hlm. 159

Universitas Sumatera Utara

istilah Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM), pada Agustus 1998. Agenda
HAM ini bersandar pada empat pilar, yaitu:
1. Persiapan pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM;
2. Diseminasi informasi dan pendidikan di bidang HAM;
3. Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM; dan
4. Pelaksanaan isi perangkat Internasional di bidang HAM yang telah
diratifikasi melalui perundang-undangan nasional. 30
Komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM juga ditunjukkan dengan
pengesahan UU tentag HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM
yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan
menjadi Departemen Kehakiman dan HAM, penambahan pasal-pasal khusus
tentang HAM dalam Amandemen UUD 1945, penerbitan inpres tentang
pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, pengesahan UU tentang
pengadilan HAM. Pada tahun 2001, Indonesia juga menandatangani duaProtokol
Hak Anak, yakni Protokol yang terkait dengan larangan perdagangan, prostitusi,
dan pornografi anak, serta protokol yang terkait dengan keterlibatan anak dalam
konflik bersenjata. Menyusul kemudian, pada tahun yang 6 sama, pemerintah
membuat beberapa pengesahan UU di antaranya tentang perlindungan anak,
pengesahan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, dan penerbitan
Keppres tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM di Indonesia Tahun 20042009. 31
Instrumen Hukum Nasional mengenai Hak Asasi Manusia, antara lain:
A. Undang-Undang Dasar 1945 beserta Amandemennya
30

31

Ibid.
Ibid, hlm. 160

Universitas Sumatera Utara

Ketentuan mengenai HAM dalam UUD 1945 sebelum Amandemen yang
disahkan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 18 Agustus
1945 melalui perbedaan pendapat dalam perumusannya, yaitu antara Soekarno
dan Soepomo di satu pihak dan Muhammad Hatta dan Muhammad Yamin di
pihak lain. Pihak pertama menolak dimasukkannya HAM terutama yang bersifat
Individual ke dalam UUD karena menurut mereka Indonesia harus dibangun
sebagai Negara Kekeluargaan.Sedangkan pihak lainnya menghendaki agar UUD
itu memuat masalah-masalah Hak Asasi Manusia, yang dimuat secara Eksplisit. 32
Di dalam UUD 1945 istilah atau perkataan HAM tidak dijumpai, baik pada
pembukaan, batang tubuh maupun penjelasannya, istilah HAM yang ditemukan di
sini adalah hak-hak yang bersifat klasik dan hak-hak asasi manusia yang bersifat
sosial yang pengakuan dan pengaturannya sendiri masih bersifat terbatas.
Hak Asasi Manusia yang bersifat klasik dala UUD 1945 antara lain
terdapat dalam pasal berikut ini:
Pasal 27
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib mendukung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran secara lisan dan
tulisan dan sebagainya di tetapkan dengan Undang-Undang.

32

Moh.Mahfud, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999.Hlm. 110.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 29
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut kepercayaannya itu.
Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan
negara.
Dalam UUD 1945 terdapat pula Hak Asasi Manusia yang bersifat Sosial,
diantaranya terdapat dalam pasal berikut ini:
Pasal 27
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.
Pasal 31
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.
Pengaturan tentang HAM di dalam UUD 1945 sebelum diamandemen
dapat dikatakan masih sangat terbatas, hal tersebut dikarenakan UUD 1945 ada
sebelum The Universal Deklaration of Human Rights (UDHR/DUHAM) lahir,
yaitu pada tanggal 10 Desember 1948.

Universitas Sumatera Utara

Ketentuan-ketentuan mengenai Hak Asasi Manusia ini diatur lebih tegas
lagi dalam UUD 1945 setelah amandemen (perubahan) ke-2 UUD 1945 yang
disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Hak Asasi Manusia ini diatur dalam Bab
tersendiri yaitu Bab XA tentang Hak Asasi Manusia.Ketentuan-ketentuan HAM
dalam Bab XA ini dimulai dari Pasal 28 (huruf A-J). Hak-hak Asasi Manusia
yang tercantum dalam Bab XA ini, muatan hak asasinya sedikit-banyak
mencontoh inti dan makna dari Undang-UndangNomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia yang diundangkan pada tanggal 23 September 1999 sebelum
disahkannya Amandemen kedua UUD 1945 tanggal 18 Agustus 2000.
B. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang ini dilahirkan sebagai turunan ketetapan MPR No.
XVII/MPR/1998 tentang HAM, undang-undang ini memuat pengakuan yang luas
terhadap HAM, hak-hak yang menjamin di dalamnya seperti hak-hak sipil,
politik,, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, hingga pada pengakuan terhadap
hak-hak kelompok seperti anak, perempuan dan masyarakat adat. Undang-undang
ini mengakui paham natural rights, yaitu melihat HAM sebagai hak kodrati yang
melekat pada manusia, begitu juga dengan kategorisasi hak-hak di dalamnya tanpa
merujukpada instrumen HAM internasional, dengan demikian boleh dikatakan
undang-undang ini telah mengadopsi norma-norma hak yang terdapat di dalam
berbagai instrumen HAM.

Universitas Sumatera Utara

Di dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, dapat digolongkan hak-hak asasi manusia yang dilindungi, yaitu 33:
1. Hak Untuk Hidup – Pasal 9
a. Hak untuk Hidup dan meningkatkan taraf hidup
b. Hidup tentram aman dan damai
c. Lingkungan hidup yang baik
2. Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan – Pasal 10
a. Hak untuk membentuk keluarga dalam perkawinan yang sah
b. Perkawinan atas kehendak bebas calon suami dan calon istri
3. Hak Mengembangkan Diri – Pasal 11-16
a. Hak untuk pemenuhan kebutuhan dasar
b. Hak pengembangan pribadi
c. Hak atas manfaat IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
d. Hak atas Komunikasi dan Informasi
4. Hak Memperoleh Keadilan – Pasal 17-19
a. Hak perlindungan hukum
b. Hak atas keadilan dalam proses hukum
c. Hak atas hukuman yang adil
5. Hak Atas Kebebasan Pribadi – Pasal 20-27
a. Hak untuk bebas dari perbudakan
b. Hak atas keutuhan pribadi
c. Kebebasan memeluk agama dan keyakinan politik
d. Kebebasan untuk berserikat dan berkumpul
33

Krisna Harahap, HAM dan upaya penegakannya di Indonesia, PT. Grafitri Budi Utami,
Bandung, hlm. 107-109.

Universitas Sumatera Utara

e. Kebebasan untuk menyampaikan pendapat
f. Status kewarganegaraan
g. Kebebasan untuk bergerak
6. Hak Atas Rasa Aman – Pasal 28-35
a. Hak untuk mencari suaka
b. Perlindungan diri pribadi
7. Hak Atas Kesejahteraan – Pasal 36-42
a. Hak milik
b. Hak atas pekerjaan
c. Hak untuk bertempat tinggal secara layak
d. Jaminan sosial
e. Perlindungan bagi kelompok rentan

8. Hak Turut Serta Dalam Pemerintahan
a. Hak pilih dan hak turut serta dalam pemerintahan
b. Hak untuk berpendapat
9. Hak Wanita – Pasal 45-51
a. Hak pengembangan pribadi dan persamaan dalam hukum
b. Hak perlindungan reproduksi
10. Hak Anak – Pasal 52-66
a. Hak hidup anak
b. Status warganegara
c. Hak anak yang rentan
d. Hak pengembangan pribadi dan perlindungan hukum

Universitas Sumatera Utara

e. Hak jaminan sosial anak
Pasal 18 UU No. 39 Tahun 1999 ini merupakan pasal yang tidak kalah
pentingnya mengingat beberapa asas hukum yang terpatri di dalamnya.
Pasal 18 ayat (1) menyatakan: “Setiap yang ditangkap, ditahan, san
dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana berhak dianggap tidak
bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang
pengadilan...”.disini berlaku asas Equality before the Law yaitu persamaan
kedudukan dalam hukum bagi setiap orang.
Pasal 18 ayat (2) menyatakan: “Setiap orang tidak boleh dituntut untuk
dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan perundang-undangan yang
sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukan”. Pada pasal ini dengan tegas
menyatakan bahwa hukum tidak berlaku surut atau menolak asas Retroaktif. Hal
ini sama dengan yang diatur UUD 1945 pada pasal 28 I ayat (1).
Pasal 18 ayat (5) menyatakan: “Setiap orang tidak dapat dituntuk untuk
kedua kalinya dalam perkara yang sama atas suatu yang telah memperoleh
putusan pengadilan yang berkekuatan huum tetap”. Disini berlaku asas ne bis in
idem.
C. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia berlaku pada tanggal 23 Nopember 2000.Pengadilan Hak Asasi Manusia
merupakan suatu peradilan khusus di lingkungan peradilan umum yang bersifat

Universitas Sumatera Utara

Ad Hoc. Pengadilan HAM ini kewenangannya terbatas pada masalah-masalah
pelanggaran HAM berat, seperti yang disebutkan dalam Pasal 4 UU No. 26 tahun
2000, yaitu sebagai berikut:
“Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.”
Dalam UU No. 26/2000 ini dijelaskan yang termasuk kategori HAM yang
berat yang sesuai dengan Rome Statue of The International Criminal Court yang
terdapat dalam pasal 7, pasal 8 dan pasal 9, yaitu:
1.

Kejahatan Genosida (pembunuhan masal), yaitu perbuatan yang dilakukan
dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan
cara:
a. Membunuh anggota kelompok
b. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
anggota-anggota kelompok
c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok, yag akan
mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau
sebagiannya
d. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegak
kelahiran di dalam kelompok, atau
e. Memindahkan secara paksa anak-anak kelompok tertentu ke
kelompok lainnya.

Universitas Sumatera Utara

2. Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang secara langsung
ditujukan terhadap penduduk sipil, meliputi:
a. Pembunuhan;
b. Pemusnahan;
c. Perbudakan;
d. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain
secara sewenang-wenang yang melanggar asas-asas atau ketentuan
pokok hukum internasional;
f. Penyiksaan;
g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentukbentuk kekerasan seksual lain yang setara;
h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan
yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnik,
budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui
secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional; atau
i.

Kejahatan apartheid

Untuk pelanggaran HAM yang berat tidak berlaku Asas Retroaktif, jadi
untuk pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum Undang-undang
Pengadilan HAM ini diundangkan, dapat diperiksa dan diputus oleh Pengadilan
HAM Ad Hoc atau diselesaikan oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (seperti

Universitas Sumatera Utara

dalam Pasal 43 ayat (1) dan Pasal 47 ayat (1) UU No. 26/2000). Disamping itu,
untuk pelanggaran HAM yang berat tidak berlaku kadaluarsa.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 23 Nopember 2000, maka
Undang-Undang Pengadilan HAM ini mencabut berlakunya Peraturan P
emerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1999 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia (Pasal 50, Ketentuan penutup UU Pengadilan HAM). Namun
dalam rangka penyelidikan, penyidikan dan penuntutan HAM yang berat
sebagaimana diatur dalam Perpu No. 1 tahun 1999, selama tidak bertentanga
dengan UU No. 26/2000 dinyatakan tetap berlaku (Pasal 48, Ketentuan penutup
UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM ).
D. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras
dan Etnis
Tindakan diskriminasi ras dan etnis berupa memberlakukan pembedaan,
pengecualian, pembatasan atau pemiihan berdasarkan pada ras dan etnis yang
mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau
pelaksanaan Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di
bidang sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya. 34
Di Indonesia, tindakan diskriminasi ras dan etnis bertentangan dengan
nilai-nilai Pancasila, Konstitusi 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Selain itu Negara mengakui bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya

34

Pasal 4 UU No. 40 Tahun 2004

Universitas Sumatera Utara

di dalam hukum dan berhak atas perlindungan terhadap setiap bentuk diskriminasi
ras dan etnis. 35
Untuk menjamin tidak terjadinya konflik dan diskriminasi maka
pemerintah Indonesia membentuk sebuah Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008
tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis yang ditetapkan dan berlaku
pada tanggal 10 November 2008. 36

C. Kondisi HAM Serta Pelanggaran HAM yang Terjadi Di Papua
Papua adalah daerah di ujung timur Indonesia yang selama ini masih
menjadi perhatian publik nasional dan internasional karena situasi yang jauh dari
kesan kondusif dan aman.Sejak awal, baik saat menjalankan adsministrasi
pemerintahan sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) atau sesudah,
Papua secara resmi menjadi bagian dari wilayah Indonesia.Pemerintah memilih
dan menggunakan pendekatan keamanan (militer) dengan dalih menegakkan
kedaulatan negara, mengikis habis gerakan separatisme yang telah ada sejak masa
penjajahan Belanda.Bahkan pendekatan ini juga dijalankan oleh pemerintah pusat
untuk menangani sejumlah gerakan masyarakat sipil yang kritis terhadap
pemerintah maupun perlawanan dari kelompok di Papua yang sejak awal menolak
integrasi Papua ke Indonesia dengan jalan damai.
Dalam kenyataannya, penanganan konflik Papua tidak berubah walaupun
rezim telah beberapa kali berganti. Hal itu bisa dilihat dengan belum adanya
perubahan secara jelas terhadap kebijakan pusat setelah lima puluh tahun lebih
35
36

www.kompasiana.com diakses pada tanggal 1 April pkl. 13:00
www.referensi.elsam.or.id diakses pada tanggal 1 April pkl. 13.00

Universitas Sumatera Utara

integrasi Papua ke Indonesia. Faktanya pendekatan keamanan dan militer masih
dipertahankan dan digunakan dengan alasan ancaman keamanan dan kedaulatan
negara.Kemudian ketika terjadi perubahan politik nasional seiring tumbangnya
rezim orde baru tahun 1998, penanganan konflik Papua tidak beranjak dari pola
pendekatan politik militer. Meskipun tahun 2001 pemerintah pusat yang ketika itu
dipimpin oleh Presiden Megawati Soekarnoputri memberikan Otonomi Khusus
(OTSUS) sebagai suatu alat politik terhadap Papua melalui Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2001, namun hal tersebut tidak menandakan adanya gejala
perubahan pola penanganan di Papua, karena kenyataannya pendekatan yang
bertumpu pada penggunaan aparat TNI masih diberlakukan. 37
Pelanggaran HAM dapat dilakukan oleh siapa saja, dengan kata lain
pelanggaran HAM tidak terbatas pada kalangan aparat negara dan militer namun
dapat juga dilakukan oleh setiap orang atau kelompok. 38Dengan satu ketentuan
bahwa mereka telah melakukan tindakan yang masuk ke dalam kategori
pelanggaran HAM, misalnya mengganggu hak hidup, ketentraman hidup,
kesejahteraan hidup, hak atas lingkunagan hidup dan lain-lain. 39 Hal demikian
sesuai pula dengan ketentuan pasal 1 ayat 6 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM
yang menyatakan:
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak
disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,

37
38

www.academia.edu diakses pada tanggal 28 April 2017 pkl. 16.00
Hamid Awaludin, “Siapa Pelanggar HAM”, Forum Keadilan No. 51, 2 April 2000,

hlm. 26.
39

Lihat Pasal 9 ayat 2 UU No. 39 Tahun 1999

Universitas Sumatera Utara

menghalangi, membatasi dan atau membatasi Hak Asasi Manusia seseorang
atau kelompok orang yang dijamin Undang-undang ini.
Pelanggaran HAM yang terjadi di Papua antara lain:
1.

Pelanggaran Primer Pada UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
Pelanggaran yang termasuk dalam Undang-undang ini yaitu pelanggaran

kebebasan individu untuk hidup (Liberty), pelanggaran keamanan (Safety),
pelanggaran perlawanan terhadap penindasan (Resistance to Oppression). Seperti
pembunuhan dengan segala cara dan juga pemerkosaan. Banyak pembunuhan
yang dilakukan oleh TNI terhadap warga Papua yang kemudian tidak diusut dan
dibiarkan begitu saja diantaranya: kasus Kimaam, Pembunuhan terhadap Thyes
Eluay dan penghilangan sopirnya, Aristoteles Masoka, Kasus Wasior, Kasus
Abepura, Kasus Wamena, Operasi Puncak Jaya, dan lain sebagainya.
2.

Pelanggaran Terhadap Hak-hak Sipil dan Politik (Mengacu pada
International Convenant on Civil and Political Rights)
Dalam hal ini, pelanggaran terkait dengan penyelewengan penerapan

otonomi khusus yang pada realitanya ternyata tidak berpihak pada penduduk
Papua.Juga terkait dengan pelanggaran pada MRP (Majelis Rakyat Papua) yang
sangat dicampuri oleh pemerintah pusat dan bidang keuangan cenderung tidak
transparan pada pembagian sumber daya alam Papua.Selain itu, pelanggaran yang
mendasar adalah segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk Papua tidak
pernah mengikutcampurkan suara Papua atau wakil-wakil Papua di dalamnya.
3.

Pelanggaran Terhadap Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Terkait
Dengan International Covenant on Economic, Social and Cultural Right)

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini, sektor ekonomi, pendidikan dan kesehatan penduduk Papua
sangat buruk sekali.Hal ini dikarenakan pengalokasian APBD yang pada
realitanya tidak sesuai dengan angka yang tertera.Juga terkait dengan
pengeksploitasian sumber daya alam Papua yang hasilnya tidak bisa dinikmati
oleh penduduk Papua itu sendiri.
4.

Pelanggaran Terhadap Dikriminasi Rasial (Terkait Dengan International
Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination)
Pelanggaran di Papua mencakup pelanggaran terhadap diskriminasi rasial

dikarenakan terjadinya diskriminasi bahwa semua orang Papua adalah anggota
OPM dan tindakan sewenang-wenang TNI membunuh tanpa aturan dan tidak ada
hukuman membuat populasi penduduk Papua menipis.Selain itu, apabila hal ini
terus berkelanjutan, maka kekerasan tersebut bisa menjadi Genoside yaitu
pemusnahan suatu ras atau suku.
5.

Pelanggaran Diskriminasi Terhadap Perempuan (Terkait Dengan
Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against
Women)
Pelanggaran diskriminasi terhadap perempuan juga termasuk dalam

pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, bahkan Undang-undang tentang Hak
Asasi Manusia belum mampu melindungi Perempuan terhadap hak asasinya
antara lain dalam bentuk: Kekerasan berbasis gender yang bersifat kekerasan fisik,
seksual atau psikologis, penganiayaan, pemerkosaan dan berbagai jenis pelecehan;
Diskriminasi dalam lapangan pekerjaan dan Diskriminasi dalam sistem
pengupahan.

Universitas Sumatera Utara

Sementara itu, berdasarkan data yang diverifikasi oleh Papua Behind Bars,
1083 orang Papua telah ditangkap di seluruh Indonesia pada tahun 2015. Jumlah
penangkapan ini merupakan jumlah tertinggi sejak tahun 2012.Mayoritas (80%)
ditahan karena berpartisipasi atau merencanakan aksi damai. Pada tahun 2015
penggunaan Pasal 160 KUHP mengenai makar telah menurun secara signifikan
tetapi penggunaan Pasal 160 KUHP mengenai tuduhan penghasutan justru
meningkat. Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa tindak penyiksaan di luar
proses penahanan sering terjadi dan perlakuan buruk terhadap tahanan terus
meningkat. Pada tahun 2015 terdapat 690 kasus perlakuan buruk terhadap
tahanan.Laporan tersebut juga menyebutkan para narapidana politik menyatakan
keprihatinan mereka karena kunjungan keluarga sering kali ditolak serta diawasi
ketat oleh petugas keamanan, dan terdapat keluhan tentang keterbatasan akses
terhadap perawatan kesehatan.Laporan Papua Behind Bars juga mencatat 11
orang meninggal akibat kekerasan aparat keamanan di Papua pada tahun 2015.
Kesemua catatan kekerasan di atas, ironisnya berlangsung di saat Indonesia
disebut sebagai negara demokrasi terbesar yang mempraktikkan demokrasi
multipartai lewat pemilu yang bebas, adil dan damai sejak tahun 1999. 40
Di bawah pemerintahan Jokowi-JK, pendekatan keamanan masih
dominan, karena pemerintah indonesia dalam menangani konflik-konflik di Papua
memilih dan menggunakan pendekatan keamanan atau militer, sehingga sampai
saat ini berbagai tindakan yang sifatnya melanggar Hak-hak Asasi Manusia sering
terjadi di Papua. Hal tersebut menjadi sorotan enam negara Kepulauan Pasifik

40

www.politik.lipi.go.id diakses pada tgl 15 Mei 2017 pkl. 14.00

Universitas Sumatera Utara

yang pada Sidang Umum PBB tahun 2016 menyatakan keprihatinan mereka
terhadap situasi Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Papua.

Universitas Sumatera Utara