Konflik Tersembunyi antara Penganut Sikh dan Hindu di Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah

Pengakuan terhadap 6 agama resmi di Indonesia membawa dampak tersendiri
bagi penganut agama yang tidak termasuk dalam kategori agama yang diakui
tersebut. Fenomena ini misalnya terlihat pada kasus penganut ajaran Sikh yang
secara adminstratif berada dibawah naungan Parisada Hindu Dharma Indonesia
(PHDI). Sikh berbeda dengan agama Hindu, akan tetapi dalam praktiknya
penganut Sikh harus mengaku sebagai Hindu meskipun keduanya berbeda
(Sihombing, dkk, 2008:4), sementara status di Kartu Tanda Penduduk (KTP)
mereka dianggap sebagai penganut agama Hindu.
Belum diperoleh informasi yang jelas tentang masuknya ajaran Sikh sebagai
bagian dari PHDI, walaupun dalam catatan sejarah, kedua agama ini memiliki
“benang merah.” Sebuah catatan tentang sejarah dan perkembangan agama-agama
dunia menyebutkan, meskipun Sikh telah menyebar ke seluruh dunia namun
nilai-nilai religiusnya di India dikalahkan oleh kebudayaan Hindu yang lebih
dominan (Keene, 2006:166). Ada anggapan bahwa Sikh merupakan ajaran yang

banyak dipengaruhi oleh agama Hindu dan Islam, terutama karena ajaran ini
diyakini berasal dari pengaruh seorang reformis bernama Kabir yang banyak
belajar tentang agama Islam dan Hindu (Manimaran, 1994:98). Guru Nanak yang
diyakini sebagai pendiri ajaran Sikh banyak mengambil pelajaran dari pikiranpikiran Kabir tersebut.

1

Universitas Sumatera Utara

Boleh jadi kedekatan sejarah antara Sikh dan Hindu di tanah kelahirannya
melatarbelakangi anggapan bahwa kedua ajaran ini memiliki kesamaan. Apalagi,
di Indonesia muncul istilah Hindu Sikh dengan asumsi bahwa Sikh merupakan
salah satu sekte dalam agama Hindu. Ajaran Sikh sendiri, seperti ditegaskan di
atas, berada di bawah naungan PHDI yang diketahui merupakan sebuah lembaga
berbentuk majelis untuk agama Hindu di Indonesia. Keberadaan majelis inilah
yang mengindikasikan adanya konflik tersembunyi di antara penganut Sikh dan
penganut Hindu, terutama sangat terlihat di Kota Medan.
Dalam penelitian yang dilakukan Aisyah (2015:211), diperoleh informasi bahwa
kepengurusan PHDI lebih didominasi oleh penganut Hindu yang pengaruhnya
sangat dirasakan oleh penganut Sikh. Konflik diantara umat Hindu dirasakan

cukup tajam ketika diketahui berdiri sebuah majelis baru yang menjadi semacam
“tandingan” bagi PHDI dan disebut sebagai Majelis Hindu Indonesia (MHI).
Melalui sebuah wawancara dalam studi pendahuluan yang dilakukan terhadap
salah seorang pendiri MHI, Bpk, Djendi Kumar, disebutkan bahwa penganut Sikh
sempat terbelah menjadi dua dalam kaitannya dengan penerimaan mereka pada
MHI. Sebagian penganut masih setia pada PHDI, namun sebagian lainnya
mendukung terbentuknya MHI.
Aisyah (2015:211) menyebutkan, perlawanan terhadap gagasan munculnya
lembaga MHI bukan saja datang dari kalangan penganut Sikh yang pada
umumnya berasal dari etnis India Punjabi, akan tetapi juga datang dari sebagian
kalangan penganut Hindu yang umumnya berasal dari etnis India Tamil.
Perseteruan kedua lembaga ini cukup sengit, bahkan sampai pada tingkat
pengadilan yang melibatkan lembaga kerukunan umat beragama di Sumatera
2

Universitas Sumatera Utara

Utara. Tidak cukup sampai di situ, pada tahun 2014 muncul kembali sebuah
lembaga baru yang menyebut diri mereka sebagai Perhimpunan Umat Hindu Sikh
Indonesia (PERUHSI) yang mengklaim siap untuk menaungi ribuan umat Sikh di

Sumatera Utara (Analisadaily, 13 Maret 2014. Wagub: PERUHSI Harus Mampu
Berbaur dengan Suku dan Agama Lain).
Memang, berdirinya MHI merupakan permasalahan tersendiri dalam internal umat
Hindu, akan tetapi sikap penganut Sikh yang sebagiannya mendukung berdirinya
MHI dan sebagian lainnya tidak mendukung, diduga merupakan pengaruh yang
dilakukan oleh tokoh-tokoh Hindu, baik yang setia pada PHDI maupun yang
sudah keluar dari PHDI. Bagi penganut Sikh yang mendukung berdirinya MHI,
menganggap bahwa kepentingan Sikh pada PHDI tidak terlalu diperhitungkan,
Gurdwara (rumah ibadah Sikh) yang terletak di Kelurahan Sari Rejo Medan
Polonia didirikan atas biaya penganut Sikh sendiri tanpa pernah dibantu oleh
PHDI, padahal keberadaan Sikh di bawah PHDI merupakan kepentingan agar
umat Hindu terhitung banyak.
Konflik yang terjadi antara penganut Sikh dan Hindu di Kelurahan Sari Rejo
Medan bisa dikategorikan sebagai konflik tersembunyi (hidden conflict) karena
tidak muncul ke permukaan sebagai konflik yang benar-benar terbuka. Akan
tetapi, masih sulit untuk menempatkan konflik tersebut pada dua posisi yang
sering dianggap sebagai konflik tersembunyi, yaitu “konflik laten” (laten conflict)
dan “konflik semu” (pseudo conflict) atau yang disebut juga sebagai “konflik
batin.” Konflik laten merupakan pembedaan yang dilakukan Fisher (2001)
terhadap konflik yang terjadi di tengah masyarakat, sifatnya tersembunyi dan

perlu diangkat ke permukaan untuk ditangani secara efektif. Sementara itu,
3

Universitas Sumatera Utara

pseudo conflict (konflik semu) merupakan pembedaan yang dilakukan Miller dan
Steinberg, untuk menggambarkan konflik yang terjadi karena kesalahpahaman
akibat kesalahan-kesalahan komunikasi (Beebe dan Masterson, 2003:260).
Dugaan konflik tersembunyi yang terjadi antara penganut Sikh dan Hindu di Kota
Medan, lebih disebabkan oleh kepentingan politik dan sentimen pengakuan.
Paling tidak dugaan ini diperkuat dengan informasi yang pernah dikemukakan
sebelumnya, bahwa telah terjadi pertentangan berkaitan dengan lembaga yang
menaungi masing-masing agama. Sebagai informasi tambahan, dalam studi
pendahuluan yang dilakukan diperoleh informasi bahwa PHDI

sangat

berkepentingan untuk mempertahankan agama Sikh di bawah naungannya terkait
dengan bantuan dana yang diberikan oleh negara. Sementara sebagian pihak
menganggap PHDI hanya memanfaatkan penganut Sikh agar secara kuantitas

penganut agama Hindu terhitung lebih banyak.
Namun demikian, penting pula dipertimbangkan adanya “sentimen etnis” dalam
konflik tersembunyi yang terjadi antara penganut Sikh dan Hindu di Kelurahan
Sari Rejo mengingat keduanya secara umum berasal dari etnis yang berbeda.
Ajaran Sikh cenderung dianut oleh orang-orang dari kalangan etnis India Punjabi,
sebaliknya Agama Hindu cenderung dianut oleh orang-orang dari kalangan etnis
India Tamil. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Zulkifli B. Lubis (2005)
tentang komunitas Tamil dan Punjabi di Medan, memaparkan informasi serupa.
Penelitian tersebut mengutip sebuah laporan yang mengungkapkan bahwa 66
persen penduduk Tamil yang berjumlah 33.000 jiwa di Medan dan sekitarnya
merupakan penganut agama Hindu; 28 persen Agama Budha; 4,5 persen Katolik
dan Kristen; serta 1,5 persen penganut Agama Islam (Lubis, 2005:140). Temuan
4

Universitas Sumatera Utara

menarik dari laporan tersebut, tidak disebutkan dari persentase yang dikemukakan
adanya orang-orang Tamil yang menganut agama Sikh.
Sebaliknya, orang-orang Punjabi yang diperkirakan sebesar 5.000 jiwa,
merupakan penganut Agama Sikh. Komunitas Punjabi ini sudah hadir di Sumatera

Utara sejak awal perkebunan tembakau dibuka. Tidak seperti komunitas Tamil
pada umumnya yang bermukim dengan pola menyatu, komunitas Punjabi lebih
cenderung menyebar dan berbaur di pemukiman-pemukiman penduduk lainnya
(Lubis, 2005: 142).
Sentimen etnis antara India Tamil dan India Punjabi ini juga bisa diduga
diakibatkan oleh perbedaan ekonomi. Sebagaimana penelitian yang dilakukan
Susi Mariani Harahap (2013), dengan judul: “Perbedaan Motivasi Belajar pada
India Tamil dan India Punjabi di Kota Medan.” Dengan hipotesis motivasi
berprestasi India Punjabi lebih tinggi daripada India Tamil, penelitian tersebut
menunjukkan bahwa hipotesis yang dibangun diterima melalui pengukuran di
mana skor rata-rata motivasi berprestasi masyarakat India Punjabi adalah 108,41
dan skor rata-rata motivasi berprestasi India Tamil sebesar 92,53. Hasil penelitian
ini sejalan dengan teori yang diungkapkan McClelland (1966) bahwa masyarakat
yang secara ekonomi lebih mapan mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi.
Sementara pada kenyataannya, secara ekonomi masyarakat India Punjabi di kota
Medan lebih mapan dibandingkan masyarakat Tamil, hal ini dapat terlihat dengan
bertahannya toko-toko sport masyarakat Punjabi di kota Medan (Harahap,
2013:52).
Deskripsi-deskripsi yang dipaparkan di atas merupakan latar belakang masalah
yang penulis ungkapkan untuk menekankan minat mengajukan penelitian Skripsi

5

Universitas Sumatera Utara

dengan mengambil judul: “Konflik Tersembunyi antara Penganut Sikh dan Hindu
di Kota Medan.”

1.2.

Perumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini dirumuskan ke dalam pernyataan konflik
tersembunyi yang terjadi antara penganut Sikh dan Hindu di Kota Medan. Adapun
pernyataan ini dapat dipecah pada beberapa pertanyaan khusus, yaitu:
1)

Apa saja bentuk-bentuk konflik tersembunyi pada hubungan penganut
Sikh dan Hindu di Kota Medan?

2)


Apakah ada potensi konflik terbuka dari situasi konflik tersembunyi yang
terjadi di antara keduanya?

1.3.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menjawab permasalahan yang diungkapkan pada
perumusan masalah, yaitu untuk mengetahui konflik tersembunyi antara penganut
agama Sikh dan agama Hindu di Kota Medan. Secara khusus, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui:
1)

Bentuk-bentuk konflik tersembunyi pada hubungan penganut Sikh dan
penganut Hindu di Kota Medan.

2)

Potensi konflik terbuka dari situasi konflik tersembunyi yang terjadi di

antara keduanya.

6

Universitas Sumatera Utara

1.4.

Manfaat Penelitian

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan bermanfaat secara keilmuan bagi
penelitian-penelitian berikutnya untuk menggali teori-teori tentang konflik sosial,
terutama teori konflik tersembunyi. Penelitian ini juga diharapkan memberikan
sumbangan baru untuk rujukan bagi mahasiswa S.1 Departemen Sosiologi
Universitas Sumatera Utara (khususnya) dan mahasiswa lain dengan jurusan yang
sama pada umumnya.
Sementara itu, secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan
bagi masyarakat yang mengalami konflik untuk dapat mengambil langkahlangkah bijaksana menghindari terjadinya konflik terbuka. Terhadap pemerintah,
penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan untuk dijadikan acuan dalam
upaya pembuatan kebijakan menghindari terjadi konflik yang terbuka.


1.5.

Defenisi Konsep

1.5.1. Konflik Tersembunyi
Konflik tersembunyi merupakan konflik yang sifatnya berawal dengan perasaan
atau sikap ketidaksukaan suatu individu dan atau kelompok kepada individu dan
atau kelompok lainnya yang tersembunyi (hidden conflict ) dalam alam bawah
sadar masing-masing pihak, hal mana berpotensi untuk sewaktu-waktu dapat
berubah menjadi konflik aktual (konflik terbuka atau manifes) apabila
mendapatkan rangsangan sosial dari suatu keadaan atau karena dimotivasi oleh
sementara pihak untuk maksud tujuan tertentu.
Dalam kaitannya dengan keorganisasi, Wahyudi (2006:17) mengutip Stoner,
menyebutkan konflik mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumber daya yang
7

Universitas Sumatera Utara

langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian yang

dimiliki oleh beberapa pihak. Dalam penelitian ini konflik tersembunyi melihat
suasana batin, sikap dan perasaan antara penganut Sikh dan Hindu Tamil di Kota
Medan.

1.5.2. Penganut Sikh
Sikh merupakan sebuah agama atau kepercayaan, meskipun secara administratif ia
tidak digolongkan sebagai agama di Indonesia. Guna mendapatkan pengakuan,
Sikh di Indonesia kemudian berada di bawah naungan Parisada Hindu Dharma
Indonesia (PHDI) sehingga kepercayaan itu sering disamakan dengan salah satu
aliran dalam agama Hindu. Sikh berbeda dengan Agama Hindu walaupun dalam
praktiknya penganut Sikh harus mengaku sebagai Hindu (Sihombing, dkk.,
2008:4).
Dalam penelitian Skripsi yang ditulis Kaur Semanpreet (2012) dengan judul
“Kelas Sosial dan Interaksi Sosial pada Komunitas Agama Sikh di Medan,” kata
agama digunakan untuk menyebut kepercayaan ini. Semanpreet menegaskan,
masyarakat Sikh di Kota Medan dan sekitarnya sering dipanggil dengan sebutan
“Benggali”, padahal masyarakat Sikh sebenarnya bukan bersuku Benggali,
melainkan bersuku Punjabi. Masyarakat Sikh ini berasal dari bagian utara India
yaitu Punjab, oleh karena itu disebut sebagai orang Punjabi, sedangkan orangorang Benggali merupakan orang-orang yang berasal dari bagian tengah India.
Orang Benggali ini memiliki kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat
Punjabi, baik dari gaya bahasa maupun berpakaian (Semanpreet, 2012:3)

8

Universitas Sumatera Utara

Sementara itu, penelitian yang dilakukan Yasir Maulana Rambe dalam Skripsi
berjudul: “Perkembangan Agama Sikh di Kota Medan,” kata agama juga
digunakan untuk menyebutkan kepercayaan tersebut. dalam penelitian itu
disebutkan bahwa kedatangan orang-orang Punjabi di Kota Medan sudah dimulai
sejak masa kolonial, sekitar tahun 1880-an. Secara umum mereka tidak datang
dengan cara berkelompok dalam jumlah yang besar. Akan tetapi lama kelamaan
komunitas Punjabi yang menganut Sikh menjadi cukup besar di Kota Medan
(Rambe, 2014:68-69). Penganut Sikh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pemeluk (umat) agama Sikh yang tinggal dan beraktifitas di rumah ibadah yang
terletak di Kelurahan Karangsari Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.

1.5.3. Penganut Hindu
Agama Hindu merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Agama
Hindu (disebut juga dengan istilah Hinduisme) merupakan agama dominan di
Asia Selatan terutama di India dan Nepal yang mengandung aneka ragam tradisi.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Zulkifli B. Lubis (2005), dalam
hubungannya dengan etnis India, agama Hindu di Kota Medan didominasi oleh
tenis India Tamil dengan komposisi 66 persen.
Penelitian yang dilakukan oleh S. Wani Maller (2016) dalam Skripsi berjudul:
“Organisasi Hindu Sabba di Medan 1913-1942” menyatakan bahwa di dalam etnis
Tamil struktur kasta tradisional masih terus berlanjut. Kasta Sudra dan Adi
Dravida dipisahkan oleh aktivitas agama, pekerjaan, dan tempat tinggal. Etnis
Tamil yang beralih ke agama Kristen atau Buddha digolongkan oleh yang
beragama Hindu ke dalam Adi Dravida karena melanggar adat istiadat yang telah
9

Universitas Sumatera Utara

tercipta (Maller, 2016:27). Dalam penelitian ini, penganut Hindu yang dimaksud
adalah pemeluk (umat) Agama Hindu yang tinggal dan beraktifitas di rumah
ibadah yang terletak di Kelurahan Sari Rejo serta pengurus Hindu dalam wadah
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan Majelis Hindu Indonesia (MHI).

10

Universitas Sumatera Utara