Pemanfaatan Modal Sosial Tunanetra Sebagai Tukang Pijat Dalam Meningkatkan Status Sosial Ekonomi Kelurga

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembangunan suatu negara tidak terlepas dari pentingnya peran setiap keluarga
sebagai masyarakat dari suatu negara. Seperti yang kita ketahui bahwa keluarga
merupakan unit terkecil dari ruang lingkup masyarakat. Kesejahteraan suatu
negara juga bisa dilihat dari bagaimana keberhasilan pemerintah mensejahterakan
kehidupan setiap keluarga dalam suatu negara. Keluarga merupakan salah satu
kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai kesatuan atau unit
masyarakat terkecil dan biasanya selalu ada hubungan darah, ikatan pernikahan
atau ikatan yang lainnya, tinggal bersama dalam satu rumah dan dipimpin oleh
seorang kepala rumah tangga. Orangtua adalah ayah dan ibu seorang anak, baik
melalui hubungan biologis maupun sosial. Orangtua memiliki berbagai fungsi
seperti mengasuh, membimbing, memelihara dan mendidik anak-anaknya. Setiap
orangtua pasti memiliki harapan agar anak - anaknya menjadi anak yang pandai,
cerdas, berakhlak mulia dan berguna bagi semua orang. Namun tidak semua
manusia terlahir ke dunia ini sebagai manusia yang normal. Ada manusia yang
sejak lahir mengalami kecacatan atau pada saat pertumbuhan mengalami
kecacatan ataupun ketunaan secara fisik. Ketidaksempurnaan ini dapat menjadi
masalah bagi orang yang mengalaminya. Terutama mereka yang sudah menjadi
orangtua.

Penyandang tunanetra memiliki kebutuhan yang sama dengan manusia normal,
mereka juga mempunyai keinginan untuk menikah, berumah tangga dan

Universitas Sumatera Utara

mendapatkan keturunan. Ketunanetraan membawa beberapa keterbatasan antara
lain keterbatasan memperoleh informasi, mengontrol lingkungan. Jika kedua
orangtua menyandang tunanetra, kemungkinan akan memiliki keterbatasan dalam
mengasuh anaknya. Pada dasarnya semua orang itu tidak sama, kewajiban serta
hak di setiap individu di setiap keluarga berbeda (Widiya, 2016). Struktur
interaksi peran juga berbeda-beda dari satu rumah tangga ke rumah tangga yang
lain, walaupun adapula persamaan-persamaan dalam hal-hal tertentu, maka perlu
pula untuk mengetahui masa kehidupan keluarga atau daur kehidupan keluarga.
Salah satu fungsi keluarga ialah menciptakan generasi selanjutnya bagi suatu
negara, sehingga peran keluarga sangat diperlukan dalam mengayomi dan
memenuhi kebutuhan keluarga. Jumlah penyandang tunanetra di Indenesia saat ini
mencapai 3.750.000 orang, atau sekitar 1,5 persen dari jumlah penduduk 250 juta
jiwa. Dan dari jumlah tersebut sebagian besar tunanetra dikategorikan keluarga
pra sejahtera, atau dapat dilihat bahwa adanya keterbatasan terhadap pendidikan
dan keterampilan bagi mereka, sehingga menyebabkan terbatasnya pekerjaan

terhadap penyandang tunanetra (Sunaryo, 2016).
Suatu pekerjaan yang harus dilakukan dalam kehidupan keluarga inilah yang
disebut fungsi keluarga, adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan
didalam atau diluar keluarga. Masalah krisis keluarga dapat diduga muncul
sebagai akibat tidak berfungsinya tugas dan peranan keluarga. Keluarga dituntut
berperan dan berfungsi untuk mencapai suatu masyarakat sejahtera yang dihuni
oleh individu (anggota keluarga) yang bahagia dan sejahtera. Fungsi keluarga
perlu diamati sebagai tugas yang harus diperankan oleh keluarga sebagai lembaga
sosial terkecil berdasarkan pendekatan budaya dan sosiologis. Fungsi keluarga

Universitas Sumatera Utara

adalah fungsi biologis, pendidikan, keagamaan, perlindungan, sosialisasi anak,
kasih sayang, ekonomi, rekreatif, status sosial (Mustamid, 2015). Fungsi-fungsi
kelurga tersebut bisa berjalan dengan baik jika pemeran dari fungsi-fungsi
tersebut memiliki kondisi fisik, mental, psikis yang sehat dan normal. Hal tersebut
akan berbeda bagi mereka yang memiliki kekurangan dalam hal fisik seperti
difabel.
Difabel yang dimaksud dalam penelitian ini ialah keluarga yang terbentuk dari
pasangan tunanetra, pasangan suami istri tunanetra yang telah menikah dan

memiliki anak. Tunanetra merupakan istilah umum yang digunakan untuk kondisi
seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan pada indra
penglihatannya.Tidak berfungsinya penglihatan bagi tunanetra akan memisahkan
tunanetra dengandunia sekitar serta dunia sosialnya, mereka tidak mampu
memperoleh kejelasan terhadap situasi lingkungan dan ini menjadi sumber
kesulitan dikemudian hari. Penggunaan indera mata pada kehidupan sehari-hari
memang miliki peran yang sangat krusial, namun bukan berarti bahwa indera lain
tidak memiliki peran yang sama pentingnya karena terdapat beberapa aspek yang
tidak bisa dilacak oleh indera mata.
Secara umum masalah penyandang catat tunanetra adalah berkaitan
dengan keinginan untuk mempunyai kehidupan yang layak seperti ingin dihargai
dan diperlakukan seperti orang normal, tetapi keinginan ini terhambatsehingga
mengakibatkan penyandang cacat tunanetra kecewa, frustrasi dan rendah diri.
Umumnya masyarakat sering memandang penyandang cacat tunanetra dari sudut
pandang yang negatif, tidak dapat melakukan apa-apa dan hanya bisa bergantung
kepada orang lain, sehingga keberadaan mereka tidak dipandang secara utuh baik

Universitas Sumatera Utara

di tengah masyarakat. Hakikatnya manusia memerlukan hidup berkelompok

sebagai reaksi terhadap keadaan lingkungan. Antara kehidupan manusia dan alam
lingkungan terdapat gejala tarik menarik yang pokok persoalannya adalah sifat
alam yang tidak memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia itu sendiri
(Setiadi dkk., 2011)
Pada umumnya masyarakat memandang tunanetra cenderung negatif hanya
melihat pada keterbatasan sebagai penyandang tunanetra, bukan dari
kemanusiaan.Keluarga dan masyarakat menganggap kehadiran tunanetra menjadi
beban, akhirnya mereka diabaikan dan mereka hanya dikasihani. Selain itu,
keluarga dan orangtua cenderung kurang perduli terhadap kebutuhan dan masa
depan penyandang tunanetra. Dalam keadaan yang demikian, penyandang cacat
tunanetra menjadi diskriminasi dalam dirinya juga dalam lingkungan sekitar.
Kepercayaan diri dihasilkan dari dalam diri individu serta dari luar diri
individu. Internal yang mempengaruhi kepercayaan diri penyandang tuna netra
yakni konsep diri. Penyandang tuna netra memiliki konsep diri positif maka
terlihat lebih optimis, penuh percaya diri, serta menghargai kondisi fisik yang
dialami, sedangkan konsep diri yang negatif maka cenderung rendah diri pada
kondisi fisik yang dialami. Eksternal yang mempengaruhi kepercayaan diri
penyandang tunanetra adalah lingkungan sosial terutama memberikan dukungan.
Dukungan sosial yang diterima oleh penyandang tuna netra membuat individu
lebih percaya diri. Dukungan sosial negatif diterima penyandang tuna netra

membuat individu minder dengan kondisi fisik serta ketergantungan
denganlingkungan sosial.

Universitas Sumatera Utara

Tunanetra adalah orang yang tidak dapat melihat atau orang yang lemah secara
penglihatan. Mereka yang menyandang cacat tunanetra bisa disebabkan oleh
banyak faktor. Dampak dari ketunanetraan tersebut sering memunculkan
paradigma negatif dalam diri tunanetra bahkantidak jarang mendapat penilaian
yang buruk dari masyarakat. Penilaian itu terjadi karena masyarakat hanya melihat
dari sisi kecacatan bukan dari sisi kemanusiaan secara utuh. Dalam arti yang luas,
ketunanetraan itu telah memberi pengaruh yang kuat dan akhirnya membentuk
konsep diri yang salah.
Pada sebagian kasus terdapadat kemudahan yang diberikan lingkungan sekitar
menyebabkan sebagian penyandang tunanetra merasa tidak perlu berusaha keras
untuk memenuhi kebutuhan hiduupnya. Berbagai kemudahan berupa bantuan
yang diberikan tanpa adanya kewajiban yang mengikat dan sanksi yang efektif
dengan bantuan tersebut cenderung menyebabkan seorang tunanetra atau banyak
tunanetra menjadi tidak giat berusaha. Seperti bantuan-bantuan belas kasih dari
hasil meminta-minta menjadikan pada sebagian tunanetra tersebut ttidak

terdorong untuk mengambil inisiatif dan menentukan sendiri apa yang harus
mereka upayakan untuk menghasilakn uang yang halal dalam memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Tetapi tidak dengan para tunanetra yang menjadi objek
penelitian ini.

Para tunanetra yang peneliti teumi ialah tunanetra yang bekerja sebagai tukang
pijat dalam keterbatsannya karena Sebagai penyandang tunanetra, hati, perasaan
dan rasional mereka masih berfungsi dengan normal. Mereka masih bisa

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan sesuatu dengan indera yang lain. Dalam memanfaatkan modal
sosial yang mereka miliki, mereka terus berusaha meningkatkan sosial ekonomi
keluarga mereka, memenuhi kebutuhan hidup serta menyekolahkan anak-anak
mereka dengan cara bekerja sebagai tukang pijat. Mereka tergabung dalam
organisasi-organisasi yang beranggotakan tunanetra yang memiliki kemampuan
memijat ataupun memliki kemauan bekerja mengasah kemampuan indera mereka
untuk memijat guna bekerja sebagai tukang pijat demi meningkatkan status sosial
ekonomi kelurga.
Masalah yang dihadapi penyandang cacat tunanetra ialah mereka menjadi asing

dari hidup sosial masyarakat karena ketunanetraan yang ada pada fisik mereka.
Dampak dari ketunanetraan adalah mereka sulit mendapatkan pendidikan,
pekerjaan pada umumnya, memperoleh kedudukan dan sulit mengembangkan
karier yang sesuai dengan talentanya. Pada penelitian ini para tuna netra yang
peneliti temui, mampu menyekolahkan anak-anak mereka hingga selasai dengan
biaya dari bekerja sebagia tukang pijat.
Dalam penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada modal sosial penyandang
cacat tunanetra yang tergabung dalam organasasi-organisasi seperti ITMI (Ikatan
Tunanetra Muslim Indonesia), PERTAPI (Persatuan Tukang Pijat Indonesia), dan
PERTUNI (Persatuan Tunanetra Indonesia) yang berprofesi sebagai tukang pijat
dalam meningkatkan sosial ekonomi keluarga meraka. Organisasi tersebut
menaungi tunanetra di Kota Medan.
Peneliti memilih objek penelitian ini karena melihat fenomena yang ada dimana
biasanya penyandang tunanetra lebih memilih meminta-minta (mengemis)

Universitas Sumatera Utara

ataupun mengharapkan belas kasih orang-orang dari pada mengasah indera selain
mata yang ada pada diri mereka untuk bekerja. Sedangkan alasan peneliti
menggunakan penyandang tunanetra sebagai objek penelitian, karena peneliti

ingin mengetahui bagaimana penyandang tunanetra memanfaatkan modal sosial
dalam kemampuan kepekaan indra peraba untuk bekerja sebagai tukang pijat.
Selain itu alasan peneliti menggunakan penyandang tunanetra karena peneliti
ingin melihat apakah dengan keterbatasan penglihatan yang dimiliki seorang
tunanetra mampu atau tidak mencapai makna dalam hidupnya agar menjadi diri
yang mandiri tanpa bergantung kepada orang lain.
Dengan tidak bergantung kepada orang lain, seorang tunanetra mampu menyikapi
kekurangan dalam dirinya karena bagi manusia mata adalah indra yang paling
utama dan merupakan cakrawala dunia, tanpa mata manusia kehilangan
kesempatan merekam semua kejadian-kejadian penting dalam hidupnya dan
dengan mampu menyikapi hal ini dengan penuh kemandirian maka seorang tuna
netra layak untuk terus melanjutkan kehidupannya walau tanpa mata sekalipun.
Adapaun karakteristik tukang pijat yang menjadi objek penelitian disini adalah
individu dewasa, dimana salah satu ciri khas pada individu dewasa adalah
keinginan dan perjuangannya untu merasakan arti makna serta tujuan hidup
(Corey,1999).

Universitas Sumatera Utara

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang perumusan masalah yang dapat peneliti ambil dalam membuat
proposal penelitian tentang “pemanfaatan modal sosial tuna netra sebagai tukang
pijat dalam meningkatkan status sosial ekonomi keluarga” yaitu :
1. Bagaimana pemanfaatan modal sosial tuna netra yang bekerja sebagai
tukang pijat dalam meningkatkan status sosial ekonomi keluarga ?
2. Apakah ada perbedaan status sosial ekonomi tunanetra yang bekerja
sebagai tukang pijat dengan jaringan sosial yang sempit dan yang lebih
luas ?

1.3. Tujuan peneitian
Setelah menemukan rumusan masalah yang akan di teliti dalam sebuah
penilitian, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan tujuan penulisan.
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui upaya tuna netra dalam memanfaatkan modal sosial
yang ada pada diri mereka yang bekerja sebagai tukang pijat dalam
meningkatkan status sosial ekonomi keluarga mereka.
2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan status sosial ekonomi tuannetra
yang bekerja sebagai tukang pijat dengan jaringan sosial yang sempit
dengan tunanetra yang bekerja sebagai tukang pijat namun memiliki
jaringan sosial luas.


Universitas Sumatera Utara

1.4. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian di harapkan memiliki manfaat maupun sumbangsih bagi peneliti
maupun bagi masyarakat pada umumnya. Terutama bagi perkembangan ilmu
pengetahuan sosial. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini.
1. Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan informasi, pemahaman,
serta sumbangsih bagi mahasiswi khususnya dalam perkuliahan ilmu
sosiologi ekonomi maupun masyarakat luas dalam meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman mengenai kehidupan para tunanetra serta
cara para tuna netra dalam memperjuangkan status sosial ekonomi
keluarga mereka. Yang nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi
bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bagian kehidupan
sosial penyandang tunanetra.
2. Manfaat praktis hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat penyandang cacat tunanetra maupun masyarakat normal,
diharapkan mampu mengatasi keterbatasannya, menggali dan
memanfaatkan modal sosial yang ada di dalam diri mereka. Bangkit dan
terus berusaha mengupayakan diri bekerja sebagai tukang pijat ataupun

pekerjaan lain yang halal agar dapat memenuhi kebutuhan hidup serta
meningkatkan status sosial ekonomi keluarga.

Universitas Sumatera Utara

1.5. Defenisi konsep
1. Modal Sosial Tunanetra
Modal sosial tunanetra adalah segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerja
sama dan jaringan yang mampu dibangun para tunanetra di dalam masyarakat atau
suatu ruang lingkup kehidupan untuk membangun dan menjalin hubungan baik
dalam bersosial guna mewujudkan hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai
dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya seperti rasa saling percaya,
ketimbal-balikan, aturan-aturan kolektif dalam suatu hubungan masyarakat.
2. Kelurga Tunanetra
Keluarga tunanetra adalah keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang
mengalami ketunanetraan dan memiliki anak yang normal maupun tunanetra juga.
3. Status Sosial Ekonomi Keluarga Tuenaetra
Status sosial ekonomi keluarga adalah kedudukan atau posisi sebuah keluarga di
dalam masyarakat. Status sosial ekonomi keluarga tunanetra adalah gambaran
tentang keadaan sebuah keluarga tunanetra atau sejumlah keluarga tunanetra yang
ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan,
pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi juga mampu membentuk seperti apa
kebiasaan dan gaya hidup sebuah keluarga.

Universitas Sumatera Utara