Pemanfaatan Modal Sosial Tunanetra Sebagai Tukang Pijat Dalam Meningkatkan Status Sosial Ekonomi Kelurga

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Modal Sosial dan Status Sosial Ekonomi
Putnam (1999), Modal sosial merupakan jaringan-jaringan, nilai-nilai dan
kepercayaan yang timbul diantara para anggota perkumpulan, yang memfasilitasi
koordinasi dan kerjasama untuk manfaat bersama. Seperti para tunaetra yang
memanfaatkan modal sosial dalam membangun dan memperluas jaringan-jaringan
sosial mereka. Tanpa melupakan nilai dan norma yang ada, tunanetra membangun
kepercayaan serta solidaritas diantara para penyandang tunanetra yang bekerja
sebagai tukang pijat yang tergabung dalam kelompok-kelompok/organisasi
tunanetra yang telah di bentuk, maupun kepada masyarkat umun yang ada di
sekitar tempat tinggal mereka. Bourdieu (1986) mendifinisikan modal sosial
adalah sebagai sumberdaya aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang
berasal dari jaringan sosial yang terlembaga serta berlangsung terus-menerus
dalam bentuk perilaku timbal-balik atau dengan kata lain keanggotaan dalam
kelompok sosial, yang memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan
kolektif (Damsar, 2009). Kekuatan hubungan sosial tercermin dari perilaku baik,
rasa bersahabat, saling simpati, serta membina hubungan dan kerja sama yang erat
diantara individu dalam keluarga yang membentuk suatu kelompok sosial dalam
kehidupan bermasyarakat. Konsep ini didaur ulang pada tahun 1950-an dan 1960an. Konsep modal sosial (social capital) diperkenalkan kembali oleh Putnam
dalam Damsar (2009) sewaktu meneliti Italia pada tahun 1985. Fukuyama


Universitas Sumatera Utara

berpendapat bahwa tidak ada kesepakatan tentang definisi yang pasti tentang
modal sosial.
Dari berbagai pengertian modal sosial yang sudah dikemukakan, maka pengertian
modal sosial yang lebih luas adalah berupa jaringan sosial, sekelompok orang
yang dihubungkan oleh perasaan simpati dan kewajiban serta oleh norma
pertukaran. Jaringan terbentuk karena berasal dari daerah yang sama, kesamaan
kepercayaan politik atau agama, hubungan genealogis, dan lain-lain. Modal sosial
merupakan hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk
kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat pada ruang lingkup yang
luas, yaitu mengeratkan hubungan sosial yang terdapat pada masyarakat. Modal
sosial juga menekankan bahwa perlunya sebuah kemandirian dalam mengatasi
masalah sosial dan ekonomi (Syahra, 2003). Mekanisme modal sosial yang dapat
dilakukan adalah dengan cara kerjasama. Kerjasama merupakan salah satu upaya
penyesuaian dan koordinasi tingkah laku dalam mengatasi konflik. Konflik
tersebut timbul karena tingkah laku seseorang atau kelompok yang dianggap
menjadi penghambat bagi orang atau kelompok lain dan berdampak pada
ketidakharmonisan. Dengan demikian ciri modal sosial sebagai sebuah modal

yang bersifat sosial, dapat membentuk relasi sosial yang mampu bersinergi dan
berkompetisi untuk mencapai kemenangan.
Makna-makna modal sosial di atas mengacu pada kekuatan hubungan sosial,
membentuk jaringan, dan membangun kerjasama yang baik oleh para tunanetra
dalam bekerja sebagai tukang pijat dan dalam bermasyarakat, termasuk kehidupan
tunanetra dalam masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, maupun dalam ruang
lingkup kelompok sosial tunanetra yang mereka ikuti.

Universitas Sumatera Utara

Merujuk pada Ridell (1997), ada tiga parameter modal sosial, yaitu kepercayaan
(trust), norma-norma (norms) dan jaringan-jaringan (networks).

1. Kepercayaan
Sebagaimana dijelaskan Fukuyama (1995), kepercayaan adalah harapan yang
tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur,
teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama.
Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini. Cox (1995)
kemudian mencatat bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan
tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif; hubungan-hubungan

jugabersifat kerjasama. Menurutnya We expect others to manifest good will, we
trust our fellow human beings. We tend to work cooperatively, to collaborate with
others in collegial relationships (Cox, 1995: 5). Kepercayaan sosial pada dasarnya
merupakan produk dari modal sosial yang baik. Adanya modal sosial yang baik
ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh; modal sosial
melahirkan kehidupan sosial yang harmonis (Putnam, 1995). Kerusakan modal
sosial akan menimbulkan anomie dan perilaku anti sosial (Cox, 1995).
2. Norma
Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan
dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang.
Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standarstandar sekuler seperti halnya kode etik profesional.

Universitas Sumatera Utara

Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa
lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Putnam, 1993; Fukuyama,
1995). Norma-norma dapat merupaka pra-kondisi maupun produk dari
kepercayaan sosial.

3. Jaringan

Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama
antar manusia (Putnam, 1993). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya
komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan
memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringanjaringan sosial yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan orang lain.
Mereka kemudian membangun inter-relasi yang kental, baik bersifat formal
maupun informal (Onyx, 1996). Putnam (1995) berargumen bahwa jaringanjaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya
serta manfaat-manfaat dari partisipasinya itu.
Kemudian status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam
masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang
atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti
tingkat pendidikan, pendapatandan sebagainya. status sosial ekonomi merupakan
posisi yang ditempati individu atau keluarga yang berkenaan dengan ukuran ratarata yang umum berlaku tentang kepemilikan kultural, pendapatan efektif,
pemilikan barang dan partisipasi dalam aktifitas kelompok dari komunitasnya.
Ada beberapa faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya sosial ekonomi

Universitas Sumatera Utara

orang tua di masyarakat, diantaranya tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat
pendapatan, kondisi lingkungan tempat tinggal, pemilikan kekayaan, dan
partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa status sosial ekonomi adalah tinggi rendahnya prestise yang
dimiliki seseorang berdasarkan kedudukan yang dipegangnya dalam suatu
masyarakat berdasarkan pada pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya atau
keadaan yang menggambarkan posisi atau kedudukan suatu keluarga masyarakat
berdasarkan kepemilikan materi.
Menurut Soekanto (2006: 210), masyarakat pada umumnya mengembangkan dua
macam kedudukan yaitu :
1.

Ascribed Status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa
memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan.
Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran dan dijumpai pada
masyarakat-masyarakat dengan sitem lapisan sosial tertutup atau
masyarakat dimana sistem lapisan tergantung pada perbedaan rasial.

2.

Achieved Status, adalah kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan
usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar
kelahiran, tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja.


Status ekonomi juga merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Pendapatan
keluarga yang memadai akan nmenunjang tumbuh kembang anak. Orang tua
dapat memenuhi segala kebutuhan si anak. Orang dengan tingkat ekonomi rendah
akan lebih berkosentrasi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar yang menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Sebaliknya orang dengan tingkat

Universitas Sumatera Utara

ekonomi tinggi akan mempunyai kesempatan lebih besar dalam menempuh
pendidikan dimana orang dengan tingkat ekonomi tinggi akan lebih mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki
kemudian akan memperhatikan kesehatan diri dan keluarga. Contohnya seperti
pada pedagang yang menjual suatu produk barang dagangannya, dia
menggunakan modal sosial seperti jaringan, hubungan kekerabatan, organisasi
atau kelembagaan. Sehingga pedagang tersebut lebih mudah dalam memasarkan
barang dagangannya. Seperti dalam penelitian yang akan peneliti lakukan ini,
peneliti ingin mengetahui bagaimana tunanetra tersebut memanfaatkan modal
sosial seperti jaringan, nilai ataupun kepercayaan yang timbul dari organisasi
ataupun kerja sama yang di lakukan para tunanetra dalam bekerja sebagai tukang

pijat untuk meningkatkan status sosial ekonomi keluarga mereka.
Sebagai data pendukung, menurut hasil penelitian Juliana (2016) yang
menyimpulkan, modal sosial yang harus dimiliki oleh tunanetra yaitu struktur
hubungan yang terjadi antara tunanetra dengan lingkungan tempat tinggalnya
maupun dengan pelanggan. Bagaimana cara tunanetra untuk mampu beradaptasi
dan bersosialisasi dengan masyarakat normal ataupun dengan sesama rekan
tunanetra. Keramah-tamahan dan cepat bergaul merupakan modal penting yang
harus dimiliki oleh para tunanetra dapat mampu bersosialisasi dengan baik dengan
masyarakat membuat tunanetra mendapatkan pelanggan pijat. Sedangkan modal
ekonomi tukang pijat tunanetra berupa membuat sarana yang di gunakan dalam
memijat, baik itu berupa rumah atau kamar-kamar kecil yang biasa digunakan
untuk memijat maupun sarana lain berupa kasur, spray bantal dan alat-alat
lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Kemudian menurut hasil penelitian Putri (2010), menyimpulkan bahwatunanetra
tukang pijat yang dijadikan sebagai objek penelitian mempunyai karakteristik
unik dan persoalan seperti adanya keinginan untuk dapat menghidupi diri sendiri
bukan dari hasil belas kasihan orang lain, menjalani segala sesuatu dengan penuh

kayakinan di dalam hidupnya.

2.2. Konsep Keluarga Tunanetra
Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama
sebagai satu kesatuan atau unit masyarakat terkecil dan biasanya selalu ada
hubungan darah, ikatan perkawinan atau ikatan lainnya, tinggal bersama dalam
satu rumah yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga.Fungsi keluarga menurut
(Friedmen;2010)
1. Fungsi afektif
Yaitu fungsi keluarga yang utama adalah untuk mengajarkan segala sesuatu untuk
mempersiapkan anggota keluarganya dalam berhubungan dengan orang lain.
2.

Fungsi sosialisasi

Adalah fungsi mengembangkan dan sebagai tempat melatih anak untuk
berkehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan
orang lain di luar rumah.
3.


Fungsi reproduksi

Universitas Sumatera Utara

Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan
keluarga.
4.

Fungsi ekonomi.

Adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan
tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan
penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga.
5.

Fungsi pemeliharaan kesehatan

Yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar
tetap memiliki produktivitas yang tinggi.
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat,

kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu.
Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dan
keluarga, kelompok dan masyarakat. Kemudian tunanetra tidak hanya untuk
mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi
terbatas dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup, dimana indera
tersebut berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari.
Dengan fungsi-fungsi tersebut dapat kita lihat seharusnya keluarga itu mampu
memenuhi kebutuhan anggota keluarganya masing-masing, terutama dalam halhal meningkatkan status sosial ekonomi.

2.2.1. Faktor - Faktor Penyebab Ketunanetraan

Universitas Sumatera Utara

Soemanri (1996) mengatakan bahwa secara ilmiah, ketunanetraan pada individu
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik itu faktor dalam diri
individu (internal) maupun faktor dari luar individu (eksternal).
Faktor internal (prenatal)yaitu faktor-faktor yang erat hubungannya dengan
keadaan bayi selama masih dalam kandungan. Kemungkinannya karena faktor
gen (sifat pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan
obat, pengaruh alat bantu medis, si ibu terkena infeksi maternal (rubella atau

campak german).
Faktor eksternal ialah faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi
dilahirkan. Contoh penyebab ketunanetraan pada saat kelahiran , yakni si ibu
hamil menderita penyakit Gonnorhoe, sehingga ketika si anak lahir matanya
tercemari kuman Nisseria Gonnorhoe. Penyebab ketunanetraan setelahantara lain:
(a). Kecelakaan, kecelakaan tersebut terjadi benturan atau tekanan keras lalu
mengenai mata atau syaraf mata maka dapat menyebabkan gangguan penglihatan,
bahkan ketunanetraan, (b). Pengaruh alat bantu medis, (c). Kurang gizi atau
vitamin A, (d).

Terkena racun atau zat kimia, (e). Panas badan yanga terlalu

tinggi, (f).Terkena penyakit infeksi.

2.3 Tukang Pijat Sebagai Profesi
Seorang tunanetra dituntut untuk dapat menyikapi keadaannya tanpa
menggantungkan diri kepada orang lain. Seorang tunanetra dituntut agar dapat
mandiri menghadapi kehidupannya. Salah satunya dengan bekerja. Ketika seorang
tunanetra memutuskan untuk bekerja, akan muncul banyak hambatan dikarenakan

Universitas Sumatera Utara

keterbatasannya dalam melihat. Hal ini yang menyebabkan stereotipe pada
sejumlah penyandang tunanetra untuk bekerja sebagai pengemis, karena mereka
berpikir orang lain akan merasa kasihan melihat mereka. Namun bagi sejumlah
penyandang tunanetra yang dalam hidupnya tidak ingin menggantungkan diri
kepada orang lain akan berusaha menempuh segala cara agar hidupnya lebih
berguna.
Dalam penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada penyandang cacat
tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat. Peneliti memilih objek penelitian
ini karena melihat fenomena yang ada dimana biasanya penyandang tunanetra
lebih memilih pekerjaan ini yang dianggap lebih baik dibanding menjadi
pengemis dan berbicara mengenai kepekaan indra peraba, penyandang tunanetra
biasanya menggunakan kemampuan indra ini untuk menunjukkan keahliannya
dalam memijat seseorang. Tak heran kebanyakan dari penyandang tunanetra
memilih berprofesi sebagai tukang pijat. Selain itu alasan peneliti menggunakan
penyandang cacat tunanetra karena peneliti ingin melihat apakah dengan
keterbatasan penglihatan yang dimiliki seorang tunanetra mampu atau tidak
mencapai makna dalam hidupnya agar menjadi diri yang mandiri tanpa
bergantung kepada orang lain.
Adapun karakteristik tukang pijat yang menjadi objek penelitian disini adalah
individu dewasa, dimana salah satu ciri khas pada individu dewasa adalah
keinginan dan perjuangannya untuk merasakan arti makna serta tujuan hidup
(Corey, 1999).

Universitas Sumatera Utara