Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Finance) Dikaitkan Dengan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Chapter III VI

BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN KONSUMEN DAN
KLUSULA BAKU

A.

Tinjauan Umum Tentang Pembiayaan Konsumen

1.

Pengertian dan Sejarah Lahirnya Pembiayaan Konsumen
Lembaga pembiayaan konsumen di Indonesia dimulai pada tahun 1988,

yaitu dengan dikeluarkannya Keppres No 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga
Pembiayaan, dan Keputusan Menteri Keuangan No 1251/KMK.013/1988 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kedua keputusan
inilah yang merupakan titik awal dari sejarah perkembangan pengaturan
pembiayaan kosumen sebagai lembaga bisnis pembiayaan di Indonesia. 86
Pembiayaan konsumen dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah
(consumer finance). Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit
konsumsi (consumer credit). Hanya saja, jika pembiayaan konsumen dilakukan

oleh perusahaan pembiayaan, sementara kredit konsumen diberikan oleh bank 87
Adapun yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen menurut Pasal 1
angka (7) Pepres No. 9 Tahun 2009 tentang lembaga pembiayaan (consumer
finance) adalah “kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan
kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.”
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan apabila ada seseorang yang
menginginkan barang-barang konsumen seperti mobil, sepeda motor, televisi,
lemari es, dan lain sebagainya, sementara penghasilannya tidak cukup untuk
86
87

Sunaryo, Op.cit., hal. 98
Munir Fuady (1), Op.Cit., hal. 162

Universitas Sumatera Utara

membayar secara tunai dan lunas barang-barang tersebut, maka dapat
menggunakan alternatif pembiayaan dengan sistem pembiayaan kosumen.
Lembaga pembiayaan konsumen (consumers finance) ini bertujuan membantu
seseorang untuk mendapatkan barang-barang


konsumsi tersebut

dengan

memberikan kemudahan-kemudahan melebihi kemudahan yang diberikan oleh
bank. 88
Lahirnya pemberian kredit dengan sistem pembiayaan konsumen ini bukan
akibat dari pengadopsian secara langsung dari pranata hukum dari luar negeri.
Ada beberapa hal yang menjadi latar belakang dari lahirnya pembiayaan
konsumen di Indonesia, antara lain:

89

a. Bank-bank kurang tertarik/tidak cukup dalam menyediakan kredit
kepada konsumen, yang umumnya merupakan kredit-kredit berukuran
kecil. Padahal jika dilihat dari fakta di masyarakat, sebagian besar dari
masyarakat Indonesia membutuhkan pembiayaan untuk hal-hal yang
menyangkut kebutuhan dalam rumah tangga, hal ini disebabkan
pendapatan sebagian besar masyarakat yang terbatas sehingga tidak

mampu untuk membeli barang ekonomis secara lunas dan tunai.
b. Sumber dana yang formal lainnya banyak keterbatasan atau sistemnya
yang kurang fleksibel atau tidak sesuai dengan kebutuhan. Misalnya
apa yang dilakukan oleh Perum Pegadaian, disamping daya
jangkauannya yang terbatas, tetapi juga mengharuskan penyerahan
sesuatu sebagai jaminan. Ini sangat memberatkan bagi masyarakat.
88

Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta : Rineka Cipta,
2003), hal. 117
89
Munir Fuady (1), Op.cit., hal. 163-164

Universitas Sumatera Utara

Ketidakfleksibelan sistem yang diberlakukan oleh para penyedia
sumber dana membuat sebagian besar masyarakat yang tidak memiliki
sesuatu untuk dijaminkan menjadi kehilangan kesempatan untuk
membeli suatu barang, sehingga perputaran uang menjadi terbatas pula.
c. Sistem pembayaran informal seperti yang dilakukan oleh para lintah

darat

atau

tengkulak

dirasakan

sangat

mencekik

masyarakat

dikarenakan seringkali bunga yang diberlakukan oleh para lintah darat
atau tengkulak tersebut diatas batas kewajaran. Sehingga sistem seperti
itu sangat dibenci dan dianggap riba, dan banyak negara maupun agama
melarangnya.
d. Sistem pembiayaan formal lewat koperasi, seperti Koperasi Unit Desa
(KUD) ternyata juga tidak berkembang seperti yang diharapkan.

Sebenarnya KUD merupakan salah satu pembiayaan yang baik jika
perkembangannya

maju.

Hal

ini

dikarenakan

KUD

dalam

melaksanakan kegiatan menjunjung tinggi asas gotong- royong dan
kekeluargaan, sehingga pembiayaan yang dilakukan akan memberikan
kemudahan bagi masyarakat.
Mengingat faktor - faktor yanng disebut diatas, maka dalam prakteknya
mulailah dicari suatu sistem pendanaan yang mempunyai sistem dan kondisi yang

lebih fleksibel dan tidak jauh berbeda dengan sistem perkreditan biasa, tetapi
menjangkau masyarakat luas selaku konsumen. Maka mulailah dikembangkan
sistem yang kemudian disebut “pembiayaan konsumen” ini. 90

90

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

2.

Pengaturan Pembiayaan Konsumen di Indonesia
Pengaturan Pembiayaan Konsumen di Indonesia awalnya di atur dalam

Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan
Konsumen, tetapi Keputusan Presiden itu sudah dicabut dan diganti dengan
Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, namun
untuk peraturan pelaksana yang dikeluarkan dalam bentuk Surat Keputusan
Menteri Keuangan, selama tidak bertentangan dengan Peraturan Presiden ini tetap

berlaku sebagai dasar hukum yang mengatur tentang Lembaga Pembiayaan,
khususnya Pembiayaan Konsumen. 91 Akan tetapi untuk perundang-undangan
yang mengatur secara khusus mengenai praktek pembiayaan konsumen
(consumers finance) belum ada sampai saat ini, sehingga dalam pelaksanaan
kegiatannya perusahaan pembiayaan konsumen hanya berpedoman kepada
kebijaksanaan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang ada.
Dasar hukum dari lembaga pembiayaan konsumen dapat diklasifikasikan,
menjadi dasar hukum substantif dan dasar hukum administratif.
a. Dasar Hukum Substantif
Adapun yang merupakan dasar hukum substantif eksistensi pembiayaan
konsumen adalah perjanjian di antara para pihak berdasarkan asas
“kebebasan berkontrak”. Yaitu perjanjian pembiayaan konsumen ini
dibuat berdasarkan asas – asas kebebasan berkontrak para pihak yang
membuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban dari perusahaan
91

Indonesia, Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan,

Pasal 13


Universitas Sumatera Utara

pembiayaan konsumen sebagai pihak penyedia dana (fund lender) dan
konsumen sebagai pengguna dana (fund user). 92 Sejauh yang tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, maka
perjanjian seperti itu sah dan mengikat secara penuh. Hal ini dilandasi
pada ketentuan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang
menyatakan bahwa “suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.” 93
b. Dasar Hukum Administratif
Seperti juga terhadap kegiatan lembaga pembiayaan lainnya, maka
pembiayaan konsumen ini mendapat dasar dan momentumnya dengan
dikeluarkannya Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang “Lembaga
Pembiayaan” yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri
Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang “Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan”. Dimana ditentukan bahwa salah
satu kegiatan dari lembaga pembiayaan tersebut adalah menyalurkan
dana dengan sistem yang disebut “Pembiayaan Konsumen”.
Meskipun dalam praktek operasional pembiayaan konsumen ini mirip
dengan kredit konsumsi yang sering dilakukan oleh bank, hakikat dan

keberadaan perusahaan finansial yang sama sekali berbeda dengan
bank, sehingga secara substantif yuridis tidak layak diberlakukan
peraturan perbankan kepadanya. Secara yuridis formal, karena

92

Sunaryo, Op.cit., hal. 98
H. Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUH Perdata, (Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 48
93

Universitas Sumatera Utara

perusahaan pembiayaan tersebut bukan bank, maka kegiatannya tidak
mungkin tunduk kepada peraturan perbankan.
Sektor hukum memang harus dapat mengikuti perkembangan ekonomi
yang sedang berlangsung. Selama ini kelemahan utama bidang hukum
yang sering dihadapi oleh pelaku ekonomi di Indonesia adalah masalah
ketidakpastian hukum. Padahal kepastian hukum juga dibutuhkan untuk
memperhitungkan atau mengantisipasi resiko. 94

3.

Para Pihak dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen
a. Perusahaan Pembiayaan Konsumen (Kreditur)
Perusahaan pembiayaan konsumen adalah badan usaha berbentuk PT
atau koperasi yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan
barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran
angsuran

atau

berkala

oleh

konsumen.

Perusahaan

tersebut


menyediakan jasa kepada konsumen dalam bentuk pembayaran harga
barang secara tunai kepada supplier. Antara perusahaan dan konsumen
harus ada terlebih dahulu kontrak pembiayaan konsumen yang sifatnya
pemberian

kredit.

Dalam

kontrak

tersebut,

perusahaan

wajib

menyediakan kredit sejumlah uang kepada konsumen sebagai harga
barang yang dibelinya dari supplier, sedangkan pihak konsumen wajib
membayar kembali kredit secara angsuran kepada perusahaan
tersebut. 95

94

Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima,
(Sidoarjo : Mas Media Buana Pustaka, 2009), hal. 21-22
95
Budi Rachmad, Multi Finance Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan
Konsumen, (Jakarta : Navindo Pustaka Mandiri, 2002 ), hal. 137

Universitas Sumatera Utara

Kewajiban pihak-pihak dilaksanakan berdasarkan kontrak pembiayaan
konsumen. Sejumlah uang dibayarkan tunai kepada supplier untuk
kepentingan konsumen. Pihak konsumen wajib membayar secara
angsuran sampai lunas kepada perusahaan sesuai dengan kontrak
selama angsuran belum dibayar lunas, maka barang milik konsumen
tersebut menjadi jaminan hutang secara fidusia. 96
b. Konsumen (Debitur)
Konsumen adalah pihak pembeli barang dari supplier atas pembayaran
oleh pihak ketiga, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen. konsumen
tersebut dapat berstatus perorangan dapat pula badan hukum. Dalam hal
ini ada 2 (dua) hubungan kontraktual yaitu :
1) Perjanjian pembiayaan yang bersifat kredit antara perusahaan dan
konsumen
2) Perjanjian jual beli antara supplier dan konsumen yang bersifat
tunai
Pihak konsumen umumnya masyarakat karyawan, buruh tani, yang
berpenghasilan menengah kebawah yang belum tentu mampu bila membeli
barang kebutuhannya itu secara tunai. Dalam pemberian kredit ini, resiko
menunggak angsuran merupakan hal yang biasa terjadi. Oleh karena itu,
pihak perusahaan dalam pemberian kredit kepada konsumen masih
memerlukan jaminan terutama jaminan fidusia atas barang yang dibeli itu,
di samping pengakuan hutang dari pihak konsumen.

96

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Dalam perjanjian jual beli antara supplier dan konsumen, pihak supplier
menetapkan syarat bahwa harga barang akan dibayar oleh pihak ketiga
yaitu perusahaan pembiayaan konsumen. Apabila karena alasan apapun,
perusahaan tersebut melakukan wanprestasi, yaitu tidak melakukan
pembayaran sesuai dengan kontrak, maka jual beli antara supplier dan
konsumen akan dibatalkan. Dalam perjanjian jual beli, pihak supplier
(penjual) menjamin barang dalam keadaan baik, tidak ada cacat
tersembunyi. 97
c. Supplier / Dealer
Supplier / dealer adalah pihak penjual barang kepada konsumen atas
pembayaran oleh pihak ketiga yaitu perusahaan pembiayaan konsumen.
Hubungan kontraktual antara supplier dan konsumen adalah jual beli
bersyarat. Syarat yang dimaksud adalah pembayaran dilakukan oleh
pihak

ketiga

yaitu

perusahaan

pembiayaan

konsumen.

antara

perusahaan pembiayaan dan konsumen terdapat hubungan kontraktual,
dimana konsumen wajib membayar harga barang secara angsuran
kepada perusahaan pembiayaan konsumen yang telah melunasi harga
barang tersebut secara tunai kepada supplier / dealer. 98
Antara perusahaan pembiayaan dan supplier tidak ada hubungan
kontraktual, kecuali sebagai pihak ketiga yang diisyaratkan. Oleh
karena itu, apabila perusahaan pembiayaan melakukan wanprestasi,
padahal kontrak jual beli dan kontrak pembiayaan telah selesai
97
98

Sunaryo, Op.Cit., hal. 105
Ibid hal. 104-105

Universitas Sumatera Utara

dilaksanakan, maka jual beli bersyarat tersebut dapat dibatalkan oleh
supplier. 99
B.

Tinjauan Umum mengenai Klausula Baku

1.

Pengertian Klausula Baku
Tidak dapat disangkal, klausula baku marak digunakan dalam perjanjian,

khususnya perjanjian yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya
perjanjian parkir, asuransi, jual beli rumah, kredit perbankan, pengiriman barang,
kredit konsumen, sewa menyewa dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa
klausula baku lahir sebagai akibat munculnya pemasaran masal atas produk
maupun jasa. 100
Klausula baku umumnya dikenal sebagai ketentuan dengan syarat-syarat
yang telah disiapkan terlebih dahulu oleh pihak pelaku usaha sehingga sudah tentu
lebih menguntungkan pelaku usaha sebagai pihak yang lebih kuat kedudukannya
sedangkan konsumen hanya dihadapkan pada 2 (dua) pilihan yaitu:
a. Apabila konsumen membutuhkan produk barang dan/atau jasa yang
ditawarkan kepadanya, maka setujuilah perjanjian dengan syarat-syarat
baku yang disodorkan oleh pelaku usaha (take it);
b. Apabila konsumen tidak menyetujui syarat-syarat baku yang
ditawarkan tersebut maka jangan membuat perjanjian dengan pelaku
usaha yang bersangkutan (leave it).101
Pada tataran undang- undang, secara resmi, pengertian klausula baku
pertama kali dimuat dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK), dalam Pasal 1 angka 10
Undang - Undang Perlindungan Konsumen menguraikan bahwa klausula baku
99

Ibid.
Ahmad Fikri Assegaf, Penjelasan Hukum (Restatement) tentang Klausula Baku,
(Jakarta : Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), 2014), hal. 2
101
Az. Nasution (1), Op.cit., hal. 96- 97
100

Universitas Sumatera Utara

adalah “setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan
dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yanng mengikat dan wajib dipenuhi
oleh konsumen.” 102
Memperhatikan

rumusan

definisi klausula

baku

tersebut,

tampak

penekanannya lebih tertuju pada prosedur pembuatannya yang dilakukan secara
sepihak oleh pelaku usaha, dan bukan isinya. 103 Berkenaan dengan prosedur
perbuatan ini sangat terkait dengan syarat sahnya perjanjian yaitu “kesepakatan
mereka untuk mengikatkan dirinya” sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata. Dalam penggunaan klausula baku, kebebasan untuk melakukan kontrak
serta pemberian kesepakatan terhadap kontrak tersebut tidak dilakukan sebebas
dengan perjanjian yang dilakukan secara langsung dengan melibatkan para pihak
dalam menegosiasi klausula perjanjian. 104

2.

Pengaturan Klausula Baku dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
Dalam Pasal 18 ayat (1) UUPK, diatur mengenai larangan bagi pelaku

usaha untuk membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen
dan/atau perjanjian, yang isinya antara lain: 105

102

Ahmad Fikri Assegaf, Op.cit., hal. 6
Persoalan tentang isi klausula baku akan dipersoalkan dalam ketentuan Pasal 18
Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
104
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit., hal. 19
105
Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Pasal 18 ayat (1)
103

Universitas Sumatera Utara

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli konsumen;
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelkau usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran;
e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. Memberikan hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual
beli;
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa
yang dibelinya;
h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) UUPK dinyatakan bahwa “larangan
pembuatan atau pencantuman klausula baku tersebut dimaksudkan untuk
menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan
prinsip kebebasan berkontrak.”
Kemudian dalam Pasal 18 ayat (2) UUPK disebutkan mengenai ketentuan
teknis dari pencantuman klausula baku yang isinya sebagai berikut: “Pelaku usaha
dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat
atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti”. 106 Contohnya huruf-huruf yang (lebih) kecil, ditempatkan di bagianbagian yang sulit terlihat atau penyusunan kalimatnya sulit dipahami kecuali
mereka yang telah memahami tentang persoalannya.
106

Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Pasal 18 ayat (2)

Universitas Sumatera Utara

UUPK berusaha untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat klausula
baku. Dalam penjelasan Pasal 18 UUPK, dikatakan bahwa:
“larangan untuk memasukkan klausula baku yang mengandung sesuatu
yang akan mengakibatkan kerugian konsumen, dimaksudkan untuk
menempatkan konsumen sejajar dengan pengusaha berdasarkan prinsip
kebebasan berkontrak. UUPK memberikan batas agar klausula baku tidak
dibuat hanya mementingkan pihak penyedia jasa saja.”
Dalam Pasal 18 ayat (3) UUPK diatur bahwa “setiap klausula baku yang
telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi
hukum” 107 Pengertian batal demi hukum menurut Subekti adalah “dari semula
tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan”. 108
Dengan berlakunya UUPK maka semua perjanjian yang dilakukan sejak
berlakunya UUPK tidak boleh mencantumkan klausula baku yang dilarang sesuai
dengan Pasal 18 UUPK. Bila tetap dicantumkan atau dibuat, maka
konsekuensinya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum. Jadi tujuan para
pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan
hukum adalah gagal.
Kemudian dalam Pasal 18 ayat (4) dinyatakan bahwa “pelaku usaha wajib
menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan UUPK”. 109 Dengan
berlakunya UUPK, para pelaku usaha yang telah mencantumkan klausula baku
yang bertentangan dengan Pasal 18 UUPK tersebut diwajibkan untuk
menyesuaikan klausula baku sehingga tidak bertentangan dengan UUPK.
107

Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Pasal 18 ayat (3)
108
Subekti (2), Op.cit., hal. 17
109
Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Pasal 18 ayat (4)

Universitas Sumatera Utara

Pada prinsipnya, UUPK tidak melarang pelaku usaha untuk membuat
perjanjian baku yang memuat klausula baku atas setiap dokumen dan/atau
perjanjian transaksi usaha perdagangan barang dan/atau jasa, sepanjang perjanjian
baku dan/atau klausula baku tersebut tidak mencantumkan kententuan
sebagaimana dilarang dalam Pasal 18 ayat (1) serta tidak berbentuk sebagaimana
dilarang dalam Pasal 18 ayat (2) UUPK tersebut. 110 Penggunaan klausula baku
merupakan kebebasan individu pelaku usaha untuk menyatakan kehendaknya
dalam menjalankan usahanya. Dalam hal ini dimungkinkan dengan adanya
kebebasan berkontrak.
Bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan pencantuman atau pembuatan
klausula baku sesuai dengan Pasal 18 UUPK, maka sesuai dengan Pasal 62 ayat
(1) UUPK, ia dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah).

3.

Bentuk dan Ciri Klausula Baku
Berdasarkan pengertian klausula baku menurut UUPK, dinyatakan bahwa
klausula baku mempunyai ciri dan bentuk seperti: 111
a. Dalam bentuk persyaratan-persyaratan
Klausula baku berbentuk syarat-syarat khusus, bersifat baku, merugikan
salah satu pihak (konsumen) yang termuat dalam suatu perjanjian,
berbagai kuitansi, tanda penerimaan atau tanda penjualan, kartu - kartu
tertentu, pada papan - papan pengumuman yang diletakkan di ruang
110

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit., hal. 86- 87
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar, (Jakarta : Diadit
Media, 2002), hal. 95-96 (selanjutnya disebut Az. Nasution 2)
111

Universitas Sumatera Utara

penerimaan tamu atau di lapangan, atau secarik kertas tertentu yang
termuat di dalam kemasan atau pada wadah produk bersangkutan.
Biasanya berbentuk tulisan dengan kalimat-kalimat, antara lain:
“barang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan” (biasanya termuat pada
bon/kuitansi pembelian barang-barang dari toko dan/atau kedai), “ganti
rugi maksimum sepuluh kali ongkos pengiriman” (pada bon atau
kuitansi dari perusahaan transportasi pengangkut barang atau orang),
“barang-barang dalam mobil yang diparkir dan atau mobil hilang di
luar tanggung jawab kami” (biasanya pada penyedia tempat-tempat
parkir kendaraan bermotor), “barang-barang yang dijamin sesuai
dengan ketentuan-ketentuan tercantum pada surat/kartu garansi ini”,
dan sebagainya. Biasanya huruf yang digunakan kecil - kecil dan halus,
sehingga sulit diketahui, kecuali mereka yang telah memahami tentang
persoalannya.

4.

Berlakunya Perjanjian dengan Klausula Baku
Perjanjian baku adalah salah satu bentuk format atau model perjanjian yang

merupakan sub sistem dalam sistem hukum perdata. Sebagai sub sistem hukum
perdata, maka isi perjanjian baku haruslah tunduk pada prinsip – prinsip (asasasas) hukum perjanjian dan norma - norma hukum perjanjian yang diatur dalam
Buku III KUH Perdata. 112 Menurut ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang - Undang
Hukum Perdata, perjanjian yang dibuat secara sah adalah perjanjian yang
112

Abdul Hakim Siagian, Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Melalui Kontrak Baku
dan Asas Kepatutan Dalam Perlindungan Konsumen, (Medan : UMSU Press, 2014), hal. 6

Universitas Sumatera Utara

memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUH Perdata, yang mana perjanjian itu
setelah dibuat maka berlaku sebagai Undang - Undang bagi para pihak yang
membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak,
atau karena alasan - alasan yang cukup menurut Undang - Undang dan harus
dilaksanakan dengan iktikad baik. 113 Hal tersebut diatas berlaku juga terhadap
perjanjian baku yahg merupakan suatu perjanjian.
Perjanjian dengan syarat-syarat baku terjadi dengan berbagai cara. Sampai
saat ini berlakunya perjanjian dengan syarat-syarat baku itu antara lain dengan
cara-cara: 114
a. Memuatnya dalam butir-butir perjanjian yang konsepnya telah
dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak biasanya oleh
kalangan pengusaha, baik itu produsen, distributor, atau pedagang
eceran produk bersangkutan. Pokoknya disediakan oleh si penyedia
barang atau jasa yang ditawarkan pada orang banyak (perhatikan
kontrak-kontrak jual-beli, atau beli-sewa kendaraan bermotor,
perumahan, alat-alat elektronik, dan lain- lain).
b. Dengan memuatnya dalam carik-carik kertas baik berupa tabel,
kuitansi, bon, tanda terima barang atau lain-lain bentuk penjualan dan
atau penyerahan barang (perhatikan pada carik kertas/bon/atau tanda
penyerahan barang dari toko, kedai, supermarket, dan sebagainya).
Dengan pembuatan pengumuman tentang berlakunya syarat-syarat baku
di tempat - tempat tertentu, seperti di tempat-tempat parkir atau di
hotel/penginapan dengan meletakkan atau menempelkan pengumuman
itu di meja/ruang penerima tamu atau di ruang duduk kamar yang
disewakan.
Ketentuan mengenai pencantuman klausula baku dalam suatu perjanjian
diatur pula oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pada prinsipnya
Undang - Undang tentang Perlindungan Konsumen tidak melarang pelaku usaha
untuk membuat perjanjian baku yang memuat klausula baku atas setiap dokumen

113
114

Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Az. Nasution (2), Op.cit., hal. 97

Universitas Sumatera Utara

dan/atau perjanjian transaksi usaha perdagangan barang dan/ atau jasa, selama dan
sepanjang perjanjian baku dan/atau klausula baku tersebut tidak mencantumkan
ketentuan sebagaimana yang dilarang dalam pasal 18 ayat (1), serta tidak
“berbentuk” sebagaiman dilarang dalam pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 115

C.

Profil PT. Kembang 88 Multi Finance
PT. Kembang 88 didirikan pada tahun 2000 oleh Bapak Chandra Yahya,

awalnya Bapak Chandra Yahya memulai usahanya dibidang jual beli mobil bekas
pada tahun 1985 dengan nama usaha ‘Kembang Motor’ berstatus perorangan dan
berizin usaha trading kendaraan. Usaha tersebut mengalami peningkatan dengan
hasil yang sangat memuaskan dari segi luasnya jangkauan dan penetrasi pasar dan
hasil operasional serta keuangan.

116

Perkembangan usaha ‘Kembang Motor’ mengalami peningkatan, dengan
banyaknya permintaan pembelian kendaraan secara kredit dan mendapat
dukungan pihak perbankan, pada tahun 1999 mulai dirintis secara serius
pemberian fasilitas kredit angsuran kendaraan dengan sistem sewa beli.
Sejalan dengan perkembangan peraturan pemerintah, pada tahun 2000
didirikan PT. Kembang 88, didirikan di Jakarta berdasarkan Akte Notaris
Ilmawan Dekrit Supatmo, Sarjana Hukum dengan akte nomor 28 tertanggal 20
Nopember 2000. Akte pendirian tersebut telah mendapat persetujuan Menteri
115

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,Op.cit., hal 57
Hasil Wawancara dengan Hendro, Marketing Staff PT. Kembang 88 Multi
Finance, Cabang Medan – Medan, tanggal 14 Oktober 2016
116

Universitas Sumatera Utara

Kehakiman Dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan
Nomor C- 24797HT.01.01.TH.2000, tertanggal 1 Desember 2000. Akte pendirian
tersebut telah beberapa kali mengalami perubahan, akte nomor 20 tertanggal 23
Maret 2001 mengenai perubahan pasal 11 ayat 3 anggaran dasar perseroan dan
akte nomor 3 tertanggal 4 Juni 2002 mengenai perubahan susunan Direksi dan
Komisaris perseroan, kedua akte perubahan tersebut dibuat oleh notaris yang
sama.
Maksud dan tujuan perusahaan adalah menjalankan usaha dalam bidang
Leasing (Sewa Guna Usaha), Factoring (Anjak Piutang), Credit Card (Kartu
Kredit) dan Consumer Finance (Pembiayaan Konsumen) yang di fokuskan
bergerak dibidang Pembiayaan Konsumen khususnya untuk pembiayaan
kendaraan bermotor (Car Financing).
Dengan demikian secara garis besar Kembang 88 Group terbagi atas : 117
1. PT. Kembang 88 Multifinance, bergerak dibidang Pembiayaan
2. Kembang Motor, bergerak di bidang trading mobil bekas
3. Summit Rental yang bergerak di bidang rental mobil dan angkutan
travel
PT. Kembang 88 , dengan jaringan kerja sebanyak 23 kantor cabang dan 3
kantor sub cabang, terbagi dalam 6 area kerja sebagai berikut : 118
1. Area 1, Wilayah Sumatera
2. Area 2, Wilayah Jabodetabek

117

Hasil Wawancara dengan Hendro, Marketing Staff PT. Kembang 88 Multi
Finance, Cabang Medan – Medan, tanggal 14 Oktober 2016
118
Hasil Wawancara dengan Hendro, Marketing Staff PT. Kembang 88 Multi
Finance, Cabang Medan – Medan, tanggal 14 Oktober 2016

Universitas Sumatera Utara

3. Area 3, Wilayah Jawa Barat
4. Area 4, Wilayah Jawa Tengah & DIY
5. Area 5, Wilayah Jawa Timur & Bali
6. Area 6, Wilayah Sulawesi & Kalimantan
Kembang Motor (KM88) mempunyai jaringan kerja sebanyak 10 outlet
dealer, dengan area kerja :
1. Kembang Motor Kantor Pusat Jakarta – Bungur
2. Kembang Motor Cabang Jakarta – Bursa Mobil Kelapa Gading
3. Kembang Motor Cabang Jakarta – Pondok Gede
4. Kembang Motor Cabang Bogor – Dengan nama 3 R Motor
5. Kembang Motor Cabang Bandung – Dengan nama Permata Motor
6. Kembang Motor Cabang Cirebon
7. Kembang Motor Cabang Surabaya
8. Kembang Motor Cabang Medan
9. Kembang Motor Cabang Makassar
10. Kembang Motor Cabang Pare-pare
Sebagai perusahaan yang terus berkembang dalam satu kesatuan ‘Kembang
Group’ dalam menjalankan roda perusahaan dari segi manajemen, sistem,
prosedur dan pencatatan sudah dilakukan secara terpisah. dimana bagi PT.
Kembang 88 , Kembang Motor merupakan dealer rekanan yang sama seperti
dealer rekanan lainnya dan Summit Rental merupakan usaha untuk rental mobil
dan jasa angkutan travel.

Universitas Sumatera Utara

PT. Kembang 88 Multi Finance memiliki visi dan misi sebagai berikut :119
Visi :
“PT. Kembang 88 sebagai satu diantara yang terdepan di bidang jasa transportasi
darat di Indonesia dengan pelayanan yang terbaik dan harga yang kompetitif.”
Misi :
“Menjaga kepuasan pelanggan dengan menetapkan kualitas layanan yang bagus
dengan standard yang tinggi dari kepuasan pelanggan dan karyawan, memperoleh
kesetiaan pelanggan jangka panjang, serta selalu berusaha meningkatkan nilai
pemegang saham.”

119

Hasil Wawancara dengan Hendro, Marketing Staff PT. Kembang 88 Multi
Finance, Cabang Medan – Medan, tanggal 14 Oktober 2016

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA BAKU DALAM
PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (finance) DIKAITKAN
DENGAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN

A.

Pengaturan Hubungan Hukum antara Konsumen dengan PT.
Kembang 88 Multi Finance dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen
Pada era globalisasi saat ini manusia dihadapkan oleh berbagai macam

kebutuhan untuk kelangsungan hidupnya, hal ini disebabkan karena kemajuan
dibidang teknologi sehingga produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang satu
dengan perusahaan yang lain sangat bervariasi. Bagi masyarakat kelas atas
mungkin tidak ada masalah dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari
seperti pangan, sandang, papan dan kebutuhan akan barang mewah. Berbeda
halnya dengan kalangan menengah dan bawah yang harus berusaha sekuat tenaga
untuk memenuhi kebutuhannya yang beragam, kondisi seperti di ataslah yang
menyebabkan tumbuh dan berkembangnya pembiayaan konsumen.
Pada dasarnya Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) menurut
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan pada Pasal 1 angka 7 adalah “kegiatan pembiayaan untuk pengadaan
barang

berdasarkan

kebutuhan

konsumen

dengan

pembayaran

secara

angsuran”. 120
Pengadaan barang terhadap kebutuhan konsumen dengan cara pembayaran
secara angsuran tersebut sangat memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk

120

Indonesia, Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan,

Pasal 1 angka 7

Universitas Sumatera Utara

dapat memiliki barang konsumen yang dikehendakinya. Akan tetapi, untuk
menikmati fasilitas pembiayaan tersebut maka debitur harus terlebih dahulu
menyetujui berbagai syarat dan mengikuti prosedur yang telah ditentukan oleh
suatu lembaga pembiayaan konsumen.
PT. Kembang 88 Multi Finance, merupakan salah satu perusahaan
pembiayaan yang melakukan kegiatan usahanya di bidang pembiayaan konsumen
(consumer finance) yang berfokus pada pembiayaan Kredit Kepemilikan Mobil
(KPM). Kegiatan pembiayaan ini melalui sistem pemberian pembiayaan terhadap
kepemilikan mobil, yang pembayarannya oleh konsumen dapat dilakukan secara
angsuran atau berkala. 121
Sebelum melakukan kegiatan pembiayaan, konsumen akan datang ke
perusahaan pembiayaan dan mengajukan permohonan untuk mendapatkan
fasilitas pembiayaan yang diinginkan. Tahap awal dari proses permohonan
pembiayaan adalah debitur / konsumen biasanya sudah mempunyai usaha yang
baik dan atau mempunyai pekerjaan yang tetap, serta berpenghasilan yang
memadai. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh debitur / konsumen
untuk dapat mengajukan permohonan fasilitas pembiayaan konsumen, yaitu : 122
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) calon peminjam
Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami/isteri calon peminjam
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Kartu Keluarga/ Surat Nikah bagi konsumen yang telah menikah
Slip gaji atau Surat Keterangan Gaji (jika calon peminjam bekerja)
Rekening Listrik/ Rekening Telepon/ Rekening Air (PDAM)
Surat Keterangan lainnya yang diperlukan

121

Hasil Wawancara dengan Hendro, Marketing Staff PT. Kembang 88 Multi
Finance, Cabang Medan – Medan, tanggal 18 November 2016
122
Hasil Wawancara dengan Hendro, Marketing Staff PT. Kembang 88 Multi
Finance, Cabang Medan – Medan, tanggal 18 November 2016

Universitas Sumatera Utara

Setelah mengajukan permohonan fasilitas pembiayaan, debitur akan diikat
dengan sebuah kontrak. Kontrak akan melindungi proses bisnis para pihak,
apabila kontrak tersebut dibuat secara sah maka hal tersebut menjadi penentu pada
proses hubungan hukum selanjutnya. 123
Salah satu bentuk perjanjian yang berkembang dan banyak dipergunakan
bagi pelaku bisnis dalam hubungan dengan konsumen adalah perjanjian
pembiayaan konsumen dalam bentuk yang baku / sudah standar. Pembakuan
syarat-syarat perjanjian merupakan mode yang tidak dapat dihindari bagi para
pelaku usaha, karena penggunaan perjanjian baku merupakan cara mencapai
tujuan ekonomis yang efisien, praktis, cepat serta tidak bertele-tele. Namun bagi
para ahli hukum khususnya yang berpandangan secara normatif, dalam perjanjian
yang memuat klausula baku, maka ada kecenderungan bahwa dalam proses
negosiasi pembuatan perjanjian tersebut tidak mengindahkan norma-norma asas
hukum perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Jo 1337 KUH
Perdata jika perjanjian itu dilakukan dalam bentuk standar. 124
Perjanjian pembiayaan konsumen terbagi atas perjanjian dengan akta
otentik dan perjanjian di bawah tangan, perjanjian akta otentik adalah “akta yang
dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang – undang, dibuat oleh atau di
hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat di mana akta
dibuat.” 125 Perjanjian dengan akta dibawah tangan adalah “akta yang sengaja
dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari pejabat (Notaris, dll),

123

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proposional Dalam Kontrak
Komersial, (Jakarta : Prenada Media Group, 2010), hal 156
124
Munir Fuady (2), Op.cit., hal. 113
125
Pasal 1868 Kitab Undang Undang Hukum Perdata

Universitas Sumatera Utara

Jadi semata-mata dibuat antara pihak yang berkepentingan.” 126 Akta di bawah

tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian sempurna. Untuk
akta yang dilakukan di bawah tangan biasanya harus diotentikan ulang oleh para
pihak jika hendak dijadikan alat bukti sah, misalnya di pengadilan.
Perjanjian Pembiayaan Konsumen pada PT. Kembang 88 Multi Finance,
merupakan perjanjian hutang-piutang antara pihak PT. Kembang 88 Multi
Finance dengan pihak yang terkait secara langsung dalam hal ini adalah
konsumen, maupun pihak yang tidak terkait secara langsung, yaitu penyedia
barang (supplier) dan asuransi. Dalam perjanjian pembiayaan konsumen PT.
Kembang 88 Multi Finance juga terdapat perjanjian dengan penyerahan hak milik
jaminan secara fidusia.
Dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia dikatakan bahwa jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu benda atau
lebih dari satu jenis benda, termasuk piutang baik yang telah ada pada saat
jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Maka dalam perjanjian
pembiayaan konsumen yang menjadi objek jaminan fidusia adalah kendaraan
yang spesifikasinya telah disebutkan pada awal perjanjian. 127
Pengalihan hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia
dilakukan atas dasar kepercayan dengan cara constitutum possessorium yang
artinya pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda kepada penerima fidusia
dengan melanjutkan penguasaan atas benda tersbeut yang berakibat bahwa

126

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty,

1998), hal.125
127

Ratnawati W. Prasodjo, Pokok-pokok Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, (Jakarta : Mitra Ilmu, 2010), hal. 16

Universitas Sumatera Utara

pemberi fidusia seterusnya akan menguasai benda dimaksud untuk kepentingan
penerima jaminan fidusia, yang pengalihannya harus didaftarkan kepada Kantor
Pendaftaran Fidusia. 128
Pendaftaran fidusia yang diatur dalam Undang – Undang Jaminan Fidusia
No. 42 Tahun 1999 dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap
para pihak yang terkait dalam fidusia. Karena sebelum keluarnya Undang –
Undang Jaminan Fidusia

No. 42 Tahun 1999 pendaftaran fidusia tidak

diwajibkan. Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh pihak
penerima fidusia atau wakilnya atau kuasanya dengan melampirkan pertanyaan
Pendaftaran Jaminan Fidusia, hal ini sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) Undang –
Undang Jaminan Fidusia No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 129
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 86 Tahun 2000 Tentang Tata
Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia,
prosedur pendaftaran jaminan fidusia secara manual dapat digambarkan sebagai
berikut :
1. Proses pendaftaran jaminan fidusia melakukan melalui kantor pendaftaran
jaminan fidusia di Kanwil Departemen Hukum dan HAM (Kasubid
Pendaftaran Jaminan Fidusia)
2. Dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara manual dokumen
fisik yang harus di bawa adalah akta notariil jaminan fidusia berikut
dokumen dokumen yang menyertai.
3. Setelah dokumen fisik pendaftaran jaminan fidusia dinyatakan lengkap
maka notaris diwajibkan mengisi formulir pernyataan pendaftaran jaminan
fidusia yang berdasarkan akta jaminan fidusia disertai uraian objek
jaminan fidusia.
4. Setelah pengisian formulir pernyataan pendaftaran jaminan fidusia
dinyatakan lengkap dan benar maka pihak KPF (Kantor Pendaftaran
128

J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Cetakan 5, PT. Citra Aditya
Bakti, (Jakarta : PT. Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 191
129
Ibid., hal. 193

Universitas Sumatera Utara

Fidusia) mengeluarkan / mencetak sertipikat jaminan fidusia yang disertai
dengan uraian objek jaminan fidusia.
5. Setelah itu ditandatangani oleh kepala kantor pendaftaran fidusia secara
manual.
Dalam sistem administrasi pendaftaran Jaminan Fidusia secara manual
sudah tidak diberlakukan lagi seperti yang telah disampaikan dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU.06.OT.03.01 pada angka 2 (dua),
yaitu Kantor Pendaftaran Fidusia diseluruh Indonesia dalam menjalankan tugas
dan fungsinya tidak lagi menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia
secara manual dan turut menginformasikan kepada pemohon untuk melakukan
permohonan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. 130
Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun
2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Permohonan Jaminan Fidusia Secara
Elektronik disebutkan bahwa pertama-tama membuka halaman login pendaftaran
jaminan fidusia, dan pengguna wajib mengisi username dan password sesuai
dengan username dan password yang telah diberikan oleh Dirjen AHU setelah itu
klik tombol submit (dilakukan oleh notaris). Untuk masuk pada menu pemohon
maka notaris membuka tampilan menu pemohon yang terdiri dari 3 (tiga) pilihan
menu:
1. Menu pendaftaran digunakan untuk melakukan pengisian formulir
pendaftaran jaminan fidusia
2. Menu perubahan digunakan untuk melakukan perubahan terhadap
sertifikat jaminan fidusia
3. Menu daftar transaksi digunakan untuk melihat daftar transaksi yang
telah dilakukan. Notaris mencetak bukti permohonan pendaftaran untuk
130

Ditjen Ahu Online, www. ahu.go.id, diakses pada Senin, 16 Januari 2017/14.45

wib

Universitas Sumatera Utara

melakukan pembayaran ke bank persepsi. Apabila tidak melakukan
pembayaran selama 3 (tiga) hari maka data permohonan pendaftaran
akan dibatalkan / dihapus dari data base.
4. Setelah melakukan pembayaran transaksi maka bisa dilihat di Menu
daftar transaksi dengan berubahnya warna hijau berarti sudah bayar dan
bisa melakukan cetak sertifikat 131
Hal

ini

diatur

dalam

Peraturan

Menteri

Keuangan

Nomor

130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan
Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan
Jaminan Fidusia.
Perjanjian

pembiayaan

ini

merupakan

bentuk

perjanjian

accessoir/tambahan dari perjanjian pokoknya yaitu hutang - piutang, dalam
perjanjian accessoir objek fidusia diserahkan kepemilikannya kepada debitur atau
konsumennnya, dengan tetap memberikan kewajiban terhadap debitur untuk
melunasi angsuran kepada kreditur atau pemberi dana. Sebagai jaminannya
perusahaan pembiayaan tidak akan menyerahkan Bukti Kepemilikan Kendaraan
Bermotor

(BPKB)

kepada

debitur

sebelum

debitur

tersebut

melunasi

kewajibannya. 132
Perjanjian pembiayaan konsumen dengan jaminan fidusia antara debitur
dengan PT Kembang 88 Multi Finance merupakan perjanjian dengan akta otentik
yang dilakukan di hadapan Notaris, karena obyek jaminan fidusia tidak saja
barang-barang bergerak yang sudah terdaftar, tetapi pada umumnya adalah barang

131

Pendaftaran Fidusia – Ahu Online, www.panduan.ahu.go.id, diakses pada Senin,
16 Januari 2017/15.28 wib
132
Hasil Wawancara dengan Hendro, Marketing Staff PT. Kembang 88 Multi
Finance, Cabang Medan – Medan, tanggal 18 November 2016

Universitas Sumatera Utara

bergerak yang tidak terdaftar maka akta otentiklah yang dapat menjamin kepastian
hukum berkenaan dengan obyek jaminan fidusia. 133
Hubungan hukum yang diatur dalam perjanjian pembiayaan konsumen PT.
Kembang 88 Multi Finance adalah mengenai Jumlah Pembiayaan, Jangka Waktu
Perjanjian, Pernyataan Jaminan, Pemberian Jaminan Fidusia, Hak dan Kewajiban
Para Pihak serta hal-hal lain yang dimuat dalam pasal – pasal perjanjian
pembiayaan konsumen tersebut.
Berdasarkan Perjanjian Pembiayaan Konsumen PT. Kembang 88 Multi
Finance, hal yang diatur adalah:
1. Jumlah Pembiayaan (Pasal 2)
Bahwa Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat atas
pemberian/penerimaan Pembiayaan tersebut sesuai dengan kebutuhan
pembiayaan yang diperlukan oleh konsumen dalam pasal ini diatur juga
mengenai jangka waktu pinjaman sejak ditandatanganinya perjanjian
tersebut, pembayaran kembali, besar angsuran dan bunga.
2. Jangka Waktu Perjanjian (Pasal 3)
Bahwa perjanjian mulai berlaku dan mengikat sejak tanggal
ditandatanganinya perjanjian tersebut oleh kedua belah pihak dan akan
berakhir sampai seluruh pinjaman termasuk bunga dan denda yang
berkaitan dengan pinjaman ini telah lunas dibayarkan oleh pihak kedua.
Pihak kedua dapat mengambil Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor
(BPKB) 15 hari setelah pihak kedua melunasi seluruh pinjaman
3. Pernyataan Jaminan (Pasal 7)
Pihak kedua menjamin dan menyatakan kepada pihak pertama bahwa
a. Pihak kedua berhak penuh membuat perjanjian dan perjanjian
jaminan karena semua persyaratan anggaran dasar Pihak kedua telah
terpenuhi
b. Pihak kedua memiliki semua izin-izin persetujuan yang disyaratkan
untuk menjalankan usaha-usahanya serta perusahaanya dan Pihak
kedua berjanji untuk segera meminta pembaharua izin-izin yang
akan berakhir jangka waktunya
c. Pihak kedua tidak tersangkut suatu perkara sengketa baik Pidana
maupun Perdata

133

Gunawan Widjaja & Ahmadyani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2000) hal. 76-77

Universitas Sumatera Utara

d. Pihak kedua tidak mempunyai suatu tunggakan kepada Negara
Republik Indonesia termasuk tunggakan pajak.
4. Pemberian Jaminan Fidusia (Pasal 9)
Untuk menjamin pembayaran seluruh kewajiban pembayaran pihak
kedua kepada pihak pertama yang timbul dari perjanjian maka pihak
kedua dengan ini menyerahkan kepada pihak pertama hak miliknya
secara fiducia atas kendaraan yang spesifikasinya telah disebutkan
dalam perjanjian, kendaraan tersebut tetap dipegang oleh pihak kedua
tetapi pihak kedua tidak lagi sebagai pemilik melainkan hanya sebagai
peminjam pakai saja, walaupun kendaraan tersebut diatasnamakan
pihak kedua. Pihak kedua juga tidak boleh menjual, menyewakan,
meminjamkan atau memindahtangankan kepada pihak lain dengan cara
dan alasan apapun.
5. Hal-Hal Lain (Pasal 12)
Semua piutang pihak pertama terhadap pihak kedua berdasarkan
perjanjian ini atau perjanjian lainnya antara pihak kedua dan pihak
pertama dapat dialihkan oleh pihak pertama kepada pihak lain, siapapun
adanya dan pihak kedua dengan ini memberikan persetujuan di muka
atas pengalihan hak tersebut, tanpa diperlukan suatu pembertahuan
resmi atau dalam bentuk atau cara lain apapun juga.
Dalam hubungan hukum, apabila terjadi kesepakatan antara pihak
perusahaan pembiayaan dengan debitur telah tercapai, maka akan timbul hak dan
kewajiban diantara para pihak dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan
konsumen. UUPK telah mengatur tentang hak dan kewajiban pelaku usaha dan
konsumen. Pihak perusahaan pembiayaan sebagai pelaku usaha berkewajiban
untuk memberikan sejumlah dana (uang) untuk pembelian suatu barang konsumsi
kepada konsumen, atau mengabulkan keinginan konsumen atas objek barang yang
telah disepakati dalam perjanjian pembiayaan konsumen, sementara pihak
konsumen berkewajiban untuk membayar kembali uang tersebut atau membayar
secara angsuran (cicilan) kepada pihak perusahaan pembiayaan setelah menerima
barang yang diinginkan 134.
134

Khotibul Umam, Hukum Lembaga Pembiayaan – Hak dan Kewajiban Nasabah
Pengguna Jasa Lembaga Pembiayaan, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2010), hal. 37 (selanjutnya
disebut Khotibul Umam 1)

Universitas Sumatera Utara

Kewajiban konsumen ini merupakan hak dari perusahaan pembiayaan
karena perusahaan pembiayaan berhak untuk menerima pembayaran angsuran dari
konsumen sesuai dengan perjanjian pembiayaan konsumen. Secara yuridis apabila
kontrak pembiayaan tersebut sudah ditandatangani oleh para pihak dan
dana/barang sudah dicairkan serta barang sudah diserahkan oleh supplier kepada
konsumen, maka barang tersebut sudah langsung menjadi hak milik konsumen,
meskipun harganya belum dibayar lunas. 135
Berdasarkan Perjanjian Pembiayaan Konsumen PT. Kembang 88 Multi
Finance, diatur mengenai hak dan kewajiban para pihak, hak dan kewajiban dari
Kreditur adalah : 136
1. Hak Kreditur :
a. Bunga Pinjaman (pasal 4)
Kreditur berhak merubah suku bunga dari waktu ke waktu atas
kebijakan Pihak Pertama (kreditur) tanpa mendiskusikan terlebih
dahulu kepada Pihak kedua (debitur)
b. Pembayaran Kembali (pasal 5)
Kreditur berhak mendapatkan angsuran setiap bulan dari debitur
(konsumen) (pasal 5 ayat 1)
serta berhak mendapatkan pembayaran denda atas keterlambatan
pembayaran sebesar 5 (lima) Permil perhari dari jumlah angsuran
tertunggak (pasal 5 ayat 2).
c. Keadaan Lalai (pasal 8)
Kreditur berhak menagih seluruh pinjaman tanpa adanya
pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur (konsumen) atau
sewaktu – waktu. (pasal 8 ayat 1) apabila :
1) Pihak kedua lalai membayar angsuran;
2) Pihak kedua dinyatakan dalam keadaan pailit;
3) Pihak kedua meninggal dunia;
4) Harta kekayaan Pihak kedua disita pihak lain;
5) Apabila kendaraan tersebut disewakan, dipinjamkan atau
dipindahtangankan kepada pihak ketiga tanpa persetujuan
tertulis dari pihak pertama;
6) Pihak kedua dinyatakan dibawah pengampuan;
135

Ibid.
Hasil wawancara dengan Hendro, Marketing Staff PT. Kembang 88 Multi Finance,
Cabang Medan - Medan, 18 November 2016
136

Universitas Sumatera Utara

7) Pihak kedua tersangkut dalam suatu perkara pidana
8) Pihak kedua tidak menyerahkan BPKP, STNK selama 2 bulan
kepada Pihak pertama sejak tanggal perjanjian.
Kreditur berhak menarik objek perjanjian dari debitur apabila pihak
kedua tidak mampu atau lalai untuk memenuhi perjanjian yang telah
disepakati (pasal 8 ayat 4).
2. Kewajiban Kreditur:
a. Jumlah Pembiayaan (Pasal 2)
Kreditur berkewajiban untuk memberikan pembiayaan kepada
debitur sesuai dengan yang telah disepakati dalam perjanjian
b. Pembayaran Kembali (Pasal 5)
Kreditur berkewajiban memberikan diskon kepada debitur yang
melunasi pembayaran sebelum jangka waktu yang ditentukan (pasal
5 ayat 4)
c. Penyerahan Kembali Dokumen Jaminan (Pasal 11)
Kreditur berkewajiban untuk menyerahkan barang jaminan berupa
surat – surat bukti pemilikan kendaraan bermotor (BPKP), 15 hari
setelah seluruh pinjaman debitur dibayar lunas kepada kreditur.
Sedangkan Hak dan Kewajiban Debitur adalah :
1. Hak Debitur :
a. Jumlah Pembiayaan (Pasal 2)
Debitur berhak untuk menerima pembiayaan dari kreditur sesuai
dengan yang telah disepakati dalam perjanjian
b. Jangka Waktu Perjanjian (Pasal 3)
Debitur berhak untuk mendapatkan penyerahan hak milik atas objek
perjanjian setelah angsuran lunas (pasal 3 ayat 2)
c. Pembayaran Kembali (Pasal 5)
Debitur berhak mendapat diskon/potongan jika melakukan
pelunasan pinjaman lebih awal dari waktu yang telah ditentukan
(pasal 5 ayat 4)
2. Kewajiban Debitur :
a. Pembayaran Kembali (Pasal 5)
Debitur berkewajiban untuk membayar uang muka beserta angsuran
tepat waktu kepada kreditur (pasal 5 ayat 1)
Debitur berkewajiban untuk membayar denda keterlambatan
angsuran sebesar 5 (lima) Permil perhari dari jumlah angsuran
tertunggak (pasal 5 ayat 2)
Debitur berkewajiban untuk membayar denda dan biaya pinalti
(pasal 5 ayat 2)
b. Asuransi (Pasal 10)
Debitur berkewajiban untuk mengasuransikan jaminan terhadap
kerusakan, kehilangan dan bahaya lain dengan jumlah tanggungan
yang telah ditetapkan oleh pihak pertama (pasal 10 ayat 1)

Universitas Sumatera Utara

Hubungan hukum yang mengikat antara pihak kreditur kepada debiturnya
adalah kewajiban pihak perusahaan pembiayaan untuk memberikan Buku
Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) dengan mengecek keabsahan BPKB dan
faktur (copy asli) pada instansi yang berwenang dan memastikan bahwa BPKB
dan faktur tersebut bukan duplikat. Penyerahan kewajiban tersebut dilakukan pada
saat berakhirnya jangka waktu perjanjian pembiayaan tentunya dengan
persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Semua ketentuan mengenai perjanjian dan perikatan yang berlaku dalam
hukum perjanjian hendaknya dijadikan pedoman dalam pengaturan pelaksanaan
perjanjian pembiayaan. Dalam prakteknya harus dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang kebiasaan dan kepatutan seperti yang diatur dalam Pasal 1338
KUH Perdata. 137

B.

Akibat Hukum Pencantuman Klausula Baku dalam Perjanjian
Pembiayaan Konsumen di PT. Kembang 88 Multi Finance

Mayoritas bentuk perjanjian pembiayaan konsumen adalah berbentuk
tertulis yang merupakan perjanjian innominaat artinya perjanjian tersebut tumbuh
dan berkembang di luar at

Dokumen yang terkait

Aspek Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Perjanjian Jual-Beli Perumahan Properti Dengan BP.Group Medan Ditinjau Dari UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

2 90 91

Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Dalam Hubungan Kontrak Perjanjian Penyediaan Jasa Khususnya Bidang Pendidikan Berdasarkan Perspektif Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

2 4 44

Perlindungan Konsumen Terhadap Pencantuman Klausula Baku Dihubungkan Dengan Asas - Asas Perjanjian Berdasarkan Kitab Undang - Undang Hukum Perdata Dan UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

0 0 2

Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Finance) Dikaitkan Dengan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 1 8

Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Finance) Dikaitkan Dengan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 1 1

Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Finance) Dikaitkan Dengan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 0 18

Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Finance) Dikaitkan Dengan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 0 34

Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Finance) Dikaitkan Dengan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 0 6

TINJAUAN PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PE

1 2 108

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen - Repository Unja

0 0 13