Kalimat Imperatif Upacara Mangompoi Jabu Etnik Batak Toba : Kajian Tindak Tutur
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kepustakaan Yang Relevan
Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari
penelitian lapangan, baik dari buku-buku maupun skripsi yang sudah ada. Hal ini
dilakukan guna mendapatkan suatu perbandingan serta keterkaitan antara
penelitian yang akan dilakukan. Oleh sebab itu penulis menyertakan data-data
yang berkaitan dengan penelitian ini.
Penulisan proposal ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan
judul proposal skripsi ini, dan juga penelitian-penelitian yang sudah pernah
dilakukan antara lain yaitu:
1. Sinaga, (2004) dalam tesisnya yang berjudul : Tindak Tutur Permohonan,
Permintaan Maaf, dan Keluhan Dalam Bahasa Indonesia. Tulisan ini lebih
memfokuskan tindak tutur permohonan, permintaan maaf, dan keluhan dan
mencakup penentuan presentase setiap kategori pada tindak tutur sesuai hubungan
peran dan pengamatan kesantunan berbahasa.
2. Sibarani, (2009) dalam tesisnya yang berjudul : Tindak Tutur Dalam Upacara
Perkawinan Masyarakat Batak Toba. Pada hasil penelitian tersebut diperoleh
bahwa tindak tutur yang ditemukan dalam upacara perkawinan masyarakat Batak
Toba ada 13 jenis tindak tutur, yaitu: Tindak tutur bersalaman, memberkati,
memohon,
meminta,
memuji,
berjanji,
menyarankan,
memperingati,
mengesahkan, berterimakasih, menjawab, menjelaskan, dan bertanya. Dari ketiga
belas tindak tutur tersebut, tindak tutur memohon lebih dominan dituturkan
7
Universitas Sumatera Utara
hulahula dan dongan sabutuha, tetapi tindak tutur boru lebih dominan dengan
tindak tutur menjelaskan dan menjawab, Tindak Tutur marhata dipesta marunjuk
sangat berbeda dengan tindak tutur sehari-hari dalam masyarakat Batak Toba.
3. Tampubolon, (2010) dalam tesisnya yang berjudul : Upacara Masyarakat
Batak Toba Dalam Rapat Adat : Kajian Pragmatik. Hasilnya penilaian pantun di
dalam rapat/musyawarah ataupun kegiatan yang menggunakan tindak tutur di
dalam acara adat tersebut.
4. Toruan, (2016) dalam tesisnya yang berjudul : Tuturan Dalam Upacara Ritual
Mangongkal Holi Dalam Adat Batak Toba. Hasilnya bahwa tuturan dalam
upacara ritual Mangongkal Holi dalam adat Batak Toba mengandung tiga jenis
tindak tutur, yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur
perlokusi. Fungsi tindak tutur dalam upacara ritual mangongkal holi dalam adat
Batak Toba terdapat empat macam tuturan, yaitu asertif (representatif), direktif, ekspresif,
komisif.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Tindak Tutur
Di dalam pragmatik, tuturan merupakan suatu bentuk tindakan dalam
konteks situasi tutur sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur. Dalam
berkomunikasi setiap penutur akan melakukan kegiatan mengujarkan tuturan.
George Yule berpendapat bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang
ditampilkan lewat tuturan. Setiap tindak tutur yang diucapkan oleh seorang
penutur mempunyai makna tertentu. Tindak tutur dapat berwujud permohonan,
permintaan maaf, keluhan, pujian, undangan atau janji.
Austin adalah orang yang pertama kali mengungkapkan gagasan bahwa
bahasa dapat digunakan untuk melakukan tindakan melalui peredaan antara ujaran
8
Universitas Sumatera Utara
konstantif dan ujaran performatif. Ujaran konstantif mendeskripsikan atau
melaporkan peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan di dunia. Dengan demikian,
ujaran konstantif dapat dikatakan benar atau salah. Ujaran performatif tidak
mendeskripsikan atau melaporkan atau menyatakan apapun, tidak benar atau
salah. Selanjutnya pengujaran kalimat merupakan, atau merupakan bagian dari
melakukan tindakan , yang sekali lagi biasanya tidak dideskripsikan sebagai atau
hanya sebagai tindak untuk mengatakan sesuatu (Austin dalam Louise Cumings,
2007: 8).
Austin (dalam Geoffrey Leech edisi terjemahan oleh Oka, 1993: 280)
berkesimpulan bahwa dengan atau tanpa adanya verba performatif, dalam semua
tuturan biasa terdapat unsur berbuat (doing) dan unsur berkata (saying).
Kesimpulan tersebut membawa Austin untuk membedakan antara tindak lokusi
(tindak ini kurang lebih dapat disamakan dengan sebuah tuturan kalimat yang
mengandung makna dan acuan) dengan tindak ilokusi (tuturan yang mempunyai
daya konvensional tertentu), dan kemudian melengkapinya dengan menambah
tindak perlokusi (tindak yang mengacu pada apa yang kita hasilkan atau kita capai
dengan mengatakan sesuatu).
Austin dalam bukunya yang berjudul How to Do Things with The Words
(1962) lebih jelas mendeskripsikan tentang tindak tutur performatif yaitu, lokusi,
ilokusi, dan perlokusi.
a) Tindak lokusi (locutionary act)
Tindak lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan
sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang
bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Saying
9
Universitas Sumatera Utara
Something. Searle (1969) menyebut tindak tutur lokusi ini dengan istilah tindak
bahasa preposisi (prepositional act) karena tindak tutur ini hanya berkaitan
dengan makna.
b) Tindak ilokusi (illocutionary act)
Tindak ilokusi merupakan tindak melakukan sesuatu The Act Of To Do
Something. Berbeda dari lokusi, tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang
mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan.
c) Tindak perlokusi (perlocutionary act)
Sebuah tuturan yang diucapkan seorang penutur sering memilki efek atau
daya pengaruh (perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan
sesuatu itulah yang oleh Austin (162:101) dinamakan tindak perlokusi. Efek atau
daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja, dapat pula secara
tidak
sengaja.
Tindak
tutur
yang
pengujarannya
dimaksudkan
untuk
mempengaruhi mitra tutur inilah yang merupakan tindak perlokusi.
Yule dalam bukunya yang berjudul Pragmatics juga memberikan lima
klasifikasi mengenai tindak tutur performatif yang hampir sama dengan klasifikasi
tindak tutur ilokusi menurut Leech, Austin, dan Searl, klasifikasi tersebut yaitu:
a) Deklarasi
Tindak tutur deklarasi adalah salah satu jenis tindak tutur yang mampu
merubah dunia melalui tuturan dari penutur. Contohnya adalah ucapan dari
seorang pendeta,keputusan juri, dan keputusan dari wasit pertandingan.
b) Representatif
Tindak tutur representatif merupakan salah satu tindak tutur yang
disampaikan oleh penutur, dan bias dipercaya atau tidak dipercaya oleh mitra
10
Universitas Sumatera Utara
tutur. Contohnya adalah pernyataan tentang kenyataan atau fakta, tuntutan,
kesimpulan, dan deskripsi atau pemaparan.
c) Ekspresif
Tindak tutur ekspresif merupakan salah satu tindak tutur yang berkaitan
dengan apa yang sedang dirasakan oleh penutur. Penutur mengekspresikan
keadaan psikologinya ketika melakukan pembicaraan dengan mitra tutur. Contoh
tindak tutur ini adalah memberikan pernyataan tentang kesenangan, kegembiraan,
suka dan tidak suka, dan berbelasungkawa.
d) Direktif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang digunakan untuk
mempengaruhi mitra tutur melakukan sesuatu sesuai yang diharapkan oleh
penutur. Contoh verba tindak tutur direktif adalah perintah, memesan, meminta,
dan saran atau anjuran. 25
e) Komisif
Tindak tutur komisif merupakan salah satu tindak tutur yang dilakukan
oleh penutur yang berdampak pada tindakan pada mitra tutur atau berdampak
tindakan untuk penutur dan mitra tutur. Bisa dikatakan bahwa tindak tutur komisif
merupakan tindak tutur yang menyatakan janji antara penutur dan mitra tutur.
Contoh verba tindak tutur komisif yaitu berjanji, ancaman atau mengancam, dan
penolakan.
2.2.2 Imperatif
Imperatif adalah bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan
perintah atau keharusan atau larangan untuk melaksanakan suatu perbuatan
(Kridalaksana, 2008: 91). Definisi lain dari imperatif adalah bersifat memerintah
11
Universitas Sumatera Utara
atau memberi komando, mempunyai hak memberi komando, dan bersifat
mengharuskan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Moeliono (dalam Rahardi, 2005:2) menyatakan bahwa bila didasarkan
pada nilai komunikatifnya, kalimat dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan
menjadi lima, yakni (1) kalimat berita atau deklaratif, (2) kalimat perintah atau
imperative, (3) kalimat Tanya atau interogatif, (4) kalimat seruan atau
eksklamatif, (5) kalimat penegas atau emfatik. Sesuai dengan sebutannya, kalimat
perintah atau imperatif
Berbeda dengan Moeliono, Ramlan (dalam Kunjana Rahardi, 2005:2)
menyatakan bahwa berdasarkan fungsinya dalam hubungannya dengan situasi,
kalimat dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu (1) kalimat berita, (2) kalimat
tanya, (3) kalimat suruh. Kalimat berita berfungsi untuk memberi tahu sesuatu
kepada orang lain sehingga tanggapan yang diberikan berupa perhatian. Kalimat
tanya
berfungsi
untuk
menanyakan
sesuatu,
sedangkan
kalimat
suruh
mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan tertentu dari orang yang diajak
berbicara.
Keraf (dalam Rahardi, 2005:2) juga memberikan definisi kalimat perintah
sebagai kalimat yang digunakan untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu,
kalimat berita adalah kalimat yang mendukung suatu pengungkapan peristiwa
atau kejadian, dan kalimat tanya adalah kalimat yang mengandung permintaan
agar diberitahu orang sesuatu karena ia tidak mengetahui hal tertentu.
Selain itu, sosok perintah, suruh, dan direktif sesungguhnya adalah
pembicaraan dalam kategori linguistik yang tidak sama. Bentuk yang pertama
12
Universitas Sumatera Utara
berada dalam lingkup gramatik, bentuk kedua berada dalam lingkup situasional,
dan bentuk ketida berada dalam lingkup wacana (Rahardi, 2005:3).
Kenyataan ini menunjukan bahwa dalam praktik komunikasi interpersonal
sesungguhnya, makna imperatif dalam bahasa Indonesia tidak hanya diungkapkan
dengan konstruksi lainnya. Makna pragmatik imperatif sebuah tuturan tidak selalu
sejalan dengan wujud konstruksinya, melainkan ditentukan oleh konteks situasi
tutur yang menyertai, melingkupi, dan melatarinya (Kunjana Rahardi, 2002:5).
Bisa dikatakan bahwa dalam melakukan penelitian imperatif bahasa
Indonesia, harus melihat konteks situasi yang melatari munculnya sebuah tuturan
agar bisa menjelaskan berbagai kemungkinan makna pragmatik imperatif bahasa
Indonesia. Imperatif dan tindak tutur saling berkaitan erat dalam hubungannya,
sebagai tindak lokusioner tuturan imperatif merupakan pernyataan makna dasar
dari konstruksi imperatif. Sebagai tindak ilokusioner makna imperatif pada
dasarnya merupakan maksud yang disampaikan penutur dalam menyampaikan
tuturan imperatif. Selanjutnya sebagai tindak perlokusioner, sosok imperatif yang
berkaitan dengan dampak yang timbul sebagai akibat dari tindak tutur.
Alisjahbana (dalam Rahardi, 2005:19) mengartikan sosok kalimat perintah
sebagai ucapan yang isinya memerintah, memaksa, menyuruh, mengajak,
meminta agar orang yang diperintah itu melakukan apa yang dimaksudkan dalam
perintah itu. Berdasarkan pada maknanya, yang dimaksud dengan aktivitas
memerintah adalah praktik memberitahukan kepada mitra tutur bahwa penutur
menghendaki orang yang diajak bertutur itu melakukan apa yang sedang
diberitahukannya.
13
Universitas Sumatera Utara
Menurut Alisjahbana (dalam Rahardi, 2005: 21), sosok kalimat perintah
dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu, (1) perintah yang menunjuk pada
suatu kewajiban, (2) perintah yang bermakna mengejek, (3) perintah yang
bermaksud memanggil, (4) perintah yang merupakan permintaan. Selain
menunjukan macam makna dan wujud imperatif, Alisjahbana juga memberikan
contoh kalimat perintah yang didalamnya memanfaatkan ungkapan penanda
kesantunan seperti, mudah-mudahan, moga-moga, coba, tolong, mari, baiklah,
hendaklah, kiranya, dan silakan.
Mess (dalam Rahardi, 2005:23) sekilas menyinggung tentang kalimat
perintah dalam pembicaraan Kalimat Verbal Fungsi Finit. Bentuk finit mencakup
dua macam hal, yaitu cara peintah dan bentuk pesona. Cara perintah tidk dapat
disubstantifkan dan selamanya berfungsi predikat dalam kalimat tunggal. Kata
kerja transitif maupun kata kerja intransitif di dalam bahasa Indonesia, dapat
berfungsi sebagai pembentuk kalimat perintah.
Slametmuljana (dalam Rahardi, 2005:24) menyatakan bahwa disamping
kalimat berita, dalam pemakaian bahasa Indonesia itu masih terdapat kalimat yang
lainnya, yakin kalimat tanya dan suruh. Slamet muljana juga menyebutkan adanya
kalimat suruh yang menggunakan penanda khusus kesantunan mudah-mudahan,
moga-moga, hendaklah, dan sudi kiranya. Kalimat suruh yang demikian dapat
dikatakan sebagai kalimat suruh harapan, karena mengandung makna pragmatik
harapan.
Fokker (dalam Rahardi, 2005:25) menyebutkan bahwa seperti juga pada
kalimat-kalimat yang lain, sosok kalimat perintah itu lazimnya dapat dikenali dari
lagu kalimat atau intonasinya. Selain dari lagu kalimat atau intonasinya, kalimat
14
Universitas Sumatera Utara
perintah juga dapat dikenali dari pemakaian bentuk-bentuk tata bahasanya,
misalnya tidak digunakannya bentuk awalan Men-, dan sering digunakannya
partikel –lah pada kalimat imperatif.
Keraf (dalam Rahardi, 2005:27) mendefinisikan kalimat perintah sebagai
kalimat yang mengandung perintah atau permintaan agar orang lain melakukan
sesuatu, seperti yang diinginkan oleh orang yang memerintahkan itu. Menurutnya
kalimat perintah itu dapat berkisar antara suruhan yang sangat kasar sampai
dengan permintaan yang sangat halus. Lebih lanjut Keraf menyatakan bahwa
kalimatperintah lazimnya dapat mengandung ciri-ciri berikut: (1) mengunakan
intonasi keras, terutama perintah biasa dan larangan, (2) kata kerja yang
mendukung isi perintah itu, biasanya kata dasar, dan (3) menggunakan partikel
pengeras –lah.
Keraf juga menguraikan bahwa kalimat perintah dalam bahasa Indonesia
itu sedikitnya dapat dibedakan menjadi sembilan macam, yakni (1) perintah biasa,
(2) permintaan, (3) perintah mengizinkan, (4) perintah ajakan, (5) perintah
bersyarat, (6) perintah sindiran, (7) perintah larangan, (8) perintah harapan, (9)
seru.
Rahardi (2005: 29) mengatakan bahwa ada beberapa hal mendasar yang
perlu diperhatikan dari pernyataan beberapa ahli tata bahasa Indonesia yang telah
disampaikan sebelumnya, dan dapat disebutkan satu demi satu sebagai berikut.
Pertama, kajian ihwal tuturan imperatif berfokus pada aspek struktural saja
memang belum cukup untuk studi linguistik, karena kajian yang berancangan
struktural tidak mampu mengungkap secara jelas masalah-masalah yang berada di
luar lingkup struktural satuan lingual imperatif tersebut.
15
Universitas Sumatera Utara
Kedua, tuturan imperatif yang disampaikan oleh penutur dan diterima
mitra tutur itu menuntut reaksi atau tanggapan. Reaksi yang diharapkan lazimnya
dapat berupa tanggapan verbal maupun tanggapan nonverbal, atau gabungan dari
keduannya yang kesemuanya berwujud tindakan.
Ketiga, untuk menyatakan maksud tertentu, sosok imperatif di dalam
bahasa Indonesia dapat pula diwujudkan dengan bentuk pasif. Pemasifan tuturan
imperatif lazimnya mengandung makna lebih formal dan lebih santun
dibandingkan dengan tuturan imperatif yang tidak berbentuk pasif.
Keempat, kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat juga berbentuk
negatif, kalimat imperatif yang demikian itu lazim disebut dengan kalimat
larangan. Kelima, untuk memperhalus maksud tuturan imperatif di dalam bahasa
Indonesia, sosok kalimat imperatif itu dapat pula dinyatakan dengan
membubuhkan awalan Men-.
Keenam, imperatif di dalam bahasa Indonesia biasanya juga digunakan
bersama dengan kata-kata atau ungkapan tertentu yang lazim disebut penandapenanda kesantunan misalnya, yakni, ayo, biar, coba, harap, hendaklah,
hendaknya, lah, mari, mohon, silakan, dan tolong. Dalam bahasa Batak Toba
contohnya, yakni, beta (mari), adas (coba), aga (mengharap), abor (larangan)
dan lain-lain.
Penggunaan penanda kesantunan yang demikian pada tuturan
imperatif akan dapat dengan jelas menunjukan apakan tuturan imperatif itu
merupakan tuturan imperatif permintaan, harapan, dan sebagainya.
Rahardi (2005: 79) mengklasifikasikan kalimat imperatif bahasa Indonesia
secara formal menjadi lima macam, yakni (1) kalimat imperatif biasa, (2) kalimat
16
Universitas Sumatera Utara
imperatif permintaan, (3) kalimat imperatif pemberian izin, (4) kalimat imperatif
ajakan, dan (5) kalimat imperatif suruhan.
a) Kalimat Imperatif Biasa
Di dalam bahasa Indonesia, kalimat imperatif biasa lazimnya memiliki ciriciri berikut: (1) berintonasi keras, (2) didukung dengan kata kerja dasar, dan (3)
berpatikel pengeras –lah. Kalimat imperatif jenis ini dapat berkisar antara
imperatif yang sangat halus sampai dengan imperatif yang sangat kasar.
b) Kalimat Imperatif Permintaan
Kalimat imperatif permintaan adalah kalimat imperatif dengan kadar
suruhan sangat halus. Lazimnya, kalimat imperatif permintaan disertai dengan
sikap penutur yang lebih merendah dibandingkan dengan sikap penutur pada
waktu menuturkan kalimat imperatif biasa. Kalimat imperatif permintaan ditandai
dengan pemakaian penanda kesantunan tolong (tolong) , coba (suba), harap
(managami), mohon (mangalopi), sudilah kiranya (mangeleki), dapatkah
seandainya (boi ma), diminta dengan hormat (agia), dan dimohon dengan sangat
(manedek).
c) Kalimat Imperatif Pemberian Izin
Kalimat imperatif yang dimaksudkan untuk memberikan izin ditandai
dengan pemakaian penanda kesantunan sampaikan (alualuhon), biarlah (diarhon),
diperkenankan (aloi), dipersilakan (manguai), dan diizinkan (loashon).
d) Kalimat Imperatif Ajakan
Kalimat imperatif ajakan biasanya digunakan dengan penanda kesantunan
ayo (beta), biar (asa) , marilah (betama) , harap (arop), dan hendaknya (naeng ma
nian).
17
Universitas Sumatera Utara
e) Kalimat Imperatif Suruhan
Kalimat imperatif suruhan biasanya digunakan bersama penanda
kesantunan ayo (beta) , biar (asa), coba (disuba), harap , hendaklah, hendaknya,
mohon, silakan, dan tolong.
Rahardi (2002) menjelaskan bahwa wujud imperatif mencakup dua macam
hal, yaitu (1) wujud imperatif formal atau struktural, (2) wujud imperatif
pragmatik atau nonstruktural.
1) Wujud Formal Imperatif
Wujud formal imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa
Indonesia menurut ciri struktural atau formalnya. Secara formal, tuturan imperatif
dalam bahasa Indonesia meliputi dua macam perwujudan, yakni (a) imperatif aktif
dan (b) imperatif pasif.
a. Imperatif Aktif
Imperatif
aktif
dalam
bahasa
Indonesia
dapat
dibedakan
berdasarkan
penggolongan verbanya menjadi dua macam, yakni imperatif aktif yang berciri
tidak transitif dan imperatif aktif yang berciri transitif.
• . Imperatif Aktif Tidak Transitif
Imperatif aktif di dalam bahasa Indonesia dapat berciri tidak transitif.
Imperatif yang demikian dapat dengan mudah dibentuk dari tuturan deklaratif,
yakni dengan menerapkan ketentuan (1) menghilangkan subjek yang lazimnya
persona kedua seperti Anda (hamu), Saudara (ampara), kamu (ho), kalian (hamu),
Anda sekalian (hamu sude), Saudara sekalian (saluhut anggi), kamu sekalian
(hamu sude), dan kalian-kalian; (2) mempertahankan bentuk verba yang dipakai
dalam kalimat deklaratif itu seperti apa adanya; dan (3) menambahkan partikel –
18
Universitas Sumatera Utara
lah pada bagian tertentu untuk memperhalus maksud imperatif aktif tersebut
seperti datanglah, pergilah, terimalah..
•
Imperatif Aktif Transitif
Untuk membentuk tuturan imperatif aktif transitif, tuturan imperatif aktif
tidak transitif tetap berlaku. Perbedaannya adalah untuk membentuk imperatif
aktif transitif, verbanya harus dibuat tanpa berawalan me-N misalnya, yakni
berharap, bersama dan sebagainya.
b. Imperatif Pasif
Di dalam komunikasi keseharian, maksud tutran imperatif lazim dinyatakan
dalam tuturan yang berdiatesis pasif. Digunakan bentuk tuturan yang demikian
dalam menyatakan maksud imperatif karena pada pemakaian imperatif pasif itu,
kadar suruhan yang dikandung di dalamnya cenderung menjadi rendah. Kadar
permintaan dan kadar suruhan yang terdapat di dalam imperatif itu tidak terlalu
tinggi karena tuturan itu tidak secara langsung tertuju kepada orang yang
bersangkutan. Dalam pemakaian tuturan imperatif pasif terdapat maksud
penyelamatan muka yang melibatkan muka si penutur maupun diri si mitra tutur.
2) Wujud Pragmatik Imperatif
Wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia
apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakanginya. Makna
pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu sangat ditentukan oleh konteksnya.
Konteksyang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat
intralinguistik. Ada tujuh belas macam makna pragmatik imperatif di dalam
bahasa Indonesia sebagai berikut:
a. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Perintah
19
Universitas Sumatera Utara
b. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Suruhan
c. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan
d. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permohonan
e. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Desakan
f. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Bujukan
g. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Imbauan
h. Tuturan Yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Persilaan
i. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Ajakan
j. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan Izin
k. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Mengizinkan
l. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Larangan
m. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Harapan
n. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Umpatan
o. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Pemberian Ucapan
Selamat
p. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Anjuran
q. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif ‘ngelulu’.
20
Universitas Sumatera Utara
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kepustakaan Yang Relevan
Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari
penelitian lapangan, baik dari buku-buku maupun skripsi yang sudah ada. Hal ini
dilakukan guna mendapatkan suatu perbandingan serta keterkaitan antara
penelitian yang akan dilakukan. Oleh sebab itu penulis menyertakan data-data
yang berkaitan dengan penelitian ini.
Penulisan proposal ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan
judul proposal skripsi ini, dan juga penelitian-penelitian yang sudah pernah
dilakukan antara lain yaitu:
1. Sinaga, (2004) dalam tesisnya yang berjudul : Tindak Tutur Permohonan,
Permintaan Maaf, dan Keluhan Dalam Bahasa Indonesia. Tulisan ini lebih
memfokuskan tindak tutur permohonan, permintaan maaf, dan keluhan dan
mencakup penentuan presentase setiap kategori pada tindak tutur sesuai hubungan
peran dan pengamatan kesantunan berbahasa.
2. Sibarani, (2009) dalam tesisnya yang berjudul : Tindak Tutur Dalam Upacara
Perkawinan Masyarakat Batak Toba. Pada hasil penelitian tersebut diperoleh
bahwa tindak tutur yang ditemukan dalam upacara perkawinan masyarakat Batak
Toba ada 13 jenis tindak tutur, yaitu: Tindak tutur bersalaman, memberkati,
memohon,
meminta,
memuji,
berjanji,
menyarankan,
memperingati,
mengesahkan, berterimakasih, menjawab, menjelaskan, dan bertanya. Dari ketiga
belas tindak tutur tersebut, tindak tutur memohon lebih dominan dituturkan
7
Universitas Sumatera Utara
hulahula dan dongan sabutuha, tetapi tindak tutur boru lebih dominan dengan
tindak tutur menjelaskan dan menjawab, Tindak Tutur marhata dipesta marunjuk
sangat berbeda dengan tindak tutur sehari-hari dalam masyarakat Batak Toba.
3. Tampubolon, (2010) dalam tesisnya yang berjudul : Upacara Masyarakat
Batak Toba Dalam Rapat Adat : Kajian Pragmatik. Hasilnya penilaian pantun di
dalam rapat/musyawarah ataupun kegiatan yang menggunakan tindak tutur di
dalam acara adat tersebut.
4. Toruan, (2016) dalam tesisnya yang berjudul : Tuturan Dalam Upacara Ritual
Mangongkal Holi Dalam Adat Batak Toba. Hasilnya bahwa tuturan dalam
upacara ritual Mangongkal Holi dalam adat Batak Toba mengandung tiga jenis
tindak tutur, yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur
perlokusi. Fungsi tindak tutur dalam upacara ritual mangongkal holi dalam adat
Batak Toba terdapat empat macam tuturan, yaitu asertif (representatif), direktif, ekspresif,
komisif.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Tindak Tutur
Di dalam pragmatik, tuturan merupakan suatu bentuk tindakan dalam
konteks situasi tutur sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur. Dalam
berkomunikasi setiap penutur akan melakukan kegiatan mengujarkan tuturan.
George Yule berpendapat bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang
ditampilkan lewat tuturan. Setiap tindak tutur yang diucapkan oleh seorang
penutur mempunyai makna tertentu. Tindak tutur dapat berwujud permohonan,
permintaan maaf, keluhan, pujian, undangan atau janji.
Austin adalah orang yang pertama kali mengungkapkan gagasan bahwa
bahasa dapat digunakan untuk melakukan tindakan melalui peredaan antara ujaran
8
Universitas Sumatera Utara
konstantif dan ujaran performatif. Ujaran konstantif mendeskripsikan atau
melaporkan peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan di dunia. Dengan demikian,
ujaran konstantif dapat dikatakan benar atau salah. Ujaran performatif tidak
mendeskripsikan atau melaporkan atau menyatakan apapun, tidak benar atau
salah. Selanjutnya pengujaran kalimat merupakan, atau merupakan bagian dari
melakukan tindakan , yang sekali lagi biasanya tidak dideskripsikan sebagai atau
hanya sebagai tindak untuk mengatakan sesuatu (Austin dalam Louise Cumings,
2007: 8).
Austin (dalam Geoffrey Leech edisi terjemahan oleh Oka, 1993: 280)
berkesimpulan bahwa dengan atau tanpa adanya verba performatif, dalam semua
tuturan biasa terdapat unsur berbuat (doing) dan unsur berkata (saying).
Kesimpulan tersebut membawa Austin untuk membedakan antara tindak lokusi
(tindak ini kurang lebih dapat disamakan dengan sebuah tuturan kalimat yang
mengandung makna dan acuan) dengan tindak ilokusi (tuturan yang mempunyai
daya konvensional tertentu), dan kemudian melengkapinya dengan menambah
tindak perlokusi (tindak yang mengacu pada apa yang kita hasilkan atau kita capai
dengan mengatakan sesuatu).
Austin dalam bukunya yang berjudul How to Do Things with The Words
(1962) lebih jelas mendeskripsikan tentang tindak tutur performatif yaitu, lokusi,
ilokusi, dan perlokusi.
a) Tindak lokusi (locutionary act)
Tindak lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan
sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang
bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Saying
9
Universitas Sumatera Utara
Something. Searle (1969) menyebut tindak tutur lokusi ini dengan istilah tindak
bahasa preposisi (prepositional act) karena tindak tutur ini hanya berkaitan
dengan makna.
b) Tindak ilokusi (illocutionary act)
Tindak ilokusi merupakan tindak melakukan sesuatu The Act Of To Do
Something. Berbeda dari lokusi, tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang
mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan.
c) Tindak perlokusi (perlocutionary act)
Sebuah tuturan yang diucapkan seorang penutur sering memilki efek atau
daya pengaruh (perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan
sesuatu itulah yang oleh Austin (162:101) dinamakan tindak perlokusi. Efek atau
daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja, dapat pula secara
tidak
sengaja.
Tindak
tutur
yang
pengujarannya
dimaksudkan
untuk
mempengaruhi mitra tutur inilah yang merupakan tindak perlokusi.
Yule dalam bukunya yang berjudul Pragmatics juga memberikan lima
klasifikasi mengenai tindak tutur performatif yang hampir sama dengan klasifikasi
tindak tutur ilokusi menurut Leech, Austin, dan Searl, klasifikasi tersebut yaitu:
a) Deklarasi
Tindak tutur deklarasi adalah salah satu jenis tindak tutur yang mampu
merubah dunia melalui tuturan dari penutur. Contohnya adalah ucapan dari
seorang pendeta,keputusan juri, dan keputusan dari wasit pertandingan.
b) Representatif
Tindak tutur representatif merupakan salah satu tindak tutur yang
disampaikan oleh penutur, dan bias dipercaya atau tidak dipercaya oleh mitra
10
Universitas Sumatera Utara
tutur. Contohnya adalah pernyataan tentang kenyataan atau fakta, tuntutan,
kesimpulan, dan deskripsi atau pemaparan.
c) Ekspresif
Tindak tutur ekspresif merupakan salah satu tindak tutur yang berkaitan
dengan apa yang sedang dirasakan oleh penutur. Penutur mengekspresikan
keadaan psikologinya ketika melakukan pembicaraan dengan mitra tutur. Contoh
tindak tutur ini adalah memberikan pernyataan tentang kesenangan, kegembiraan,
suka dan tidak suka, dan berbelasungkawa.
d) Direktif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang digunakan untuk
mempengaruhi mitra tutur melakukan sesuatu sesuai yang diharapkan oleh
penutur. Contoh verba tindak tutur direktif adalah perintah, memesan, meminta,
dan saran atau anjuran. 25
e) Komisif
Tindak tutur komisif merupakan salah satu tindak tutur yang dilakukan
oleh penutur yang berdampak pada tindakan pada mitra tutur atau berdampak
tindakan untuk penutur dan mitra tutur. Bisa dikatakan bahwa tindak tutur komisif
merupakan tindak tutur yang menyatakan janji antara penutur dan mitra tutur.
Contoh verba tindak tutur komisif yaitu berjanji, ancaman atau mengancam, dan
penolakan.
2.2.2 Imperatif
Imperatif adalah bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan
perintah atau keharusan atau larangan untuk melaksanakan suatu perbuatan
(Kridalaksana, 2008: 91). Definisi lain dari imperatif adalah bersifat memerintah
11
Universitas Sumatera Utara
atau memberi komando, mempunyai hak memberi komando, dan bersifat
mengharuskan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Moeliono (dalam Rahardi, 2005:2) menyatakan bahwa bila didasarkan
pada nilai komunikatifnya, kalimat dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan
menjadi lima, yakni (1) kalimat berita atau deklaratif, (2) kalimat perintah atau
imperative, (3) kalimat Tanya atau interogatif, (4) kalimat seruan atau
eksklamatif, (5) kalimat penegas atau emfatik. Sesuai dengan sebutannya, kalimat
perintah atau imperatif
Berbeda dengan Moeliono, Ramlan (dalam Kunjana Rahardi, 2005:2)
menyatakan bahwa berdasarkan fungsinya dalam hubungannya dengan situasi,
kalimat dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu (1) kalimat berita, (2) kalimat
tanya, (3) kalimat suruh. Kalimat berita berfungsi untuk memberi tahu sesuatu
kepada orang lain sehingga tanggapan yang diberikan berupa perhatian. Kalimat
tanya
berfungsi
untuk
menanyakan
sesuatu,
sedangkan
kalimat
suruh
mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan tertentu dari orang yang diajak
berbicara.
Keraf (dalam Rahardi, 2005:2) juga memberikan definisi kalimat perintah
sebagai kalimat yang digunakan untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu,
kalimat berita adalah kalimat yang mendukung suatu pengungkapan peristiwa
atau kejadian, dan kalimat tanya adalah kalimat yang mengandung permintaan
agar diberitahu orang sesuatu karena ia tidak mengetahui hal tertentu.
Selain itu, sosok perintah, suruh, dan direktif sesungguhnya adalah
pembicaraan dalam kategori linguistik yang tidak sama. Bentuk yang pertama
12
Universitas Sumatera Utara
berada dalam lingkup gramatik, bentuk kedua berada dalam lingkup situasional,
dan bentuk ketida berada dalam lingkup wacana (Rahardi, 2005:3).
Kenyataan ini menunjukan bahwa dalam praktik komunikasi interpersonal
sesungguhnya, makna imperatif dalam bahasa Indonesia tidak hanya diungkapkan
dengan konstruksi lainnya. Makna pragmatik imperatif sebuah tuturan tidak selalu
sejalan dengan wujud konstruksinya, melainkan ditentukan oleh konteks situasi
tutur yang menyertai, melingkupi, dan melatarinya (Kunjana Rahardi, 2002:5).
Bisa dikatakan bahwa dalam melakukan penelitian imperatif bahasa
Indonesia, harus melihat konteks situasi yang melatari munculnya sebuah tuturan
agar bisa menjelaskan berbagai kemungkinan makna pragmatik imperatif bahasa
Indonesia. Imperatif dan tindak tutur saling berkaitan erat dalam hubungannya,
sebagai tindak lokusioner tuturan imperatif merupakan pernyataan makna dasar
dari konstruksi imperatif. Sebagai tindak ilokusioner makna imperatif pada
dasarnya merupakan maksud yang disampaikan penutur dalam menyampaikan
tuturan imperatif. Selanjutnya sebagai tindak perlokusioner, sosok imperatif yang
berkaitan dengan dampak yang timbul sebagai akibat dari tindak tutur.
Alisjahbana (dalam Rahardi, 2005:19) mengartikan sosok kalimat perintah
sebagai ucapan yang isinya memerintah, memaksa, menyuruh, mengajak,
meminta agar orang yang diperintah itu melakukan apa yang dimaksudkan dalam
perintah itu. Berdasarkan pada maknanya, yang dimaksud dengan aktivitas
memerintah adalah praktik memberitahukan kepada mitra tutur bahwa penutur
menghendaki orang yang diajak bertutur itu melakukan apa yang sedang
diberitahukannya.
13
Universitas Sumatera Utara
Menurut Alisjahbana (dalam Rahardi, 2005: 21), sosok kalimat perintah
dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu, (1) perintah yang menunjuk pada
suatu kewajiban, (2) perintah yang bermakna mengejek, (3) perintah yang
bermaksud memanggil, (4) perintah yang merupakan permintaan. Selain
menunjukan macam makna dan wujud imperatif, Alisjahbana juga memberikan
contoh kalimat perintah yang didalamnya memanfaatkan ungkapan penanda
kesantunan seperti, mudah-mudahan, moga-moga, coba, tolong, mari, baiklah,
hendaklah, kiranya, dan silakan.
Mess (dalam Rahardi, 2005:23) sekilas menyinggung tentang kalimat
perintah dalam pembicaraan Kalimat Verbal Fungsi Finit. Bentuk finit mencakup
dua macam hal, yaitu cara peintah dan bentuk pesona. Cara perintah tidk dapat
disubstantifkan dan selamanya berfungsi predikat dalam kalimat tunggal. Kata
kerja transitif maupun kata kerja intransitif di dalam bahasa Indonesia, dapat
berfungsi sebagai pembentuk kalimat perintah.
Slametmuljana (dalam Rahardi, 2005:24) menyatakan bahwa disamping
kalimat berita, dalam pemakaian bahasa Indonesia itu masih terdapat kalimat yang
lainnya, yakin kalimat tanya dan suruh. Slamet muljana juga menyebutkan adanya
kalimat suruh yang menggunakan penanda khusus kesantunan mudah-mudahan,
moga-moga, hendaklah, dan sudi kiranya. Kalimat suruh yang demikian dapat
dikatakan sebagai kalimat suruh harapan, karena mengandung makna pragmatik
harapan.
Fokker (dalam Rahardi, 2005:25) menyebutkan bahwa seperti juga pada
kalimat-kalimat yang lain, sosok kalimat perintah itu lazimnya dapat dikenali dari
lagu kalimat atau intonasinya. Selain dari lagu kalimat atau intonasinya, kalimat
14
Universitas Sumatera Utara
perintah juga dapat dikenali dari pemakaian bentuk-bentuk tata bahasanya,
misalnya tidak digunakannya bentuk awalan Men-, dan sering digunakannya
partikel –lah pada kalimat imperatif.
Keraf (dalam Rahardi, 2005:27) mendefinisikan kalimat perintah sebagai
kalimat yang mengandung perintah atau permintaan agar orang lain melakukan
sesuatu, seperti yang diinginkan oleh orang yang memerintahkan itu. Menurutnya
kalimat perintah itu dapat berkisar antara suruhan yang sangat kasar sampai
dengan permintaan yang sangat halus. Lebih lanjut Keraf menyatakan bahwa
kalimatperintah lazimnya dapat mengandung ciri-ciri berikut: (1) mengunakan
intonasi keras, terutama perintah biasa dan larangan, (2) kata kerja yang
mendukung isi perintah itu, biasanya kata dasar, dan (3) menggunakan partikel
pengeras –lah.
Keraf juga menguraikan bahwa kalimat perintah dalam bahasa Indonesia
itu sedikitnya dapat dibedakan menjadi sembilan macam, yakni (1) perintah biasa,
(2) permintaan, (3) perintah mengizinkan, (4) perintah ajakan, (5) perintah
bersyarat, (6) perintah sindiran, (7) perintah larangan, (8) perintah harapan, (9)
seru.
Rahardi (2005: 29) mengatakan bahwa ada beberapa hal mendasar yang
perlu diperhatikan dari pernyataan beberapa ahli tata bahasa Indonesia yang telah
disampaikan sebelumnya, dan dapat disebutkan satu demi satu sebagai berikut.
Pertama, kajian ihwal tuturan imperatif berfokus pada aspek struktural saja
memang belum cukup untuk studi linguistik, karena kajian yang berancangan
struktural tidak mampu mengungkap secara jelas masalah-masalah yang berada di
luar lingkup struktural satuan lingual imperatif tersebut.
15
Universitas Sumatera Utara
Kedua, tuturan imperatif yang disampaikan oleh penutur dan diterima
mitra tutur itu menuntut reaksi atau tanggapan. Reaksi yang diharapkan lazimnya
dapat berupa tanggapan verbal maupun tanggapan nonverbal, atau gabungan dari
keduannya yang kesemuanya berwujud tindakan.
Ketiga, untuk menyatakan maksud tertentu, sosok imperatif di dalam
bahasa Indonesia dapat pula diwujudkan dengan bentuk pasif. Pemasifan tuturan
imperatif lazimnya mengandung makna lebih formal dan lebih santun
dibandingkan dengan tuturan imperatif yang tidak berbentuk pasif.
Keempat, kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat juga berbentuk
negatif, kalimat imperatif yang demikian itu lazim disebut dengan kalimat
larangan. Kelima, untuk memperhalus maksud tuturan imperatif di dalam bahasa
Indonesia, sosok kalimat imperatif itu dapat pula dinyatakan dengan
membubuhkan awalan Men-.
Keenam, imperatif di dalam bahasa Indonesia biasanya juga digunakan
bersama dengan kata-kata atau ungkapan tertentu yang lazim disebut penandapenanda kesantunan misalnya, yakni, ayo, biar, coba, harap, hendaklah,
hendaknya, lah, mari, mohon, silakan, dan tolong. Dalam bahasa Batak Toba
contohnya, yakni, beta (mari), adas (coba), aga (mengharap), abor (larangan)
dan lain-lain.
Penggunaan penanda kesantunan yang demikian pada tuturan
imperatif akan dapat dengan jelas menunjukan apakan tuturan imperatif itu
merupakan tuturan imperatif permintaan, harapan, dan sebagainya.
Rahardi (2005: 79) mengklasifikasikan kalimat imperatif bahasa Indonesia
secara formal menjadi lima macam, yakni (1) kalimat imperatif biasa, (2) kalimat
16
Universitas Sumatera Utara
imperatif permintaan, (3) kalimat imperatif pemberian izin, (4) kalimat imperatif
ajakan, dan (5) kalimat imperatif suruhan.
a) Kalimat Imperatif Biasa
Di dalam bahasa Indonesia, kalimat imperatif biasa lazimnya memiliki ciriciri berikut: (1) berintonasi keras, (2) didukung dengan kata kerja dasar, dan (3)
berpatikel pengeras –lah. Kalimat imperatif jenis ini dapat berkisar antara
imperatif yang sangat halus sampai dengan imperatif yang sangat kasar.
b) Kalimat Imperatif Permintaan
Kalimat imperatif permintaan adalah kalimat imperatif dengan kadar
suruhan sangat halus. Lazimnya, kalimat imperatif permintaan disertai dengan
sikap penutur yang lebih merendah dibandingkan dengan sikap penutur pada
waktu menuturkan kalimat imperatif biasa. Kalimat imperatif permintaan ditandai
dengan pemakaian penanda kesantunan tolong (tolong) , coba (suba), harap
(managami), mohon (mangalopi), sudilah kiranya (mangeleki), dapatkah
seandainya (boi ma), diminta dengan hormat (agia), dan dimohon dengan sangat
(manedek).
c) Kalimat Imperatif Pemberian Izin
Kalimat imperatif yang dimaksudkan untuk memberikan izin ditandai
dengan pemakaian penanda kesantunan sampaikan (alualuhon), biarlah (diarhon),
diperkenankan (aloi), dipersilakan (manguai), dan diizinkan (loashon).
d) Kalimat Imperatif Ajakan
Kalimat imperatif ajakan biasanya digunakan dengan penanda kesantunan
ayo (beta), biar (asa) , marilah (betama) , harap (arop), dan hendaknya (naeng ma
nian).
17
Universitas Sumatera Utara
e) Kalimat Imperatif Suruhan
Kalimat imperatif suruhan biasanya digunakan bersama penanda
kesantunan ayo (beta) , biar (asa), coba (disuba), harap , hendaklah, hendaknya,
mohon, silakan, dan tolong.
Rahardi (2002) menjelaskan bahwa wujud imperatif mencakup dua macam
hal, yaitu (1) wujud imperatif formal atau struktural, (2) wujud imperatif
pragmatik atau nonstruktural.
1) Wujud Formal Imperatif
Wujud formal imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa
Indonesia menurut ciri struktural atau formalnya. Secara formal, tuturan imperatif
dalam bahasa Indonesia meliputi dua macam perwujudan, yakni (a) imperatif aktif
dan (b) imperatif pasif.
a. Imperatif Aktif
Imperatif
aktif
dalam
bahasa
Indonesia
dapat
dibedakan
berdasarkan
penggolongan verbanya menjadi dua macam, yakni imperatif aktif yang berciri
tidak transitif dan imperatif aktif yang berciri transitif.
• . Imperatif Aktif Tidak Transitif
Imperatif aktif di dalam bahasa Indonesia dapat berciri tidak transitif.
Imperatif yang demikian dapat dengan mudah dibentuk dari tuturan deklaratif,
yakni dengan menerapkan ketentuan (1) menghilangkan subjek yang lazimnya
persona kedua seperti Anda (hamu), Saudara (ampara), kamu (ho), kalian (hamu),
Anda sekalian (hamu sude), Saudara sekalian (saluhut anggi), kamu sekalian
(hamu sude), dan kalian-kalian; (2) mempertahankan bentuk verba yang dipakai
dalam kalimat deklaratif itu seperti apa adanya; dan (3) menambahkan partikel –
18
Universitas Sumatera Utara
lah pada bagian tertentu untuk memperhalus maksud imperatif aktif tersebut
seperti datanglah, pergilah, terimalah..
•
Imperatif Aktif Transitif
Untuk membentuk tuturan imperatif aktif transitif, tuturan imperatif aktif
tidak transitif tetap berlaku. Perbedaannya adalah untuk membentuk imperatif
aktif transitif, verbanya harus dibuat tanpa berawalan me-N misalnya, yakni
berharap, bersama dan sebagainya.
b. Imperatif Pasif
Di dalam komunikasi keseharian, maksud tutran imperatif lazim dinyatakan
dalam tuturan yang berdiatesis pasif. Digunakan bentuk tuturan yang demikian
dalam menyatakan maksud imperatif karena pada pemakaian imperatif pasif itu,
kadar suruhan yang dikandung di dalamnya cenderung menjadi rendah. Kadar
permintaan dan kadar suruhan yang terdapat di dalam imperatif itu tidak terlalu
tinggi karena tuturan itu tidak secara langsung tertuju kepada orang yang
bersangkutan. Dalam pemakaian tuturan imperatif pasif terdapat maksud
penyelamatan muka yang melibatkan muka si penutur maupun diri si mitra tutur.
2) Wujud Pragmatik Imperatif
Wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia
apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakanginya. Makna
pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu sangat ditentukan oleh konteksnya.
Konteksyang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat
intralinguistik. Ada tujuh belas macam makna pragmatik imperatif di dalam
bahasa Indonesia sebagai berikut:
a. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Perintah
19
Universitas Sumatera Utara
b. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Suruhan
c. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan
d. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permohonan
e. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Desakan
f. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Bujukan
g. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Imbauan
h. Tuturan Yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Persilaan
i. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Ajakan
j. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan Izin
k. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Mengizinkan
l. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Larangan
m. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Harapan
n. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Umpatan
o. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Pemberian Ucapan
Selamat
p. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Anjuran
q. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif ‘ngelulu’.
20
Universitas Sumatera Utara