Analisis Yuridis Tentang Takharuj (Keluar) Dalam Menerima Bagian Warisan Dan Akibat Hukumnya Menurut Fikih Islam (Studi Kasus Di Kecamatan Lamprit Kota Banda Aceh)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum kewarisan Islam di Indonesia adalah hukum waris yang bersumber
kepada Al-Qur’an dan

Hadits, hukum yang berlaku universal. Namun jika ada

beberapa perbedaan paham di kalangan ulama mazhab dengan tidak mengurangi
ketaatan umat Islam kepada ketentuan Allah dan Rasul-Nya, maka perbedaan
pendapat tersebut dibolehkan dan dapat dipandang sebagai rahmat.
Kewarisan (Al-miras), yang disebut juga sebagai faraidh berarti bagian
tertentu dari harta warisan sebagaimana telah diatur dalam nash Al-Qur’an dan AlHadits, sehingga dapat disimpulkan bahwa pewarisan adalah perpindahan hak dan
kewajiban tentang kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia terhadap orangorang yang masih hidup dengan bagian-bagian yang telah ditetapkan dalam nashnash, baik Al-Qur’an dan Al-Hadits1.
Hukum kewarisan termasuk salah satu aspek yang diatur dalam Al-Qu’ran
surah an-nisa ayat 7 secara jelas dalam. Hal ini membuktikan bahwa masalah
kewarisan cukup penting dalam agama Islam. Apalagi Islam pada awal
pertumbuhanya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang berlaku
pada masyarakat arab jahiliyah2.
Menurut istilah hukum Indonesia, ilmu faraidh ini disebut dengan “Hukum Waris”
(erfrecht) yaitu hukum yang mengatur tentang apa yang terjadi dengan harta

1

Habiburrahman, Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia.(Guanung Djti
bandung.2001) hal 1.
2
Abdul Ghofur, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, ( Yogyakarta : Gajah Mada press,2012
hal 173

1

2

kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia.Pembagian warisan didalam agama
Islam merupakan suatu kemestian (infaq ijbari).Penetapan dan pembagian warisan
yang telah tercantum dalam Al-Qur’an tidak boleh ditolak oleh ahli waris yang
berhak menerimanya, sebelum dilakukan pembagian warisan.
Pembagian

harta


warisan

menurut

Al-Qur’an/Al-hadist,

dapat

diketemukan ketentuan hukumnya, dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata, “Rasulullah saw
Bersabda, Serahkanlah Pembagian Warisan itu kepada ahlinya , bila ada yang
tersisa, maka berikanlah kepada keluarga laki-laki terdekat”. (Hadist disepakati
Imam Bukhari dan Imam Muslim)3. Dengan adanya kewajiban untuk menjalankan
syari’at Islam dalam perkara waris maka wajib (wajib kifa’i) pula hukum belajar dan
mengajarkan ilmu Faraidh4.
Menurut hukum Islam, pembagian harta warisan secara normatif antara
anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1 sebagaimana firman Allah “Allah
mengisyaratkan bagimu tentang (pembagian warisan) untuk anak-anakmu, yaitu :
bagian anak-laki sama dengan bagian dua anak perempuan “. (QS. An- Nisa’
[4]:11). artinya anak laki-laki mendapatkan dua kali bagian dibandingkan dengan
anakperempuan. Namun kondisi tersebut juga bisa saja dibagi rata setelah masingmasing ahli waris mengetahui bagiannya, berdasarkan asas keadilan5.


3

Suhrawardi Lubis, Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (Jakarta: Sinar Grafika,1995),

hal 31
4

Otji Salman, Mustafa Haffas, Hukum Waris Islam(Bandung: PT.Refika Aditama, 2006)hal 4
pembagian warisan.-anak-anak laki-lakihttp://lampung.tribunnew..Diakses tanggal 24
februari 2014
5

3

Masalah

harta pusaka, sering menjadi

sumber


sengketa

dalam

keluarga.Terutama untuk menentukan siapa-siapa yang berhak dan tidak berhak
mendapat warisan yang pada gilirannya bisa menimbulkan sengketa dalam keluarga.
Menurut salah satu pihak dianggap sudah adil sedangkan menurut pihak lain masih
menganggap tidak adil.Para ulama fikih memberikan defenisi ilmu waris (faraidh)
yaitupenentuan bagian bagi ahli waris, ketentuan bagian warisan yang ditetapkan oleh
Syariat Islam dan ilmu fikih yang berkaitan dengan pembagian pusaka, serta
mengetahui perhitungan dan kadar harta pusaka yang wajib dimiliki oleh orang yang
berhak6.
Berdasarkan terminologis, ilmu faraidh memiliki beberapa defenisi, yakni
sebagai berikut:
1. Penetapan kadar warisan bagi ahli waris berdasarkan ketentuan syara’ yang
tidak bertambah, kecuali dengan radd (mengembalikan sisa lebih kepada
penerima warisan) dan tidak berkurang, kecuali dengan Aul (pembagian harta
waris, dimana jumlah bagian para ahli waris lebih besar daripada asal
masalahnya, sehingga harus dinaikkan menjadi sebesar jumlah bagian-bagian

itu).
2. Pengetahuan tentang pembagian warisan dan tata cara menghitung yang
terkait dengan pembagian harta waris dan pengetahuan tentang bagian yang
wajib dari harta peninggalan untuk setiap pemilik hak waris.

6

49-50

Hamin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2012), hal

4

3. Disebut juga dengan fiqh al-mawarits fiqih tentang warisan dan tata cara
menghitung harta waris yang ditinggalkan.
4. Kaidah-kaidah fiqh dan cara menghitung untuk mengetahui bagian setiap ahli
waris dari harta peninggalan, yang termasuk dalam defenisi ini adalah
batasan-batasan dan kaidah-kaidah yang berkaitan erat dengan keadaan ahli
waris, seperti Ash-habul furudh ahli waris yang memiliki bagian yang sudah
pasti, ashabah, ahli waris yang menerima sisa harta peninggalan dari ashhabul furudh, dzawi al-arham,ahli waris yang tidak termasuk ash-habul

furudh dan ashabah, dan hal-hal yang erat hubungannya dengan cara
menyelesaikan pembagian harta waris, berupa hajb,aul, radd, dan yang
terhalang mendapatkan warisan.
5. Disebut juga dengan ilmu yang digunakan untuk mengetahui ahli waris yang
dapat mewarisi dan yang tidak dapat mewarisi serta mengetahui kadar bagian
setiap ahli waris7.
Didalam hukum waris Islam merupakan pengunduran diri seorang ahli
waris dari hak yang dimilikinya untuk mendapatkan bagian (secara syar’i).dalam hal
ini dia hanya meminta imbalan berupa sejumlah uang atau barang tertentu dari salah
seorang ahli waris lainnya yang disebut At-takharuj min at-tarikah8.
Status At-kharuj adalah perjanjian dua pihak, pembagian harta warisan antara
pihak ahli waris yang menyatakan diri keluar dari hak untuk menerima warisan dan
menyerahkan bagiannya9.

7

Addys Aldisar, Fathurrahman, Hukum Waris, (Jakarta: Senayan Abadi,2004)hal 13.
Abu Umar Basyir, Warisan (Surakarta : Rumah Dzikir 2006)hal 211
9
Abu Umar Basyir, Warisan (Surakarta : Rumah Dzikir 2006)hal 211-212.


8

5

Menurut syariat islam ahli waris juga memperbolehkan salah seorang pewaris
menyatakan dirinya tidak akan mengambil hak warisnya, kemudian memberikanya
kepada ahli waris yang lain atau yang ditunjukannya,hal ini dikenal dengan istilah
“Pengunduran diri” atau “ menggugurkan diri dari hak warisnya.”dimana menurut
sejarah Islam diriwayatkan Abdurrahman bin Auf r.a adalah10.
“Seorang sahabat yang mempunyai empat orang isteri, ketika dia wafat, salah
seorang isterinya, Numandhir binti Al-Asbagh, menyatakan bahwa dirinya hanya
akan mengambil hak waris sekedar seperempat dari seperdelapan yang menjadi
haknya. Jumlah yang diambilnya senilai seratus ribu dirham.”.
At-takharuj dalam hukum waris Islam ialah berdamainya salah seorang ahli
waris untuk keluar (tidak mengambil) tirkah (harta peninggalan), sebagai Imbalannya
dari harta yang telah diambilnya atau sebab lainnya. Dengan kata lain apabila para
ahli waris mengadakan perdamaian dengan jalan mengeluarkan sebagian ahli dari
haknya atas bagian harta warisan dengan imbalannya menerima sejumlah harta
tertentu, dari harta warisan atau harta lain disebut juga takharuj (tashaluh).

Takharuj dapat terjadi misalnya salah seorang ahli waris mengadakan
persetujuan damai dengan dengan ahli waris lain, bahwa bagiannya diserahkan
kepada ahli waris lain dengan ketentuan bahwa cukup dengan menerima Rp.200.000,
(dua ratus ribu rupiah)

Saja. Atau kemungkinan lain, salah seorang ahli waris

mengadakan persetujuan damai dengan semua ahli waris lainnya bahwa ia tidak akan

10

Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta : Gema Insani
Press, 1996) hal 141

6

mengambil bagiannya dari harta warisan, tetapi harus diganti dengan sejumlah uang
yang harus dibayar oleh ahli waris lain itu, bukan dengan sebagian harta warisan
melainkan dari uang mereka sendiri11.
Dasar hukum Pembagian harta warisan merupakan hasil ijtihad (atsar sahabat)

atas peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan. Atsar
tersebut sebagai berikut yang artinya 12 : “Dari Abi Yusuf dari seseorang yang
menceritakan kepadanya, dari Amru bin Dinar dari ibnu Abbas:Salah seorang istri
Abdurrahman bin ‘Auf diajak untuk berdamai oleh para ahliwaris terhadap harta
sejumlah delapan puluh tiga ribu dengan mengeluarkannya dari pembagian harta
warisan.
Para ulama faradiyun sepakat bahwa dari harta peninggalan (tirkah) tersebut
harta waris dapat dikalkulasikan dan dibagikan kepada ahli waris setelah dikurangi
biaya-biaya penyelenggaraan jenazah (tajhiz), penunaian hutang-hutang yang
menininggal dunia dan pelaksanaan wasiat. Selanjutnya para ulama faradyun sepakat
bahwa dari harta peninggalan (tirkah) tersebut harta waris dapat dikalkulasikan dan
dibagikan kepada ahli waris setelah dikurangi biaya-biaya penyelenggaraan jenazah
(tajhiz), penunaian hutang-hutang yang menininggal dunia dan pelaksanaan wasiat.
Selanjutnya mereka juga menyepakati bahwa penyelenggaraan jenazah (tajhiz)
ditanggung dengan harta peninggalan yang meninggal dunia tersebut lebih

11

Pahing sembiring, Hukum Islam II Bidang Hukum Waris Islam (Medan Fakultas Hukum
Universita Sumatera Utara, 2002)hal 102

12
http://blogspot.com//al-takharruj-dan-praktik-pembagian. Diakses tanggal 4 maret 2014

7

diutamakan terlebih dahulu ketimbang penunaian hutang-hutang yang meninggal
dunia tersebut, maka oleh karna itu sebelum harta warisan dibagikan lebih baik
diselesaikan dahulu mengenai biaya penyelenggaraan jenazah (tajhiz)13.
Menurut pelaksanaan syari’at Islam termasuk pembagian harta warisan
menurut faraidh, telah mendapat dasar hukum yang kuat dengan adanya Undangundang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan Inpres Nomor 1 tahun
1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Di dalam pasal 49 Undang-undang tersebut
ditentukan bahwa Pengadilan Agama berwenang mengadili perkara warisan orang
Islam. Berdasarkan ketentuan ini perkara warisan orang Islam akan diadili
berdasarkan hukum waris Islam (faraidh)14. Untuk menunjang usaha meningkatkan
kesadaran berhukum kewarisan Islam dikalangan umat Islam dikalangan umat Islam
yang merupakan bagian terbesar masyarakat Indonesia, perlu diberikan pengetahuan
secara luas dalam banyak kesempatan, baik dalam lingkungan sekolah maupun
pengajian sehingga dapat benar-benar dirasak an bahwa hukum kewarisan Islam
merupakan curahan rahmat Allah SWT. khususnya bagi kaum muslimin.
Hukum waris Islam menetapkan adanya beberapa ahli waris mutlak, yaitu

bagian ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan, sejalan dengan dengan beban
kewajiban dalam hidup keluarga menurut ketentuan hukum Islam. Laki-laki yang

13
Sukris Sarmadi, Transendasi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif, (Jakarta :PT.
Raja Grafindo Persada, 1997)hal 38
14
Afdol, Penerapan Hukum Islam secara adil, (Surabaya : Airlangga University Press,
2003)hal 16

8

dibebani kewajiban kebendaan lebih besar daripada bagian yang diberikan kepada
perempuan15.
Khalifah Umar bin al-Khattab berijtihad dalam rangka konsistensi
perbandingan bahagian ibu dan ayah, Menurut Al-Qur’an an-Nisa’ ayat 11 : “jika ahli
waris hanya terdiri dari ayah maka bagian ibu sedang ia pewaris tidak meninggalkan
anak atau cucu, maka bagian ibu adalah sepertiga harta warisan sedangkan bagian
ayah adalah sisan-Nya, yaitu dua pertiga harta warisan. Dengan demikian dalam
kasus harta warisan tersebut perbandingan bagian ayah dan ibu adalah 2:1, jika
bersama ayah dan ibu ada ahli waris lain suami atau istri, maka perbandingan
perolehan ayah dan ibu tidak lagi 2:1 sebab jika ahli waris terdiri dari ayah, ibu dan
suami, bagian suami adalah ½ harta warisan , bagian ibu 1/3 dan sisanya untuk ayah,
maka suami akan mendapat 3/6, ibu 2/6 dan ayah 1/6.16.
Sejumlah ketentuan tentang faraidhtelah diatur secara jelas didalam AlQur’an, yaitu di dalam surat An-Nisa’ ayat 7,11,12,176, dan surat-surat lainnya
sejumlah ketentuan lainnya diatur di dalam Al-Hadits dan sejumlah ketentuan lainnya
diatur di dalam ijma’ dan ijtihat para sahabat, imam madzhab, dan para mujtahid
lainnya17.
Seseorang ahli waris

mengundurkan seorang ahli warisyang lain dengan

memberikan sejumlah uang atau barang yang diambilkan dari miliknya sendiri,
15

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris, (Yogyakarta : UII Pres Yogyakart, 2001)hal 153-159
Hasballah Thaib, Tajdid, Reaktualisasi dan Elastisitas Hukum Islam , (Medan : Karya
Pribadi,2003), hal 26
17
Otje Salman, Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung PT. Refika Aditama, 2006)
hal 3
16

9

hendak lah dicari dulu berapa besar saham atau penerimaan masing-masing ahli waris
juga saham Pihak yang diundurkan harus dianggap dan diperhitungkan sebagai ahli
waris

yang

maujud

yang

harus

dicari

besar

kecilnya

saham

yang

seharusnyaditerimaKemudian saham pihak yangdiundurkantersebut dikumpulkan
kepada saham pihak
pembagian

yang

mengundurkannya.Besarnyaasal

masalah

dalam

harta warisan sebelum terjadinya takharuj tetapdipakai sebagai asal

masalah dalam pembagian harta pusaka setelah terjadinya perjanjian takharuj18.
Salah satu ahli waris mengunduran diri dalam menerima bagian warisan,
sudah dipastikan akan menimbulkan akibat-akibat terhadap orang-orang yang
berkaitan dalam sebuah keluarga, salah satu ahli waris yang merasa dirugikan akibat
harta bagian yang mengundurkan diri tersebut tidak diberikan kepada ahli waris
tersebut.
Karena sebagai ahli waris yang mengundurkan diri tersebut masih mempunyai
keluarga seperti seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan.Setidaknya harta
yang yang sudah dibagikan bisa memberikan kesejahteraan kepada yang menerima
bagian warisan tersebut untuk biaya hidup anak-anak dari ahli waris yang
mengundurkan diri.
Kasus yang terjadi di Banda Aceh, pada keluarga Masnidar, si ayah yang
meninggal dunia meninggalkan harta, sebidang tanah dan sebuah rumah, keluarga
yang ditinggalkan adalah seorang istri dan lima orang anak perempuan dan lima

18

103

Ahamad Azhar Basyir,Hukum Waris Islam,(Yogyakarta, UII Press Yogyakarta,2014) hal,

10

orang anak laki-laki, maka anak-anaknya mengundurkan diri dari bagian warisan
masing-masing dan menyerahkan harta warisan yang berbentuk tanah dan rumah
tersebut kepada ibu mereka, atau isteri Almarhum. Dengan demikian, warisan itu
hanya dibagikan kepada isterinya saja19.
Menurut ahli waris Suhelmi, ahli waris yang mengundurkan diri yang
meninggalnya seorang ayahdan meninggalkan seorang isteri dan seorang anak
perempuan, dan dua anak laki-laki harta yang ditinggalkan adalah uang
Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dan sebuah rumah kemudian salah seorang
anak laki-laki itu menggugurkan haknya dan memberikannya kepada salah seorang
saudara perempuannya.Tanpa imbalan apapun, dengan demikian warisan tersebut
hanya dibagikan kepada istri, satu orang anak laki-laki dan satu orang anak
perempuan, Karena anak perempuan yang mendapat bagian warisan dari saudara lakilaki itu sedang dalam menjalani pendidikan yang bisa membantu biaya
pendidikannya. Terjadinya pengunduran diri oleh seseorang karena adanya faktor
ekonomi dan bebean hidup yang semakin meningkat, oleh karena itu tidakSalahnya
seorang sodara membantu meringankan beban hidup terhadap saudaranya sendiri20.
Ahli waris yang mengundurkan diri dari saudara Masnidar, harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal dunia seperti sebuah rumah dan tanah, sertifikat
yang sebelumnya atas nama Alhmarhum sekarang sudah diproses dan dibalik
namakan atas nama istri Almarhum atau ibu dari saudari masnidar, maka ahli waris
19

Wawancara dengan Masnidar, (salah satu ahli waris yang mengundurkan diri dalam
menerima bagian warisan di Banda Aceh), pada tanggal 4 maret 2014
20
Wawancara dengan Suhelmi, (salah satu ahli waris yang mengundurkan diri dalam bagian
warisan di Banda Aceh), pada tanggal 3 maret 2014.

11

sepakat memengundurkan diri dalam bagian warisan tersebut yang berupa rumah dan
sebidang tanah tersebut kepada ibu mereka.begitu juga dari keluarga ahli waris yang
mengundurkan diri dari saudara Suhelmi yang memberikan bagiannya kepada
saudara perempuannya atau adik kandungnya sendiri. Dengan begitu saudara laki-laki
yang lain dari saudara suhelmi merasa tidak adil karna bagiannya sedikit.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai
masalah, “ANALISIS YURIDIS TENTANG TAKHARUJ (KELUAR) DALAM
MENERIMA BAGIAN WARISAN DAN AKIBAT HUKUMNYA MENURUT
FIKIH ISLAM (STUDI KASUS DI KECAMATAN LAMPRIT KOTA BANDA
ACEH”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, adapun tujuan
yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah faktor-faktor yang mendorong ahli waris mengundurkan diri dari ahli
waris?
2. Bagaimana status harta warisan yang menjadi hak ahli waris yang
mengundurkan diri?
3. Bagaimana akibat hukumdari ahli waris yang mengundurkan diri dilihat dari
fikih islam?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, maka tujuan penulisan tesis ini
yang akan dilakukan oleh peneliti adalah :

12

1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong ahli waris
mengundurkan diri dari ahli waris
2. Untuk mengetahui status hukum dari harta warisan yang menjadi hak ahli
waris yang mengundurkan diri.
3. Untuk mengetahui akibat hukum dari ahli waris yang mengundurkan diri
dilihat dari fikih islam.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun
praktis, yaitu :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah perbendaharaan ilmu sosial
budaya dan hukum waris Islam sebagai sumber informasi bagi berbagai pihak
yang ingin mengetahui masalah mengundurkan diri didalam menerima bagian
warisan, sebagai salah satu sumbangan untuk bisa menjadi acuan atau dasar
bagi peneliti yang lebih jauh dan mendalam tentang mengundurkan diri dalam
menerima bagian warisan menurut hukum Islam.
2. Manfaat praktis
Dengan adanya penelitian ini dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan
hukum kepada masyarakat mengenai pemahaman tentang mengundurkan diri
dalam menerima bagian warisan dalam hukum Islam.

13

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan Penelusuran kepustakaan khususnya dilingkungan Universitas
Sumatera Utara, penelitian mengenai Analisis Yuridis Tentang Mengundurkan diri
dalam Menerima Bagian Warisan Menurut Hukum Islam belum pernah dilakukan
sebelumnya, namun beberapa penelitian yang membahas mengenai mengundurkan
diri dalam menerima bagian warisan, tidak ditemukan, dengan demikian penelitian
adalah asli.
Oleh karena itu maka peneliti berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis
lakukan ini jelas dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, karena senantiasa
memperhatikan ketentuan-ketentuan atau penelitian yang harus dijunjung tinggi baik
peneliti maupun akademis.
F. Kerangka Teori dan konsepsi
1.

Kerangka Teori
Karangka teori ialah karangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem).Yang menjadi bahan
perbandingan pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui21.
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi22. Jelaslah kiranya teori adalah susunan konsep, defenisi

21

Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994)hal 80
J.J.J. Wuisman, dengan Penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu –ilmu Sosial, (Jakarta : jilid
I, FE-UI,1996), hal 126
22

14

yang dalam yang menyajikan pendangan yang sistematis tentang fenomena 23 .
Keberadaan teori dalam dunia ilmu sangat penting karena teori merupakan konsep
yang akan menjawab suatu masalah.
Agar karangka teori meyakinkan, maka harus memenuhi syarat sebagai
berikut24.:
1. Teori yang digunakan dalam membangun karangka berfikir harus merupakan
pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup
perkembangan-perkembangan terbaru.
2. Analisis filsafat dari teori-teori analisis filsafat dari teori-teori keilmuan
dengan cara berfikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan
pembahasan secara eksplisit mengenai postulat, asumsi dan prinsip yang
mendasarinya25.
3. Mampu mengidentifikasi masalah yang timbul sekitar disiplin keilmuan
tersebut, teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan
yang diteliti untuk memahami persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai
dengan karangka berfikir ilmiah26.
Kerangka teori yang digunakan dalam menganalisa permasalahan dalam tesis
ini adalah teori keadilan dalam hukum Islam, atau menetapkan hukum dengan benar
23

Sofian Safitri Haraha, Tips Menulis Skripsi dan Menghadapi Ujian Komprehensif, (Jakarta :
pusaka Quantum, 2001), hal 40
24
Jujun S. Suariasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular, (Jakarta : Pustaka Sinar
Hrapan), hal 318-321
25
Jonathan Sarwono. Metode Penelitian Kuantitatif, (Yogyakarta :Graha Ilmu, 2006) hal 26
26
Zamakhsyari Hasballah, Teori-teori Hukum Islam Dalam fiqih dan ushul fiqih, (Bandung :
CitaPustaka Media Perintis, 2013),hal 94

15

menurut Zamakhsyari Hasballah, dan H.M. Hasballah Thaib, dalam bukunya teoriteori Hukum Islam dalam fiqh, dan Tafsir Tematik Al-Qur’an II.
Menurut Zamakhsyari Hasballah dalam bukunya berjudul Teori-teori hukum
Islam ‘Adl/menetapkan hukum dengan benar, jadi seorang yang adil adalah berjalan
lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda.
Persamaan itulah yang merupakan makna asal kata ‘adl,yang menjadikan pelakunya
“tidak berpihak” kepada salah seorang yang berselisih, dan pada dasarnya pula
seorang yang ‘adil berpihak kepada yang benar, karena baik yang benar maupun yang
salah sama-sama harus memperoleh haknya dalam menerima bagian warisan27
Sebagai pegangan bagi kita, dapat kita katakan bahwa defenisi adil
mempunyai 4 (empat ) arti yaitu28:
1. Adil dalam arti sama : artinya tidak membedakan antara yang satu dengan
yang lain sebagai contoh adalah, Hakim dipengadilan harus memandang
sama, menempatkan tempat yang sama antara penggugat dan tergugat.
Maksudnya penggugat dan tergugat memiliki hak yang sama. Firman Allah di
surat An-nisa’ayat 58, Yang artinya : “apabila kamu memutuskan perkara
diantara manusia, maka hendaklah kamu memutuskannya dengan adil”
2. Adil artinya seimbang dalam arti proporsional yaitu keadilan yang diperlikan
pada hukum waris islam. Misalnya hak anak laki-laki 2 x bahagian anak

27

Hasballah Thaib, Zamakhsyari Hasballah, Tafsir Tematik Al-Qur’an II, (Medan, Pustaka
bangsa, 2007),hal 245
28
Hasballah Thaib, Zamakhsyari Hasballah, Tafsir Tematik Al-Qur’an II, (Medan, Pustaka
bangsa, 2007),hal 245

16

perempuan karena tanggung jawab anak laki-laki lebih berat, karna anak lakilaki nantinya akan menjadi ayah, akan menjadi suami, tentu saja wajib
mengeluarkan harta lebih banyak disbanding anak perempuan yang akan
menjadi isteri atau ibu.
3. Adil dalam arti hak-hak individu artinya setiap orang memiliki haknya
masing-masing, atau dengan kata lain disebut menempatkan sesuatu pada
tempatnya.
4. Keadilan Allah yang tidak mampu akal manusia untuk memahaminya,
keadilan Allah pada hakikatnya merupakan rahmat dan kebaikannya 29.
Keadilandalam

kewarisan,

sebagaimana

dikemukakan

oleh

Hasanani

Muhammad Makhluf, ahli fiqih kontenporer asal mesir, bahwa islam mensyaratkan
aturan hukum yang adil karena menyangkut penetapan hak milik seseorang, yakni
hak yang harus dimiliki seseorang sebagai ahli waris dengan sebab meninggalnya
seseorang yang lain30.
MenurutRobert N. Bellah sebagai mana yang dikutip oleh Daud Rasyid,
mengakui bahwa masyarakat yang dibangun Nabi di Madinan adalah masyarakat
yang menegakkan keadilan dan menjadi masyarakat yang sangat demokratis untuk
masa dan zamannya31.

29

ibid, hal 246-248
Hasanain Muhammad al-Makhluf, Almawaris fi al-Syari’ah al-islamiyah, (Kairo : Daar alFadhilah, 2007), hal 125
31
DaudRasyid, Islam dalam berbagai dimensi, (Bandung : CiptaPustaka, 1998), hal 158
30

17

Keadilan dalam warisan tidak berarti membagi sama rata harta warisan
kepada semua ahli waris, tetapi berpihak kepada kebenaran sebagaimana yang telah
digariskan Allah dalam Al-Qur’an. Jika laki-laki memperoleh lebih banyak dari
perempuan ini terkait dengan tanggung jawab laki-laki yang lebih besar dari pada
perempuan untuk membiayai rumah tangganya. Jika menyimpang dari apa yang telah
digariskan dalam Al-Qur’an berarti pembagiannya telah dilakukan secara adil32.
2.

Konsepsi
Konsepsi berasal dari bahasa latin, yaitu conseptus memilik arti sebagai suatu

kegiatan atau proses cara berpikir, daya berpikir khususnya penalaran dan
pertimbangan. Karangka konsepsi merupakan alat yang dipakai oleh hukum
disamping yang lain-lain seperti asas dan standar.Sehingga kebutuhan untuk
membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya oleh
hukum33. Konsepsi digunakan juga untuk memberi pegangan pada proses penelitian,
oleh karena itu dalam rangka penelitian ini perlu dirumuskan serangkaian defenisi
agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran34.oleh karena itu, dalam penulisan tesis
ini dirangkaikan karangka konsepsi sebagia berikut :
1. Mengundurkan diri adalah salah seorang ahli waris yang menggurkan haknya
sebagai ahli waris dan menolak bagian dari harta warisan, tetapi bagiannya
tersebut dibagikan kepada ahli waris lainnya yang disebut dalam hukum Islam
adalah takharuj35.

32
Zamakhsyari, Teori-teori Hukum Islam Dalam Fiqih dan Ushul Fiqih(Bandung :
Citapustaka Media Perintis, 2013), hal 106-107
33
Satcipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung :Citra Adiya Bakti, 1996), hal 397
34
Masri Singarimbun,Metode Penelitian Survey, (Jakarta : LP3ES, 1999), hal 71
35
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam, (UUI Press Yogyakarta, 2001)hal 103

18

2. Hukum Islam adalah hukum syar’i, dalambanyak istilah disebut hukum syara’
atau hukum syari’at atau hukum syari’ah, dan oleh dalam masyarakat
Indonesia lebih dikenal sebagai hukum Islam adalah salah satu Sub sistem
hukum yang berlaku di Negara Indonesia dan menjadi unsur yang membentuk
(sumber bahan hukum) ssitem hukum nasionalindonesia36.
3. Warisan adalah berpindahnya hak dan kewajiban atas segala sesuatu baik
harta maupun tanggungan dari orang yang telah meninggal dunia kepada
keluarganya yang masih hidup37.
4. Bagian ahli waris adalah terdapat bagian tertentu bagian ahli waris dzawil
furudz(saham/bagian yang sudah ditentukan jumlahnya untuk ahli waris pada
harta peninggalan)38.
5. Harta peninggalan adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh seseorang yang
meninggal dunia, baik yang berbentuk benda (harta benda) dan hak-hak
kebendaan serta hak-hak yang bukan hak kebendaan39.
G. Metode Penelitian
1.

Spesifikasi Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa

dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.
Metodologi berarti sesuai dengan metode atau dengan cara tertentu, sistematis adalah

36
http://hukum-on.blogspot.com /2014/02/sistem-hukum-di-indonesia.html. diakse tanggal 4
maret 2014
37
http://contoh-dakwah-islam.blgspot.pengertian-warisan.diakses tanggal 19 maret 2014.
38
Ahmad Basyir, Hukum Waris, (Yogyakarta : UII Press Yogyakarta, 2001) hal, 148
39
Suhrawardi, Komis Simanjuntak, (Jakarta:Sinar Grafika,2004) hal 47

19

berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu40.
Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, artinya adalah akan
menganalisis dan memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek
penelitian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan41.
Penelitian ini menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisa terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan mengundurkan diri dalam menerima bagian
warisan menurut hukum Islam.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
dengan pendekatan yuridis normatiFdimana dilakukan pendekatan terhadap
permasalahan dengan mengkaji berbagai aspek hukum dengan mempelajari ketentuan
perundang-undangan,

buku-buku,

yuresprudensi

yang

berkaitan

dengan

permasalahan.
2.

Teknik Pengumpulan data
Penelitian dilakukan dengan melakukan penelaahan terhadap bahan pustaka

atau data sekunder berasal dari penelitian kepustakaan (Library Research) sebagai
berikut :
a. Bahan hukum Primer, yaitu bahan yang terdiri dari :
1.

Al-Qur’an dan Hadits

2.

Kompilasi Hukum Islam

40

Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta :UI Pres, 1986), hal 34
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif& Empiris,
(Yogyakarta : Pustaka Belanja, Cetakan I, 2010), hal 183
41

20

b. Bahan hukum

sekunder yaitu “semua bahan hukum yang merupakan

publikasi dokumen tidak resmi meliputi buku-buku dan karya ilmiah.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan informasi dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
misalnya kamus hukum, kamus fiqih, majalah, surat kabar, kamus bahas
Indonesia, internet, dan jurnal-jurnal.
3.

Alat pengumpulan Data
Alat-alat pengumpulan data diawali engan kegiatan penelusuran peraturan

perundang-undangan dan sumber hukum positif lain dari sistem hukum yang
dianggap relevan dengan pokok persoalan hukum yang sedang dihadapi42.
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang optimal dan dapat dibuktikan
kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya. Alat pengumpulan data
yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi :
a. Studi dokumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menghimpun data
dengan melakukan penelaahan bahan-bahan kepustakaan yang meliputi bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
b. Wawancara untuk menghimpun data dengan melakukan wawancara kepada
informan yang berhubungan dengan materi ini. Dalam melakukan penelitian
lapangan ini dipergunakan metode wawancara dengan menggunakan pedoman
wawancara (dept interview) secara langsung yaitu kepada : Masnidar dan

42

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) hal 109

21

Suhelmi (ahli waris yang mengundurkan diri dalam menerima bagian
warisan).
4.

Analisis Data
Puncak kegiatan pada siatu penelitian ilmiah hukum adalah menganalisa data

yang merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan43.
Analisis data dapat diartikan sebagai proses menganalisa, manfaatkan data
yang terkumpul untuk digunakan dalam pemecahan masalah penelitian. Dalam proses
pengolahan, analisis dan pemanfaatan data dalam penelitian ini menggunakan metode
kualitatif yaituprosedur penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif, yang
bersumber dari tulisan atau ungkapan dan tingkah laku yang dapat diobservasi dari
manusia44”
Mengingat sifat penelitian maupun objek penelitian ,maka semua data yang
diperoleh akan dianalisa secara kualitatif, yaitu dengan cara data yang telah
terkumpul dipisah-pisahkan menurut kategori masing-masing dan kemudian
ditarikkesimpulan dengan menggunakan metode deduktif.
Adapun tahap-tahap melakukan analisis secara kualitatif adalah45.
a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahn
yang diteliti.
b. Memilih kaidah-kaidah atau dokrin yang sesuai dengan peneliti.

43

Tampil Anshari Siregar, Metode Penelitian Hukum, ( Medan : Pustaka Bangsa Pres 2007),

104
44
45

Buhan Anshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta 2007), hal 16
Ibid

22

c. Mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, asas atau dokrin.
d. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau
dokrin yang ada.
e. Menarik kesimpulan dengan metode deduktif.

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Putusan Lembaga Adat Aceh Dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Warisan Di Kota Banda Aceh

6 89 155

Tinjauan Yuridis Atas Tanah Wakaf yang Dikuasai Nadzir (Studi Kasus di Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh)”

4 66 139

Kajian Morfologi Pemukiman Tepi Air Studi Kasus: Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai

1 80 139

KAJIAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN MUT’AH (KONTRAK) DAN AKIBAT HUKUMNYA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

0 9 16

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA Tinjauan Yuridis Tentang Perkawinan Anak Di Bawah Umur Dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo).

0 3 14

Analisis Yuridis Tentang Takharuj (Keluar) Dalam Menerima Bagian Warisan Dan Akibat Hukumnya Menurut Fikih Islam (Studi Kasus Di Kecamatan Lamprit Kota Banda Aceh)

1 3 13

Analisis Yuridis Tentang Takharuj (Keluar) Dalam Menerima Bagian Warisan Dan Akibat Hukumnya Menurut Fikih Islam (Studi Kasus Di Kecamatan Lamprit Kota Banda Aceh)

0 0 2

Analisis Yuridis Tentang Takharuj (Keluar) Dalam Menerima Bagian Warisan Dan Akibat Hukumnya Menurut Fikih Islam (Studi Kasus Di Kecamatan Lamprit Kota Banda Aceh)

1 9 44

Analisis Yuridis Tentang Takharuj (Keluar) Dalam Menerima Bagian Warisan Dan Akibat Hukumnya Menurut Fikih Islam (Studi Kasus Di Kecamatan Lamprit Kota Banda Aceh)

0 1 4

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN LEMBAGA ADAT ACEH DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN WARISAN DI KOTA BANDA ACEH TESIS

0 0 13