Kajian Morfologi Pemukiman Tepi Air Studi Kasus: Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai

(1)

KAJIAN MORFOLOGI PEMUKIMAN TEPI AIR

Studi Kasus: Kelurahan Kuala Silo Bestari dan

Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara

Kota Tanjungbalai

(Studi Kasus : Perumahan Namo Bintang)

TESIS

OLEH

MIRZAL

057020004/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KAJIAN MORFOLOGI PEMUKIMAN TEPI AIR

Studi Kasus: Kelurahan Kuala Silo Bestari dan

Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara

Kota Tanjungbalai

(Studi Kasus : Perumahan Namo Bintang)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Teknik dalam Program Studi Magister Teknik Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

MIRZAL

057020004/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : KAJIAN MORFOLOGI PEMUKIMAN TEPI AIR STUDI KASUS: KELURAHAN KUALA SILO BESTARI DAN KELURAHAN SEJAHTERA KECAMATAN TANJUNGBALAI UTARA

KOTA TANJUNGBALAI

Nama Mahasiwa : MIRZAL

Nomor Pokok : 057020004

Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR

Bidang Kekhususan : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch, PhD) Ketua

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc)

Dekan,

Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)

Tanggal Lulus: 09 Juni 2011


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal: 09 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof . Julaihi Wahid, B. Arch, M.Arch, PhD Anggota : 1. Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc

2. Wahyuni Zahrah, ST, MS 3. Hajar Suwantoro, ST, MT 4. R. Lisa Suryani, ST, MT


(5)

PERNYATAAN

KAJIAN MORFOLOGI PEMUKIMAN TEPI AIR

Studi Kasus: Kelurahan Kuala Silo Bestari dan

Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara

Kota Tanjungbalai

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini

dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2011

Mirzal 057020004


(6)

ABSTRAK

Kawasan sungai umumnya sangat menarik bagi pertumbuhan perumahan, terutama perumahan nelayan, yang ingin dekat dengan mata pencaharian mereka sebagai nelayan. Kota Tanjungbalai memiliki sungai besar yaitu Sungai Asahan dan Sungai Silau, sungai ini membelah Kota Tanjungbalai. Di sepanjang pinggiran/tepi Sungai Asahan berdirilah pemukiman-pemukiman penduduk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pemukiman tepi air, untuk mengetahui proses pertumbuhan pemukiman tepi air dan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air. Kondisi pemukiman sangat memprihatinkan, dengan infrastruktur yang terbatas dan tidak memenuhi standar. Kepadatan bangunan sangat tinggi serta kualitas bangunan sangat rendah. Keberadaan bangunan yang tepat berada di tepi sungai bahkan sudah tepat diatas air.

Lokasi penelitian adalah sepanjang Sungai Asahan dan Sungai Silau dengan mengelompokkan menjadi dua daerah penelitian yaitu untuk pola pemukiman linier atau grid dan pemukiman diatas air yang memiliki pola cluster dan tidak teratur dan organik. Masing-masing pola ini akan dianalisa satu dan lainnya terhadap kondisi morfologi, tipologi, kondisi/gambaran di lapangan dan kondisi prasarana di lokasi penelitian Jenis data dalam analisis ini adalah data-data primer maupun data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan mebggunakan metode observasi, kuisioner dan wawancara.

Hasil penelitian didapat bahwa pola pemukiman meliputi: rumah panggung tunggal (diatas badan sungai), rumah tunggal (di darat), rumah bertingkat (di darat) dan rumah panggung bertingkat (diatas badan sungai maupun sebagian di darat dan diatas badan sungai). Kelurahan Kuala Silo Bestari proses pertumbuhan pemukimannya mengikuti morfologi kearah air dengan pola pemukimannya mengarah ketengah sungai berbentuk piramid. Kelurahan Sejahtera proses pertumbuh an pemukimannya mengikuti morfologi selari dimana pola pemukiman terbentuk dan berkembang melalui topografi tepian sungai. Kelurahan Kuala Silo Bestari merupakan daerah pertemuan dua sungai (Sungai Silo dan Sungai Asahan), hal ini menyebabkan badan sungai lebih luas, sehingga mengakibatkan pertumbuhan pemukiman cenderung menuju badan sungai. Faktor lain adalah adanya kemudahan kepemilikan lahan, sarana penerangan dan sarana air bersih, kekerabatan yang erat antara dalam satu kelurahan serta kedekatan dengan pekerjaan warga sebagai nelayan. Kata kunci: Morfologi, Tepi air, Tepi Sungai


(7)

ABSTRACT

An area which is close to the river usuakky has special atraction to housing development, especially housing for fisherman; they need to be close to the river since they live on fishing. Tanjung Balai has two big rivers – The Asahan Rivers and the Silau Rivers which split the town. There are many settlements along the River banks of the Asahan River. The aim of the reseach who the know the pattern of river bank settlements, the process of the settlement development, and the causing factors of the decelopment of the river-bank settlemnets. The conditions of the settlement is very alarming since the infrastructures are very limited and do not meet the standart. The housing density is high and the quality of the houses is bad. Some of the houses are even located on the river.

The location of the research was aling the river banks of the Asahan River and the Silau River by dividing the target area into two groups: the pattern of linear or grid settlement and the cluster and irregular or organic pattern of the river settlement. Each pattern would be analyzed in its morphology, typology, condition/description of the target area, and condition of the infrastructures at the target area. The type of the data which were analyzed was the primary and secondary data. The technique of collecting the data was by using observation method, questionnaires, and interview.

The result of the research showed that the pattern of the settlements comprised single houses built on stilts (on the rivers), single houses (on the land), story houses (on the land), and houses built on stilts (some part of them are on the river, and some others are on the land and on the river). In Kuala Silau Bestari village, the process of the settlement development followed the morphology toward the river with the settlement pattern toward the middle of the river in the farm of pyramid. In Sejahtera village, the process of the settlemet pattern followed the selari morphology where the settlement pattern was formed and developed through the topography og the river banks. Kuala Silo Bestari constitutes the intersection of two rivers (the Silo River and the Asahan River); this condition causes the river bed to become larger so that the settlement growth tends to be directed toward the river. Some factors which cause the people to build their houses on the river banks are as follows: the easiness to obtain land facility, light facility, piped water facility, close kinship among the people in one village, and work facility as fishermen.


(8)

KATA PENGANTAR

...

ﻢﻴﺣ

ﺭﻟﺍ

ﻥﻣﺣﺭﻟﺍ

ﻟﻠ

ﻡﺳﺑ

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan berkat-Nya yang penulis rasakan dalam mengikuti pendidikan Program Studi Magister Teknik Arsitektur Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota Universitas Sumatera Utara, sehingga sampai penelitaian dan penulisan tesis ini dapat di selesaikan. Penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan Mata Kuliah PPs – 669 Tesis pada program studi.

Dalam kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang tulus kepada Bapak Prof. Julaihi Wahid, Dipl. Arch., B. Arch., M. Arch., PhD, sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc., sebagai anggota komisi pembimbing dan sebagai Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Kota Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dan literatur serta dukungan moril yang sangat besar artinya bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, MSc, Sp.A (K), sebagai rektor Universitas Sumatera Utara Medan. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME, sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. H. Sutrisno Hadi SpOG, sebagai Walikota Tanjungbalai yang telah memberikan izin penulis untuk mengikuti pendidikan magister.


(9)

Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan antara lain Ibu Beny Octofryana Yousca Marpaung, ST., MT., PhD. selaku Sekretaris Program Studi Magister Teknik Arsitektur, Bapak Achmad Delianur Nasution, ST., MT., IAI selaku koordinator Manajemen Pembangunan Kota, Bapak/Ibu staf pengajar dan staf Administrasi pada Program Studi Manajemen Pembangunan Kota Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara.

Keluarga tercinta kedua orangtua (Alm. dan Almh.), istri saya Yusnita, anak-anak saya (Rahmi Eka Yani, Muhammad Alfharisi dan Abdul Hafiz) yang tak hentinya mendoakan dan mendorong untuk penyelesaian thesis ini

Rekan-rekan seperjuangan di Program Studi Teknik Arsitektur Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota dan semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu tetapi telah banyak memberikan bantuan dan dukungan moril kepada penulis. Semoga Allah SWT membalas semua amal baik saudara.

Medan, Juli 2011 Penyusun


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A.DATA PRIBADI

Nama : Mirzal

Tempat/Tanggal Lahir : Maninjau/10 Desember 1958

Alamat : Jl. Mekar 1 No. 4 Perumnas Sijambi Tanjungbalai

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

B.RIWAYAT PENDIDIKAN

SD Negeri 8 Dumai (tamat tahun 1971) ST Negeri 1 Bukittinggi (tamat tahun 1974) STM Negeri Bukittinggi (tamat tahun 1977)

D III Politeknik PU Universitas Diponegoro Semarang (tamat tahun 1984) Sarjan Teknik Sipil Universitas Amir Hamzah Medan (tamat tahun 1992)

C.RIWAYAT PEKERJAAN


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Penelitian ... 5

1.3 Rumusan Penelitian ... 5

1.4 Lingkup Penelitian ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 6

1.6 Manfaat Penelitian ... 6

1.7 Kerangka Pemikiran ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pemukiman Tepi Air ... 8

2.2 Garis Sempadan Sungai ... 12

2.3 Peranan Sungai Perkotaan ... 14

2.4 Klassifikasi Kawasan Sekitar Aliran Sungai ... 16


(12)

2.6 Morpologi Pemukiman Tepi Sungai ... 21

BAB III METODE PENELITIAN... 28

3.1 Lokasi Penelitian ... 28

3.2 Populasi dan Sampel ... 28

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 31

3.4 Metode Analisa Data ... 33

BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 34

4.1 Gambaran Umum Kota Tanjungbalai ... 34

4.2 Tinjauan Lokasi Penelitian ... 36

4.3 Terbentuknya Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 38

4.3.1 Kondisi lokasi pemukiman ... 42

4.3.2 Kondisi fisik bangunan ... 44

4.3.3 Tipe rumah ... 47

4.3.4 Sarana penghubung ... 49

4.4 Terbentuknya Kelurahan Sejahtera ... 51

4.4.1 Kondisi lokasi pemukiman ... 52

4.4.2 Kondisi fisik bangunan ... 54

4.4.3 Tipe rumah .. ... 57

4.4.4 Sarana penghubung ... 59

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 61

5.1 Umum ... 61

5.2 Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 61


(13)

5.2.2 Tipologi pemukiman ... 68

5.2.3 Tipologi rumah di dalam garis sempadan ... 68

5.2.4 Tipologi rumah di area badan sungai ... 73

5.2.5 Analisa tipologi pemukiman ... 76

5.2.6 Morfologi pemukiman tepi sungai ... 80

5.2.7 Morfologi pola linier ... 83

5.2.8 Analisa morfologi pemukiman ... 85

5.3 Kelurahan Sejahtera ... 87

5.3.1 Karakteristik responden ... 87

5.3.2 Tipologi pemukiman ... 93

5.3.3 Analisa tipologi pemukiman ... 97

BAB VI ANALISIS... ... .... 100

6.1 Metode Analisis ... 100

6.2 Karakteristik Responden ... 100

6.3 Tipologi Pemukiman ... 102

6.4 Morfologi Pemukiman ... 111

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN... 114

7.1 Kesimpulan ... 114

7.2 Saran ... 116

7.3 Rekomendasi ... 116


(14)

Daftar Gambar

Nomor Judul Halaman

1.1 Kerangka Pemikiran ... 7

2.1 Potongan Melintang Sungai ... 13

2.2 Bentuk Pemukiman Tepi Air ... 20

2.3 Morpologi ke Arah Daratan ... 22

2.4 Morpologi ke Arah Air ... 22

2.5 Morpologi ke Arah Selari ... 25

2.6 Morpologi di Atas Air ... 25

2.7 Morpologi Muka Muara ... 27

4.1 Peta Sumatera Utara ... 35

4.2 Peta Kota Tanjungbalai .. ... 36

4.3 Peta Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 47

4.4 Foto Udara Kota Tanjungbalai, 1930 ... ... 39

4.5 Pelabuhan Kota Tanjungbalai pada Masa Hindia Belanda ... 39

4.6 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1958 ... 41

4.7 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1966 ... 41 4.8 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1980 ... 41

4.9 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1990 ... 42


(15)

4.10 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari

Tahun 2000 ... 42

4.11 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 2010 ... 43

4.12 Bentuk Konstruksi Bangunan Rumah Tepi Sungai Asahan Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 46

4.13 Bentuk Ruang di Dalam Rumah Panggung Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 46

4.14 Tipe Rumah di Daratan Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 48

4.15 Tipe Rumah yang Berfungsi Sebagai Tempat Tinggal dan Usaha ... 48

4.16 Tipe Rumah Berkelompok di Tepi Sungai Asahan... 49

4.17 Sarana Jalan di Daratan di Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 50

4.18 Sarana Jalan di Atas Badan Sungai Asahan Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 50

4.19 Peta Kelurahan Sejahtera ... 52

4.20 Rumah Panggung Akibat Penimbunan Kelurahan Sejahtera ... 53

4.21 Bentuk Konstruksi Bangunan Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahterah 55

4.22 Bentuk Pondasi Bangunan Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ... 56

4.23 Tanggul Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ... 56

4.24 Kondisi Lingkungan Kelurahan Sejahtera ... 57

4.25 Rumah Tipe Tunggal Di Darat Kelurahan Sejahtera ... 58

4.26 Rumah Tipe Bertingkat Di Darat Kelurahan Sejahtera ... 58

4.27 Tipe Rumah Tunggal Di Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ... 59

4.28 Tipe Rumah Bertingkat Di Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ... 59


(16)

4.30 Sarana Jalan Menuju Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ... 60

5.1 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ... 62

5.2 Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur ... 62

5.3 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan... 62

5.4 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pengeluaran ... 63

5.5 Responden dengan Tingkat Pengeluaran Rendah ... 64

5.6 Responden dengan Tingkat Pengeluaran Tinggi... 64

5.7 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan ... 65

5.8 Karakteristik Responden Menurut Alasan Bermukim ... 66

5.9 Pekerjaan Responden Sebagai Nelayan ... 67

5.10 Kegiatan Sosial Responden ... 68

5.11 Peta Garis Sempadan Tepi Sungai Asahan ... 70

5.12 Tipe Rumah Bertingkat di Dalam Garis Sempadan ... 71

5.13 Tipe Rumah Deret di Dalam Garis Sempadan ... 71

5.14 Karakteristik Responden Menurut Lamanya Bermukim ... 72

5.15 Tipe Rumah Panggung di Atas Badan Sungai ... 73

5.16 Tipe Rumah Panggung di Darat ... 74

5.17 Karakteristik Bangunan Rumah Responden Menurut Jenis Bangunan . 74 5.18 Rumah Panggung Kayu di Atas Air ... 75

5.19 Rumah Permanen di Daratan ... 75

5.20 Karakteristik Rumah Responden Menurut Lokasi ... 76

5.21 Tipe Rumah Tunggal Dengan Batas Pagar ... 77


(17)

5.23 Kerapatan Bangunan Cukup Tinggi ... 78

5.24 Dinding Rumah Berbatasan Langsung dengan Jalan ... 78

5.25 Rumah Saling Berkelompok ... 80

5.26 Batas Rumah Berupa Jalan Titian ... 80

5.27 Karakteristik Rumah Responden Menurut Luas Lahan ... 82

5.28 Karakteristik Rumah Responden Menurut Luas Bangunan ... 82

5.29 Peran Sungai yang Multifungsi ... 83

5.30 Morpologi Pemukiman Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 84

5.31 Ruang Sosial ... 85

5.32 Pola Linier Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 86

5.33 Pola Cluster Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 86

5.34 Pola Linier Membelakangi Sungai Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 86

5.35 Pola Cluster didalam Sungai Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 87

5.36 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ... 88

5.37 Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur ... 88

5.38 Karakteristik Responden Menurut Pendidikan ... 89

5.39 Karakteristik Responden Menurut Pengeluaran ... 89

5.40 Responden dengan Tingkat Pengeluaran Rendah ... 90

5.41 Responden dengan Tingkat Pengeluaran Tinggi ... 90

5.42 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan ... 91

5.43 Karakteristik Responden Menurut Alasan Bermukim ... 91


(18)

5.45 Kegiatan Sosial Responden ... 93

5.46 SD Negeri Kelurahan Sejahtera ... 94

5.47 MCK di Dalam Sungai Silau ... 94

5.48 Karakteristik Bangunan Rumah Responden Menurut Jenis Bangunan . 95 5.49 Karakteristik Rumah Responden Menurut Lokasi ... 96

5.50 Rumah Panggung Kayu di Atas Air ... 96

5.51 Rumah Permanen di Tepi Sungai Silau ... 96

5.52 Tipe Rumah Tunggal dengan Batas Pagar ... 98

5.53 Tipe Rumah Tunggal Berfungsi Ganda (Tempat Usaha) ... 98

5.54 Kerapatan Bangunan Cukup Tinggi ... 98

6.1 Morfologi Pemukiman Arah Ke Air Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 112


(19)

Daftar Tabel

Nomor Judul Halaman

3.1 Data Jumlah Unit Rumah ... 31

4.1 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kota Tanjungbalai ... 36

4.2 Luas, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Tanjungbalai …….. ... 38

5.1 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Lokasinya Kelurahan Kuala Silo Bestari ... 76

5.2 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Bentuknya ... 79

5.3 Analisa Morfologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Pola/Bentuknya … 85 5.4 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Lokasinya Kelurahan Sejahtera ... 97

5.5 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Bentuknya ... 69

6.1 Analisa Perbandingan Karakteristik Responden ... 99

6.2 Analisa Perbandingan Bentuk dan Lokasi Rumah ... 101


(20)

ABSTRAK

Kawasan sungai umumnya sangat menarik bagi pertumbuhan perumahan, terutama perumahan nelayan, yang ingin dekat dengan mata pencaharian mereka sebagai nelayan. Kota Tanjungbalai memiliki sungai besar yaitu Sungai Asahan dan Sungai Silau, sungai ini membelah Kota Tanjungbalai. Di sepanjang pinggiran/tepi Sungai Asahan berdirilah pemukiman-pemukiman penduduk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pemukiman tepi air, untuk mengetahui proses pertumbuhan pemukiman tepi air dan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air. Kondisi pemukiman sangat memprihatinkan, dengan infrastruktur yang terbatas dan tidak memenuhi standar. Kepadatan bangunan sangat tinggi serta kualitas bangunan sangat rendah. Keberadaan bangunan yang tepat berada di tepi sungai bahkan sudah tepat diatas air.

Lokasi penelitian adalah sepanjang Sungai Asahan dan Sungai Silau dengan mengelompokkan menjadi dua daerah penelitian yaitu untuk pola pemukiman linier atau grid dan pemukiman diatas air yang memiliki pola cluster dan tidak teratur dan organik. Masing-masing pola ini akan dianalisa satu dan lainnya terhadap kondisi morfologi, tipologi, kondisi/gambaran di lapangan dan kondisi prasarana di lokasi penelitian Jenis data dalam analisis ini adalah data-data primer maupun data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan mebggunakan metode observasi, kuisioner dan wawancara.

Hasil penelitian didapat bahwa pola pemukiman meliputi: rumah panggung tunggal (diatas badan sungai), rumah tunggal (di darat), rumah bertingkat (di darat) dan rumah panggung bertingkat (diatas badan sungai maupun sebagian di darat dan diatas badan sungai). Kelurahan Kuala Silo Bestari proses pertumbuhan pemukimannya mengikuti morfologi kearah air dengan pola pemukimannya mengarah ketengah sungai berbentuk piramid. Kelurahan Sejahtera proses pertumbuh an pemukimannya mengikuti morfologi selari dimana pola pemukiman terbentuk dan berkembang melalui topografi tepian sungai. Kelurahan Kuala Silo Bestari merupakan daerah pertemuan dua sungai (Sungai Silo dan Sungai Asahan), hal ini menyebabkan badan sungai lebih luas, sehingga mengakibatkan pertumbuhan pemukiman cenderung menuju badan sungai. Faktor lain adalah adanya kemudahan kepemilikan lahan, sarana penerangan dan sarana air bersih, kekerabatan yang erat antara dalam satu kelurahan serta kedekatan dengan pekerjaan warga sebagai nelayan. Kata kunci: Morfologi, Tepi air, Tepi Sungai


(21)

ABSTRACT

An area which is close to the river usuakky has special atraction to housing development, especially housing for fisherman; they need to be close to the river since they live on fishing. Tanjung Balai has two big rivers – The Asahan Rivers and the Silau Rivers which split the town. There are many settlements along the River banks of the Asahan River. The aim of the reseach who the know the pattern of river bank settlements, the process of the settlement development, and the causing factors of the decelopment of the river-bank settlemnets. The conditions of the settlement is very alarming since the infrastructures are very limited and do not meet the standart. The housing density is high and the quality of the houses is bad. Some of the houses are even located on the river.

The location of the research was aling the river banks of the Asahan River and the Silau River by dividing the target area into two groups: the pattern of linear or grid settlement and the cluster and irregular or organic pattern of the river settlement. Each pattern would be analyzed in its morphology, typology, condition/description of the target area, and condition of the infrastructures at the target area. The type of the data which were analyzed was the primary and secondary data. The technique of collecting the data was by using observation method, questionnaires, and interview.

The result of the research showed that the pattern of the settlements comprised single houses built on stilts (on the rivers), single houses (on the land), story houses (on the land), and houses built on stilts (some part of them are on the river, and some others are on the land and on the river). In Kuala Silau Bestari village, the process of the settlement development followed the morphology toward the river with the settlement pattern toward the middle of the river in the farm of pyramid. In Sejahtera village, the process of the settlemet pattern followed the selari morphology where the settlement pattern was formed and developed through the topography og the river banks. Kuala Silo Bestari constitutes the intersection of two rivers (the Silo River and the Asahan River); this condition causes the river bed to become larger so that the settlement growth tends to be directed toward the river. Some factors which cause the people to build their houses on the river banks are as follows: the easiness to obtain land facility, light facility, piped water facility, close kinship among the people in one village, and work facility as fishermen.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di Indonesia sebenarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi bagian dari jalur perdagangan internasional (Suprijanto 2003). Dari sisi geografis, banyak kota–kota di Indonesia berlokasi di daerah pantai, dataran rendah maupun dataran tinggi (pegunungan), seperti Kota Palembang (Sumatera Selatan) terletak di tepi Sungai Musi, Kota Banjarmasin (Kalimantan Selatan) terletak di tepi Sungai Kuin dan Sungai Barito dan banyak lagi kota–kota yang lainnya. Dari itu duapertiga bagian wilayahnya adalah perairan, menjadikan Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia, hal tersebut menjadikan pula beberapa bagian wilayah di Indonesia merupakan kawasan pesisir atau tepi air.

Kawasan tepi pantai adalah termasuk kawasan tepi air, seperti halnya kawasan tepi sungai/laut dan kawasan tepi danau. Namun kawasan tepi sungai memiliki beberapa kelebihan, terutama berkaitan dengan fungsi dan aksessibilitas yang lebih strategis. Apabila ditinjau dari sejarah kelautan, bangsa Indonesia sudah sejak berabad-abad yang lalu dikenal dengan kehidupan baharinya, dengan memfungsikan kota pantai menjadi pusat-pusat perdagangan melalui jalur transportasi laut.

Kawasan sungai umumnya sangat menarik bagi pertumbuhan perumahan, terutama perumahan nelayan, yang ingin dekat dengan mata pencaharian mereka sebagai penangkap ikan di laut. Umumnya perumahan nelayan ini dibangun


(23)

seadanya, sehingga tumbuh usaha-usaha reklamasi pantai yang tidak terkendali, berebut dengan pihak swasta yang bermodal besar.

Pada perkembangan selanjutnya kawasan tepi sungai menjadi tempat yang menarik untuk pemukiman, gejala tersebut dapat terjadi karena berbagai alasan, antara lain: merupakan kawasan alternatif pemukiman kota bagi kaum urbanis. Secara empiris daerah bantaran sungai di kota senantiasa digunakan terutama oleh masyarakat miskin kota sebagai tempat tinggal. Kondisi tersebut menyebabkan tingginya laju pertumbuhan perkotaan, dimana kawasan tepi sungai cenderung tumbuh lebih cepat, baik secara demografis maupun ekonomi.

Besarnya daya tarik kota, dimana terbukanya lapangan untuk pekerjaan dengan tenaga tidak terampil (informal) merupakan satu diantara tingginya arus urbanisasi. Lahan untuk perumahan semakin sulit didapat dan semakin mahal di luar jangkauan sebahagian anggota masyarakat, karena pendapatan sebagian penduduk di negara-negara berkembang seperti Indonesia begitu rendah, sehingga setelah dipakai untuk membayang makan, pakaian, keperluan sehari-hari dan lain-lain, hanya sedikit sekali yang tersisa untuk keperluan rumah. Sementara itu harga rumah terus meningkat sehingga pendapatan penduduk semakin jauh dibawah harga rumah yang termurah sekalipun (Panudju, B. 1999).

Fasilitas hunian merupakan kebutuhan yang sangat mendasar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi penduduk, sedangkan perumahan merupakan indikator dari kemampuan suatu pemerintah dalam memenuhi salah satu kebutuhan pokok penduduknya (Budihardjo, E. dan Sudanti H, 1993). Akibat adanya bangunan pada bantaran-bantaran sungai ini, maka kegiatan aktifitas manusia penghuni


(24)

bangunan tersebut tidak terelakkan menjadi perusak tata guna lahan dan sungai, seperti semrawutnya tata letak perumahan,sampah-sampah yang dibuang ke badan sungai yang mengakibatkan kedalaman terganggu, terjadi pendangkalan sungai dan erosi, alur sungai menjadi berubah sehingga keruntuhan tebing terjadi dan manfaat sungai sebagai sumber air bersih dan sumber ikan bagi manusia menjadi hilang (Firdaus, 2000).

Dilihat dari Undang-undang No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa penataan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tata ruang terencana,dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan sosial, interaksi antar lingkungan, tahapan dan pengelolaan pembangunan,serta pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumberdaya manusia yang ada dan tersedia, dengan selalu mendasarkan pada satu kesatuan wilayah nasional dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran.

Bantaran sungai sangat memungkinkan untuk dilakukan penataan ruang dan dengan memperhatikan fungsi sebagai penyangga ekologi, sosial dan ekonomi sebab perkembangan ekonomi dapat diasosiasikan dengan masalah lingkungan yang muncul pada bantaran sungai itu sendiri. Beberapa masalah tersebut berhubungan dengan urbanisasi, perubahan yang cepat dalam menggunakan lahan sehingga terjadi pengurangan ruang terbuka hijau, juga ketidak seimbangan suplai air, banjir, erosi tanah, sedimentasi sungai dan lain-lain (Al Mamun et al,1999).

Kesalahan yang selalu terjadi dan juga sering dijumpai dalam perencanaan tata ruang wilayah adalah penetapan kawasan pemukiman atau pusat perkembangan justru di daerah-daerah rawan longsor dan banjir. Terlebih lagi perkembangan tata


(25)

wilayah juga sering tidak bisa dikendalikan yang mengarah ke daerah banjir, bahkan konsep masterplan drainase yang sekarang dianut di seluruh Indonesia alah drainase yang dapat mendatangkan banjir yakni konsep drainase yang secepatnya mengalirkan kelebihan air ke sungai, sehingga sungai tidak mampu menampung air tersebut dan akibatnya akan meluap (Maryono, A. 2003).

Salah satu kota tepi air adalah kota Tanjungbalai, yang merupakan salah satu kota yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara yang memiliki sungai besar yaitu Sungai Asahan dan Sungai Silau, sungai ini membelah Kota Tanjungbalai. Secara spesifik Sungai Asahan tersebut bermuara ke Selat Malaka, sebab Kota Tanjungbalai berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Di sepanjang pinggiran/tepi Sungai Asahan berdirilah pemukiman penduduk. Bentuk dari pemukiman-pemukiman ini bermacam-macam, seperti halnya mengikuti tepian sungai dan ada juga membesar ke badan sungai. Pemukiman ini sudah ada sejak tahun 1950 sampai sekarang.

Di tepi kedua sungai ini, banyak terdapat pemukiman-pemukiman, diantaranya pemukiman di Kelurahan Kuala Silo Bestari yang pemukimannya mengarah ke tengah sungai Asahan lapis demi lapis. Hampir setengah badan Sungai Asahan ini ditumbuhi oleh rumah-rumah panggung dibuat dari kayu dengan konstruksi seadanya. Beberapa dari rumah–rumah ini bangunannya sudah mulai lapuk dan miring termasuk di Kelurahan Sejahtera. Inilah yang menjadi alasan dalam pemilihan lokasi penelitian. Semua permasalahan yang telah disebutkan terdapat dalam lokasi ini.


(26)

1.2 Identifikasi Penelitian

Kawasan pemukiman tepi sungai, bentuk pemukimannya sangat dipengaruhi oleh air pasang surut permukaan sungai. Secara geografis Kota Tanjungbalai terletak pada ketinggian rata-rata 0 – 3 meter diatas permukaan laut. Kondisi ini merupakan daratan yang relatif datar, sehingga sebagian pemukiman yang berada ditepi sungai akan tergenang apabila terjadinya air pasang sungai. Adanya pengikisan tepi sungai (abrasi) dan sedimentasi menyebabkan batas daratan dan garis pantai tidak dapat dibedakan lagi. Hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dan bentuk bangunan yang berada dalam kawasan tersebut.

Kondisi pemukiman tepi Sungai Asahan ini khususnya di Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai sangat memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan infrastruktur yang terbatas dan tidak memenuhi standar kriteria yang telah ditetapkan pemerintah. Kepadatan bangunan sangat tinggi serta kualitas bangunan sangat rendah. Keberadaan bangunan yang tepat berada di tepi sungai bahkan sudah tepat di atas air.

1.3 Rumusan Penelitian

Berdasarkan hal diatas dapat dirinci permasalahan yang ada di lokasi penelitian yaitu bagaimana pola permukiman, proses pertumbuhan dan faktor-faktor penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air di Sungai Asahan Tanjungbalai untuk kedua lokasi penelitian.


(27)

1.4 Lingkup Penelitian

Dalam penulisan tesis ini kajian morfologi pemukiman tepi sungai hanya meneliti pada Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai. Kedua Lokasi ini tepat berada di bibir sungai dan pemukiman sudah melewati garis sempadan sungai menuju ke arah tengah sungai.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas maka tujuan Kajian Morfologi Pemukiman Tepi Air sungai Asahan adalah untuk mengetahui pola pemukiman tepi air, mengetahui proses pertumbuhan pemukiman tepi air, mengetahui faktor-faktor penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air.

1.6 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian mengenai kajian ini diharapkan akan bermanfaat baik untuk bidang akademis maupun untuk pemerintah terutama pemerintah Tanjungbalai. Penelitian ini merupakan suatu bagian dari proses penataan ruang secara keseluruhan dan juga sebagai masukan bagi pengelola kota/pengambil keputusan untuk menentukan pola kebijakan pengadaan pemukiman. Sebagai manfaat akademis/ilmu pengetahuan penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan dan acuan mengenai morfologi pemukiman di tepi sungai.


(28)

1.7 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang yaitu pesatnya pertumbuhan pemukiman, adanya pemanfaatan badan sungai sebagai lahan pemukiman dan permasalahan pemukiman yang tumbuh organik sepanjang pada lokasi penelitian, sehingga permasalahan yang ada menjadi begitu kompleks. Untuk memudahkan penuliasan penelitian ini dirancang suatu kerangka pemikiran seperti terlihat pada gambar 1.1.

PERMASALAHAN

1. Pemukiman yang tidak teratur dengan kepadatan bangunan yang tingi 2. Berkembangnya pemukiman disepanjang Sungai Silau dan Sungai Asahan 3. Mengapa terjadi pemukiman di tepi Sungai Silau dan Sungai Asahan?

TUJUAN

1.Untuk mengetahui pola pemukiman tepi air

2.Untuk mengetahui proses pertumbuhan pemukiman tepi air 3.Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pertumbuhan

pemukiman tepi air

Pengolahan Data

Kesimpulan LATAR BELAKANG 1. Pesatnya pertumbuhan pemukiman di tepi Sungai Asahan

2. Kelurahan Kuala Silo Bestari yang pemukimannya mengarah ke tengah Sungai Asahan lapis demi lapis.

3. Badan Sungai Asahan ditumbuhi oleh rumah panggung

4. Pemukiman Kelurahan Sejahtera berada didalam garis sempadan Sungai Silau

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Tinjauan Khusus Tinjauan Umum

1. Pemukiman tepi sungai 2. Garis Sempadan sungai 3. Tipologi pemukiman tepi sungai 4. Morfologi pemukiman tepi sungai

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI 1. Kota Tanjungbalai

2. Kecamatan Tanjungbalai Utara 3. Kelurahan Kuala Silo Bestari 4. Kelurahan Sejahtera


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemukiman Tepi Air

Pemukiman adalah produk budaya juga ruang tempat manusia berbudaya itu sendiri, yang terus berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya kebudayaan. Pemukiman akan dengan sendirinya berkembang secara berkelanjutan selama kehidupan manusia berkembang. Pemukiman tepi sungai adalah pemukiman organis/spontan meskipun pada akhirnya secara spasial pemukiman tersebut memunculkan pembentuk lingkungannya sendiri (Budiharjo E., 1993).

Pola penyediaan perumahan/pemukiman menurut Turner dalam Yunus (1976) secara garis besar perumahan dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

a. Housing for people, dimana penyediaan perumahan untuk masyarakat

dilakukan oleh badan pemerintah atau lembaga yang ditunjuk dan diawasi oleh pemerintah. Pada kasus di kawasan tepi sungai khususnya Indonesia pola penyediaan permukiman ini tidak pernah dilakukan.

b. Housing by people, dimana penyediaan perumahan untuk masyarakat

dilakukan sendiri oleh masyarakat tersebut secara individual maupun kelompok. Pada kasus di kawasan tepi sungai khususnya Indonesia pola penyediaan permukiman ini dilakukan bahkan tanpa pengawasan pemerintah dan penentu kebijakan lainnya.

Menurut Suprijanto I (2003) secara garis besar karakteristik umum permukiman tepi sungai antara lain:


(30)

a. Karena belum adanya panduan penataan permukiman yang baku, kawasan permukiman di atas air cenderung rapat dan kumuh.

b. Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi tradisional konvensional seperti rumah-rumah kayu dengan struktur sederhana.

c. Karakteristik penduduk tergolong ekonomi lemah terbelakang, dengan pendidikan yang relatif terbatas sehingga pengetahuan akan perumahan sehat cenderung masih kurang.

d. Dampak dari kondisi diatas terjadi kecenderungan akan berbagai kebiasaan tidak sadar lingkungan seperti: sifat mengotori dan mencemari sumber-sumber air, mencemari lingkungan yang berpengaruh terhadap air permukaan, dan memungkinkan penyebaran penyakit melalui pembuangan air limbah, Terbatasnya teknologi terapan untuk penanganan masalah-masalah di atas seperti system pembuangan air limbah, sampah pengelolaan air bersih .

Pembangunan perumahan/pemukiman yang sedemikian pesatnya menyebabkan banyak pertumbuhan pemukiman yang tidak teratur dan terencana dengan baik. Rumah berperan sangat penting dalam kehidupan manusia. Rumah menjadi tempat dimana nilai-nilai sebuah keluarga berlangsung, menjadi ruang dimana manusia mengekspresikan cara melakoni kehidupan, berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang-orang terdekatnya. Rumah juga dijadikan alat untuk menampilkan citra dimana nilai norma dan tradisi lebih berpengaruh dalam citra, bentuk dan ruangnya (Rapoport, A. 1969).


(31)

Sinulingga B (1999), mengemukakan di dalam setiap rencana kota terlihat bahwa penggunaan lahan untuk pemukiman mengambil bagian yang paling besar untuk pemukiman. Untuk menjadikan pemukiman menjadi suatu kawasan yang utuh dibutuhkan beberapa komponen didalamnya seperti:

a. Adanya lahan atau tanah untuk peruntukannya dimana harga dari satuan rumah sangat berpengaruh terhadap lokasi pemukiman itu sendiri.

b. Adanya sarana dan prasarana pemukiman seperti jalan lokal, saluran drainase, saluran air kotor, saluran air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon. Sarana dan prasarana ini akan menunjang kualitas dari pemukiman

c. Adanya perumahan (tempat tinggal yang dibangun) dalam kawasan pemukiman

d. Adanya fasilitas umum dan fasilitas sosial didalamnya seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, lapangan bermain dan lain-lain.

Pada umumnya masalah perumahan di kawasan perkotaan terjadi karena: a. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi baik berasal dari pertumbuhan

alamiah maupun terjadi akibat arus urbanisasi.

b. Mahalnya pembangunan rumah di kota ditunjang dengan keterbatasan lahan.

c. Rendahnya kemampuan penduduk untuk tinggal dikawasan pemukiman layak huni karena keterbatasan kondisi ekonomi.


(32)

d. Keterbatasan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat terutama masyarakat ekonomi bawah.

Dalam tulisan Rapoport, A. (1969) dinyatakan, dalam suatu pemukiman terjadi hubungan antar manusia dengan manusia, dengan alam, serta manusia dengan penciptanya. Perbedaan gaya hidup dan sistim nilai yang dianut suatau masyarakat, berpengaruh besar terhadap bagaimana masyarakat itu membentuk lingkungannya. Faktor yang berperan dalam pengambilan keputusan mengenai bentuk dan pola suatu rumah meliputi faktor kultur, religi dan perilaku. Sedangkan rumah menunjukkan fungsi tertentu yaitu fungsi pertama rumah menunjukkan tempat tinggal, fungsi kedua rumah merupakan mediasi antara manusia dan dunia, fungsi ketiga, rumah merupakan arsenal, dimana manusia mendapat kekuatannya kembali.

Pemukiman memiliki banyak bentuk yang khas sesuai dengan kekuatan non fisik yang tumbuh dalam masyarakatnya, antara lain berupa sistim sosial budaya, pemerintahan, tingkat pendidikan serta teknologi yang akan memberi kontribusi fisik lingkungan, Koentjaraningrat (1977) dalam Yudohusodo. Juga menurut Koentjaraningrat (1985) dalam Yudohusodo, perumahan dan pemukiman (rumah dan lingkungannya) sebagai ujud fisik kebudayaan (physical culture) merupakan hasil dari kompleks gagasan suatu sistim budaya yang tercermin pada pola aktifitas sosial masyarakat. Sejalan dengan pendapat Rapoport, A. (1969), bahwa arsitektur terbentuk dari tradisi masyarakat (fork traditional) merupakan bangunan yang mencerminkan secara langsung budaya masyarakat, nilai-nilai yang dianut, kebiasaan-kebiasaan, serta keinginan-keinginan masyarakat.


(33)

Adapun terbentuknya suatu pemukiman didasarkan pada beberapa faktor yang dianggap dominan dalam menentukan terciptanya suatu lingkungan pemukiman. Pemukiman yang standar (layak huni) maupun tidak memenuhi standar muncul akibat adanya berbagai faktor yang timbul dari kemampuan masyarakat itu sendiri. Mau tidak mau, masyarakat akan membentuk suatu komunitas dan tinggal di daerah– daerah jalur hijau dan bantaran sungai, rel kereta api dan juga lahan–lahan kosong yang tidak bertuan

Kelompok masyarakat yang bermukim pada suatu tempat atau ruang bukanlah merupakan komunitas jika tidak ada keterkaitan hubungan diantara mereka yang bisa terjadi secara sosial, budaya maupun ekonomi, menurut Tetuko (2001) dalam Dhenov mengatakan bahwa komunitas memiliki makna dalam tiga hal yaitu suatu kelompok yang memiliki ruang tertentu, suatu kelompok yang mempunyai sifat sama, suatu kelompok yang dibatasi oleh identitas budaya yang sama dan dibentuk dengan hubungan sosial yang sama.

2.2 Garis Sempadan Sungai

Garis sempadan sungai menurut peraturan mengenai sempadan sungai mengacu pada Keppres Nomor 32 Tahun 1990 dan PP No. 47 Tahun 1997 yang menetapkan lebar sempadan pada sungai besar diluar permukiman minimal 100 meter dan pada anak sungai besar minimal 50 meter di kedua sisinya. Untuk daerah permukiman, lebar bantaran adalah sekedar cukup untuk jalan inspeksi 10–15 meter. PP. 47 Tahun 1997 juga menetapkan bahwa lebar sempadan sungai bertanggul diluar daerah permukiman adalah 5 meter sepanjang kaki tanggul. Sedang lebar sempadan


(34)

sungai yang tidak bertanggul diluar permukiman dan lebar sempadan sungai bertanggul dan tidak bertanggul di daerah permukiman, ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat berwenang (Departemen Kimpraswil, 1995).

Secara hidrolis sempadan sungai merupakan daerah bantaran banjir yang berfungsi memberikan kemungkinan luapan air banjir ke samping kanan kiri sungai sehingga kecepatan air kehilir dapat dikurangi, energi air dapat diredam disepanjang sungai, serta erosi tebing dan erosi dasar sungai dapat dikurangi secara simultan. Disamping itu sempadan sungai merupakan daerah tata air sungai yang padanya terdapat mekanisme inflow ke sungai dan outflow ke air tanah. Seperti gambar 2.1 yang menunjukkan potongan melintang sungai.

Gambar 2.1 Potongan melintang sungai Sumber: BAPEDAL Jatim online, 2009

2.3 Peranan Sungai Perkotaan

Sungai menurut PP No. 35/1991 mempunyai pengertian sebagai suatu tempat atau wadah serta jaringan pengaliran air mulai mata air sampai muara dengan


(35)

dibatasi kanan dan kirinya serta disepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Menurut Indratmo dan Sewuko, sungai suatu alur yang panjang diatas permukaan buni yang merupakan tempat mengalirnya air yang berasal dari air hujan dan pada akhirnya melimpah ke danau atau laut.

Sungai telah memegang peranan yang sangat penting dalam sejarah perkembangan peradaban dan kebudayaan manusia. Sejak ribuan tahun yang lalu telah dikenal adanya suatu perkembangan, peradaban manusia pada lembah sungai yang melahirkan kota-kota penting di dunia (Mumporo, 1961 dalam Saptorini). Pada awal pertumbuhannya telah ditandai dengan terbentuknya suatu konsentrasi penduduk dengan kelompok pemukiman tertentu di lembah sungai yang subur. Peranan sungai di dalam kehidupan sehari-hari, dengan adanya air, manusia memanfaatkan untuk minum, mandi mencuci. Dan kemudian peran sungai berkembang menjadi sarana transportasi, yang mendorong pertumbuhan permukiman seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan aktifitas social-ekonominya makin lama peranannya makin berkembang dan tidak terpisahkan lagi dari keseluruhan sisitim pelayanan kota.

Peranan Sungai dapat dibafi dalam 2 (dua) bagian yaitu berperan sebagai daerah belakang maupun sungai sebagai daerah muka. Sebagai badan akhir pembuangan limbah termasuk sampah penduduk (limbah padat), mandi, cuci. Hal ini menunjukkan sungai berperan sebagai daearah belakang. Sedangkan peranan sungai sebagai daerah muka dimana sungai merupakan elemen tata ruang baik estetika maupun fisik. Hal ini banyak ditemui di luar negeri seperti Venesia (Italia). Meskipun sungai berperan sebagai tempat pembuangan dalam kehidupan sehari-hari. Namun


(36)

dibantaran sungai banyak dimanfaatkan untuk pemukiman, berjualan, tarnsportasi sehingga mempunyai nilai yang lebih.

Peranan sungai sebagai daerah muka memberikan nilai tambah yang besar karena selain secara estetika sungai enak dlihat atau dipandang, juga mendorong masyarakat untuk tetap memperlakukan sungai sebagai tempat pembuangan melainkan sebagai sesuatu yang harus dijaga kebersihannya. Dengan memanfaatkan sungai manusia dapat berpindah-pindah, mendapatkan pemukiman baru mereka unuk selanjutnya menetap dan berkembang menjadi pemukiman yang lebih ramai, menjadi desa, lalu berkembang menjadi kota, bahkan terus berkembang menjadi kota cosmopolitan dan terkenal di dunia.

Keberadaan sungai dalam suatu kaasan dengan karakter fisik yang berbeda dari wilayah yang dilewatinya menjadikan sungai sebagai edges (batas/tepi) suatu kawasan (Lynch, 1971). Pemanfaatan badan sungai juga menghasilkan ruang aktifitas ditepinya. Pembentukan ruang terbuka sungai dan tepinya membentuk koridor, yang juga memiliki kontinuitas melewati banyak kawasan variasi fungsi yang di lalui sungai, pengaruh factor alan, sejarah dan budaya masyarakat setempat serta peraturan pemerintah menghasilkan koridor sungai dengan potensinya masing-masing (Rezeki, 1999 dalam Saptorini). Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa secara umum sungai sangat berperan dalam membentuk pewajahan suatu wilayah, yaitu memberikan karakter khusus yang membedakannya dengan wilayah lain.


(37)

2.4 Klasifikasi Kawasan Sekitar Aliran Sungai

Kegiatan yang dikembangkan pada suatu kawasan sekitar aliran sungai sangat tergantung pada potensi yang ada pada kawasan atau area yang dikembangkan. Berdasarkan aktifitas-aktifitas yang dikembangkan didalamnya, kawasan sekitar aliran sungai sapat dikategorikan sebagai serikut (Breen & Rigby, 1994 dalam Saptorini):

a. Cultural, mewadahi aktifitas budaya, pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Aktifitas tersebut memanfaatkan sungai sebagai objek budaya atau ilmu pengetahuan dengan mengorientasikan pengembangan kawasan pada fasilitas-fasilitas pendukung kegiatan budaya. Hal ini dapat dilhat dari beberapa fasilitas yang ada pada kawasan Memorial Fountain (Detroit Michigan), kawasan tepi sungai dengan program/event khusus (Ontario, Kanada), Aquarium (Baltimore, Maryland dan Monterey California.

b. Enviromental, Pengembangan kawasan tepi sungai yang bertumpu pada

usaha peningkatan kualitas yang mengalami degradasi, mamanfaatkan potensi dari keaslian lingkungan yang tumbuh secara alami, seperti yang dilakukan pada sungai-sungai di Portland, Oregon dan Maryland. Pengembangan kawasan diarahkan pada kegiatan preservasi dan konservasi lingkungan alam, serta memanfaatkannya sebagai taman wisata alam, rekreasi dan taman bermain.

c. Historical, Pada umumnya dikembangkan sebagai upaya konservasi dan

restorasi bangunan sejarah yang berada di tepi sungai. Konterks kesejarahan yang data dikembangkan dapat berupa dermaga tua seperti di


(38)

Baltimore, Maryland dan Boston. Bendungan dan jembatan kuno seperti di Pennsylvania, bangunan tua d new Orleans, jalur transportasi tua sepanjang perairan Seattle dan Washington.

d. Mixed-Use, Penerapan konsep mixed-use merupakan salah satu upaya

untuk menyatukan berbagai kepentingan yang pada umumnya menjadi dilemma dalam megembangkan kawasan tepi sungai perkotaan. Pegambangan mixed-use diarahkan pada penggabungan fungsi perdagangan, rekreasi, perumahan, perkantoran, transportasi wisata dan olahraha

e. Recreational, pengembangan kawasan tepi sungai dengan fungsi aktifitas

rekreasi dapat didukung dengan berbagai fasilitas antara lain: taman bermain, taman air, taman duduk, taman hiburan, area untuk memancing,

riverwalk, amphitheatre, dam, diving, pelabuhan sungai, gardu pandang,

fasilitas perkapalan, fasilitas olah raga, museum, hotel, restoran dan aquarium.

2.5 Tipologi Bangunan

Purwito (2002) mengemukakan konstruksi bangunan rumah pemukiman tepi air umumnya menggunakan konstruksi kayu dengan tipe rumah panggung untuk rumah yang didirikan di darat maupun di tepi sungai. Rumah yang didirikan di tepian sungai bentuknya sangat sederhana (empat persegi panjang) dengan tipe atap pelana begitu pula tata ruang (denah) rumahnya. Dari segi kenyamanan sebetulnya cukup baik karena semua rumah dilengkapi dengan cukup bukaan (jendela/pintu) hanya


(39)

untuk kawasan pemukiman padat seperti yang terletak di muara Sungai Kuin dengan Sungai Barito karena kerapatan bangunannya tinggi maka jendela rumah yang satu dengan yang lain kadang-kadang saling berhadapan dan cahaya matahari kurang. Purwito, (2002) menjelaskan beberapa tipe rumah yang terdapat di lokasi adalah sebagai berikut:

a. Rumah tipe tunggal tidak bertingkat dan bertingkat kebanyakan didirikan di daratan dengan batas rumah/lahan dan jalan cukup jelas (pagar kayu). Lahan biasanya berupa tanah asli dengan tanaman bunga atau keras seperti kelapa, jambu dll. Untuk rumah yang letaknya di pinggir jalan umumnya berfungsi ganda, yaitu sebagai rumah tinggal dan juga sebagai tempat usaha (warung, toko, bengkel dll).

b. Rumah tipe tunggal tidak bertingkat dengan lokasi bagian depan di tepi jalan (daratan), sedangkan bagian belakang ditepian sungai. Batas antara rumah/lahan dengan jalan jelas (pagar kayu). Umumnya bagian depan yang menghadap jalan berfungsi sebagai rumah tinggal sedangkan yang menghadap tepian sungai sebagai tempat usaha (toko, gudang dll).

c. Rumah di tepian sungai umumnya tidak bertingkat dan berkelompok serta bergandengan. Kerapatan bangunan sangat tinggi sehingga batas rumah kadang-kadang tidak jelas karena dinding rumah langsung berbatasan dengan jalan (titian kayu). Dari sekian rumah yang dikunjungi hanya ada satu rumah bertingkat ayang ditinggali oleh dua keluarga (orang tua dan anak mereka yang sudah berkeluarga).


(40)

Bila dikaji lebih dalam lagi, tiap pemukiman tepi sungai mempunyai tingkat kompleksitas permasalahan yang beragam. Hal ini dipengaruhi oleh ragam komunitas yang menempati tiap pemukiman sehingga solusi untuk menangani tiap pemukiman akan berbeda pula. Di samping itu, kondisi sosial- budaya sekitar ikut mempengaruhi suatu pemukiman tersebut. Kawasan pemukiman tepian sungai memiliki tipologi fenomenal yang berbeda dengan pemukiman pada umumnya. Tipologi yang menggejala tersebut ditunjukkan melalui kondisi sosial yang terkait dengan aspek hubungan sosial, pendidikan dan mata pencaharian masyarakatnya.

Secara tipologi pemukiman menurut Departemen Kimpraswil, (1995), pemukiman tepi sungai terbagi dua:

1. Tipe pertama terletak di luar garis sempadan sungai baik yang bertanggul maupun tidak, penyebabnya adalah terbatasnya prasarana dan sarana dasar dan lahan untuk prasarana dan sarana dasar, eksploitasi pemanfaatan ruang dalam dan luar secara berlebihan, tingkat pendapatan rendah, kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan rendah, aksesbilitas terhadap pengadaan prasarana dan sarana dasar terbatas. 2. Tipe kedua, secara historis di area badan sungai bagian tepi sampai

dengan tepi sungai karena menempatkan sungai sebagai sarana transportasi vital. Tipe bangunan rakit panggung dan bidang lantai langsung berhubungan dengan tanah penyebabnya adalah penyusutan bangunan dan komponen lingkungan terbangun lainnya, menurun/hilangnya vitalitas lingkungan oleh imbas hilangnya vitalitas


(41)

kota, ditinggalkan oleh penghuninya kemudian ditempati oleh penyewa/penunggu.

Secara arsitektur, bangunan pemukiman tepi sungai dibedakan (Saptorini, 2004) menjadi bangunan di atas tanah, bangunan panggung di darat, bangunan panggung di atas air, bangunan rakit di atas air (gambar 2.2).

Bangunan di daratan Bangunan diatas air

Gambar 2.2 Bentuk Pemukiman Tepi Air Sumber: Analisa, 2011

Arsitektural bangunan dibuat dengan kaidah tradisional maupun modern, sesuai dengan latar belakang budaya dan suku/etnis masing-masing.

a. Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi sederhana, tradisional dan konvensional, yang kurang memperhitungkan pengaruh angin.

b. Sering terjadi kebakaran karena kelalaian, penggunaan bahan/peralatan berbahaya, mudah terbakar dan belum tersedianya sarana dan pedoman


(42)

penanggulangan kebakaran khususnya perumahan diatas air (Suprijanto, 2003).

2.6 Morfologi Pemukiman Tepi Sungai

Tinjauan terhadap morfologi kota (pemukiman) ditekankan pada bentuk fisik dari lingkungan kota/pemukiman. Secara fisik yang antara lain tercermin dari pada sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik didaerah hunian ataupun bukan perdagangan/industri dan juga bangunan-bangunan individual (Herbert, 1973 dalam Saptorini).

Dari hasil teori-teori dan penelitian yang telah dibuat terdahulu, maka terdapat pola-pola atau bentuk dari pemukiman yang ada ditepi sungai disebabkan oleh perkembangan penduduk yang mendiaminya. Pola dan bentuk pemukiman tepi sungai ini juga dipengaruhi oleh bentuk geografi dan pola bentuknya dapat diklasifikasikan (Hassan, 2001) adalah:

a. Morfologi arah daratan, pemukiman ini menempati dan berkembang dari tepi sungai ke arah daratan mengikuti garis topografi sungai, di mulai dari rumah-rumah yang di bangun pada bantaran di sepanjang muara sungai, rapat antara satu bangunan rumah dengan yang lainnya. Pola pemukiman ini berbentuk pyramid terbalik seperti terihat pada gambar 2.3.


(43)

Gambar 2.3 Morfologi ke Arah Daratan Sumber: Hassan, 2001

b. Morfologi arah ke air, pola pemukiman ini mengarah ke tengah sungai dan pemukiman ini didirikan diatas air sungai, berbentuk panggung. Dasar sungai biasanya tidak terlalu dalam dan tinggi bangunan rumah umumnya antara 2,5-5 meter untuk menghindari air pasang surut. Pola pemukiman ini berbentuk pyramid (gambar 2.4).

Gambar 2.4 Morfologi ke arah air Sumber: Hassan, 2001

c. Morfologi selari, pemukiman ini terbentuk dan berkembang melalui topografi tepian sungai dan pada belakang rumah-rumah dibangun jalan


(44)

yang terbuat dari titian kayu sejajar dengan rumah lapisan pertama tadi. Pola pemukiman ini berbentuk melengkung mengikuti topografi tepi sungai. Terbentuknya ruang melalui proses alamiah dan organik. Tidak ada pola khusus dalam penempatan ruang pola permukiman hanya mengikuti pola aliran sungai (gambar 2.5).

Gambar 2.5 Morfologi ke arah selari Sumber: Hassan, 2001

d. Morfologi atas air, terbentuknya pemukiman ini diatas tanah di tepian sungai yang selalu terjadi pasang surut sungai atau rawa-rawa di tepi sungai, bentuk rumah panggung terbuat dari kayu dan tata letak bangunannya tidak teratur (gambar 2.6).


(45)

Gambar 2.6 Morfologi di atas Air Sumber: Hassan, 2001

e. Morfologi muka muara, perkembangan pemukiman ini disepanjang muara sungai dan selat diatas sungai yang mempunyai bentang kecil. Di kedua tepian sungai dihubungkan titian/jembatan kayu yang tidak mengganggu lalu lintas perahu nelayan (gambar 2.7).

Gambar 2.7 Morfologi Muka Muara Sumber: Hassan, 2001

f. Morfologi gabungan, pemukiman ini terbentuk berdasarkan gabungan dua atau lebih pola mofologi pemukiman yang diatas. Bentuk pemukiman ini sangat kompleks dan kadang-kadang sulit untuk ditentukan berpola pemukiman apa.


(46)

Bentuk atau pola perumahan itu sendiri terjadi atas perilaku sosial dan budaya dari masyarakat yang mendiaminya. Dari hasil Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman di tepi air Indonesia terdapat teori-teori (Suprijanto, 2002) antara lain:

a. Sejarah awal keberadaan lingkungan perumahan/pemukiman di kota tepi sungai dapat dibedakan atas 2 (dua) kronologis, yaitu:

1. Perkembangan yang dimulai oleh kedatangan sekelompok etnis tertentu di suatu lokasi di tepi sungai, yang kemudian menetap dan berkembang secara turun temurun membentuk suatu komunitas serta cenderung bersifat sangat hemogen, tertutup dan mengembangkan tradisi dan nilai-nilai tertentu, yang pada akhirnya merupakan karakter dan ciri khas pemukiman tersebut.

2. Perkembangan sebagai daerah alternatif pemukiman, karena peningkatan arus urbanisasi, yang berakibat menjadi kawasan liar dan kumuh perkotaan.

b. Tahapan perkembangan kawasan pemukiman kota tepi sungai adalah: 1. Tahap awal ditandai oleh dominasi pelayanan kawasan perairan

sebagai sumber air untuk keperluan hidup masyarakat kota masih merupakan suatu kelompok pemukiman di tepi sungai dan di atas air. 2. Ketika kota membutuhkan komunikasi dengan lokasi lainnya

(kepentingan perdagangan) maka kawasan perairan merupakan prasarana transportasi dan dapat diduga perkembangan fisik kota yang cenderung memanjang di tepi sungai (linier).


(47)

3. Perkembangan selanjutnya ditandai dengan semakin kompleksnya kegiatan fungsional sehingga intensitas kegiatan di sekitar perairan makin tinggi. Jaringan jalan raya menawarkan lebih banyak kesempatan mengembangkan kegiatan. Walaupun begitu, jenis fungsi perairan tidak berarti mengalami penurunan, bahkan mengalami peningkatan (makin beragam).

c. Kawasan pemukiman diatas air cenderung rapat (kepadatan bangunan tinggi dan jarak antar bangunan rapat) dan kumuh (tidak teratur, kotor, dan lain-lain). Dominasi kawasan perumahan/pemukiman nelayan, yang umumnya kumuh dan belum tertata.

d. Pola pemukiman di pengaruhi oleh keadaan topografi, dibedakan atas 3 (tiga), yaitu daerah perbukitan cenderung mengikuti kontur tanah, daerah relatif datar dan cenderung memiliki pola relatif teratur, yaitu pola grid atau linear dengan tata letak banguan berada di kiri kanan jalan atau linier sejajar dengan (mengikuti) garis tepi sungai, daerah atas air pada umumnya cenderung memiliki pola cluster, yang tidak teratur dan organik. pada daerah-daerah yang telah ditata umumnya menggunakan pola grid atau linier sejajar garis badan sungai.

e. Orientasi bangunan semula umumnya menghadap perairan sesuai dengan orientasi kegiatan berbasiskan perairan. Perkembangan selanjutnya orientasi kegiatan ke darat semakin meningkat (bahkan lebih dominan), maka orientasi bangunan cenderung menghadap ke arah darat dan lebih mempertimbangkan aspek fungsional dan aksesblitas.


(48)

Disini dibedakan antara tipologi pemukiman nelayan dan pemukiman tepi sungai, antara lain:

a. Tipologi pemukiman nelayan, yaitu terletak di luar area antara garis pasang tertinggi dan terendah, mata pencaharian masyarakat dan atau yang terkait dengan nelayan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tertinggi permukaan tanah dan air laut relatif sama sehingga banyak jaringan sanitasi dan drainase yang tak berfungsi, air bersih sangat terbatas, penyusutan dini komponen lingkungan terbangun oleh iklim, terbatasnya lahan untuk prasarana dan sarana dasar, fungsi ruang tumpang tindih karena aktifitas yang padat, tingkat pendapatan tidak menentu, kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan rendah.

b. Tipologi pemukiman tepi sungai, yaitu terletak di luar garis sempadan sungai baik yang bertanggul maupun tidak, mata pencaharian masyarakat tidak hanya nelayan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya prasarana dan sarana dasar dan lahan untuk prasarana dan sarana dasar, eksplotasi pemanfaatan ruang dalam dan luar secara berlebihan, tingkat pendapatan rendah, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan rendah, aksesibilitas terhadap pengadaan prasarana dan sarana dasar terbatas.


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian kajian morfologi rumah tepi sungai dilaksanakan di Kota Tanjungbalai tepatnya di Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai Asahan Propinsi Sumatera Utara. Daerah ini merupakan daerah pemukiman yang sangat padat serta tepat berada di tepi Sungai Asahan dan Sungai Silau. Selain itu pemukiman tersebut merupakan pemukiman paling lama diantara pemukiman-pemukiman yang ada di Kota Tanjungbalai.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah semua nilai yang mungkin, serta merupakan hasil perhitungan/pengukuran kuantitatif dan kualitatif karakteristik tertentu dari sejumlah objek yang lengkap dan jelas. Dari hal tersebut maka populasi yang diambil adalah pemukiman yang terdapat di sepanjang Kelurahan Kuala Silo Bestari (Sungai Asahan) dan Kelurahan Sejahtera (Sungai Silau) Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai Asahan

Teknik sampling atau cara pengambilan variabel dari populasi yaitu dengan

cluster sampling (sampel kelompok) yaitu pemilihan sampel dari

kelompok-kelompok unit-unit yang kecil atau cluster (Nazir, M. 1999). Populasi dibagi terhadap kelompok berdasarkan area atau cluster. Anggota sub populasi tiap cluster tidak


(50)

harus homogen. Beberapa cluster akan dipilih terlebih dahulu sebagai sampel, kemudian dipilih lagi anggota unit dari sampel yang diatasnya. Pemilihan secara acak dalam penarikan sampel hanya dikala memilih cluster saja dan tidak pada saat memilih anggota unit elementer. Sampel yang diambil dengan metode ini dikelompokkan menurut lokasi-lokasi yang bersesuaian. Dalam hal ini diambil lokasi sepanjang Sungai Asahan dan Sungai Silau dengan mengelompokkan menjadi dua daerah penelitian yaitu untuk pola pemukiman linier atau grid dan pemukiman diatas air yang memiliki pola cluster dan tidak teratur dan organik.

Besarnya sampel tidak ada aturan yang tegas mengenai berapa banyak sampel yang disyaratkan dalam suatu penelitian. Demikian juga mengenai batasan bahwa sampel tersebut besar atau kecil. Yang jelas adalah apabila sampelnya besar maka biaya, tenaga dan waktu yang disediakan harus besar pula, demikian juga sebaliknya. Suatu penelitian tidaklah ditentukan oleh besarnya anggota sampel yang digunakan, melainkan oleh kuatnya dasar teori-teori yang mendukung teknik pengambilan sampel tersebut (Riduwan, 2008).

Arikunto (1996) dalam Riduwan (2008) mengemukakan bahwa untuk sekedar ancar-ancar apabila subjek kurang 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika subjeknya besar, dapat diambil 10% – 15 % atau 20% - 25% atau lebih.

Memperhatikan pernyataan diatas menurut Surakhmad (1994) dalam Riduwan (2008) menyarankan, apabila ukuran populasi sebanyak kurang atau sama dengan 100, pengambilan sampel sekurang-kurangnya 50% dari ukuran populasi. Apabila ukuran populasi sama dengan atau lebih dari 1000, ukuran sampel diharapkan


(51)

sekurang-kurangnya 15 % dari ukuran populasi. Pada penelitian ini, untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus dari Taro Yamane yang dikutip oleh Rakhmat (1998) dalam Riduwan (2008) sebagai berikut:

n =

1 ) (d 2 + N

N

dimana: n = jumlah sampel N = jumlah populasi d = derajat kebebasan

Untuk penelitian ini nilai derajat kecermatan diambil 5 % yang berarti bahwa derajat kecermatan yang diinginkan menunjukkan tingkat ketepatan dalam mencapai 95 % jaminan ketepatan.

Jumlah populasi wilayah penelitian berdasarkan banyaknya jumlah kk seperti disajikan pada Tabel 3.1 adalah Kelurahan Kuala Silo Bestari sebanyak 535 kk (BPS, 2010). Berdasarkan rumus diatas didapat jumlah sampel yang diteliti adalah:

(

0.05

)

1 229

535 535

2 + =

=

n unit kk

Untuk Kelurahan Sejahtera jumlah populasi berdasarkan banyaknya kk adalah sebanyak 737 kk (BPS, 2010). Berdasarkan rumus diatas didapat jumlah sampel yang diteliti adalah:

(

0.05

)

1 259

737 737

2 + =

=

n unit kk

Besarnya sampel yang diperoleh sebanyak 259 rumah, tetapi untuk ……….……….(3.1)

……….….(3.2)


(52)

mempermudah pengambilan sampel maka jumlah sampel untuk Kelurahan Sejahtera dan Kelurahan Kuala Silo Bestari diambil dengan jumlah sampel 100 unit rumah saja dengan rincian masing-masing diwakili dengan 50 unit KK.

Tabel 3.1 Data Jumlah Unit Rumah

No Kelurahan Tahun/Unit

1958 1966 2010 1940 1960 2010 1 Kuala Silo Bestari 55 130 543 - - -

2 Sejahtera - - - 35 125 748

Sumber: Wawancara penduduk, 2011

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diambil dalam analisis ini adalah data primer maupun data-data sekunder. Sedangkan sumber data-data dapat beraneka ragam, ada yang berupa hasil wawancara dengan penduduk setempat dan wawancara dengan pemerintah kota daerah penelitian. Adapun penjelasannya secara rinci sebagai berikut:

a. Data primer dimana data ini dikumpul/diperoleh langsung dari responden dan pihak-pihak yang berkompeten terhadap permasalahan yang ada melalui kuisioner dan wawancara. Wawancara menggunakan teknik struktural yang artinya peneliti telah melengkapi dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan pokok dan dapat dikembangkan pada saat wawancara secara mendalam. Sumber data primer adalah banyaknya sampel yang diambil dari Kelurahan Kuala Silo Bestari yaitu sebanyak 100 unit rumah dan Kelurahan Sejahtera sebanyak 100 unit rumah juga.

b. Pengumpulan data sekunder diperoleh dan dihimpun dari berbagai data/laporan instansi yang terkait serta studi-studi kepustakaan yang


(53)

berkaitan dengan judul penelitian. Data sekunder yang dilakukan adalah mengumpulkan data–data dari berbagai instansi yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun data sekunder ini diperoleh dari Pemko Tanjungbalai dan dari literatur-literatur yang berkaitan dengan pemukiman dan perumahan tepi air.

Dari data primer dan data sekunder yang dikumpulkan akan dianalisa. Sebelumnya teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Metode Observasi

Pengamatan atau observasi langsung kelokasi permukiman tepi sungai ini dilakukan untuk melihat kondisi rumah-rumah dan kehidupan masyarakat yang bertempat tinggal dipermukiman ini.

b. Angket (kuisioner)

Menurut Hadjar (1999) menyatakan bahwa angket merupakan suatu daftar pertanyaan atau pertanyaan tentang topik tertentu yang diberikan kepada subjek, baik secara individual atau secara kelompok untuk mendapatkan informasi tertentu. Dalam pengadaan kuisioner ini yang menjadi responden adalah warga yang bermukim pada tepi sungai. Penyebaran kuisioner dilakukan secara acak yang diambil dari kedua lokasi penelitian.

c. Metode Wawancara

Wawancara yang dilakukan terhadap beberapa orang responden secara terpisah tapi masih pada lingkungan permukiman untuk mendapatkan


(54)

informasi yang relatif lebih bersifat objektif. Gunanya untuk mendapat gambaran tentang permukiman pada masa lalu.

3.4 Metode Analisa Data

Dalam menganalisa data primer dan data skunder yang didapat dari lapangan akan diolah dengan metode analisa perbandingan. Ada dua pola pengelompokkan daerah penelitian yaitu membandingkan kedua kelurahan daerah penelitian. Karena dengan pengamatan sementara kedua kelurahan tersebut sangat berbeda pola pemukimannya walaupun sama-sama berada di tepi Sungai Asahan. Masing-masing pola ini akan dibandingkan satu dan lainnya terhadap kondisi morfologi, tipologi, kondisi/gambaran di lapangan dan kondisi prasarana di lokasi penelitian.


(55)

BAB IV

TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kota Tanjungbalai

Tanjungbalai adalah sebuah kota kecil di Propinsi Sumatera Utara dengan jarak tempuh kira-kira 3 - 4 jam dari Kota Medan. Kota ini dikenal sebagai "Kota Kerang”, karena hasil lautnya. Tanjungbalai berjarak sekitar 186 km dari kota dan Medan berkisar 26 km dari Ibu Kota Kabupaten (Kisaran). Untuk menuju kota ini dapat ditempuh dengan jalan darat dan jalur kereta api sebagai moda transportasi. Secara geografis Kota Tanjungbalai terletak pada posisi 020 58’ Lintang Utara (LU) dan 990 48’

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tanjungbalai Kabupaten Asahan.

Bujur Timur (BT) dan ketinggian dari atas permukaan laut berkisar 0 - 3 meter (lihat gambar 4.1). Luas wilayah administrasi Kota Tanjungbalai adalah 6.052 ha, yang terdiri dari 5 (lima) Kecamatan. Kota Tanjungbalai juga terdiri dari 11 (sebelas) Kelurahan dan 19 (sembilan belas) desa (lihat gambar 4.2). Secara Administrasi batas wilayah Kota Tanjungbalai adalah sebagai berikut:

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sei Kepayang Kabupaten Asahan.

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan.

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan


(56)

Secara fisik Kota Tanjungbalai berada dipinggir Sungai Asahan dan Sungai Silau dan sungai kecil lainnya yang semuanya bermuara ke Sungai Asahan dan Sungai Silau. Sungai ini dimanfaatkan sebagai saluran akhir drainase juga dimanfaatkan untuk sarana penghubung dan transportasi.

Gambar 4.1 Peta Sumatera Utara Sumber: World Atlas, 2010

Awal pertumbuhan Kota Tanjungbalai sangat kecil hanya memiliki luas 199 ha (tahun 1956) yang kemudian diperluas menjadi 6.052 ha (gambar 4.2). Pada awalnya kota ini pernah menjadi kota terpadat di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk kurang lebih 40.000 dengan kepadatan penduduk lebih kurang 20.000 jiwa/km2 (Sumber: Kompas, 1995). Menurut hasil statistik tahun 2009 jumlah penduduk 163.679 jiwa, untuk mengetahui jumlah penduduk di setiap kecamatan dan luas wilayah dapat dilihat pada tabel 4.1.


(57)

Gambar 4.2 Peta Kota Tanjungbalai Sumber: BAPPEDA Kota Tanjungbalai, 2010

Tabel 4.1 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kota Tanjungbalai

No Kecamatan

Banyaknya Kepadatan

Penduduk (jiwa/km2) Luas Area

(km2

Penduduk (jiwa) )

1 Datuk Bandar 22,49 33.125 1.473

2 Datuk Bandar 14,57 26.354 1.809

3 Tanjungbalai Selatan 1,98 22.696 11.463 4 Tanjungbalai Utara 0,83 17,461 21.037 5 Tualang Raso 8,10 23,855 2,945 6 Teluk Nibung 12,55 37,838 3.015

J u m l a h 60,52 163,679 2.704

Sumber: BPS, 2010

4.2 Tinjauan Lokasi Penelitian

Di tengah kota ini mengalir dua sungai yaitu Sungai Asahan dan Sungai Silau dan daerah studi ini terletak dihadapan pertemuan kedua sungai. Pemukiman ini termasuk dalam Kecamatan Tanjungbalai Utara yaitu Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera. Lebar Sungai Asahan lebih kurang 200 meter, di tepian sungai ini terdapat pemukiman penduduk, pergudangan, pelabuhan kecil, pabrik dan


(58)

lain-lain. Mengacu pada Keppres Nomor 32 Tahun 1990 dan PP No. 47 tahun 1997 yang menetapkan lebar sempadan pada sungai besar di luar pemukiman minimal 100 meter dan pada anak sungai minimal 50 meter di kedua sisinya. Untuk daerah pemukiman, lebar bantaran adalah sekedar cukup untuk jalan inspeksi 10 – 15 meter. PP No.47 juga menetapkan bahwa lebar sempadan sungai bertanggul diluar daerah pemukiman adalah lebih dari 5 meter sepanjang kaki tanggul. Sedang lebar sempadan sungai yang tidak bertanggul diluar pemukiman dan lebar sempadan sungai bertanggul dan tidak bertanggul didaerah pemukiman, ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial oleh pejabat berwenang.

Kecamatan Tanjungbalai Utara ini terletak antara 020 58’ Lintang Utara (LU) dan 990 48’ Bujur Timur (BT), dengan letaknya dari permukaan laut antara 0 - 1 meter serta luas wilayah 0,48 km2 hampir semua kecamatan ini di kelilingi oleh Sungai Silau dan Sungai Asahan (gambar 4.3).

Gambar 4.3 Peta Kelurahan Kuala Silo Bestari Sumber: Bapeda Tanjungbalai, 2010

3

JL. AMIR HA MZAH

JL. PUTRI BU NGSU

JL. PELITA

JL. J T. PAN JAI TAN DOK KAPAL KEL . KE RAMAT KU BAH KEC. TA

NJUNG BALA I UTA RA 7 7 2 3 5 2 3 5

PT. AGIS MAD

RA SAH S D SD S D LAP. VOLLY

JL. SEJAHTERA

JL. MATAHALASAN

JL.

KHA

IRI

L ANW

AR

JL. BUD IMAN

JL. AMIR HA MZAH

JL. KHA IRIL ANW

AR

JL. UTAMA JL. SETIA

JL. MUSYAWARAH

JL. BAN TUAN

JL. DAKWAH

JL. PENDIDIKAN

JL. SEKAT A

JL. PEMUDA

JL. PEMUDA JL. SUBUR

JL. HR S HIHAP

JL. MES JID JL. NEL

AYAN

JL. SEKOLAH MINGGU

GG. N ANGK

A

JL. BETIN

G SER

OJA 235 2 3 5 PASAR GUDANG JL. LET. JEND SUPRAPTO

JL. D. I P ANJAITAN

KEL. TA

NJUN

G BALA

I KOTA

IV

KEC. T

ANJU

NG BAL

AI SEL

ATAN

AIRUD POLISI LAUT

JL. VETERAN

JL. TANG VI VI L L S D KANTOR DINAS PASAR PABRIK ES S D S D PASAR PAGI

S. K a p i a s

S. Matahalasan

S. S I L A U


(59)

Distribusi dan kepadatan penduduk terhadap lahan Kota Tanjungbalai cukup padat (Tabel 4.2). Data statistik tahun 2009, kepadatan penduduk paling tinggi pada Kecamatan Tanjungbalai Utara jumlah kepadatan 21.037 jiwa/km2

Tabel 4.2 Luas, jumlah dan kepadatan penduduk tahun 2010 .

No Kelurahan

Luas (km2 Jumlah Penduduk (jiwa) ) Jumlah KK Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 1 Tanjungbalai Kota III 0.173 4.529 906 26.641

2 Mata Halasan 0.161 2.600 520 16.250

3 Kuala Silo Bestari 0.171 2.714 543 24.673

4 Tanjungbalai IV 0.183 4.060 812 22.555

5 Sejahtera 0.152 3.738 748 24.920

J u m l a h 0.840 17.641 3.528 21.254

Sumber: BPS, 2010

4.3 Terbentuknya Kelurahan Kuala Silo Bestari

Wawancara dengan penduduk setempat Bapak Taufik Siregar serta warga yang sudah lama menetap tinggal pada lokasi penelitian (± 50 tahunan) mengatakan bahwa sebagian lahan Kelurahan Kuala Silo Bestari masih termasuk badan Sungai Asahan yang direklamasi. Sejarah awalnya pada tahun 1958 Pemerintah Daerah Kabupaten Asahan (dahulu Kota Tanjungbalai termasuk dalam Kabupaten Asahan), mendatangkan kapal pengeruk pasir bernama Bengawan Solo karena pada saat itu Sungai Asahan dan Sungai Silau mengalami pendangkalan. Kapal pengeruk


(60)

melakukan pengerukan dan hasil dari pengerukannya dibuang ke Kelurahan Kuala Silo Bestari. Pemukiman yang ada pada saat itu merupakan pemukiman yang diteliti saat ini. Dari hasil pengerukan pasir ini terjadilah reklamasi. Akibat reklamasi terjadilah perluasan daratan dan menyebabkan penyempitan badan sungai. Gambar 4.4 dan 4.5. menunjukkan Kota Tanjungbalai diawal pembentukannnya

Gambar 4. 4 Foto Udara Kota Tanjungbalai Tahun 1930 Sumber: Wikipedia, 2011

Gambar 4.5 Pelabuhan Kota Tanjungbalai pada masa Hindia Belanda Sumber: Wikipedia, 2011

Pada tahun 1966 datang kembali kapal pengeruk pasir bernama kapal Sotong dan kapal Lintang yang bekerja untuk mendalamkan badan Sungai Asahan dan


(61)

Sungai Silau. Dari hasil pengerukan ini dibuang juga ke Kelurahan Kuala Silo Bestari. Jadi lahan dari kelurahan ini menjadi tereklamasi dikarenakan penimbunan dari hasil pengerukan pasir dari kedua sungai. Sebelumnya pada lahan tersebut sudah terdapat rumah-rumah panggung pada badan sungai.

Tahun 1980 kembali lagi diadakan pengerukan pada Sungai Silau dan Sungai Asahan akibat terjadinya kembali pendangkalan kedua sungai tersebut. Pasir yang menjadi tanah timbul atau daratan (beting) dan mengganggu alur pelayaran Pelabuhan Teluk Nibung sebenarnya bukan pasir laut. Sedimentasi Sungai Asahan dan Sungai Silau membuat pendangkalan alur pelayaran semakin parah setiap tahunnya. Saat air pasang, tanah timbul dan daratan yang terbentuk dari pasir hasil sedimentasi dua sungai itu juga membuat adanya kesempatan warga untuk membangun pemukiman menuju kearah tengah badan sungai. Hal ini terus menerus berlangsung sepanjang tahun. Sedimentasi pasir yang cukup tinggi akibat pertemuan dua arus sungai membuat adanya pendangkalan terutama di sepanjang tepi sungai.

Morfologi pemukiman di kelurahan Kuala Silau Bestari yang dianalisa setiap sepuluh tahun (berdasarkan wawancara terhadap masyarakat dan pemerintah Kota Tanjungbalai) dimulai dari pembentukan kota tahun 1958 (gambar 4.6), pengerukan sungai pertama tahun 1966 (gambar 4.7), pengerukan kedua tahun 1980 (gambar 4.8), tahun 1990 (gambar 4.9), tahun 2000 (gambar 4.10) dan tahun 2010 (gambar 4.11). Pertumbuhan paling pesat terjadi pada awal tahun 1980.


(62)

Gambar 4.6 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1958

Sumber: Analisa 2010

Gambar 4.7 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1966

Sumber: Analisa 2010

Gambar 4.8 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1980


(63)

Gambar 4.9 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1990

Sumber: Analisis, 2010

Gambar 4.10 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 2000

Sumber: Analisis, 2010

4.3.1 Kondisi lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di tepi Sungai Asahan, Kelurahan Kuala Silo Bestari dengan kepadatan penduduk 24.673 jiwa/km2 dan luas wilayah 0,17 km2

a. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Matahalasan dan Kecamatan Tanjungbalai Utara.


(64)

b. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Keramat Kubah dan Kecamatan Sei Tualang Raso.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Silau dan Kabupaten Asahan. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjungbalai Kota IV dan

Kecamatan Tanjungbalai Utara.

Kelurahan Kuala Silo Bestari merupakan salah satu kelurahan yang tepat berada di pinggiran Sungai Asahan. Secara ruang pemukiman dibatasi oleh jalan beraspal dan muara Sungai Asahan dan Sungai Silau. Jumlah penduduk 2.676 jiwa dan jumlah unit rumah sebanyak 535 unit. Sebagaimana umumnya Kota Tanjungbalai khususnya Kelurahan Silo Bestari, topografi atau relief permukaan tanah di kawasan ini relatif datar. Permukaan tanah yang relatif lebih tinggi hanya dijumpai pada permukaan badan jalan dengan perbedaan tinggi 1 meter sampai 2 meter dari tanah lumpur yang ada pada badan sungai tersebut.

Gambar 4.11 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Sungai Asahan Kota Tanjungbalai 2010


(1)

Gambar 6.2 Morfologi Pemukiman Pola Selari Kelurahan Sejahtera

Sumber: Bapeda Kota Tanjungbalai, 2011

Kelurahan Sejahtera Lokasi


(2)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Lokasi penelitian adalah di Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai. Hasil quisioner dan data lapangan di dapat kesimpulan kajian morfologi pemukiman serta hasil analisa yaitu sebagai berikut:

a. Pola pertumbuhan, kelurahan Kuala Silo Bestari pola pemukimannya mengikuti morfologi kearah air dimana pola pemukimannya mengarah ke tengah sungai, pemukiman didirikan diatas air sungai, rumah berbentuk panggung, dasar sungai biasanya tidak terlalu dalam, tinggi bangunan rumah-rumah umumnya antara 2,5 m sampai dengan 5 meter untuk menghindari air pasang surut, pola pemukiman ini berbentuk piramid. Kelurahan Sejahtera pola pemukimannya mengikuti morfologi selari dimana pola pemukiman terbentuk dan berkembang melalui topografi tepian sungai, belakang rumah dibangun jalan yang terbuat dari titian kayu sejajar dengan rumah lapisan pertama, pola pemukiman terbentuk secara organik dan melengkung mengikuti topografi tepi sungai, dan tanggul sempadan sungai terbuat dari beronjong batu cadas.

b. Proses pertumbuhan, kelurahan Kuala Silo Bestari bahwa proses pertumbuhan pemukimannya berawal dari tepi sungai kemudian berkembang mengarah ketengah sungai dengan tipologi pemukiman meliputi: rumah panggung tunggal (diatas badan Sungai Asahan), rumah tunggal (di darat), rmah bertingkat (di darat) dan ruah panggung bertingkat


(3)

(diatas badan sungai Asahan maupun sebagian di darat dan diatas badan sungai). Kelurahan Sejahtera proses pertumbuhan pemukimannya mengikuti tofografi tepi sungai dengan tipologi pemukiman meliputi rumah tunggal (di darat), rumah panggung tunggal (diatas badan Sungai Silau maupun sebagian di darat dan diatas badan sungai), rumah panggung bertingkat (diatas badan Sungai Silau maupun sebagian di darat dan diatas badan sungai) dan rumah bertingkat (di darat).

c. Penyebab pertumbuhan pemukiman, kelurahan Kuala Silo Bestari merupakan daerah pertemuan dua sungai (Sungai Silo dan Sungai Asahan), hal ini menyebabkan badan sungai lebih luas dan tingkat sedimentasi yang tinggi, mengakibatkan pendangkalan dasar sungai, sehingga mengakibatkan pertumbuhan pemukiman cenderung menuju badan sungai. Faktor lain adalah adanya kemudahan kepemilikan lahan, sarana penerangan dan sarana air bersih, Adanya kekerabatan yang erat antara dalam satu kelurahan serta kedekatan dengan pekerjaan warga sebagai nelayan. Kelurahan Sejahtera mempunyai lokasi pemukiman sepanjang garis sempadan sungai. Pertumbuhan pemukiman terjadi secara organik dan lebih tertata. Faktor penyebab utama adalah tingkat pendidikan, tingkat penghasilan yang relatif lebih baik serta lebih bervariasinya pekerjaan di lokasi ini.

Secara umum faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan pemukiman tepi air/sungai adalah karena sulit dan mahalnya harga lahan di daerah pusat kota.


(4)

Kawasan penelitian menjadi tempat kawasan alternatif pemukiman kota bagi kaum urbanis.

7.2 Saran

Tumbuh kembangnya sarana pemukiman di tepi sungai yang sangat pesat dipengaruhi kemudahan kepemilikan serta pengaruh dari mahalnya harga lahan di pusat kota. Adanya campur tangan pemerintah kota terkait sangat diharapkan dalam hal ini. Agar pemukiman yang ada di tepi sungai tidak menjadi pemukiman yang kumuh. Untuk lebih menjadikannya nyaman dan menarik perlu adanya perencanaan yang baik seperti pola pemukiman dengan model waterfront city. Sehingga diharapkan pembuangan limbah rumah tangga tidak langsung ke dalam badan sungai.

7.3 Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dapat diberikan bagi perencana dan pemerintah kota adalah dengan merencanakan ruang kota yang lebih layak dan dapat mengakomodasi keinginan dari pemilik pemukiman. Misalnya dengan membangun suatu pemukiman yang layak huni dan tertata mengikuti standarisasi pemukiman serta dekat dengan lokasi pekerjaan pemukim.

Lahan yang ilegal seharusnya telah teridentifikasi dengan baikoleh pemerintah kota. Hasil identifikasi lahan tersebut merupakan acuan bagi penyedia layanan umum dalam memberikan layanan kepada pemukim. Sebaiknya jika kepemilikan lahan yang ilegal tidak difasilitasi dengan sarana/fasilitas umum yang legal (listrik dan air). Dengan demikian diharapkan pertumbuhan pemukiman yang menuju badan sungai dapat dihambat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Al Mamun, A; Amir Hashim, M.K. Paudyal.G.N (1999), A Modelling Study for the Sustainable Management of the Langat River. In: Rivers, Towards Sustainable Development. Proceeding Of the National Conference on Rivers.14-17 October 1999.Penang Malaysia.

Budihardjo, E dan Sudanti H (1993), Kota Bewawasan Lingkungan, Penerbit Alumni, Bandung

Badan Pusat Statistik (2008), Kota Tanjungbalai Dalam Angka.

Departemen Kimpraswil Peraturan Daerah Propinsi Tingkat I Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 1995 Tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai

Dhenov, (2008), Pemukiman Masyarakat Berpenghasilan Rendah Di Indonesia, http://dhenov.blogspot.com, download 16 Januari, 2008

Firdaus, A. (2000), Revetments.Dalam: Laporan Mengenai Pengendalian Sungai. Proceeding Seminar Pengembangan Sumberdaya Air., Bandung

Hassan, S., A., H., K., K., A (2001), Corak Perumahan Tradisional Berkepadatan

Tinggi, Perkampungan di Sepanjang Pantai Barat Semenanjung

Malaysia,Universitas Sains Malaysia.

Keppres Nomor 32 tahun 1990, Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Kompas, 1995, Asal Muasal Nama Kota Tanjung Balai, Gramedia, Jakarta

Lynch K., dan Carr S (1971), Open Space: Freedom and Control, The Smithsonian Institution, London.

Maryono, A (2003), Penanggulangan Banjir Dengan Konsep Eko-Hydraulik, disampaikan Pada Lokakarya Dan Penyebaran Informasi Kegiatan RLPS di Tingkat Propinsi oleh BP DAS Wampu Sei Ular Dan Fakultas Pertanian USU. 23 Desember 2003, Medan.

Nazir Mohammad (1996), Metode Penelitian.,Ghalia Indonesia, Jakarta.

Panudju, B (1999). Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Penerbit Alumni.Bandung.


(6)

Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 1991 Tentang Sungai

Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Nasional Purwito (2002), Perumahan Pinggir Sungai di Banjarmasin Akibat Perilaku Pasang

Surut Sungai Barito, download www.google.com, 13 Desember 2007

Rapoport, A (1969), House Form And Cultural Prentice Hall, Eaglewood Cliffs, New York

Riduwan (2008), Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Alfabeta Bandung.

Saptorini H (2004), Studi Tipologi dan Morfologi Karakter Permukiman Tepian Sungai, Jurnal Teknisi Vol. 34 No. 1 April 2004, hal 32 - 39 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan-Universitas Kristen Petra Sinulingga B (1999), Pembangunan Kota, Tinjauan Regional dan Lokal, Pustaka

Sinar Harapan Jakarta

Supriyanto, I (2003), Kerentanan Kawasan Tepi Air Terhadap Kenaikan Permukaan laut, Kasus Tepi Air Kota Surabaya, Jurnal Dimensi Arsitektur Juli 2003 Vol 31/ No 1 Hal 35 – 42. Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan-Universitas Kristen Petra

Supriyanto, I (2003), Karakteristik Spesifik, Permasalahan dan Potensi Pengembangan Kawasan Kota Tepi Air/Pantai (Coastal City) Di Indonesia, Proceeding Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota Dan Perumahan Di Indonesia Dan Lingkungan Global

Undang-undang No 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang

Untermann R, Small R (1986), Perencanaan Tapak untuk Perumahan, Penerbit Intermatra, Bandung

www.wikipedia.com (2011) Foto Udara kota Tanjungbalai Tahun 1930, download 15 Mei 2011

www.worldatlas.com, (2010) Peta Sumatera Utara, download 30 Januari 2010 Yunus, H. S (2000)., Struktur Tata Ruang Kota, Pustaka Pelajar, Jakarta Yudohusodo S dkk (1991), Rumah untuk Seluruh Rakyat, Unit Percetakan