PEMBELAJARAN METAMATIKA BIDANG GEIOMETRI BAGI SISWA ADHD DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF.
vi DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
1. Tujuan Umum ... 8
2. Tujuan Khusus ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Latar dan Subjek Penelitian ... 9
F. Penjelasan Konsep ... 9
BAB II PEMBELAJARAN MATEMATIKA BIDANG GEOMETRI BAGI SISWA ADHD DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF ... 13
A. Hakikat ADHD ... 13
1. Konsep ADHD ... 13
2. Kebutuhan Khusus Siswa ADHD ... 18
3. Kebutuhan Khusus Pembelajaran ADHD ... 26
B. Hakekat Pembelajaran Matematika ... 32
1. Konsep Matematika ... 32
2. Konsep Geometri ... 34
3. Pembelajaran Geometri Bagi Siswa ADHD ... 37
C. Pembelajaran Matematika Bagi Siswa ADHD dalam Setting Pendidikan Inklusif ... 42
1. Konsep Pendidikan Inklusif ... 42
2. Teknik-Teknik Pembelajaran ADHD dalam Setting Pendidikan Inklusif ... 47
3. Program Pembelajaran Matematika Bidang Geometri untuk Siswa ADHD ... 55
BAB III METODE PENELITIAN ... 58
A. Metode dan Pendekatan Penelitian ... 58
B. Kasus dan Informan Penelitian ... 59
(2)
vii
1. Wawancara ... 60
2. Teknik Observasi ... 62
3. Teknik Studi Dokumentasi ... 63
D. Prosedur Pengumpulan Data ... 64
1. Tahap Penjajagan ... 64
2. Tahap Eksplorasi ... 64
3. Tahap Member Chek ... 64
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 65
1. Reduksi Data ... 66
2. Penyajian Data ... 66
3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi ... 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 69
A. Hasil Penelitian ... 69
1. Deskripsi Data Penelitian ... 69
2. Analisis Data ... 78
B. Pembahasan ... 80
1. Proses Gambaran Nyata dalam Pembelajaran Matematika Bidang Geometri Pada Siswa ADHD Kelas IV di SD X kota Bandung ... 81
2. Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Bidang Geometri Pada Siswa ADHD Kelas IV di SD X Kota Bandung ... 86
3. Rumusan Program Pembelajaran Matematika Bidang Geometri yang Dapat Dilaksanakan dan Solusi Untuk Membantu Prosen Pelaksanaan Pembelajaran Bagi Siswa ADHD Kelas IV di SD X Kota Bandung ... 87
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI .... 106
A. Kesimpulan ... 106
B. Implikasi ... 107
C. Rekomendasi ... 108
DAFTAR PUSTAKA ... 110 LAMPIRAN-LAMPIRAN
(3)
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 2.1 Hubungan Antara Siswa dan Guru dalam Kegiatan
Pembelajaran yang Menyenangkan ... 49
2.2 Hubungan Antara Siswa dan Guru dalam Kegiatan Pembelajaran ... 50
2.3 Kegiatan Pembelajaan dan Kemampuan Guru yang Bersesuaian ... 54
3.1 Pedoman Wawancara ... 61
3.2 Pedoman Observasi ... 62
3.3 Studi Dokumentasi ... 63
4.1 Matrik Data Kasus ... 76 4.2 Hasil Program Pembelajaran Matematika di Bidang Geometri . 91
(4)
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Komponen-Komponen Analisis Data: Model Alur
(5)
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk memberikan layanan pendidikan yang terbaik bagi siswa berkebutuhan khusus, salah satunya adalah dalam bentuk kebijakan pendidikan inklusif. Dinas Provinsi Jawa Barat, misalnya bekerjasama dengan UNESCO telah mengujicobakannya di beberapa Sekolah Dasar di Kabupaten/Kota. Untuk mendukung keberhasilan program pemerintah tersebut sejumlah kegiatan telah dikembangkan, diantaranya dengan memberikan berbagai pelatihan dan pembekalan yang diperuntukan bagi guru-guru yang mengajar di Sekolah Dasar, khususnya guru yang mengajar di sekolah yang dijadikan uji coba pendidikan inklusif.
Pendidikan inklusif merujuk pada sistem persekolahan atau lembaga pendidikan yang terbuka bagi semua siswa. Memberi dorongan bahwa semua Anak Berkebutuhan Khusus diterima dan belajar pada lembaga pendidikan yang sama dengan anak pada umumnya. Dengan demikian, guru, sekolah, dan sistem membutuhkan suatu perubahan agar anak menjadi lebih baik dalam mengikuti pembelajaran. Mereka dilibatkan dalam semua aspek kegiatan di sekolah. Hal ini membutuhkan perubahan sikap, tingkah laku, metode mengajar, kurikulum, dan lingkungan yang dapat mendukung kebutuhan semua siswa termasuk siswa Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
(6)
Guru kelas yang memahami keberadaan siswa ADHD di kelas reguler akan berusaha untuk menciptakan pembelajaran yang akrab. Pembelajaran yang akrab menurut guru: 1) berperilaku positif terhadap keberagaman baik fisik maupun cara berpikir, 2) aksesbilitas untuk kesempatan belajar, 3) aktif dan peduli terhadap semua anak, 4) menghargai anak apa adanya, 5) mampu mencari solusi, dan 6) berpikir fleksibel sehingga dapat menerima siswa dengan segala keunikannya (Skjorten, 2001).
Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh fenomena pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah reguler masih mengalami banyak kendala. Pelaksanaan pendidikan inklusif tersebut jauh dari harapan, keberadaan siswa berkebutuhan khusus sekedar numpang di kelas reguler ditangani oleh guru pendamping yang disediakan pihak sekolah, sementara guru kelas masih kebingungan dalam memberikan pelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus.
Prinsip pendidikan yang disesuaikan dalam setting inklusif menuntut guru reguler yang merubah tradisi mengajarkan materi yang sama kepada semua siswa di kelas, menjadi mengajar sesuai dengan kebutuhan siswa sesuai dengan kebutuhan individualnya. Dengan demikian diperlukan tingkat fleksibilitas dan adaptasi tinggi yang memungkinkan guru dapat mengajar sesuai dengan kebutuhan individual semua siswa di kelas. Dalam pembelajaran matematika, misalnya, ada saja anak yang mengalami kesulitan matematika ini. Padahal ini juga berangkai dengan bahasa: seperti membaca dan menulis.
(7)
Matematika sangat perlu diajarkan kepada peserta didik. Cockrof seperti dikutip Abdurrahman (1999:256) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan pada siswa karena: (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam segala cara; (5) meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah menantang.
Dalam pembelajaran matematika bagi siswa ADHD misalnya, menjadi tantangan tersendiri sebab paling tidak perhatian diarahkan pada karakteristik siswa ADHD serta muatan matematika yang juga masih dipandang sebagai mata pelajaran yang dicitrakan sulit dan memerlukan konsentrasi dan kesungguhan dalam mempelajarinya. Di sisi lain disadari siswa ADHD mengalami gangguan dalam aspek pemahaman matematika. Terutama di bidang geometri, siswa ADHD sulit membedakan bangun-bangun geometri.
Pembelajaran geometri bagi siswa ADHD sama pentingnya dengan siswa yang lainnya. Yaitu agar siswa memperoleh rasa percaya diri, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi dan bernalar secara sistematik (Babanga dalam Abdusakir, 2002:33). Sedangkan Ansyar (Sutrisno, 2002:31) mengemukakan bahwa geometri penting dipelajari pada setiap jenjang pendidikan karena geometri mencakup latihan berpikir logis, kerja yang sistematis, menghidupkan kreativitas, serta dapat mengembangkan kemampuam berinovasi. Van De Walle (Kahfi, 1996:270) mengemukakan ada tiga alasan mengapa
(8)
geometri penting untuk dipelajari, “(a) geometri dapat mengaitkan matematika dengan bentuk fisik dunia nyata, (b) geometri memungkinkan ide-ide dari bidang matematika yang lain untuk digambarkan, (c) geometri dapat memberi contoh yang tidak tunggal tentang sistem matematika”. Dari apa yang telah dikemukakan jelaslah bahwa peran geometri sangat penting sekali baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk kepentingan pelajaran matematika itu sendiri.
Konsep siswa ADHD tidak lepas dari perkembangan mengenai bagaimana mengoptimalkan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar konsep-konsep matematika bidang geometri, diperlukan penggunaan bahan-bahan pengajaran kongkrit secara berulang-ulang, sebagai contoh anak akan lebih memahami suatu konsep bangun ruang balok dengan cara memegang suatu benda berbentuk kubus secara kongkrit dan mengungkapkan sendiri, pengenalan bangun kubus itu mempunyai enam sisi dan dua belas rusuk. Jika kita menggambarkannya, bentuk kubus berbentuk persegi. Sedangkan untuk penanganan anak ADHD bukan suatu hal yang mudah sehingga dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak secara terpola, kerjasama demikian akan sangat membantu anak dalam mengatasi masalah dan mengoptimalkan potensi belajarnya, untuk tercapainya target pembelajaran guru harus menguasai keterampilan dalam mengajar seperti merumuskan tujuan, memilih metoda yang akan digunakan, memilih strategi pembelajaran. Memilih dan menggunakan alat bantu yang dipakai pembelajaran matematika dalam bidang geometri untuk anak ADHD.
(9)
Anak ADHD disadari selalu mendapat kesulitan di sekolah. Mereka selalu gagal untuk melakukan hubungan sosial. Ciri utama kecenderungan selalu bergerak dan berpindah dari satu kegiatan kepada kegiatan lain tanpa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dari satu tempat ke tempat lain, jarang untuk berdiam selama kurang lebih 5 hingga 10 menit guna melakukan suatu tugas kegiatan yang diberikan gurunya, tidak dapat konsentrasi dengan baik bila mengerjakan suatu tugas yang menuntut keterlibatan kognitif. Serta tampak adanya aktivitas yang tidak beraturan, berlebihan, dan mengacau. Pada dasarnya anak bukan tidak mampu belajar, tetapi kesulitannya untuk memusatkan perhatian menyebabkan mereka: “tidak siap untuk belajar”.
Memperhatikan kenyataan di lapangan tersebut, jelaslah pembelajaran geometri bagi siswa ADHD di kelas inklusif, guru sering kali kurang memperhatikan batasan-batasan sejauhmana materi yang perlu diberikan pada siswa ADHD yang mempunyai hambatan dalam konsentrasi disamakan dengan siswa pada umumnya, guru juga langsung memberikan drill informasi tentang suatu bentuk bangun ruang, untuk siswa ADHD hal ini kurang efektif seharusnya pembelajaran untuk ADHD memerlukan proses pengidentifikasian berbagai bentuk bangun ruang melalui langkah-langkah yang akan disajikan secara berstruktur.
Suatu program untuk layanan pembelajaran terhadap anak ADHD diperlukan suatu model tersendiri bersifat spesifik dengan berlandaskan pada input-process-output. Dalam input diperlukan kegiatan-kegiatan berkaitan dengan: (a) skrining asesmen guna mengetahui informasi berkaitan dengan
(10)
karakteristik khusus dari anak bersangkutan, (b) masukan informasi berkaitan dengan program yang lalu, keadaan dan keberadaan guru, sarana dan prasarana, serta tahapan kegiatan yang pernah dilakukan atau diterapkan pada anak bersangkutan. Masukan lingkungan berkaitan dengan norma, tuntutan, tujuan suatu kegiatan, serta keadaan lingkungan anak merupakan informasi yang sangat berguna dan memegang peranan penting bagi kegiatan input.
Selanjutnya proses kegiatan layanan spesifik diperlukan suatu program pembelajaran yang bersifat individu dan dibuat secara khusus. Tentunya dengan melihat kurikulum yang berlaku, perilaku non adaptif atau mal-adjusment tertentu. Cara melaksanakan intervensi, dan bagaimana melakukan refleksi kegiatan pembelajaran. Selama kegiatan untuk penyembuhan terhadap anak ADHD diperlukan program lebih menitikberatkan pada model modifikasi perilaku. Siklus kegiatannya diperlukan adanya tindakan, perencanaan, pengamatan, refleksi hasil kegiatan pembelajaran. Dan perencanaan kembali dan seterusnya sampai ditemukan kesempurnaan perilaku sasaran tertentu pada sasaran akhir.
Akibat dari gangguan pemusatan perhatian ini sangat beragam, jika gangguan pemusatan perhatian ini tidak teridentifikasi dan tidak ditangani, maka anak ADHD mempunyai resiko tinggi mengalami hambatan kemampuan belajar, menurutnya tingkat kepercayaan diri, problem-problem sosial, kesulitan-kesulitan dalam keluarga dan problem-problem lain yang mempunyai potensi berefek panjang (CH ADD, 1994). Anak dengan gangguan pemusatan perhatian adalah anak yang mempunyai masalah belajar dan tingkah laku, kombinasi
(11)
antara pemberian pengobatan dan suatu paket pendidikan khusus diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Kombinasi antara pengobatan dan paket pendidikan khusus bagi anak ADHD ini diharapkan dapat membantu mengatasi problem mengatasi kesulitan belajarnya.
Anak ADHD memerlukan pengajaran yang perlahan-lahan, dan strategi khusus agar biasa mengaplikasikannya dalam tanda-tanda yang sering digambarkan dalam matematika, bentuk, ruang, dan sebagainya. Tantangan mempraktekan prinsip pendidikan inklusif ini menggiring pada pentingnya menjawab permasalahan yang berkaitan dengan bagaimana pembelajaran matematika bidang geometri bagi anak ADHD dalam setting pendidikan inklusif. Berangkat dari hal tersebut maka peneliti bermaksud meneliti secara sistematis dan terarah atau lebih mendalam tentang bagaimana pembelajaran matematika bidang geometri bagi anak ADHD dalam setting inklusif.
B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian
Fokus penelitian ini diarahkan pada permasalahan “Bagaimanakah pengembangan pembelajaran matematika bidang geometri bagi anak ADHD di kelas IV SD X Kota Bandung ?“
Selanjutnya data penelitian dieksplorasi melalui pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran nyata pembelajaran matematika bidang geometri bagi anak ADHD di kelas IV SD X Kota Bandung?
(12)
a. Apakah pembelajaran matematika dibuat secara terencana? b. Apakah proses pembelajaran berjalan sesuai perencanaan? c. Apakah evaluasi dilakukan sesuai dengan keberagaman anak?
2. Kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran matematika bidang geometri pada siswa ADHD di kelas IV SD X Kota Bandung?
3. Bagaimana rumusan program pembelajaran matematika dalam bidang geometri bagi anak ADHD di kelas IV SD X Kota Bandung?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merumuskan program pembelajaran matematika bidang geometri bagi siswa ADHD kelas IV di SD X Kota Bandung.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan fakta lapangan berkenaan dengan:
1) Gambaran nyata tentang pembelajaran matematika bidang geometri bagi anak ADHD di kelas IV SD X Kota Bandung.
2) Kendala yang dihadapi dalam pembelajaran matematika bidang geometri bagi siswa ADHD di kelas IV SD X Kota Bandung.
3) Rumusan program pembelajaran matematika bidang geometri bagi anak ADHD yang dapat dilaksanakan dalam setting pendidikan inklusif di kelas IV SD X Kota Bandung.
(13)
D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam menjawab permasalahan berkenaan dengan pembelajaran metematika bagi siswa ADHD yang ada di kelas IV SD X Kota Bandung. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh praktisi, khususnya oleh guru kelas IV di SD X Kota Bandung dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus dalam setting pendidikan inklusif.
E. Latar dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD X Kota Bandung, yang berdasarkan studi pendahuluan sekolah ini relevan dengan masalah yang diteliti dan memungkinkan penelitian dilakukan. Adapun subjek penelitian ini adalah mereka yang terlibat dalam pelaksanaan pembelajaran matematika bidang geometri di kelas IV SD X Kota Bandung yang mencakup seorang siswa ADHD, seorang guru kelas, dua orang siswa yang akrab dalam keseharian belajar di sekolah.
F. Penjelasan Konsep
Untuk memperjelas arahan dan tujuan penelitian ini, dijelaskan dengan adanya istilah-istilah yang secara konsisten dipergunakan di dalam tesis ini. Agar penggunaannya secara oprasional sesuai dengan fokus penelitian ini, penulis mendefinisikan peristilahan tersebut.
(14)
Pembelajaran matematika adalah serangkaian kegiatan guru yang merupakan usaha sadar untuk menciptakan lingkungan belajar sehingga siswa terbantu untuk mengerti konsep matematika. Sedangkan matematika itu sendiri adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekpresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide Myklebus (Mulyono, 1999).
Pengertian matematika tidak dapat ditentukan secara pasti, hal ini disebabkan karena cabang matematika itu sendiri semakin bertambah dan semakin berbaur dengan ilmu yang lain. Johnson dan Risng (Tombokan, 1996) menjelaskan beberapa definisi tentang matematika sebagai berikut:
1. Matematika adalah pengetahuan terstruktur dimana sifat dan teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur-unsur yang didefinisikan dan berdasarkan aksioma.
2. Matematika ialah bahasa simbol tentang berbagai gagasan dengan menggunakan istilah-istilah yang didefinisikan secara cermat jelas dan akurat.
Beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematis, pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, penalaran logik yang berhubungan dengan bilangan, dan ilmu deduktif yang berdasarkan generalisasi dan pembuktian.
Geometri merupakan bagian dari matematika yang mempelajari bidang datar dan bangun ruang. Geometri berasal dari bahasa Yunani ge dan matrein. Ge
(15)
artinya ”bumi” dan matrein artinya ”mengukur”. Pada masa dahulu geometri digunakan untuk mengukur bumi Grossnickle (Tombokan, 1996). Sedangkan Reys (Tombokan, 1996), mengatakan bahwa geometri adalah studi tentang bidang datar dan bangun ruang dan berbagai bentuk dalam ruang. Jadi geometri adalah bagian dari matematika yang merupakan pengetahuan tentang hubungan dan pemahaman secara mendalam tentang bangun ruang dan bidang datar serta sifat-sifatnya yang berguna dalam berbagai situasi dan berkaitan dengan topik matematika dan pelajaran lainnya.
Siswa ADHD adalah siswa yang mengalami gangguan perhatian sedemikian rupa sehingga tidak dapat memfungsikan konsentrasi dalam belajar. Oleh sebab itu, untuk belajar bersama teman-temannya di kelas reguler memerlukan layanan khusus. Menurut Michael Gordon (1991), bahwa perilaku mereka akan berbeda. Siswa ADHD memiliki kondisi khas yang bercirikan kurang konsentrasi, hiperaktif dan impulsif yang menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka. Hal ini menyebabkan siswa ADHD dianggap tidak kooperatif atau sangat nakal dan tidak memberi respon sebagaimana siswa lain, pemarah dan tidak terkendali. Untuk perkembangan dan pertumbuhan siswa ADHD, diperlukan suatu bentuk program pembelajaran spesifik
Setting
Fenomena dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika bidang geometri di kelas IV Sekolah Dasar. Secara lebih rinci yaitu proses pembelajaran
(16)
dalam setting inklusif yang di dalamnya terdapat siswa ADHD di kelas IV.Yang artinya pembelajaran matematika di bidang geometri yang di dalamnya terdapat siswa ADHD tidak dilakukan secara terpisah dalam kelas khusus, tetapi dilaksanakan dalam konteks kelas.
Pendidikan inklusif merupakan pendekatan yang mampu merespon keragaman siswa. Pendidikan inklusif memungkinkan guru dan siswa untuk merasa nyaman dengan keragaman dan melihatnya sebagai suatu tantangan atau pengayaan lingkungan belajar, dari pada suatu masalah. Nilai penting yang melandasi suatu sekolah inklusif adalah bahwa setiap anak dapat belajar apapun kondisinya. Pendidikan inklusif memberikan berbagai kegiatan dan pengalaman, sehingga semua siswa dapat berpartisipasi dan berhasil dalam kelas reguler. Dengan demikian kehadiran pendidikan inklusif dapat memberikan kontribusi berarti bagi setiap anak dengan segala keragamannya, termasuk Anak Berkebutuhan Khusus. Dengan demikian maka pendidikan inklusif: pertama adalah menciptakan dan membangun pendidikan berkualitas, menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan, menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh, dan mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, sosial, intelektual, bahasa dan kondisi lainnya. Kedua, memberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang sama dan terbaik bagi semua anak pada spektrum yang luas dari kebutuhan belajar baik dalam setting pendidikan formal maupun nonformal.
(17)
58 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan strategi yang digunakan dalam penelitian adalah studi kasus. Pendekatan kualitatif dipilih karena sejalan dengan tujuan penelitian yaitu untuk menggambarkan situasi dan kondisi tersebut. Sebagaimana dikemukakan Van Maanen (Tarsidi, 2002:90) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan berbagai macam teknik interpretasi yang berupaya mendeskripsikan mengungkap, menerjemahkan, atau menafsirkan fenomena sosial tertentu yang terjadi secara alami, dari segi maknanya, bukan dari frekuensinya. Hal ini juga sejalan dengan Patton (Tarsidi, 2002:91) bahwa penelitian kualitatif sebagai penyelidikan ilmiah yang menggunakan pendekatan pemahaman yang didasarkan atas pemikiran kritis mengenai fenomena sosial tanpa bergantung pada abstraksi simbol-simbol numerik.
Sedangkan penggunaan strategi studi kasus didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitian kualitatif lebih menekankan pada upaya untuk mendapatkan gambaran nyata, yang natural dari subjek yang diteliti. Pendekatan ini menuntut pemahaman yang lebih mendalam terhadap yang subjek diteliti yang tidak sekedar mencari jawaban atas pertanyaan “apa” atau “bagaimana” tetapi juga mencari jawaban atas pernyataan “mengapa” sebagaimana dijelaskan oleh Suharsimi Arikunto (1993:314), studi kasus menekankan kepada: 1) mengapa individu
(18)
tersebut bertindak demikian, 2) apa wujud tindakan itu, dan 3) bagaimana ia bertindak terhadap lingkungan.
B. Kasus dan Informan Penelitian
Kasus penelitian ini adalah pembelajaran matematika bidang geometri pada anak ADHD di kelas IV SD X Kota Bandung. Meriam (1988) mengemukakan bahwa sebuah kasus dalam studi kualitatif merupakan satu contoh dari satu fenomena. Pemilihan kasus itu didasarkan atas signifikansi atau relevansinya dengan pertanyaan penelitian, bukan karena dipandang representatif.
Adapun yang dijadikan informan penelitian ini adalah: guru kelas, siswa ADHD, dan dua orang siswa lain yang paling signifikan bagi siswa ADHD tersebut.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpul data penelitian berkaitan dengan alat alat atau instrumen untuk memperoleh data di lapangan. Instrumen yang paling utama dalam penelitian ini sebenarnya adalah peneliti itu sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nasution (1988:55) bahwa dalam penelitian naturalistik tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan peneliti itu sendiri sebagai instrumen penelitian utamanya. Ini mengandung arti karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif maka instrumen atau alat pengumpul data yang utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.
(19)
Hal ini juga ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (dalam Gana, 1990:5) bahwa pendekatan kualitatif termasuk dalam ”naturalistic inquiry” yang memerlukan manusia sebagai instrumennya, karena muatan yang sarat dalam lingkup yang hendak diamati. Hanya saja menurut Guba instrumen penelitian tersebut yakni manusia itu sendiri, terlebih dahulu perlu sepenuhnya memahami dan adaptif terhadap situasi yang dihadapi. Ia seyogianya terbina oleh pengalamannya dalam menggunakan metoda yang cocok.
Dengan demikian, alat-alat atau instrumen yang dipaparkan di bawah ini sebenarnya merupakan instrumen pelengkap atau hanya bersifat pedoman. Keputusan penggunaan instrumen-instrumen pelengkap ini didasarkan pada metode penelitian yang digunakan dan jenis data yang diperlukan.
Berkenaan dengan penelitian yang dilakukan ini, terdapat empat teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu:
1. Teknik Wawancara
Teknik wawancara ini digunakan untuk memperoleh sejumlah informasi dari pikiran, perasaan, pendapat, pengetahuan dari orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran matematika bidang geometri pada anak ADHD di kelas IV SD X Kota Bandung.
Pedoman wawancara tersebut dikembangkan berdasarkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan mengenai aspek pembelajaran matematika bidang geometri dan evaluasinya bagi anak ADHD dalam setting pendidikan inklusif. Di dalamnya termasuk pertanyaan-pertanyaan seputar yang dilakukan guru,
(20)
kendala-kendala yang dihadapi serta upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
Adapun formatnya adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Pedoman Wawancara
Waktu : __________ Tempat : __________
No Aspek yang ditanyakan Analisis
I.
II
III
Gambaran nyata dalam proses pembelajaran matematika bidang geometri bagi siswa ADHD
A. Perencanaan pengajaran geometri dengan materi bangun ruang untuk siswa ADHD:
1. Bentuk perencanaannya. 2. Isi perencanaannya.
3. Penyiapan alat yang dibutuhkan siswa ADHD dalam memberikan pembelajaran geometri.
4. Kurikulum. 5. Kerjasama guru.
C. Pelaksanaan pembelajaran geometri bangun datar untuk siswa ADHD:
a. Apersepsi.
b. Metoda yang digunakan. c. Cara pengelolaan kelas. d. Strategi pembelajarannya. D. Penilaian bagi siswa ADHD:
1. Evaluasi yang dikembangkan. 2. Waktu pelaksanaan Evaluasi.
3. Kerjasama guru dengan kepala sekolah untuk mengambil kebijakan dalam memberikan nilai evaluasi.
E. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran untuk siswa ADHD
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran bagi siswa ADHD. b. Upaya-upaya yang menjadi pendukung pelaksanaan
pembelajaran geometri umtuk siswa ADHD. F. Rumusan program pembelajaran matematika dalam
bidang geometri untuk siswa ADHD a. Penyusunan program pembelajaran. b. Kesesuaian program dengan keadaan dan
kemampuan siswa.
(21)
2. Teknik Observasi
Teknik observasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data lapangan tentang konteks nyata kegiatan dan proses-proses pembelajaran matematika bidang geometri bagai anak ADHD di kelas IV SD X Kota Bandung. Aspek-aspek yang diobservasi mencakup manusia, kegiatan yang dihubungkan dengan aspek-aspek yang diteliti yakni bagaimana pembelajaran individual bagi anak ADHD dilaksanakan.
Pedoman observasi yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan untuk memudahkan proses pengamatan yang seksama mengenai manusia ataupun non-manusia yang terlibat dalam proses pembelajaran di SD X Kota Bandung. Selanjutnya format pedoman observasi tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 3.2 Pedoman Observasi
Waktu : ______________ Observasi ke : _________
No. Aspek yang diobservasi Penafsiran
1. Hal-hal yang akan diobservasi
1. Pelaksanaan pembelajaran matematika bidang geometri dengan materi bangun ruang untuk siswa ADHD yang ada di kelas IV di SD X a. Kegiatan Apersepsi.
b. Penerapan metoda. c. Pengelolaan kelas.
d. Cara guru memberikan bantuan kepada siswa ADHD.
e. Kerjasama guru dengan siswa yang lainnya dalam membantu siswa ADHD pada saat kegiatan pembelajaran.
f. Cara membangun interaksi dan komunikasi antara siswa, serta dengan guru dalam pembelajaran.
g. Cara pembelajaran yang bermakna. h. Cara menutup pelajaran.
(22)
Evaluasi dalam pembelajaran matematika bidang geometri dengan materi bangun ruang untuk sisa ADHD kelas IV di SD X
3. Teknik Studi Dokumentasi
Teknik studi dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh sejumlah data lapangan berkenaan dengan gambaran persiapan perencanaan pembelajaran berupa dokumen adminstratif. Teknik studi dokumentasi ini juga berkaitan dengan upaya memperoleh data, mengenai siapa yang membuat dan terlibat serta mengapa dokumen itu dibuat, serta bagaimana peran dokumen tersebut dalam pembelajaran anak ADHD.
Tabel 3.3 Studi Dokumentasi
Nomor : ___________ Tema Pokok : ___________ Sumber data : ___________
No Deskripsi Analisis
1. Persiapan yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran matematika di bidang geometri - Membuat Rencana Program Pembelajaran (RPP)
2. Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran matematika di bidang geometri
a. Buku sumber materi pengajaran matematika. b. Kurikulum.
c. Buku pedoman matematika di bidang geometri. d. Alat bantu pembelajaran matematika di bidang
geometri.
3. Memahami diri siswa a. Buku pribadi siswa.
b.Hasil asesmen pembelajaran.
c. Hasil kemajuan dalam pembelajaran. d.Buku perbaikan dan pengayaan.
(23)
D. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data pembelajaran matematika di bidang geometri pada siswa ADHD di kelas IV SD X Kota Bandung ini, dilakukan untuk memahami secara mendalam tentang kenyataan yang terjadi di lapangan sesuai dengan konteks penelitian. Proses pengumpulan data lapangan dilakukan secara bertahap, melalui prosedur sebagai berikut:
1. Tahap Penjajagan
Tahap penjajagan ini pada dasarnya merupakan tahap studi pendahuluan Studi pendahuluan pada SD X Kota Bandung. Ini dimaksudkan untuk mencari informasi umum yang diperlukan agar masalahnya menjadi lebih jelas. Instrumen yang digunakan terbatas pada pedoman observasi dan wawancara.
2. Tahap Eksplorasi
Tahap eksplorasi ini merupakan tahap pengumpulan data yang sesuai dengan permasalahan penelitian yang diteliti. Prosesnya merupakan pemantapan tahap sebelumnya. Alat pengumpul data pada tahap penelitian ini sudah disempurnakan. Demikian juga catatan lapangan dan lembar rangkuman serta alat-alat perekam lainnya sudah disempurnakan dan digunakan secara efektif. Eksplorasi ini dilakukan secara terus menerus.
3. Tahap Member Chek
Pada tahap ini, setiap perolehan data dari lapangan, baik yang didapat ketika pengumpulan data di SD X Kota Bandung masih berlangsung maupun setelah seluruh data terkumpul selalu dikonfirmasikan dan dicek kembali
(24)
kebenarannya kepada sumber-sumber data. Dengan demikian data penelitian yang diperoleh baik itu melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi benar benar dapat dipercaya dan jelas sumbernya. Artinya data yang berhasil dikumpulkan sekian lama dari lapangan tersebut tidak sia-sia karena selanjutnya dapat diolah secara mudah dan dapat dimaknakan secara tepat sehingga mampu menjawab pertanyaan penelitian.
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Tenik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini didasarkan pada metodologi yang dipakai, yaitu pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik berpikir kritis induktif. Proses pelaksanaan analisis data dilakukan secara terus menerus sejak penelitian dimulai sampai seluruh data terkumpul. Setiap perolehan data dari catatan lapangan kemudian direduksi, disajikan dan dianalisis. Proses pengolahan dan analisis data ini dilakukan melalui model alur yang dikemukakan Miles dan Huberman sebagai berikut:
Masa pengumpulan data
REDUKSI DATA
Antisipasi Selama di lapangan setelah di lapangan PENYAJIAN DATA
Selama di lapangan setelah di lapangan PENARIKAN KESIMPULAN/VERIFIKASI
Gambar 3.1
Komponen-Komponen Analisis Data: Model Alur
(Miles & Huberman, 1992:18)
(25)
Analisis data merupakan hal yang penting setelah pengumpulan data, karena memungkinkan peneliti memberikan makna terhadap data yang dikumpulkan.
Adapun teknik analisis data ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang berlangsung secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (verifikasi).
1. Reduksi Data
Miles & Huberman (1992:6) mengemukakan reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Prosesnya berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung. Reduksi data meliputi membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dan sebagainya.
2. Penyajian Data
Miles & Huberman (1992:17) mengemukakan bahwa penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data ini dilakukan melalui bentuk teks naratif, dan jenis matrik, sehingga dengan melihat penyajian-penyajian data tersebut maka apa yang terjadi di lapangan dapat dipahami dan memudahkan proses analisis lebih lanjut.
(26)
3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi
Miles & Huberman (1992:19) mengemukakan bahwa penarikan kesimpulan merupakan suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Dari permulaan pengumpulan data, proses mencari arti data dan menangani kesimpulan sementara dengan longgar. Mula-mula belum jelas kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan kokoh.
Reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai suatu yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut “analisis”. Dalam pandangan ini kegiatan tersebut meupakan proses siklus dan interaktif. Bergerak dari empat sumbu kumparan selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik diantara kegiatan reduksi data, penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
Pengkodean data (reduksi data) menjurus ke arah gagasan baru guna dimasukan ke dalam suatu matriks (penyajian data). Pencatatan data mempersyaratkan reduksi data selanjutnya. Begitu matriks terisi, kesimpulan awal dapat ditarik, tetapi itu menggiring pada pengambilan keputusan untuk menambah kolom lagi pada matriks itu untuk menguji kesimpulan.
Kesimpulan penelitian ini juga terus diverifikasi selama penelitian berlangsung melalui bentuk-bentuk tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, tukar pikiran dengan teman sejawat. Dengan demikian makna-makna yang muncul dari data teruji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya.
(27)
Pengujian data tersebut dilakukan dengan teknik triangulasi, yakni teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk perbandingan. Tujuan digunakan teknik triangulasi, sebagaimana dikemukakan Moleong (l997) adalah untuk keperluan pengecekan atau perbandingan terhadap data. Sementara itu Frechtling dan Sharp (dalam Tarsidi, 2002:106) menyarankan peneliti membaca ulang data dan secara sistematis memeriksa data berulang-ulang dengan menggunakan berbagai teknik termasuk menelaah apakah terdapat pola-pola dan tema-tema tertentu, mengelompokan, membandingkan, memilah dan membedakan antara faktor khusus dengan faktor umum, yang didasarkan atas asumsi teoretik.
(28)
106 BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Beranjak dari hasil penelitian, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
Pembelajaran matematika di bidang geometri bagi siswa ADHD yang dilakukan oleh guru kelas IV di SD X Kota Bandung belum dilaksanakan secara sempurna, baik dilihat dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi masih disamakan dengan siswa pada umumnya. Perencanaan pembelajaran matematika di bidang geometri bagi siswa ADHD secara tertulis masih belum mempertimbangkan keberadaan siswa ADHD dalam perencanaan pembelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini dimungkinkan karena guru kelas yang menangani anak ADHD tidak memahami apa yang dibutuhkan dalam pembelajaran secara kongrit untuk memperjelas materi tentang geometri secara berstruktur. Guru belum mengenal program pembelajaran yang diindividualkan. Padahal dengan adanya karakteristik ADHD yang mudah beralih perhatian maka program pembelajaran yang diindividualisasikan merupakan solusi yang dapat dilakukan guru kelas.
Melalui Pembelajaran yang diindividualisasikan guru, mengurai materi menjadi sederhana, yang didasarkan pada hasil asemen. Sehingga dapat diikuti oleh siswa ADHD. Program pembelajaran individual ini diawali dengan pembuatan asesmen secara tertulis untuk memahami kemampuan siswa ADHD
(29)
dalam mengerjakan materi matemática bidang geometi, guru menggunakan media yang kongkrit, dalam mengenalkan geometri tentang bangun ruang guru mendemontrasikan benda berbentuk kubus, memperlihatkan jumlah sisi, jumlah rusuk, bentuk sisi persegi. Siswa menghitung jumlah sisi kubus, rusuk dan menyebutkan bentuk sisi.
Jadi pembelajaran matematika bidang geometri bagi siswa ADHD perlu dikembangkan dengan memperhatikan faktor perkembangan yang menyelimutinya.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan penelitian tentang pembelajaran matematika dalam pembelajaran geometri untuk siswa ADHD, maka implikasi terhadap pendidikan yang sesuai dengan para digma pendidikan inklusif yaitu:
1. Guru harus memiliki pengetahuan tentang pemahaman siswa berkebutuhan khusus sesuai dengan karakteristiknya dan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pelayanaan yang terbaik bagi siswa berkebutuhan khusus.
2. Semua progam pembelajaran bagi siswa ADHD sebaiknya berdasarkan pada asesmen agar sesuai dengan kebutuhan siswa dan pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar.
3. Metode yang sangat relevan untuk peningkatan atensi dan konsentrasi ADHD, sehingga anak ADHD mudah memahami pengetahuan yang dipelajarinya
(30)
adalah metode strategi visual supaya anak ADHD menjadi lebih memahami informasi yang didengar.
C. Rekomendasi 1. Guru
Bahwa dalam proses pembelajaran untuk siswa ADHD pada dasarnya tidak bisa disamakan dengan siswa pada umumnya, karena kurang konsentrasi dalam mengikuti pelajaran pada bidang geometri sehingga pembelajaran yang diindividualisasikan menjadi sangat penting dilakukan.
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan, guru hendaknya berperan meningkatkan pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya. Untuk itu guru harus membuat assesmen, sehingga guru kelas bisa lebih kreatif memberi pelayanan di kelas terhadap siswa dengan beragam kebutuhannya.
2. Pengembangan Ilmu
Untuk merealisasikan model pembelajaran individual sebagai salah satu elemen dasar pendidikan inklusif, guru hendaknya mengenali dan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi setiap siswa baik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan pembelajarannya. Guru yang mengajar yang ada siswa berkebutuhan khusus di sekolah reguler hendaknya dibekali tentang pendidkan berkebutuhan khusus sehingga dapat memberikan pembelajaran yang terbaik bagi semua siswa. Guru mencari jalan keluar mengenai permasalahan sehingga dapat siswa berkebutuhan khusus terlibat dan berpartisipasi dalam pembelajaran karena partisipasi dan
(31)
keterlibatan dalam pembelajaran sesuai dengan potensinya merupakan harapan dari pelaksanaan pendidikan inklisif. Forum ini sekaligus sebagai pembinaan dan sosialisasi pendidikan inklusif kepada semua pihak, khususnya terhadap guru kelas.
3. Peneliti Selanjutnya
Temuan dari penelitian ini akan menjadi lebih lengkap apabila jumlah subjek penelitiannya tidak besar dan menggunakan analisis statistik parametrik.
(1)
3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi
Miles & Huberman (1992:19) mengemukakan bahwa penarikan kesimpulan merupakan suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Dari permulaan pengumpulan data, proses mencari arti data dan menangani kesimpulan sementara dengan longgar. Mula-mula belum jelas kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan kokoh.
Reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai suatu yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut “analisis”. Dalam pandangan ini kegiatan tersebut meupakan proses siklus dan interaktif. Bergerak dari empat sumbu kumparan selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik diantara kegiatan reduksi data, penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
Pengkodean data (reduksi data) menjurus ke arah gagasan baru guna dimasukan ke dalam suatu matriks (penyajian data). Pencatatan data mempersyaratkan reduksi data selanjutnya. Begitu matriks terisi, kesimpulan awal dapat ditarik, tetapi itu menggiring pada pengambilan keputusan untuk menambah kolom lagi pada matriks itu untuk menguji kesimpulan.
Kesimpulan penelitian ini juga terus diverifikasi selama penelitian berlangsung melalui bentuk-bentuk tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, tukar pikiran dengan teman sejawat. Dengan demikian makna-makna yang muncul dari data teruji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya.
(2)
68
Pengujian data tersebut dilakukan dengan teknik triangulasi, yakni teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk perbandingan. Tujuan digunakan teknik triangulasi, sebagaimana dikemukakan Moleong (l997) adalah untuk keperluan pengecekan atau perbandingan terhadap data. Sementara itu Frechtling dan Sharp (dalam Tarsidi, 2002:106) menyarankan peneliti membaca ulang data dan secara sistematis memeriksa data berulang-ulang dengan menggunakan berbagai teknik termasuk menelaah apakah terdapat pola-pola dan tema-tema tertentu, mengelompokan, membandingkan, memilah dan membedakan antara faktor khusus dengan faktor umum, yang didasarkan atas asumsi teoretik.
(3)
106 BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Beranjak dari hasil penelitian, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
Pembelajaran matematika di bidang geometri bagi siswa ADHD yang dilakukan oleh guru kelas IV di SD X Kota Bandung belum dilaksanakan secara sempurna, baik dilihat dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi masih disamakan dengan siswa pada umumnya. Perencanaan pembelajaran matematika di bidang geometri bagi siswa ADHD secara tertulis masih belum mempertimbangkan keberadaan siswa ADHD dalam perencanaan pembelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini dimungkinkan karena guru kelas yang menangani anak ADHD tidak memahami apa yang dibutuhkan dalam pembelajaran secara kongrit untuk memperjelas materi tentang geometri secara berstruktur. Guru belum mengenal program pembelajaran yang diindividualkan. Padahal dengan adanya karakteristik ADHD yang mudah beralih perhatian maka program pembelajaran yang diindividualisasikan merupakan solusi yang dapat dilakukan guru kelas.
Melalui Pembelajaran yang diindividualisasikan guru, mengurai materi menjadi sederhana, yang didasarkan pada hasil asemen. Sehingga dapat diikuti oleh siswa ADHD. Program pembelajaran individual ini diawali dengan pembuatan asesmen secara tertulis untuk memahami kemampuan siswa ADHD
(4)
107
dalam mengerjakan materi matemática bidang geometi, guru menggunakan media yang kongkrit, dalam mengenalkan geometri tentang bangun ruang guru mendemontrasikan benda berbentuk kubus, memperlihatkan jumlah sisi, jumlah rusuk, bentuk sisi persegi. Siswa menghitung jumlah sisi kubus, rusuk dan menyebutkan bentuk sisi.
Jadi pembelajaran matematika bidang geometri bagi siswa ADHD perlu dikembangkan dengan memperhatikan faktor perkembangan yang menyelimutinya.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan penelitian tentang pembelajaran matematika dalam pembelajaran geometri untuk siswa ADHD, maka implikasi terhadap pendidikan yang sesuai dengan para digma pendidikan inklusif yaitu:
1. Guru harus memiliki pengetahuan tentang pemahaman siswa berkebutuhan khusus sesuai dengan karakteristiknya dan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pelayanaan yang terbaik bagi siswa berkebutuhan khusus.
2. Semua progam pembelajaran bagi siswa ADHD sebaiknya berdasarkan pada asesmen agar sesuai dengan kebutuhan siswa dan pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar.
3. Metode yang sangat relevan untuk peningkatan atensi dan konsentrasi ADHD, sehingga anak ADHD mudah memahami pengetahuan yang dipelajarinya
(5)
adalah metode strategi visual supaya anak ADHD menjadi lebih memahami informasi yang didengar.
C. Rekomendasi 1. Guru
Bahwa dalam proses pembelajaran untuk siswa ADHD pada dasarnya tidak bisa disamakan dengan siswa pada umumnya, karena kurang konsentrasi dalam mengikuti pelajaran pada bidang geometri sehingga pembelajaran yang diindividualisasikan menjadi sangat penting dilakukan.
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan, guru hendaknya berperan meningkatkan pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya. Untuk itu guru harus membuat assesmen, sehingga guru kelas bisa lebih kreatif memberi pelayanan di kelas terhadap siswa dengan beragam kebutuhannya.
2. Pengembangan Ilmu
Untuk merealisasikan model pembelajaran individual sebagai salah satu elemen dasar pendidikan inklusif, guru hendaknya mengenali dan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi setiap siswa baik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan pembelajarannya. Guru yang mengajar yang ada siswa berkebutuhan khusus di sekolah reguler hendaknya dibekali tentang pendidkan berkebutuhan khusus sehingga dapat memberikan pembelajaran yang terbaik bagi semua siswa. Guru mencari jalan keluar mengenai permasalahan sehingga dapat siswa berkebutuhan khusus terlibat dan berpartisipasi dalam pembelajaran karena partisipasi dan
(6)
109
keterlibatan dalam pembelajaran sesuai dengan potensinya merupakan harapan dari pelaksanaan pendidikan inklisif. Forum ini sekaligus sebagai pembinaan dan sosialisasi pendidikan inklusif kepada semua pihak, khususnya terhadap guru kelas.
3. Peneliti Selanjutnya
Temuan dari penelitian ini akan menjadi lebih lengkap apabila jumlah subjek penelitiannya tidak besar dan menggunakan analisis statistik parametrik.