Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis di SD Purba Adhika Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif

(1)

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) BAGI SISWA AUTIS DI SD PURBA ADHIKA SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh :

ELA RAHAYUNINGSIH 1110011000107

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

I,EMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul "Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa

AutisdiSDPurbaAdhikaSekolahPenyelenggaraPendidikanlnlrlusif'

disusun oleh

Ela

Rahayuningsih,

NIM

1110011000107, Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan' Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatuliah Jakarta Telah melalui bimbingan dan dinyatakan

sah

sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah

sesuai

ketentuan yang ditetapkan oleh Fakultas'

Jakuia,24 Januari 201 5

Yang Mengesahkan,

Pembimbing

N

ffi


(3)

autis

di

SD Purba Adhika

Sekolah Pendidikan

disusun

oleh

ELA

RAHAYUNINGSIH

Nomor

Induk

Mahasiswa

1110011000107, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 23 Februari 2015 dihadapkan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Iakarta, 23 Februari 201 5

Panitia Ujian Munaqasah Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)

Dr. Abdul Maiid Khon. M.Ag

NIP.19580707 198703 1 005

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi) Marhamah Shaleh. Lc. MA

NIP. 19720313 200801 2 010

Penguji I

Drs. Masan AF, M.Pd NIP.19510716 198103 1 005 Penguji

II

Henv Narendrani Hidavati. M.Pd NrP. 19710512 199603 2 002

Dekan F

)<t

:" 13

.2Dts

/7th.{7

zcl

t

lv

/etr1

Mengetahui


(4)

Yang bertanda tangan

Nama : E1a RahaYuningsih

NIM

:1110011000107

Jurusan

: Pendidikan Agama lslam (PAI)

Alamat

: Kp' Baru Rt0i0/008' Cakung Barat' Cakung'

Jakarta Timur

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skipsi yang berjudul 'oPembelaiaran Pendidikan

Agama Islam (PAI)

bagi Siswa Autis di SD Purba Adhika Sekotah Penyelenggara

Pendidikan

lnklusif'

adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing : Dra. Hj. Zikri

Neni Iska' M Psi

NIP

:19690206199503 2 001

JurusarVProgram

Studi

: Pendidikan Agama

Islam (PAl)

Demikian sltrat pemyataan

ini

saya buat dengan

sesungguhnya dan saya siap

menerima segala konsekuensi apabila terbukti

bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Iakatta' 24 Januari 2015 Yang MenYatakan


(5)

i

ABSTRAK

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis di SD Purba Adhika Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif

Kata Kunci: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), Siswa Autis, Sekolah Penyelenggara pendidikan Inklusif.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis di SD Purba Adhika Sekolah Penyelenggara Inklusif, yang meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu suatu metode yang bertujuan menggambarkan suatu kegiatan atau keadaan tertentu yang terlebih dahulu menganalisis data-data dan kejadiannya dalam bentuk tulisan. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan, meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan, meliputi reduksi data, data display, kesimpulan dan verifikasi. Informan kunci/responden dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru bidang studi pendidikan agama islam (PAI), dan guru pendamping khusus yang ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama Kurikulum dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang digunakan untuk siswa autis disamakan dengan siswa reguler, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) selalu membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebelum pembelajaran dimulai. Sedangkan guru pendamping khusus tidak membuat program pembelajaran individual (PPI), kedua pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis sudah cukup baik, metode pembelajaran yang digunakan adalah metode ceramah, dan materi pelajaran antara siswa autis dan siswa reguler disamakan. Ketiga evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk siswa autis disamakan dengan siswa reguler. Hanya saja pelaksanaannya yang berbeda. Apabila ada siswa autis yang tidak dapat mengerjakan soal, maka guru mengadakan remedial.


(6)

ii

ABSTRACT

Learning of Islamic Education (PAI) for Autistic Students the purba adhika Organizers Inclusive Schools

Keywords: Learning of Islamic Education (PAI), Student Autism, Organizers Inclusive Schools.

This study aimed to describe learning process of Islamic Education (PAI) for autistic students in elementary Ancient Adhika Operator Inclusive Schools, which includes lesson plans, learning implementation, and evaluation of learning. The method used is descriptive qualitative which is a method that aims to describe a particular activity or situation that first analyze the data and its occurrence in written form. This study uses a case study approach. Data collection techniques were used, including observation, interviews, and documentation. Data analysis includes data reduction, display the data, conclusion and verification. Key informant / respondent in this study is the principal, teachers of Islamic religious education (PAI), and special assistant teacher determined in accordance with the purpose of research. The results showed that, first of Curriculum and Learning Implementation Plan (RPP) which is used for autistic students equated with regular students, teachers of Islamic Education (PAI) always make Lesson Plan (RPP) before learning begins. Meanwhile, a special assistant teachers do not make individualized learning program (PPI), he second learning implementation of Islamic Education (PAI) for students with autism are good enough, the learning method used is a lecture, and the subject matter between autistic students and regular students equated. The third evaluation of the learning of Islamic Education (PAI) for students with autism equated with regular students. It's just a different implementation. If there are students with autism who can not do the problem, then held a remedial teacher.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا ها مسب

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan taufik dan Hidayah-Nya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad suritauladan bagi umat islam. Selesainya skripsi ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Marhamah Saleh, MA., Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs., Masan AF, M.Pd., sebagai dosen pembimbing akademik yang penuh perhatian dan pengertian, dalam membimbing dan memotivasi penulis selama ini mulai dari awal kuliah hingga sampai saat ini, semoga Bapak selalu mendapat keberkahan dari Allah SWT. 5. Ibu Dra. Hj. Zikri Neni Iska, M.Psi., sebagai Dosen Pembimbing

Skripsi, yang dengan tulus dan ikhlas telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, arahan, nasihat, dan ilmu kepada penulis hingga pada tahap penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.


(8)

iv

7. Keluarga Besar SD Purba Adhika, khususnya Ibu Titis, Ibu Irma, Bapak Nurdin, Ibu Ikke, dan rekan-rekannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

8. Untuk orang tuaku tercinta, “Bapak” Mardi dan “Mama” Ngadiyem yang selalu melimpahkan do’a, dukungan, pengertian, nasehat, kesabaran, dan cintanya sehingga penulis dapat selalu bersyukur kepada Allah SWT dan dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi ini. Dan untuk adikku tersayang Riyan Nur Hidayah yang selalu

memberikan semangat dan do’anya kepada penulis sehingga skripsi ini

selesai. Semoga Allah memberikan rahmat, lindungan, ampunan, dan keberkahan-Nya kepada keluarga kita.

9. Sahabat Kepompong (Nuna, Fathin, Anggun, dan Refqi), sahabat kura-kura ninja (Isma, Ana, Ina, dan Choy), keluarga besar molose PAI 2010 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan keluarga besar F5 Ka Titin, Ka Ade, Wanti, Dewi, Anjani, Indah, Pipit, dan Dina serta seluruh teman-teman Pendidian Agama Islam (PAI) angkatan 2010. Terima kasih atas cerita indah yang telah kalian berikan.

10.Dan untuk “Liebe” Andy yang selalu melimpahkan do’a, dukungan, semangat, nasehat, pengertian, kesabaran, dan sayang tulusnya kepada penulis, semoga Allah selalu meridhoi kita untuk cita-cita dan tujuan selanjutnya. InsyaAllah

Ucapan terima kasih juga ditunjukkan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Skripsi ini masih banyak ditemui berbagai kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan penulis terima. Dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pribadi khususnya dan para pembaca umumnya. Akhirnya hanya kepada Allah segala sesuatunya penulis kembalikan.

Jakarta, 24 Januari 2015 Penulis


(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 9

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN TEORI ... 11

A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam... 11

1. Pengertian Pembelajaran ... 11

2. Perencanaan Pembelajaran ... 12

a. Pengertian Perencanaan Pembelajaran ... 12

b. Fungsi Perencanaan Pembelajaran ... 13

c. Manfaat Perencanaan Pembelajaran ... 14

3. Pelaksanaan Pembelajaran ... 14

4. Evaluasi Pembelajaran ... 18

a. Pengertian Evaluasi Pembelajaran ... 18

b. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran ... 18

5. Pendidikan Agama Islam ... 19

B. Hakikat Autis ... 20

1. Pengertian Autis ... 20

2. Karakteristik Autis ... 21

3. Faktor Penyebab Autis ... 22


(10)

vi

1. Pengertian Pendidikan Inklusif ... 25

2. Tujuan Sekolah Inklusif ... 27

3. Karakteristik Sekolah Pendidikan Inklusif ... 28

4. Kurikulum Sekolah Pendidikan Inklusif ... 29

5. Penerimaan Siswa Baru Setting Pendidikan Inklusif ... 32

6. Penempatan Anak Dalam Kelas Inklusif ... 33

D. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ... 34

E. Hasil Penelitian yang Relevan ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Latar Penelitian ... 37

C. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 38

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 39

E. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data ... 41

F. Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Deskripsi Data ... 44

1. Profil SD Purba Adhika ... 44

2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis ... 45

a. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Bagi Siswa Autis ... 45

b. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Bagi Siswa Autis ... 46

c. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis ... 52

B. Pembahasan ... 55

1. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis ... 55 2. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi


(11)

vii

Siswa Autis ... 57

3. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis ... 59

BAB V KESIMPULAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Implikasi ... 62

C. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 4.1 Gedung Sekolah SD Purba Adhika ... 44 Gambar 4.2 Halaman Sekolah SD Purba Adhika ... 44 Gambar 4.3 Lapangan Upacara SD Purba Adhika... 44 Gambar 4.4 Ruang TataUsaha, Ruang Guru, dan Ruang Kepala Sekolah ... 45 Gambar 4.5 Keadaan Kelas saat Proses Pembelajaran ... 48 Gambar 4.6 Keterlibatan siswa dalam media yang guru R buat ... 49 Gambar 4.7 Respon Belajar Siswa A dan Siswa B


(13)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 Lembar Observasi Guru ... 67

Lampiran 2 Lembar Observasi Siswa ... 69

Lampiran 3 Pedoman Wawancara Kepala Sekolah ... 71

Lampiran 4 Pedoman Wawancara Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) .... 72

Lampiran 5 Pedoman Wawancara Guru Pendamping Khusus ... 74

Lampiran 6 Hasil Wawancara Kepala Sekolah ... 75

Lampiran 7 Hasil Wawancara Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) ... 77

Lampiran 8 Hasil Wawancara Guru Pendamping Khusus ... 80

Lampiran 9 Silabus Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas 3 ... 82

Lampiran 10 RPP Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas 3 ... 98

Lampiran 11 Soal Ulangan Harian Kelas 3... 118

Lampiran 12 Soal Ujian Tengah Semester Kelas 3 ... 120

Lampiran 13 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 125

Lampiran 14 Uji Referensi ... 126


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah menciptakan manusia di dunia ini dalam keadaan yang bermacam-macam. Ada yang diciptakan dalam keadaan normal dan ada juga yang di ciptakan dalam keadaan khusus. Manusia juga terlahir dengan berbagai macam potensi dan bakat yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Sebaiknya potensi dan bakat yang dimiliki manusia itu dapat dikembangkan, agar hidupnya menjadi lebih indah dan mendapatkan kebahagiaan. Maka dari itu, agar potensi dan bakat yang dimiliki manusia dapat berkembang, dibutuhkan usaha sadar manusia, terutama manusia dewasa yang dapat membimbing dan mengantarkan anak-anak mereka agar dapat memperoleh kebahagiaan. Untuk dapat mewujudkan semua usaha tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan formal dan pendidikan non formal.

Di dalam pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal juga sangat diperlukan yang namanya komunikasi. Karena komunikasi merupakan sarana yang dapat mempermudah interaksi antar manusia di dalam dunia pendidikan. Sekarang ini komunikasi dan pendidikan merupakan bagian yang penting dan tidak terpisahkan dalam perkembangan sains dan teknologi. Pendidikan sebagai upaya untuk membantu manusia mencapai realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. Kecenderungan ke masa yang akan datang adalah pendidikan untuk semua (educational for all) yang tidak diskriminatif.1 Hal ini sesuai dengan pernyataan umum tentang hak asasi manusia tahun 1948 pasal 26 bahwa Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan harus gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar.Pendidikan rendah harus diwajibkan.Pendidikan teknik dan jurusan secara

1

Dedy Kustawan, pendidikan inklusif dan upaya implementasinya, (Jakarta: Luxima Metro Media, 2012), h.1


(15)

umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara adil dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.2

Kerangka dasar pendidikan untuk semua (PUS) tahun 2000 menyatakan bahwa Memperluas dan meningkatkan pendidikan dan perawatan anak usia dini yang komprehensif khususnya untuk anak-anak yang paling rentan dan kurang beruntung.Jadi Semua anak harus dibesarkan di lingkungan yang aman dan perhatian yang mengijinkan mereka menjadi sehat, waspada dan aman serta dapat belajar. Satu dekade yang lalu telah memberikan banyak bukti bahwa kualitas yang baik pendidikan dan perawatan anak usia dini, baik dalam keluarga dan dalam program yang terstruktur, mempunyai dampak yang positif pada keselamatan, pertumbuhan, pengembangan dan potensi belajara nak-anak. Program tersebut harus komprehensif fokus terhadap kebutuhan anak dan kesehatan, nutrisi dan higienis serta pengembangan kognitif dan psiko-sosial.Program ini harus menyediakan bahasa ibu anak dan membantu untuk mengidentifikasi dan memperkaya pendidikan dan perawatan anak berkebutuhan khusus.Kerja sama mitra antara pemerintah, LSM, masyarakat dan keluarga dapat membantu menjamin penyediaan pelayanan dan pendidikan anak dengan baik, khususnya mereka yang kurang beruntung melalui kegiatan yang terpusat pada anak, fokus pada keluarga dan berbasis di masyarakat.3

Sesuai dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, yang mengamanatkan agar setiap warga Negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.4Hal ini sesuai dengan pernyataan umum tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948 bahwa Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.5Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama di dalam pendidikan dan tidak terdapat diskriminasi atau

2

Situs: http://www.ohchr.org/EN/UDHR/Pages/Language.aspx?LangID=inz

3

http://www.unesco.org/education/efa/wef_2000/

4

Tim RedaksiNuansa, UU SistemPendidikanNasional (SISDIKNAS), (Jakarta: NuansaAulia,

2012), h. 25

5


(16)

perbedaan perlakuan pendidikan, terutama bagi anak yang memiliki keadaan khusus.

Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang karena suatu hal khusus (baik yang berkebutuhan khusus permanen dan yang berkebutuhan khusus temporer) membutuhkan pelayanan pendidikan khusus, agar potensinya dapat berkembang secara optimal. Anak berkebutuhan khusus terdiri dari anak berkebutuhan khusus permanen yang memerlukan pendidikan khusus (PK) dan anak berkebutuhan khusus temporer yang memerlukan layanan pendidikan khusus (PLK).Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen yaitu mereka yang memperoleh hambatan belajar dan hambatan perkembangan karena penyebabnya berasal dari dalam dirinya (contohnya tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, tuna daksa, tuna laras, lamban belajar, kesulitan belajar, autis, memiliki gangguan motorik, dan lain-lain).sedangkan anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer yaitu mereka yang memperoleh hambatan belajar dan hambatan perkembangan karena penyebabnya berasal dari luar dirinya. Contohnya anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu, anak dari masyarakat yang terasing, dan sebagainya.6

Siswa autis adalah siswa yang memiliki gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat komplek atau berat dalam kehidupan yang panjang, yang meliputi gangguan pada aspek perilaku, interaksi sosial, komunikasi, dan bahasa, serta gangguan emosi dan persepsi sensori bahkan pada aspek motoriknya. Jika perilaku bermasalah maka dua aspek interaksi sosial dan komunikasi dan bahasa akan mengalami kesulitan dalam berkembang. Sebaliknya bila kemampuan komunikasi dan bahasa anak tidak berkembang, maka anak akan kesulitan dalam mengembangkan perilaku dan interaksi sosial yang bermakna. Demikian pula jika anak memiliki kesulitan dalam berinteraksi sosial. Gejala autis ini muncul pada usia sebelum tiga (3) tahun.7 Jika melihat pengertian siswa autis diatas, bahwa siswa autis memiliki gangguan perkembangan pada aspek perilaku, interaksi sosial, komunikasi, dan bahasa, serta gangguan emosi dan persepsi

6

Ibid., h.23

7


(17)

sensori bahkan pada aspek motoriknya. Dengan demikian, lalu bagaimana siswa autis dapat mengikuti pembelajaran dengan baik di sekolah, sedangkan mereka dalam kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan orang lain saja mengalami kesulitan.

Berdasarkan data dari UNESCO pada tahun 2011 tercatat 35 juta orang penyandang autisme di seluruh dunia.Ini berarti rata-rata 6 dari 1000 orang di dunia mengidap autisme.8Sedangkan di Indonesia, pada 2010, jumlah penderita autisme diperkirakan mencapai 2,4 juta orang. Hal itu berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.Pada tahun tersebut jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,5juta orang dengan laju pertumbuhan 1,14 persen. Jumlah penderita autisme di Indonesia diperkirakan mengalami penambahan sekitar 500 orang setiap tahun.9

Atas dasar inilah penulis tertarik untuk meneliti salah satu tipe anak berkebutuhan khusus, yaitu autis. Karena penulis ingin mengetahui bagaimana siswa autis dalam mengikuti proses pembelajaran selama di sekolah dengan kesulitan dan gangguan perkembangan yang mereka miliki.

Oleh karena itu, mereka inilah (penyandang autimse) yang selayaknya mendapatkan perhatian dan pendidikan yang khusus dari pemerintah. Pemerintah memiliki kewajiban menyediakan dan memfasilitasi semua kebutuhan pendidikan bagi para penyandang autis. Ini sesuai dengan salah satu point yang terdapat dalam peraturan pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif

bahwa “ memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua siswa yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya”.10

Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan pada Q.S An-Nisaa’ ayat 9

8

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/09/mkz2un-112000-anak-indonesia-diperkirakan-menyandang-autisme

9

http://www.tempo.co/read/news/2012/07/18/060417730/Laju-Perkembangan-Autisme

10

Dedy Kustawan, pendidikan inklusif dan upaya implementasinya, (Jakarta: Luxima Metro Media, 2012), h. 110


(18)













Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar. (Q.S An-Nisaa’:9)11

Sekolah penyelenggara pendidikan inklusifmerupakan tempat atau wadah bagi anak-anak yang memiliki keadaan khusus seperti anak autis dan yang lainnya. Karena pendidikan inklusif di sini adalah pendidikan yang menghargai pendidikan anak dan memberikan pelayanan kepada setiap anak sesuai dengan kebutuhannya. Atau bisa disebut juga bahwa pendidikan inklusif itu merupakan pendidikan yang tidak diskriminatif.Menurut permendiknas nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, pasal 1 bahwa: pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya12

Sedangkan menurut Meijer, CJW., (1997) menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai suatu persyaratan yang tepat agar pendidikan bermutu tinggi untuk masyarakat dengan memasukkan anak yang memiliki keadaan khusus dalam sekolah reguler. Jika dipakai pengertian di atas, pendidikan inklusif menuntut semua anak yang memliki keadaan khusus harus belajar di kelas yang sama dengan teman-teman sebayanya pada sekolah reguler yang ada disekitarnya.13 Dengan demikian, pendidikan inklusif di sini juga menuntut guru

11

Usman El-Qurtuby, Al-Qur’an Cordoba, (Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia), cet ke-1, h. 78

12

Ibid., h. 8

13

Budiyanto, pengantar pendidikan inklusif berbasis budaya local, (Jakarta: Departemen pendidikan nasional, 2005), h. 18


(19)

mampu mengelola kelas sehingga siswa yang memiliki keadaan normal dengan siswa yang memiliki keadaan khusus dapat terlayani dengan baik.

Tujuan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya serta mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Selain itu, pendidikan inklusif juga memiliki fungsi yaitu bahwa pendidikan inklusifmenjamin semua peserta didik mendapat kesempatan dan akses yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya dan bermutu di berbagai jalur, jenis, dan jenjang pendidikan serta menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif bagi semua peserta didik untuk mengembangkan potensi secara optimal.14

Proses pembelajaran di sekolah inklusif, meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran dibutuhkan penyesuaian terhadap siswa berkebutuhan khusus, agar siswa berkebutuhan khusus juga dapat mengikuti proses pembelajaran. Dalam menyusun perencanaan pengajaran bersetting pendidikan inklusif, antara lain identifikasi, asesmen, kurikulum, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pembelajaran

setting pendidikan inklusif mempertimbangkan prinsip-prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik belajar siswa. Proses pembelajaran juga harus disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa ( metode, media, dan sumber belajar). Evaluasi pembelajaran bersetting inklusif, melakukan evaluasi hasil belajar kepada siswa diperlukan penyesuaian yang sesuai dengan jenis hambatannya. Penyesuaian-penyesuaian tersebut meliputi waktu, penyesuaian cara, dan penyesuaian isi.15

Kurikulum yang digunakan di sekolah inklusif adalah kurikulum yang reguler, kurikulum modifikasi, dan kurikulum yang diindividualisasikan sesuai

14

Kustawan, op. cit., h. 9

15


(20)

dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara memodifikasi alokasi waktu atau isi/materi.16 Manajemen tenaga kependidikan di sekolah inklusif sangat perlu diperhatikan, agar anak-anak yang berkebutuhan khusus bisa mendapatkan perhatian yang lebih ketika proses belajar mengajar berlangsung.Kekhasan manajemen tenaga pendidik pada sekolah inklusif adalah dalam pengaturan pembagian tugas dan pola kerja antara guru pembimbing khusus dan guru reguler.Guru reguler bertanggung jawab dalam pembelajaran bagi semua peserta didik di kelasnya. Sedangkan guru pembimbing khusus bertanggung jawab memberikan layanan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, baik yang berada pada kelas reguler maupun pada kelas khusus. Dalam keadaan tertentu guru pembimbing khusus dapat mendampingi peserta didik pada saat peserta didik mengikuti pembelajaran yang disampaikan oleh guru reguler.17

Terdapat beberapa keuntungan dengan adanya siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusif, yaitu sebagai gambaran diri siswa yang lebih positif, keterampilan sosial siswa yang lebih baik, siswa lebih sering berinteraksi dengan teman-teman sebaya yang normal, perilaku siswa yang lebih sesuai di kelas, prestasi akademik siswa yang setara (dan terkadang lebih tinggi) dengan prestasi siswa yang dicapai bila ditempatkan dalam kelas khusus.18 Pada umumnya siswa autis pada proses pembelajaran dibutuhkan pengelompokkan khusus, sehingga mereka dapat mengikuti semua pelajaran dengan baik, termasuk pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran agama islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama Lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Menurut Zakiyah

16

Pedoman manajemen sekolah inklusif pendidikan dasar, (Jakarta: Departemen pendidikan nasional, 2008), h. 7

17

Ibid., h. 9

18

Jeanne Ellis Ormrod, psikologi pendidikan: membantu siswa tumbuh dan berkembang


(21)

Daradjat sebagaimana dikutip Oleh Abdul Majid, Dian Andayani pendidikan agama islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh.19

Tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu untuk membimbing dan mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari pendidikan agama itu.20

Dalam kemampuan memahami ajaran islam penting diperoleh bagi siswa autis agar mereka dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan dapat memusatkan perhatian mereka ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Karena ketika konsentrasi anak-anak seperti mereka berkurang, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam belajar.

Berdasarkanstudipendahuluan yang dilakukanpadatanggal 25 Agustus 2014 ditemukan bahwa ketika peneliti melakukan wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) mengenai Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) tersebut mengutarakan kendala yang ditemukan ketika mengajar bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI) khususnya bagi siswa autis. Hal ini disebabkan karena siswa autis ini memiliki kemampuan yang berbeda dengan siswa yang tidak autis dan yang menjadi kendala dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam juga disebabkan oleh jumlah jam pelajaran yang sedikit. Sehingga guru cenderung merasakan kurang maksimal di dalam mengajar, khususnya terhadap siswa autis.Sedangkan permasalahan yang dihadapi oleh siswa autis pada saat pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu bahwa mereka terkadang sulit menerima penjelasan yang dijelaskan oleh guru bidang studi, Karena pada umumnya siswa autis tidak memiliki konsntrasi penuh dan suka berkhayal pada saat pembelajaran berlangsung.21

19

ZakiahDrajat, IlmuPendidikan Islam, (Jakarta: BumiAksara, 1992), h. 98

20

Abdul RahmanShaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan untukBangsa, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2005), h. 27

21


(22)

Dari uraian dan penjelasasan yang telah dikemukakan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Penelitian tersebut dimulai dari perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis, pelaksannan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis, dan evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka muncul berbagai permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Siswa autis memiliki konsentrasi dan pemusatan perhatian yang kurang maksimal pada saat pembelajaran Pendidikan Agama Islam berlangsung 2. Siswa autis belum mendapat penanganan yang sesuai dengan kondisinya 3. Guru Pendidikan Agama Islam belum menggunakan media pendekatan yang

tepat untuk siswa autis dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) 4. Guru Pendidikan Agama Islam cenderung memiliki kendala ketika mengajar

siswa autis.

5. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) cenderung mengajar sesuai dengan kemampuan siswa reguler karena jumlah mereka yang relatif lebih banyak dibanding siswa yang autis

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi penelitian pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis kelas tiga (3)

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas, maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis kelas tiga (3)?

2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis kelas tiga (3)?


(23)

3. Bagaimana evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis kelas tiga (3)?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. untuk mengetahui perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)

bagi siswa autis kelas tiga (3),

2. untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis kelas tiga (3),

3. untuk mengetahui evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis kelas tiga (3)

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, sebagai sumber informasi dan pengetahuan yang bermanfaat mengenai siswa autis dan pembelajaran di sekolah penyelenggara inklusif 2. Bagi guru, sebagai referensi model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

(PAI) bagi siswa autis

3. Bagi orang tua, sebagai masukan untuk lebih memperhatikan perkembangan kemampuan siswa yang telah dimiliki.


(24)

11

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) 1. Pengertian Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar. Menurut Shaffer, “Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman-pengalaman atau praktek.”1

Pengertian belajar menurut Anung Haryono adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor), maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).2

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman dan berlangsung seumur hidup

Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini secara implisit dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada. Kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran.3

Pendapat lain dikemukakan oleh Ocmar Amalik,“pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.”4

1

Rusda Kota Sutadi, dkk., Belajar dan Pembelajaran, (Semarang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institute Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 1996), h. 2

2

Anung Haryono, Media Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 1

3

Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), cet. ke-6,

h. 2

4

Asep Hery Hernawan, dkk, Belajar dan Pembelajaran SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007),


(25)

Sedangkan Mohammad Surya menjelaskan bahwa pembelajaran adalah “suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.5

Dari pendapat yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran penekanannya pada kegiatan belajar siswa yang telah dirancang oleh guru melalui usaha yang terencana melalui prosedur dan metode tertentu agar terjadi proses perubahan perilaku bagi peserta didik.

2. Perencanaan Pembelajaran

Pembelajaran dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

a. Pengertian Perencanaan Pembelajaran

Pembelajaran yang baik terjadi melalui suatu proses. Proses pembelajaran yang baik hanya bisa diciptakan melalui perencanaan yang baik dan tepat. Perencanaan pembelajaranlah yang menjadi unsur utama dalam pembelajaran dan salah satu alat paling penting bagi guru. Guru yang baik akan selalu membuat perencanaan untuk kegiatan pembelajarannya, maka tidak ada alasan mengajar di kelas tanpa perencanaan pembelajaran.

Perencanaan pembelajaran menurut Ibrahim adalah secara garis besar perencanaan pembelajaran mencakup kegiatan merumuskan tujuan apa yang akan dicapai oleh suatu kegiatan pembelajaran, cara apa yang dipakai untuk menilai pencapaian tujuan tersebut, materi dan bahan apa yang akan disampaikan , bagaimana cara menyampaikannya, serta alat atau media apa yang diperlukan.6

Pengertian lain mengenai perencanaan pembelajaran dikemukakan oleh Toeti Sukamto yang mendefinisikan bahwa perencanaan pembelajaran sebagai “usaha untuk mempermudah proses belajar mengajar maka diperlukan perencanaan pembelajaran”.7

Sedangkan perencanaan pembelajaran menurut Nana Sudjana adalah kegiatan memproyeksikan tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam suatu pembelajaran (PBM) yaitu dengan mengkoordinasikan (mengatur dan

5

Ibid., h. 4

6

Sugiyar, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h. 8

7


(26)

merespon) komponen-komponen pembelajaran, sehingga arah kegiatan (tujuan), isi kegiatan (materi), cara penyampaian kegiatan (metode dan teknik, serta bagaimana mengukurnya (evaluasi) menjadi jelas dan sistematis.8

Dari pendapat yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rangkaian yang saling berhubungan antara unsur dan komponen lainnya yang terdapat dalam pembelajaran.

b.Fungsi Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran memiliki beberapa fungsi, antara lain sebagai berikut:

1) Fungsi Kreatif

Pembelajaran dengan menggunakan perencanaan yang matang, akan dapat memberikan umpan balik yang dapat menggambarkan berbagai kelemahan yang terjadi. Melalui umpan balik itulah guru dapat meningkatkan dan memperbaiki program.

2) Fungsi Inovatif

Suatu inovasi akan muncul jika kita memahami adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kesenjangan itu hanya mungkin dapat dipahami, jika kita memahami proses yang dilaksanakan secara sistematis.

3) Fungsi Selektif

Melalui proses perencanaan kita dapat menyeleksi strategi mana yang kita anggap lebih efektif dan efesien untuk dikembangkan. Fungsi selektif ini juga berkaitan dengan pemilihan materi pelajaran yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran.

4) Fungsi Komunikatif

Suatu perencanaan yang memadai harus dapat menjelaskan kepada setiap orang yang terlibat, baik kepada guru, pada siswa, kepala sekolah bahkan kepada pihak eksternal seperti kepada orang tua dan masyarakat. Dokumen perencanaan harus dapat mengkomunikasikan kepada setiap orang baik tentang tujuan dan hasil yang ingin dicapai, strategi atau rangkaian kegiatan yang dapat dilakukan

5) Fungsi Prediktif

Perencanaan yang disusun secara benar dan akurat, dapat menggambarkan apa yang akan terjadi setelah dilakukan suatu

treatment sesuai dengan program yang disusun. Melalui fungsi prediktifnya, perencanaan dapat menggambarkan berbagai kesulitan yang akan terjadi. Di samping itu, fungsi prediktif dapat menggambarkan hasil yang akan diperoleh.

8


(27)

6) Fungsi Akurasi

Melalui proses perencanaan guru dapat menakar setiap waktu yang diperlukan untuk menyampaikan bahan pelajaran tertentu. Guru dapat menghitung jam pelajaran efektif, melalui program perencanaan

7) Fungsi Pencapaian Tujuan

Pembelajaran memiliki dua sisi yang sama pentingnya, yakni sisi hasil belajar dan sisi proses belajar. Melalui perencanaan itulah kedua sisi pembelajaran dapat dilakukan secara seimbang.

8) Fungsi Kontrol

Melalui perencanaan kita dapat menentukan sejauh mana materi pelajaran telah dapat diserap oleh siswa, materi mana yang sudah dan belum dipahami oleh siswa. Dalam hal inilah perencanaan berfungsi sebagai kontrol, yang selanjutnya dapat memberikan balikan kepada guru dalam mengembangkan program pembelajaran selanjutnya.9

c. Manfaat Perencanaan Pembelajaran

Manfaat perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut:

1) Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan pembelajaran 2) Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap

unsur yang terlibat dalam kegiatan

3) Sebagai pedoman kerja, baik unsur guru maupun siswa dan siswi

4) Sebagai alat ukur efektif tidaknya sesuatu kegiatan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kegiatan tersebut

5) Untuk bahan penyusunan data agar tidak terjadi kesenjangan dalam kegiatan pembelajaran

6) Untuk menghemat waktu, tenaga, dan alat10

3. Pelaksanaan Pembelajaran

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi transaksional antara guru dan siswa dimana dalam proses tersebut bersifat timbal balik. Proses transaksional juga terjadi antara siswa dengan siswa. Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami, dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran.

Di dalam kata pembelajaran sebenarnya di tekankan pada kegiatan belajar siswa melalui usaha yang terencana dalam meliputi sumber-sumber belajar agar

9

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain SIstem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 35

10


(28)

terjadi proses belajar, yang terpenting adanya komunikasi timbal balik diantara keduanya. Baik itu secara langsung maupun tidak langsung atau melalui media.11 Secara umum ada tiga pokok dalam tahap pembelajaran, yakni tahap kegiatan pendahuluan, tahap kegiatan inti pembelajaran, dan tahap kegiatan penutup.

Pelaksanaan pembelajaran memiliki beberapa istilah, misalnya pendekatan pembelajaran, model pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, dan media pembelajaran. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

a. Pendekatan pembelajaran

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Roy Killen dalam bukunya sanjaya mencatat bahwa ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru dan pendekatan yang berpusat pada siswa.12

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran dalam membahas konsep suatu pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang biasanya disebut kebijakan guru.

b. Model pembelajaran

Menurut Trianto model pembelajaran adalah “suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial”. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.13

Joyce dan Weil (1992:1) juga mengatakan bahwa: “Models of teacnhing are

really models of learning. As we help student acquire information, ideas, skills, value, ways of thinking and means of expressing themselves, we are also teaching

them how to learn”. Hal ini, berarti dapat diartikan juga bahwa model pengajaran merupakan model pembelajaran. Saat ini membantu siswa memperoleh informasi,

11

Asep Hery Hernawan. loc. Cit.,

12

Wina Sanjaya, op. cit., h. 125

13


(29)

ide-ide, keterampilan, nilai, cara untuk mengekspresikan diri mereka sendiri, kita juga mengajarkan mereka bagaimana cara belajar.14

Sedangkan menurut soekamto, mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.15

Berdasarkan beberapa pendapat di atas , dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa dalam mencapai berbagai tujuan pembelajaran.

c. Strategi pembelajaran

Kemp menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah “suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien”.16

Menurut Joni strategi pembelajaran adalah, “suatu prosedur yang digunakan untuk memberikan suasana yang kondusif kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran”. Gerlach dan Elly (1989) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah “suatu cara yang dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu”.17

Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu prosedur yang dilaksanakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

d. Metode Pembelajaran

Faturrohman dan Sutikno mengatakan bahwa metode pembelajaran merupakan, “cara-cara penyajian bahan pembelajaran kepada siswa untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan”. Dengan demikian, salah satu

14

Ibid., h. 51 Trianto. loc. cit.

15

Junaedi, dkk, Strategi Pembelajaran, LAPIS PGMI, 2008, h. 1.10

16

Ibid., h. 1.8

17


(30)

keterampilan guru yang memegang peran penting dalam pengajaran adalah keterampilan memilih metode.18

Menurut Sanjaya, metode pembelajaran adalah “upaya mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan pembelajaran yang telah disusun tercapai secara optimal.”19

Sedangkan menurut Masitoh dan Dewi, metode pembelajaran adalah “cara yang digunakan guru dalam membelajarkan siswa agar terjadi interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran.”

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru kepada siswa dalam upaya mengimplementasikan rencana yang telah disusun agar tercapainya tujuan pembelajaran.

e. Media Pembelajaran

Media merupakan kata jamak dari “medium” , yang berarti perantara atau pengantar. Istilah media dapat digunakan dalam dunia pendidikan sehingga istilahnya menjadi media pembelajaran.

Menurut Rossi dan Breidle mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah “seluruh alat atau bahan yang dapat pakai untuk mencapai tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, Koran, majalah, dan sebagainya”. Namun demikian, media bukan hanya alat atau bahan saja, tetapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan.20

Menurut Daryanto media adalah “salah satu komponen komunikasi”. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa media pembelajaran merupakan sarana perantara dalam proses pembelajaran.21

Sedangkan menurut Gerlanch dan Ely, media pembelajaran memiliki cangkupan yang sangat luas, yaitu “termasuk manusia, materi atau kajian yang

18

Pupuh Fathurrahman dan Sobry Suntikno, Strategi belajar mengajar, (Bandung: Refika Aditama,2007), h.55

19

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana,2007), h. 145

20

Ibid., h. 161

21

Daryanto, Media Pembelajaran, (Bandung: Saran Tutorial Nurani Sejahtera,2011), cet.1, h. 4


(31)

membangun suatu kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap”.22

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dari suatu sumber secara terencana sebagai sarana proses pembelajaran, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.

4. Evaluasi Pembelajaran

a. Pengertian Evaluasi Pembelajaran

Istilah evaluasi bukan lagi merupakan suatu kata yang asing dalam kehidupan masa sekarang, apalagi bagi orang yang terlibat dalam dunia pendidikan. Aktivitas evaluasi ini sudah dilaksanakan manusia sejak zaman dahulu, sejak manusia mulai berpikir. Istilah evaluasi sekarang sudah mempunyai padanan kata dalam bahasa Indonesia, yaitu penilaian.23

Evaluasi menurut Guba dan Lincoln yaitu “suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan”. Sesuatu yang dipertimbangkan itu bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau sesuatu kesatuan tertentu.24

Pengertian lain mengenai evaluasi menurut Edwin Wandt dan Gerald W. Brown yaitu “suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu”.

Sedangkan evaluasi menurut Ten Brink dan Terry D adalah “proses mengumpulkan informasi dan menggunakannya sebagai bahan untuk pertimbangan dalam membuat keputusan.”25

Dari pendapat yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi yaitu suatu proses untuk menentukan nilai dan menggunakannya sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan.

b. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran

22

Rayandra Asyhar, Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada, 2011), cet.1, h. 7-8

23

Sudaryono, dasar-dasar evaluasi pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 35

24

Wina Sanjaya, op. cit., cet. 3, h. 241

25


(32)

Tujuan utama melakukan evaluasi pembelajaran adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya.26

Ada beberapa fungsi evaluasi, yakni:

1) Evaluasi merupakan alat yang penting sebagai umpan balik bagi siswa 2) Evaluasi merupakan alat yang penting untuk mengetahui bagaimana

ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan 3) Evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan program kurikulum

4) Informasi dari hasil evaluasi dapat digunakan oleh siswa secara individual dalam mengambil keputusan, khususnya untuk menentukan masa depan sehubungan dengan pemilihan bidang pekerjaan serta pengembangan karier 5) Evaluasi berguna untuk para pengembang kurikulum khususnya dalam menentukan kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai

6) Evaluasi berfungsi sebagai umpan balik untuk semua pihak yang

berkepentingan dengan pendidikan di sekolah. Melalui evaluasi dapat dijadikan bahan informasi tentang evektifitas program sekolah.27

5. Pendidikan Agama Islam (PAI)

Pendidikan agama islam adalah “usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional”.28

Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan agama islam, yaitu berikut ini:

a. Pendidikan agama islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan pendidikan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai

26

Sobry Sutikno, Pembelajaran Efektif, (Mataram: NTP Press, 2005), h. 59

27

Wina Sanjaya, op. cit., h. 244

28

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung:PT Rosdakarya, 2004), Cet. 3, h. 75


(33)

b. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan dalam arti ada yang dibimbing, diajari dan/atau dilatih dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan terhadap ajaran agama islam

c. Pendidik atau guru pendidikan agama islam (GPAI) yang melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan secara sadar terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan agama islam

d. Kegiatan (pembelajaran) pendidikan agama islam diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama islam dari peserta didik, yang di samping untuk membentuk kesalehan atau kualitas pribadi, juga sekaligus untuk membentuk kesalehan sosial.29

Secara umum, pendidikan agama islam bertujuan untuk “ meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”30

B. Hakikat Autis

1. Pengertian Autis

Secara etimologis kata “autisme” berasal dari kata “auto”dan “isme”. Auto artinya diri sendiri, sedangkan isme berarti suatu aliran atau paham. Dengan demikian autisme diartikan sebagai suatu paham yang hanya tertarik pada dunianya sendiri.31

Sehubungan dengan pengertian gangguan autistic dan penyandang autism beberapa tokoh mengemukakan berbagai macam rumusan definisi. Sutadi (2002) menjelaskan bahwa autistic adalah “gangguan perkembangan neorobiologis berat

29

Ibid., h. 75

30

Ibid

31


(34)

yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan) dengan orang lain”.32

Pengertian lain mengenai autistic menurut sunartini bahwa autistic diartikannya sebagai “gangguan perkembangan perpasif yang ditandai oleh adanya abnormalitas dan kelainan yang muncul sebelum anak berusia 3 tahun”.33

Definisi yang lebih operasional dinyatakan oleh The individuals with

disabilities education act, autistic berarti “gangguan perkembangan yang secara signifikan mempengaruhi komunikasi verbal dan non-verbal dan interaksi sosial, yang pada umumnya terjadi sebelum usia 3 tahun, dan dengan keadaan ini sangat mempengaruhi performa pendidikannya”.34

Berdasarkan paparan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa autistik adalah gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat komplek atau berat dalam kehidupan yang panjang, yang meliputi gangguan pada aspek perilaku, interaksi sosial, komunikasi dan bahasa, serta gangguan emosi dan persepsi sensori bahkan pada aspek motoriknya dan gejala ini terjadi pada usia sebelum 3 tahun.

2. Ciri-ciri Anak Autis

Beberapa ciri-ciri anak autis sebagai berikut: a. Perilaku

1) Cuek terhadap lingkungan

2) Perilaku tak terarah, mondar-mandir, lari-lari, manjat-manjat, berputar-putar, lompat-lompat dan sebagainya

3) Kelekatan terhadap benda tertentu 4) Perilaku tak terarah

5) Terpukau terhadap benda yang berputar dan bergerak b.Interaksi sosial

1) Tidak mau menatap mata 2) Dipanggil tidak menoleh

32

Yosfan Azwandi, Mengenal dan membantu penyandang autism (Jakarta: Departemen pendidikan nasional, 2005), h.15

33

Ibid.,, h.14

34


(35)

3) Tidak mau bermain dengan teman sebayanya 4) Asyik/bermain dengan dirinya sendiri

5) Tidak ada empati dalam lingkungan sosial c. Komunikasi dan bahasa

1) Terlambat bicara

2) Tidak ada usaha untuk berkomunikasi secara non-verbal dengan bahasa tubuh

3) Meracau dengan bahasa yang tak dapat dipahami 4) Membeo (Echolalia)

5) Tak memahami pembicaraan orang lain35 d. Perasaan atau Emosi

1) Tidak ada atau kurangnya rasa empati

2) Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang diketahui

3) Sering mengamuk tak terkendali (Temper Tantrum), terutama bila tak mendapatkan apa yang diinginkan, bahkan bisa jadi sangat agresif dan destruktif.

e. Persepsi Sensoris

1) Mencium-cium, menggigit atau menjilat mainan dan benda apa saja 2) Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga

3) Tak menyukai rabaan atau pelukan

4) Merasa tidak nyaman bila tidak memakai pakaian dari bahan kasar36 3. Faktor Penyebab anak autis

Penelitian menunjukkan, banyak faktor mempengaruhi perkembangan otak anak autistik, yang terjadi sejak usia 6 bulan dalam kandungan, dan terus berlanjut dalam kehidupannya. Dengan bertambahnya usia anak, akan semakin besar perbedaan kemampuannya dibanding anak lain seumurnya. Semua ini terlihat jelas sebelum anak berusia 3 tahun.37

35

Joko Yuwono, op. cit., h. 25

36

Kresno Mulyadi dan Rudy Sutadi, Autism is CurableBenar, Autisme Dapat Disembuhkan,

(Jakarta: PT Elex Media Komputindo,2014), h. 18

37


(36)

Macam-macam faktor penyebab anak autis: a. Faktor Genetis

Faktor genetis atau faktor keturunan adalah penyebab terbesar terjadinya sindrome autisme, penelitian pada tahun 2006 menunjukkan bahwa anak kembar memiliki 90% kemungkinan mereka terkena Autis. Beberapa hal penyebab genetis adalah usia ibu yang terlalu tua saat mengandung atau usia ayah yang terlalu tua ( berpengaruh pada kualitas sperma), beberapa penelitian menunjukan bahwa kwalitas sperma lelaki berusia tua cenderung akan lebih mudah bermutasi dan memicu timbulnya autisme pada anak.

b. Faktor Kandungan

Penyebab Autisme Juga ditemukan pada saat janin dalam kandungan ibu, disebabkan oleh beberapa faktor yaitu usia ibu terlalu tua saat mengandung, sang ibu memiliki penyakit Diabetes, mengalami pendarahan, sang ibu sering mengkonsumsi obat-obat tertentu saat mengandung anak tersebut.

Faktor-faktor yang memicu autis saat dalam kandungan adalah: 1) Infeksi virus saat hamil.

Sindroma rubella congenital adalah virus yang bisa menyerang saat ibu hamil ditrimester pertama diduga adalah penyebab utama pemicus Autis. Sebenarnya resiko kehamilan bukan hanya berlaku untuk autis tapi juga untuk penyakit lain yang bersangkutan dengan psikologi misalnya skizofrenia

2) Pengaruh lingkungan saat ibu mengandung.

3) Sehat atau tidaknya lingkungan saat ibu mengandung sangat berpengaruh dengan perkembangan psikologi anak dalam kandungan. Penelitian terbaru menunjukan bahwa keadaan ibu hamil yang tinggal di dekat jalan ramai aktivitas kendaaraan sehingga menimbulkan banyak polusi udara lebih rentan melahirkan anak autis, penelitian terbaru pada tahun 2012 menunjukan bahwa polusi udara kendaraan memberi dampak negatif pada perkembangan otak dan fisik janin bayi pada usia 0-2 tahun


(37)

c. Faktor kelahiran

Sebuah penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2008 menunjukan bahwa bayi yang lahir dengan berat badan sangat rendah dan lama dalam kandungan ( lebih dari 9 bulan ) memiliki resiko lebih tinggi terhadap Autisme. keadaan saat persalinanpun sangat mempengaruhi terhadap autis, bayi yang mengalami hipoksa ( gagal nafas) saat dilahirkan itu dapat memicu autisme. secara tidak langsung bayi yang lahir prematur juga bisa menimbulkan autisme. Beberapa bayi lahir prematur biasanya mengalami pendarahan otak ada yang sebagian hidup dan ada yang mati dan yang hidup biasanya akan mengalami kelainan otak yang menyebabkan autism

d. Faktor Lingkungan

Autisme tidak hanya dikarenakan bawaan lahir, bayi yang sehat selama dalam kandunganpun memiliki resiko Autisme jika ia tumbuh dan berkembang di lingkungan yang tidak tepat. Faktor eksternal penyebab ini antara lain adalah alergi parah, konsumsi obat-obatan, vaksin, jenis makanan tertentu dan logam berat.38

Pada tahun 1997 Jaak Pankseep menemukan keterkaitan antara autis dan obat-obatan opium yang disuntikan, paparan opium ini dapat mengganggu perkembangan saraf anak dan otakpun tidak berkembang dengan baik. Keracunan merkuri juga dapat memicu timbulnya autisme pada bayi dan balita, hal ini berdasarkan dari laporan-laporan orang tua menyatakan bahwa anak yang terpapar merkuri cenderung berperilaku seperti anak autis, paparan merkuri dapat disebabkan oleh mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi oleh merkuri, penggunaan kosmetik, bahan-bahan perawatan tubuh bayi, dan vaksin yang mengandung merkuri.

C. Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif

Seperti kita ketahui bahwa paradigma sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, sarat dengan muatan kemanusiaan dan penegakan hak asasi manusia. Untuk lebih jelas tentang sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, di bawah ini

38


(38)

akan dipaparkan pengertian pendidikan inklusif, karakteristik sekolah inklusif, dan kurikulum sekolah inklusif.

1. Pengertian pendidikan inklusif

Dewasa ini perhatian pemerintah terhadap anak-anak bangsa dalam bidang pendidikan harus diakui masih belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Buktinya, masih terdapat sistem kategorisasi yang memisahkan antara anak normal dengan anak yang berkebutuhan khusus. Kondisi ini merupakan potret ketidakadilan pendidikan yang seharusnya diberikan kepada seluruh anak-anak bangsa tanpa terkecuali

Pendidikan tidak hanya diprioritaskan bagi anak-anak yang memiliki tingkat kegeniusan tinggi maupun anak-anak yang berasal dari keluarga yang bangsawan., tetapi juga bagi mereka yang dianggap berbeda dan terbelakang dari anak-anak normal lainnya. Jika pendidikan Indonesia tidak memperhatikan masa depan anak yang berkebutuhan khusus, bisa dipastikan mereka akan selalu termarginalkan dalam lingkungan mereka tinggal, apalagi untuk mendapatkan perlakuan khusus melalui pendidikan luar biasa yang memang diperuntukkan bagi anak-anak yang berkelainan.

Di tengah permasalahan yang menimpa anak berkebutuhan khusus, paradigma pendidikan inklusif agaknya bisa menjadi solusi bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan tanpa harus merasa kurang percaya diri ketika harus berkumpul dengan mereka yang memiliki fisik normal. Apalagi undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkelainan.39

Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa “pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.”40

39

Mohammad TakdirIlahi, Pendidikan Inklusif:Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), h.7

40


(39)

Pendidikan inklusif di Indonesia dilandasi oleh landasan religious. Sebagai bangsa yang beragama, penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak bisa lepas dari konteks agama karena pendidikan merupakan tangga utama dalam mengenal tuhan. Tuhan tidak sekaligus menjadikan manusia di atas bumi beriman kepada-Nya, tetapi masih melalui proses kependidikan yang berkeimanan dan islami.41

Ada banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang landasan religious dalam penyelenggara pendidikan inklusif. Faktor religi yang digunakan untuk penjelasan ini adalah Al-Qur’an surah Al-Hujurat (49) ayat 13:



















































Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha

Mengenal.” (Q.S Al-Hujurat:13)42

Ayat tersebut memberikan perintah kepada kita, agar saling ta’aruf, yaitu saling mengenal dengan siapa pun, tidak memandang latar belakang sosial, ekonomi, ras, suku, bangsa, dan bahkan agama. Inilah konsep islam yang begitu universal, yang memandang kepada semua manusia di hadapan Allah adalah sama, justru hanya tingkat ketaqwaan-Nyalah menyebabkan manusia mulia di hadapan Allah.

Pendidikan inklusif mempunyai pengertian yang beragama. O’Neil menyatakan bahwa pendidikan inklusif “sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya”. 43

41

Ibid., h. 75

42

Ibid., h. 517

43

Mohammad Takdir ilahi, Pendidikan Inklusif:Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), h.27


(40)

Menurut permendiknas Nomor 70 tahun 2009, pendidikan inklusif adalah “sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya”.44

Pendapat lain mengatakan bahwa pendidikan inklusif adalah “sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya”.45

Berdasarkan paparan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan layanan terbuka untuk siapa saja yang mempunyai keinginan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal.

Sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari sekolah tersebut dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya terpenuhi.46

Definisi di atas jelas mengisyaratkan bahwa keterbatasan serta perbedaan yang dialami anak dibandingkan dengan anak normal sebaya bukanlah suatu hambatan agar anak bisa bergabung di sekolah reguler. Kebutuhan individual anak sesuai dan kemampuannya pun terpenuhi.

2. Tujuan Sekolah pendidikan Inklusif Tujuan sekolah inklusif yaitu:

a. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan social atau

44

Dedy Kustawan, Pendidikan Inklusif dan Implementasinya, (Jakarta: Luxima Metro Media, 2012), h. 12

45

Ibid., h. 15

46

Hikmah Oktavanti, sikap anak normal terhadap anak autis di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, (Jakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, 2008), h. 32


(41)

memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

b. Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.47 3. Karakteristik Sekolah pendidikan Inklusif

Karakteristik terpenting dari sekolah pendidikan inklusif adalah suatu komunitas yang kohensif. Menerima dan responsive terhadap kebutuhan individual setiap murid. Untuk itu Sapon Shevin lebih lanjut dikemukakan lima profil pembelajaran di sekolah inklusif.

a. Pendidikan inklusif berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Guru mempunyai tanggung jawab menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekan suasana dan perilaku sosial yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial-ekonomi, suku, agama, dan sebagainya

b. Pendidikan inklusif berarti penerapan kurikulum yang multilevel dan multimodalitas. Mengajar kelas yang memang dibuat heterogen memerlukan perubahan kurikulum mendasar. Guru di kelas inklusif secara konsisten akan bergeser dan pembelajaran yang kaku, berdasarkan buku teks, atau materi asal ke pembelajaran yang banyak melibatkan belajar kooperatif, tematik, berfikir kritis, pemecahan masalah, dan asesmen secara autentik

c. Pendidikan inklusif berarti menyiapkan dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif. Perubahan dalam kurikulum berkaitan erat dengan perubahan secara metode pembelajaran. Model kelas tradisional dimana seorang guru secara sendirian berjuang untuk dapat memenuhi kebutuhan anak dikelas harus diganti dengan model murid-murid bekerjasama, saling mengajar, dan secara aktif berpartisipasi dalam

47


(42)

pendidikannya sendiri dan teman-temannya. Kaitan antara pembelajaran kooperatif dan kelas inklusif sekarang jelas; semua anak berada di satu kelas bukan untuk kompetisi, tetapi untuk saling belajar dari yang lain.

d. Pendidikan inklusif berarti menyediakan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi. Meskipun guru selalu dikelilingi oleh orang lain, pekerjaan mengajar dapat menjadi profesi yang terisolasi. Aspek terpenting dari pendidikan inklusif meliputi pengajaran dengan tim, kolaborasi dan konsultasi, dan berbagai cara mengukur keterampilan, pengetahuan, dan bantuan individu yang bertugas mendidik sekelompok anak,kerjasama tim antara guru dengan profesi lain diperlukan, seperti para professional, ahli bina bahasa dan wicara, petugas bimbingan, dan sebagainya. Meskipun untuk dapat bekerjasama dengan orang lain secara baik memerlukan pelatihan dan dorongan, kerjasama yang diinginkan ternyata dapat terwujud.

e. Pendidikan inklusif berarti melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan. Pendidikan inklusif sangat tergantung kepada masukan orang tua pada pendidikan anaknya, misalnya keterlibatan mereka dalam penyusunan program pengajaran individual.48

4. Kurikulum Sekolah pendidikan Inklusif

Pada permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi siswa yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan sistem penyelenggara pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua siswa yang memiliki kelainan dan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dijelaskan bahwa satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengakomodasikan kebutuhan dan kemampuan siswa sesuai dengan bakat, minat, dan potensinya.

48

Budiyanto, Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005), h. 157


(1)

Alfabeta.

2009),h.26

tu

BAB

II

I

Rusda

Kota

Sutadi,

dkk.,

Belajar dan

pembelajaran,

(Semarang: Deparlemen pendidikan

dan

kebudayaan

institute keguruan dan

ilmu

pendidikan, 1996), h. 2

\il

2.

Anung

Haryono, Meclia Pendidikan,

(Jakarta:

PT.

Raja

Grafindo Persada, 1996), h. 1

T)

3.

HamzahB.

rJno, Perencanaan Pembelajaran, (lakarta'. PT

Bumi Aksara, 2010), cet ke-6, h. 2

\

\

4 Asep Hery Hernawan, dkk,

Belajar

dan Pembelajaran SD, (Bandung: UPI PRESS, 200'7), h. 3

t\

5.

Sugiyar, Perencanaan Pembelaiaran, (Bandung:

CV

Wacana Prima, 2009), h. 8

6. Asep Hery Hernawan, dkk, Belajar dan Pembelaiaran SD,

(Bandung: UPI PRESS,

2007),h.208

\V

7.

Wina

Sanjaya.Perencanaan

dan

Desain

Slstem

Pembelajaran,

(Jakarta: Kencana Prenada

Media

Group, 2008), h. 3s

8.

Sugiyar, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung:

CV

Wacana Prima, 2009),

h.

10

U

9. Asep

Hery

Henrawan,dkk,

Belajar

dan Pembelajaran SD,

(Bandung: UPI PRESS, 2007),h. 208

k

10.

Asep Herry

Hermawan,dkk,

Belajar dan

Pembelciaran

SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007),

h.92

\U

11

Wi*

Sunjayr.

Perenconaan

dan

Desain

Slstem

Pembelaiaran, (Jakarta: Kencana Prenada

Media

Group, 2008),

h.

125

T,

Grafika Oflset,2O11), h. 51

T r':unto.

Modut

Pcmbelaiaran Terpadu. (Jakarta:

Sinar

fi

12.

{\


(2)

f

128

Grafika Offset,2O11), h. 51

14. Junaedi, dkk, Strategi Pembelajarary

LAPIS PGMI,

2008,

h.

1.10

15. Junaedi, dkJ<, Strategi Pembelajaran,

LAPIS PGMI,

2008,,

h. 1.8

16.

Asep

Herry

Hermawan, dkk,

Belajar

dan

Pembelajaran

SD, (Bandung: UPI PRESS,2007), h.88

/ \)

1.7. Pupuh Fathurrahman dan Sobry Suntikno, Strategi

belqjar

mengaiar, (Bandung: Refika Aditama,2007), h.55

18.

Wina

Sanjaya,

Strategi

Pembelajaran,

(Jakatla:

Kencana,2007),

h.

145

19. Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana,2007),

h.

161

')d\

20. Daryanto. Media Pembelajaran,

(Butdtng:

Saran

Tutorial

Nurani Sej ahter a,2011), cet.1,

h.4

W1

2t.

Rayandra

Asyhar.

Kreatif

Mengembangkan

Media

Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada, 2011), cet.1, h.

7-8

\.\j

I

\,

22.

Sudaryono,

dasar-dasar evaluasi

pembelciaran'

(Yogyakarla: Graha

ilmu,

2012),h. 35

/

\_

Wina

Sanj

aya.

Strategi

Pembelajaran,

(Jakarta:

Kencana,2007), cet.3, h. 241

24.

Sudaryono, dasar-dasar ettaluasi

pembelajaran,

(Yogyakada: Graha

Ilmu,

2012), h.38

lJ.

Sobry Sutikno,

Pembelajaran

Efektif,

(Mararam: NTP

Press.2005), h. 59

Ir

26.

Wina

Sanj

aya,

Stralegi

Pembelajaran,

(Jakarta:

Kencana,2007), h. 244

k

27.

Mulraimin.

Paradigma Pendidikan

Islan,

(Bandung: PT Renraj a Rosdakarya,2004), Cet. 3, h. 75

"W

28.

Mtrhaimin, Paradigma

Pendidikan

Islam' (Bartdtng:

PT


(3)

Alfabeta,

2009),h.25

)/

31.

Kresno

Mulyadi

dan

Rudy

Sutadi,

Autism

,s

CurableBenar, Autisme Dapat Disembuhkan, (Jakarta:

pT

Elex Media Komputindo,2Ol 4), h. 18

Y

'tl

Kresno Mulyadi

dan

Rudy

Sutadi,

Autism

rs

CurableBenar, Autisme Dapat Disembuhkan,

(Jakata:

pT

Elex Media Kompur"indo,20l4), h.12

1

33. http ://topikharian.abatasa.co. id/p ostl detail I 2463 4 / faktor

-penyebab-autis-pada-anak.html

fii,

34. Moharnmad

Takdirllahi,

Pendidikan Inklusif: Konsep dan

Aplikasi,

(Yogyakarla:Ar-Ruzz Media, 2013\. h.7 5

Y

35. Hikrnah Oktavanti, sikap anak normal terhadap anak autis

di

sekolah penyelenggara

pendidikan

inklusif

(Jakarta:

Fakultas

Ilmu

Pendidikan Universitas

Negeri

Jakarta,

2008), h. 32

u_

36. Mohammad

Takdirllahi,

Pendidikan

Inklusif:Konsep

dan

Ap I i kas

i,

(Yogyakarla:Ar-Ruzz Media, 20 1 3), h.39

\U

37.

Budiyanto,

Pengantar Pendidikan

Inklusif

Berbasis Budaya

Lokal,

(Jakarta: Depafiemen Pendidikan Nasional, 2005),

li.

157

38.

Dedy

Kustawan, Pendidikan

Inklusif

dan

Implementasinya, (Jakarta: Luxima Metro Media, 2012), h. 56

,J

I

I

39.

Dedy

Kustawan, Pendidikan

Inklusif

dan


(4)

130

40.

Dedy

Kustawan, Pendidikan

Inklusif

dan Implementosinya, (Jakarla: Luxima Metro Media, 2012), h. 52

41.

Muhaimin,

Paradigma pendidikan

rs/az

(Bandung:

PT Remaja Rosdakary a),

h.'l

6

Z

i\,,

42.

Muhaimin,

Paradigma pendidikan

islam

(Bandung:

PT Remaja Rosdakarya), h.l 45

43. Tarmansyah,

Jurnal

Ilmiah Ilmu

Pendidikan, Pelaksanaan Pendidika.n

Inklusif

di

SD

Negeri

03

Alai

Padang

Utara

Kota Padang, (Padang: Universitas Negeri Padang,2009)

\r

44.

Natassia,

Febriyana,

Implementasi

Progtam

PendidikanAnakBerkebutuhanKhusus

di

SMP

Muhammadiyah

22

SetiabudiPamulang,

(Perpustakaon

UIN

SyarifHidayatullah J akafia, 2012), h. 6l -62.

45.

Fnadi.

Kamal,

AnalisisKebijakanPendidikanlnklusif

di

Provinsi DKI Jakarta,

(Perpustakaan

UIN

Syarifllidayatullah

Jakarta, 20 1 1 ),

h.

1 05- 1 06.

1,

BAB

III

I

l.

lNa.a

\

lPcndictikun.

(Jakada:

PT

Remaja Rosdakarya- ZOOOT.

cet

[

y'

Ke-2.h.qe

I

2. Firmansyah, Jurnal

Ilmiah Ilmu

Pendidikan, Pelaksanaan

Pendidikan...pdfh.l0

t\"/

-r-

Eat

Hatimah,

dW., Penelitian Pendidikan, (Bandung: UPI

Press,2007),h. 93

Ln/

4.

N".ut

Zwiah,

Metodologi

Penelitian

sociql

dan

penclidikan, (Jakafia: PT Bumi Aksara, 2009), cet.3, h.48

z{--\

5.

T*a--Syuodih

Sukt radit

ata,

Metode

Penelitian


(5)

6. Margono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka

Cipta,2013),

cet. Ke-8,

h.

128

7. Sugiono, Metode Penelitian

Kuantitatif

dan

Kualitatif

dan

R &

D,

(.J akarta: Alfabeta,200 8),h.23 1

8. Sugiono, Metode Penelitian

Kuantitatif

dan

Kualitatif

ddn R&

D,

(J akarta: Alfabeta,2008), h.24

9. Sugiono, Metode Penelitian

Kuantitatif

dan

Kualitatd

dan R&

D,

(J akarta, Alfabeta, 2008), h.245

10. Sugiono, Metode Penelitian

Kuantitatif

dan

Kualitatif

dan R&

D,

(.1 akafta: Alfabeta,2008), h.244

l1 Sugiono, Metode Penelitian

Kuantitatif

dan

Kualitatif

dan

R&D,

(Jakarta: Alfabeta,2008), h.246-252

lakarta" 24 Januari 201 5

Mengetahui,

Pembimbing

,\sr

Dra.

Hi.

Zikri

Neni Iska. M.Psi


(6)

----t32

Lampiran 15

Sekolah

Purba

Adhika

Hur"l'a4"g,.t^

Tr-*a

Ea+gtaBorluaal*^

Jakarta, 20 November 20 14

No: 03.SPA.XI.2014

Nama

NIM

SI]RAT KETERANGAN

Yang bertanda tangan di barvah

ini,

Kepala SD purba Adhika meneranskar bahwa:

: Ela Rahayuningsih

:1110011000107

Jurusan

: Pendidikan Agama Islam

Fakultas

:

llmu

Tarbiyah dan Keguruan _

UIN

Syarif Hidayatullah

Telah selesai melaksanakan penelitian

di

sekolah kami SD purba Adhika,

Lebak Bulus, Jakarta selatan. pada tanggal 4 September s. d. 20 Novemb

er

2014. pendidikan

dilakukan

pada

siswa

berkebutuhan khusus

(Autis),

sebagai pelengkap data pada skripsi

berjudul "Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam

(pAl)

Bagi

siswa

Autis

di

sr)

purba

Adhika

Sekolah Penyelenggara

Pendidikan

Inklusif,.

I)emikian

surat keterangan

ini

kami buat dengan sebenamya dan untuk dipergunakan

sebagaimana rnestinya.

Sri Titis.

S.Pd

MM

Kepala

Sekolah