EFEKTIVITAS PELAKSANAAN AKREDITASI SEKOLAH MENENGAH ATAS (STUDI TENTANG EFEKTIVITAS PELAKSANAAN DAN DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH TERHADAP UPAYA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN SMA DI JAWA BARAT).
DAFTAR ISI
JUDUL……….. i
TIM PEMBIMBING……… ii
PERNYATAAN……….iii
KATA PENGANTAR………iv
UCAPAN TERIMA KASIH………..v
ABSTRAK………..vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ……….…… 1
B. Identifikasi dan PerumusanMasalah……….. 13
C. Tujuan Penelitian ………. 18
D. Manfaat Penelitian ………... 21
E. Asumsi Penelitian………. … 21
F. Struktur Organisasi Disertasi ……… 24
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Akreditasi Sekolah Dalam Konteks Administrasi Pendidikan………26
B. Pelaksanaan Akreditasi Sekolah di Indonesia.. ………..46
C. MutuPendidikan 1. Konsep Mutu……… 100
2. Konsep Mutu Pada Industri Manufaktur………104
3. Konsep Mutu Pada Industri Jasa……….106
4. Strategi Meningkatkan Mutu Pendidikan………115
5. Sekolah dengan Manajemen Mutu Total……….. 123
D. Program Penjaminan Mutu (Quality Assurance) di Sekolah 1. Konsep Dasar………...125
2. Tujuan Penjaminan Kualitas/MUTU………... ….126
3. Komponen-Komponen Penjaminan Mutu Pendidikan……… .. 127
4. Peran Akreditasi dalam Penjaminan Mutu Pendidikan………...134
5. Peran BAN S/M dalam Penjaminan Mutu Pendidikan………138
6. Upaya Penjaminan Mutu Pendidikan………..140
E. Kebijakan Pendidikan ………...153
F. Efektivitas Pelaksanaan Akreditasi Sekolah………..165
(2)
H. Kerangka Pemikiran………. 186
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 195
B. Desain dan Tahapan Penelitian... 196
C. Subyek dan Sampling Penelitian... 199
D. Instrument Penelitian... 205
E. Teknik Pengumpulan Data... 207
F. Keabsahan Data... 209
G. Teknik Analisis Data... 214
BAB IV A. HASIL PENELITIAN 1. Esensi akreditasi sekolah dalam kerangka system pendidikan nasional a. Makna yang terkandung dalam implementasi kebijakan Akreditasi sekolah……… 218
b. Fungsi akreditasi sekolah dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan………..….. 228
c. Komponen-komponen yang harus diperhatikan dalam akreditasi sekolah………..…..229
d. Tingkat pemahaman asesor, guru, kepala sekolah terhadap instrument akreditasi, petunjuk teknis pengisiam instrument, instrument pengumpulan data……….247
2. Pelaksanaan akreditasi SMA di Jawa Barat a. Strategi penyusunan perencanaan jumlah dan alokasi sekolah/madrasah yang akan diakreditasi………..250
b. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan sekolah yang akan diakreditasi……… 255
c. Strategi yang dilakukan Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah (BAP S/M) Propinsi Jawa Barat dalam penyampaian pengumuman kepada sekolah untuk menyampaikan usul untuk diakreditasi………... 257
d. Peran Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat dan Kanwil Kemenag dalam penentuan sekolah yang akan diakreditasi……….. .259
e. Mekanisme dan prosedur pengiriman instrument akreditasi ke sekolah/madrasah……… .260
f. Proses penyusunan evaluasi diri yang dilakukan oleh pihak sekolah (1) Informasi Umum Penyusunan evaluasi diri di 8 sekolah……. 261
(3)
(2) Informasi Khusus Penyusunan Evaluasi Diri ……….. 263
g. Proses penilaian penentuan kelayakan visitasi yang dilakukan BAP S/M... 285
h. Prosedur penentuan asesor yang akan dikirimkan ke sekolah untuk melaksanakan visitasi... 285
i. Efektivitas visitasi yang dilaksanakan dalam bentuk klarifikasi, verifikasi dan validasi data... 287
3. Deskripsi hasil akreditasi (tahun 2007, 2008 dan 2009) a. Profil Hasil akreditasi Sekolah/Madrasah di Tingkat Nasional... 308
b. Profil hasil akreditasi SMA di Jawa Barat ... 311
c. Profil hasil akreditasi SMA per Kabupaten/Kota di Jawa Barat... 316
d. Profil Hasil Akreditasi SMA yang menjadi objek penelitian 1) Profil Umum 8 sekolah objek penelitian...317
2) Profil Khusus 8 sekolah objek penelitian... 324
4. Dampak akreditasi SMA terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan di Jawa Barat... 336
B.PEMBAHASAN 1. Esensi Akreditasi Sekolah Dalam Kerangka Sistem Pendidikan Nasional……….364
2. Pelaksanaan Akreditasi Sekolah……….. 374
3. Hasil Akreditasi Sekolah………. 391
4. Dampak Akreditasi Sekolah……… 394
C. STRATEGI ALTERNATIF PELAKSANAAN AKREDITASI SEKOLAH UNTUK PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN…… 405
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI…… ………. . 416
DAFTAR PUSTAKA……… 424
LAMPIRAN……….431 RIWAYAT HIDUP
(4)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Beberapa masalah utama pendidikan yang ada di Indonesia saat ini adalah masalah pemerataan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan serta akuntabilitas. Pada umumnya, orang beranggapan bahwa masalah krusial pendidikan adalah kurangnya bentuk perhatian dari pemerintah dan masyarakat akan arti pentingnya pendidikan. Perjalanan panjang pendidikan di Indonesia memberikan nuansa baru dalam pembangunan bangsa, hal ini ditandai dengan maraknya penyelenggaraan pendidikan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat. Perangkat peraturan dan perundang-undangan telah ditetapkan, biaya dan fasilitas pendidikan telah dibenahi, sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan telah diupayakan untuk ditingkatkan profesionalismenya. Namun, masalah peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu masalah utama pendidikan ternyata sampai saat ini masih belum terpecahkan secara maksimal.
Mutu lulusan peserta didik salah satunya, merupakan hal yang seolah tiada henti diperbincangkan. Daya saing SDM kita di tingkat dunia sungguh memprihatinkan. Betapa tidak, dari hasil pencapaian Matematika dan IPA internasional menurut uji TIMMS tahun 2000 (Puspendik, Balitbang Diknas, 2000), Indonesia menempati urutan ke 34 untuk matematika dari 38 negara peserta, dan urutan 32 untuk IPA dari 38 negara. Pada tahun 2007 menempati urutan 35 dari 49
(5)
negara peserta. Uji kompetensi internasional lainnya yaitu PISA (Programme for International Student Asessment, 2003) dalam prestasi literasi membaca, matematika dan IPA pun menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Menurut PISA (2003), dari 41 negara yang mengikuti uji tersebut, Indonesia menempati urutan ke 39 untuk literasi membaca dan untuk matematika, serta urutan ke 48 untuk IPA. Data terakhir mengenai daya kompetetisi SDM kita pun hasilnya sama. Menurut The World Competitiveness Scoreboar 2005, SDM Indonesia menempati urutan ke 59 dari 60 negara.
Melihat gambaran mutu lulusan tersebut, maka sudah jelas bahwa akar permasalahannya harus segera diidentifikasi dan kemudian diupayakan penanganannya. Sudah selayaknya kita terpanggil untuk berbenah diri dan berusaha meningkatkan mutu pendidikan dan ini merupakan ajang perbaikan SDM di masa depan. Tentu saja masalah mutu pendidikan tidak hanya terletak pada rendahnya mutu lulusan, akan tetapi banyak hal lain yang justru menjadi penyebab mutu lulusan rendah seperti mutu proses, mutu profesionalisme dan kinerja guru, manajemen mutu sekolah, sarana dan prasarana sekolah dan sebagainya. Oleh karena itu, cara pandang kita terhadap sistem pendidikan sudah saatnya diubah, dan melihat sistem pendidikan sebagai suatu kesatuan yang utuh. Istilah penjaminan dan pengendalian mutu disepakati menjadi kata kunci.
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan di Indonesia saat ini menjadi suatu paradigma yang terus berkembang. Secara teoritis, sistem penjaminan mutu pendidikan menunjuk pada sekumpulan elemen pendidikan yang saling terkait dalam
(6)
suatu konstruksi fungsional dan diarahkan pada terjaminnya mutu pendidikan. Sebagai sebuah sistem, ia harus mempunyai ruang lingkup yang luas mulai dari input, proses dan output yang jelas. Penjaminan mutu sebagai suatu sistem harus mempunyai sistem perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang jelas, sehingga perkembangannya dapat terukur dan memudahkan dalam sistem peningkatannya (Quality Improvement). Gentur Sutapa (2007:23) menyatakan penjaminan mutu adalah ”proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan.” Salah satu realisasi penjaminan mutu pendidikan yang diterapkan di Indonesia adalah akreditasi sekolah. Akreditasi adalah proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan dan kinerja satuan dan/atau program pendidikan yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas publik. Pemerintah melakukan akreditasi sekolah sebagai kebijakan yang dibuat untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Akreditasi sekolah sebenarnya bukan kegiatan baru, karena sejak dulu Pemerintah telah melaksanakan kegiatan akreditasi terhadap kinerja sekolah swasta. Setiap sekolah, terutama sekolah swasta, berupaya untuk meningkatkan akreditasinya, mulai dengan status akreditasi terdaftar sampai dengan disamakan. Sekolah berstatus disamakan biasanya terus berupaya meningkatkan kualitas statusnya hingga memperoleh skor komponen 91 sampai dengan 100 dengan sertifikasi predikat “A” (Istimewa).
(7)
Suharsimi Arikunto (1998:256) menyatakan bahwa akreditasi adalah “penilaian yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sekolah swasta untuk meningkatkan peringkat pengakuan pemerintah terhadap sekolah tersebut.” Peringkat di sini dimaksudkan sebagai kedudukan suatu sekolah terhadap sekolah-sekolah swasta lain, dan kedudukan sekolah tersebut terhadap standar yang ditentukan oleh pemerintah sebagai ukuran kualifikasi yang diharapkan untuk dicapai oleh sekolah yang bersangkutan dan sekolah-sekolah swasta pada umumnya. Jadi dengan singkat dapat dikatakan bahwa akreditasi adalah penilaian jenjang kualifikasi mutu sekolah oleh pemerintah.
Di dalam Ensiclopedia Of Educational Evaluation yang ditulis oleh Scarvia B Anderson (1975:4-5) dinyatakan bahwa “accreditation is the process by which a program or institution is recognized as being in conformity with some agreed upon standard.” Di Amerika Serikat, misalnya meskipun setiap negara bagian melakukan akreditasi sekolah-sekolah dan program-program pendidikan profesional kemudian hasilnya diterbitkan dalam sebuah daftar akreditasi yang menunjuk pada adanya pengakuan atau persetujuan terhadap kualitas lembaga, namun istilah akreditasi lebih terkenal menunjuk pada badan akreditasi sekolah swasta daripada sekolah pemerintah.
Di Indonesia, akreditasi sekolah diartikan sebagai proses pengakuan kualifikasi lembaga pendidikan melalui pengukuran dan penilaian kinerja sekolah dengan mengajukan perangkat yang telah ditetapkan. Perangkat ini dirumuskan oleh suatu badan yaitu Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M). Badan
(8)
ini merupakan badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. BAN-S/M merupakan Badan Non Struktural yang bersifat nirlaba dan mandiri yang bertanggung jawab kepada Menteri.
Pelaksanaan akreditasi merupakan tantangan unsur pimpinan sekolah, guru dan seluruh warga sekolah. Pelaksanaan kegiatan ini diatur atas dasar Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pasal 60 sebagai berikut :
(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenis dan jenjang pendidikan
(2) Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh pemerintah dan atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik
(3) Akreditasi dilakukan secara terbuka
Pemerintah melakukan akreditasi sekolah sebagai kebijakan yang dibuat untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Di era globalisasi ini, pemerintah mengharapkan setiap sekolah berupaya selalu meningkatkan standarisasi.
Pelaksanaan akreditasi merujuk pada peraturan perundangan yang mengatur tentang akreditasi yaitu Permendiknas No.29/2005 tentang S/M. Peran BAN-S/M dalam penjaminan mutu pendidikan adalah penjaminan mutu yang dilakukan oleh berbagai pihak /institusi di luar satuan pendidikan yang secara fomal memiliki tugas dan fungsi berkaitan dengan penjaminan mutu pendidikan baik secara langsung/tidak langsung dan penjaminan mutu internal yang dilakukan oleh masing-masing satuan pendidikan.
(9)
1. Penetapan Standar Nasional Pendidikan (penetapan oleh Menteri, pengembangan, pemantauan, dan pengendalian SNP oleh BSNP) PP 19/2005 pasal 76 dan 77.
2. Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan pada setiap satuan pendidikan (oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, LPMP, dan institusi pembina pendidikan Pusat), PP19/2005 pasal 92.
3. Penentuan Kelayakan Satuan/Program (Pengecekan derajat-pemenuhan Standar Nasional Pendidikan yang dicapai satuan/program pendidikan): melalui penilaian kelayakan satuan/program pendidikan mengacu pada kriteria SNP, sebagai bentuk akuntabilitas publik), UU 20/2003 pasal 60, Permen 29/2005 pasal 1 AKREDITASI oleh BAN S/M , PP 19/2005 pasal 86 dan 87.
4. Penilaian Hasil Belajar (PHB) dan Evaluasi Pendidikan: Ujian Nasional, USBN, Sertifikasi Lulusan, berbagai bentuk ujian lainnya, dan evaluasi kinerja pendidikan oleh Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota serta Lembaga Evaluasi Mandiri. (PP 19/2005)
Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh data bahwa hingga tahun 2009 BAN-S/M, telah mengakreditasi sebanyak 126.584 sekolah/madrasah yang mencakup TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMAK/MAK, dan SLB pada 33 provinsi di Indonesia. Pelaksanaan akreditasi ini dilakukan secara profesional tidak hanya secara konsisten merujuk kepada 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP), tetapi juga perangkat akreditasi, organisasi dan manajemen akreditasi, mekanisme akreditasi dan
(10)
asesor berfungsi secara profesional pula. Hasil akreditasi dengan seluruh temuan-temuannya dan rekomendasi yang disusun merupakan hasil kerja yang cermat, credible dan terpercaya, serta amat layak untuk dijadikan bahan rujukan dalam proses pembuatan kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional Indonesia.
Hasil akreditasi yang dituangkan antara lain dalam bentuk profil untuk setiap satuan pendidikan setiap provinsi dari tahun 2007-2009, merupakan petunjuk yang amat komprehensif tentang kapasitas dalam mencapai setiap komponen dari 8 Standar Nasional Pendidikan. SNP yang sesungguhnya merupakan standar minimal mutu pendidikan ini harus dan perlu dicapai dan diwujudkan oleh setiap satuan/program pendidikan di Indonesia.
Peringkat Akreditasi dalam bentuk A, B, dan C memberikan gambaran menyeluruh tidak hanya tentang kapasitas setiap satuan pendidikan/program pendidikan secara kelembagaan, tapi juga memberikan informasi tentang kapasitas capaian setiap komponen dari 8 komponen SNP. Peringkat akreditasi ini dengan demikian memberikan gambaran tingkat kapasitas capaian secara lebih spesifik sehingga amat bermanfaat bagi pembuat kebijakan dan bagi berbagai pihak dalam menindak lanjuti hasil dan temuan akreditasi sekolah/madrasah ini.
Hasil akreditasi untuk kurun waktu 2007-2009, yang perlu memperoleh perhatian untuk ditindaklanjuti adalah sebagai berikut ;
(11)
yaitu: Pertama, Kurikulum terutama yang menyangkut standar isi dan proses yang sesuai dengan tahapan pertumbuhan peserta didik usia 4-6 tahun yang amat terbatas; Kedua, kualifikasi guru khusus TK/RA dan PAUD yang sebagian besar masih belum memenuhi syarat minimal SI pendidikan; Ketiga, Infrastruktur yang memfasilitasi proses pertumbuhan peserta didik yang optimal secara nyata masih belum memadai, sehingga sebagai instrumen yang membantu proses perkembangan peserta didik tidak dapat diiaksanakan sebagaimana yang diharapkan.
b. SD/MI, aspek-aspek yang lemah dari satuan pendidikan ini adalah aspek kurikulum khususnya pada standar proses terutama yang menyangkut PBM, kualifikasi guru yang sebagian besar belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan, sarana prasrana yang diperlukan untuk mendukung proses pembelajaran yang efektif dan kemampuan manajemen dalam mengelola sekolah secara professional.
c. SMP/MTS, penguasaan kurikulum khususnya KTSP dengan silabus dan RPPnya tetap merupakan masalah. Kemampuan guru untuk menyusun KTSP yang dikendaki masih rendah, karena itu kurikulum yang dimiliki masih merupakan hasil kolaborasi dengan berbagai sekolah lain. Jumlah guru-guru yang memenuhi syarat jauh lebih besar bila dibandingkan dengan SD/MI, walaupun guru yang mismatch dan yang kualifikasinya belum memenuhi syarat, jumlahnya masih cukup besar. Infrastruktur seperti ruang ,kelas, peralatan pembelajaran, laboratorium dan sumber belajar seperti perpustakaan tetap lemah sehingga proses
(12)
pembelajaran belum didukung oleh infrastruktur akademik yang kuat.
d. SMA/MA, guru yang memenuhi persyaratan sudah melebihi 50 % walaupun kemandirian dalam mengembangkan silabus dan RPP masih tetap lemah. Infrastruktur jauh lebih balk terutama sekolah/madrasah yang ada di kota-kota besar. Namun kemampuan manajemen masih tetap merupakan permasalahan sehingga professionalisme dalam manajemen belum terwujud secara optimal. e. SMK, permasalahan di SMK adalah infrastruktur untuk mendukung proses
pembelajaran yang efektif terutama dalam kaitannya dengan pembinaan keterampilan atau transferable skills. Prakerin pada sebagian besar SMK masih tetap merupakan masalah yang perlu ditangani melalui kerjasama dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri. Kesempatan kerja bagi para lulusannya masih merupakan problem karena di Indonesia pertumbuhan sector real masih tetap lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan lulusan SMK.
Temuan dari hasil akreditasi adalah terbatasnya jumlah asesor yang memiliki profesionalisme kuat sehingga kualitas hasil akreditasi tetap terpelihara. Jumlah asesor yang diperlukan di daerah seperti Papua, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera terutama untuk menjangkau sekolah yang tersebar di daerah terpencil atau jauh amat terbatas. Keterbatasan ini amat dirasakan terutama untuk mengakreditasi madrasah. Kondisi geografis yang sulit seperti di Papua, di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau dan di daerah perbatasan, merupakan permasalahan yang amat rumit. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan biaya yang dibutuhkan amat besar dan diluar anggaran yang tersedia, tapi juga
(13)
menyangkut prosedur dan mekanisme akreditasi yang tidak dapat dilaksanakan sesuai pedoman yang ditetapkan. Kemampuan menggunakan ICT masih tetap terbatas tidak hanya keterbatasan dalam perangkat keras di tiap kabupaten/kota tetapi juga kemampuan menggunakannya terbatas walaupun bantuan secara periodik dilakukan melalui pelatihan bagi staf yang diberi tanggung jawab untuk menggunakan dan mengoperasikan ICT atau Sistem Informasi Akreditasi Sekolah/Madrasah (SIA-S/M).
Di tingkat Propinsi Jawa Barat pelaksanaan akreditasi sekolah (SMA/MA) tahun 2009 dengan menggunakan perangkat akreditasi yang baru (8 standar pendidikan) telah selesai dilaksanakan. Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh beberapa data tentang pelaksanaan akreditasi sekolah di Jawa Barat sebagai berikut :
a. Dengan terlaksananya akreditasi sekolah khususnya pada tingkat SMA/MA di Propinsi Jawa Barat diperoleh data bahwa dari 318 sekolah yang diakreditasi yang memperoleh peringkat A sebanyak 170 sekolah, Peringkat B sebanyak 118 dan Peringkat C sebanyak 30 sekolah.
b. Berdasarkan rekapitulasi hasil akreditasi tersebut diperoleh prosentase sebesar 53,46% SMA di Jawa Barat telah terakreditasi A, 37,11% terakreditasi B dan 9,43% terakreditasi C.
c. Analisis Hasil Akreditasi SMA berdasarkan 8 komponen standar pendidikan diperoleh data :
1) Standar Isi : 8,96 % SMA tidak melaksanakan 1 (satu) jam pelajaran tatap muka selama 45 menit, 25% MA guru mata pelajaran yang
(14)
merancang tugas mandiri tidak terstruktur untuk mencapai kompetensi tertentu hanya sekitar 20% guru.
2) Standar Proses: 17,64 kepala MA hanya melakukan tindak lanjut 25% dari hasil pengawasannya.
3) Standar Kompetensi Lulusan: 15,94% SMA rata-rata nilai ketuntasan belajar Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris sampai dengan 60,00 dan 41,17% MA rata-rata ketuntasan belajar mata pelajaran kelompok IPTEK ditetapkan hanya 60,00.
4) Standar Sarana Prasarana: 65,78% SMA dan 88,24% MA tidak memiliki laboratorium bahasa.
5) Standar Pendidik dan Kependidikan : 40,20% SMA/MA tidak memiliki tenaga laboran yang sesuai dengan pendidikannya.
6) Standar Pengelolaan: 29,41% MA tidak memiliki pedoman pengelolaan keuangan sebagai dasar dalam penyusunan program kerja sekolah.
7) Standar Pembiayaan : 18,60% SMA dan 35,29% MA tidak melakukan subsidi silang.
8) Standar Penilaian: 27,25% SMA menetapkan kelulusan dengan menetapkan kriteria yang berlaku
d. Dalam pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah selama tahun 2009 BAP S/M Jawa Barat menghadapi beberapa masalah, antara lain :
(15)
a. Staf sekretariat dari Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat tidak berfungsi sehingga seluruh kegiatan administratif dan pelaporan baik pelaporan kegiatan maupun laporan pertanggungjawaban keuangan dilaksanakan oleh Sekertaris dan sebagian anggota BAP S/M serta Bendahara. Hal ini menyebabkan administrasi kegiatan dan pelaporan keuangan tidak bisa terselesaikan tepat waktu.
b. Tidak semua anggota BAP S/M (karena kesibukannya masing-masing) bisa secara aktif ikut serta dalam penyelesaian masalah yang dihadapi BAP S/M.
c. Anggaran kegiatan yang terbatas.
d. Masih banyak asesor yang kurang profesional baik dilihat dari sisi substansi akademik (pemahaman instrumen akreditasi) maupun dilihat dari sisi karakter asesor.
e. Pelaksanaan sosialisasi akreditasi ke setiap sekolah yang akan diakreditasi, kurang terpahami dengan baik oleh para kepala sekolah f. Kegiatan visitasi masih tidak ideal dengan standar waktu yang
disyaratkan
g. Belum adanya mekanisme yang menjadi pengendali mutu dari proses dan hasil akreditasi yang dilakukan.
(16)
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 2 ayat 2 menyatakan bahwa : ”Penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan standar nasional pendidikan perlu dilakukan dalam tiga program terintegrasi yaitu evaluasi, akreditasi dan sertifikasi”. Penjaminan mutu ini bertujuan untuk melindungi masyarakat agar dapat memperoleh layanan dan hasil pendidikan sesuai dengan yang dijanjikan oleh penyelenggara pendidikan. Proses evaluasi terhadap seluruh aspek pendidikan harus diarahkan pada upaya untuk menjamin terselenggaranya layanan pendidikan bermutu dan memberdayakan mereka yang dievaluasi sehingga menghasilkan lulusan pendidikan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Standarisasi pendidikan memiliki makna sebagai upaya penyamaan arah pendidikan secara nasional yang mempunyai keluasan dan keluwesan dalam implementasinya. Standar pendidikan harus dijadikan acuan oleh pengelola pendidikan, yang di sisi lain menjadi pendorong tumbuhnya inisiatif dan kreativitas untuk mencapai standar minimal yang diharapkan.
Mengingat pentingnya akreditasi sekolah sebagai upaya untuk menjamin mutu pemerintah telah menetapkan kebijakan melalui Permendiknas No 29 tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah, dan Permendiknas No 52 tahun 2008 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi untuk SMA/MA. Secara operasional untuk mengorganisasikan kegiatan akreditasi sekolah ini dikeluarkan surat Keputusan Mendiknas no 064/P/2006 tentang Pengangkatan Anggota BAN-PT, BAN S/M dan
(17)
BAN Pendidikan Non Formal. Pada tingkat Propinsi Jawa Barat, Gubernur mengeluarkan Keputusan No 421/Kep.289 Disdik/2007 tentang Pembentukan Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah.
Pelaksanaan akreditasi sekolah khususnya SMA di Jawa Barat telah berlangsung sejak tahun 2004. Hasil yang diperoleh berupa peringkat A, B dan C disinyalir belum mencerminkan kondisi mutu yang sebenarnya, kemudian setelah selesai proses akreditasi dan diterbitkannya sertifikat tidak ada langkah selanjutnya (follow-up) baik dari pihak Dinas Pendidikan Propinsi, Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, LPMP dan sekolah sebagai lembaga terakreditasi.
Berdasarkan uraian tersebut, secara umum penjabaran identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :
(1) kurangnya optimalisasi peran dan fungsi sumber daya manusia yang ada dalam tata hubungan kerja dalam organisasi kelembagaan akreditasi sekolah
(2) kurangnya pemahaman tentang prosedur, mekanisme dan perangkat akreditasi sekolah dari sekolah dan asesor
(3) belum ada kejelasan bagaimana langkah selanjutnya setelah selesai proses akreditasi sekolah sehingga mutu pendidikan bisa tercermin berdasarkan hasil akreditasi
Dalam penelitian ini, pembahasannya menekankan kepada pelaksanaan akreditasi SMA di Jawa Barat dalam upaya penjaminan mutu pendidikan. Pada dasarnya akreditasi sekolah/madrasah bertujuan untuk memberikan informasi tentang
(18)
kelayakan sekolah/madrasah atau program yang dilaksanakannnya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan, memberikan pengakuan peringkat kelayakan, dan memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan atau satuan pendidikan yang diakreditasi. Sehingga jika tujuan ini tercapai maka akan diperoleh banyak manfaat yaitu membantu mengidentifikasi sekolah/madrasah dan program dalam rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donator atau bentuk bantuan lainnya, acuan dalam upaya peningkatan mutu dan rencana pengembangan sekolah/madrasah, umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga sekolah/madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan program sekolah/madrasah dan motivator agar sekolah terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana dan kompetitif baik di tingkat kabupaten/kota, propinsi, nasional bahkan internasional.
Proses pendidikan di SMA/MA ditujukan untuk mempersiapkan peserta didik sehingga dapat meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlaq mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Profil sekolah yang mencerminkan mutu/kualitas yang baik tentunya minimal dapat memenuhi 8 standar nasional pendidikan yaitu Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar sarana prasarana, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan dan Standar Penilaian. Karena itu fokus kajian studi ini dirumuskan: “Bagaimanakah Efektivitas Pelaksanaan Akreditasi Sekolah Menengah Atas? (Studi tentang Efektivitas
(19)
Pelaksanaan dan Dampak Akreditasi Sekolah Terhadap Upaya Penjaminan Mutu Pendidikan SMA di Jawa Barat)”.
Berdasarkan fokus kajian tersebut peneliti merumuskan batasan-batasan penelitian guna menjaga konsistensi dan untuk mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan pokok yang diajukan dalam penelitian ini. Pembatasan masalah penelitian, dirumuskan sebagai berikut:
a. Data hasil akreditasi dari BAP dibatasi pada data tiga tahun terakhir, yaitu tahun 2007, 2008, dan 2009.
b. Studi efektivitas pelaksanaan akreditasi sekolah, dikaji berdasarkan kesesuaian dengan peraturan dan perundangan yang mengatur tentang akreditasi sekolah.
c. Mengingat banyaknya jumlah sekolah (SMA/MA) di Jawa Barat, maka objek penelitian dibatasi pada SMA. Strategi penetapan objek penelitian lebih lanjut dijelaskan pada Bab III tentang metodologi penelitian.
Perumusan masalah tersebut di atas dirinci ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.
a. Apakah esensi akreditasi sekolah dalam kerangka sistem pendidikan nasional? 1) Apakah makna yang terkandung dalam implementasi kebijakan akreditasi
sekolah?
2) Sejauhmana fungsi akreditasi sekolah dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan?
(20)
3) Komponen-komponen apakah yang harus diperhatikan dalam akreditasi sekolah?
4) Sejauhmana tingkat pemahaman asesor, guru, kepala sekolah terhadap instrumen akreditasi, petunjuk teknis pengisian instrumen, instrumen pengumpulan data dan informasi pendukung akreditasi dan pedoman penskoran dan pemeringkatan akreditasi?
b. Sejauhmana efektivitas pelaksanaan akreditasi SMA di Propinsi Jawa Barat ? 1) Bagaimanakah strategi penyusunan perencanaan jumlah dan alokasi
sekolah/madrasah yang akan diakreditasi ?
2) Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam penentuan sekolah yang akan diakreditasi?
3) Bagaimanakah strategi yang dilakukan Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) Jawa Barat dalam penyampaian pengumuman kepada sekolah untuk menyampaikan usul untuk diakreditasi?
4) Bagaimanakah peran Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat dan Kanwil Departemen Agama dalam penentuan sekolah yang akan diakreditasi?
5) Bagaimanakah mekanisme dan prosedur pengiriman instrumen akreditasi ke sekolah/madrasah?
6) Bagaimanakah proses penyusunan evaluasi diri yang dilakukan pihak sekolah? 7) Bagaimanakah strategi pengisian instrumen akreditasi oleh pihak sekolah?
(21)
8) Bagaimanakah langkah-langkah yang dilakukan pihak sekolah dalam pengiriman dokumen evaluasi diri ke Badan Akreditasi Propinsi Sekolah /Madrasah (BAP-S/M)?
9) Bagaimanakah proses penilaian penentuan kelayakan visitasi yang dilakukan BAP S/M?
10) Bagaimakah prosedur penentuan asesor yang akan dikirimkan ke sekolah untuk melaksanakan visitasi?
11) Sejauhmanakah efektivitas visitasi yang dilaksanakan dalam bentuk klarifikasi, verifikasi dan validasi data?
c. Bagaimanakah deskripsi profil hasil akreditasi SMA ?
1) Bagaimanakah profil hasil akreditasi SMA di Tingkat Nasional? 2) Bagaimanakah profil hasil akreditasi SMA di Tingkat Jawa Barat? 3) Bagaimanakah profil hasil akreditasi SMA per Kab/Kota di Jawa Barat? 4) Bagaimanakah profil hasil akreditasi SMA yang menjadi objek penelitian? d. Bagaimanakah dampak akreditasi SMA terhadap upaya penjaminan mutu
pendidikan di Jawa Barat? C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan penelitian tersebut di atas maka diharapkan tercapai tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Mendapatkan informasi tentang esensi akreditasi sekolah dalam kerangka sistem pendidikan nasional
(22)
a. Mendapatkan informasi tentang makna yang terkandung dalam implementasi kebijakan akreditasi sekolah
b. Mendapatkan informasi tentang fungsi akreditasi sekolah dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan
c. Mengidentifikasi komponen-komponen yang harus diperhatikan dalam akreditasi sekolah
d. Mendeskripsikan tingkat pemahaman asesor, guru, kepala sekolah terhadap instrumen akreditasi, petunjuk teknis pengisian instrumen, instrumen pengumpulan data dan informasi pendukung akreditasi dan pedoman penskoran dan pemeringkatan akreditasi
2. Mengetahui efektivitas pelaksanaan akreditasi SMA di Propinsi Jawa Barat. a. Mengetahui strategi penyusunan perencanaan jumlah dan alokasi
sekolah/madrasah yang akan diakreditasi
b. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan sekolah yang akan diakreditasi
c. Mengetahui strategi yang dilakukan Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) Jawa Barat dalam penyampaian pengumuman kepada sekolah untuk menyampaikan usul untuk diakreditasi
d. Mendeksripsikan peran Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat dan Kanwil Departemen Agama dalam penentuan sekolah yang akan diakreditasi
e. Mendeksripsikan mekanisme/prosedur pengiriman instrumen akreditasi ke sekolah/madrasah
(23)
f. Mengetahui proses penyusunan evaluasi diri yang dilakukan pihak sekolah g. Mengetahui strategi pengisian instrumen akreditasi sekolah
h. Mengetahui langkah-langkah yang dilakukan pihak sekolah dalam pengiriman dokumen evaluasi diri ke Badan Akreditasi Propinsi Sekolah /Madrasah i. Mengetahui proses penilaian penentuan kelayakan visitasi yang dilakukan
BAP S/M
j. Mengetahui prosedur penentuan asesor yang akan dikirimkan ke sekolah untuk melaksanakan visitasi
k. Mengetahui efektivitas visitasi yang dilaksanakan dalam bentuk klarifikasi, verifikasi dan validasi data
3. Mengidentifikasi profil hasil akreditasi SMA
a. Mengidentifikasi profil hasil akreditasi SMA di Tingkat Nasional
b. Mengidentifikasi profil hasil akreditasi SMA di Tingkat Propinsi Jawa Barat c. Mengidentifikasi profil hasil akreditasi SMA per Kabupaten/Kota di Jawa
Barat
d. Mengidentifikasi profil hasil akreditasi SMA yang menjadi objek penelitian 4. Mendapatkan informasi mengenai dampak akreditasi SMA terhadap upaya
(24)
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut
1. Secara Teori, mengembangkan konsep-konsep keilmuan manajemen sekolah dalam rangka penjaminan mutu pendidikan
2. Secara Praktik, menghasilkan temuan-temuan yang dapat bermanfaat bagi sekolah, Badan Akreditasi Nasional S/M, Badan Akreditasi Propinsi S/M, Dinas Pendidikan dan para pemerhati pendidikan, membantu mengidentifikasi sekolah dan program dalam rangka pemberian bantuan pemerintah, acuan dalam upaya peningkatan mutu dan rencana pengembangan sekolah.
E. Asumsi Penelitian
Secara konseptual akreditasi adalah proses dalam quality assurance sekolah dengan merujuk kepada standar tertentu yang dijadikan patokan untuk mengukur degrees of quality accomplishment sekolah. Oleh karena itu diperlukan adanya sebuah sistem, kebijakan, instrumen dan prosedur akreditasi, sehingga akreditasi dapat dilakukan dengan sempurna. Dalam proses akreditasi aspek kuantitas amat menonjol, namun sesungguhnya akreditasi diarahkan untuk continues quality improvement, maka aspek kualitas menjadi sangat penting dan harus diutamakan.
Kualitas pelaksanaan akreditasi didukung oleh kinerja asesor, sebab hasil akreditasi ditentukan oleh profesionalitas asesor dalam menggunakan instrumen yang telah disediakan. Proses akreditasi tersebut hanya dapat dikatakan credible bila diaksanakan secara transparan, sehingga publik dapat ikut memantau bahkan
(25)
mengontrol profesionalitas dalam pelaksanaan akreditasi. Akreditasi merupakan bagian dari proses Quality Assurance, akreditasi harus mencakup proses diagnostik dan tidak hanya evaluatif, dalam arti permasalahan mutu yang dihadapi sekolah harus diangkat secara tajam dan jelas sehingga hasil akreditasi dapat dijadikan rujukan sebagai upaya continues quality improvement.
Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan dan pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. Proses akreditasi ini dilakukan secara berkala dan terbuka dengan tujuan untuk membantu dan memberdayakan program dan satuan pendidikan agar mampu mengembangkan sumberdayanya dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat dirumuskan premis-premis sebagai berikut
1. Akreditasi sekolah diartikan sebagai proses pengakuan kualifikasi lembaga pendidikan melalui pengukuran dan penilaian kinerja sekolah dengan mengajukan perangkat yang telah ditetapkan. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pasal 60 menyatakan bahwa, a. Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, b. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh pemerintah dan atau
(26)
lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik, c. Akreditasi dilakukan secara terbuka
2. Accreditation, the contemporary form of contol academic standards which has been develoved in the United States, is totally distinct from that provided by ministry of education, or by systems exernal examination.” (akreditasi adalah bentuk kontemporer pengawasan standar akademis yang dikembangkan di Amerika Serikat, dan berlainan secara keseluruhan dari yang dilakukan oleh kementrian-kementrian pendidikan atau dilakukan oleh sistem dari luar). (Seldon,1960:24).
3. Penjaminan mutu adalah seluruh rencana dan tindakan sistematis yang penting untuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari kualitas (Elliot, 1993). Kebutuhan tersebut merupakan refleksi dari kebutuhan pelanggan, penjaminan kualitas biasanya membutuhkan evaluasi secara terus-menerus dan biasanya digunakan sebagai perbaikan sistem kerja.
4. Mutu pendidikan pada satuan pendidikan mempunyai makna menghasilkan dan memberikan hanya yang terbaik. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 91 menyebutkan bahwa, setiap satuan pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan bertujuan untuk memenuhi atau melampaui SNP. Penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas. Selanjutnya, pada pasal 1 ayat 18
(27)
dinyatakan bahwa penjaminan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan merupakan bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Dalam implementasinya, kegiatan penjaminan mutu dilakukan secara sinergis oleh berbagai pihak, baik pihak internal maupun pihak eksternal.
5. Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. (Komaruddin,1994:294). Berdasarkan pengertian ini maka ukuran efektivitas pelaksanaan akreditasi sekolah adalah untuk memberikan informasi tentang kelayakan sekolah/madrasah atau program yang dilaksanakannnya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan, memberikan pengakuan peringkat kelayakan, dan memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan atau satuan pendidikan yang diakreditasi.
F. Struktur Organisasi Disertasi
Urutan penulisan penelitian ini terdiri dari lima BAB dengan susunan sebagai berikut.
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Penelitian\
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian
(28)
E. Asumsi Penelitian
F. Struktur Organisasi Disertasi
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB III METODE PENELITIAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
(29)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan naturalistik dalam pengumpulan data dan peneliti sendiri sebagai instrumen utama. Kegiatan inti dari suatu penelitian kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh Spradley (1980: 5) yaitu pemahaman akan makna tentang suatu tindakan dan peristiwa yang terjadi dalam latar sosial yang menjadi objek penelitian. Dengan demikian usaha untuk menganalisis efektivitas pelaksanaan akreditasi sekolah sangat mungkin dilakukan dengan metode kualitatif. Terdapat data yang lebih tepat, jika diungkap dengan metode kualitatif, seperti data tentang latarbelakang munculnya akreditasi sekolah, makna yang terkandung dalam implementasi kebijakan akreditasi, pemahaman terhadap perangkat akreditasi sekolah, efektivitas pelaksanaan akreditasi dan dampak akreditasi terhadap mutu pendidikan.
Robert C. Bogdan dan Sari Knoop Biklen (1992: 29-32) mengatakan bahwa terdapat lima karakteristik penelitian kualitatif, yaitu:
1. qualitative research has the natural setting as direct source of data and researcher is the key instrument,
2. qualitative research is descriptive. The data collected are in the form of worlds or picture rather than numbers,
3. qualitative researchers are concerned with process rather than simply with outcomes or products,
4. qualitative research tend to analyze their data inductively, and 5. meaning is of essential concern to qualitative approach.
(30)
Penggunaan metode kualitatif, maka akan diperoleh data yang lebih lengkap, lebih mendalam dan dapat dipercaya sehingga tujuan penelitian dapat dicapai dengan baik. Dalam penelitian kualitatif permasalahan dapat dilacak secara mendalam, data yang bersifat perasaan, norma, nilai, keyakinan, kebiasaan, budaya, sikap mental, dan komitmen yang dianut oleh seseorang maupun kelompok orang dapat diungkap dengan jelas.
B. Desain dan Tahapan Penelitian
Peran peneliti sebagai instrumen utama dalam penelitian kualitatif, karena dipandang lebih cermat dengan ciri-ciri sebagaimana dikatakan oleh Nasution (1992: 55) sebagai berikut,
(1) manusia sebagai alat yang peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulan dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bermakna bagi peneliti; (2) manusia sebagai alat yang dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus; (3) tiap situasi merupakan suatu keseluruhan; (4) suatu situasi yang melibatkan interakasi manusia, tidak dapat difahami dengan pengetahuan semata-mata; (5) peneliti sebagai instrumen dapat segera mengalisis kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannnya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan, dan (7) manusia sebagai instrumen, responden yang aneh dan menyimpang justru diberi perhatian. Pada penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam menjaring data dan informasi dengan menggunakan teknik observasi partisipan, dokumentasi tertulis dan wawancara mendalam.
Penggunaan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif, dimana penelitian tersebut berusaha untuk memahami dan menafsirkan suatu makna peristiwa interaksi perilaku manusia dalam suatu situasi tertentu. Merujuk pada karakteristik
(31)
penelitian kualitatif sebagaimana dikemukakan Bogdan dan Biklen (1982: 27), peneliti melakukan langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
Pertama, peneliti langsung ke lapangan untuk dapat mengumpulkan data dari sumber data, dengan tanpa melakukan intervensi. Peneliti dalam hal ini yang menjadi instrumen utama langsung menuju ke obyek-obyek penelitian untuk mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara, baik secara formal maupun non formal dengan: Ketua Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M), Sekertaris BAP S/M, Anggota BAP-S/M, Asesor, Kepala Sekolah SMA dan guru-guru SMA di Propinsi Jawa Barat.
Kedua, dalam penelitian naturalistik kualitatif analisisnya menggunakan metode desktiptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis data serta informasi yang dikumpulkan. Hasil dari observasi, wawancara dan studi dokumentasi, analisisnya lebih berupa gambaran mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif, sehingga laporan penelitian berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut, untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian. Dengan demikian melalui pendekatan kualitatif adalah bagaimana cara mengumpulkan data dalam bentuk kata-kata, ucapan, isyarat, serta tingkah laku orang-orang itu sendiri. Kemudian prinsip penelitian kualitatif menekankan bahwa setiap temuan (sementara) dilandaskan pada data, sehingga temuan itu semakin tersahihkan sebelum dinobatkan sebagai teori.
Ketiga, penelitian yang dilaksanakan lebih menekankan kepada proses dari pada hasil semata, dengan kata lain peranan proses besar sekali dalam penelitian
(32)
kualitatif, disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam prosesnya (Moleong, 2001: 6).
Keempat, peneliti cenderung menganalisis data dilakukan secara induktif, karena dalam penelitian naturalistik kualitatif mempelajari sesuatu proses atau masalah dengan tanpa melakukan generalisasi. Tujuan penelitian naturalistik kualitatif bukanlah untuk menguji hipotesis yang didasarkan atas teori tertentu, melainkan untuk menemukan pola-pola yang mungkin dapat dikembangkan menjadi teori.
Kelima, hal yang utama dalam penelitian naturalistik kualitatif ini adalah mencari pemahaman dan penarikan makna dari fenomena yang terjadi melalui penyajian deskriptif analitik.
Memperhatikan kelima karakteistik di atas, peneliti dalam melakukan penelitian ini menempuh beberapa tahap penelitian. Pertama, tahap persiapan yaitu tahap pengamatan awal untuk memantapkan permasalahan penelitian dan menentukan subyek penelitian. Pelaksanaan tahap pertama ini direncanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Februari 2010 . Kedua, tahap pengumpulan dan pengecekan data yaitu pengumpulan data melalui pengamatan, wawancara, pengumpulan dokumen, dan mencari informasi-informasi yang berhubungan dengan fokus dan permasalahan penelitian ini. Tahap pengecekan data yaitu tahap untuk mengadakan pengecekan data yang telah diperoleh, seperti membandingkan, mencocokkan dengan dokumen, dan lain-lain untuk memperkuat hasil penelitian. Pelaksanaan tahap kedua ini direncanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2010.
(33)
Ketiga, Tahap analisis data yaitu data-data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan secara kualitatif, sehingga mudah dibaca dan diinterprestasikan. Pelaksanaan tahap ketiga ini direncanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2010 dengan cara mendiskusikan kembali analisis yang diperoleh untuk menyimpulkan hasil akhir penelitian ini.
C. Subyek dan Sampling Penelitian 1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah Ketua Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M), Sekertaris BAP S/M, Anggota BAP-S/M, Asesor, Kepala SMA dan guru-guru SMA di Propinsi Jawa Barat.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat no. 421/Kep.289.Disdik/2007 Tentang Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M), maka susunan personalianya adalah sebagai berikut :
- Pengarah : 1 orang
- Penanggungjawab : 1 orang
- Ketua Merangkap Anggota : 1 orang - Sekertaris merangkap Anggota : 1 orang
- Anggota : 13 orang
Subyek penelitian selanjutnya adalah asesor (pengawas dan unsur Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat) yang berjumlah 161 orang yang tersebar di 26 Kabupaten/kota se- Jawa Barat, rinciannya dapat dilihat dalam tabel berikut ini;
(34)
Tabel 3.1.
Daftar Asesor akreditasi SMA/MA Propinsi Jawa Barat tahun 2009
NO Kabupaten/Kota Jumlah Asesor
1 Kota Depok 5
2 Kabupaten Bogor 8
3 KotaBogor 6
4 Kabupaten Sukabumi 6
5 Kota Sukabumi 5
6 Kabupaten Cianjur 7
7 Kabupaten Purwakarta 3
8 Kabuupaten Subang 4
9 Kabupaten Karawang 4
10 Kabupaten Bekasi 5
11 KotaBekasi 3
12 Kabupaten Indramayu 4
13 Kabupaten Cirebon 16
14 Kabupaten Kuningan 8
15 Kabupaten Majalengka 8
16 Kabupaten Garut 7
17 Kabupaten Ciamis 11
18 Kota tasikmalaya 5
19 Kabupaten Tasikmalaya 3
20 Kota Banjar 1
21 Kabupaten Banjar 1
22 Kabupaten Bandung 8
23 Kota Bandung 13
24 Kota Cimahi 4
25 Kabupaten Sumedang 2
26 Kabupaten Bandung Barat 2
27 Dinas Pendidikan Propinsi 12
Sumber :BAP –S/M Jabar2009
Subyek yang ketiga adalah kepala sekolah yang telah terakreditasi di Jawa Barat, berikut rinciannya;
(35)
Tabel 3.2. Jumlah SMA yang terakreditasi A tahun 2009
NO Kabupaten/Kota Jumlah Sekolah
1 Kota Depok 5
2 Kabupaten Bogor 3
3 KotaBogor 8
4 Kabupaten Sukabumi 3
5 Kota Sukabumi 1
6 Kabupaten Cianjur 2
7 Kabupaten Purwakarta 4
8 Kabuupaten Subang 0
9 Kabupaten Karawang 7
10 Kabupaten Bekasi 4
11 KotaBekasi 7
12 Kabupaten Indramayu 2
13 Kabupaten Cirebon 4
14 Kabupaten Kuningan 0
15 Kabupaten Majalengka 0
16 Kabupaten Garut 4
17 Kabupaten Ciamis 4
18 Kota tasikmalaya 1
19 Kabupaten Tasikmalaya 3
20 Kota Banjar 0
21 Kabupaten Banjar 0
22 Kabupaten Bandung 4
23 Kota Bandung 16
24 Kota Cimahi 0
25 Kabupaten Sumedang 1
26 Kabupaten Bandung Barat 4
(36)
Tabel 3.3.
Jumlah SMA terakreditasi B
NO Kabupaten/Kota Jumlah Sekolah
1 Kota Depok 1
2 Kabupaten Bogor 6
3 KotaBogor 0
4 Kabupaten Sukabumi 3
5 Kota Sukabumi 4
6 Kabupaten Cianjur 0
7 Kabupaten Purwakarta 7
8 Kabuupaten Subang 2
9 Kabupaten Karawang 4
10 Kabupaten Bekasi 4
11 KotaBekasi 1
12 Kabupaten Indramayu 0
13 Kabupaten Cirebon 2
14 Kabupaten Kuningan 2
15 Kabupaten Majalengka 2
16 Kabupaten Garut 4
17 Kabupaten Ciamis 0
18 Kota tasikmalaya 1
19 Kabupaten Tasikmalaya 2
20 Kota Banjar 0
21 Kabupaten Banjar 0
22 Kabupaten Bandung 5
23 Kota Bandung 4
24 Kota Cimahi 0
25 Kabupaten Sumedang 1
26 Kabupaten Bandung Barat 0
Sumber :BAP –S/M Jabar2009
2. Sampling Penelitian
Sampling dalam penelitian adalah pilihan peneliti terhadap aspek, peristiwa, dan siapa yang dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu. Oleh karena itu, pemilihan sample penelitian dilakukan secara terus-menerus selama penelitian berlangsung.
(37)
Sampling bersifat purposif yakni tergantung pada tujuan fokus. Instrumen penelitian tidak bersifat eksternal dan objektif, akan tetapi subjektif yaitu peneliti itu sendiri tanpa menggunakan test, angket atau eksperimen. Instrumen dengan sendirinya tidak berdasarkan definisi operasional. Tahap yang dilakukan ialah menyeleksi aspek-aspek yang khas, yang berulang kali terjadi, yang berupa pola atau tema dan tema itu senantiasa diselediki lebih lanjut dengan cara yang lebih halus dan mendalam. Tema itu akan merupakan petunjuk kearah pembentukan suatu teori. Analisis data bersifat terbuka, opened-ended dan induktif.
Sampel penelitian dalam penelitian kualitatif menurut Faisal, (1990: 44), berkaitan dengan prosedur memburu informasi sebanyak karakteristik elemen yang berkaitan dengan apa yang ingin diketahui. Penelitian kualitatif menempatkan peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor konstektual, untuk itu jumlah sumber data atau nara sumber dalam penelitian kualitatif tidak menjadi kriteria umum, tetapi maksud sampling dalam hal ini adalah lebih kepada sejauh mana sumber data dapat memberikan informasi sebanyak mungkin sesuai dengan tujuan penelitian, melalui Informan, tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada ke dalam ramuan konteks yang unik dan untuk menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Berdasarkan hal tersebut sampel penelitian dalam menentukan sumber data ditetapkan secara sampel purposif, dengan subyek penelitian yang menjadi satuan analisis adalah berbagai pihak yang dipandang dapat memberikan informasi sebanyak mungkin tentang fokus penelitian.
(38)
Penentuan informan kunci dipilih dengan menggunakan teknik purposive. Hal sesuai dengan konsep penarikan sampel penelitian kualitatif menurut Miles dan Huberman, (1992: 47) adalah ”mengambil sepenggalan kecil dari suatu keseluruhan yang lebih besar, dan penarikannya cenderung menjadi lebih purposif dengan tujuan yang jelas daripada acak”. Penarikan sampel tidak hanya meliputi keputusan-keputan tentang orang-orang mana yang akan diamati, tetapi juga mengenai latar-latar, peristiwa-peristiwa, dan proses-proses sosial. Penetapan responden bukan ditentukan oleh pemikiran bahwa para responden harus mewakili populasi, melainkan responden itu harus dapat memberikan informasi yang diperlukan. Responden karena jabatannya dan karena fungsi tugas maupun wewenangnya memahami mulai dari perencanaan, sumber biaya, alokasi biaya, mekanisme, penggunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Responden dengan kriteria ini menjadi sumber utama perolehan data dalam peneltian ini.
Berdasarkan pemahaman tersebut, penentuan sumber data penelitian ini ditetapkan berdasarkan prinsip sampel purposif. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa subyek penelitian yang menjadi satuan analisis adalah berbagai pihak yang dipandang dapat memberikan informasi sebanyak mungkin tentang fokus penelitian.
Penetapan sampel dalam penelitian tentang Pelaksanaan Akreditasi SMA di Jawa Barat adalah: Ketua BAP S/M Jawa Barat, Sekertaris BAP S/M Jawa Barat, Anggota BAP S/M Jawa Barat, Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten
(39)
Tasikmalaya, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung, Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok, LPMP, Kepala Sekolah SMAN 3 Kabupaten Kuningan, Kepala Sekolah SMAN 1 Kabupaten Kuningan, Kepala Sekolah SMAN 2 Kabupaten Tasikmalaya, Kepala Sekolah SMAN Sariwangi Kabupaten Tasikmalaya, Kepala Sekolah SMAN 3 Kota Depok, Kepala Sekolah SMAIT Nurul Fikri Kota Depok, Kepala Sekolah SMA Darul HIkam Kota Bandung, dan Kepala Sekolah SMA Pahlawan Toha Kota Bandung.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan oleh peneliti untuk menggambarkan makna dari fenomena yang ada berdasarkan sudut pandang dari informan dan/atau sumber data. Hal ini berarti mampu melakukan identifikasi terhadap segala situasi dan mengkaji setiap aspek yang muncul dalam setiap situasi tersebut sepanjang waktu penelitian (misalnya etnography), dengan menggunakan satu elemen kunci pengumpulan data yaitu mengamati informan dalam setiap aktivitasnya. (Creswell, 2009:16).
Dalam penelitian ini, secara prinsip peneliti berperan sebagai instrumen penelitian. Instrumen lainnya merupakan alat bantu pengumpulan data yang dibutuhkan untuk menjaring informasi dari subjek penelitian terkait dengan hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan dan dampak akreditasi sekolah. Walaupun dalam penelitian ini instrument penelitian pengumpul data merupakan alat bantu observer (peneliti), namun langkah-langkah penyusunan instrumen harus tetap mengacu pada
(40)
penyusunan metode ilmiah, meliputi langkah-langkah: analisis aspek-aspek penelitian, penyusunan kisi-kisi, pengembangan kisi-kisi menjadi instrumen, pengujian. Pengujian instrumen melalui proses bimbingan dengan tim promotor. Aspek keabsahan instrumen penelitian yang digunakan adalah pada aspek konstruks dan isi, hal ini ditempuh dengan cara meminta pandangan dari ahli, yang dalam hal ini melalui melalui proses bimbingan dengan tim promotor. Secara teknis prosedur penyusunan instrumen dibantu oleh jenis kisi-kisi instrumen, dengan maksud agar pengujian dapat dilakukan dengan mudah dan sistematis. Kisi-kisi instrumen disusun berdasarkan pada pertimbangan dalam pencapaian tujuan penelitian dan landasan-landasan teoritik yang mendasarinya, untuk menentukan unsur, sub unsur dan sub-sub unsur sebagai bahan dalam penyusunan item-item pertanyaan. Tahap akhir dalam pengembangan instrumen adalah revisi instrumen. Perbaikan dilakukan berdasarkan masukkan-masukkan dari dosen pembimbing berkenaan dengan isi dan konstruk, setelah tahap ini, instrumen siap digunakan.
Dalam rangka menjaring data primer dari informan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat bantu untuk penjaringan data pada lokus penelitian, meliputi; pedoman wawancara, pedoman fokus group diskusi, pedoman observasi, serta perlengkapan lain seperti tape recorder, camera, dan handycam.
(41)
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam upaya mendapatkan data dan informasi baik data primer maupun sekunder yang akurat terkait dengan indikator yang dikaji dalam penelitian digunakan teknik pengumpulan data melalui pengamatan, wawancara, dan dokumentasi tentang objek penelitian. Pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau participant observer, akan dilakukan dalam penelitian ini baik sebelum maupun pada saat mereduksi data. Penelitian akan mengambil peran dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa yang diteliti. Kegiatan yang diamati secara langsung oleh peneliti antara lain sosialisasi akreditasi sekolah, pelaksanaan akreditasi sekolah dan monitoring dan evaluasi akreditasi sekolah.
Pendekatan wawancara yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tiga jenis pendekatan wawancara secara kualitatif, sejalan dengan rumusan Patton (2009:185) yaitu; “wawancara percakapan informal, pendekatan pedoman wawancara umum dan wawancara terbuka yang dibakukan” dengan semua informan. (1) Wawancara percakapan informal, dilakukan untuk menggali informasi secara spontan dalam alur pembicaraan alami pada kegiatan mendalami partisipasi selama observasi pada kondisi informan memiliki waktu yang cukup luang untuk menggambarkan informasi secara sistematis, (2). pendekatan pedoman wawancara umum, untuk mengantisipasi keterbatasan waktu pada wawancara informal maka dibuat pedoman umum wawancara yang memuat segala pertanyaan yang diperlukan untuk ditanyakan kepada informan, pedoman ini memberikan panduan bahwa pertanyaan esensial saja yang harus ditanyakan guna memecahkan masalah penelitian. dan (3) wawancara
(42)
terbuka yang dibakukan, wawancara jenis ini dilakukan dengan mengajukan seperangkat pertanyaan yang disusun dengan seksama, bertujuan untuk mengambil data setiap informan melalui urutan yang sama dan menanyai setiap responden dengan pertanyaan yang sama dengan kata-kata yang esensinya sama, hal ini dilakukan untuk memperkecil variasi pertanyaan yang ditujukan kepada informan yang diwawancarai.
Secara praktik, waktu penggunaan ketiga jenis pendekatan wawancara tersebut tergantung dari tema atau jenis informasi yang akan di gali dan sangat tergantung pada situasi dimana wawancara tersebut dilakukan.
Secara umum kegiatan pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dimulai pada kegiatan sebelum pengumpulan data yaitu; meyiapkan alat pengumpul data, mengklasifikasi dan menentukan jadwal ke lokasi penelitian. Selanjutnya adalah tahapan kegiatan selama pengumpulan data, yaitu; mengelola lokasi, mengelola informan dan sumber data, mengumpulkan data, dan menyimpan data berdasarkan kode. Tahap akhir adalah kegiatan sesudah pengumpulan data, yaitu; mengumpulkan data yang diperoleh, merencanakan untuk pengambilan data susulan yang diperlukan sebagai bahan analisis data.Data-data berkenaan hasil penelitian tentang apa yang terjadi dalam program, sudut pandang peserta terhadap program, kegiatan-kegiatan yang ada dalam program kemudian dideskripsikan untuk mengungkapkan gambaran yang sesungguhnya dan dikaji lebih teliti lagi untuk menemukan gambaran apa (pesan) yang muncul dibalik semua informasi atau data yang diperoleh. Kadangkala dalam pengumpulan data kualitatif dapat ditemukan
(43)
gambaran tersembunyi yang sesungguhnya dimana fenomena tersebut justru yang diharapkan muncul sebagai sebuah kondisi yang diharapkan. Hal ini dapat dipahami bahwasannya terdapat berbagai keterbatasan dari informan kunci atau sumber data dalam menyampaikan secara jujur dan detail, yang sering kali tidak disampaikan secara langsung tetapi melalui kode “bahasa/kalimat” tertentu.
F. Keabsahan Data
Keabsahan data dari sebuah penelitian sangat penting artinya karena dengan keabsahan data merupakan salah satu langkah awal kebenaran analisis data. Keabsahan data dalam penelitian kualitatif bersifat sejalan dan seiring dengan proses penelitian yang sedang berlangsung. Keabsahan data kualitatif harus dilakukan sejak awal pengambilan data, yaitu sejak melakukan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Untuk memperoleh keabsahan data dalam penelitin ini dilakukan dengan cara menjaga kredibilitas, transferabilitas, depandebilitas, dan konfirmabilitas.
1. Kredibilitas
Kredibilitas adalah kesesuaian antara konsep peneliti dengan konsep responden (Usman dan Akbar, 2006: 88). Kredibilitas dalam penelitian kualitatif berfungsi: 1) Melaksanakan instruksi sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai. 2) Menunjukkan derajat kepercayaan hasil temuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti
(44)
Dalam rangka menjaga kredibilitas data yang diperoleh dari lapangan dapat dilakukan dengan: a) memperpanjang masa pengamatan, b) pengamatan yang dilakukan secara terus menerus, c) trianggulasi, d) membicarakan dengan orang lain (peer debriefing), e) menggunakan bahan referensi, dan f) mengadakan member check. (Moleong, 1991: 173).
Dalam penelitian ini untuk mencapai kredibilitas data akan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Memperpanjang Masa Observasi
Memperpanjang masa observasi digunakan untuk mendeteksi dan memperhitungkan distorsi yang mungkin mengotori data. Distorsi dapat terjadi karena adanya unsur kesengajaan seperti dusta, menipu, dan berpura-pura yang dilakukan oleh subyek penelitian, informan, dan informan kunci. Unsur ketidaksengajaan dapat berupa kesalahan dalam mengajukan pertanyaan, motivasi setempat misalnya, hanya untuk menyenangkan atau menyedihkan peneliti.
Pengamatan yang terus menerus dan kontinyu, peneliti dapat memperhatikan sesuatu secara lebih cermat, terinci dan mendalam. Pengamatan ini pada akhirnya akan menemukan mana yang perlu diamati dan yang tidak perlu diamati sejalan dengan usaha memperoleh data. Dalam penelitian ini pengamatan yang terus menerus dilakukan untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian sebagai fokus yang diajukan. b. Trianggulasi Data
Tujuan trianggulasi data adalah untuk mengecek kebenaran data dengan membandingkan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian
(45)
di lapangan. Danzim dalam Moleong, (1994: 178) trianggulasi data sebagai teknik pemeriksaan data dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber, metode, penyelidikan dan teori.
Trianggulasi data dalam penelitian ini adalah dengan sumber dan metode, artinya membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan informasi yang diperoleh melalui alat dan waktu yang berbeda dalam metode kualitatif. Trianggulasi dengan metode dapat dilakukan dengan cara: (1) membandingkan hasil pengamatan pertama dengan pengamatan berikutnya, (2) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, (3) membandingkan data hasil wawancara pertama dengan data hasil wawancara berikutnya. Penekanan dari hasil perbandingan ini bukan masalah kesamaan pendapat, pandangan, pikiran semata-mata tetapi lebih penting lagi untuk mengetahui alasan-alasan terjadinya perbedaan.
c. Mengadakan member check
Tujuan mengadakan member check ialah agar infromasi yang telah diperoleh dan yang akan digunakan dapat sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan dan informan kunci. Untuk itu dalam penelitian ini member check dilakukan setiap akhir wawancara dengan cara mengulangi secara garis besar jawaban atau pandangan sebagai data berdasarkan catatan yang diperoleh. Hal ini dimaksudkan jika ada beberapa hal yang keliru atau kurang responden dapat memperbaiki dan menambahkannya. Member check ini dilakukan pada saat wawancara formal maupun informal selama penelitian berlangsung.
(46)
2. Transferabilitas
Transferabilitas ialah apabila hasil penelitian kualitatif itu dapat digunakan atau diterapkan pada kasus atau situasi lainnya (Usman dan Akbar, 2006: 89). Selain itu, Nasution (1988: 118) mengatakan bahwa Bagi penelitian kualitatif, transferabilitas tergantung pada si pemakai yakni, sampai manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan dalam konteks dalam situasi tertentu. Karena itu, transferabilitas hasil penelitian ini diserahkan kepada pemakainya. Sumber lain menjelaskan bahwa:
Transferability refers to the degree to which the results of qualitative research can be generalized or transferred to other contexts or settings. From a qualitative perspective transferability is primarily the responsibility of the one doing the generalizing. The qualitative researcher can enhance transferability by doing a thorough job of describing the research context and the assumptions that were central to the research. The person who wishes to "transfer" the results to a different context is then responsible for making the judgment of how sensible the transfer is.
(www.socialresearchmethods.net/kb/qualapp.php - 10k)
Masih berkaitan dengan konsep transferabilitas (penerapan aplikasi), Usman, (2006: 89) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif biasanya bekerja dengan sampel yang kecil. Oleh karena itu, untuk meningkatkan transferabilitas data perlu dilakukan penelitian di beberapa lokasis selain itu, transferabilitas data diperiksa melalui keteralihan dari sumber data yang berkembang di lapangan dengan menggunakan catatan lapangan sehingga dapat ditransformasikan dan juga menggunakan foto-foto sebagai bukti kegiatan pengambilan data di lapangan.
(47)
3. Dependabilitas
Dependabilitas adalah apabila hasil penelitian kita memberikan hasil yang sama dengan penelitian yang diuji pihak lain. Dalam penelitian kualitatif sulit untuk dapat diulang oleh pihak lain, karena desainnya yang emergent (lahir selama penelitian berlangsung). Untuk dapat membuat penelitian kualitatif memenuhi depandabilitas, maka perlu disatukan dengan konfirmabilitas. Hal ini dikerjakan dengan cara audit trail (melacak kembali) yang dilakukan oleh pembimbing (Usman, 2006: 89). Pembimbing dalam penelitian adalah promotor, kopromotor dan anggota pembimbing disertasi. Pembimbing inilah yang memeriksa kebenaran data dan penafsirannya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa :
The traditional quantitative view of reliability is based on the assumption of replicability or repeatability. Essentially it is concerned with whether we would obtain the same results if we could observe the same thing twice. But we can't actually measure the same thing twice -- by definition if we are measuring twice, we are measuring two different things. In order to estimate reliability, quantitative researchers construct various hypothetical notions (e.g., true score theory) to try to get around this fact. The idea of dependability, on the other hand, emphasizes the need for the researcher to account for the ever-changing context within which research occurs. The research is responsible for describing the changes that occur in the setting and how these changes affected the way the research approached the study
(www.socialresearchmethods.net/kb/qualapp.php - 10k)
Secara aplikatif dijelaskan bahwa dependability (konsistensi) data diperiksa melalui pengecekan ulang dari sumber yang berbeda dengan menggabungkan kelengkapan observasi dan wawancara (triangulasi).
(48)
Komfirmabilitas (netralitas) berhubungan dengan objektivitas hasil penelitian, untuk menjaga kebenaran dan objektivitas hasil penelitian, perlu dilakukan ‘audit trail’ yakni, melakukan pemeriksaan guna meyakinkan bahwa hal-hal yang dilaporkan memang demikian adanya, seperti dipertegas pendapat berikut:
Qualitative research tends to assume that each researcher brings a unique perspective to the study. Confirmability refers to the degree to which the results could be confirmed or corroborated by others. There are a number of strategies for enhancing confirmability. The researcher can document the procedures for checking and rechecking the data throughout the study. Another researcher can take a "devil's advocate" role with respect to the results, and this process can be documented. The researcher can actively search for and describe and negative instances that contradict prior observations. And, after he study, one can conduct a data audit that examines the data collection and analysis procedures and makes judgements about the potential for bias or distortion.
(www.socialresearchmethods.net/kb/qualapp.php - 10k)
Dalam prakteknya konsep, “konfimabilitas (kepastian data) dilakukan melalui member check, triangulasi, pengamatan ulang atas rekaman, pengecekan kembali, melihat kejadian yang sama di lokasi yang berbeda sebagai bentuk konfirmasi. (Usman, 2006)
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan tersebut di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tingkat keabsahan data dalam penelitian kualitatif terdiri dari Credibility (nilai kebenaran), Transferability (penerapan aplikasi atau keteraliahan), Dependability (konsistensi), dan Confirmability (obyektivitas atau netralitas).
G. Teknik Analisis Data
Langkah yang dilakukan sebelum melakukan analisis data adalah, dimana data-data yang diperoleh dari lapangan perlu disusun dalam suatu catatan lapangan
(49)
sebagai langkah awal dalam analisis data (Spredly, 1980: 66). Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan model interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1994: 12) yang dimulai dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan atau verifikasi. Proses analisis data dilakukan secara terus menerus dalam proses pengumpulan data selama penelitian berlangsung. Alur analisis ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1:
Komponen-komponen analisis data
(Model interaktif Miles dan Huberman, 1994: 12)
1. Pengumpulan Data ; Data-data dari lapangan dikumpulkan melalui proses wawancara mendalam, pengamatan berpartisipasi, dan analisis dokumen selama penelitian berlangsung. Data-data tersebut disusun dalam suatu catatan lapangan sebagai langkah awal dalam analisis data.
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan
(50)
2. Reduksi Data ; Data-data yang telah diperoleh di lapangan semakin bertambah banyak seiring dengan berjalannya proses pengambilan data, oleh karena itu data tersebut perlu direduksi, dirangkum, dipilah-pilah, diambil hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Melalui proses reduksi data ini laporan mentah yang diperoleh di lapangan disusun menjadi lebih sistematis, sehingga mudah dikendalikan. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang tajam tentang hasil penelitian, membantu dalam memberikan kode pada aspek-aspek tertentu yang menjadi fokus penelitian. Reduksi data dalam proses analisis data merupakan hal yang harus dilakukan.
3. Penyajian data ; Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang telah disusun dari hasil reduksi data. Data yang ada kemudian disatukan dalam unit-unit informasi yang menjadi rumusan kategori-kategori dengan berpegang pada prinsip holistik dan dapat ditafsirkan tanpa informasi tambahan. Dari penyajian data ini memungkinkan peneliti untuk dapat menarik kesimpulan atau pengambilan tindakan lebih lanjut. Penyajian data dalam penelitian ini dalam bentuk naratif. Data yang diperoleh biasanya semakin bertambah banyak dan menumpuk, supaya tidak kesulitan dalam penguasaan informasi baik secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu, maka dalam penyajiannya harus dibuat rangkuman, dan teks naratif untuk memudahkan penguasaan informasi dari data tersebut. Hal ini dilakukan karena data yang terpencar-pencar dan kurang tersusun dengan baik, dapat mempengaruhi peneliti dalam bertindak dan mengambil
(51)
kesimpulan yang memihak, tersekat-sekat dan tidak mendasar. Oleh sebab itu, penyajian data harus disadari sebagai bagian dalam analisis data.
4. Menarik kesimpulan ; Kesimpulan diambil dari penyajian data yang telah dilakukan, sehingga sejak awal penelitian diupayakan untuk mencari makna data yang telah dikumpulkan. Untuk itu perlu mencari pola, tema, persamaan, perbandingan, hal-hal yang sering timbul, dan sebagainya.
(52)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan temuan-temuan penelitian sebagaimana dikemukakan pada bab empat, maka berikut ini disajikan kesimpulan-kesimpulan penelitian.
1. Esensi akreditasi sekolah dalam kerangka sistem pendidikan nasional merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemaknaan akreditasi oleh pihak SMA-SMA di Jawa Barat berada pada tingkat yang sedang, hal ini terjadi dikarenakan keterbatasan pemahaman yang dimiliki oleh Kepala Sekolah, guru dan staf lainnya. Akreditasi masih dipandang sebagai suatu kewajiban pengisian dan pemenuhan instrumen yang berdasarkan 8 standar nasional pendidikan, berkaitan dengan fungsi akreditasi dapat disimpulkan bahwa belum sepenuhnya bekerja. Fungsi pengetahuan, hasil akreditasi yang diperoleh oleh masing-masing sekolah khususnya di SMA-SMA di Jawa Barat merupakan sumber informasi bagi masyarakat untuk mengetahui sebaik apa peringkat akreditasi yang dicapai oleh sekolah tersebut. Fungsi akuntabilitas, akreditasi menduduki peran yang sangat strategis. Kesesuaian antara hasil akreditasi dengan harapan masyarakat ditemukan dalam satu titik yaitu
(53)
pencapaian mutu baik proses maupun produk. Pencapaian mutu proses dilihat dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan akademik(layanan akademik) dan non akademik. Fungsi Pembinaan dan Pengembangan, belum optimal dilaksanakan. Hasil akreditasi yang diumumkan di berbagai media baik cetak maupun elektronik, belum termanfaatkan dengan baik oleh pihak-pihak terkait. Ironi bagi kebanyakan sekolah yang sudah diakreditasi, setelah menerima sertifikat akreditasi dan diberikan rekomendasi dalam perbaikan mutu sekolah pada umumnya kurang direspon rekomendasi tersebut.
2. Pelaksanaan akreditasi secara umum telah mengikuti kebijakan dan pedoman teknis yang telah ditetapkan, namun demikian ditemukan permasalahan dalam hal penentuan kuota sekolah yang akan diakreditasi belum sesuai dengan jumlah sekolah yang ada. Usulan jumlah Sekolah/Madrasah di Jawa Barat yang diajukan ke BAN-SM pada tahun 2009 yaitu 9300 S/M ternyata hanya mendapatkan alokasi sebanyak 6.600 S/M sehingga terdapat kekurangan 2700 S/M dan pada tahun 2010 usulan sebanyak 12.330 S/M ternyata hanya mendapat alokasi sebanyak 3.992 S/M sehingga terdapat kekurangan 8.338, apabila pada tahun-tahun berikutnya selalu kekurangan alokasi maka akan terjadi penumpukan Sekolah/Madrasah yang akan diakreditasi. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan dari alokasi anggaran akreditasi. Untuk mengatasi hal ini BAP-S/M Jawa Barat melakukan koordinasi dan konsultasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dalam menyiapkan data sekolah yang akan diakreditasi, serta penyampaian tindak lanjut hasil akreditasi untuk
(1)
_________. (1987). Dasar-dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
Edward III, G. (1980). Implementing Public Policy, Washington, D C: Congressional Quartery, Inc.
FREP Quality Assurance Working Group (2005). FREP Quality Assurance Framework (Forest and Range Practice Act Resource Evaluation Program). Gaffar, Fakry..(1995) Kepemimpinan Pendidikan.IKIP Bandung
Gibson, J.Donnelly.(1996). Manajemen (Edisi Bahasa Indonesia) Jakarta:Erlangga Gridle,M (1980). Politics And A Policy Implementation In The Third Word, New
Jersey : Princetown University Press
Handayaningrat, Soewarno. (1998). Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta: CV Haji Masagung
Herman, J.L, & Herman, J.J, (1995). Total Quality Management (TQM) For Education, Journal of Education Technology. May-June (halaman 14-18). Hedwig, Rinda. Gerardus Polla (2006). Model Sistem Penjaminan Mutu, Graha Ilmu,
Jakarta
Hoy Wayne K., Miskel C.G. (2001). Educational Administration. Singapore: Mc.Graw. Hill.
Jiyono. 1980. Cara Mengukur Mutu Pendidikan Dalam Analisis Pendidikan Depdikbud Jakarta.Don Adam et al. 1991.
Juran, J.M, (1989), Merancang Mutu, Terjemahan Bambang Hartono dari Juran On Quality By Design, Jakarta: PT. Pustaka Binawan Pressindo (Buku ke 1). Kusumastuti, D. (2001). Manajemen Pengembangan Sumber Daya Dosen Sebagai
Penjamin Mutu Perguruan Tinggi. Disertasi .UPI
Lincoln, Y.S & Guba, E.G. (1985)). Naturalistic Inquiry. California, Beverly Hills: Sage Publications.
Linda,M. (2005), Montana School Accreditation : Standards and Prosedures
Manual, (OnLine), Tersedia :
(2)
Lewis and Smith. (1996.) Total Quality in Higher Education. Delray Beach. Florida. St. Lucie Press.
Lovelock,C. (1992), Managing Service : Marketing Operations and Human Resources, London : Prentice Hall International, Inc
Lunenburg, F. C., & Ornstein, A.C. (2004). Educational administration: Concepts and Practices. (Rev. Ed.). Belmont, CA: Wadsworth/Thomson. [Online] Tersedia: http://www.fetchbook.info [6 September 2005]
Makmun, Abin Syamsuddin. (1996). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1994). Qualitatif Data Analysis (2th ed.). California: Thousand Oaks, Sage Publication, Inc.
Millan Mc, J.H., Sally S. (2001). Research in Education A Conceptual Introduction, Longman New York & London
Meredith D. Gall, Joyce P. Gall dan Walter R. Borg. (2003). Educational Research :An Introduction (Seventh Edition). United States of America. Pearson Education, Inc.
Moleong. Lexy J. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nadia, A. (2006), The Impact Of Accreditation On The Quality of education : Result of Regional Accreditation and Quality Of Education Survey, (OnLine), Tersedia : www.neasc.org (30 Maret 2010).
Nasution, S. (2000). Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Parasuraman, A. (1985). “ A Conceptual Model of Service Quality and Implication
For Future Research. New York
Pike, J .(1996) TQM In Action. London :Chapman
Syafaruddin. (2002). Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan: Konsep, Strategi dan Aplikasi. Bandung : Grasindo
(3)
Schwarz, Stefanie. (2005), Accreditation and Evaluate In European Higher Education Area. Springer. Science
Scarvia B, A. (1975), Ensiclopedia Of Educational Evaluation .
Scheerens, Jaap. (1992). Effective Schooling Research, Theory and Practice. New York:SOP
Suharsimi Arikunto. (1998). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta.
Sukmadinata,Nana. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Rosdakarya.
Sutapa, G. (2007), Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, Jakarta. BinaAksara
Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UPI. (2005).Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UPI
Tilaar, H A R.(2000). Paradigma Pendidikan Nasional. Rineka Cipta. Jakarta
Tim Peneliti FIP UPI. (2000).Review Sekolah. Materi Pelatihan . FIP UPI dan Balitbang Dikbud
Sabatier, Paul.(1980). The Implementation of Public Policy A Framework at Policy Analysis Studies, Journal 8
Santoso, Amir. (1989). Analisis Kebijakan Publik : Masalah dan Pendekatan. Jurnal Ilmu Politik, 4 Jakarta AIPI
Wahab,Aziz.A.(1999).Budi Pekerti, Education A Model OF Teaching Code of Conduct For Good Citizenships Bandung, CICED
Willborn, Walter . (1994) Global Management of Quality Assurance System , Mc. Graw Hill.
Widjaya. (1993), Manajemen Mutu Terpadu , Jakarta : Rineka Cipta. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Pasal 86 dan 87). Permendiknas No.29 Tahun 2005 tentang BAN-S/M.
(4)
Permendiknas no 52 tahun 2008 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi Untuk SMA/MA
SK. Mendiknas No.064/P/2006 tentang Anggota BAN-PT, BAN-S/M dan BAN-PNF.
---(1996), Handbook Of Accreditation And Policy Manual, Accrediting
Commission for Community and Junior Colleges Western Association of Schools and Colleges 3402 Mendocino Avenue Santa Rosa, CA 95403
--- (2003), Handbook of Accreditation, The Higher Learning Commission, Chicago, Illinois.
_______(2003), Accreditation Handbook, Northwest Commission On Colleges and Universities.
_______(2008), Accreditation Handbook, Accrediting Commission For Senior Colleges dan Universities, Alameda California.
TIMMS. (2000), Puspendik, Balitbang Diknas, Laporan.
BAP S/M Jawa Barat, (2007), Laporan Hasil Akreditasi Sekolah di Jawa Barat. BAP S/M Jawa Barat, (2008), Laporan Hasil Akreditasi Sekolah di Jawa Barat BAP S/M Jawa Barat, (2009), Laporan Hasil Akreditasi Sekolah di Jawa Barat
Jurnal
Andrea, B. (2010)Two European Responses to Assure Quality In Higher Education, UniversityOf Gras Austria, Journal Problems Of education in 21st Century, Volume 20. (2-5-2011)
Boulware,G.(2011).Quality Education Vs Accreditation. Dalam Education Journal (online) Tersedia : www.colegiodeagronomos.org (3 -3-2011)
Bitter,M. (1999). A Preliminary Investigation of The Choice to Obtain AACSB Accounting Accreditation. Dalam Accounting Educator Journal. Volume XI. Tersedia:www.aejournal.com (13-02 -2011)
(5)
Claudia, S. (2010).Assesing Quality and Evaluating Performance in Higher education. Minnerva Volume 48. (20-2-2011)
Clark,J. (2009).Does A Unified Accreditation System School Health Education Program?.Dalam Journal Of School Health. (online).Volume 79.Issue 10.p 447-450. Tersedia : www.wiley.com (12-03-2011)
Fertig,M.(2007).International School Accreditation Between A rock and Hard Place?. Dalam Journal Of Research In International education .Volume 6 no 3 p 333-348.Tersedia :www.jrl.sagepub.com (12-04-2011)
Fisch,B.(2010).Evaluating Organizational Quality Through Narrative : A case for Accreditation The School Fortofolio. Dalam International Journal Of Leaderships In Education :Theory and Practice, (online).Volume 13.issue 4 p 455-48 Tersedia : www.informaworld.com (13-02-2011)
Greenstead,.(2010). Measure For Measure A Pound Of Flesh?.(A Comparison Of Quality Assurance Schemes).Dalam The International Journal Of Management Education. Volume. 3. Tersedia : www.equis.com (12-03-2011) Griffits,C.(2002). The Safe School Friendly School Accreditation. 14th Binneal
NCSIA Conference.(22-01-2011)
Guy Huy, (2003).Quality Assurance/Accreditation : The Possible Scenario For The Future, Journal Of Education. Volume 8.(23-12-2010)
Huang, Z.(2010). Gains And Challenges In The National Accreditation Process : A Case Study. Dalam Journal Of Learning. Volume 15 Issue 8.p 57-64.Tersedia :www.cgpublisher.com
Jordan, L.(2009).School Accreditation In The Riverside Sanatorium District. Dalam Journal Of School Health.Volume 24 Issue 7 p 187-191.Tersedia;www.wiley.com(9-5-2011)
Julian,S.(2006). Is Accreditation Good For The Strategic Decision Making Of Traditional Business School? Dalam Journal The Academy Of Management Learning and Education Volume 5.Number 2/2006.p 225-233.Tersedia:www.aomartiles.metapress.com(9-5-2011)
Kurz,R.(2002). Emerging Issue In Accreditation Of Training Program In School Psychology. Dalam Journal of School Psychology. Volume 12. Issue 2 p 114-120.(9-5-2011) Tersedia :www.sciencedirect.com (23-12-2010)
Mc Farlane,D.(2011).Accreditation Disrimination In The Context of Business School and Colleges : Concerns and Challenges For Administrator and Scholar.
(6)
Dalam Academic Leadership. (online) Volume 9.Tersedia :www.academicleadership.org.(12-03-2011)
Sekimoto,M.(2008).Infect of Hospital Accreditation On Infection Controll Programs in Hospitals in Japan. Dalam American Journal of Infection Controll. Volume 6. Issue 3 P 212-219. Tersedia :www.ajicjournal.org (23-12-2010) Taub,A. (2011).Why Accreditation System Benefits School Health Education
Program A responses to Clark Commentary. Dalam Journal of School
Health. (online).volume 81 P 123-127.
Tersedia:www.onlinelibrary.wiley.com (9-05-2011)
Trapnell,J.(2008).AACSB International accreditation The Value Proposition And a look ToThe Future. Dalam Journal Of Management Development Strategic Themes.Volume 3 Issue 3. Tersedia :www.efmd.org (23-12-2010)