PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THREE-STEP INTERVIEW DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP.

(1)

Darmawan Budi Santoso, 2013

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

THREE-STEP INTERVIEW DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

Darmawan Budi Santoso 0606192

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Darmawan Budi Santoso, 2013

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

THREE-STEP INTERVIEW

DENGAN PENDEKATAN

KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

Oleh

Darmawan Budi Santoso

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Darmawan Budi Santoso 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Darmawan Budi Santoso, 2013

DARMAWAN BUDI SANTOSO

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THREE-STEP INTERVIEW DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

SISWA SMP

DIDETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Prof. Dr. Nanang Priatna, M.Pd NIP.196303311988031001

Pembimbing II

Drs. Asep Syarif Hidayat, M.Si NIP.195804011985031001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D NIP. 196101121987031003


(4)

(5)

Darmawan Budi Santoso, 2013

ABSTRAK

Tujuan dari penelian ini adalah untuk 1) mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional; 2) mengetahui respons siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 32 Bandung, sedangkan sampelnya adalah kelas VII-C sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-D sebagai kelas kontrol. Desain penelitian yang digunakan adalah kelompok kontrol non ekuivalen. Bahasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bangun datar. Instrumen yang dipakai adalah instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan instrumen non tes yang berupa angket skala sikap siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Secara umum siswa memberikan renspons yang positif terhadap pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual.

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif Tipe three-step interview, Pendekatan kontekstual, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis.


(6)

Darmawan Budi Santoso, 2013

ABSTRACT

The aim of the study presented was to 1 ) determine whether the increase in mathematical problem-solving ability of students using cooperative learning , three- step interview with contextual approach better than the students who used conventional learning , 2) determine the response of students to cooperative learning , three- step interview the contextual approach . The population in this study were students of class VII SMPN 32 Bandung , while the sample is a class VII - C as an experimental and class VII - D as the control class . The design study is a non- equivalent control group . Discussion used in this study are field . The instrument used is an instrument of mathematical problem solving ability test and non- test instruments in the form of student attitude scale questionnaire . The results showed that the increase in mathematical problem-solving ability of students using cooperative learning, three-step interview with contextual approach better than students using the conventional learning. In general, students gave positive renspons toward cooperative learning, three-step interview with contextual approach.

Keywords : Cooperative Learning Type three - step interview , contextual approach , Mathematical Problem Solving Ability .


(7)

iv

Darmawan Budi Santoso, 2013

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. ManfaatPenelitian ... 4

F. Definisi Operasional ... 5

G. Hipotesis ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif ... 8

B. Kooperatif tipe Three-Step Interview ... 9

C. Pendekatan Kontekstual ... 10

D. Pemecahan Masalah Matematis ... 12

E. Penelitian yang Relevan ... 15

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 17

B. Populasi dan Sampel ... 17

C. Instrumen Penelitian ... 18

D. Prosedur Penelitian ... 23

E. Teknik Pengolahan Data ... 24

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 31


(8)

Darmawan Budi Santoso, 2013

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 47

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN A. Rpp dan Bahan Ajar ... 51

B. Instrumen Penelitian ... 130

C. Data Hasil Penelitian ... 144


(9)

Darmawan Budi Santoso, 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring perkembangan waktu, ilmu pengetahuan dan teknologi pun kian mengalami peningkatan. Peningkatan itu tentunya harus diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya yang berkualitas dapat diperoleh melalui kegiatan pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu komponen supra sistem pembangunan yang dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Pendidikan menurut UU RI No.20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dalam kehidupan masyarakat. Lebih lanjut, berdasarkan UU RI No.20 tahun 2003 bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan yang dimaksud dapat berupa pendidikan formal maupun pendidikan informal. Pendidikan formal diselenggarakan di sekolah-sekolah dan mempelajari berbagai disiplin ilmu, salah satunya adalah matematika. Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting dan wajib dipelajari pada setiap jenjang pendidikan.

Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BNSP, 2006: 388) dijelaskan bahwa, tujuan diberikannya mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma (secara luwes, akurat, efisien, dan tepat) dalam pemecahan masalah.


(10)

Darmawan Budi Santoso, 2013

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan yang memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya didi dalam pemecahan masalah. National Council of Teacher of Mathematics (2000) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika telah mengalami perubahan, tidak lagi hanya menekankan pada peningkatan hasil belajar, namun juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan :

1. Komunikasi matematis (mathematical communication); 2. Penalaran matematis (mathematical reasoning);

3. Pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving); 4. Mengaitkan ide-ide matematis (mathematical connections); 5. Representasi matematis (mathematical representation).

Berdasarkan pemaparan di atas, kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan salah satu kemampuan yang penting dan harus dimiliki oleh siswa. Bell (1978:311) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses pokok dalam matematika. Sejalan dengan itu, Sumardyono (2010) dalam

artikelnya yang berjudul “Pengertian Dasar Problem Solving”, mengatakan bahwa pemecahan masalah merupakan ikon yang sangat penting terutama dalam pembelajaran matematika, karena matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, artificial, dan tak kalah penting menghendaki justifikasi atau pembuktian.

Kenyataan di lapangan, kemampuan pemecahan masalah siswa masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan oleh hasil tes yang dilakukan oleh lembaga


(11)

3

Darmawan Budi Santoso, 2013

survey tiga tahunan Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2009, Indonesia berada di urutan ke-61 dari 65 negara yang disurvey dengan skor rata-rata kemampuan matematika siswa Indonesia yaitu 371, skor tersebut berada di bawah rata-rata skor internasional yaitu 496. Hal yang dinilai dalam PISA adalah kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah (problem solving), memformulasikan penalaran (reasoning), dan mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang dimiikinya kepada orang lain (communication) (Astuti, 2010:2).

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Amalia (dalam Andriatna, 2012 : 4) terhadap siswa kelas X dan XI pada tiga sekolah menunjukan bahwa siswa kelas X dan XI masih tergolong rendah dalam kemampuan pemacahan masalah matematis. Hal ini dilihat berdasarkan skor siswa yang diperoleh masih jauh di bawah skor maksimum yang diharapkan. Siswa kelas X dari tifa sekolah masing-masing hanya mampu mencapai skor maksimum 35, 17, dan 20 dari skor maksimum yang diharapkan yaitu 60. Dan untuk kelas XI dari masing-masing sekolah mencapai skor maksimum yaitu 33, 31, dan 27 dari skor maksimum yang diharapkan yaitu 50.

Untuk mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis, seorang guru dituntut untuk memilih model pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis. Salah satu model pembelajaran yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuam pemecahan masalah matematis adalah model pembelajaran kooperatif, terutama tipe three-step interview, karena pada tipe ini siswa dituntut dapat memahami masalah (see), merumuskan rencana penyelesaian (plan), melaksanakan rencana penyelesaian (do) dan memeriksa kembali solusi yang telah didapatkan (check), yang merupakan teori pemecahan masalah Polya (Suherman, 2003).

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview. Penelitian ini berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Three-Step Interview dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP”.


(12)

Darmawan Budi Santoso, 2013

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional?

2. Bagaimana respons siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview?

C. Batasan Masalah

Untuk menghindari kekeliruan pemahaman, maka ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

1. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMPN 32 Bandung.

2. Pokok bahasan yang dipilih dalam penelitian adalah “bangun datar segitiga

dan segiempat”.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 2. Untuk mengetahui bagaimana respons siswa terhadap model pembelajaran

kooperatif tipe three-step interview.

E. Manfaat Penelitian

penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat nyata bagi berbagai kalangan berikut ini :

1. Bagi siswa, diharapkan dapat menikmati proses pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.


(13)

5

Darmawan Budi Santoso, 2013

2. Bagi guru bidang studi matematika, model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dapat dijadikan salah satu pembelajaran alternatif dalam menyampaikan materi kepada siswa khususnya jika berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

3. Bagi peneliti, memberikan gambaran yang jelas tentang aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dalam aktivitas pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis.

4. Bagi sekolah dan mutu pendidikan, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengaplikasikan model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan matematika di Indonesia.

F. Definisi Operasional

1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan prosedur belajar mengajar melalui kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Setiap kelompok tersebut diberi tugas yang nantinya harus dipecahkan dalam kelompok melalui diskusi ataupun tanya jawab dan menyimpulkannya.

2. Model pembelajaran Three-Step Interview

Model pembelajaran three-step interview merupakan salah satu dari tipe pembelajaran kooperatif yang pada tahap inti terdiri dari tiga tahapan wawancara (yang melakukan wawancara dan narasumber adalah siswa), yaitu:

a) Tahap pertama Siswa A bertanya tentang LKS B pada Siswa B, kemudian Siswa B menjelaskan pada Siswa A. Siswa C bertanya tentang LKS D pada Siswa D, kemudian Siswa D menjelaskan pada Siswa C.


(14)

Darmawan Budi Santoso, 2013

b) Tahap kedua Siswa B bertanya tentang LKS A pada Siswa A, kemudian Siswa A menjelaskan pada Siswa B. Siswa D bertanya tentang LKS C pada Siswa C, kemudian Siswa C menjelaskan pada Siswa D.

c) Tahap ketiga semua anggota kelompok berkumpul dan setiap siswa saling menyampaikan informasi atau materi kepada teman sekelompoknya (yang diperoleh pada tahap satu dan tahap dua). Siswa A menjelaskan materi Siswa B, Siswa B menjelaskan materi Siswa A, Siswa C menjelaskan materi Siswa D, dan Siswa D menjelaskan materi Siswa C.

3. Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari–hari

4. Kemampuan pemecahan masalah matematis

Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, dan bukanlah suatu keterampilan yang generik yang dapat diperoleh secara instan. Pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian Polya (Suherman:2003:91), yaitu :

1. Memahami masalah (see)

2. Merencanakan penyelesaian (plan)

3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana (do)

4. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan (check)

5. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Konvensional adalah pembelajaran yang menggunakan metode ekspositori, yaitu guru menjelaskan materi dan tanya jawab, kemudian guru memberikan contoh soal dan siswa mengerjakannya.


(15)

7

Darmawan Budi Santoso, 2013

G. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP yang menggunakan pembelajaran model kooperatif tipe three-step interview lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya konvensional.


(16)

Darmawan Budi Santoso, 2013

BAB III

METEDOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen.Pemilihan metode ini dilandasi oleh keinginan peneliti untuk melihat hubungan antara penerapan model kooperatif tipe three-step interview sebagai variabel bebas dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis sebagai variabel terikat. Ruseffendi (2005:35) mengemukakan bahwa, “penelitian eksperimen adalah penelitian yang bertujuan untuk melihat sebab akibat yang dilakukan terhadap variabel bebas, dan dapat dilihat hasilnya pada variabel terikat”.

Desain eksperimen yang digunakan pada penelitian ini adalah desain kelompok kontrol pretest (Tes Awal) dan posttest (Tes Akhir).Dalam penelitian ini, terdapat dua kelompok yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan khusus, dalam hal ini, model kooperatif tipethree-step interview. Sementara kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.Sebelum diberikan perlakuan, kedua kelas tersebut diberikan tes awal.Setelah perlakuan selesai diberikan, dilakukan tes akhir.Adapun desain penelitian ini (Ruseffendi, 2005:53) digambarkan sebagai berikut.

O X O

O O

Keterangan:

O : Tes Awal (Pretest)&Tes Akhir (Posttest)

X : Pembelajaran Matematika dengan Model Kooperatif tipe three-step interview

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIISMPN 32 Bandung. Kelas VII di SMP Negeri 32 Bandung terdiri dari 10 kelas, yaitu mulai


(17)

18

Darmawan Budi Santoso, 2013

dari kelas VII-A sampai dengan kelas VII-J. Oleh karena itu sampel dilakukan secara acak terhadap kelas-kelas yang sudah tersedia. Kedua kelas yang terpilih secara acak dipilih secara acak lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas Kontrol. Hasilnya diperoleh kelas C sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-D sebagai kelas kontrol.

C. Instrumen Penelitian

Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa melalui model kooperatif tipe three-step interview maka diperlukan instrumen. Dalam pengumpulan data suatu penelitian, instrumen bertindak sebagai alat evaluasi. Alat evaluasi yang digunakan soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis. Selain itu, digunakan juga instrumen lain yang diharapkan dapat memberikan data yang lengkap. Instrumen penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tes kemampuan Pemecahan masalah Matematis

Tes kemampuan pemecahan masalah matematis berupa tes awal (pretest) dan tes akhir (postest). Tes awal dan tes akhir diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.Tes awal (pretest) diberikan untuk mengukur kemampuan awal kedua kelompok.Tes akhir (postest) diberikan untuk melihat kemampuan akhir yang diraih oleh siswa pada kedua kelompok tersebut. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis diraih siswa pada kedua kelompok dapat dilihat dari hasil antara tes awal (pretest) dan tes akhir (postest).

Alat evaluasi yang baik harus memperhatikan beberapa kriteria seperti, validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda. Oleh karena itu, sebelum digunakan dalam penelitian, semua perangkat dikonsultasikan dengan pembimbing dan diujicobakan terlebih dahulu kepada siswa yang berada diluar sampel untuk mengetahui validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda dari tes yang akan digunakan dalam penelitian.


(18)

Darmawan Budi Santoso, 2013

a. Validitas

Validitas berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap penguasaan konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk menentukan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi product moment dari Pearson (Suherman, 2003:120), dengan rumus:

dengan:

rxy = Koefisien korelasi antara variabel dan X = Skor item

Y = Skor total

N = Banyaknya siswa peserta tes

Interpretasi yang lebih rinci mengenai nilai rxy tersebut dibagi ke dalam kategori berikut ini menurut Guilford (Suherman, 2003:113)

Tabel 3.1

Klasifikasi Validitas Soal

Koefisien validitas Kriteria

0,90 ≤ rxy≤ 1,00 Validitas sangat tinggi 0,70 ≤ rxy< 0,90 Validitas tinggi 0,40 ≤ rxy< 0,70 Validitas sedang 0,20 ≤ rxy< 0,40 Validitas rendah 0,00 ≤ rxy< 0,20 Validitas sangat rendah

rxy< 0,00 Tidak valid

Berdasarkan hasil uji coba dan perhitungan dengan bantuan Anates, diperoleh validitas dari tiap butir soal yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Validitas Butir Soal

No. Soal Koefisien Validitas Kategori

1 0,454 Validitas sedang

2 0,865 Validitas tinggi

3 0,923 Validitas sangat tinggi

4 0,892 Validitas tinggi

5 0,888 Validitas tinggi

 

2 2

 

2

 

2

Y Y N X X N Y X XY N rxy           


(19)

20

Darmawan Budi Santoso, 2013

b. Reliabilitas

Reliabilitas instrumen atau alat evaluasi adalah ketetapan alat evaluasi dalam mengukur atau ketetapan siswa dalam menjawab alat evaluasi itu (Ruseffendi, 1998:142). Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian dengan rumus Alpha (Suherman, 2003:149) seperti di bawah ini:

         

2

2 11 1 1 t i s s n n r dengan:

= reliablitas soal

= banyak butir soal (item) ∑ = jumlah varians skor tiap item

= varians skor total

Interpretasi yang lebih rinci mengenai nilai r11 tersebut dibagi ke dalam kategori berikut ini menurut Guilford (Suherman, 2003:112)

Tabel 3.3

Klasifikasi Reliabilitas Soal

Koefisien reliabilitas Kriteria

r11≤ 0.20 reliablitas sangat rendah 0.20 <r11≤ 0.40 reliablitas rendah 0.40 < r11≤ 0.70 reliablitas sedang 0.70 <r11≤ 0.90 reliablitas tinggi 0.90 < r11≤ 1.00 reliablitas sangat tinggi

r11> 1,00 Tidak reliabel

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan bantuan Anates, diperoleh keofisien realibilitas sebesar 0,93. Hal ini menunjukan bahwa instrumen tes memiliki derajat reliabilitas sangat tinggi.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda merupakan alat evaluasi yang menunjukkan kemampuan siswa yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar dengan siswa yang


(20)

Darmawan Budi Santoso, 2013

tidakdapat menjawab dengan benar. Rumus untuk menentukan daya pembeda (Suherman, 2003:159) adalah:

dengan: A

X = rata-rata skor kelompok atas B

X = rata-rata skor kelompok bawah DP = daya pembeda

SMI = skor maksimum ideal tiap butir soal

Interpretasi yang lebih rinci untuk daya pembeda tersebut dibagi ke dalam kategori berikut ini menurut Guilford (Suherman, 2003:161).

Tabel 3.4

Klasifikasi Daya Pembeda

Koefisien Reliabilitas Kriteria

0.70 < ≤ 1.00 Sangat baik

0.40 < ≤ 0.70 Baik

0.20 < ≤ 0.40 Cukup

0.00 < ≤ 0.20 Jelek

≤ 0.00 Sangat jelek

Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan Anates, diperoleh nilai daya pembeda tiap butir soal yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.5

Daya Pembeda Butir Soal

No. Soal Koefisien Daya Pembeda Kategori

1 0,25 Cukup

2 0,68 Baik

3 0,63 Baik

4 0,61 Baik

5 0,68 Baik

SMI X X


(21)

22

Darmawan Budi Santoso, 2013

d. Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran merupakan nilai dari derajat kesukaran yang berupa bilangan real dalam ssinterval 0,00 sampai 1,00. Nilai ini menyatakan suatu soal tersebut terlalu mudah atau terlalu sukar. Rumus untuk menentukan indeks kesukaran butir soal (Suherman, 2003:170), yaitu:

dengan:

IK = Indeks Kesukaran

X = Skor rata-rata tiap butir soal

SMI = Skor maksimum ideal tiap butir soal

Interpretasi yang lebih rinci untuk indeks kesukaran tersebut dibagi ke dalam kategori berikut ini menurut Guilford (Suherman, 2003:213).

Tabel 3.6

Klasifikasi Indeks Kesukaran

Koefisien Indeks Kesukaran Kriteria

IK = 0.00 Terlalu sukar

0.00 <IK ≤ 0.30 Sukar

0.30 <IK ≤ 0.70 Sedang

0.70 <IK<1.00 Mudah

IK = 1.00 Terlalu mudah

Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan Anates, diperoleh nilai indeks kesukaran tiap butir soal yang disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 3.7

Indeks Kesukaran Butir Soal

No. Soal Koefisien Indeks Kesukaran Kategori

1 0,68 Sedang

2 0,63 Sedang

3 0,65 Sedang

4 0,57 Sedang

5 0,55 Sedang

SMI X IK


(22)

Darmawan Budi Santoso, 2013

2. Angket

Angket adalah sekumpulan pernyataan atau pertanyaan yang harus dijawab oleh responden dengan cara memilih jawaban yang telah disediakan. Tujuannya yaitu untuk mengetahui respons siswa terhadap proses pembelajaran yang telah berlangsung.

Menurut jenisnya angket termasuk ke dalam alat evaluasi non tes.Instrumen ini digunakan dengan tujuan untuk mengukur aspek afektif siswa.Berdasarkan pendapat Suherman (2003: 56) teknik non tes biasanya digunakan untuk mengevalusi bidang afektif atau psikomotorik.

Skala yang dipakai pada angket ini adalah skala likert. Skala likert meminta responden untuk menjawab pertanyaan dengan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian dan tahapan evaluasi.

1. Tahap persiapan penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan persiapan-persiapan yang nanti akan dilakukan saat pelaksanaan penelitian. Berikut tahapan-tahapan dari persiapan penelelitian:

a. Pengajuan judul penelitian. b. Penyusunan proposal penelitian c. Mengajukan surat perizinan penelitian

d. Pembuatan instrumen penelitian yang terdiri dari RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, instrumen tes (pretes-postes), LKS ( Lembar Kerja Siswa), angket dan lembar observasi.

2. Tahap pelaksanaan penelitian

Apabila pembuatan instrumentelah selesai maka dapat diujicobakan di lapangan penelitian. Berikut langkah-langkah pelaksanaan penelitian tersebut:

a. Melakukan uji instrumenuntuk soal yang akan dijadikan sebagai pretes-postes.


(23)

24

Darmawan Budi Santoso, 2013

b. Hasil uji instrumendiolah untuk melihat validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran dari soal yang telah diujikan. Apabila soal-soal tersebut valid dapat dilanjutkan dengan melakukan pretes pada kedua kelas tersebut.

c. Melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP. Kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional sedangkan kelas eksperimen menggunakan model kooperatif tipe three-step interview.

d. Kelas eksperimen mendapat perlakuan pengisian angket, jurnal harian dan observasi saat proses pembelajaran berlangsung.

3. Tahap evaluasi

a. Mengumpulkan dan mengolah data b. Melakukan analisis data

c. Menarik kesimpulan dari hasil analisis data

E. Teknik Pengolahan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan pretes-postes, pengisian angket siswa dan lembar observasi.Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan ke dalam data kualitatif dan kuantitatif untuk kemudian dianalisis.

1. Analisis data kualitatif (Angket)

Data yang bersifat kualitatif pertama-tama dikumpulkan terlebih dahulu.Setelah semua terkumpul, kemudian dikategorikan berdasarkan fokus penelitian dan dianalisis. Kegiatan analisis data ini meliputi: penyeleksian data, pengelompokkan data untuk memudahkan pengolahan data, mentabulasi data untuk mempermudah membaca data dan menafsirkan data.

Pengolahan data angket menggunakan skala Likert, berikut pemberian skor yang digunakan:


(24)

Darmawan Budi Santoso, 2013

Tabel 3.8

Kriteria Penilaian Skala Likert

Alternatif Jawaban Bobot Penilaian Pernyataan Positif Negatif

Sangat Tidak Setuju 1 5

Tidak Setuju 2 4

Setuju 4 2

Sangat Setuju 5 1

Kriteria Penilaian sikap yang diperoleh dari angket ini adalah jika skor pernyataan kelas lebih dari 3 maka siswa memberikan respons yang positif, sebaliknya jika skor pernyataan kelas kurang dari 3 maka siswa memberikan respons yang negatif (Suherman, 2003:191)

2. Analisis data kuantitatif

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara yakni dengan memberikan pretes dan postes, lembar observasi, jurnal harian dan pengisian angket. Adapun prosedur analisis dari tiap data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Analisis Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Pengolahan data pretes pada kelas eksperimen dan kontrol bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelas, apakah kedua kelas memiliki kemampuan yang sama atau tidak. Adapun langkah-langkah sebagai berikut:

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak normal.Pengujian normalitas data menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk.

Uji normalitas dilakukan pada data pretes kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan hipotesis sebagai berikut:

H0: Data pretes berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1: Data pretes berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

Dengan menggunkan taraf signifikansi 5% maka kriteria pengujiannya adalah:

1) Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0diterima. 2) Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0ditolak.


(25)

26

Darmawan Budi Santoso, 2013

2) Uji Homogenitas Varians Kelompok

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua kelompok memiliki variansi yang homogen atau tidak homogen.Jika kedua kelompok berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menguji homogenitas varian kelompok.Sedangkan jika tidak berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan dengan pengujian non-parametrik.

Uji homogenitas dilakukan pada data pretes kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan hipotesis sebagai berikut:

H0: Data pretes berasal dari populasi yang homogen. H1: Data pretes berasal dari populasi yang tidak homogen.

Dengan menggunkan taraf signifikansi 5% maka kriteria pengujiannya adalah:

1) Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0diterima. 2) Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0ditolak.

3) Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata skor pretes kedua kelas sama. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan data yang diperoleh homogen maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t yaitu Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua varians homogen. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal tetapi data yang diperoleh tidak homogen maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t’ yaitu Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua varians tidak homogen. Untuk data yang tidak memenuhi asumsi normalitas maka pengujiannya menggunakan uji non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney.

Perumusan hipotesis uji Mann Whitney skor pretes adalah sebagai berikut:

H0:

=

�, nilai rata-rata kelas kontrol sama dengan kelas eksperimen

H1:

,

nilai rata-rata kelas kontrol tidak sama dengan kelas

eksperimen.

Keterangan :��= rata-rata kelas kontrol


(26)

Darmawan Budi Santoso, 2013

Dengan menggunakan taraf signifikansi α = 5%, maka kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

1) Nilai signifikansi (sig) ≥ 0,05 maka H0 diterima. 2) Nilai signifikansi (sig) < 0,05 maka H0 ditolak.

b. Analisis indeks gain

Menghitung indeks gain dari masing-masing kelas eksperimen dan kelas kontrol. Apabila kemampuan awal siswa (dari hasil pretes) pada kelas eksperimen sama dengan kelas kontrol maka dapat dihitung gain dengan rumus:

Indeks gain = Postes – Pretes

Apabila kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen tidak sama dengan kelas kontrol maka dapat dihitung gain dengan rumus menurut Hake (1999:1) sebagai berikut

� � � � � � � � � �

Kemudian gain ternormalisas (N-Gain) dari kelas eksperimen dan kelas kontrol itu dihitung rata-rata dan simpangan baku.

Interpretasi indeks gain menurut Hake (1999:1) sebagai berikut: Tabel 3.9

Interpretasi Indeks Gain

Dalam prosesnya, pengolahan dan penganalisisan data hasil penelitian dikakan dengan bantuan software SPSS 21 for windows.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak normal.Pengujian normalitas data menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk.

Besar persentase Interpretasi g >0,7 Tinggi 0,3 0,7 Sedang


(27)

28

Darmawan Budi Santoso, 2013

Uji normalitas dilakukan pada data indeks gain dengan hipotesis sebagai berikut:

H0: Data indeks gain berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1: Data indeks gain berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

Dengan menggunkan taraf signifikansi 5% maka kriteria pengujiannya adalah:

1) Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0diterima. 2) Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0ditolak.

2) Uji Homogenitas Varians Kelompok

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua kelompok memiliki variansi yang homogen atau tidak homogen.Jika kedua kelompok berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menguji homogenitas varian kelompok.Sedangkan jika tidak berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan dengan pengujian non-parametrik.

Uji homogenitas dilakukan pada data indeks gain dengan hipotesis sebagai berikut:

H0: Data indeks gain berasal dari populasi yang homogen. H1: Data indeks gain berasal dari populasi yang tidak homogen.

Dengan menggunkan taraf signifikansi 5% maka kriteria pengujiannya adalah:

1) Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0diterima. 2) Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0ditolak.

3) Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata skor pretes kedua kelas sama. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan data yang diperoleh homogen maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t yaitu Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua varians homogen. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal tetapi data yang diperoleh tidak homogen maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t’ yaitu Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua varians tidak homogen. Untuk data yang tidak


(28)

Darmawan Budi Santoso, 2013

memenuhi asumsi normalitas maka pengujiannya menggunakan uji non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney.

Perumusan hipotesis uji Mann Whitney indeks gain adalah sebagai berikut:

H0: �� ≤ ��, Rata-rata indeks gain kelas eksperimen kurang dari atau sama dengan rata-rata indeks gain kelas kontrol

H1: ��> ��, Rata-rata indeks gain kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan

rata-rata indeks gain kelas kontrol.

Keterangan : �= rata-rata kelas kontrol

��= rata-rata kelas eksperimen

Dengan menggunakan taraf signifikansi α = 5%, maka kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

1) Nilai t tabel ≥ t hitung maka H0 diterima. 2) Nilai t tabel < t hitung maka H0 ditolak.


(29)

Darmawan Budi Santoso, 2013

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada seluruh tahapan penelitian yang dilakukan di kelas VII SMP Negeri 32 Bandung, maka diperoleh kesimpulan berkaitan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual, yaitu sebagai berikut.

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siwa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional.

2. Siswa secara umum menunjukan respons yang positif terhadap pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh terhadap pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Model kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. 2. Sebelum melaksanakan penelitian, disarankan agar terlebih dahulu

mengadakan uji coba pelaksanaan model kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual pada kelas yang berbeda agar peneliti dapat lebih menguasai jalannya proses pembelajaran dan pengondisian siswa dalam kegiatan kelompok harus mendapatkan perhatian utama, agar kegiatan diskusi dan tanya jawab diantara anggota kelompok akan berjalan dengan baik, sehingga hasil yang dicapai dapat lebih optimal.


(30)

Darmawan Budi Santoso, 2013

3. Penelitian terhadap model kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual disarankan untuk dilanjutkan dengan aspek penelitian yang lain pada kajian yang lebih luas, misalnya pasa materi, populasi ataupun kompetensi kemampuan matematis lainnya,


(31)

Darmawan Budi Santoso, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, ID. (2010). Pengaruh Pembelajaran Matematika Menggunakan Advokasi Berbasis Masalah Terbuka terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan

Bell, F. (1978). Teaching& Learning Mathematics (In Secondary School). Lowa. WC. Brown Co.

BSNP. (2006). Draf Final Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Dahar, R.W. (1988). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change (Gain & Scores). [Online]. Tersedia: http://list.asu.edu/cgi-bin/wa?A2=ind9903&L=aera-d&P=R6855.

Hakim, N. (2008). Perbandingan Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Three-step interview pada Materi Analisis Rangkaian Arus Searah Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Cimahi. SKRIPSI FPMIPA UPI : tidak diterbitkan

Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM press.

Iman, RN. (2009). The Cooperative Learning: Three-Step Interview Towards

Students’ Speaking Ability. SKRIPSI FPMIPA UPI : tidak diterbitkan Mohammed, A (2011). Cooperative Learning & Communicative Competence.

[online] Tersedia :

http://academia.edu/910626/COOPERATIVE_LEARNING_and_COMM UNICATIVE_ COMPETENCE

National Council of Teacher of Mathematics (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston VA : NCTM

Rifa’i, N. (2011). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik dalam Etika dan Moral Menggunakan Tik Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Three Step Interview. SKRIPSI FPMIPA UPI : tidak diterbitkan

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.


(32)

Darmawan Budi Santoso, 2013

Ruseffendi, E.T. (1998). Statstika dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung : IKIP Bandung Press.

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

Setyaningsih, N. (2009). Pengolahan Data Statistika dengan SPSS 16.0. Jakarta: Salemba Infotek.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : JICA UPI Suherman, E. (2004). Model-model Pembelajaran Matematika. Makalah pada

Diklat Pembelajaran bagi Guru-guru MGMP Matematika. Bandung : Tidak diterbitkan

Suherman, H (2011). Penerapan Model Kooperatif Tipe Three-Step Interview Dengan Pendekatan Berbasis Masalah Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa. SKRIPSI FPMIPA UPI : tidak diterbitkan

Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA FPMIPA UPI.

Sumardyono. (2010). Pengertian Dasar Problem Solving. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/2011/03/pengertian-dasar-problem-solving/ [online]

Sumarmo, U. (2010). Evaluasi dalam Pembelajaran Matematika. Bandung : JICA FPMIPA UPI.

Wardhani, S. (2004). Pembelajaran Matematika Kontekstual di SMP. Yogyakarta : Departemen Pendidikan Nasional.


(1)

Darmawan Budi Santoso, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Three-Step Interview Dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Smp

Uji normalitas dilakukan pada data indeks gain dengan hipotesis sebagai berikut:

H0: Data indeks gain berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

H1: Data indeks gain berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

Dengan menggunkan taraf signifikansi 5% maka kriteria pengujiannya adalah:

1) Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0diterima.

2) Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0ditolak.

2) Uji Homogenitas Varians Kelompok

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua kelompok memiliki variansi yang homogen atau tidak homogen.Jika kedua kelompok berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menguji homogenitas varian kelompok.Sedangkan jika tidak berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan dengan pengujian non-parametrik.

Uji homogenitas dilakukan pada data indeks gain dengan hipotesis sebagai berikut:

H0: Data indeks gain berasal dari populasi yang homogen.

H1: Data indeks gain berasal dari populasi yang tidak homogen.

Dengan menggunkan taraf signifikansi 5% maka kriteria pengujiannya adalah:

1) Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0diterima.

2) Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0ditolak.

3) Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata skor pretes kedua kelas sama. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan data yang diperoleh homogen maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t yaitu Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua varians homogen. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal tetapi data yang diperoleh tidak homogen maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t’ yaitu Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua varians tidak homogen. Untuk data yang tidak


(2)

29

memenuhi asumsi normalitas maka pengujiannya menggunakan uji non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney.

Perumusan hipotesis uji Mann Whitney indeks gain adalah sebagai berikut:

H0: �� ≤ ��, Rata-rata indeks gain kelas eksperimen kurang dari atau sama

dengan rata-rata indeks gain kelas kontrol

H1: ��> ��, Rata-rata indeks gain kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan

rata-rata indeks gain kelas kontrol. Keterangan : �= rata-rata kelas kontrol

��= rata-rata kelas eksperimen

Dengan menggunakan taraf signifikansi α = 5%, maka kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

1) Nilai t tabel ≥ t hitung maka H0 diterima.


(3)

Darmawan Budi Santoso, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Three-Step Interview Dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Smp

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada seluruh tahapan penelitian yang dilakukan di kelas VII SMP Negeri 32 Bandung, maka diperoleh kesimpulan berkaitan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

three-step interview dengan pendekatan kontekstual, yaitu sebagai berikut.

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siwa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional.

2. Siswa secara umum menunjukan respons yang positif terhadap pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh terhadap pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Model kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. 2. Sebelum melaksanakan penelitian, disarankan agar terlebih dahulu

mengadakan uji coba pelaksanaan model kooperatif tipe three-step

interview dengan pendekatan kontekstual pada kelas yang berbeda agar

peneliti dapat lebih menguasai jalannya proses pembelajaran dan pengondisian siswa dalam kegiatan kelompok harus mendapatkan perhatian utama, agar kegiatan diskusi dan tanya jawab diantara anggota kelompok akan berjalan dengan baik, sehingga hasil yang dicapai dapat lebih optimal.


(4)

48

3. Penelitian terhadap model kooperatif tipe three-step interview dengan pendekatan kontekstual disarankan untuk dilanjutkan dengan aspek penelitian yang lain pada kajian yang lebih luas, misalnya pasa materi, populasi ataupun kompetensi kemampuan matematis lainnya,


(5)

Darmawan Budi Santoso, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Three-Step Interview Dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Smp

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, ID. (2010). Pengaruh Pembelajaran Matematika Menggunakan Advokasi

Berbasis Masalah Terbuka terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan

Bell, F. (1978). Teaching& Learning Mathematics (In Secondary School). Lowa. WC. Brown Co.

BSNP. (2006). Draf Final Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Standar

Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta: Badan

Standar Nasional Pendidikan.

Dahar, R.W. (1988). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change (Gain & Scores). [Online]. Tersedia: http://list.asu.edu/cgi-bin/wa?A2=ind9903&L=aera-d&P=R6855.

Hakim, N. (2008). Perbandingan Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw dengan Three-step interview pada Materi Analisis Rangkaian Arus Searah Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Cimahi. SKRIPSI

FPMIPA UPI : tidak diterbitkan

Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM press.

Iman, RN. (2009). The Cooperative Learning: Three-Step Interview Towards Students’ Speaking Ability. SKRIPSI FPMIPA UPI : tidak diterbitkan Mohammed, A (2011). Cooperative Learning & Communicative Competence.

[online] Tersedia :

http://academia.edu/910626/COOPERATIVE_LEARNING_and_COMM UNICATIVE_ COMPETENCE

National Council of Teacher of Mathematics (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston VA : NCTM

Rifa’i, N. (2011). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik dalam Etika dan Moral Menggunakan Tik Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Three Step Interview. SKRIPSI FPMIPA UPI : tidak diterbitkan

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.


(6)

46

Ruseffendi, E.T. (1998). Statstika dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung : IKIP Bandung Press.

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

Setyaningsih, N. (2009). Pengolahan Data Statistika dengan SPSS 16.0. Jakarta: Salemba Infotek.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : JICA UPI Suherman, E. (2004). Model-model Pembelajaran Matematika. Makalah pada

Diklat Pembelajaran bagi Guru-guru MGMP Matematika. Bandung : Tidak diterbitkan

Suherman, H (2011). Penerapan Model Kooperatif Tipe Three-Step Interview

Dengan Pendekatan Berbasis Masalah Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa. SKRIPSI FPMIPA UPI : tidak

diterbitkan

Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA FPMIPA UPI.

Sumardyono. (2010). Pengertian Dasar Problem Solving. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/2011/03/pengertian-dasar-problem-solving/ [online]

Sumarmo, U. (2010). Evaluasi dalam Pembelajaran Matematika. Bandung : JICA FPMIPA UPI.

Wardhani, S. (2004). Pembelajaran Matematika Kontekstual di SMP. Yogyakarta : Departemen Pendidikan Nasional.