PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TAPPS DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP.

(1)

ABSTRAK

Annisa Fahmiati Nurzaman (1002397). Penerapan Model Pembelajaran TAPPS dengan Pendekatan Saintifik dalam Peningkatan Kemampuan Problrm Solving Siswa SMP.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan problem solving siswa yang menggunakan model TAPPS (Thinking Aloud Pair Problem Solving) dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran yang langkah-langkahnya diajukan pada buku pegangan guru kurikulum 2013; (2) mengetahui sikap siswa terhadap model pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi-eksperimen, dengan desain kelompok kontrol non-ekuivalen. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Cimahi tahun ajaran 2014/2015, dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa pada kelas VII-6 dan VII-8 sekolah tersebut. Dimana salah satu kelasnya menjadi kelas eksperimen dan kelas yang lainnya menjadi kelas kontrol. Kelas eksperimen memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran TAPPS sedangkan kelas kontrol memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran yang langkah-langkahnya diajukan pada buku pegangan guru matematika SMP kurikulum 2013. Data penelitian ini diperoleh melalui tes kemampuan problem solving siswa, angket dan lembar observasi. Hasil penelitian yang didapatkan adalah: (1) tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan problem solving matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran Thinking Aloud Pair

Problem Solving(TAPPS) dengan pendekatan saintifik dengan siswa yang

mendapatkan pembelajaran yang berpedoman pada buku pegangan guru matematika kurikulum 2013. Kualitas peningkatan kemampuan problem solving matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model pembelajaran Thinking

Aloud Pair Problem Solving(TAPPS) dan siswa yang mendapatkan pembelajaran

yang berpedoman pada buku pegangan guru matematika kurikulum 2013 tergolong sedang; (2) sikap siswa yang mendapatkan pembelajaran model pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving(TAPPS) sangat positif.

Kata Kunci : Model Pembelajaran TAPPS, Thinking Aloud Pair Problem


(2)

ABSTRACT

Annisa Fahmiati Nurzaman (1002397). Aplication of TAPPS Learning Model with Saintific Approach to Improving The Problem Solving Ability of Junior High School Students.

The research was distributed by low level of mathematical problem-solving ability of junior high school students. The purpose of this study is (1) to know the difference improvement problem solving ability of students who use the model Tapps (Thinking Aloud Pair Problem Solving) with a scientific approach with a scientific approach to the model of learning which the steps proposed in 2013 curriculum teacher handbook. (2) determine students' attitudes towards the learning model of Thinking Aloud Pair Problem Solving. The method used in this study was a quasi-experimental method with a non-equivalent control group. Population of this study were all students of VII grade of SMP 4 Cimahi in 2014/2015 academic year, and samples in this study are students of VII-8 VII-6 class at that school where one class became an experimental class and other classes became the control class. The Experimental class derive a learning with TAPPS models, while The control class derive a learning with a learning model that the steps are proposed in the junior high school math teacher handbook curriculum of 2013. This research data obtained through the student's problem solving ability test, questionnaire and observation sheet. The results of this research are : (1) There was no difference in mathematical problem solving ability improvement among students who get a learning model of Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) with a scientific approach with students who get a learning model based on the mathemathics teacher handbook curriculum of 2013. Quality improvement of mathematical problem solving ability of students who get learning model of Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) and students who get a learning model based on the mathemathics teacher handbook curriculum of 2013 are goes to medium; (2) attitudes of students who get the learning model of Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) are very positive.

Keyword : TAPPS Learning Model, Thinking Aloud Pair Problem Solving, Mathematical Problem Solving Ability.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ...

LEMBAR PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Operasional ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Masalah dalam Matematika ... 9

B. Problem Solving ... 11


(4)

D. Pengertian Pendekatan Saintifik ... 15

E. Buku Pegengan Guru Matematika Kurikulum 2013 ... 17

F. Model Pembelajaran TAPPS dengan pendekatan Saintifik ... 21

G. Hasil Penelitian yang Relevan ... 21

H. Hipotesis Penelitian ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A. Metode dan Desain Penelitian ... 23

B. Instrumen Penelitian ... 24

C. Perangkat Pembelajaran ... 32

D. Prosedur Penelitian ... 32

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Hasil Penelitian ... 3

1. Analisis Data Kuantitatif ... 38

2. Analisis Data Kualitatif ... 46

B. Pembahasan ... 51

1. Peningkatan Kemampuan Problem Solving Siswa ... 51

2. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving ... 54

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Simpulan ... 55


(5)

DAFTAR PUSTAKA ... 56

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Keterkaitan Antara langkah Pembelajaran dengan Kegiatan Belajar dan Maknanya... 16

Tabel 2.2 Rincian Isi Buku Pegangan Guru Matematika kelas 7 Kurikulum 2013 ... 18

Tabel 3.1 Kriteria Skor Kemampuan Problem Solving Siswa ... 25

Tabel 3.2 Interpretasi Validitas Nilai r ... 26

Tabel 3.3 Data Interpretasi Validitas Nilai Pretes... 27

Tabel 3.4 Data Interpretasi Validitas Nilai Pretes... 27

Tabel 3.5 Interpretasi Derajat Realiabitas... 28

Tabel 3.6 Interpretasi Daya Pembeda... 29

Tabel 3.7 Interpretasi Indeks Daya Pembeda Pretes... 29

Tabel 3.8 Interpretasi Indeks Daya Pembeda Postes... 29

Tabel 3.9 Interpretasi Indeks Kesukaran... 30

Tabel 3.10 Interpretasi Indeks Kesukaran Pretes... 31

Tabel 3.11 Interpretasi Indeks Kesukaran Postes... 31

Tabel 3.12 Klasifikasi Indeks Gain... 34

Tabel 3.13 Uji Hipotesis... 35

Tabel 4.1 Data Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis... 40

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Pretes ... 41

Tabel 4.3 Hasil Uji Mann Whitney Data Pretes... 42

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data Postes... 43

Tabel 4.5 Hasil Uji Mann Whitney Data Postes... 44

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data Indeks Gain... 45

Tabel 4.7 Hasil Uji Mann Whitney Data Indeks Gain... 46

Tabel 4.8 Data Pengolahan dan Interpretasi Data Indeks Gain... 47


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Skema Pendekatan Induktif Deduktif ... 15 Gambar 3.1 Skema Alur Pengolahan Data Kuantitatif ... 36 Gambar 3.2 Skema Alur Penelitian ... 38


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A PERANGKAT PEMBELAJARAN

LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN LAMPIRAN C HASIL UJI INSTRUMEN TES

LAMPIRAN D PENGOLAHAN DATA

LAMPIRAN E CONTOH DATA HASIL PENELITIAN


(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Masalah merupakan teman terbaik kehidupan setiap manusia. Tak ada manusia yang tak memiliki masalah dalam kehidupannya. Masalah timbul sebagai pelengkap dan proses belajar. Munadir (Tarudin, 2012) mengemukakan bahwa suatu masalah dapat diartikan sebagai situasi dimana seseorang diminta menyelesaikan suatu persoalan yang belum pernah dikerjakan dan belum memahami pemecahannya. Masalah juga merupakan hal baru yang harus dicarikan solusi pemecahannya. Dalam artikel PISA 2012, dijelaskan bahwa “A

problem exists when a person has a goal but doesn’t know how to achieve it”

(Duncker, 1945). Suatu hal dikatakan masalah jika seseorang memiliki suatu target yang harus dicapai namun ia tidak dapat mencapainya dengan mudah. Berdasarkan penjelasan mengenai masalah tersebut, diperlukan suatu usaha untuk mencapai setiap tujuannya. Usaha tersebut disebut juga sebagai suatu kemampuan pemecahan masalah.

Pemecahan masalah menjadi hal yang sangat penting bagi perkembangan kehidupan manusia. Seperti yang dikemukakan Polya (Surya, 2012) yang mengatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai. Sobandar (Sugandi, 2011:6) mengemukakan bahwa situasi pemecahan masalah ia tidak serta merta mampu menemukan solusinya, bahkan dalam proses penyelesaiannya ia masih mengalami kebuntuan. Kemampuan pemecahan masalah selayaknya menjadi sorotan utama bidang pendidikan. Karena tujuan pendidikan adalah membuat kehidupan manusia menjadi lebih baik. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional secara khusus menunjukkan akan peran strategis pendidikan dalam pembentukan SDM yang berkualitas

Pembelajaran matematika sekolah memiliki tujuan agar siswanya dapat berpikir secara logis, kritis, terstruktur dan memiliki kemampuan pemecahan masalah. Menurut Mulyono, (Heti Nurhanti, 2012) ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika, yaitu karena matematika merupakan: (1)


(9)

sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

Menurut Lenchner (Turudin, 2012), memecahkan masalah matematika adalah proses menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi yang baru dikenal. Sedangkan menurut Sudjimat (Saputra, 2012) mengatakan bahwa belajar pemecahan masalah pada hakikatnya adalah belajar berpikir (learning to think) atau belajar bernalar (learning to

reason), yaitu berpikir atau bernalar mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan

yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dijumpai sebelumnya.

Namun dalam berbagai jenis tes yang diselenggarakan secara internasional, seperti Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) Indonesia terdapat dalam kategori rendah di bidang matematika. Keterlibatan Indonesia dalam PISA dan TIMSS salah satu tujuannya adalah sebagai suatu gambaran sejauh mana perkembangan program pendidikan di Indonesia dibanding negara-negara lain di dunia, khususnya pendidikan matematika.

Berdasarkan analisis hasil PISA 2009, kemampuan matematika siswa Indonesia peserta PISA masih dibawah kemampuan matematika negara lain. Dari 6 (enam) level kemampuan yang dirumuskan di dalam studi PISA, hampir semua peserta didik Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran sampai level 3 (tiga) saja, sementara negara-negara lain dapat mencapai level 4 (empat), 5 (lima), dan 6 (enam). Peringkat kemampuan matematika Indonesia pada PISA 2012 pun belum mengembirakan. Indonesia berada di posisi 64 dari 65 negera yang berpartisipasi.

Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan studi TIMSS. Analisis hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011 di bidang matematika, Dari 5 (lima) level kemampuan (very low, low, intermediate, high, advance) yang dirumuskan di dalam studi TIMSS, lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level menengah (intermediate). Sementara di Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu mencapai level tinggi (high) dan advance. Intermediate


(10)

mengukur kemampuan sampai level applying; high mengukur kemampuan sampai level reasoning; dan advance mengukur kemampuan sampai level reasoning with

incomplete information. Peringkat kemampuan matematika Indonesia di TIMSS

2011 pun tidak membawa kabar baik bagi pendidikan Indonesia, karena Insdonesia berada di urutan ke-40 dari 42 negara.

Selain itu, hasil Ujian Nasional yang dilakukan sebagai salah satu alat ukur kemampuan siswa dalam negeri menunjukkan hal yang sama. Dalam Konpres UN SMP 2013 tanggal 13 Mei 2013 dikatakan bahwa terdapat penurunan jumlah kelulusan siswa sebesar 0,02% dari tahun sebelumnya. Dengan nilai matematika yang tergolong rendah Hal itu menjadi suatu gambaran bahwa kemampuan matematika siswa masih rendah.

Untuk meningkatkan kemampuan siswa dan dapat bersaing dengan masyarakat global, Indonesia kemudian menerapkan kurikulum baru yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan siswa secara lebih baik. Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pembelajaran dalam kurikulum 2013 harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk untuk mencari, mengolah, mengkonstruksi dan menggunakan pengetahuan dalam proses kognitifnya (Permendikbud, 2013). Kurikulum 2013 juga menuntut agar dalam pembelajaran terjadi aktivitas aktif dan berpusat pada siswa. Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran juga diharapkan dapat merancang suatu proses pembelajaran agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang kontekstual dan nyata.

Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah. Untuk dapat disebut ilmiah, model pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti objek yang dapat diobservasi, empiris dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu model ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi dan


(11)

menguji hipotesis. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan dapat mendorong peserta didik dalam mencari berbagai informasi keilmuan dari berbagai sumber melalui proses-proses penemuan secara ilmiah melalui observasi. Ramon Mohandas, Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam sebuah artikel mengemukakan bahwa kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika, sains dan membaca dapat ditingkatkan dengan perubahan dalam model pembelajaran di kelas, antara lain dengan memperbanyak praktik. Hal tersebut disampaikan di radio KBR 68 H, pada Rabu (11/12). Dengan demikian diharapkan tingkat kemampuan matematika peserta didik berkembang menjadi berpikir tingkat tinggi.

Berdasarkan pola perubahan berpikir kuikulum 2013, model-model pembelajaran yang mendukung kurikulum 2013 adalah model pembelajaran yang menganut paham kontrukstivisme. Pada kurikulum 2013, peserta didik dipandang mampu mengkontruksi sendiri pengetahuan menjadi pengetahuan baru. Tugas pendidik adalah menjadi fasilitator pengetahuan agar peserta didik mampu mengkontruksi sendiri pengetahuannya.

Model pembelajaran yang mampu melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran salah satunya adalah model Pembelajaran kooperatif tipe Thinking

Aloud Pair Problem Solving (TAPPS). Ide dasar pembelajaran menggunakan

TAPPS adalah memotivasi siswa dalam kelompok agar mereka dapat saling membantu dan mendorong satu sama lain dalam menguasai materi yang disajikan. Johnson & Chung (1999:2) dalam jurnalnya yang berjudul The Effect Of

Thingking Aloud Pair Problem Solving On The Troubleshooting Ability Of Aviation Techinician Student mengungkapkan beberapa kelebihan menurut para

ahli, yakni:

1. Setiap anggota pada pasangan TAPPS dapat saling belajar mengenai strategi problem solving satu sama lain sehingga mereka sadar tentang proses berpikir masing-masing. (Johnson & Chung, 1999)

2. TAPPS menuntut seorang problem solver untuk berpikir sambil menjelaskan sehingga pola berfikir mereka lebih terstruktur (Stice, 1987)


(12)

3. Dialog pada TAPPS membantu membangun kerangka kerja kontekstual yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman siswa (Mac\\Gregor, 1990)

4. TAPPS memungkinkan siswa untuk melatih konsep, mengaitkannya dengan kerangka kerja yang sudah ada, dan menghasilkan pemahaman materi yang lebih mendalam (Slavin, 1995)

Model pembelajaran TAPPS ini dapat dengan baik dikolaborasikan dengan pendekatan saintifik, yang merupakan pendekatan khusus sebagai salah satu ciri khas dalam implementasi kurikulum 2013. Pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik dinilai mampu menjadi titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penelaran induktif dibandingkan penalaran deduktif. Proses ini harus berbasis pada bukti-bukti objek yang dapat diobservasi, empiris dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis. Pendekatan saintifik ini akan membantu siswa untuk memahami pelajaran matematika dengan model TAPPS tersebut. Dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan sesama siswa yang berperan sebagai

Listener dan Problem Solver.

Karena paparan diatas, penulis merasa yakin model pembelajaran TAPPS mampu meningkatkan kemampuan problem solving peserta didik pada jenjang SMP. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving Dengan Pendekatan Saintifik Dalam Peningkatan Kemampuan Problem Solving Siswa SMP”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan problem solving siswa yang menggunakan model TAPPS (Thinking Aloud Pair Problem Solving)


(13)

dengan pendekatan saintifik dengan metode pembelajaran yang langkah-langkahnya diajukan pada buku pegangan guru kurikulum 2013?

2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving? C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui :

1. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan problem solving siswa yang menggunakan model TAPPS (Thinking Aloud Pair Problem Solving) dengan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran yang langkah-langkahnya diajukan pada buku pegangan guru kurikulum 2013.

2. Mengetahui sikap siswa terhadap model pembelajaran Thinking Aloud Pair

Problem Solving.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Hasil pengkajian ini diharapkan dapat menambah ilmu, khususnya dalam bidang pendidikan mengenai kemampuan problem solving matematis dengan pembelajaran melalui model pembelajaran TAPPS dengan pendekatan saintifik.

2. Manfaat praktis

Adapun manfaat praktis dari pengkajian penelitian ini adalah:

a. Memberikan manfaat kepada calon guru bahwa model pembelajaran TAPPS dapat dipakai dalam proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan saintifik sesuai pada kurikulum 2013, khususnya dalam proses pembelajaran matematika.

b. Diharapkan dalam pengkajian materi ini dapat menjadikan model TAPPS dengan pendekatan saintifik sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013.

c. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang penggunaan metode pembelajaran TAPPS dengan pendekatan saintifik dalam proses belajar mengajar matematika.


(14)

E. Definisi Operasional

Menghindari penafsiran yang berbeda dalam penelitian ini, berikut diberikan beberapa penjelasan istilah:

1. Problem solving atau kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan

siswa untuk menyelesaikan masalah. Dalam penelitian ini dikhususkan pada penyelesaian masalah matematis dengan berpedoman pada proses penemuan jawaban yang dikemukakan oleh Sumarmo yaitu, (1) Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. (2) Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik. (3) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam atau di luar matematika. (4) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan awal. (5) Menggunakan matematika secara bermakna.

2. TAPPS (Thinking Aloud Pair Problem solving) adalah model pembelajaran problem solving yang melibatkan beberapa orang siswa yang bekerjasama secara berpasangan untuk memecahkan masalah. Satu pihak berperan sebagai problem solver yang memecahkan masalah dan menyampaikan semua gagasan dan pemikirannya selama proses memecahkan masalah pasangannya. Pasangannya sebagai listener yang mengikuti dan mengoreksi dengan ara mendengarkan seluruh proses

problem solving dalam memecahkan masalah.

3. Pendekatan Saintifik adalah pendekatan yang dilakukan dengan melakukan serangkaian kegiatan ilmiah meliputi: aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis. Pedoman Umum Pembelajaran dinyatakan bahwa Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

4. Buku pegangan guru kurikulum 2013 adalah buku panduan pengajaran dan materi ajar yang disediakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia guna membantu memudahkan pengajaran di sekolah saat implementasi kurikulum 2013.


(15)

F. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran kerangka penulisan hasil penelitian ini, diberikan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Memberikan pengantar yang melatar belakangi dilakukannya penelitian, meliputi latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, batasan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan struktur organisasi penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Membahas mengenai landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian serta hipotesis untuk penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN

Berisi hal-hal yang bersifat prosedural dalam penelitian, meliputi metode dan desain penelitian, perangkat/instrumen penelitian, partisipan, alur penelitian, dan teori mengenai pengolahan dan analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi paparan hasil penelitian, pengolahan, analisis data, dan pembahasan mengenai hasil penelitian, serta pengambilan keputusan untuk membuat kesimpulan.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

Berisi kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi penelitian berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB IV


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (kuasi eksperimen). Adalah metode eksperimen yang pengontrolannya hanya dilakukan terhadap satu variabel saja, yaitu variabel yang dianggap paling dominan. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran TAPPS dengan pendekatan saintifik, sedangkan variabel terikatnta adalah kemampuan problem solving matematis.

Ruseffendi (2010:36) menjelaskan bahwa pada kuasi eksperimen, subjek tidak dikelompokkan secara acak, karena pengelompokkan baru secara acak, di lapangan tidak dimungkinkan. Hal ini sesuai dengan pemilihan sampel yang akan dilakukan.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

kelompok kontrol non-ekivalen. Pada penelitian ini terdapat dua kelompok

penelitian, yakni kelompok kelas eksperimen yang mendapatkan perlakuan model pembelajaran TAPPS dengan pendekatan saintifik. Dan kelompok kontrol yang menggunakan metode pembelajaran sesuai tuntunan langkah-langkah pada buku panduan guru matematika kurikulum 2013.

Desain penelitian kelompok control non-ekivalen pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

0 X 0

---

0 0

Keterangan:

0 : Pretest dan postes

X : Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TAPPS dengan pendekatan saintifik

--- : Subjek penelitian tidak dikelompokan secara acak (Ruseffendi, 2010)


(17)

Pada penelitian ini masing-masing kelas dilakukan pretes dan kemudian dilakukan pembelajaran yang berbeda. Pada tahap akhir pembelajaran kedua kelas tersebut diberikan postes. Hasil postes atau gain (besarnya peningkatan hasil tes) kedua kelompok ini selanjutnya dibandingkan untuk menentukan ada tidaknya perbedaan antara kedua kelompok tersebut.

B. Instrumen Penelitian

Instrumen Untuk mendapatkan data, maka jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Tes

Tes diberikan untuk mengukur atau mengetahui kemampuan kognitif siswa terhadap materi yang diajarkan. Pada penelitian ini, tes yang digunakan terbagi ke dalam dua macam tes, yaitu:

a. Tes awal (pretes) dilakukan di awal sebelum pelaksanaan pembelajaran dimulai. Pretes digunakan untuk mengteahui pengetahuan awal siswa di kedua kelas dan untuk mengetahui kesetaraan atau tingkat homogenitas kemampuan di kedua kelas.

b. Tes akhir (postes) dilakukan setelah pembelajaran selesai. Postes digunakan untuk mengetahui tingkat penguasaan dan pemahaman siswa setelah pembelajaran.

Tipe tes yang akan diberikan berupa tes subjektif (bentuk uraian) karena bentuk uraian cocok untuk mengukur kemampuan problem solving siswa. Tes soal yang disajikan dalam pretes dan postes berbeda namun memiliki indikator dan cakupan permasalahan yang sejenis. Dalam menjawab tes, siswa dituntut untuk memahami materi yang akan diteskan sehingga dengan tes ini dapat diketahui kemampuan siswa sampai sejauh mana dalam penguasaan materi.

Melalui kedua tes di atas, maka dapat terlihat perbandingan kemampuan

problem solving kedua kelas sebelum dan sesudah pembelajaran. Format tes

kemampuan problem solving matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama. Adapun kriteria skor yang digunakan adalah kriteria skor yang dikemukakan oleh Prabawanto (2013) sebagai berikut:


(18)

Tabel 3.1

Kriteria Skor Kemampuan Problem solving Siswa

Respon Siswa Skor

Tidak ada penyelesaian dan tidak menunjukkan pemahaman terhadap masalah

0

jawaban salah atau tidak ada penyelesaian tetapi menunjukkan problem solving

2

jawaban salah atau tidak selesai, sebagian proses penyelesaian benar

4

jawaban benar alasan tidak relevan 6 Jawaban benar, alasan benar, tetapi kurang jelas 8 Jawaban Benar, alasan benar, dan jelas 10

Instrumen yang telah disusun, perlu diuji coba terlebih dahulu untuk mengukur kualitas instrumen tersebut. Untuk mendapatkan kualitas yang baik data yang diperoleh dari hasil uji instrumen diolah dengan bantuan Software

Anates V4.0.5 tipe uraian., perlu diperhatikan beberapa kriteria yang harus

dipenuhi antara lain adalah sebagai berikut: a. Validitas

Suatu alat evaluasi disebut valid (Suherman, 2003:103) jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi itu.

Cara menentukan tingkat (indeks) validitas kriterium ini ialah dengan menghitung koefisien korelasi antara alat evaluasi yang akan diketahui validitasnya dengan alat ukur lain yang telah dilaksanakan dan diasumsikan telah memiliki validitas yang tinggi (baik), sehingga hasil evaluasi yang digunakan sebagai kriterium itu telah mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya.

Salah satu cara untuk mencari koefisien validitas alat evaluasi adalah dengan menggunakan rumus korelasi produk-momen memakai angka kasar (raw score) (Suherman, 2003:120) dengan rumus yaitu

r = N ∑ XY − ∑ X ∑ Y


(19)

Keterangan:

r : koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y N : banyak siswa

X : nilai hasil tes yang akan dicari koefisien validitasnya Y : rata-rata nilai harian

Untuk menentukan tingkat validitas dapat digunakan kriteria (Suherman, 2003:113) pada Tabel di bawah ini.

Tabel 3.2

Interpretasi Validitas Nilai r

Dari hasil uji instrumen yang telah diberikan sebelum penelitian, diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 3.3

Data Interpretasi Validitas Nilai Pretes No. Butir

Soal Korelasi

Intrepretasi Validitas (Suherman, 2003)

Intrepretasi Validitas (Sugiyono, 2013)

1 0,656 Sedang Valid

2 0,717 Tinggi Valid

3 0,712 Tinggi Valid

4 0,746 Tinggi Valid

Nilai Validitas

0,90 ≤r ≤ 1,00 sangat tinggi (sangat baik) 0,70 ≤ r < 0,90 tinggi (baik)

0,40 ≤ r <0,70 sedang (cukup) 0,20 ≤ r <0,40 rendah (kurang) 0,00 ≤ r <0,20 sangat rendah


(20)

Tabel 3.4

Data Interpretasi Validitas Nilai Postes No. Butir

Soal Korelasi

Intrepretasi Validitas (Suherman, 2003)

Intrepretasi Validitas (Sugiyono, 2013)

1 0,526 Sedang Valid

2 0,822 Tinggi Valid

3 0,577 Sedang Valid

4 0,807 Tinggi Valid

b. Reliabilitas

Realibilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg). Suatu alat evaluasi (tes dan non tes) disebut reliabel apabila hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama. Karena bentuk tes yang digunakan adalah bentuk uraian, maka rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha (Suherman, 2003:154) seperti di bawah ini.

= � − 1 1 −� ∑ �

Keterangan:

� : banyak butir soal (item)

∑ � : jumlah varians skor setiap soal (item) : varians skor total

Koefisien reliabilitas yang menyatakan tingkat (derajat) keterandalan alat evaluasi, dinyatakan dengan . Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang dibuat J.P. Guilford (dalam Suherman, 2003:139) seperti pada Tabel di bawah ini.


(21)

Tabel 3.5

Interpretasi Derajat Reliabilitas

Nilai Derajat Reliabilitas

≤ 0,20 sangat rendah

0,20 < ≤ 0,40 Rendah

0,40 < ≤ 0,60 Sedang

0,60 < ≤ 0,80 Tinggi

0,80 < ≤ 1,00 sangat tinggi

Berdasarkan hasil uji instrumen yang telah dilakukan diperoleh nilai realiabilitas untuk soal pretes sebesar 0,64 dan reliabilitas soal postes sebesar 0,74. Tergolong pada reliabilitas tinggi untuk pretes dan sangat tinggi untuk postes.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda (DP) dari suatu butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (atau testi yang menjawab salah). Dengan kata lain, daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah. Menurut Galton (Suherman, 2003:159) berasumsi bahwa suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai, sedang (rata-rata), dan yang bodoh, karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari ketiga kelompok tersebut.

Derajat daya pembeda dapat ditentukan dengan menggunakan rumus (Suherman, 2003:160) sebagai berikut.

DP =X̅ − X̅SMI

dengan:

DP : daya pembeda

X̅ : rata-rata skor kelompok atas

X̅ : rata-rata skor kelompok bawah


(22)

Kriteria daya pembeda tiap butir soal yang akan digunakan adalah seperti pada Tabel di bawah ini.

Tabel 3.6

Interpretasi Indeks Daya Pembeda

Nilai Daya Pembeda

0 

DP sangat jelek

20 , 0

0DP Jelek

40 , 0 20

,

0 DP Cukup

70 , 0 40

,

0 DP Baik

00 , 1 70

,

0  DP sangat baik

Berdasarkan uji instrumen, didapatkan data sebagai berikut: Tabel 3.7

Interpretasi Indeks Daya Pembeda Pretes

Nilai Daya Pembeda

0,3714 Cukup

0,4857 Baik

0,4571 Baik

0,3429 Cukup

Tabel 3.8

Interpretasi Indeks Daya Pembeda Postes

Nilai Daya Pembeda

0,325 Cukup

0,725 Sangat baik

0,375 Cukup


(23)

d. Indeks Kesukaran

Suatu soal dikatakan memiliki derajat kesukaran yang baik bila soal tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar.

Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut Indeks Kesukaran (difficulty index). Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval (kontinum) 0,00 sampai 1,00.

Rumus Indeks Kesukaran untuk soal uraian, yaitu :

SMI X IK

Keterangan:

IK = Indeks Kesukaran

�̅ = Rerata

SMI = Skor Maksimal Ideal

Klasifikasi indeks kesukaran tiap butir soal yang digunakan adalah seperti pada Tabel di bawah ini.

Tabel 3.9

Interpretasi Indeks Kesukaran

Nilai Interpretasi

IK = 0,00 soal terlalu sukar 0,00 < IK  0,30 soal sukar

0,30 < IK  0,70 soal sedang 0,70 < IK <1,00 soal mudah


(24)

Berdasarkan hasil uji instrumen, diperoleh data sebagai berikut: Tabel 3.10

Interpretasi Indeks Kesukaran Pretes

Nilai Interpretasi Tingkat Kesukaran

0,6429 Sedang

0,6714 Sedang

0,3714 Sedang

0,6857 Sedang

Tabel 3.11

Interpretasi Indeks Kesukaran Postes

Nilai Interpretasi Tingkat Kesukaran

0,5125 Sedang

0,4625 Sedang

0,6375 Sedang

0,6250 Sedang

2. Instrumen Non Tes a. Lembar observasi

Observasi (Suherman, 2003:62) adalah “suatu teknik non tes yang menginventarisasikan data tentang sikap dan kepribadian siswa dalam kegiatan belajarnya.”

Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lembar observasi siswa dan lembar observasi guru.

1) Lembar observasi siswa diisi oleh para observer, baik itu guru yang melaksanakan pembelajaran pada kelas eksperimen maupun observer lainnya. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data mengenai kegiatan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.

2) Lembar observasi guru diisi oleh siswa maupun observer lainnya. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data mengenai kegiatan guru dalam melaksanakan pembelajaran.


(25)

Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan kendala-kendala dalam pembelajaran matematika dengan mengamati secara langsung perilaku siswa dari suatu peristiwa pada peristiwa lainnya

b. Angket

Angket adalah kumpulan dari pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada seseorang (yang dalam hal ini disebut responden), dan cara menjawab juga dilakukan dengan tertulis (Arikunto, 2009:101). Angket ini digunakan untuk memperoleh sikap atau respon siswa terhadap pendekatan saintifik. Angket diberikan kepada seluruh siswa kelas ekperimen setelah berakhirnya pelaksanaan kegiatan pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik. Angket yang disusun peneliti merupakan angket tertutup dalam bentuk skala Likert. Setiap pernyataan dalam angket penelitian ini memiliki lima alternatif jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju.

C. Perangkat Pembelajaran

Penelitian ini menggunakan dua macam perangkat pembelajaran, yakni Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Kelompok (LKK). RPP dan LKK yang digunakan pada kelas eksperimen berisikann proses pembelajaran dari Model TAPPS dengan pendekatan saintifik. Selain itu, perangkat lain yang digunakan adalah model dan alat peraga berupa jam dinding, busur derajat dan penggaris. Sedangkan pada kelas kontrol digunakan buku panduan pengajaran baik buku pegangan guru maupun buku pegangan siswa. D. Prosedur Penelitian

Tahap-tahap penelitian ini meliputi tiga tahap kegiatan, yaitu tahap persiapan, tahap penelitian, dan tahap analisis data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini, penulis membuat proposal penelitian yang diawali dengan studi literatur mengenai pendekatan Saintifik, dan kemampuan problem solving matematis siswa. Proposal penelitian diajukan kepada dosen koordinator skripsi dan dosen pembimbing di Jurusan Pendidikan Matematika Universitas


(26)

Pendidikan Indonesia. Dalam proposal penelitian terdapat instrumen-instrumen penelitian yang disusun oleh penelitian dengan bantuan bimbingan dari dosen pembimbing. Setelah instrumen disetujui, selanjutnya penulis menguji coba instrumen, menganalisis data hasil uji coba, kemudian membuat perencanaan pembelajaran dan menentukan sekolah yang akan dijadikan subjek penelitian. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian ini diawali dengan berkonsultasi kepada guru bidang studi matematika untuk menentukan kelas mana yang cocok untuk dilakukan penelitian. Setelah terpilih kelas mana yang menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol, selanjutnya instrumen yang telah dibuat diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol melalui pretes, untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dalam kemampuan komunikasi matematis. Pretes dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam waktu yang bersamaan. Setelah pretes selesai dilaksanakan, dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan pada kelas kontrol. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran meliputi, proses pembelajaran, observasi tehadap kelas eksperimen dengan guru sebagai observernya. Setelah pelaksanaan pembelajaran selesai, peneliti memberikan postes kepada kedua kelas untuk mengetahui peningkatan kemampuan representasi matematis siswa. Selain itu, dilakukan pula pemberian angket siswa, dan pemberian lembar observasi guru.

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan kemudian diinterpretasikan sesuai dengan hasil yang didapatkan. Dalam pebelitian ini akan dianalisis kedua jenis data yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.

1. Pengolahan Data Kuantitatif

Data kuantitatif berupa instrumen tes. Instrumen tes yang digunakan adalah pretes dan postes. Kedua tes tersebut memiliki soal yang berbeda namun indikator yang sama. Hal ini untuk membantu penerapan kemampuan problem


(27)

solving pada siswa. Memberikan skor jawaban siswa sesuai sistem penskoran

yang digunakan. Data kuantitatif yang berupa pretes dan postes selanjutnya diolah melalui tahapan sebagai berikut.

a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan.

b. Membuat tabel skor hasil pretes dan postes siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

c. Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (Indeks Gain) sebagai berikut.

� = � −� �

���� −� � (Hake (dalam Mandasari 2012:50)) Keterangan:

� : Skor Postes

� � : Skor Pretes

���� : Skor Maksimum

Hasil perhitungan Indeks Gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan kalsifikasi dari Hake, yaitu:

Tabel 3.12

Klasifikasi Indeks Gain (g) Besarnya g Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang g < 0,3 Rendah

Indeks gain digunakan untuk mengetahui hubungan peningkatan kemampuan yang diperoleh siswa dengan latar belakang yang dimilikinya, serta mengklasifikasikan peningkatan yang diperolehnya berdasarkan pengetahuan yang dimilikin sebelumnya. Untuk menentukan uji statistik yang digunakan, terlebih dahulu ditentukan normalitas data dan homogenitas varians dengan menggunakan SPSS versi 17.0


(28)

d. Menguji normalitas data menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi 0,05.

e. Menguji normalitas data menggunakan uji statistik Levene dengan taraf signifikansi 0,05.

f. Menguji kesamaan dua rata-rata (pretes dan postes) menggunakan uji dua pihak untuk mengetahui kemampuan problem solving matematis awal (melalui pretes) dan kemampuan problem solving matematis akhir (melalui postes). Sedangkan menguji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji satu pihak untuk mengetahui peningkatan kemampuan eksplorasi siswa.

Jika kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen, maka uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan uji t.

Jika kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan uji t’.

Jika salah satu atau kedua data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, maka uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan uji non parametrik menggunakan uji Mann-Whitney.

g. Uji Hipotesis Penelitian

Untuk menguji hipotesis penelitian dilakukan uji hipotesis yang dipaparkan dalam tabel berikut:

Tabel 3.13 Uji Hipotesis

Hipotesis

Data yang Diuji

Uji Statistik

Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

problem solving antara siswa yang mendapatkan pembelajaran Model

Thingking Aloud Pair

Indeks Gain

- Uji t (independent sample t-test) jika kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen. - Uji t dengan asumsi varians tidak sama

(uji independent sample t-test dengan


(29)

Problem Solving dengan

siswa yang mendapatkan pembelajaran yang berpedoman pada buku pegangan guru kurikulum 2013

data berasal dari populasi yang berdistribusi normal tetapi tidak homogen.

- Uji non parametrik menggunakan uji Mann-Whitney jika salah satu atau kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.

Secara singkat, alur pengolahan data kuantitatif dijelaskan pada bagan berikut:

2. Pengolahan data kualitatif

Data kualitatif berupa lembar observasi, dan angket. a. Pengolahan Data Hasil Observasi

Lembar observasi aktivitas guru memberikan gambaran mengenai aktivitas pembelajaran menggunakan Model Thingking Aloud Pair Problem Solving dengan pendekatan saintifik. Sedangkan lembar observasi aktivitas siswa memberikan gambaran aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Data yang diperoleh dari lembar observasi tersebut diolah dan dianalisis secara deskriptif.

Data Skor Pretest dan Indeks Gain

Uji Normalitas

Uji Homogenitas Uji Kesamaan Dua

Rata-rata / Uji Non Parametrik

Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Uji t Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Uji t’

Ya Tidak

Homogen

Tidak Homogen

Gambar 3.1


(30)

b. Pengolahan Data Angket

Pengolahan data angket dilakukan dengan menggunakan Skala Likert. Data yang diperoleh dari angket dikelompokkan berdasarkan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) untuk tiap pertanyaan. Setiap jawaban memiliki bobot tertentu. Untuk pernyataan bersifat positif (favorable), jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 5, Setuju (S) diberi skor 4, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, dan Sangat Tidak Setuju (TS) diberi skor 1. Sedangkan untuk pernyataan bersifat negatif (unfavorable), jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 1, Setuju (S) diberi skor 2, Tidak Setuju (TS) diberi skor 4, dan Sangat Tidak Setuju (TS) diberi skor 5. Jika rata-rata yang diperoleh lebih besar dari tiga, maka responden menyatakan sikap positif terhadap pembelajaran yang dilakukan. Namun apabila rata-rata yang diperoleh kurang dari tiga, maka sikap siswa terhadap pembelajaran negatif.


(31)

\

Berikut adalah alur metodelogi penelitian yang dilakukan: Studi Kepustakaan Penyusunan Proposal Seminar Proposal dan

Penyusunan Instrumen dan Bahan Ajar

Uji Instrumen Revisi Instrumen

Pretes

Kelas Kontrol:

Metode yang langkah-langkah pembelajarannya sesuai pada buku panduan guru kurikulum Kelas Eksperimen:

Metode Thingking Aloud Pair Problem Solving dengan

Pendekatan Saintifik Angket

Postest Pengumpulan Data

Analisis Data Pengolahan Data

Penarikan Kesimpulan


(32)

(33)

Annisa Fahmiati Nurzaman, 2015

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data pada Bab IV, kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut:

1. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan problem solving matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dengan pendekatan saintifik dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran yang berpedoman pada buku pegangan guru matematika kurikulum 2013. Kualitas peningkatan kemampuan problem solving matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model pembelajaran Thinking Aloud Pair

Problem Solving(TAPPS) dan siswa yang mendapatkan pembelajaran yang

berpedoman pada buku pegangan guru matematika kurikulum 2013 tergolong sedang.

2. Sikap siswa yang mendapatkan pembelajaran model pembelajaran Thinking

Aloud Pair Problem Solving(TAPPS) sangat positif.

B. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta kesimpulan yang diperoleh, maka implikasi dan rekomendasi yang dapat dibeerikan penulis berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Model pembelajaran TAPPS dan metode pembelajaran yang berpedoman pada buku pegangan guru matematika kurikulum 2013 dapat digunakan untuk pembelajaran di kelas untuk meningkatkan kemampuan problem solving matematis siswa.

2. Sebaiknya bahan ajar seperti LKK yang digunakan lebih spesifik menggambarkan peran yang harus dijalani siswa.


(1)

Annisa Fahmiati Nurzaman, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TAPPS DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM

d. Menguji normalitas data menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi 0,05.

e. Menguji normalitas data menggunakan uji statistik Levene dengan taraf signifikansi 0,05.

f. Menguji kesamaan dua rata-rata (pretes dan postes) menggunakan uji dua pihak untuk mengetahui kemampuan problem solving matematis awal (melalui pretes) dan kemampuan problem solving matematis akhir (melalui postes). Sedangkan menguji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji satu pihak untuk mengetahui peningkatan kemampuan eksplorasi siswa.

Jika kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen, maka uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan uji t.

Jika kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan uji t’.

Jika salah satu atau kedua data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, maka uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan uji non parametrik menggunakan uji Mann-Whitney.

g. Uji Hipotesis Penelitian

Untuk menguji hipotesis penelitian dilakukan uji hipotesis yang dipaparkan dalam tabel berikut:

Tabel 3.13 Uji Hipotesis Hipotesis Data yang Diuji Uji Statistik

Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

problem solving antara siswa yang mendapatkan pembelajaran Model

Thingking Aloud Pair

Indeks Gain

- Uji t (independent sample t-test) jika kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen. - Uji t dengan asumsi varians tidak sama

(uji independent sample t-test dengan


(2)

Problem Solving dengan

siswa yang mendapatkan pembelajaran yang berpedoman pada buku pegangan guru kurikulum 2013

data berasal dari populasi yang berdistribusi normal tetapi tidak homogen.

- Uji non parametrik menggunakan uji Mann-Whitney jika salah satu atau kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.

Secara singkat, alur pengolahan data kuantitatif dijelaskan pada bagan berikut:

2. Pengolahan data kualitatif

Data kualitatif berupa lembar observasi, dan angket. a. Pengolahan Data Hasil Observasi

Lembar observasi aktivitas guru memberikan gambaran mengenai aktivitas pembelajaran menggunakan Model Thingking Aloud Pair Problem Solving

Data Skor Pretest dan Indeks Gain

Uji Normalitas

Uji Homogenitas Uji Kesamaan Dua

Rata-rata / Uji Non Parametrik

Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Uji t Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Uji t’

Ya Tidak

Homogen

Tidak Homogen

Gambar 3.1


(3)

Annisa Fahmiati Nurzaman, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TAPPS DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM

b. Pengolahan Data Angket

Pengolahan data angket dilakukan dengan menggunakan Skala Likert. Data yang diperoleh dari angket dikelompokkan berdasarkan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) untuk tiap pertanyaan. Setiap jawaban memiliki bobot tertentu. Untuk pernyataan bersifat positif (favorable), jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 5, Setuju (S) diberi skor 4, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, dan Sangat Tidak Setuju (TS) diberi skor 1. Sedangkan untuk pernyataan bersifat negatif (unfavorable), jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 1, Setuju (S) diberi skor 2, Tidak Setuju (TS) diberi skor 4, dan Sangat Tidak Setuju (TS) diberi skor 5. Jika rata-rata yang diperoleh lebih besar dari tiga, maka responden menyatakan sikap positif terhadap pembelajaran yang dilakukan. Namun apabila rata-rata yang diperoleh kurang dari tiga, maka sikap siswa terhadap pembelajaran negatif.


(4)

\

Berikut adalah alur metodelogi penelitian yang dilakukan: Studi Kepustakaan Penyusunan Proposal Seminar Proposal dan

Penyusunan Instrumen dan Bahan Ajar

Uji Instrumen Revisi Instrumen

Pretes

Kelas Kontrol:

Metode yang langkah-langkah pembelajarannya sesuai pada buku panduan guru kurikulum Kelas Eksperimen:

Metode Thingking Aloud Pair Problem Solving dengan

Pendekatan Saintifik Angket

Postest Pengumpulan Data


(5)

Annisa Fahmiati Nurzaman, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TAPPS DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM


(6)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data pada Bab IV, kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut:

1. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan problem solving matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dengan pendekatan saintifik dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran yang berpedoman pada buku pegangan guru matematika kurikulum 2013. Kualitas peningkatan kemampuan problem solving matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model pembelajaran Thinking Aloud Pair

Problem Solving(TAPPS) dan siswa yang mendapatkan pembelajaran yang

berpedoman pada buku pegangan guru matematika kurikulum 2013 tergolong sedang.

2. Sikap siswa yang mendapatkan pembelajaran model pembelajaran Thinking

Aloud Pair Problem Solving(TAPPS) sangat positif.

B. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta kesimpulan yang diperoleh, maka implikasi dan rekomendasi yang dapat dibeerikan penulis berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Model pembelajaran TAPPS dan metode pembelajaran yang berpedoman pada buku pegangan guru matematika kurikulum 2013 dapat digunakan untuk pembelajaran di kelas untuk meningkatkan kemampuan problem solving matematis siswa.