PEMBINAAN AKHLAQ REMAJA : Studi Kasus Pada Remaja Penderita Kecanduan Obat Bius di Pesantren Suryalaya Tasikmalaya.

PEMBINAAN AKHLAQ REMAJA
( Studi Kasus Pada Remaja Penderita Kecanduan Obat Bius
di Pesantren Suryalaya Tasikmalaya )

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian dan syarat
dalam rangka memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Bidang Studi Pendidikan Umum

£fe
Oleh:
UUS RUSWANDI

%96114/PU

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2000


Disetujui dau Disahkan
oleh:

Pembimbing I

J

Prof.

Nursid Suraaatmadja

Pembimbing II

Prof. Drs. A. Kosasih Djahiri

NASIHAT LUQMAN KEPADA ANAKNYA:

Hai anakku : Ketahuilah, sesungguhnya dunia
ini bagaikan lautanyang dalam, banyak manusia

yang karam ke dalamnya. Bila engkau ingin
selamat, agarjangan karam layarilah lautan itu
dengan sampan yang bernama taqwa, isinya
ialah iman dan layarnya adalah tawakal kepada
Allah SWT. (Gazali Thaib)

Kupersembahkan karya ini buat:
Orang tua, Istri tersayang, dan anak-anak
tercinta Zakky Anshary, Raisa Fithriani,
Rifa 'Afifah dan Zulfikar Khatami.

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul "Pembinaan
Akhlaq Remaja (Studi Kasus pada Remaja Penderita Kecanduan Obat Bius di

Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya)" ini beserta seiuruh isinya adalah benar-benar
karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan caracara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas

pemyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya

apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya
saya ini, atau adaklaim terhadap keaslian karya sayaini

BandungwMaret 2000
Mnbuat pemyataan,

Jus (Ruswandi

ABSTRAK

Pembinaan Akhlaq Remaja (Studi Kasus pada Remaja Kecanduan Obat Bius di
Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya).

Keberadaan remaja memiliki peran penting bagi kelangsungan kehidupan
sebuah masyarakat di masa yang akan datang. Akan tetapi, adanya berbagai
pengaruh negatif misalnya kurang harmonisnya orangtua, lemahnya pendidikan
agama di lingkungan keluarga, terbatasnya perhatian dan pengawasan orang tua,
serta pengaruh dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan
sebagian para remaja mengkonsumsi obat-obat terlarang.
Bahaya yang ditimbulkan oleh para remaja penderita kecanduan obat bius

antara lain menimbulkan keonaran, kejahatan, kemaksiatan dan sebagainya. Untuk
menanggulangi hai tersebut diperlukan keterlibatan semua pihak, yaitu pendidikan
keluarga, sekolah dan luar sekolah. Salah satu lembaga pendidikan yang
memberikan konstribusi cukup besar dalam menanggulangi para remaja penderita
kecanduan obat bius adalah Pesantren Suryalaya, Tasikmayala.
Pembinaan akhlaq remaja penderita kecanduan obat bius di Pesantren
Suryalaya, Tasikmalaya
ternyata cukup berhasil bila dibandingkan dengan
pengobatan secara medis. Bertitik tolak dari keberhasilan di atas, penelitian ini
diarahkan untuk menjawab pertanyaan . metode apakah yang digunakan dalam
membina akhlaq remaja penderita kecanduan obat bius? Bagaiamanakah penataan
situasi dan fisik yang diterapkan dalam membina akhlaq remaja penderita kecanduan
obat bius? serta bagaimana proses pembinaan akhlaq remaja penderita kecanduan
obat bius di Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya?
Landasan teoritik yang digunakan dalam penelitian ini adalah akhlaq sebagai

landasan kepribadian manusia, meliputi: pengertian dan ruang lingkup akhlaq,
pendidikan umum dan pembinaan akhlaq, meliputi: pengertian dan tujuan pendidikan
umum, urgensi dan metode pembinaan akhlaq, kedudukan akhlaq dalam pendidikan
umum, peran Tarekat Qadariyah Naqsabandiyah dalam membina akhlaq remaja

penderita kecanduan obat bius melalui Inabah, meliputi: pengertian, ciri-ciri dan
problema umum remaja, Tarekat Qadariyah Naqsabandiyah, meliputi. asal usul,
ritual keagamaan dan pengamalarmya di Pondok Inabah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif atau naturalistik dengan
metode deskriptif. Adapun teknik pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan dalam

membina akhlaq remaja penderita kecanduan obat bius di pesantren Suryalaya
melalui Tarekat Qadariyah Naqsabandiyah meliputi amaliah mandi taubat, shalat dan
dzikir bertujuan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan para remaja kepada Allah

mereka menikmati kebebasan dan kedekatan dirinya dengan Allah. Adapun proses

pembinaan akhlaq remaja penderita yang dilakukan Pesantren Suryalaya diwujudkan
dalam bentuk kegiatan yangdiikuti seluruh anak binamulai pukul 02.00 dini hari hingga
pukul 22.00. Meskipun kegiatan berjalan sangat padat, tetap mendorong seluruh anak
bina melakukannya karena kegiatan tersebut berjalan secara demokratis. Sehingga
lambat laun para anak bina dapat mengurangi keinginan danketregantungannya terhadap

obat-obat terlarang.

Di samping keberhasilan tersebut, terdapat pula hal-hal yang memerlukan
perbaikan kinerjaInabah misalnya: ada sebagian anak binayang belum bisa mengikuti
kegiatan ritual keagamaan Tarekat Qadariyah Naqsabandiyah meliputi mandi taubat,
shalat dan dzikir secara baik temtama pada awal masa pembinaan, kurang
maksimalnya evaluasi terhadap para remaja penderita kecanduan obat bius temtama
mereka yang telah meninggalkan Inabah serta jadwal kegiatan pembinaan terkesan

sangat padat,

sehingga menyebabkan

kurangnya kesempatan

para remaja

mengembangkan kegiatan-kegiatan di luar TQN.

Untuk lebih meningkatkan kinerja Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya dalam

membina akhlaq remajapenderita kecanduan obat bius disarankan ada upayakondusif
lain dalam bentuk rekreatif, berpetualang, olah raga dan seni yang dapat
mengembangkan potensi dan menjadikan anak bina tidak merasa jenuh dan bosan.
Adanyapenambahan fasilitas fisik atau perubahan tatamang dan fasilitas di lingkungan
Inabah akan menimbulkan suasana bam yang menjadikan anak bina merasa kerasan

tinggal di Inabah dalam mengikuti pembinaan dan adanyakerjasamayang baik berbagai
pihak, misalnya sesepuh, pembina Inabah serta dukungan penuh orang tua akan
mendorong berhasilnya pembinaan akhlaq remaja penderitakecanduan obat bius secara
optimal.

DAFTARISI

Halaman
ABSTRAK

KATAPENGANTAR
DAFTARISI
BAB I


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1

B. Fokus Penelitian

7
8

C. Rumusan Masalah

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

BAB H

1

8


E. Asumsi Penelitian

10

F. Definisi Operasional

12

PEMBINAAN AKHLAQ REMAJA KECANDUAN OBAT
BR7S DAN PENDIDIKAN UMUM

14

A. Akhlaq sebagai Landasan Kepribadian Sumber Daya
Manusia

1. Pengertian Akhlaq
2. Ruang LingkunAkhlaq
B. Pendidikan Umum dan PembinaanAkhlaq

1. Pendidikan Umum

a Pengertian Pendidikan Umum
b. Tujuan Pendidikan Umum
2. Pembinaan Akhlaq
a Urgensi Pembinaan Akhlaq
b. Metode Pembinaan Akhlaq
3. Kedudukan Akhlaq dalam Pendidikan Umum
C. Peran TQN dalam Membina Akhlaq Remaja Penderita

14

14
16
18
18

18
20
22

22
24
32

Kecanduan Obat Bius Melalui Inabah

35

1. Pengertian dan Ciri-ciri Remaja
a Pengertian Remaja
b. Ciri-ciri Remaja
2. Problema Umum Remaja Kecanduan Obat Bius

35
35
37
42

3. Tarekat Qadariyah Naqsabandiyah
a Asal usul TQN
b. Ritual Keagamaan TQN
c. Pengamalan TQN di Pondok Inabah
BAB ffl

BAB IV

49
49
51
52

PROSEDUR PENELITIAN

55

A. Metode Penelitian
B. Sumber Data
C. Instrumen Penelitian

55
56
56

D. Tehnik Pengumpulan Data
E. Analisis Ihterpretasi Data
F. Tahap-tahap Penelitian

57
60
60

HASIL PENELITIAN

64

A. Profil Pesantren Suryalaya

64

B. Deskripsi dan Analisis Pembinaan Akhlaq Remaja (Studi
Kasus pada Remaja Penderita Kecanduan Obat Bius di Pe
santren Suryalaya)

66

1. Metode Pembinaan

66

2. Penataan Situasi dan Kondisi Fisik di Lingkungan Ina
bah
a Penataan Sarana Beribadah

b. Penataan Lingkungan Fisik 1
c. Penataan Lingkungan Fisik II
3. Proses Pembinaan AkhlaqRemaja

75
76
81

a Proses Pembinaan di Inabah

81

b. Pengaruh Pembinaan terhadap Akhlaq Remaja

92

4. Temuan Penelitian
BABV

73
73

114

KESIMPULAN DANSARAN

116

A. Kesimpulan

116

B. Saran

118

DAFTARPUSTAKA

120

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempakan suatu usaha untuk mendewasakan manusia ke arah

tercapainya perkembangan seluruh potensi yang dimiliki secara optimal. Pencapaian
tujuan ini dapat dilakukan oleh

lembaga-lembaga pendidikan yang ada, baik

pendidikan sekolah ataupun luar sekolah (keluarga dan masyarakat). Keterlibatan

keluarga, sekolah dan masyarakat sangat diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan
tersebut Dengan kata lain, terciptanya manusia-manusia yang memiliki kepribadian

yang utuh, memberi makna kepada kehidupan berbudaya, memiliki integritas diri yang
tinggi, serta berwawasan ke depan.

Karakteristik manusia seperti di atas, sebenarnya memiliki kesamaan dengan
harapan-harapan yang ingin dicapai oleh pendidikan umum. Sebagaimana PH. Phenix
(Nursid Sumaatmadja, 1990:5) menyatakan sebagai berikut: 'General Education is the

proces ofengendering essential meaning'. Artinya penddikan umum mempakan proses
membina/menghasilkan makna-makna esensial, karenahakekat manusia adalah makhluk

yang memiliki kemampuan/kekuatan untuk mempelajari serta menghayati makna-makna

yang esensial tadi. Makna yang esensial sangat penting bagi kelangsungan hidup
manusia

Sementara itu, Nelson B. Henry (ed.) (1952), "menyatakan bahwa

pendidikan umum mempakan suatu konsep atau kebijakan pendidikan yang bermuara

pada keinginan untuk menjaga keseimbangan dari terpusatnya pendidikan ke arah
spesialisasi dan pemilahan-pemilahan pengalamanbelajar".

Tujuan pendidikan umum di atas, relevan dengan tujuan yang temacantum"dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 4 tahun 1989, yaitu:
Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu
manusia yang bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kesegaran
jasmani dan rokhani, budi pekerti yang luhur, pengetahuan dan keterampilan,
kepribadian yang mantap, rasa cinatapada bangsa dan tanah air Indonesia, memiliki
kemampuan untuk membangun dirinya sendiri dan memiliki rasa tanggungjawab
bersama atas upaya pembangunan bangsa dan negara Indonesia
Rumusan di atas, memberikan gambaran bahwa pada dasamya pendidikan yang

diselenggarakan di Indonesia bertujuan untuk membentuk manusia yang paripurna
Dalam bahasa lain lazim disebut manusia seutuhnya, utuh dalam pengertian serba

seimbang antara aspek lahiriyah dan aspek ukhrowiyah.

Salah satu harapan masyarakat Indonesia terletak pada para remaja Mereka

mempakan tulang punggung negara, potensi yang memerlukan pembinaan yang optimal
untuk menyongsong masa depan. Sebagaimana ungkapan yang menyatakan bahwa

"generasi mudamasakini mempakan pemimpin di masa yang akan datang".
Keberadaan remaja di masa yang akan datang memiliki peran penting bagi

kelangsungan sebuah negara Oleh sebab itu, diperlukan pembinaan yang dilakukan
oleh semua pihak. Agar pembinaan ini dapat berhasil dengan optimal, sebaiknya

memperhatikan karakteristik remaja itu sendiri. Hal ini didasarkan pada pemikiran
bahwa remaja memiliki sifat-sifat yang beliun matang seperti yang dimiliki orang

dewasa Dalam istilah lain seringkali disebut masa transisi atau pancaroba Zakiah
Daradjat (1975:105), berpendapat bahwa yang dimaksud remaja adalah:
Remaja adalah anak yang ada pada peralihan di antara masa anak-anak dan

masa dewasa, di mana anak-anak mengalami perubahan-pembahan cepat di segala
bidang Mereka bukan anak-anak, baik bentuk badan, sikap dan cara berfikir dan

bertmdak, tetapi bukan pula dewasa yang telah matang, masa ini kira-kira umur 13

tanun dan berakhir kira-kira umur 21 tahun.

Melalui pembinaan yang optimal ini, diharapkan lahir para remaja yang

dinamis, mandiri, terbuka, adaptif dengan perkembangan zaman dan sebagainya yang
dapat menggantikan posisi orang tuanya di masa mendatang. Dengan kata Iain bangsa
ini mengharapkan para remaja yang ideal. Adapun kriteria remaja ideal menumt WP.
Natipulu (1979:14) disebutkan sebagai berikut:

Kemurnian idealisme, keberanian, keterbukaan dalam menerima dan menyerap

gagasan bam, semangat pengabdian spontanitas dan dinaraikanya, keinginan untuk
mewujudkan gagasan bam dan keteguhanjanji, keinginan untuk menampilkan sikap
dan kepribadian mandiri serta masih lengkapnya pengalaman untuk merelevansikan

pendapat, sikap dan tindakan dengan kenyataan yang ada

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Era Globalisasi) dewasa ini,

sedikit banyak mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia,
diantaranya para remaja Dampak tersebut tentu saja menyangkut dua hai yakni positif
dan negatif Salah satu pengaruh positif globalisasi ini antara lain terbukanya peluangpeluang penting bagi bangsa Indonesia Globalisasi bidang ekonomi misalnya; telah
memungkinkan teijadinya perkembangan dan kemajuan-kemajuan signifikan dalam

kehidupan sosial-ekonomi bangsa Indonesia, yang pada gilirannya mendorong

peningkatan intensitas tertentu dalam kehidupan keberagamaan, (Azyumardi Azra,
1999:45).

Sementara itu, HM. Arifin (1995:8) mengemukakan bahwa perkembangan sains

dan teknologi canggih sekarang lebih bersifat fasilitatif (memudahkan), Kehidupan
manusia yang hidup sehari-hari dengan berbagai problema yang semakin mengemelut.
Teknologi menawarkan berbagai macam kesantaian dan kesenangan yang semakin
bineka, memasuki mang-mang dan celah-celah kehidupan bangsa Indonesia

Pengaruh negatif globalisasi dewasa ini sulit dihindarkan oleh bangsa

Indonesia, terlebih pararemajayang belum matang (masa transisi) menjadi lebih rapuh
dan mudah terkontaminasi oleh budaya-budaya yang tidak sesuai dengan kepribadian
masyarakat Indonesia Jhon LElposito (1986:87) berpendapat bahwa faktor lain yang
menimbulkan problema ekstemal bagi kehidupan pergaulan remaja adalah gejala
tumbuhnyamodemisasi dan tehnologi, yang seringkali diterima kelim oleh para remaja
Modernisasi yang sebenarnya dimaksudkan sebagai upaya pembaharuan cara berfikir

dan bertindak berdasarkan ilmu pengetahuan, kadang-kadang ditafsirkan atau
diidentikan dengan sekulerisasi dan westemisasi.

HM. Arifin (1995:8) berpendapat bahwa dampak-dampak negatif dari

teknologi modem telah mulai menampakkan diri di depan mata kita, yang pada
prinsipnya berkekuatan melemahkan daya mental-spiritual/jiwa yang sedang tumbuh
dan berkembang dalam berbagai bentuk dan penampilannnya Tidak hanya nafsu

muthmainah yang dapat diperlemah oleh rangsangan negatif dari teknologi elektronis
dan informatika, melainkan juga fiingsi-fungsi kejiwaan laiimya seperti kecerdasan

pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi). Kondisi inilah yang akan
mengakibatkan terjadinya berbagai penyimpangan para remaja

Penyimpangan tersebut misalnya; melalui layar kaca masyarakat umum dapat

menikmati sajian-sajian hiburan dari mulai adegan percintaan, pemerkosaaan,
pembunuhan, perampokan, fomografi, minuman keras, penjualan narkotika dan lain

sebagainya Adegan-adegan tersebut, tidak mustahil banyak dilakukan oleh kalangan
masyarakat temtama para remaja (ABG). Misalnya berkenalan dengan orang jahat,
mencoba menikmati obat-obat terlarang, mengunjungi sarang-sarang prostitusi dan lain

sebagainya Seperti dikemukakan oleh Nashih Ulwan (1988:105) antara lain: "Jika
teman-teman bergaulnya adalah orang-orang jahat, maka secara perlahan ia akan

terseret ke dalam kelainan dan jatuh ke dalam kebiasaan yang paling negatif bahkan
kelainan ini dapat menjelma sebagai alat perusak negara dan bangsa".
Salah satu kecendemngan remaja dewasa ini adalah mengkonsumsi obat-obat
terlarang, seperti sabu-sabu, heroin, ganja dan sebagainya Penyalahgunaan obat-obat

terlarang memang sulit dihentikan baik oleh kalangan pendidikan ataupun oleh institusi-

institusi lainnya Kondisi remaja kini, memang memerlukan penanggulangan secara

serius. Sebab tanpa itu, sulit dibayangkan bagaimana kondisi remaja mendatang
sebagai pengganti orang tua kini. Widjaya (1985:7) berpendapat bahwa "kaum remaja

sebagai general peneras, sebagai pimpinan di masa depan apabila telah diracuni dan
dicekoki candu narkotika ini, kelak akan menjadi apa".

Selain merusak harapan baik generasi mendatang, juga di lain pihak efek
penyalahgunaan obat-obat bius dapat menimbulkan keonaran, kejahatan, kemaksiatan

dan lain sebagainya Dengan kata lain, bukan hanya merugikan dirinya sendiri, namun

juga berdampak pada tatanan kehidupan masyarakat pada umumnya Di Samping itu,
penyalahgunaan narkotika dapat membawa seorang remaja ke dunia luar yang sangat
mengasikan. Rochman Hermawan (1988:11) mengatakan bahwa "mengkonsumsi

narkotika dapat menghasilkan khayalan-khayalan yang sangat menyenangkan".
Untuk menanggulangi bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh pengguna obat-obat
bius, dewasa ini telah banyak lembaga-lembaga yang membantu memecahkan

persoalannya Lembaga-lembaga tersebut misalnya: pemerintah, swadaya, swasta dan

sebagainya Salah satunya juga dilakukan oleh lembaga pendidikan luar sekolah yakni
pondok Pesantren.

Pondok Pesantren Suryalaya yang berada di kabupaten Tasikmalaya, propinsi
Jawa Barat berusaha menangani para remaja yang ketagihan obat-obat bius melalui

proses pendidikan dengan dasar pendekatan agama (mandi taubat, bangun malam,

shalat berjamah, dzikmllah, dan belajar khusuyu dalam shalat). Melalui upaya
penanggulangan yang dilakukan pondok Pesantren Suryalaya mi diharapkan dapat
mengurangi timbulnya berbagai persoaalan yang ditimbulkan oleh penggunaan obat-

obat terlarang khususnya para remaja Dengan kata lain para remaja yang telah dididik

melalui pendekatan agama tersebut dapat melupakan bahkan anti terhadap penggunanan
obat-obat terlarang tersebut.

Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk lebih memahami secara

komprehensiftentang pembinaan akhlaq remaja penderita kecanduan obat bius yang
dilakukan di Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, Jawa Barat.
B. Masalah Penelitian

Bertolak dari latar belakang di atas, dapat dipahami bahwa pembinaan para
remaja penderita kecanduan obat bius memerlukan keterlibatan semua pihak.. Salah

satu lembaga pendidikan luar sekolah adalah pesantren yang dalam perkembangannya
memiliki sumbangan yang besar terhadap terciptanya manusia Indonesia yang serba
selaras.

Pesantren Suryalaya, kabupaten Tasikmalaya, propinsi Jawa Barat, di samping
memiliki misi pengembangan keagamaan juga berperan serta dalam menanggulangi
para remaja yang mengalami kegoncangan psikologis sebagai akibat dari kurang
harmonisnya orang tua, lemahnya pendidikan agama, terbatasnya pengawasan dan
perhatian orang tua serta kuatnya berbagai pengaruh negatif dari kemajuan IPTEK,
sehingga mereka mengkonsumsi obat bius seperti: ganja, sabu-sabu, heroin, dan
sebagainya Adapun penanggulangan yang dilakukan di pesantren ini melalui
pendekatan keagamaan.

Menurut pemahaman dan hasil penelitian sebelumnya, diperoleh bukti bahwa
penanggulangan atau pembinaan para remaja penderita kecanduan obat bius di

pesantren Suryalaya, Tasikmalaya

cukup berhasil

bila dibandingkan dengan

pengobatan yang dilakukan secara medis di rumah sakit.
C. Pertanyaan Penelitian

Bertolak dari keberhasilan di atas, penulis ingin mengetahui lebih mendalam

dan komprehensiftentang kinerja pesantren Suryalaya dalam membina akhlaq remaja
penderita kecanduan obat bius. Sebagai pedoman, agar sampai pada pokok persoalan,
penelitian ini diarahkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:

1. Metode apakah yang digunakan dalam membina akhlaq remaja penderita
kecanduan obat bius di Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya?

2. Bagaimanakah penataan situasi dan kondisi fisik yang diterapkan dalam

membina akhlaq remaja penderita kecanduan obat bius di Pesantren Suryalaya,
Tasikmalaya?

3. Bagaimanakah proses pembinaan akhlaq remaja penderita kecanduan obat
bius di Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

^*

Penelitian tentang pembinaan akhlaq remaja penderita kecanduan obat bius di

Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya bertujuan untuk mengungkap tentang:

a Metode yang digunakan dalam membina akhlaq remaja penderita kecanduan
obat bius di Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya

b. Penataan situasi dan kondisi fisik yang diterapkan dalam membina akhlaq
remaja penderita kecanduan obat bius di Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya.
c. Proses pembinaan akhlaq remaja penderita kecanduan obat bius di Pesantren
Suryalaya, Tasikmalaya
2. Manfaat Penelitian

Apabila tujuan-tujuan penelitian di atas tercapai, diharapkan hasil penelitian
ini dapat dipetik beberapamanfaat antara lain:
a) Manfaat Teoritik

Pengkajian konsep ataupun hasil-hasil setiap penelitian di lapangan diharapkan

dapat mengembangkan bahan-bahan pemikiran untuk keperluan teoritik ataupun praktis.
Adapun manfaat teoritik dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan-masukan (informasi) yang dapat memperkaya pemahaman pendidikan umum.

Sebab, dalam pendidikan umum banyak istilah-istilah yang berkaitan dengan model,
pendekatan metode pendidikan dan lain sebagainya

Berkaitan dengan aspek-aspek pendidikan umum di atas, dewasa ini belum lahir

suatu bentuk model yang cukup memadai untuk pembinaan akhlaq remaja penderita

kecanduan obat bius. Oleh sebab itu, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi
pembentukan kerangka model yang refresentatif dalam membina akhlaq remaja
penderita obat bius, salah satunya sedang dikembangkan dan diterapkan di pesantren

Suryalaya, Tasikmalaya Sehingga, jikapembinaan ini cukup memadai untuk membma

akhlaq remaja penderita obat bius, maka tidak mustahil lembaga-lembaga iampun dapat
menerapkan model tersebut.
b) Manfaat Praktis

1). Digunakan untuk rekomendasi atau pertimbangan bagi pendidikan di Pondok

Pesantren. Di samping itu, untuk mengoptimalkan peran dan fungs, pendidikan

Pesantren dalam membina akhlaq remaja temtama penderita kecanduan obat bius guna
mencapa, tujuan yang dicita-citakan yakni remaja-remajayang berakhlaq al-karimah.

2) Mengoptimalkan pelaksanaan pembinaan akhlaq remaja penderita kecanduan

obat bius melalui Pondok Pesantren, khususnya Pesntren Suryalaya, Tasikmalaya
Sehingga melalui pembinaan akhlaq remaja penderita kecanduan obat bius tersebut,
pengembangan remaja menuju pribadi yang utuh dapat tercapai sesuai dengan tujuan
pendidikan umum.

3) Sebagai rujukan esensial bagi program pengembangan-pendidikan umum

dilaksanakan semaksimal mungkm oleh lembaga-lembaga pendidikan, baik lembaga
pendidikan sekolah ataupun pendidikan di pesantren.
E. Asumsi Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada asumsi-asmsi sebagai berikut:

Pertama remaja mempakan masa yang penuh dengan kecemasan, transisi

(peralihan) yang usianya berkisar antara 16-18 tahun. Oleh karena itu, para remaja

i 1

terkadang melakukan berbagai kegiatan yang kurang positif sebagai refleksi dari masa

tersebut. Dengan kata lain, remaja tersebut sedang melakukan pencarian jati diri.
Kedua, eksistensi kehidupan remaja pada dasamya sangat dipengaruhi oleh

polapendidikan/pembinaan di lingkungan rumah tangga mereka Temtama pendidikan
keagamaan, sebab lingkungan keluarga im mempakan pendidikan pertama dan utama
bagi perkembangan kepribadian remaja

Ketiga, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini bukan hanya
menimbulkan dampak positif tapi juga dampak negatif Ragam pengaruh nagatif ini,

dapat mendorong sekelompok masyarakat (khususnya remaja) melakukan kegiatan yang
tidak proporsional, baik menurat pandangan agama ataupun nilai-mlai yang berlaku
pada suatu masyarakat.tertentu

Keempat akhlaq atau prilaku seseorang mempakan refleksi orang yang

beriman. Akhlaq pada prinsipnya dapat dibentuk melalui institusi-institusi yang ada
seperti; keluarga, sekolah ataupun masyarakat.

Kelima, pesantren mempakan salah satu institusi pendidikan tertua di Indonesia

memiliki peran penting dalam membentuk manusia seutuhnya Pada lembaga pesantren
ini, terjadi interaksi eduktif antara ustadz dengan para santrinya secara harmonis.

Sehingga kondisi inilah yang mendorong berhasilnya kinerja pesantren dalam
membentuk pribadi yang religius.

12

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami judul penelitian, ada beberapa
istilah yang perlu dijelaskan antaralain:

1. Pembinaan, menurat Poerwadarminta asal kata pembinaaan adalah "bina"

yang berarti "bangun", (1984:141). Dalam sumber yang sama dikatakan bahwa

pembinaan berarti pembangunan atau pembaraan. Dalam penelitian ini yang dimaksud

dengan pembinaan adalah segala bentuk upaya yang dilakukan oleh komponen-

komponen yang ada di pesantren Suryalaya, Tasikmalaya dalam membentuk akhlaq
remaja penderita kecanduan obat bius.

2. Akhlaq, berasal dari bahasa Arab yaitu "al-Akhlaqu" bentuk jamak dari
kata "al-khuluq" yang berarti budi pekerti, sinonimnya adalah etika dan moral.

(Rachmat Djamika, 1985:25). Sedangkan menurat Al-Ghozali yang dikutip Ishak Solih
(1991:4) adalah: sifat yang tertanam dalam jiwa yang padanya timbul perbuatan-

perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan. Dengan demikian, akhlaq
merupakan suatu kecenderungan hati untuk melakukan suatu tindakan setelah adanya
pengulangan yang sering., sehingga setiap ada kasus yang sama, tanpa memikirkan dan
mempertimbangkan lagi.

Adapun yang dimaksud akhlaq dalam penelitian ini adalah kondisi perilaku atau

moral yang dimiliki remaja penderita kecanduan obat bius setelah memperoleh
pembinaan yang berkesinambungan di pesantren Suryalaya, Tasikmalaya Dalam hai

13

mi, baik akhlaq terhadap sesama manusia, akhlaq terhadap alam ataupun akhlaq
terhadap Allah SWT.

3. Remaja, istilah remaja mempakan arti dari istilah adolesence yang memiliki
arti yang sangat luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.

Pandangan ini dikemukakan oleh Piaget yang dkutip Elizabeth B. Hurlock (1994:206)
antara lain :"Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi

dengan masyarakat dewasa, usia di masa anak tidak lagi merasa di bawah tingkat
orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurangkurangnya,..."

Adapun yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

remaja penderita

kecanduan obat bius yang disebabkan oleh ragam pengaruh eksternal. Salah satunya
adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memasuki pada setiap raangruang dan celah-celah kehidupan manusia dewasa ini.

Sehingga kondisi ini

memerlukan pembinaan yang intensifdari semua pihak, salah satunya adalah pembinaan

akhlaq remaja penderita kecanduan obat bius di Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya
Adapun yang dimaksud dengan judul "Pembinaan Akhlaq Remaja" dalam

penelitian ini adalah. Segala bentuk upaya yang dilakukan oleh seluruh komponen yang
ada di pesantren Suryalaya dalam memperbaiki remaja penderita kecanduan obat bius

yang bertujuan agar remaja tersebut memiliki kepribadian yang utuh

BAB m

PROSEDURPENELITAN
A. Metode Penelitian

J7J*S*&*> ^

if$i^\T^\
^

Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan sering disebut dengan istilah

pendekatan

naturalistik. Dengan pengertian, bahwa penelitian naturalistik pada

hakekataya mengacu pada kondisi lingkungan yang alamiah (natural) sebagaimana

ditegaskan Lincoln dan Ouba yang dikutip Zainal Asril (1997:77) sebagai berikut:
"We suggest that inquiry must be carried out in natural setting because phenomena of

study, what ever they may be take their meaning as mauch from their contexts as they
from them selves....No phenomenon can be understood of relationship to the time and

contextthat spawned, harrborred, and supported if
Dalam penelitian melalui pendekatan naturalistik, peneliti berperan sebagai
human instrumen secara menyeluruh menyesuaikan diri ke dalam situasi yang wajar

sesuai dengan lingkungan yang dimasuki. Pendekatan ini dipandang sangat cocok dan
relevan denganpermasalahan yang akan diteliti penulis. Alasannya adalah bahwa data

tentang gejala-gejala yang akan diperoleh dari lapangan lebih banyak menyangkut

perbuatan dan kata-kata responden, yang sedapat mungkin tidak dipengaruhi unsurunsur dari luar. Bogdan dan Taylor (1992:22) berpendapat bahwa penelitian kualitatif

56

adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptifberupa kata tertulis
dan lisan serta perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri.
B. Sumber Data

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu ciri penelitian kualitatif sumber

datanya adalah berupa situasi yang wajar dan diperoleh secara langsung di lapangan.
Menurat Lofland dan Lofland (Lexy Maleong, 1993:112) menyebutkan bahwa sumber

data utama dalam penelitian kualitatifadalah kata-kata atau tindakan selebihnya adalah
datatambahan seperti dokumen dan Iain-lain.

Oleh karena itu, sumber data dalam penelitian ini diperoleh secara langsung
pada situasi di lapangan, atau melalui pendapat-pendapat informan. Dalam penentuan
informan ini dilakukan secara selektif Selain dari pada itu, data dalam penelitian
diperoleh melalui studi dokumentasi, teratama yang berkaitan dengan berbagai catatan
tentang kinerja pembinaan akhlaq remaja penderita kecanduan obat bius di Pesantren
Suryalaya, Tasikmalaya, JawaBarat.
C. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti langsung melibatkan diri sebagai
instrumen. Keterlibatan peneliti secara langsung memungkinkan data yang diperoleh
akan lebih bermakna Menurat S. Nasution (1996:9) mengemukakan bahwa peneliti
merapakan "key instrument" artinya peneliti sebagai alat penelitian utama, walaupun
menggunakan rekaman atau kamera, peneliti tetap memiliki peranan utama Ia tidak

57

menggunakan alat-alat seperti test atau angket seperti yang lazim digunakan dalam
penelitian kuantitatif Hanya manusia sebagai instrumen dapat memahami makna

interaksi antar manusia, membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang
terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden.

Keterlibatan peneliti dengan obyek penelitian cukup memadai karena informan

sendiri memahami makna penelitian, sehingga mereka terbuka memberikan informasi

dan bersedia membantu sepenuhnya Peneliti diupayakan sering berada di lapangan
(ramah informan), agar data atau informasi yang diperoleh tercapai secara maksimal
D. Teknik Pengumpuilan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini, adalah:
observasi, wawancara dan dokumentasi.
1. Observasi

Observasi merapakan teknik

pengumpul data banyak digunakan untuk

mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat

diamati baik dalam situasi yang sebenamya maupun dalam situasi buatan. (Nana Sujana
dan Ibrahim, 1989:109). Consuelo G. Sevilla, dkk (1993:198) mengemukakan bahwa
pengamatan dalam istilah sederhana adalah proses di mana peneliti atau pengamat
melihat situasi penelitian.

Dalam penelitian ini digunakan observasi partisipan maksudnya untuk
menghasilkan data yang lebih banyak, lebih mendalam, dan lebih terinci. Menurat

58

M.Q. Patton (S. Nasution, 1996:60) mengemukakan "participant observation is the
most comprehensive of all types research strategies".

Dengan kata lain, peneliti dalam pelaksanaan observasi partisipan ini
mengamati segala sesuatu yang ada di lapangan, seperti orang yang berada di lokasi

penelitian, pakaiannya, kelakuannya, ucapannya dan sebagainya yang terkait dengan
kinerja pembinaan akhlaq remaja penderita kecanduan obat bius di pondok Pesantren

Suryalaya, Tasikmalaya, Jawa Barat. Di samping itu mengamati akhlaq para remaja
sehar-hari, sebagai hasil dari pembinaan Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya,
Jawa Barat.

2. Wawancara

S. Nasution (1991:153) mengemukakan bahwa wawancara atau intervieu

adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi senacam percakapan, yang bertujuan
memperoleh informasi. Semnatara itu,

Counselo Q. Sevilla, dkk. (1993:205)

berpendapat bahwa wawancara penelitian adalah: suatu metode penelitian yang
meliputi pengumpulan data melalui interaksi verbal secara langsung antara
pewawancara dan responden

Melalui wawancara ini data utama bempa proses pelaksanaan pembinaan

akhlaq remaja korban narkotika yang dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Suryalaya

dapat terkumpul dengan mudah, misalnya mengenai tujuan, materi, metode yang
digunakan, kualifikasi pembina, penataan situasi dan fisik, faktor penunjang dan
penghambai dalam melakukan pembinaan akhlaq remeja penderita kecanduan obat

59.

bius. Oleh karena itu, penulis akan mencoba melakukan wawancara secara mendalam

(dialog) dengan tetap berpegang teguh pada arah, sasaran dan fokus penelitian.
3. Studi Dokumentasi

Penggunaan teknik ini adalah untuk memperoleh data yang bersifat dokumenter

yang terdapat di lapangan. Data yang bersifat dokumenter ini tentu saja seluruh data

yang terdapat di Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya yang berkaitan dengan

pelaksanaan pembinaan akhlaq remaja penderita kecanduan obat bius. Misalnya: foto,
piagam, catatan harian, bahan statistik, surat-surat dan sebagainya Sebagaimana
dikemukakan oleh S. Nasution (1996:85) bahwa dalam penelitian naturalistik
kebanyakan diperoleh dari sumber manusia atau human resources, melalui observasi

dan wawancara Akan tetapi ada pula sumber bukan manusia, non human resources, di
antaranya: dokumen, foto, dan bahan statistik.

Sementara itu Guba dan Lincoln (1981) dalam Yatim Rianto (1996:83)

mengemukakan bahwa dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film yang sering

digunakan untuk keperluan penelitian, karena alasan-alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan sebagai berikut:

1. Dokumen merupakan sumber yang stabil
2. Berguna sebagai bukti untuk pengujian

3. Sesuai untuk penelitian kualitatifkarena sifatnyayang alamiah
4. Tidak reaktif, sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi
5. Hasil pengakajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas
tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

60

E. Analisis Interpretasi Data

Sebagaimana diketahui bahwa dalam penelitian ini penulis menggunakan data
kualitatif, selanjutaya akan dianalisis secara induktif (Nana Sudjana dan Ibrahim,

1989:199). Adapun langkah-langkah analisisnya, yaitu pemerosesan satuan (unityzing),
katagorisasi dan penafsiran data (Lexy Maleong, 1996:190-197).

1. Pemerosesan Satuan (Unityzing).

Yang dimaksud dengan pemerosesan satuan adalah menelaah seluruh data yang

tersedia dari berbagai sumber, setelah dibaca dan dipelajari dan ditelaah selanjutaya
dilakukan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi ini
merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pemyataan-pemyataan

yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya Langkah selanjutaya adalah
menyusunnya dalam satuan-satuan.

2. Katagorisasi

Katagorisasi adalah penyusunan katagori (tumpukan dari seperangkat tumpukan
yang disusun atas dasar pikiran, intuisi, pendapat atau kriteria tertenta). Selanjutaya
Lincoln dan Guba (Lexy Maleong, 1996:193) menguraikan katagorisasi sebagai
berikut: a) mengelompokkan kartu-kartu yang telah dibuat ke dalam bagian-bagian isi

secara jelas berkaitan, b) merumuskan aturan yang menguraikan kawasan katagori dan

akhiraya dapat digunakan untuk menetapkan inklusi setiap kartu pada katagori dan juga

61

sebagai dasar untuk pemeriksaan keabsahan data, dan c) menjaga agar setiap katagori
yang telah disusun satu dengan yang lainnya mengikuti prinsip taat asas.
3. Penafsiran data

Dalam penafsiran data, peneliti dituntut untuk memiliki kemampuan dalam

menafsirkan, mengadakan keterkaitan konteks, referensi konsep (teori) dan membangun
pemahaman-pemahaman bam.

Dengan demikian tergambar bahwa dalam proses penafsiran diperlukan analisis

dan sintesis multidisipliner, yakni menghubungkan atau mengkomunikasikan hasil-hasil

penelitian dengan landasan teori (konseptualisasi) yang menjadi kerangka acuan (frame

ofreference) peneliti, dan keterkaitannya dengan temua-temuan dari penelitian lainnya
yang relevan LeCompte &Gosts, (A. Zayadi, 1997:80)
F. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian naturalistik tahap-tahap penelitian tidak dapat ditentukan
secara pasti seperti pada penelitian kuantitatif Tahap-tahap dalam penelitian kualitatif

tidak mempunyai batas-batas yang tegas, oleh karena disain sertafokus penelitian dapat
mengalami perabahan. Namun demikian, ada tiga tahap yang dapat dilakukan peneliti
dalam melakukan penelitian kualitatif, yaitu: tahap orientasi, eksplorasi dan member
check. (S. Nasution, 1996:33-34).
1. Tahap Orientasi

Tahap ini lebih merupakan studi pendahuluan, pada tahap ini peneliti
mengadakan penjajagan. Sebab, pada awal penelitian peneliti sendiri belum

62

mengetahui dengan jelas apa yang tidak diketahuinya, apa yang akan dijadikan fokus

penelitiannya Pada tahap ini juga peneliti melakukan wawancara yang bersifat umum

dan terbuka Sehingga informasi yang diterima peneliti pun bersifat umum yang ada di
lapangan. Informasi yang diterima, selanjutaya dianalisis untuk menemukan hal-hal
yang menonjol, menarik, penting untuk diteliti selanjutaya secara mendalam. Fase
umum ini hendaknya diberi cukup wakta agar pilihan fokus itu lebih beralasan dan
diharapkan akan lebih mantap.
2. Tahap Eksplorasi

Tahapan ini merupakan tindak lanjut dari tahapan sebelumnya, jika pada
tahapan orientasi lebih merapakan perencanaan, maka pada tahapan eksplorasi lebih
merupakan langkah implementasi dari perencanaan sebelumnya Maksudnya peneliti

terjun dalam kancah penelitian dan melakukan penelitian secara intensif Dengan kata
lain, peneliti

pada tahap ini telah mengetahui dengan jelas mengenai fokus

penelitiannya Observasi dilakukan peneliti terhadap obyek-obyek yang berkaitan era!

dengan fokus penelitian. Demikian juga wawancara tidak lagi bersifat umum, tapi
sudah berstruktur dan mendalam mengenai aspek-aspek yang menonjol dan penting.
3. Tahap Member Check

Pada tahap ini peneliti mengadakan triangulasi atau pemeriksaan terhadap
berbagai data yang telah dihimpun, sehingga dapat ditemukan kadar kepastian dan
kebenarannya Dengan kata lain, seluruh data yang terkumpul baik hasil wawancara

atau pengamatan dianalisis, dituangkan dalam bentuk laporan, diperbanyak, dibagikan

63

kepada responden yang bersangkutan untuk dibaca dan dinilai kesesuaiannya dengan
informasi yang diberikan masing-masing. Hal ini dilakukan agar responden dapat
meng-chek kebenaran laporan itu, dan hasil penelitian lebih dapat dipercaya

BABV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Mencermati hasil penelitian yang diketengahkan pada bab IV meliputi

deskripsi, interpretasi dan analisis mengenai pembinaan akhlaq remaja penderita
kecanduan obat bius di pesantren Suryalaya, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Upaya pesantren Suryalaya membina akhlaq remaja penderita kecanduan
obat bius melalui metode Tarekat Qadariyah Naqsabandiyah meliputi amaliah mandi

taubat, dzikir dan shalat, bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah SWT. sebagai cermin penyembuhan remaja dari penderitaan kecanduan
obat bius.

2. Dalam upaya pembinaan remaja penderita kecanduan obat bius di Inabah

Pesanfren Suryalaya dilakukan penciptaan suasana kondusif dan penataan fisik yang
memadai menyebabkan sebagian besar para remaja merasa nyaman, tentram dan
kerasan tinggal di lingkungan Inabah sambil mereka menikmati suasana kebebasan dan
kedekatan dirinya dengan Allah SWT

3. Proses pembinaan terhadap remaja penderita kecanduan obat bius melalui

amaliah Tarekat Qadariyah Naqsabandiyah di pesantren Suryalaya diwujudkan dalam

bentuk kegiatan yang diikuti seluruh anak bina mulai pukul 02.00 dini hari hingga
pukul 22.00. Meskipun kegiatan berjalan sangat padat, tetap mendorong anak bina
melakukannya karena kegiatan tersebut berjalan secara demokratis. Sehingga lambat

117

melakukannya karena kegiatan tersebut berjalan secara demokratis. Sehingga lambat
laum dapat mengurangi keinginan dan keterganhingan mereka mengkonsumsi obatobatterlarang.
B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis
mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Keberhasilan proses pembinaan akhlaq remaja penderita kecanduan obat

bius di Inabah salah satunya ditentakan oleh metode yang digunakan. Metode Tarekat
Qadariyah Naqsabandiyah (mandi taubat, dzikir dan shalat) telah membuktikan

keberhasilan yang sangat memuaskan. Untuk lebih mendukung terlaksanaimya
pembinaan remaja penderita kecanduan obat bius melalui metode tersebut disarankan

ada upaya kondusif lain dalam bentuk kegiatan rekreatif, berpetaatang, olah raga dan
kesenian yang dapat mengembangkan potensi dan menjadikan anak bina tidak merasa
jenuh dan bosan

2. Sebagai salah sata institasi keagaman yang berperan dalam melaksanakan

pembinaan akhlaq remaja penderita kecanduan obat bius, disarankan agar lingkungan
fisik Inabah diteta lebih baik. Adanya penambahan fasilitas fisik atau perabahan tela
ruang dan fasilitas yang ada di lingkungan Inabah, akan menimbulkan suasana bara

yang menjadikan anak bina merasa kerasan tinggal di Inabah dalam mengikuti
pembinaan

118

3. Agar pembinaan akhlaq remaja penderita kecanduan obat bius di Inabah

Pesanfren Suryalaya berhasil dengan optimal, disarankan adanya kerjasama yang baik

berbagai pihak, diantaranya sesepuh, pembina Inabah, serta dukungan penuh orang taa
4. Karena keterbatasan kemampuan dan wakta disarankan kepada mahasiswa

S-2 yang berminat pada kasus ini lebih mendalam dan komprehensif untuk melakukan
penelitian lebihlanjut dalam konteks Pendidikan Umum.

DAFTARPUSTAKA

Al-Qur'an

Abdullah Ali, (1991)

Problematika

Pergaulan

Remaja:

Upaya

Penanggulangan melalui Pendekatan Agama, Mimbar Stadi, IAIN Sunan
Gunung Djati, Bandung.

Abuddin Nata, (1996). Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers.

Abdullah Nashih Ulwan, (1988) Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam.

terjemahan

Saeful Kamalie, Jilid I dan E, Bandung, Asy-Syifa

Adil Rasyad Ghanim, (1995) Bersikap Islami (Tinjauan Pedagogis dan Psikologis)
Jakarta: Gema Insan Press.

Ahmad Amin, (1975). Etika (Emu Akhlak). Jakarta: Bulan Binteng.

Ahmad Baiquni, (1997). Al-Qur'an dan Emu Pengetahuan Kealaman. Yogyakarta
DanaBhakti Prima Yasa

Ahmad Tafsir, (1987). Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya

(1999> "Perfukah Mata Pelajaran Budi Pekerti di Sekolah"? Pikiran

Rakyat,(20Julil999).

A. Kosasih Djahiri, (1996). Menehisuri Dunia Afektif(Pendidikan Nilai dan Moral).
Laboratorium HOP: Bandung.

Alberty &Alberty, (1962). Reorganising The High School Curriculum. New York:
The Macmillan Company.

Anonimous, (1992). Konvensi Pendidikan Nasional H. University Press HOP
Bandung

Anonimous, (1993), Undang-undang Sistem
Grafika, Jakarta

'

Pendidikan Nasional, Sinar

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam (Tradisi dan Modemisasi Menuju Millenium
Bare), Logos, 1999, Jakarta

A. Zayadi, (1997), Implikasi Pendidikan Umum Terhadap Komunikasi Guru
Pendidikan Agama Islam Dalam Mengembangkan Afeksi Siswa, Tesis
Pascasarjana HOP, Bandung

Benyamin Spock, (1982). Membina Watak Anak. Jakarta: Gunung Jati.
Bogdan, RS. dan Guba, (1985) Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif alih
bahasa AnefFurqan, Surabaya: Surabaya

Charles Schaefer, (1997). How to Influence Children (Bagaimana Membimbing,

Mendidik dan Mendisiphnkan Anak secara Efektif). Alih bahasa : Turman

Sirait, Jakarta: Resta Agung.

Consuelo G. Sevilla dkk. (1993) Pengantar Metode Penelitian, Penerjemah
Ahmuddin Tuwu, Jakarta :UIPress

Dadang Hawari. (1998) Psikiater, Emu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. PT
Dana Bhakti Primaya, Yogyakarta

Djawad Dahlan, (1992). "Hakekat Tujuan Pendidikan Nasional". dalam Konvensi
Nasional Pendidikan Indonesia H. (1992). Peranan Manusia Indonesia
yang Benman dan Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa*. Medan.

Elizabeth B. Hurlock, (1994). Developmental Psychology (Psikologi

Perkembangan). Alih bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Gelora

AksaraPratama

E. Kostama, (1993). Studi Pendalaman Mengenai Metode Inabah dalam Upaya
Penyembuhan Penderita Ketagihan Zat Adiktif Melalui Proses Didik
Menurat Pondok Pesantren Suryalaya. Tasikmalaya: Yayasan Serba Bakti.

Hadari Nawawi, (1993). Pendidikan Dalam Islam. Surabaya: Al-Hchlas.
Harun Nasution, (1989). Islam Rasional. Bandung: Mizan.

Hasan Langgulung, (1985). Pendidikan dan Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Alhusna

HenryB. Nelson, (1952), The Fifty-First Yearbook of The National Society for
The Study of Education, Part I General Education, Thr University Chicago

Press,

Chicago.

HM Arifin, (1995) Kapha Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Bumi Aksara,
Jakarta

Ishak Solih, (1991), Akhlaq dan Tasawwuf, IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung
Juhaja S. Praja dkk. (1995). Model Tasawwuf Menurat Syari'ah. PT. Latifah Press
IAILM Pondok Pesanfren Suryalayajasimalaya

Lexy J. Maleong, (1993), Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya:
Bandung.

Lincolin, YS dan Guba, (1985), Naturalistik Inquiry, Sage Publications:Beverly Hill.
Linda &Richard Eyre, (1995). Mengajarkan Nilai-nilai kepada Anak-anak. Alih
bahasa Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

M. Athiyah Al-Abrasyi, (1987). Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Terjemahan
Bustami A. Ghani dkk. Jakarta: Bulan Bintang

ML Soelaeman, (1985). Suatu Upaya Pendekatan Fenomenologis Terhadap Situasi
Kehidupan dan Pendidikan Dalam Keluarga dan Sekolah. Disertasi Doktor
FPSIKIP, HOP Bandung: tidakditerbitkan.

Miqdad Yalzan, (1988). Potret Rumah Tangga Islami. Terjemahan SA. Zemol,
Bandung: Pustaka Mantiq.

Muhammad Al-Gozaly, (1975). Bimbingan Untuk Mencapai Mu'min. Terjemahan:
Moh. Abdai Rathomy, Bandung: CV. Diponogoro.

(1989) Akhlaq Seorang Muslim. Penyunting: H. Moh. Rifa'i, Bandung,
Wicaksana

Muhammad Ali Quthb, (1986). Sang Anak Dalam Pendidikan Islam. Terjemahan
Bahran Abu Bakar Disan, Bandung: CV. Diponogoro.

Muhammad Quthb, (1988). Sistem Pendidikan Islam. Terjemahan Salman Harun,
Bandung, Al-Ma'rif

Nana Sudjana dan Ibrahim, (1989), Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Sinar Bam:
Bandung

*

Natipulu, (1979), ^Pola Umum Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda,
Departemen Pendidikan danKebudayaan, Jakarta

Nurcholis Madjid, (1997). Masyarakat Religius. Jakarta: Paramadina

Nursid Sumaatmadja (1997). Manusia Dalam Konteks Sosial, Budaya dan
Lingkungan Hidup. Bandung: Alfabeta

Peorwadarminte, (1984), Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Jakarta

Phenix H. Philip, (1964). Realms of Meaning. New York: McGraw-Hill Book
Company.

Rachmal Djataika, (1985), Sistem Ethika Islam (Akhlaq Mulia). Pustaka Islam,
Surabaya

R. Soedjiran Resosoedarmo, dkk, ((1993). Pengantar Ekologi. Bandung: Remaja
Rosdakarya

Soerjono Soekanto, (1992). Sosiologi Keluaraga: Tentang Ikhwal Keluarga. Remaja
dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta

Sudarsono, (1989). Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja. Jakarta Rineka Cipta
S. Nasution, (1996), Metode Penefitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito: Bandung.
Thamrin Nasution, (1986). Peranan Orang Tua Dalam Meningkatkan Prestasi
Belajar Anak. Jakarta: PT. BPK. Gunung Mulia

Umar Hasyim, (1985). Cara Mendidik Dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu.

YusufAl-Qardawy, (1999). Pengantar Kajian Islam (Studi Analisrtik Komprehensif
tentang Pilar-pilar Substansial, Karakteristik, Tujuan dan Sumber Acuan
Islam). Jakarta Pustaka Al-Kautsar.

Zakiah Daradjat, (1976), Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Bulan Bintang,
Jakarta

, (1989). Kesehatan Mental. Jakarta- Gunung Agung.