Perilaku Remaja Pengguna Game Online (Studi Deskriptif Kualitatif Perilaku Remaja Pengguna Game online di Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun)

(1)

PERILAKU REMAJA PENGGUNA

GAME ONLINE

(Studi Deskriptif Kualitatif Perilaku Remaja Pengguna

Game

Online

di Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten

Simalungun)

SKRIPSI

SAIDAH H. NAIBAHO

100904120

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

PERILAKU REMAJA PENGGUNA

GAME ONLINE

(Studi Deskriptif Kualitatif Perilaku Remaja Pengguna

Game

Online

di Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten

Simalungun)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

SAIDAH H. NAIBAHO

100904120

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : SAIDAH H. NAIBAHO Nim : 100904120

Departemen : ILMU KOMUNIKASI

Judul : PERILAKU REMAJA PENGGUNA GAME ONLINE

(Studi Deskriptif Kualitatif Perilaku Remaja Pengguna Game online di Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Ilmu Komunikasi

Dr. Nurbani, M.Si Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A NIP. 196108021987012001 NIP. 1962082819870122001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP 196805251992031002


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia diproses sesuai dengan hokum yang berlaku

Nama : SAIDAH H. NAIBAHO NIM : 1009041290

Tanda Tangan :………. Tanggal : Maret 2014


(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : SAIDAH H. NAIBAHO Nim : 100904120

Departemen : ILMU KOMUNIKASI

Judul : PERILAKU REMAJA PENGGUNA GAME ONLINE

(Studi Deskriptif Perilaku Remaja Pengguna Game online di Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun).

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji Ketua Penguji :

Penguji : Penguji Utama :

Ditetapkan di : Medan Tanggal : Maret 2014


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan anugerah-Nya yang tak berkesudahan selama proses penulisan skripsi ini. Sungguh besar dan tak terhingga kasih karunia dari Tuhan untuk setiap nafas kehidupan yang tak henti-hentinya setiap hari Tuhan anugerahkan kepada peneliti, sehingga peneliti mampu melewati masa-masa sulit dan berjalan sejauh ini sehingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Peneliti juga mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua tercinta dan terkasih Bapak K. Naibaho dan Ibu R. Purba yang selalu mendukung dan menyemangati peneliti dalam proses penyusunan skripsi ini sampai dengan selesai. Skripsi saya yang berjudul “Perilaku Remaja Pengguna Game online (Studi Deskriptif Kualitatif Perilaku Remaja Pengguna Game online di Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun).” Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).

Dalam penyusunan skripsi ini, saya sebagai peneliti tidak terlepas bimbingan, dorongan, serta doa dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badarudin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Nurbani, M.Si selaku dosen pembimbing dan dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan dorongan, bimbingan, serta pengarahan dengan penuh kesabaran dan perhatian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Merupakan suatu


(7)

kesempatan yang baik dan berharga mempunyai dosen pembimbing seperti beliau.

5. Bapak Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm selaku Dosen Wali penulis yang banyak memberikan masukan, nasehat, bimbingan, dan dorongan kepada penulis.

6. Para dosen dan staff di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara khususnya dari Departemen Ilmu Komunikasi atas ilmu dan pengalaman hidup yang dibagikan selama masa perkuliahan sebagai bekal hidup di masa mendatang.

7. Kepada abang Frianto Naibaho, terimakasih untuk setiap bimbingan, dukungan dan motivasinya selama penulis mengikuti pendidikan sampai pada tahap peyelesaian skripsi ini dan tidak lupa juga untuk adikku terkasih Alm. Hemalina Naibaho terimakasih untuk setiap dukungan dan motivasimu selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Kepada seluruh pegawai di Kantor Camat kecamatan Silimakuta Kabupaten Silimakuta yang telah membantu dan mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian di Saribudolok.

9. Kepada Kak Maya dan pak Tangkas dan bagian pendidikan yang telah banyak membantu saya dalam segala urusan administrasi.

10.Kepada anggota keluarga semuanya Tulang J. Purba, Tulang S. Purba, K. Purba, Nanturang Sarah, Nanturang E. Saragih, Nanturang L. Saragih, Vovi, Doni, Nove, Yuni, Sarah, Olivia, Agus, Olan, Cornelia, Joshua, Namboru A. Naibaho, Pakki Joshua, Eda Candra dan keluarga semuanya terkhusus buat Melisa terimakasih telah menemani peneliti selama melakukan penelitian di Saribudolok dan terimakasih buat dukungan, doa dan motivasinya.

11.Kepada orang terkasih Koornelius, terimakasih buat penyemangatan, dukungan, motivasi, teman berbagi suka dan duka sampai akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

12.Kepada teman-teman saya yang selalu mendukung saya. Kepada Tia terimakasih untuk setiap motivasi, kritik dan saran yang sangat membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini dan sudah mau menjadi


(8)

teman berbagi suka, duka bahkan berbagi kamar hehehe. Elvi, Novia, dan Efrat terimakasih untuk setiap saran dan motivasi yang sangat membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Untuk Hagai terimakasih untuk dukungan, semangat, serta sarannya yang membangun dan terimakasih juga sudah menjadi ito dan teman berbagi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

13.Kepada kak Apri, kak Vana dan kak Eva yang memotivasi pada proses penyusunan skripsi serta seluruh teman-teman di Ilmu Komunikasi terkhusus stambuk 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. 14.Kepada teman-teman 1 kos di Jl. Terompet No. 52 Pasar 1, khususnya kak

Helida, kak Juwi dan lain-lain terimakasih buat dukungannya.

15.Kepada informan-informan yang telah meluangkan waktunya dan bersedia diwawancarai.

16. Semua pihak yang telah membantu saya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan menunjukkan kasih karunia-Nya dan memberkati kita semua beserta pihak yang telah membantu. Peneliti menyadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan perlu perbaikan. Karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap para pembaca berkenan menyampaikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan skripasi ini. Akhir kata, besar harapan saya agar skripsi ini dapat berguna dan membawa manfaat bagi pengembangan ilmu di masa mendatang dan menjadi sumbangan pemikiran bagi setiap pembacanya.

Medan, Maret 2014

Peneliti,


(9)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : SAIDAH H. NAIBAHO NIM : 100904120

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non eksklusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul”

PERILAKU REMAJA PENGGUNA GAME ONLINE (Studi Deskriptif Kualitatif Perilaku Remaja Pengguna Game online di Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun).

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Medan

Pada tanggal : Maret 2014

Yang Menyatakan


(10)

ABSTRAK

Penelitian berjudul Perilaku Remaja Pengguna Game Online (Studi Deskriptif Kualitatif Perilaku Remaja Pengguna Game Online di Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun). Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui profil remaja pengguna game online, untuk mengetahui proses penggunaan game online di kalangan remaja putra Saribudolok, dan untuk mengetahui perilaku remaja pengguna game online di Saribudolok. Game online adalah sebuah permainan (games) yang dimainkan di dalam suatu jaringan (baik LAN maupun Internet). Belakangan ini permainan game online sangat banyak diminati oleh orang-orang dewasa, remaja bahkan sampai menarik perhatian anak kecil. Game online itu sendiri bisa berkembang sangat pesat di Indonesia karena didukung dengan perkembangan internet. Teori yang relevan peneliti gunakan untuk membahas penelitian ini adalah Teori Komunikasi Intrapribadi, Teori tindakan yang beralasan (theory of reasoned action), Teori disonansi kognitif, Teori ketergantungan media, dan Teori Uses and Gratifications, Game Online, Remaja, dan Perilaku.

Metode penelitian yang dipilih adalah metode deskriptif kualitatif yang dapat menggambarkan tujuan penelitian ini dan dinarasikan secara konstruktivis, sehingga melalui penelitian ini dapat dipahami bagaimana perilaku remaja pengguna game online. Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in depth interwiev) terhadap enam orang remaja pengguna game online sebagai informan. Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa remaja pengguna game online di Saribudolok merupakan pengguna game online yang aktif. Mereka menggunakan game online adalah untuk memenuhi kebutuhannya akan hiburan. Komunikasi intrapribadi remaja pengguna game online di Saribudolok hanya kadang terwujud, apabila terwujud hanya kadang-kadang terwujud kedalam perilaku remaja pengguna game online tersebut. Alasannya karena rata-rata remaja pengguna game online tersebut sudah ketagihan dan ketergantungan kepada game online sebagai sarana pemuas kebutuhan mereka akan hiburan. Tetapi ketika mereka sedang bermain game online, mereka akan berusaha mewujudkan komunikasi intrapribadinya kedalam perilakunya. Perilaku yang muncul pada remaja pengguna game online setelah mereka mengenal game online menjadi sering berbohong, mengkhayal, lupa tugas mengerjakan sekolah, mau bekerja untuk mendapatkan uang, sering keluar malam untuk dapat bermain game online, dan keras kepala.


(11)

ABSTRACT

This study titled Adolescent Behavior Online Games Users (Qualitative Descriptive Study of Adolescent Behavior Online Games Users in the District Saribudolok Silimakuta Simalungun). This study aimed to determine the profile adolescent online game users, to determine the use of online games Saribudolok among young men, and to know the adolescent behavior of users of online games in Saribudolok. Online gaming is a game are played within a network (either LAN or Internet). Lately, online game play is very much in demand by adults, teenagers and even to attract the attention of young children. Online gaming itself can develop very rapidly in Indonesia because it is supported by the development of the internet. Relevant theory researchers use to discuss this research is intrapersonal Communication Theory, Theory of reasoned action, cognitive dissonance theory, media dependency theory, and the theory of Uses and Gratification, Online Games , Adolescent, and Behavior.

The research method chosen was a qualitative descriptive method to describe the purpose of this study is constructivist and narrated, so that through this research can be understood how the adolescent behavior of online game users. Information obtained through observation and in-depth interviews against six teenage online game users as informants. Based on this study found that teenage users of online games in Saribudolok are active users of online games. They use online game is to satisfy his need for entertainment. Intrapersonal communication teenage online game users in Saribudolok only occasionally realized, if realized only occasionally materialize into adolescent behavior online game users. The reason is because the average teen online game users are already addicted and the dependency to online gaming as a means of satisfying their need for entertainment. But when they are playing online games, they will strive to realize his intrapersonal communication into behavior. Behavior that appears in teens online game users after they become familiar with online games often lying, delusional, forget working on school assignments, willing to work to earn money, often out at night to be able to play games online, and stubborn .


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif/ Paradigma Kajian ... 7

2.1.1 Perspektif ... 7

2.1.2 Perspektif Konstruktivisme ... 8

2.2 Kajian Pustaka ... 10

2.2.1 Komunikasi ... 10

2.2.2 Komunikasi Intrapribadi ... 11

2.2.3 Teori Tindakan yang Beralasan (Theory of Reasoned Action) .... 21

2.2.4 Teori Disonansi Kognitif ... 23

2.2.5 Teori Ketergantungan Media ... 27

2.2.6 Teori Uses and Gratificationns ... 31

2.2.7 Game Online ... 35

2.2.8 Remaja ... 42

2.2.9 Perilaku ... 45

2.3 Model Teoritik ... 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 47

3.2 Objek Penelitian ... 48

3.3 Subjek Penelitian ... 48

3.4 Kerangka Analisis ... 48

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.6 Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 52


(13)

4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 52

4.1.2 Proses Penelitian ... 54

4.1.3 Profil Informan ... 57

4.1.4 Informan dan Proses Penggunaan Game Online ... 65

4.1.5 Perilaku Remaja Pengguna Game Online ... 78

4.2 Pembahasan ... 94

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 103

5.2 Saran ... 104

5.3 Implikasi ... 104

- Teoritis ... 104

- Praktis ... 105 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

- Surat Izin Penelitian - Panduan Wawancara - Hasil Wawancara - Dokumentasi Penelitian - Biodata Peneliti

- Daftar Bimbingan Skripsi


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Game Online di Indonesia 37

4.1 Karakteristik Informan 64

4.2 Informan dan Penggunaan Game Online 76 4.3 Perilaku Remaja Pengguna Game Online 89 4.4 Kesimpulan Hasil Penelitian 91


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Model Teoritis Theory of Reasoned Action 22  2.2 Elemen teori Uses and Gratifications 31   2.3 Formula teori uses and gratifications 33 2.4 Proses Teori uses dan gratifications 34 


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

- Surat Izin Penelitian - Panduan Wawancara - Hasil Wawancara - Dokumentasi Penelitian - Biodata Peneliti

- Daftar Bimbingan Skripsi

       


(17)

ABSTRAK

Penelitian berjudul Perilaku Remaja Pengguna Game Online (Studi Deskriptif Kualitatif Perilaku Remaja Pengguna Game Online di Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun). Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui profil remaja pengguna game online, untuk mengetahui proses penggunaan game online di kalangan remaja putra Saribudolok, dan untuk mengetahui perilaku remaja pengguna game online di Saribudolok. Game online adalah sebuah permainan (games) yang dimainkan di dalam suatu jaringan (baik LAN maupun Internet). Belakangan ini permainan game online sangat banyak diminati oleh orang-orang dewasa, remaja bahkan sampai menarik perhatian anak kecil. Game online itu sendiri bisa berkembang sangat pesat di Indonesia karena didukung dengan perkembangan internet. Teori yang relevan peneliti gunakan untuk membahas penelitian ini adalah Teori Komunikasi Intrapribadi, Teori tindakan yang beralasan (theory of reasoned action), Teori disonansi kognitif, Teori ketergantungan media, dan Teori Uses and Gratifications, Game Online, Remaja, dan Perilaku.

Metode penelitian yang dipilih adalah metode deskriptif kualitatif yang dapat menggambarkan tujuan penelitian ini dan dinarasikan secara konstruktivis, sehingga melalui penelitian ini dapat dipahami bagaimana perilaku remaja pengguna game online. Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in depth interwiev) terhadap enam orang remaja pengguna game online sebagai informan. Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa remaja pengguna game online di Saribudolok merupakan pengguna game online yang aktif. Mereka menggunakan game online adalah untuk memenuhi kebutuhannya akan hiburan. Komunikasi intrapribadi remaja pengguna game online di Saribudolok hanya kadang terwujud, apabila terwujud hanya kadang-kadang terwujud kedalam perilaku remaja pengguna game online tersebut. Alasannya karena rata-rata remaja pengguna game online tersebut sudah ketagihan dan ketergantungan kepada game online sebagai sarana pemuas kebutuhan mereka akan hiburan. Tetapi ketika mereka sedang bermain game online, mereka akan berusaha mewujudkan komunikasi intrapribadinya kedalam perilakunya. Perilaku yang muncul pada remaja pengguna game online setelah mereka mengenal game online menjadi sering berbohong, mengkhayal, lupa tugas mengerjakan sekolah, mau bekerja untuk mendapatkan uang, sering keluar malam untuk dapat bermain game online, dan keras kepala.


(18)

ABSTRACT

This study titled Adolescent Behavior Online Games Users (Qualitative Descriptive Study of Adolescent Behavior Online Games Users in the District Saribudolok Silimakuta Simalungun). This study aimed to determine the profile adolescent online game users, to determine the use of online games Saribudolok among young men, and to know the adolescent behavior of users of online games in Saribudolok. Online gaming is a game are played within a network (either LAN or Internet). Lately, online game play is very much in demand by adults, teenagers and even to attract the attention of young children. Online gaming itself can develop very rapidly in Indonesia because it is supported by the development of the internet. Relevant theory researchers use to discuss this research is intrapersonal Communication Theory, Theory of reasoned action, cognitive dissonance theory, media dependency theory, and the theory of Uses and Gratification, Online Games , Adolescent, and Behavior.

The research method chosen was a qualitative descriptive method to describe the purpose of this study is constructivist and narrated, so that through this research can be understood how the adolescent behavior of online game users. Information obtained through observation and in-depth interviews against six teenage online game users as informants. Based on this study found that teenage users of online games in Saribudolok are active users of online games. They use online game is to satisfy his need for entertainment. Intrapersonal communication teenage online game users in Saribudolok only occasionally realized, if realized only occasionally materialize into adolescent behavior online game users. The reason is because the average teen online game users are already addicted and the dependency to online gaming as a means of satisfying their need for entertainment. But when they are playing online games, they will strive to realize his intrapersonal communication into behavior. Behavior that appears in teens online game users after they become familiar with online games often lying, delusional, forget working on school assignments, willing to work to earn money, often out at night to be able to play games online, and stubborn .


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

Internet (interconnection-networking) adalah seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar sistem global Transmission Control Protocol/Internet Protocol Suite (TCP/IP) sebagai protokol pertukaran paket (packet switching communication protocol) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh dunia. Kelahiran internet telah memunculkan berbagai kesenangan baru yang bisa dinikmati pula sebagai sarana komunikasi dan penyaluran identitas bagi penggunanya, seperti misalnya game online. Online Games atau sering disebut Game online adalah sebuah permainan (games) yang dimainkan di dalam suatu jaringan (baik LAN maupun Internet). Belakangan ini permainan game online sangat banyak diminati oleh orang-orang dewasa, remaja bahkan sampai menarik perhatian anak kecil. Seiring perkembangan jaman dimana perkembangan ini merupakan era perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, remaja sudah banyak terlibat dalam perkembangan ini.

Game online itu sendiri bisa berkembang sangat pesat di Indonesia karena didukung dengan perkembangan internet. Pertumbuhan pengguna Internet di Indonesia semakin bertambah pesat setiap tahunnya. Jumlah pengguna internet tumbuh signifikan hingga 22% dari 62 juta di tahun 2012 menjadi 74,57 juta di tahun 2013. Menurut lembaga riset MarkPlus Insight, angka jumlah pengguna Internet di Indonesia akan menembus seratus juta jiwa di tahun 2015 nanti (http://www.the-marketeers.com).

Setiap tahun jumlah pemain game di Indonesia terus menerus bertambah, bahkan saat ini Indonesia mengalami pertumbuhan pemain game hingga 33% setiap tahunnya, dan sampai tahun 2012 di Indonesia terdapat tiga puluh juta pengguna game online dengan rata-rata umur pengguna antara 17 tahun hingga 40 tahun. Hasil penelitian Achjari (2000), menyimpulkan bahwa salah satu tujuan atau motif yang melatar belakangi penggunaan game online adalah sebagai hiburan. Lolly Amalia, Direktur Sistem Informasi, Perangkat Lunak dan Konten


(20)

Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) mengatakan, hingga saat ini jumlah warung internet yang tersebar di seluruh Indonesia mencapai 5 juta warnet dengan rata-rata tiap warnet memiliki sepuluh komputer. Sementara pengguna game online rata-rata enam orang per warnet, maka setidaknya ada tiga puluh juta orang Indonesia yang memainkan permainan interaktif tersebut. Atau dengan kata lain, satu dari delapan orang Indonesia adalah pemain game online.

Game online merupakan fenomena baru di Asia tenggara, namun memiliki banyak peminat, terutama di Indonesia. Game online di Indonesia terutama di kota-kota besar, game sangat digemari, dan para pemain game terutama remaja dapat berjam-jam duduk di depan komputer (Indira, 2011). Selain itu, Yee (2006) menjelaskan bahwa bermain Game Online dilakukan oleh remaja dengan motif yang bervariasi, mulai sebagai media hiburan hingga menjadi pekerjaan. (journal.unair.ac.id/.../Artikel BC.doc).

Generasi muda merupakan generasi penerus kelangsungan suatu bangsa, dimana generasi muda mempunyai peran dan kedudukan yang sangat strategis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pembinaan generasi muda adalah upaya yang terus berlanjut dan berkesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Generasi muda, terutama pada perkembangan masa remaja merupakan sebuah periode hidup yang merupakan transisi antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa transisi ini terdapat perubahan-perubahan yang tak terelakkan dari diri remaja, mulai dari aspek fisik, sosial, intelektual, dan emosi yang turut mempengaruhi masa remaja dalam bertingkah laku.

Kondisi remaja seringkali berada pada situasi yang membingungkan dimana ia akan meninggalkan masa kanak-kanak, kemudian akan memasuki masa dewasa yang sering menimbulkan pertentangan pula pada diri remaja. Salah satu sisi sifat-sifat yang tedapat pada remaja yang sedang dalam masa transisi tersebut seringkali ditandai dengan perbuatan yang anti sosial sebagai manifestasi dari pergolakan yang terjadi dalam diri mereka. Kondisi ini membuat remaja mengalami kebingungan seperti yang diungkapkan diatas, juga karena remaja sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan, baik itu lingkungan keluarga, teman


(21)

sebaya, juga masyarakat. Sifat-sifat yang anti sosial itu sering diwujudkan dalam bentuk perilaku. Salah satu perilaku tersebut adalah penggunaan game online.

Dari hasil survey di beberapa warnet umumnya terlihat dipenuhi oleh kalangan remaja yang selalu datang untuk menghabiskan waktunya bermain game online dan terkadang mereka rela untuk tidak masuk sekolah (bolos) hanya demi bermain game online. Apa yang dilakukan remaja tersebut terkadang tanpa diketahui oleh orang tua mereka, ada saja alasan mereka untuk meyakinkan orang tua nya, seperti itu belajar di rumah teman, atau ada acara sekolah. Dalam hal ini seharusnya para orang tua harus lebih memperhatikan lagi anak – anak mereka, paling tidak mengetahui kemana mereka setelah pulang sekolah). Dampak negatif dari game online adalah lupa beraktifitas, berbohong, pemborosan berjudi, perilaku menyimpang, hubungan dengan keluarga dan teman berkurang, kekerasan, rasa tak tenang saat tidak bermain games (http:// digilib.Unimed. ac .id /UNIMED-Undergraduate-0124171/25893). 

Bahkan baru-baru ini suatu peristiwa terjadi di Hongkong akibat game online seorang remaja nekat bunuh diri. Seperti yang dilansir laman Tech In Asia, Rabu (11/9/2013), seorang remaja berumur 18 tahun asal San Po Kong, Hong Kong dilaporkan nekat mengakhiri hidupnya sendiri gara-gara tertipu transaksi game online. Setelah diselidiki lebih lanjut, pihak kepolisian Hong Kong menemukan fakta yang mengindikasikan bahwa Chen telah menjadi korban penipuan pembelian mata uang virtual yang diperuntukkan bagi keperluan bermain game online. Pihak kepolisian juga menemukan jejak digital di PC milik Chen yang menginformasikan bahwa ia telah mengirimkan sejumlah uang untuk membeli mata uang virtual. Namun sayang, mata uang virtual yang dibelinya itu tak kunjung masuk ke dalam akun game online milik Chen. Chen diduga sadar telah menjadi korban penipuan dan merasa malu, hingga akhirnya memutuskan untuk bunuh diri. Pihak kepolisian Hong Kong sendiri hingga saat ini sedang melacak ke mana dan pada siapa sebenarnya Chen membeli mata uang virtual game online tersebut.

Di Hong Kong sendiri, tren game online dianggap sudah sangat merusak generasi muda karena membuat kecanduan dan membuat pemainnya mengesampingkan kepentingan menuntut ilmu. Pemerintah Hong Kong


(22)

dilaporkan kerap melakukan razia bagi para pelajar yang sedang berada di game center di waktu jam sekolah. Mereka yang tertangkap akan diberi hukuman, bahkan tak menutup kemungkinan mendekam di penjara anak-anak. (http://tekno.liputan6.com/read/689023/gara-gara-game-online-remaja-ini-nekat-bunuh-diri)

Hubungan dengan teman, keluarga jadi renggang karena waktu bersama mereka menjadi jauh berkurang. Pergaulan hanya di game online saja, sehingga membuat para pengguna game online jadi terisolir dari teman-teman dan lingkungan pergaulan nyata. Ketrampilan sosial berkurang, sehingga semakin merasa sulit berhubungan dengan orang lain. Perilaku jadi kasar dan agresif karena terpengaruh oleh apa yang kita lihat dan mainkan di game online. Pikiran jadi terus menerus memikirkan game yang sedang mereka mainkan. Pengguna jadi sulit konsentrasi terhadap studi, pekerjaan, sering bolos atau menghindari pelajaran. Membuat mereka sebagai pengguna game online jadi acuh tak acuh, dan kurang peduli terhadap hal-hal yang terjadi di sekelilingnya. Melakukan apa pun demi bisa bermain game, seperti berbohong, mencuri uang, dan terbiasa hanya berinteraksi satu arah dengan komputer membuat pengguna game online jadi tertutup, sulit mengekspresikan diri ketika berada di lingkungan nyata (http://smahangtuah2.org/magazine/kesehatan/61-dampak-negatif-dari-game-online.html). 

Pada saat menggunakan game online remaja sering lupa diri, sibuk dengan aktivitasnya sendiri sehingga lupa akan pentingnya berbaur dengan keluarga, masyarakat, teman sebaya untuk membangun jati diri yang baik, bukan dengan tenggelam pada permainan yang bersifat online tersebut. Ada saat-saat tertentu untuk setiap manusia berkomunikasi dengan dirinya sendiri akan sesuatu hal yang akan dia lakukan maupun komunikasikan. Demikian halnya dengan remaja karena remaja juga seorang individu yang sudah mampu berpikir sendiri. Ketika mereka menggunakan game online ada saatnya mereka berkomunikasi dalam dirinya sendiri akan apa yang sedang dia lakukan, apakah hal yang dia lakukan itu baik atau tidak. Pada saat-saat demikianlah komunikasi intrapribadi digunakan untuk mengambil suatu sikap atau tindakan yang akan mereka lakukan it.


(23)

Komunikasi intrapribadi atau komunikasi dengan diri sendiri adalah komunikasi proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu, atau dengan kata lain proses berkomunikasi dengan diri sendiri. Terjadinya proses komunikasi disini karena adanya seseorang yang memberi arti terhadap sesuatu objek yang diamatinya atau terbetik dalam pikirannya. Objek dalam hal ini bisa saja dalam bentuk benda, kejadian alam, peristiwa, pengalaman, fakta yang mengandung arti bagi manusia, baik yang terjadi di luar maupun dalam diri seseorang. Objek yang diamati mengalami proses perkembangan dalam pikiran manusia setelah mendapat rangsangan dari pancaindera yang dimilikinya. Hasil kerja dari proses pikiran tadi setelah dievaluasi pada gilirannya akan memberi pengaruh pada pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang (Hafied Cangara, 2005:30,31).

Wilayah penelitian yang dijadikan sebagai tempat sasaran dalam penelitian ini adalah daerah yang masih baru beberapa tahun terakhir mengenal teknologi, komunikasi dan informasi yaitu daerah Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun. Alasan dipilihnya daerah ini sebagai objek penelitian oleh peneliti adalah karena daerah ini termasuk daerah yang baru mengenal yang namanya game online sehingga banyak kaum remaja yang ketagihan dan merasa kertergantungan untuk menggunakan game online sebagai sarana hiburan (observasi peneliti). Penulis mengatakan demikian karena penulis bisa merasakan dan melihat langsung aktivitas para remaja tersebut ketika menggunakan game online.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui secara lebih dalam dan bukan sekedar melihat saja mengenai “Perilaku Remaja Pengguna Game Online”

1.2 Fokus Masalah

Masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Fokus masalah dari penelitian ini adalah “bagaimana perilaku remaja yang menggunakan situs game online?” dan penelitian ini dibatasi pada remaja putra yang berusia 13 -17 tahun di Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun.


(24)

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Bertitik tolak pada fokus masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui profil remaja pengguna game online.

2. Untuk mengetahui proses penggunaan game online di kalangan remaja putra Saribudolok.

3. Untuk mengetahui perilaku remaja putra pengguna game online di Saribudolok.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan berdaya guna sebagai berikut:

a. Secara teoritis

Penulis dapat menerapkan ilmu dan pengetahuan yang di dapat selama perkuliahan melalui penelitian ini sekaligus memperkaya wawasan penulis serta hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu komunikasi, khususnya komunikasi intrapribadi dan dapat memperkaya kajian komunikasi tersebut.

b. Secara Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi orangtua agar lebih memperhatikan cara hidup anaknya masing-masing.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran kepada masyarakat agar sadar dampak dari penggunaan game online.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Kajian

2.1.1 Perspektif

Perspektif adalah sudut pandang dan cara pandang kita terhadap sesuatu (Ardianto dan Q-Anees, 2007:75). Cara kita memandang atau pendekatan yang kita gunakan dalam mengamati kenyataan akan menentukan pengetahuan yang kita peroleh. Suatu perspektif (cara pandang) tidak berlaku secara semena-semena. Perspektif yang kita gunakan dalam menghampiri suatu peristiwa komunikasi akan menghasilkan perbedaan yang besar dalam jawaban dan makna yang kita deduksi. Kita bisa saja mengamati suatu peristiwa dengan pikiran yang terbuka dan netral, namun begitu kita harus mengobservasi suatu hal, kita akan melakukannya dengan cara tertentu.

Nilai perspektif tidak terletak dalam nilai kebenarannya atau seberapa baik ia mencerminkan realitas yang ada. Semua perspektif yang dapat diperoleh adalah benar dan mencerminkan realitas, walaupun setiap perspektif pada tahap tertentu kurang lengkap serta didistorsi. Jadi yang menjadi inti adalah upaya mencari perspektif yang dapat memberikan kepada kita konseptualisasi realitas yang paling bermanfaat bagi pencapaian tujuan kita. Paradigma merupakan suatu model dari ilmu pengetahuan dan kerangka berpikir. Menggunakan perspektif berarti menyadari bahwa suatu pemahaman selalu dibangun oleh kait kelindan antara apa yang diamati dan apa yang menjadi konsep pengamatan.

Konsekuensi dari penggunaan perspektif adalah kearifan untuk menyatakan bahwa apa yang kita ketahui sekarang bukanlah kebenaran mutlak, melainkan hanya pemahaman yang diciptakan manusia. Dan karena pemahaman kita adalah produk kemanusiaan, maka ia tunduk pada perubahan konseptual sebagaimana secara historis kita telah mengubah konsep dan perspektif untuk menciptakan pemahaman kita. Konsekuensi lainnya adalah kita bukan menemukan realitas tetapi menciptakan realitas. Alasannya karena ketika kita


(26)

melakukan penelitian kita tidak mungkin tidak mengorganisasikan pengamatan dan persepsi kita dan hal ini tidak dapat kita hindarkan saat melakukan penelitian. Penggunaan perspektif mewajibkan kita untuk toleran pada perbedaan cara pandang, juga telaten dalam menggunakan berbagai metode. Memilih suatu perspektif sama artinya dengan memilih mengerjakan hal-hal menurut suatu cara pandang tertentu, tidak menurut satu cara yang lain, yang serta merta berlaku secara universal (Ardianto dan Q-Anees, 2007:78). Pada perspektif yang kita pilih terkandung semua keuntungan dan keterbatasan, akan tetapi kita tidak memiliki hak untuk mengingkari nilai dan untuk mempermasalahkan validitas perspektif yang lain. Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah perspektif konstruktivisme.

2.1.2 Perspektif Konstruktivisme

Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyamapai pesan. Konstruktivisme justru mengaggangap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Komunikasi dipahami diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan-pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri sang pembicara. Oleh karena itu analisis dapat dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi (Ardianto dan Q-Anees, 2007:151).

Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah kontruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Konstruktivisme menolak pengertian ilmu sebagai yang terberi dari objek pada subjek yang mengetahui. Unsur subjek dan objek sama-sama berperan dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Konstruksi membuat cakrawala baru dengan mengakui adanya hubungan antara pikiran yang


(27)

membentuk ilmu pengetahuan dengan objek atau eksistensi manusia. Paradigma konstruktivis mencoba menjembatani dualisme objektivisme-subjektivisme dengan mengafirmasi peran subjek dan objek dalam konstruksi ilmu pengetahuan. Menurut Von Glasersfelt (1989) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Ardianto dan Q-Anees, 2007:154). Dalam perspektif konstruktivisme pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif dan bahwa pengetahuan bukanlah tertentu dan deterministik, tetapi suatu proses menjadi tahu. Pentingnya pengalaman dalam proses pengetahuan ini membuat proses konstruksi membutuhkan beberapa kemampuan sebagai berikut:

1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman;

2) kemampuan membandingkan, mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan dan perbedaan;

3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain. Von Glasersfeld dan Kitchener (1987) membuat gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut:

1) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. 2) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur

yang perlu untuk pengetahuan.

3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

Pada perspektif konstruktivis, kebenaran bukan pada kecocokan dengan realitas ontologis melainkan pada viabilitas, yaitu kemampuan suatu konsep atau pengetahuan dalam beroperasi. Pengetahuan yang kita kostruksikan itu dapat digunakan dalam menghadapi macam-macam fenomena dan persoalan yang berkaitan dengan pengetahuan tersebut.


(28)

2.2 Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa teori yakni: 2.2.1 Komunikasi

Pengertian komunikasi menurut beberapa ahli komunikasi yaitu, 1. Everet M. Rogers

Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dan sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

2. Prof. Dr. Alo Liliweri

Komunikasi adalah pengalihan suatu pesan dari suatu sumber kepada penerima agar dapat dipahami.

3. Bernard Berelson dan Gary A. Steiner

Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, ketrampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan symbol-simbol, kata-kata, gambar, figur, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang disebut dengan komunikasi.

Dari defenisi-defenisi komunikasi yang diungkapkan para pakar komunikasi dapat kita tarik sebuah pengertian komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Dalam hal ini komunikator dan komunikan bisa berada pada tingkat yang sama yaitu ketika komunikator dan komunikan terjadi dalam diri seseorang artinya dia yang menjadi komunikator sekaligus juga sebagai komunikan dalam proses komunikasi itu sendiri.

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan


(29)

bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?

Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:

1. Komunikator (siapa yang mengatakan?) 2. Pesan (mengatakan apa?)

3. Media (melalui saluran/ channel/media apa?) 4. Komunikan (kepada siapa?)

5. Efek (dengan dampak/efek apa?)

Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.

2.2.2 Komunikasi Intrapribadi

2.2.2.1Pengertian Komunikasi Intrapribadi

Komunikasi intra pribadi menurut pendapat beberapa ahli adalah:

1. Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang terjadi di dalam diri komunikator atau lazim disebut komunikasi dengan diri sendiri. Komunikasi intrapribadi merupakan dasar komunikasi antarpribadi (Dani Vardiansyah, 2004:30).

2. Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) adalah komunikasi dengan diri sendiri, baik kita sadari atau tidak seperti berpikir (Senjaya, 2007:72). Komunikasi ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam konteks lainnya, meskipun dalam disiplin ilmu komunikasi tidak dibahas secara rinci dan tuntas. Dengan kata lain, komunikasi intrapribadi ini inheren dalam komunikasi


(30)

orang, tiga-orang, dan seterusnya, karena sebelum berkomunikasi dengan diri-sendiri (mempersepsi dan memastikan makna pesan orang lain), hanya saja caranya sering tidak disadari. Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri.

3. Model Barnlund (seorang ahli komunikasi dari Amerika Serikat, Sean C. Barnlund, membuat dua model komunikasi, yaitu: model komunikasi antar pribadi dan model komunikasi intra pribadi. Model komunikasi ini memiliki arti komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Komunikasi disini merujuk pada proses pengolahan dan pembentukan informasi melalui sistem syaraf dan otak manusia sehubungan dengan adanya stimulus yang ditangkap melalui panca indera. Jalannya proses komunikasi intrapribadi menurut Barnlund dapat digambarkan dengan menjelaskan bahwa pada dasarnya tingkah laku nonverbal seseorang, apakah bervalensi positif, netral, negatif, dipengaruhi oleh isyarat-isyarat dan publik yang dialami atau yang sampai pada dirinya. Dalam kenyataannya, seseorang tentu saja akan mengalami berbagai isyarat (baik pribadi maupun publik) yang bervalensi positif, netral, maupun negatif. Namun menurut model ini, semua isyarat ini telah didecode, atau membentuk (encode) suatu isyarat tingkah laku nonverbal tertentu (positif, netral atau negatif) ( Marhaeni Fajar, 2009: 93).

4. Komunikasi dengan diri sendiri adalah komunikasi proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu, atau dengan kata lain proses berkomunikasi dengan diri sendiri. Terjadinya proses komunikasi disini karena adanya seseorang yang memberi arti terhadap sesuatu objek yang diamatinya atau terbetik dalam pikirannya. Objek dalam hal ini bisa saja dalam bentuk benda, kejadian alam, peristiwa, pengalaman, fakta yang mengandung arti bagi manusia, baik yang terjadi di luar maupun dalam diri seseorang. Objek yang diamati mengalami proses perkembangan dalam pikiran manusia setelah mendapat rangsangan dari pancaindera yang dimilikinya. Hasil kerja dari proses pikiran tadi setelah dievaluasi


(31)

pada gilirannya akan memberi pengaruh pada pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang (Hafied Cangara, 2005:30,31).

5. Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang. Orang itu berperan baik sebagai komunikator maupun sebagai komunikan. Dia berbicara kepada dirinya sendiri dan dijawab oleh dirinya sendiri (Onong Uchjana Effendi, 2003:57)

Memang tidak salah kalau komunikasi intrapribadi disebut melamun, tetapi jika melamun bisa mengenai segala hal misalnya melamun jadi orang kaya, melamun kawin lagi, dan lain sebagainya, komunikasi intrapribadi berbicara dengan diri sendiri dan bertanya jawab dengan diri sendiri dalam rangka berkomunikasi dengan orang lain, dan orang lain ini bisa satu orang, sekelompok orang, atau masyarakat keseluruhan. Jadi sebelum berkomunikasi dengan orang lain, dengan perkataan sebelum melakukan komunikasi sosial seseorang melakukan komunikasi intrapribadi dahulu.

Disaat kita sedang berbicara kepada diri kita sendiri, sedang melakukan perenungan, perencanaan, dan penilaian, pada diri kita terjadi proses neuro-fisiologis yang membentuk landasan bagi tanggapan, motivasi, dan komunikasi dengan orang-orang atau faktor-faktor dilingkungan kita (Casmir : 1974, 37). Ronald L. Applbaum, et.al dalam bukunya “ Fundamental Consept in Human Communication” (1973, 13) mendefinisikan komunikasi intrapribadi sebagai:

“ komunikasi yang berlangsung di dalam diri kita; ia meliputi kegiatan berbicara kepada kita sendiri dan kegiatan-kegiatan mengamati dan memberikan makna (intelektual dan emosional) kepada lingkungan kita.” (Communication that take the place within us; it includes the act of talking to ourselves and the acts of observing and attaching meaning (intellectual and emotional) to our environment).

Mampu berdialog dengan diri sendiri berarti mampu mengenal diri sendiri. Adalah penting bagi kita untuk bisa mengenal diri sendiri sehingga kita dapat berfungsi secara bebas di masyarakat. Belajar mengenal diri sendiri berarti belajar bagaimana kita berpikir dan berasa dan bagaimana kita mengamati,


(32)

menginterpretasikan dan mereaksi lingkungan kita. Oleh karena itu untuk mengenal diri pribadi, kita harus memahami komunikasi intrapribadi.

Seperti ditegaskan tadi bagi seorang komunikator melakukan komunikasi intrapribadi amat penting sebelum ia berkomunikasi dengan orang lain lebih-lebih jika komunikasi bersifat vertikal ke atas (upward vertical communication); kalau kita berkehendak mengubah perilaku atasan kita atau orang yang statusnya lebih tinggi daripada kita. Dengan terlebih dahulu di dalam diri pribadi kita memformulasikan pesan yang akan disampaikan kepada komunikan kita, komunikasi akan efektif sesuai dengan tujuan kita.

2.2.2.2 Sistem Komunikasi Intrapribadi

Komunikasi intrapersonal adalah proses pengolahan informasi yang meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir (Rakhmat, 2007:49). Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi adalah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respons.

I. Sensasi

Sensasi berasal dari kata “sense” artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. “Bila alat-alat indera mengubah informasi menjadi impuls-impuls saraf dengan ‘bahasa’ yang dipahami oleh (‘komputer’) otak maka terjadilah proses sensasi,” kata Dennis Coon (1997:79). “Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera,” tulis Benyamin B. Wolman (1973:343) (dalam Rakhmat, 2007:49).

Sensasi berhubungan erat dengan alat indera sebagai penerima informasi. Melalui alat inderalah manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya dan memperoleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya. Apa saja yang menyentuh alat indera dari dalam atau dari luar disebut stimuli (Rakhmat, 2007:50). Sensasi dipengaruhi oleh faktor situasional dan faktor personal.


(33)

II. Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspetasi, motivasi, dan memori (Desiderato (1976) dalam Rakhmat, 2007:51).

- Perhatian (Attention)

Kenneth E. Anderson (1972) mengatakan perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah (dalam Rakhmat, 2007:52). Perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain.

 Faktor eksternal penarik perhatian

Apa yang kita perhatikan ditentukan oleh faktor-faktor situasional dan personal. Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol antara lain: gerakan, intensitas stimuli, kebaruan, dan perulangan.

 Faktor internal penaruh perhatian

Ada kecenderungan kita melihat apa yang ingin kita lihat, kita mendengar apa yang kita dengar. Perbedaan perhatian ini timbul dari faktor-faktor internal dalam diri kita seperti faktor-faktor biologis, sosiopsikologis, motis sosiogenesis, sikap, kebiasaan dan kemauan, mempengaruhi apa yang kita perhatikan. Kenneth E. Anderson menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan oleh ahli-ahli komunikasi (dalam Rakhmat, 2007:54).

1. Perhatian itu merupakan proses yang aktif dan dinamis, bukan pasif dan refleksif. Kita secara sengaja mencari stimuli tertentu dan mengarahkan perhatian kepadanya. Sekali-sekali, kita mengalihkan perhatian dari stimuli yang satu dan memindahkannya pada stimuli yang lain.


(34)

2. Kita cenderung meperhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol, atau melibatkan diri kita.

3. Kita menaruh perhatian kepada hal-hal tertentu sesuai dengan kepercayaan, sikap, nilai, kebiasaan, dan kepentingan kita. Kita cenderung memperkokoh kepercayaan, sikap, nilai, dan kepentingan yang ada dalam mengarahkan perhatian kita, baik sebagai komunikator atau komunikate.

4. Kebiasaan sangat penting dalam menetukan apa yang menarik perhatian, tetapi juga apa yang secara potensial akan menarik perhatian kita.

5. Dalam situasi tertentu secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk menghindari terpaan stimuli tertentu yang ingin kita abaikan.

6. Walaupun perhatian kepada stimuli berarti stimuli tersebut lebih kuat dan lebih hidup dalam kesadaran kita, tidaklah berarti bahwa persepsi kita akan betul-betul cermat. Kadang-kadang konsentarsi yang sangat kuat mendistorsi persepsi kita.

7. Perhatian tergantung kepada kesiapan mental kita; kita cenderung mempersepsi apa yang memang ingin kita persepsi.

8. Tenaga-tenaga motivasional sangat penting dalam menentukan perhatian dan persepsi tidak jarang efek motivasi ini menimbulkan distraksi atau distorsi (meloloskan apa yang patut diperhatikan, atau melihat apa yang sebenarnya tidak ada).

9. Intensitas perhatian tidak konstan.

10.Dalam hal stimuli yang menerima perhatian, perhatian juga tidak konstan. Kita mungkin memfokuskan perhatian kepada objek sebagai keseluruhan, kemudian pada aspek-aspek objek itu, dan kembali lagi kepada objek secara keseluruhan.

11.Usaha untuk mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan karena usaha itu sering menuntut perhatian. Pada akhirnya, perhatian terhadap stimuli mungkin akan berhenti.

12.Kita mampu menaruh perhatian pada berbagai stimuli secara serentak. Makin besar keragaman stimuli yang mendapat perhatian, makin kurang tajam persepsi kita pada stimuli tertentu.

13.Perubahan atau variasi amat sangat penting dalam menarik dan mempertahankan perhatian.

- Faktor-faktor Fungsional yang Menentukan Persepsi

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor


(35)

personal. Persepsi bukan ditentukan jenis atau bentuk stimuli. Tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli. Nilai sosial suatu objek bergantung pada kelompok sosial orang yang menilai. Persepsi juga dipengaruhi faktor emosional, kebudayaan yang sudah merupakan disiplin tersendiri dalam psikologi antarbudaya dan komunikasi antarbudaya.

Kerangka Rujukan (Frame of Reference)

Kerangka rujukan adalah faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi. Pada awalnya konsep ini berasal dari penelitian psikofisik yang berkaitan dengan persepsi objek. Para psikolog sosial menerapkan konsep ini untuk menjelaskan persepsi sosial. Dalam komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya. Kerangka rujukan ini sangat berguna untuk menganalisa interpretasi perseptual dari peristiwa yang dialami (Rakhmat, 2007:58).

- Faktor-faktor Struktural yang Menentukan Persepsi

Faktor-faktor struktural semata-mata berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Manusia selalu memandang stimuli dalam konteksnya dan dalam strukturnya.

Krech dan Crutchfield (dalam Rakhmat, 2007:56) merumuskan beberapa dalil persepsi sesuai dengan penjelasan diatas yaitu:

1. Persepsi bersifat selektif secara fungsional.

Objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.

2. Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang diterima oleh kita tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi.

3. Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan.


(36)

Dalil ini berada pada konteks hubungan dimana jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras.

4. Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama (Rakhmat, 2007:56-61).

III. Memori

Memori memegang peranan penting dalam komunikasi intrapribadi yaitu mempengaruhi baik persepsi (dengan menyediakan kerangka rujukan) maupun berpikir. Menurut Schlessinger dan Groves (1976) memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya (Rakhmat, 2007:62).

Mussen dan Rosenzweig (1973) membagi proses pada memori melewati tiga tahap yaitu:

1. Perekaman (encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal.

2. Penyimpanan (storage) adalah menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa dan dimana. Penyimpanan bisa aktif saat kita menambahkan informasi dan bisa pasif saat tidak terjadi penambahan informasi.

3. Pemanggilan (retrieval) atau biasa kita sebut mengingat lagi adalah menggunakan informasi yang disimpan (Rakhmat, 2007:63).

- Jenis-jenis Memori

Pekerjaan memori pada tahap pertama dan kedua tidak diketahui tetapi pekerjaan memori pada tahap yang ketiga yaitu pemanggilan kembali ada empat cara dan akan dijelaskan sebagai berikut:

 Pengingatan (Recall) adalah proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas

 Pengenalan (Recognition)

 Belajar lagi (Relearning) yaitu menguasai pelajaran yang sudah pernah kita peroleh termasuk pekerjaan memori.

 Redintegrasi (Redintegration) adalah merekonstruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori kecil (Rakhmat, 2007:64).

- Mekanisme Memori

Ada tiga teori yang menjelaskan memori antara lain sebagai berikut:


(37)

 Teori Aus (Disuse Theory)

Teori ini menjelaskan memori hilang atau memudar karena waktu. William James dan Benton J. Underwood membuktikan dengan eksperimen bahwa makin sering mengingat, makin jelek kemampuan mengingat (Rakhmat, 2007:65).

 Teori Interferensi (Interference Theory)

Teori ini mengatakan memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada meja lilin atau kanvas itu. Interferensi adalah terhapusnya rekaman yang pertama atau mengaburkannya yang disebabkan oleh munculnya rekaman kedua. Lebih sering mengingat akan menyebabkan daya ingat kita jelek atau yang sering disebut dengan inhibisi proaktif (hambatan ke depan). Hambatan lainnya adalah hambatan motivasional (Rakhmat, 2007:65).

 Teori Pengolahan Informasi (Information Processing Theory) Teori ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang inderawi yaitu proses perseptual memori), kemudian masuk short-term memory (STM, memori jangka pendek); lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukkan ke dalam long-term memory (LTM, memori jangka panjang) (Rakhmat, 2007:66).

IV. Berpikir

Anita Taylor et al mendefinisikan berpikir adalah proses penarikan kesimpulan. Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem solving), dan menghasilkan yang baru (creativity). Memahami realitas berarti menarik kesimpulan, meneliti berbagai kemungkinan penjelasan dari realitas eksternal dan internal (Rakhmat, 2007:68).

Secara garis ada dua macam berpikir: berpikir austik (melamun misalnya fantasi, mengkhayal, wishful thinking) dan berpikir realistik (nalar ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata). Floyd L. Ruch menyebut tiga macam berpikir realistik (Rakhmat, 2007:69) yaitu:


(38)

 Berpikir deduktif ialah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan; yang pertama merupakan pernyataan umum atau silogisme. Dalam berpikir deduktif kita berpikir mulai dari hal-hal umum kemudian pada hal-hal yang khusus.

 Berpikir induktif ialah berpikir dimulai dari hal-hal yang khusus kemudian pada penarikan kesimpulan yang umum; kita melakukan generalisasi.

 Berpikir evaluatif ialah berpikir kritis, menilai baik buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif kita menambah atau mengurangi gagasan.

Berikut beberapa fungsi berpikir:

i. Menetapkan Keputusan (Decision Making)

Keputusan yang kita ambil beranekaragam. Tapi ada tanda-tanda umumnya: (1) keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual; (2) keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif; (3) keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan (Rakmat, 2007:71)

ii. Memecahkan Persoalan (Problem Solving)

Proses memecahkan persoalan berlangsung melalui beberapa tahap tahap yaitu:

1) Terjadi peristiwa ketika perilaku yang biasa dihambat karena sebab-sebab tertentu.

2) Menggali memori untuk mengetahui cara-cara apa saja yang efektif pada masa yang lalu.

3) Penyelesaian mekanis dengan melakukan uji coba.

4) Penggunaan lambang-lambang verbal atau grafis untuk mengatasi masalah, mencoba memahami situasi yang terjadi, mencari jawaban, dan menemukan kesimpulan yang tepat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemecahan masalah antara lain faktor situasional, personal, biologis, sosiopsikologis (contohnya motivasi, kepercayaan dan sikap yang salah, kebiasaan, emosi).

iii. Berpikir Kreatif (Creative Thinking)


(39)

1. Kreativitas melibatkan respons atau gagasan yang baru, atau yang secara statistik sangat jarang terjadi.

2. Kreativitas ialah dapat memecahkan persoalan secara realistis.

3. Kreativitas merupakan usaha untuk mempertahankan insight yang orisinal, menilai dan mengembangkannya sebaik mungkin (Rakhmat, 2007: 74,75).

Para psikolog menyebutkan lima tahap proses berpikir kreatif antara lain sebagai berikut:

1. Orientasi: Masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah diidentifikasi.

2. Preparasi: Pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah.

3. Inkubasi: pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar kita.

4. Iluminasi: Masa inkubais berakhir ketika pemikir memperoleh semacam ilham, serangkaian insight yang memecahkan masalah. Ini menimbulkan Aha Erlebnis.

5. Verifikasi: Tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai (Rakhmat, 2007:76).

Coleman dan Hammen (1974) mengatakan ada tiga faktor-faktor yang secara umum menandai orang-orang yang berpikir kreatif antara lain sebagai berikut:

1. Kemampuan kognitif: yaitu kecerdasan rata-rata. Kemampuan melahirkan gagasan-gagasan baru, gagasan-gagasan yang berlainan, dan fleksibilitas kognitif.

2. Sikap yang terbuka: orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal dan eksternal ; ia memiliki minat yang beragam dan luas.

3. Sikap yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri. Orang kreatif tidak senang digiring; ingin menampilkan dirinya semampu dan semaunya; ia tiodak terlalu terikat pada konvensi-konvensi sosial (Rakhmat, 2007:77).

2.2.3 Teori Tindakan yang Beralasan (Theory of Reasoned Action)

Teori tindakan yang beralasan menyatakan bahwa keputusan untuk melakukan tingkah laku tertentu adalah hasil dari sebuah proses rasional yang diarahkan pada suatu tujuan tertentu dan mengikuti urutan-urutan berpikir. Pilihan tingkah laku


(40)

dipertimbangkan, konsekuensi dan hasil dari setiap tingkah laku dievaluasi, dan dibuat sebuah keputusan apakah akan bertindak atau tidak. Kemudian keputusan ini direfleksikan dalam tujuan tingkah laku, dimana menurut Fishbein, Ajzen, dan banyak peneliti lain, seringkali dapat menjadi prediktor yang kuat terhadap cara kita akan bertingkah laku dalam situasi yang terjadi (menurut Ajzen, 1987 dalam Baron dan Donn, 2009:135).

Gambar 2.1: Model Teoritis Theory of Reasoned Action (Taylor dkk, 2009:204).

Teori ini juga menegaskan peran dari niat seseorang membentuk apakah sebuah perilaku akan terjadi dan teori ini secara tidak langsung menyatakan bahwa perilaku pada umumnya mengikuti niat dan tidak akan pernah terjadi tanpa niat. Niat seseorang juga dipengaruhi oleh sikap terhadap suatu perilaku, seperti apakah ia merasa suatu perilaku itu penting (Graeff dkk, 1996:27). Pada akhirnya teori ini ditentukan oleh dua faktor yaitu:

1. Sikap terhadap tingkah laku (attitudes toward a behavior) yaitu evaluasi positif atau negatif dari tingkah laku ditampilkan (apakah seseorang berpikir tindakan itu akan menimbulkan konsekuensi positif atau negatif) 2. Norma subjektif (Subjektif Norm) yaitu persepsi seseorang apakah orang

lain akan menyetujui atau menolak tingkah laku tersebut. Sikap

terhadap Evaluasi hasil perilaku

x

kemungkinan hasil

Perilaku Niat

perilaku Persetujuan atas perilaku oleh

orang lain yang signifikan x

motivasi untuk menuruti keinginan orang lain

Norma Sosial Subjektif


(41)

Teori ini berasumsi bahwa kita berperilaku sesuai dengan niat sadar kita, yang didasarkan pada kalkulasi rasional tentang efek potensial dari perilaku kita dan tentang bagaimana orang lain akan memandang perilaku kita (Taylor dkk, 2009:204). Poin utama teori ini adalah perilaku seseorang dapat diprediksikan dari behavioral intention (niat perilaku). Niat perilaku dapat diprediksikan melalui dua variabel utama: sikap seseorang terhadap perilaku dan norma sosial subjektif atau dengan kata lain Sikap kita terhadap segala sesuatu, yang berasal dari diri kita sendiri dan norma (yang secara subjektif) berlaku di masyarakat / perkumpulan dalam situasi yang sama yang mempengaruhi sikap kita akan segala sesuatu.

Theory of Reasoned Action sendiri lahir pada tahun 1980 yang dikembangkan oleh Martin Fishbein dan Icek Ajzen, adalah model yang bertujuan untuk memprediksi tujuan / motif / intensi dari sebuah perilaku dan tingkah laku, termasuk dari motif awal terjadinya perilaku hingga kenapa seseorang melakukan sebuah tingkah laku tersebut.

Theory of Reasoned Action memiliki asumsi-asumsi dasar dalam teorinya, yaitu:

1. Manusia adalah makhluk yang rasional dan akan melakukan pilihan / keputusan yang dapat diprediksi dalam ketentuan / kondisi tertentu yang spesifik.

2. “Intention of Act”, atau motif dari sebuah tindakan adalah faktor paling determinan dalam penentuan sebuah perilaku / tingkah laku / tindakan. 3. Manusia tidak selalu bertindak seperti apa yang ia harapkan / inginkan.

(Sumber:http://komunikasi.us/index.php/mata-kuliah/dmnm/4032-theory-of-reasoned-action).

2.2.4 Teori Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif pertama kali dikemukakan oleh psikolog Leon Festinger pada tahun 1957. Menurut Festinger, perilaku seseorang dapat dijelaskan dari keinginan mendasar pada diri seseorang untuk selalu konsisten antara sikap yang telah ada dengan perilaku aktualnya (M. Surip, 2011: 63). Kognisi terkait dengan sikap atau perilaku yang dipegang seseorang yang terekam dalam pikirannya. Lebih lanjut Festinger mengemukakan, bahwa seseorang dimotivasi untuk mengurangi ketidaknyamanan sebanyak mungkin, bahkan bila


(42)

perlu mengubah sikap yang sudah dianutnya. Disonansi kognitif sebagian besar merupakan teknik pembelaan diri yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh harga diri. Untuk mendapatkannya seseorang harus memiliki kemepuan beradaptasi dengan berbagai pilihan dan kemungkinan yang beragam.

Istilah disonansi kognitif menurut Festinger berarti ketidaksesuain antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya itu, (Effendy,2003: 262). Dalam kamus komunikasi dissonance artinya “situasi psikologi yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari ketidakserasian antara dua unsur atau hal dalam suatu proses komunikasi (M. Surip, 2011: 64). Secara defenitif, cognitive dissonance berasal dari dua suku kata, yaitu cognitive dan dissonance. Cognitive merupakan knowledge (pengetahuan), sedangkan dissonance dikatakan sebagai ketidakcocokan (incongruity). Teori ini mengemukakan bahwa keyakinan sesorang dapat berubah pada saat mereka sedang berada pada situasi konflik. Ini dapat terjadi karena pada dasarnya manusia didorong oleh keinginan untuk selalu berada dalam suatu keadaan psikologis yang seimbang (konsonan).

Teori disonansi beranggapan bahwa dua elemen pengetahuan “merupakan hubungan yang disonan (tidak harmonis) apabila, dengan mempertimbangkan dua elemen itu sendiri, pengamatan satu elemen akan mengikuti elemen satunya.” Sebagaimana teori-teori konsistensi lainnya , teori ini berpendapat bahwa disonansi, karena “karena secara psikologis tidak nyaman, maka akan memotivasi seseorang untuk berusaha mengurangi disonansi dan mencapai harmoni/keselarasan” dan “selain upaya itu orang juga akan secara aktif menolak situasi-situasi dan informasi yang sekiranya akan meningkatkan disonansi.”

Dalam disonansi kognitif elemen-elemen yang dipermasalahkan mungkin adalah (1) tidak relevan satu sama lain, (2) konsisten satu sama lain (dalam istilah Festinger, harmoni), atau (3) tidak konsiten satu sama lain (disonan/tidak harmonis, dalam istilah Festinger). Hubungan tidak selalu dikaitkan secara logis konsistensi atau inkonsistensi. Suatu hubungan bisa saja secara logis konsisten


(43)

bagi seorang pengamat sedangkan secara psikologis konsiten bagi seseorang yang percaya pada pengamatan ini.

Beberapa konsekuensi yang lumayan menarik muncul dari teori disonansi, khususnya di bidang-bidang pengambilan keputusan dan permainan peran (role playing).

Pengambilan Keputusan

Dalam pengambilan keputusan, disonansi diprediksikan akan muncul karena alternatif pilihan yang ditolak berisi fitur-fitur yang akan mengakibatkan ia diterima dan alternatif pilihan yang dipilih berisi fitur-fitur yang akan mengakibatkan ia ditolak. Dengan kata lain, semakin sulit sebuah keputusan dibuat, maka semakin besar disonansi setelah keputusan diambil (disonansi pasca-keputusan). Selain itu, semakin penting sebuah keputusan, maka semakin besar pula disonansi pasca-keputusan.

Setelah keputusan diambil diantara banyak alternatif pilihan yang diranking sesuai keinginan, maka alternatif pilihan yang dipilih akan terihat lebih sesuai keinginan dibandingkan ketika ia belum diputuskanm untuk dipilih, dan alternatif pilihan yang ditolak tampak memang tidak sesuai dengan keinginan kita dibandingkan sebelum keputusan untuk memilih diambil (Brehm, 1956 dalam Severin dan Tankard, 2005: 166). Proses pasca-keputusan meliputi perubahan kognitif yang tidak berbeda dengan perubahan sikap; efek proses ini benar-benar secara sah bisa disamakan dengan perubahan sikap (Keisler, Collins, dan Miller, 1969:205 dalam Severin dan Tankard, 2005:166).

Kepatuhan Terpaksa

Sebuah area menarik, meskipun secara tidak langsung berkaitan dengan media massa, adalah perubahan sikap akibat kepatuhan terpaksa. Teori disonansi merumuskan bahwa ketika seseorang ditempatkan pada sebuah situasi dimana dia haris berperilaku di depan umu yang bertentangan dengan sikapnya pribadi, maka dia mengalami disonansi dari pengetahuan tentang fakta tersebut. Situasi semacam itu sering terjadi


(44)

sebagai akibat dari janji pemberian penghargaan atau ancaman hukuman, tetapi kadang hanya akibat tekanan kelompok untuk menyesuaikan terhadap sebuah norma yang tidak terlalu disetujuinya.

Apabila seseorang menunjukkan tindakan di depan umum yang tidak konsisten dengan sikapnya sendiri, diprediksikan akan terjadi disonansi. Satu cara mengatasi disonansi ini adalah mengubah sikap diri untuk disesuaikan dengan perilaku publik. Apabila ada janji penghargaan atau ancaman hukuman yang cukup besar, seseorang dapat selalu merasionalisasi perilaku publik yang tidak cocok dengan keyakinan atau sikapnya (Severin dan Tankard, 2005:166).

Paparan Selektif dan Perhatian Selektif

Teori disonansi memprediksikan bahwa setiap individu akan menolak informasi yang mengakibatkan disonansi, dan terdapat cukup bukti yang menunjukkan bahwa personel media sangat menyadari hal ini. Beberapa peneliti telah berpendapat bahwa seseorang tidak secara lumrah memilih atau menolak seluruh pesan (paparan selektif) karena kita sering tidak dapat menilai isi pesan sebelumnya. Biasanya kita dikelilingi oleh orang-orang dan media yang setuju dengan kita dalam isu-isu besar (McGuire, 1968 dalam Severin dan Tankard, 2005:167).

Sejumlah peneliti berpendapat bahwa banyak orang yang secara khusus akan memperhatikan bagian-bagian sebuah pesan yang tidak bertentangan dengan sikap, kepercayaan, atau perilaku yang dianutnya (perhatian selektif) dan tidak memperhatikan bagia-bagian sebuah pesan yang sangat bertentangan dengan posisinya dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan atau disonansi psikologis. Terdapat banyak bukti bahwa orang akan memperhatikan hal-hal yang tidak mendukung posisi mereka apabila mereka yakin bahwa hal-hal itu akan mudah disangkal, tetapi mereka akan menolak informasi yang mendukung posisi mereka bila informasi itu lemah. Bukti yang kedua tersebut dapat menyebabkan mereka kehilangan kemantapan pada posisi awal.


(45)

Terdapat beberapa bukti bahwa pilihan-pilihan dalam hiburan dibuat “mendadak” atau secara spontan, bukan dengan paparan selektif yang dipertimbangkan. Namun, penelitian (Bryant dan Zillman, 1984:307-308.309 dalam Severin dan Tankard, 2005:169) telah menunjukkan bahwa orang tampaknya memilih hiburan secara intuitif, tergantung mood/selera mereka. Penelitian ini mengatakan bahwa semua orang yang sedang malang nasibnya bisa diharapkan mencari, dan mendapatkan, kesenangan dari komedi. Tetapi, orang-orang yang terprovokasi, marah enggan menonton komedi antagonistic dan memilih tayangan alternatif lain (Zillman, Hezel, Dan Medoff, 1980 dalam Severin dan Tankard, 2005:170)

Pengingatan Selektif

Pengingatan selektif cenderung mengingat hal-hal yang sesuai dengan “kerangka rujukan penting”, sikap, keyakinan, dan perilaku mereka dan melupakan hal-hal yang tidak sejalan dengan mereka (Severin dan Tankard, 2005:170).

Teori disonansi kognitif ini dapat diasumsikan sebagai berikut:

1. Teori ini banyak berhubungan dengan sikap, perubahan sikap, dan persuasi.

2. Keadaan inkonsistensi atau ketidakselarasan antara kognitif dan tindakan. 3. Perubahan sikap akan mudah terjadi apabila berada dalam ketidak

seimbangan kognitif diantara komponen sikap dalam diri individu.

4. Ketidaksesuain antara kognisi sebagai aspek dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang.

5. Seseorang yang mengalami disonansi antara sikap dan perilakunya akan mengubah salah satu apakah sikap ataukah perilaku.

6. Keinginan mendasar pada diri seseorang untuk selalu konsisten antara sikap yang telah ada dengan perilaku aktualnya di langgar.

7. Ketidakkonsistenan antara kepercayaan atau tindakan yang menimbulkan ketidaknyamanan. (M. Surip, 2011:66).

2.2.5 Teori Ketergantungan Media

Teori yang dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L. DeFleur (1976, Senjaya, 2007:5, 27) memfokuskan perhatiannya pada kondisi sturuktural suatu masyarakat yang mengatur kecenderungan terjadinya efek suatu media massa. Teori ini pada dasarnya merupakan suatu pendekatan struktur sosial


(46)

yang berangkat dari gagasan mengenai sifat suatu masyarakat modern (atau masyarakat massa), dimana media massa dapat dianggap sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas sosial. Pemikiran terpenting dari teori ini adalah bahwa dalam masyarakat modern, audience menjadi tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan tentang, dan orientasi kepada, apa yang terjadi dalam masyarakatnya. Jenis dan tingkat ketergantungan akan dipengaruhi oleh jumlah kondisi struktural, meskipun kondisi terpenting terutama berkaitan dengan tingkat perubahan, konfliknya atau tidak stabilnya masyarakat tersebut, dan kedua, berkaitan dengan apa yang dilakukan media yang pada dasarnya melayani berbagai fungsi informasi. Dengan demikian, teori ini menjelaskan hubungan antara tiga perangkat variabel utama dan menetukan jenis, efek tertentu sebagai hasil interaksi antar ketiga variabel tersebut.

Menurut Sendjaja (dalam Burhan Bungin, 2008:283), pembahasan lebih lanjut mengenai teori ini ditujukan pada jenis-jenis efek yang dapat dipelajari melalui teori ini. Secara ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: (a) Kognitif, menciptakan atau menghilangkan ambiguitas, pembentukan sikap, agenda-setting, perluasan sistem keyakinan masyarakat, penegasan/penjelasan nilai-nilai; (b) Afektif, menciptakan ketakutan atau kecemasan, dan meningkatkan atau menurunkan dukungan moral; dan (c) Behavioral, mengaktifkan atau menggerakkan atau meredakan, pembentukan isu tertentu atau penyelesaiannya, menjangkau atau menyediakan strategi untuk suatu aktivitas serta menyebabkan perilaku dermawan.

Teori ini berasumsi bahwa semakin seseorang menggantungkan kebutuhannya untuk dipenuhi oleh penggunaan media, semakin penting peran media dalam hidup orang tersebut sehingga media akan semakin memiliki pengaruh kepada orang tersebut. Dari persfektif sosial makroskopik, jika semakin banyak orang bergantung pada media, maka institusi media akan mengalami perubahan, pengaruh media keseluruhan akan muncul, dan peran media di


(47)

masyarakat akan menjadi lebih besar. Melvin De Fleur dan Sandra Ball Rokeach telah memberikan penjelasan yang lebih utuh ke dalam beberapa pernyataan.

Pertama “dasar pengaruh media terletak pada hubungan antara sistem sosial yang lebih besar, peranan media di dalam sistem tersebut dan hubungan khalayak terhadap media”. Efek terjadi, bukan karena semua media berkuasa atau sumber yang kuat mendorong kejadian tersebut, tetapi karena media bekerja dengan cara tertentu dalam sebuah sistem sosial tertentu untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan khalayak tertentu.

Kedua “derajat ketergantungan khalayak terhadap informasi media adalah variabel kunci dalam memahami kapan dan bagaimana pesan media mengubah keyakinan, perasaan, atau perilaku khalayak”. Kejadian dan bentuk efek media akhirnya bergantung pada khalayak serta berhubungan dengan seberapa penting sebuah medium atau pesan tertentu terhadap mereka. Penggunaan media oleh orang-orang menentukan pengaruh media. Jika kita bergantung pada banyak sumber lain media untuk mendapatkan informasi mengenai suatu peristiwa, maka peranan media lebih sedikit daripada jika kita bergantung sepenuhnya pada sumber media yang sedikit.

Ketiga “dalam masyarakat industri, kita menjadi semakin bergantung pada media (a) untuk memahami dunia sosial, (b) untuk bertindak dengan benar dan efektif di dalam masyarakat serta (c) untuk fantasi dan pelarian”. Ketika dunia semakin rumit dan berubah semakin cepat, maka kita tidak hanya semakin besar membutuhkan media untuk membantu kita memahami dan mengerti respon terbaik yang bisa kita berikan serta membantu kita dan mengerti respon terbaik yang bisa kita berikan serta membantu kita santai dan bertahan, tetapi juga kita pada akhirnya tahu sebagian besar dunia melalui media tersebut. Teman-teman dan keluarga barangkali tidak tahu banyak mengenai apa yang terjadi di dunia sosial yang lebih besar kecuali dari apa yang mereka pelajari di media. Ketika kita menggunakan media untuk memaknai dunia sosial, maka kita mengizinkan media membentuk pengharapan kita.


(48)

Terakhir “semakin besar kebutuhan sehingga semakin besar ketergantungan, semakin besar kemungkinan” bahwa media dan pesan yang mereka produksi akan memiliki efek. Tidak semua orang akan dipengaruhi secara sama oleh media. Mereka yang memiliki kebutuhan lebih, yang lebih bergantung kepada media, akan saling berpengaruh.

Teori ini menyebutkan bahwa kepercayaan individu pada media (massa) berkembang, saat kebutuhan informasional seseorang pada hal tertentu tidak dapat dijumpai melalui pengalaman langsung. Masyarakat percaya, informasi media baik itu hiburan, norma, dan nilai sebagai suatu komoditas berharga, sehingga teori ini mengakui dependensi sangat berbeda dari individu yang satu dengan yang lain, dari satu kelompok dan bahkan dari satu budaya ke budaya lain (M. Surip, 2011:190).

Menurut Infante (2003) (dalam M. Surip, 2011:190) untuk lebih memahami substansi teori ini berikut akan dipaparkan sejumlah asumsi pokok yang mendasari teori ini yaitu:

a) Jika media mempengaruhi masyarakat, hal itu karena media memenuhi kebutuhan dan keinginan audience, bukan karena media menggunakan beberapa pengawasan pada individu,

b) Orang menggunakan media dalam bagian yang besar menentukan berapa banyak media akan mempengaruhi mereka, misalnya, semakin audience tergantung pada informasi dari media, semakin besar kemungkinan media akan mempengaruhi sikap, kepercayaan dan bahkan tingkah laku audience,

c) Karena peningkatan kompleksitas masyarakat modern, kita bergantung banyak pada media untuk membantu memahami dunia kita, membantu kita membuat keputusan yang memperkenankan kita menanggulangi kehidupan dengan lebih baik,

d) Individu yang memiliki kebutuhan yang lebih banyak akan informasi, pelarian atau fantasi akan lebih dipengaruhi oleh media dan mempunyai ketergantungan media yang lebih besar.


(49)

2.2.6 Teori Uses and Gratifications

Teori Uses and gratifications ini pertama kali dikenalkan oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz pada tahun 1974 dalam buku The Uses of Mass Communication; Current perspectives on Gratifications Research (M.Surip 2011: 210). Teori Uses and gratifications milik Blumer dan Katz ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain pengguna media itu adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya, teori Uses and Gratifications mengasumsikan bahwa pengguna mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya (Nurudin, 2004:181).

Katz (1974) menggambarkan logika yang mendasari penelitian mengenai media uses dan gratifications sebagai berikut:

(1) Kondisi sosial psikologis seseorang akan menyebabkan adanya (2) kebutuhan yang menciptakan (3) harapan-harapan terhadap (4) media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa kepada (5) perbedaan pola penggunaan media (atau keterlibatan dalam aktivitas lainnya) yang akhirnya akan menghasilkan (6) pemenuhan kebutuhan dan (7) konsekuensi lainnya, termasuk yang tidak diharapkan sebelumnya (Senjaya, 2007:5.40).

Sebagai tambahan bagi elemen-elemen dasar tersebut di atas, pendekatan Uses and Gratifications sering memasukkan unsur motif untuk memuaskan kebutuhan dan alternatif-alternatif fungsional untuk memenuhi kebutuhan. Karl Erick Rosengren memodifikasi 7 elemen di atas menjadi 11 elemen yang dijabarkannnya dalam model sebagai berikut:

1. Kebutuhan mendasar tertentu dalam interaksinya dengan

2. Berbagai kombinasi antara intra dan ekstra individu

dan juga dengan

3. Struktur masyarakat, termasuk struktur media


(50)

4. Berbagai pencampuran personal individu

dan

5. Persepsi mengenai solusi bagi persoalan tersebut

Kombinasi persoalan dan solusinya menunjukkan

6. Berbagai motif untuk mencari pemenuhan atau penyelesaian persoalan

Yang menghasilkan

7. Perbedaan pola konsumsi media dan

8. Perbedaan pola perilaku lainnya yang menyebabkan

9. Perbedaan pola konsumsi yang dapat mempengaruhi

10.Kombinasi karakteristik intra dan ekstra individu

Yang sekaligus akan mempengaruhi pula

Gambar 2.2: Elemen teori Uses and Gratifications (Senjaya, 2007:5.41) Ada beberapa asumsi yang mendasari teori ini, baik yang dikemukakan oleh Katz, Gurevitch dan Hass (1974), Dominick (1996) maupun oleh McQuail (2005). Asumsi-asumsi dasar tersebut antara lain adalah ;

1. Khalayak merupakan sekelompok konsumen aktif yang secara sadar menggunakan media sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan personal maupun kebutuhan sosial yang diubah menjadi motif-motif tertentu.

2. Pemilihan media dan isinya merupakan sebuah tindakan yang beralasan serta memiliki tujuan dan kepuasan tertentu sesuai dengan inisiatif khalayak.

3. Seluruh faktor yang ada pada formasi khalayak aktif seperti motif, gratifikasi yang diharapkan dan gratifikasi yang diterima secara prinsip 11.Struktur media dan berbagai

struktur politik, kultural, dan ekonomi dalam masyarakat


(51)

dapat diukur karena khalayak memiliki kesadara diri yang memadai mengenai penggunaan media, kepentingan dan motivasinya sehingga dapat menjadi bukti bagi peneliti.

4. Media massa bersaing dengan sumber-sumber lain untuk dapat memenuhi kebutuhan audiens.

Teori ini membahas tentang penggunaan media massa oleh khalayak aktif. Dengan kata lain, penggunaan media oleh khalayak diasumsikan sebagai sebuah perilaku aktif dimana khalayak dengan sadar memilih dan mengkonsumsi media tertentu. Teori ini jelas merupakan kebalikan dari teori peluru. Dalam teori peluru media itu sangat aktif dan all powerfull sementara audience berada di pihak yang pasif. Sementara dalam teori uses and gratification ini ditekankan bahwa audience itu aktif untuk memilih mana media yang harus dipilih untuk memuaskan kebutuhannya. Teori ini juga lebih menekankan pada pendekatan manusiawi di dalam melihat media. Artinya, manusia itu punya otonomi, wewenang untuk memperlakukan media. Blumer dan Katz percaya bahwa tidak hanya ada satu jalan bagi khalayak untuk menggunakan media. Sebaliknya, mereka percaya bahwa ada banyak alasan khlayak untuk menggunakan media.

Menurut pendapat teori ini, konsumen media mempunyai kebebasan untuk memutuskan bagaimana (lewat media mana) mereka menggunakan media dan bagaimana media itu akan berdampak pada dirinya. Teori ini juga menyatakan mungkin bahwa media dapat mempunyai pengaruh jahat dalam kehidupan. Sementara Schramm dan Potter dalam bukunya Men, Women, Message, Media (1982, dalam Nurudin, 2004:182) pernah memberikan formula untuk menjelaskan bekerjanya teori ini.

Gambar 2.3: Formula teori uses and gratifications

Imbalan disini bisa berarti imbalan yang saat itu juga diterima segera atau imbalan yang tertunda. Imbalan itu memenuhi kebutuhan khalayak. Misalnya, seorang anak membutuhkan hiburan melalui media televisi, dan dia memilih

Janji Imbalan

--- = Probabilitas seleksi Upaya yang diperlukan


(1)

138   

DOKUMENTASI PENELITIAN

Informan pertama sedang menggunakan game online Pool Live Tour


(2)

Informan ketiga sedang menggunakan game online Point Blank (PB)

Informan keempat ketika sedang diwawancarai dan sedang menggunakan game Pool Live Tour


(3)

140   

Informan kelima ketika sedang diwawancarai

Informan keenam sedang diwawancarai dan sedang menggunakan game Point Blank (PB)


(4)

Pengunjung warnet Issa. Studio. Net di Jl. Kemakmuran Saribudolok


(5)

142   

BIODATA

Data Pribadi

Nama : Saidah H. Naibaho Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Kelahiran : Bandar Raya, 5 Desember 1991 Umur : 22 tahun

Status : Belum Menikah Anak ke : 2 dari 3 bersaudara Warga Negara : Indonesia

Agama : Katolik

Alamat : Jl. Terompet No.52 Pasar 1 Padang Bulan, Medan Nomor Telepon : 085207325325/087768844138

Email : sddhartaty@gmail.com Nama Orang Tua

Ayah : K. Naibaho Ibu : R. Purba Siboro

Riwayat Pendidikan

1. SD RK Don Bosco Saribudolok (tahun 1997-2003) 2. SMP RK Bunda Mulia Saribudolok (tahun 2003-2006) 3. SMA Negeri 1 Silimakuta, Saribudolok (tahun 2006-2009)

4. Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi, Medan sampai sekarang (tahun 2010 sampai sekarang)

Medan, Maret 2014


(6)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jl. Dr. A. Sofyan No. 1 Telp (061) 8217168

LEMBAR CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI NAMA : Saidah H. Naibaho

NIM : 100904120

PEMBIMBING : Dr. Nurbani, M.Si

No. Tanggal Pertemuan Pembahasan Paraf Pembimbing

1. 19 November 2013 Seminar Proposal

2. 2 Desember 2013 Penyerahan pedoman pertanyaan

3. 4 Desember 2013 Bimbingan pedoman wawancara

4. 11 Desember 2013 ACC pedoman wawancara 5. 19 Desember 2013 Diskusi hasil penelitian

sementara

6. 18 Januari 2014 Penyerahan bab 1,2,3 dan bimbingan hasil wawancara 7. 26 Februari 2014 Penyerahan bab 1,2,3,4 dan 5 8. 13 Maret 2014 Penyerahan Revisi bab

1,2,3,4 dan 5

9. 17 Maret 2014 Bimbingan skripsi bab 1,2,3,4 dan 5

10. 21 Maret 2014 Penyerahan revisi bab 1,2,3,4 dan 5

11. 28 Maret 2014 ACC Bab 1,2,3,4 dan 5