TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA Tinjauan Yuridis Tentang Perkawinan Anak Di Bawah Umur Dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo).

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN ANAK
DI BAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA
(Studi Kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo)

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat
Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh:

RABBIL SONYA GESA
C.100.080.146

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012

ABSTRAK
Rabbil Sonya Gesa. C.100.080.146. Tinjauan Yuridis Tentang Perkawinan Anak

di Bawah Umur Dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus di Pengadilan Agama
Sukoharjo). Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui pertimbangan hakim
dalam mengabulkan permohonan izin perkawinan bagi anak di bawah umur,
untuk mengetahui dasar hukum bagi hakim dalam mengabulkan permohonan izin
perkawinan bagi anak di bawah umur serta untuk mengetahui akibat hukum
setelah anak melakukan perkawinan di bawah umur dalam Penetapan Izin
Perkawinan di Pengadilan Agama Sukoharjo.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif.
Adapun yang dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk menafsirkan atau
menuturkan yang pada pokoknya merupakan suatu cara untuk memecahkan
masalah yang ada, kemudian data tersebut dikumpulkan, disusun, disimpulkan
untuk selanjutnya dipakai dasar dalam penyusunan skripsi ini. Sedangkan metode
pendekatan dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis
sosiologis.
Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan berupa data hasil
wawancara dan penetapan dispensasi nikah yang telah dijelaskan dalam uraian
hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa pertimbangan
hakim
dalam

penetapan
No.0052/Pdt.P/2011/PA.Skh
dan
No.030/Pdt.P/2010/PA.Skh cukup beralasan untuk dikabulkannya permohonan
dispensasi nikah ini. Serta hakim dapat menyesuaikannya dengan peraturan
perundangan yang mengatur perkara permohonan dispensasi nikah. Sehingga
melalui adanya penyesuaian antara hukum yang berlaku terhadap kenyataan yang
terjadi maka didapat suatu penetapan yang memenuhi rasa keadilan bagi para
pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu hakim mempertimbangkan
keputusannya dengan melihat kemaslahatan umat atau kepentingan umum dari
para pihak. Sedangkan mengenai dasar hukum yang digunakan oleh hakim dalam
mengabulkan permohonan izin perkawinan bagi anak di bawah umur, seorang
hakim harus memiliki dasar yang kuat agar keputusannya dapat
dipertanggungjawabkan. Hakim wajib mencantumkan dasar pertimbangan yang
cukup dan matang dalam setiap keputusan. Ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7
ayat (1) (2) UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 53 Kompilasi
Hukum Islam (KHI), dan Kaidah Fiqhiyyah menjadi dasar hukum hakim dalam
mengabulkan permohonan izin perkawinan bagi anak di bawah umur. Serta untuk
akibat hukum setelah anak melakukan perkawinan di bawah umur itu sendiri
bahwa anak tersebut telah dianggap dewasa dan cakap dalam melakukan suatu

perbuatan hukum atau ia tidak berada di bawah pengampuan orangtuanya lagi.
Pengaturan mengenai perkawinan anak di bawah umur dan dispensasi
nikah ini telah diatur dengan jelas dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Perkawinan serta Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia.
Kata kunci: Perkawinan Anak di Bawah Umur, Akibat Hukum

ABSTRACT

Rabbil Sonya Gesa. C.100.080.146. Judicial Review On Marriage of minors and
Due statute (Case Studies in the Religious Sukoharjo). Thesis. Law Faculty
Muhammadiyah University of Surakarta.
The purpose of this study is to determine the consideration of the judge to grant
marriage licenses to minors, to know the legal basis for the judge to grant
marriage licenses to minors and to know the legal consequences of marriage after
the child made under the Marriage License Determination in the Religious
Sukoharjo.
In this study, the authors use this type of descriptive research. As referred
to in this study is to interpret or said which essentially is a way to solve existing

problems, then the data is collected, compiled, summarized the basis for
subsequent use in the preparation of this thesis. While the method of approach in
this study the authors use the method of juridical sociological approach.
Based on the data already collected the data in the form of interviews and
determining the dispensation of marriage that has been described in the
description and discussion of research results, it can be concluded that the judge
considered in determining reasonable No.0052/Pdt.P/2011/PA.Skh and
No.030/Pdt.P/2010/PA.Skh petition is granted a dispensation for this marriage.
And judges can customize it with laws and regulations governing the application
for dispensation of marriage case. So through an adjustment between the law
applicable to the reality of the matter then obtained a determination that sense of
fairness to the parties concerned. Therefore, the judge reconsider his decision to
see the benefit of the people or the general interests of the parties. While the legal
basis used by the judge in granting a marriage license application for minors, a
judge must have a solid basis for the decision can be accounted for. The judge
must include the consideration that sufficient and mature in every
keputusan.seorang judge must have a solid basis for the decision can be
accounted for. The provisions of Article 6 paragraph (1) and Article 7 paragraph
(1) (2) of Law no. 1 of 1974, Article 15 paragraph (1) and Article 53 of the
Compilation of Islamic Law (KHI), and Rule Fiqhiyyah basis in law judge to

grant marriage licenses to minors. As well as to the legal effect after the child
made under the age of marriage itself that the child has considered adults and
competent in performing a legal act or he is not under guardianship his parents
again.
Regulation of marriage and children under the age of marriage
dispensations have been set out clearly in the Law. 1 of 1974 on Marriage, PP. 9
Year 1975 on the Implementation of the Marriage Law and the Presidential
Instruction No.. 1 in 1991 about the Compilation of Islamic Law in Indonesia.
Key words: Marriage of minors, Legal Consequences

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN ANAK
DI BAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA
(Studi Kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo)

A. PENDAHULUAN
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. 1 Untuk
menjembatani antara kebutuhan kodrati manusia dengan pencapaian esensi
dari suatu perkawinan, Undang-undang Perkawinan telah menetapkan dasar

dan syarat yang harus dipenuhi dalam perkawinan. Salah satunya yaitu dalam
Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Th. 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi :
“Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam belas)

tahun.”
Sangat jelas tercantum dalam Pasal 26 ayat 1 butir c UU No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak bahwa orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan di usia anak-anak.
Pencantuman kalimat tersebut merupakan keharusan yang harus menjadi
perhatian bersama, hal ini disebabkan anak-anak yang terpaksa menikah
dalam usia yang masih tergolong anak dilihat dari aspek hak anak, mereka
akan terampas hak-haknya, seperti hak bermain, hak pendidikan, hak untuk

1

Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

1


tumbuh berkembang sesuai dengan usianya dan pada akhirnya adanya
keterpaksaan untuk menjadi orang dewasa.
Oleh karena itu, ditentukan batas umur untuk melaksanakan
perkawinan yaitu pria 19 tahun dan wanita 16 tahun. Namun dalam keadaan
yang sangat memaksa, perkawinan di bawah batas umur minimum
sebagaimana dalam Undang-undang Perkawinan dimungkinkan setelah
memperoleh dispensasi dari Pengadilan atas permintaan orang tua. Muncul
suatu permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, yaitu hamil sebelum
menikah. Dilihat dari faktor sosiologis yang terjadi saat ini semakin bebas
pergaulan anak yang menyebabkan anak luar kawin, hal ini dilatar belakangi
oleh faktor intern dalam keluarga yaitu kurangnya pengawasan dari orang tua
dan faktor ekstern yaitu dari faktor sosiologis yang kurang baik yang
menyebabkan anak terjerumus dalam pergaulan bebas.
Sehingga berdasar latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini
dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan yaitu mengenai pertimbangan
hakim dalam mengabulkan permohonan izin perkawinan bagi anak di bawah
umur, dasar hukum bagi hakim dalam mengabulkan permohonan izin
perkawinan bagi anak di bawah umur serta akibat hukum setelah anak
melakukan perkawinan di bawah umur.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam hal

menambah wawasan atau pengetahuan terutama bagi penulis pribadi dalam
bidang hukum perdata, memberikan sumbangan penelitian bagi Pengadilan
Agama dalam meningkatkan kinerjanya sebagai lembaga peradilan yang

2

senantiasa menegakkan keadilan dan menjamin kepastian hukum. Penulis
melakukan penelitian dengan menggunakan metode pendekatan yuridis
sosiologis, yaitu suatu pendekatan dengan cara pandang dari kaca mata hukum
mengenai segala sesuatu yang terjadi dalam masyarakat yang berakibat hukum
untuk dihubungkan dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.
Penggunaan jenis penelitian deskriptif dalam penelitian ini, yaitu pemaparan
yang bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap tentang keadaan hukum
yang berlaku di tempat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.2
Sumber data penelitian didapatkan dari hasil penelitian kepustakaan,
meliputi; Bahan hukum primer berupa KUHPerdata (BW), UU No. 1 Th. 1974
tentang Perkawinan, Inpres No. 1 Th. 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam,
UU No. 23 Th.2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 4 Th. 1979 tentang
Kesejahteraan Anak, UU No. 39 Th. 1999 tentang Hak Asasi Manusia,

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, PP No. 9 Th.
1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinan, UU No. 7 Th 1989 Tentang
Pengadilan Agama,

Penetapan Perkara Dispensasi Nikah

Nomor :

0052/Pdt.P/2011/PA.Skh dan Nomor : 030/Pdt.P/2010/PA.Skh. Bahan hukum
sekunder berupa buku-buku yang relevan dan terkait dengan permasalahan
yang dibahas.
Selain penelitian kepustakaan, ada pula penelitian lapangan, yang
terdiri dari menentukan lokasi penelitian yaitu di Pengadilan Agama
2

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti,
hal. 54

3


Sukoharjo karena cukup banyak data-data yang penulis butuhkan mengenai
penanganan perkara permohonan dispensasi nikah, selain itu ada pula subjek
dalam penelitian ini yaitu Hakim Pengadilan Agama Sukoharjo. Metode
pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan yaitu melakukan pengumpulan data dengan jalan mempelajari
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang mana semua bahan
hukum tersebut dipelajari dan dikaji untuk dijadikan pedoman atau landasan
dalam menyusun dan melakukan penelitian, serta penelitian studi lapangan
penelitian lapangan berupa Pengamatan (observasi), Membuat daftar
pertanyaan, Wawancara (interview).

B. Pertimbangan

Hakim

dalam Mengabulkan Permohonan Izin

Perkawinan Bagi Anak di Bawah Umur
Dalam mengeluarkan suatu penetapan seorang hakim haruslah
memiliki


pertimbangan-pertimbangan

hukum.

Mengenai

pertimbangan

peristiwanya, didapat melalui keterangan para saksi. Setelah memahami
peristiwa/duduk

perkaranya,

maka

dalam

hal

ini

hakim

dapat

menyesuaikannya dengan peraturan perundangan yang mengatur perkara
permohonan dispensasi nikah. Sehingga melalui adanya penyesuaian antara
hukum yang berlaku terhadap kenyataan yang terjadi maka akan didapat suatu
penetapan yang memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang bersangkutan.
Mengenai pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan izin
perkawinan di bawah umur dalam penetapan izin perkawinan dengan Nomor :

4

0052/Pdt.P/2011/PA.Skh. dan Nomor : 030/Pdt.P/2010/PA.Skh. Pada posita
atau duduk perkara dalam penetapan Nomor : 0052/Pdt.P/2011/PA.Skh
bahwasanya pernikahan tersebut sangat mendesak untuk dilangsungkan karena
antara anak Pemohon, Umi Khasanah binti Karjo dengan calon suami anak
Pemohon Triyadi bin Trimo telah bertunangan sejak kurang lebih 1 tahun
yang lalu dan hubungan mereka telah sedemikian eratnya, sehingga Pemohon
khawatir akan terjadi perbuatan yang dilarang oleh ketentuan hukum Islam
apabila tidak segera dinikahkan. Dalam hal seperti ini boleh dilakukan
penyimpangan perkawinan di bawah batas umur minimum sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang Perkawinan. Hal ini dibuktikan dengan
pengakuan dari kedua calon pengantin dan dikuatkan dengan pengakuan
kedua orang tua calon mempelai, bahwa hubungan cinta antara calon
mempelai perempuan dengan calon mempelai laki-laki telah terlalu dekat,
sehingga tidak dapat dipisahkan lagi.
Sedangkan dalam penetapan Nomor : 030/Pdt.P/2010/PA.Skh, pada
posita atau duduk perkaranya bahwa pernikahan tersebut sangat mendesak
untuk dilangsungkan karena antara anak Pemohon, Wahid Diannuri bin
Jumadi dengan calon isteri anak Pemohon Kurniawati Pujining Rahayu binti
Bambang Purwanto telah bertunangan sejak kurang lebih 2 tahun 4 bulan yang
lalu dan hubungan mereka telah sedemikian eratnya, sehingga Pemohon
sangat khawatir akan terjadi perbuatan yang dilarang oleh ketentuan hukum
Islam apabila tidak segera dinikahkan. Hal ini terbukti bahwa calon pengantin
perempuan telah dalam keadaan hamil 2 bulan. Dalam hal seperti ini boleh

5

dilakukan penyimpangan perkawinan di bawah batas umur minimum
sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perkawinan. Hal ini
dibuktikan dari pengakuan dari calon pengantin perempuan bahwa dirinya
telah 2 bulan mengandung hasil hubungannya dengan anak Pemohon. Dan
pengakuan dari calon pengantin perempuan dikuatkan dengan keadaan
perutnya yang agak membuncit. Hal ini dibenarkan oleh anak Pemohon.
Sehingga yang menjadi pertimbangan hakim dalam mengabulkan
permohonan izin perkawinan bagi anak di bawah umur dalam penetapan izin
perkawinan di Pengadilan Agama Sukoharjo adalah :
1) Karena sudah hamil terlebih dahulu (hamil di luar nikah) atau sudah
pernah melakukan hubungan layaknya suami isteri.
Menurut penulis memang dalam kasus ini, pertimbangan hakim
dalam mengabulkan permohonan izin perkawinan bagi anak di bawah
umur

harus

sangat

matang.

Seperti

dalam

penetapan

Nomor

030/Pdt.P/2010/PA.Skh yang dalam penetapan tersebut bahwa calon isteri
dari anak Pemohon telah dalam keadaan hamil 2 bulan. Jadi, menurut
penulis dapat disimpulkan bahwa dalam situasi yang mendesak seorang
hakim dapat mengabulkan dispensasi perkawinan anak di bawah umur.
2) Karena kekhawatiran orang tua. Orang tua khawatir anaknya terjerumus
dalam pergaulan bebas.
Dalam penetapan Nomor : 0052/Pdt.P/2011/PA.Skh pemohon
merupakan orang tua dari anak perempuan yang usianya masih 15 tahun
dan anak Pemohon memiliki seorang kekasih berusia 24 tahun. Karena

6

diantara anak Pemohon dengan kekasihnya telah bertunangan sejak kurang
lebih 1 tahun dan hubungan cinta mereka sudah sangat erat dan sulit untuk
dipisahkan, dan Pemohon sangat khawatir anaknya melakukan perbuatanperbuatan yang dilarang oleh ketentuan hukum Islam apabila tidak segera
dinikahkan. Oleh karena itu hakim mempertimbangkan keputusannya
dengan melihat kemaslahatan umat atau kepentingan umum dari para
pihak.
3) Karena masalah ekonomi keluarga.
Masalah ekonomi keluarga di sini luas dan perlu penulis perjelas
bahwa orang tua pihak perempuanlah yang merasa bahwa apabila anaknya
menikah dengan laki-laki lain, maka akan sangat membantu perekonomian
orang tuanya. Dan masalah perekonomian keluarga itu bukan merupakan
suatu keadaan yang mendesak. Karena yang dimaksud keadaan mendesak
disini adalah keadaan dimana apabila tidak segera dinikahkan maka akan
menimbulkan dampak yang buruk bagi pihak yang bersangkutan. Jadi,
hakim cukup melihat ada tidaknya alasan yang mendesak yang
menyebabkan harus dikabulkannya perkara ini.

C. Dasar Hukum Bagi Hakim dalam Mengabulkan Permohonan Izin
Perkawinan Bagi Anak di Bawah Umur
Dalam memutuskan sebuah perkara, hakim harus memiliki dasar yang
kuat agar keputusannya dapat dipertanggungjawabkan. Hakim wajib
mencantumkan dasar pertimbangan yang cukup dan matang dalam setiap

7

keputusan. Permohonan dispensasi usia perkawinan merupakan gugat yang
bersifat voluntair . Dengan kata lain, undang-undang menilai putusan yang
sesuai dengan gugat permohonan adalah penetapan, yang lazim juga disebut
beschikking dalam arti luas.3

Permohonan dispensasi dapat dikabulkan oleh hakim dengan
menggunakan dasar hukum sebagai berikut :
1) Ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) (2) Undang-undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974.
Dalam mengabulkan permohonan izin perkawinan bagi anak di
bawah umur Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) (2) menjadi dasar hukum
bagi hakim dalam menentukan penetapannya, yaitu Pasal 6 ayat (1) yang
berbunyi, “Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon
mempelai”. Maksudnya, perkawinan mernpunyai rnaksud agar suami dan

isteri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai
dengan hak azasi manusia, maka perkawinan harus disetujui oleh kedua
belah pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut, tanpa ada paksaan
dari pihak manapun.
Kemudian pada ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Perkawinan menyatakan bahwa, “Perkawinan hanya diizinkan bila pihak
pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah

mencapai usia 16 (enam belas) tahun”. Maksudnya adalah untuk menjaga
kesehatan suami-isteri dan keturunan, perlu ditetapkan batas-batas umur
3

Sudikno Mertokusumo dan Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti, hal. 12

8

untuk perkawinan. Sedangkan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang
Perkawinan menyatakan bahwa, “Dalam hal penyimpangan dalam ayat
(1) pasal ini dapat minta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain
yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita”.

Maksudnya, apabila seorang atau kedua calon pengantin tidak memenuhi
ketentuan Pasal 7 ayat (1) untuk melakukan suatu perkawinan, maka
walinya harus mengajukan permohonan dispensasi perkawinan ke
Pengadilan Agama.
Jadi, pada penetapan Nomor : 0052/Pdt.P/2011/PA.Skh dan
030/Pdt.P/2010/PA.Skh, menggunakan ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan
Pasal 7 ayat (1) (2) Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 sebagai
dasar hukum hakim dalam mengabulkan permohonan izin perkawinan
bagi anak di bawah umur.
2) Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Selain ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) (2) Undangundang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, dasar hukum bagi hakim yang lain
adalah Pasal 15 dan Pasal 53 KHI.
Pasal 15
(1) Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya
boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang
ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 yakni
calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri
sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.
(2) Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus
mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2),(3),(4)
dan (5) UU No.1 Tahun 1974.

9

Pasal 53
(1) Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria
yang menghamilinya.
(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat
dialngsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak
diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Menurut ketentuan di dalam Pasal 15 KHI ini secara jelas telah
membatasi umur calon mempelai (calon suami dan istri), sesuai dengan
undang-undang yang berada di atasnya yaitu Pasal 7 ayat (1) Undangundang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Namun demikian, aturan hukum
tersebut tidak merinci alasan mengajukan hukum dispensasi nikah.
Pada

penetapan

Nomor

:

0052/Pdt.P/2011/PA.Skh,

hakim

menggunakan Pasal 15 KHI karena memang usia anak Pemohon masih di
bawah umur. Fakta hukum yang terungkap dalam persidangan menyatakan
bahwa usia anak Pemohon belum genap 19 tahun. Hakim tidak
menggunakan ketentuan Pasal 53 KHI sebagai dasar hukum pada
penetapan ini karena hakim tidak menemukan fakta bahwa calon isteri
anak Pemohon dalam keadaan hamil.
Sedangkan dalam penetapan Nomor : 030/Pdt.P/2010/PA.Skh,
hakim menggunakan Pasal 15 dan Pasal 53 KHI, karena pada Pasal 15
KHI hakim menemukan fakta bahwa usia anak Pemohon masih di bawah
umur, yaitu 16 tahun 5 bulan. Dan pada Pasal 53 KHI hakim menemukan
fakta bahwa calon isteri anak Pemohon telah dalam keadaan hamil 2
bulan. Sehingga dalam penetapan Nomor : 030/Pdt.P/2010/PA.Skh hakim
menggunakan pasal tersebut sebagai dasar hukumnya. Dan jika ditemukan

10

fakta hukum dalam suatu penetapan bahwa pihak perempuan telah hamil
sebelum adanya perkawinan yang sah, maka dalam hal darurat seperti ini
boleh dilakukan penyimpangan perkawinan di bawah batas umur
minimum

sebagaimana

telah

ditentukan

dalam

Undang-undang

Perkawinan.
3) Kaidah Fiqhiyyah
Selain ketentuan pasal-pasal tersebut di atas, hakim juga
menggunakan dasar hukum lain yakni Kaidah Fiqhiyyah dalam
mengabulkan permohonan izin perkawinan bagi anak di bawah umur. Hal
ini sesuai karena dalam setiap penetapan dispensasi izin perkawinan selalu
dicantumkan Kaidah Fiqhiyyah yang selanjutnya diambil alih sebagai
pendapat Majelis Hakim yang berbunyi :

Artinya : “Menghindari kerusakan lebih utama daripada mendatangkan
kemaslahatan”
Hakim memandang bahwa mengabulkan permohonan dispensasi
usia perkawinan dapat menghindari kerusakan maka dari itu harus segera
dilakukan perkawinan agar status kedua calon mempelai jelas dan status
anak yang akan dilahirkan nanti juga jelas. Apabila permohonan
dispensasi usia perkawinan tidak dikabulkan dalam kondisi yang sangat
memaksa, maka akan terjadi kerugian yang sangat besar yang akan dialami
oleh calon mempelai perempuan dan anak yang ada di dalam
kandungannya.

11

Jadi, dalam penetapan Nomor : 0052/Pdt.P/2011/PA.Skh dan
030/Pdt.P/2010/PA.Skh, hakim menggunakan dasar hukum Kaidah
Fiqhiyyah supaya tidak menimbulkan mafsadat bagi kedua calon
pengantin dan seluruh keluarga mereka. Oleh karena itu, keadaan tersebut
tidak boleh dibiarkan dan harus segera diakhiri sebagai bentuk
perlindungan hukum kepada kedua calon mempelai dan seluruh keluarga
mereka.

D. Akibat hukum setelah anak melakukan perkawinan di bawah umur
Setiap perbuatan hukum menimbulkan suatu akibat hukum antara
suami dan isteri setelah perkawinan itu dilaksanakan. Sebagaimana yang
terjadi pada perkawinan anak di bawah umur. Anak di bawah umur yang
mendapat dispensasi nikah boleh melaksanakan perkawinan walaupun usianya
masih di bawah umur. Sehingga akibat hukum setelah anak melakukan
perkawinan di bawah umur yaitu anak tersebut telah dianggap dewasa dan
dianggap cakap dalam melakukan suatu perbuatan hukum atau ia tidak berada
di bawah pengampuan orangtuanya lagi. Setelah anak melakukan perkawinan
kemudian anak itu hamil dan melahirkan seorang anak, maka anak tersebut
menjadi anak sah sebagai akibat ia dinikahkan. Dan apabila anak itu
dinikahkan kemudian anak itu lahir sebagai anak sah, maka timbullah suatu
hubungan perdata antara orang tua dan anak terhadap harta perkawinan.
Maksud anak sah di sini adalah karena pada saat ia lahir ia mempunyai ayah
dan ibu dan dari hasil pernikahan yang sah pula.

12

E. Penutup
1. Kesimpulan
Dalam memberikan pertimbangannya, majelis hakim Pengadilan
Agama Sukoharjo berdasarkan pada berbagai fakta hukum yang didapat
dari berbagai alat bukti, melalui pengumpulan berbagai alat bukti, hakim
dapat mengetahui dengan jelas perihal permasalahan yang terjadi/duduk
peristiwanya. Fakta yang telah diperoleh kemudian disesuaikan dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Sehingga akan didapat suatu
penetapan yang memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang
bersangkutan.
Di perumusan masalah yang pertama pertimbangan hakim dalam
mengabulkan permohonan izin perkawinan bagi anak dibawah umur
dalam penetapan izin perkawinan di Pengadilan Agama Sukoharjo yaitu
yang pertama karena anak tersebut sudah hamil terlebih dahulu atau sudah
pernah/sering melakukan hubungan layaknya suami isteri. Dalam
penetapan Nomor : 030/Pdt.P/2010/PA.Skh bahwa calon isteri dari anak
Pemohon telah dalam keadaan hamil 2 bulan. Sehingga apabila dilihat dari
segi manfaat maupun mudharatnya maka hakim terpaksa untuk
mengabulkan permohonan dispensasi nikah tersebut. Yang kedua karena
kekhawatiran orang tua anaknya terjerumus dalam pergaulan bebas karena
hubungan anaknya yang sudah terlalu dekat sehingga sulit dipisahkan.
Dalam penetapan Nomor : 0052/Pdt.P/2011/PA.Skh ini diantara anak
Pemohon dengan kekasihnya telah bertunangan sejak kurang lebih 1 tahun

13

dan hubungan cinta mereka sudah sangat erat dan sulit untuk dipisahkan
dan Pemohon sangat khawatir anaknya melakukan perbuatan-perbuatan
yang dilarang oleh ketentuan hukum Islam apabila tidak segera
dinikahkan, sehingga Pemohon mengajukan permohonan dispensasi nikah
ke pengadilan Agama Sukoharjo. Dan yang terakhir karena masalah
ekonomi keluarga. Perlu penulis perjelas bahwa masalah ekonomi
keluarga di sini yaitu orang tua pihak perempuanlah yang merasa bahwa
apabila anaknya menikah dengan laki-laki lain, maka akan sangat
membantu perekonomian orang tuanya. Dan menurut penulis masalah
perekonomian keluarga itu bukan merupakan suatu keadaan yang
mendesak. Karena yang dimaksud keadaan mendesak disini adalah
keadaan dimana apabila tidak segera dinikahkan maka akan menimbulkan
dampak yang buruk bagi pihak yang bersangkutan.
Dalam perumusan masalah kedua yaitu dasar hukum bagi hakim
dalam mengabulkan permohonan izin perkawinan bagi anak di bawah
umur. Dasar yang digunakan hakim dalam mengabulkan permohonan izin
perkawinan bagi anak di bawah umur di Pengadilan Agama Sukoharjo
antara lain adalah Ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) (2)
Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Pasal 15 ayat (1) dan
Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Kaidah Fiqhiyyah.
Sedangkan dalam perumusan masalah yang ketiga yaitu akibat
hukum setelah anak melakukan perkawinan di bawah umur, yaitu anak
tersebut telah dianggap dewasa dan dianggap cakap dalam melakukan

14

suatu perbuatan hukum, atau ia tidak berada di bawah pengampuan
orangtuanya lagi. Setelah anak melakukan perkawinan kemudian anak itu
hamil dan melahirkan seorang anak, maka anak tersebut menjadi anak sah
selama ia menikah sebagai akibat ia dinikahkan.
2. Saran
Pada akhirnya, penulis menyarankan agar bagi hakim yang
menangani perkara dispensasi nikah agar memperketat persyaratanpersyaratan dalam mengajukan permohonan izin dispensasi nikah dengan
tujuan untuk mengurangi jumlah kasus perkawinan di usia dini yang
sekarang sedang marak terjadi di Indonesia, di dalam Undang-Undang
Perkawinan No. 1 tahun 1974 dicantumkan alasan-alasan izin dispensasi
nikah, agar hakim dalam memberikan izin dispensasi nikah dapat
memberikan pertimbangan atau keputusan yang terbaik tanpa ada campur
tangan dari pihak manapun, serta lebih memperhatikan lagi akibat-akibat
yang ditimbulkan apabila dikabulkan permohonan ijin kawin di bawah
umur.

15

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : Citra
Aditya Bakti.
Mertokusumo, Sudikno dan Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum,
Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Peraturan Perundang-undangan
Kompilasi Hukum Islam.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Pengurusan Harta Kekayaan Anak Angkat Dibawah Umur pada WNI Keturunan Tionghoa (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2161 K/PDT/2011)

2 91 130

Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perwalian Terhadap Anak Di Bawah Umur Korban Tsunami Di Aceh

2 107 140

Perkawinan Anak Dibawah Umur Dan Akibat Hukumnya

1 48 133

Perhitungan Kuat Medan Listrik Di Bawah Saluran Transmisi Studi Kasus : Perencanaan Transmisi 275 kV Galang-Binjai

8 119 87

Tinjauan Yuridis Terhadap Sengketa Pemeliharaan Anak Di Bawah Umur Sebagai Akibat Perceraian Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Putusan Mano. 23/Pdt.G/2013/Pa.Bik )

1 55 89

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN ORANG DEWASA DENGAN ANAK DI BAWAH UMUR Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Orang Dewasa Dengan Anak Diwah Umur (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Boyolali).

0 0 15

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA Tinjauan Yuridis Tentang Perkawinan Anak Di Bawah Umur Dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo).

0 3 14

PENDAHULUAN Tinjauan Yuridis Tentang Perkawinan Anak Di Bawah Umur Dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo).

0 0 15

DAFTAR PUSTAKA Tinjauan Yuridis Tentang Perkawinan Anak Di Bawah Umur Dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo).

0 1 4

TINJAUAN YURIDIS AKIBAT HUKUM PENETAPAN DISPENSASI PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Kasus di Pengadilan Agama Pacitan).

0 1 17